Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
“Teori psikoanalisis C. Gustav Jung”

Dosen Pengampu
Dr. Dina Sukma, S.Psi., S.Pd. M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 5
Difa Apriliani 23006137
Nayla Eka Syahfitri 23006023
Reva Paska Yuda 23006035
Wanda Rahmadany 23006176

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi teladan bagi umat manusia.

Makalah ini di susun dengan tujuan untuk memenuhi tugas kelompok Mata
Kulian Psikologi Kepribadian serta untuk menambah wawasan dan informasi bagi
pembaca khususnya mengenai “Teori psikoanalisis C. Gustav Jung”.

Penulis mengucapakan terima kasih kepada Dr. Dina Sukma, S.Psi., S.Pd.
M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Kepribadian serta pihak
yang terlibat dan membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga penulis
dalam menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan penulis
masih dalam proses belajar. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan di masa mendatang. Semoga
buku ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi pembaca. Mohon maaf jika
terdapat kekurangan dalam penyajian informasi.

Padang, 19 Maret 2023

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................2
DAFTAR ISI ...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4
A. Latar Belakang .............................................................................................4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................4
C. Tujuan ..........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................5
A. Dinamika Kepribadian .................................................................................5
B. Perkembangan Kepribadian .........................................................................8
C. Implikasinya dalam Konseling...................................................................10
BAB III PENUTUP ..............................................................................................13
A. Kesimpulan ................................................................................................13
B. Saran ...........................................................................................................13
DAFTAR RUJUKAN ..........................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepribadian individu mengalami dinamika perubahan karena
dipengaruhi oleh berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut merujuk pada sikap
jiwa seseorang ketika menghadapi segala persoalan hidupnya. Sikap
merupakan wujud perilaku manusia yang berkembang karena dipicu oleh
masa lalu, cita-cita dan cita-cita masa depan. Perkembangan kepribadian
Carl Gustav Jung menyatakan bahwa manusia selalu maju atau mengejar
kemajuan, dari taraf perkembangan yang kurang sempurna ke taraf yang
lebih sempurna. Manusia juga selalu berusaha mencapai taraf diferensiasi
yang lebih tinggi. Dalam proses perkembangan kepribadian dapat terjadi
gerakan maju (progresi) atau gerakan mundur (regresi). progresi adalah
sadar dapat menyesuaikan diri secara memuaskan terhadap tuntutan dunia
luar maupun kebutuhan ketidaksadaran. Regresi tidak selalu negatif, dengan
dibantu dengan sang aku dapat menemukan jalan untuk mengatasi rintangan
yang dihadapi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Dinamika kepribadian
2. Bagaimana Perkembangan Kepribadian
3. Apa Implikasinya dalam Konseling
C. Tujuan
1. Untuk menegetahui bagaimana dinamika perkembangan kepribadian
2. Untuk Mengetahui perkembangan kepribadian
3. Mengetahui implikasinya dalam konseling

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dinamika Kepribadian
Dinamika kepribadian adalah gerak perubahan dalam diri individu
untuk mencapai tujuan. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh peristiwa
masa kini, tetapi bersumber dari peristiwa masa lalu, sehingga membentuk
kepribadian yang utuh. Penilaian dinamika kepribadian dapat dianalisis
dengan menggunakan teori kepribadian Carl G. Jung. Psikologi Jung
mengacu pada tiga teori yaitu struktur, dinamika dan perkembangan.
Kepribadian individu mengalami dinamika perubahan karena dipengaruhi
oleh berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut merujuk pada sikap jiwa
seseorang ketika menghadapi segala persoalan hidupnya. Sikap merupakan
wujud perilaku manusia yang berkembang karena dipicu oleh masa lalu,
cita-cita dan citacita masa depan.
Hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari keberadaan energi psikis yang
dikeluarkan. Energi psikis dimanifestasikan melalui kekuatan roh, kemauan
dan keinginan seseorang. Selain itu, energi psikis ini mempengaruhi
perkembangan kehidupan, kegiatan budaya dan spiritual. Dengan demikian,
psikologi Jung dapat mengungkapkan bahwa semua masalah kehidupan,
aspirasi masa depan, masa lalu dan tujuan mengarah pada dinamika
kepribadian sesuai dengan prinsip interaksi, tindakan, dan penggunaan
energi psikis. Kemajuan dalam memahami dinamika kepribadian yang
kompleks menjadi sulit karena variasi struktur kepribadian yang beragam.
Jung akhirnya mencoba mendekati dinamika tersebut melalui prinsip-
prinsip interaksi dan tujuan penggunaan energi psikis. (Alwisol, 2011).
Dalam perkembangan kepribadian, terjadi energi psikis yang
dipindahkan, artinya dapat ditransfer dari satu aspek atau sistem ke aspek
atau sistem lain. Transfer energi psikis berlangsung atas dasar prinsip pokok
dinamika yaitu ekuivalens dan entropi (Suryabrata, 2007:179).
1. Interaksi antar Struktur Kepribadian
a. Prinsip Oposisi

5
Interaksi antara sistem, sikap, dan fungsi kepribadian yang
berbeda dapat terjadi dalam tiga cara: pertentangan (kontradiksi),
saling mendukung (keseimbangan), dan sintesis (penggabungan
menjadi satu kesatuan). Prinsip konfrontasi sering terjadi karena
kepribadian memiliki kecenderungan yang berbeda terhadap konflik.
Menurut Jung, ketegangan yang timbul akibat konflik merupakan inti
dari kehidupan, karena tanpa ketegangan tersebut tidak akan ada
energi atau kepribadian.
b. Prinsip Kompensasi
Digunakan untuk mencegah terjadinya neurosis dalam
kepribadian. Hal ini sering terjadi antara kesadaran dan
ketidaksadaran, Fungsi kesadaran yang dominan dikompensasi
dengan cara menekan fungsi lainnya. Contohnya, ketika sikap yang
disadari mengalami kekecewaan, sikap yang tidak sadar akan
mengambil alih kendali. Jika tujuan yang diinginkan tidak tercapai,
sikap yang tidak sadar akan muncul dalam mimpi. Pola dasar yang
dikompensasi oleh pikiran sadar, dan anima/animus yang
dikompensasi oleh karakteristik feminin/maskulin.
c. Prinsip Penggabungan
Menurut Jung, individu terus-menerus berupaya untuk
merangkul pertentangan yang ada dalam dirinya. Upaya tersebut
bertujuan untuk menggabungkan elemen yang bertentangan guna
mencapai keselarasan dan kekokohan dalam kepribadian. Proses
integrasi ini hanya dapat tercapai melalui fungsi transendental
2. Energi Psikis
a. Fungsi Enerji
Interaksi antara struktur kepribadian membutuhkan energi.
Menurut pandangan Jung, kepribadian merupakan sistem yang relatif
tertutup, saling melengkapi satu sama lain, dan berbeda dari sistem
energi lainnya. Kepribadian memiliki kemampuan untuk menarik

6
energi baru dari proses biologis dan sumber eksternal, seperti
pengalaman individu, guna memperkuat energi psikis.
b. Nilai Psikis (Psychic Value)
Ukuran besaran energi psikis yang terkandung dalam suatu
unsur kepribadian disebut nilai psikis unsur tersebut. Suatu gagasan
atau perasaan tertentu dikatakan memiliki nilai psikis yang tinggi
apabila gagasan atau perasaan tersebut berperan penting dalam
mengawali dan mengarahkan perilaku.
c. Tujuan Penggunaan Energi
Energi psikis digunakan terutama untuk dua tujuan, pelestarian
kehidupan dan pengembangan kegiatan budaya dan spiritual. Ketika
orang menjadi lebih efisien dalam memenuhi kebutuhan dasar dan
biologisnya, mereka memiliki lebih banyak energi untuk
mengembangkan kepentingan budaya. Sasaran ini dicapai melalui
progresi dan/atau regresi:
1) Progresi bergerak maju, berkat keberhasilan ego yang sadar dalam
memenuhi tuntutan lingkungan dan kebutuhan bawah sadar, energi
mendukung gerakan progresif, dimana kekuatan yang berlawanan
bergabung menjadi aliran yang harmonis.
2) Regresi adalah fenomena dimana energi psikis mundur sebagai
respons terhadap frustasi, sehingga sebagian besar energi psikis
digunakan dalam proses yang tidak disadari. Regresi tidak selalu
memiliki konotasi negatif, karena melalui regresi, ego dapat
menemukan cara untuk mengatasi rintangan. Misalnya, regresi
dapat mengungkapkan pengetahuan atau kebijaksanaan bawah
sadar sebagai sumber daya. Regresi sering kali termanifestasikan
dalam bentuk mimpi.

Namun, gerakan energi psikis tidak hanya terbatas pada


pergerakan maju atau mundur. Ketika kebutuhan naluriah tidak dapat
dipuaskan oleh lingkungan, ego memiliki dua mekanisme untuk
mengalihkan energi tersebut, yaitu sublimasi atau represi.

7
1) Sublimasi menggantikan tujuan naluriah yang tidak dapat diterima
dengan tujuan yang dapat diterima secara ekologis. Itu berarti
mengarahkan energi dari proses naluriah yang samar-samar ke
tujuan budaya dan spiritual yang lebih percaya diri dan tanpa
beban.
2) Represi adalah penindasan naluri yang tidak dapat didistribusikan
secara rasional di lingkungan tanpa mengganggu ego. Naluri ini
ditekan menjadi ketidaksadaran, energinya digunakan untuk
berbagai aktivitas yang dapat mencegah naluri yang ditekan
menjadi sadar.
B. Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian Carl Gustav Jung menyatakan bahwa
manusia selalu maju atau mengejar kemajuan, dari taraf perkembangan yang
kurang sempurna ke taraf yang lebih sempurna. Manusia juga selalu
berusaha mencapai taraf diferensiasi yang lebih tinggi. Dalam proses
perkembangan kepribadian dapat terjadi gerakan maju (progresi) atau
gerakan mundur (regresi).
Menurut Jung dalam Yusuf (2008:90), progresi adalah sadar dapat
menyesuaikan diri secara memuaskan terhadap tuntutan dunia luar maupun
kebutuhan ketidaksadaran. Regresi tidak selalu negatif, dengan dibantu
dengan sang aku dapat menemukan jalan untuk mengatasi rintangan yang
dihadapi.
1. Tujuan perkembangan: aktualisasi diri Menurut Jung, tujuan
perkembangan kepribadian adalah aktuali-sasidiri, yaitu diferensiasi
sempurna dan saling hubungan yang selaras antara seluruh aspek
kepribadian.
2. Jalan perkembangan: progresi dan regresi Dalam prose perkembangan
kepribadian dapat terjadi gerak maju (progresi) atau gerak mundur
(regresi). Progresi adalah terjadinya penyesuaian diri secara memuaskan
oleh aku sadar baik terhadap tuntutan dunia luar mapun kebutuhan-
kebutuhan alam tak sadar. Apabila progesi terganggu oleh sesuatu

8
sehingga libido terha-langi untuk digunakan secara progresi maka libido
membuat regresi, kembali ke fase yang telah dilewati atau masuk ke alam
tak sadar.
3. Proses individuasi Untuk mencapai kepribadian yang sehat dan
terintegrasi secara kuatmaka setiap aspek kepribadian harus mencapai
taraf diferensiasi dan perkembangan yang optimal. Proses untuk sampai
ke arah tersebut oleh Jung dinamakan proses individuasi atau proses
penemuan diri. (Susanto,dkk, 2023:150).
Tahap-tahap perkembangan yang disusun oleh Jung memadai untuk
dijadikan dasar analisis dalam memahami tahap perkembangan seseorang.
Jung membagi masa ini menjadi empat tahap berikut. (Jaenudin, 2015:139).
1. Masa Kanak-kanak
Fase kanak-kanak dibagi menjadi tiga subtahapan. Pertama, fase
anarkis, tahap ini dimulai pada usia 0-6 tahun dengan ditandai adanya
kesadaran yang kacau serta sporadik, saat-saat tertentu muncul, saat-saat
lain menghilang yang kadang-kadang ada kadang-kadang tidak. Fase
anarkis ini dicirikan dengan kesadaran chaos dan sporadic.
Kedua, fase monarkis, biasaya berada pada usia 6-8 tahun. Tahap ini
ditandai dengan perkembangan ego, serta mulainya pikiran verbal dan
logika. Pada tahap ini anak memandang dirinya secara objektif sehingga
sering secara tidak sadar menganggap dirinya sebagai orang ketiga.
Tahap ini dicirikan oleh perkembangan ego serta mulai berpikir logis dan
verbal.
Ketiga, fase dualistic yang dimulai dari usia 8-12 tahun ditandai
dengan pembagian ego menjadi dua, objektif dan subjektif. Pada tahap
ini, kesadaran terus berkembang. Anak memandang dirinya sebagai
orang pertama dan menyadari eksistensinya sebagai individu yang
terpisah.
2. Masa Muda
Menurut Jung, masa muda merupakan, atau seharusnya, sebuah pe-
riode peningkatan aktivitas, kematangan seksualitas, tumbuhnya

9
kesadaran dan pemahaman bahwa kanak-kanak yang bebas dari masalah
tidak akan pernah kembali. Periode masa muda itu dimulai dari pubertas
sampai paruh baya (Hall dan Lindzey, 1993:182). Tahap muda
berlangsung mulai dari pubertas sampai usia pertengahan. Remaja
berjuang untuk mandiri secara fisik dan psikis dari orangtuanya. Tahap
ini ditandai oleh meningkatnya kegiatan, matangnya seksual, tumbuh
kembangnya kesadaran.
3. Paruh Baya
Menurut Jung, masa paruh baya terjadi sekitar usia 35-40 tahun.
Masa ini adalah masa ketika manusia mulai mengalami penurunan daya
tahan, daya tarik, dan ketangkasan manusia. Meskipun penurunan ini
dapat menghadapkan orang-orang paruh baya pada peningkatan
kecemasan, hidup paruh baya juga menjadi periode potensial yang
menakjubkan. Periode ini ditandai dengan aktualisasi potensi yang
sangat bervariasi. Pada tahap usia pertengahan muncul kebutuhan nilai
spiritual, yaitu kebutuhan yang selalu menjadi bagian dari jiwa, yang
pada usia muda dikesamping- kan karena pada usia tersebut orang lebih
tertarik pada nilai materialistis. Usia pertengahan adalah usia realisasi
diri.
4. Usia Senja
Pada usia senja manusia mengalami penyusutan kesadaran. Jika di
kehidupan sebelumnya manusia takut kehidupan, pada masa ini manusia
takut akan kematian.

C. Implikasi Dalam Konseling

Teknik dalam pendekatan konseling Jung bervariasi tetapi sering


melibatkan bekerja dengan mimpi, simbol, dan mitologi. Konselor akan
membantu klien atau konseli dalam mengeksplorasi konsep-konsep ini dan
memahami makna yang mereka pegang untuk individu. Ini bisa menjadi
proses yang panjang, karena perlu waktu untuk mengungkap semua materi
bawah sadar yang memengaruhi kehidupan seseorang. Jung dalam

10
penerapan analisisnya terhadap proses penyembuhan tidak mengikuti model
diagnosis, prognosis, dan penanganan medis. (Ferdiansyah, 2023: 63).
Teknik yang digunakan dalam pelaksanaan konseling Jung:
1. Seni
Seni dapat memberikan cara untuk mengakses alam bawah sadar dan
mengeksplorasi gambar-gambar yang muncul. Melalui seni, kita dapat
belajar tentang citra diri kita dan simbol dan tema apa yang muncul ketika
berkonsentrasi pada masalah tertentu.
2. Analisis mimpi
Salah satu cara yang paling penting untuk mencapai wawasan dalam
analisis Jung adalah melalui mimpi, yang sering memberikan bahan
untuk bekerja dengan konselor. Sebagai klien atau konseli dalam
konseling Jungian, seseorang mungkin akan menyimpan buku catatan di
samping tempat tidurnya untuk merekam mimpi-mimpi ketika dirinya
bangun karena mimpi-mimpi itu biasanya memudar dengan cepat hilang
dari ingatan sesudahnya.
3. Imajinasi aktif
Teknik ini memungkinkan seseorang untuk membayangkan dirinya
sendiri dalam adegan yang mewakili materi bawah sadar yang sedang
dikerjakan. Dengan cara ini, seseorang akan dapat menjelajahi materi
lebih jauh dan memahami apa artinya bagi dirinya sendiri.
4. Asosiasi kata
Ini adalah teknik di mana seseorang akan mengucapkan kata pertama
yang muncul di kepalanya setelah mendengar kata lain. Latihan ini dapat
membantu seseorang dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan bawah
sadar yang memengaruhi perilakunya.

Analisis Jungian jelas tidak mengikuti model diagnosis, prognosis, dan


penanganan medis. Jung berpikir bahwa diagnosis klinis tidak ada artinya
dan sifat sejati sebuah neurosis hanya dapat memunculkan diri selama
perjalanan terapi. Jung memostulasikan empat tahap dalam psikoterapi
analitik (Jones, 2011: 106).

11
1. Confussion (pengakuan) Mengungkap berbagai rahasia dan menentukan
emosi-emosi yang terhambat. Pengakuan katartik menyimpan konten
ego yang seharusnya menjadi bagian normalnya, dan yang mampu
menjadi sadar. Akan tetapi, pengakuan seharusnya tidak dianggap
sebagai panasea.
2. Elucidation (penjelasan) Proses menjelaskan dan menjernihkan konten
yang dibangkitkan oleh transferensi. Sebagian dilakukan dengan
menganalisis mimpi-mimpi klien, terapis menginterpretasikan dan
menjelaskan apa yang diproyeksikan klien pada dirinya.
3. Education (pendidikan) Membantu klien untuk mendapatkann kebiasaan
baru dan adaptif utnuk menggantikan kebiasaan merusak diri terkait
dengan neurosisnya. Pada tahap ini, terapi bukan sekedar mencapai
insight, namun melatih klien untuk mengambil tindakan-tindakan yang
bertanggungjawab.
4. Transformation (transformasi) Terapis maupun klien berada dalam
analisis. Dalam hubungan pribadi di antara mereka ada faktor-faktor
yang tidak dapat diukur yang mewujudkan sebuah transformasi mutual,
dengan

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dinamika kepribadian adalah gerak perubahan dalam diri individu
untuk mencapai tujuan. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh peristiwa
masa kini, tetapi bersumber dari peristiwa masa lalu, sehingga
membentuk kepribadian yang utuh. Kepribadian individu mengalami
dinamika perubahan karena dipengaruhi oleh berbagai aspek. Aspek-
aspek tersebut merujuk pada sikap jiwa seseorang ketika menghadapi
segala persoalan hidupnya. Tahap-tahap perkembangan yang disusun
oleh Jung memadai untuk dijadikan dasar analisis dalam memahami
tahap perkembangan seseorang. Jung membagi masa ini menjadi empat
tahap yaitu masa kanak-kanak. Masa muda. Paruh baya dan usia senja.
B. Saran
Kami sebagai penulis makalah menyadari bahwa dalam penulisan
makalah yang kami susun ini, sesungguhnya masih jauh lebih sedikit jika
dibandingkan dengan materi yang seharusnya kita pelajari bersama dan
masih jauh dari kata sempurna. Kami menerima segala kritik dan saran
yang membangun, serta penambahan materi dari pembaca sekalian guna
untuk memperbaiki dan melengkapi penulisan dalam makalah ini.
Demikianlah pembahasan makalah mengenai Teori psikoanalisis C.
Gustav Jung yang telah kami susun ini, semoga makalah ini dapat
bermanfaat kepada para pembaca. Terima kasih kepada para pembaca
yang telah bersedia dan menyempatkan waktunya untuk membaca
makalah dari kami ini.

13
DAFTAR RUJUKAN
Alwisol. 2011. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Ferdiansyah,M. 2023. Teori Psikoanalisis Hakikat Kepribadian Manusia.
Solok: Mafy Media Literasi Indonesia.
Hall, C.S. & Lindzey,G. 1993. Teori-Teori Psikodinamik. Yogyakarta:
Kanisius.
Jaenudin,U. 2015. Dinamika Kepribadian (Psikodinamik). Bandung: Pustaka
Setia.
Jones, R.N. 2011. Teori dan Praktik: Konseling dan Terapi. Terj Helly, P.S.
dan Sri,M.S. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suryabrata,S. 2007. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Susanto, M.B. dkk. 2023. Psycodinamic Approach. Journal of Management
and Social Sciences (JMSC). 1,(3). 118-134.
Yusuf, S. dkk. 2008. Teori Kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya.

14

Anda mungkin juga menyukai