Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus, Tuhan pemelihara yang
memberikan kekuatan, kesehatan dan hikmat pengetahuan bagi penulis untuk menyelesaikan
tugas akhir dalam bentuk semi skripsi ini untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Etika II Kristen Perjanjian Baru di Fakultas Teologi, Universitas Kristen Indonesia
Tomohon Yayasan Ds. A.Z.R. Wenas.

Dalam penulisan semi skripsi ini penulis menyadari bahwa banyak sekali tantangan,
kesulitan dan pengorbanan yang di alami penulis, sehingga penulis merasa bersyukur bisa
menyelesaikan semi skripsi ini lewat orang-orang sekitar yang terus mendoakan dan memberi
motivasi serta memberikan semangat. Karena itu melalui kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada: Pdt. Dr Martje. Panekenan, M.Th selaku dosen yang
menengajar dan membimbing penulis dalam mata kuliah Etika II Perjanjian Baru dan yang telah
memberikan tugas akhir dalam bentuk semi skripsi ini juga petunjuk-petunjuk yang diberikan
sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Tompasobaru Satu, November 2021

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................1

DAFTAR ISI .......................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH ...............................................................4

B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................7

C. TUJUAN PENELITIAN .................................................................................7

D. MANFAAT PENELITIAN ............................................................................8

BAB 2 PEMBAHASAN

ETIKA ………………………………………………………………………....8
a. Etika Teologis……………………………………………………………....8

B. PERJANJIAN BARU…………………………………………………………...9

C. ETIKA PERJANJIAN BARU…………………………………………………..10

a. Asas -Asas Etika Paulus


1. Indikatif dan Imperatif…………………………………………………………………………10
2. Dasar Kristologis…………………………………………………………………………………11
3. Dasar sacramental……………………………………………………………………………….12
4. Dasar Pneumatologis-Kharismatis……………………………………………………….12
5. Dasar eskhatologis………………………………………………………………………………13
b. Gaya dan Struktur Hidup baru
1. Hidup kristiani; utuh, satu dan konkret……………………………………….……….13
2. Hidup rasuli dalam situasi serta kondisi yang serba aneka……………………14
3. Ketaatan yang bebas, sesuai dengan suara hati dan akal budi……………….14
c. Unsur-unsur yang menentukanetika Paulus
1. Nisbah antara kaidah dan kaidah bukan-kristen……………………………………15

2
2. Makna hukum taurat dan ajaran mengenal penciptaan…………………………15
3. Yesus Kristus dan Firmannya………………………………………………………………16
4. Hukum kasih yang Terutama……………………………………………………….………17
d. Etika Konkret
1. Etika perseorangan………………………………………………………………………………17
2. Suami dan Istri ; Perkawinan dan Perceraian………………………………….……18
3. Kerja, milik, Perbudakan. ………………………………………………………………..…18
4. Pemerintah dan Penguasa ………………………………………………………………….19

D. PENELITIAN

a. Hasil Temuan……………………………………………………….………19

b. Hasil Wawancara…………………………………………………………...20

BAB 3 PENUTUP

A. KESIMPULAN………………………………………………………………….22

B. IMPLIKASI……………………………………………………….......................23

C. TINJAUAN ETIS………………………………………………………………..24

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………26

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pandemi virus covid-19 atau yang sering didengar dalam kalangan masyarakat ialah
pandemic virus corona yang saat ini sangat ramai di perbincangkan dalam lingkungan
masyarakat dan bahkan di dunia. Penyakit ini membuat ramai di seluruh dunia, sehingga
berbagai cara untuk memutus mata rantai penularan secara luas dan banyak negara yang
melakukan lockdown atau melakukan penutupan akses keluar dan masuk wilayah tertentu.
Sementara di Indonesia pemerintah mencoba menerapkan Social Distancing, sehingga sekolah-
sekolah terpaksa harus non aktif dan tidak ada kegiatan pembelajaran yang dilakukan di ruangan
kelas melainkan para siswa belajar dari rumah masing-masing. Tempat-tempat yang ramai juga
mengalami pembatasan seperti pasar, objek wisata dan tempat lainnya. Hal ini dilakukan untuk
memberhentikan penyebaran covid-19.

Bukan hanya kegiatan pembelajaran yang tidak di lakukan di sekolah, pasar dan tempat
wisata yang tidak ramai lagi di kunjungi oleh masyarakat, pembatasan kegiatan juga dilakukan
pada lingkup keagamaan, yakni kegiatan peribadatan juga dilakukan di rumah masing-masing
dan tidak dilakukan di gereja atau tempat ibadah. Beberapa pemimpin jemaat menyikapi hal ini
dengan menganggap bahwa tindakan ini yaitu beribadah di rumah atau mengikuti ibadah live
streaming merupakan sebuah tindakan yang dapat mengurangi rasa kepercayaan kita kepada
Tuhan.

Gereja adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Gereja, oleh pertolongan Roh Kudus, mula-mula lahir dari iman para murid yang melihat dan
percaya bahwa perjalanan hidup yang mendatangkan keselamatan telah dikerjakan Tuhan Yesus
di tengah dunia. Gereja berasal dari bahasa Yunani “Ekklesia” dan diartikan sebagai kumpulan
orang yang dipanggil keluar dari kegelapan untuk bersekutu di dalam terang Tuhan Yesus
Kristus yang ajaib, itu berati hidup orang percaya hidup dalam Injil. 1 Orang yang menerima Injil

1
Poltak Y P. Sibarani, Bolehkah gereja berpolitik: mencari pola hubungan gereja dan negara yang relevan di
Indonesia. (Jakarta: Ramos Gospel Publishing House, 2004), 40.

4
Tuhan Yesus Kristus berarti harusnya menyatakan Injil itu dalam kehidupannya. Perilaku orang
yang menerima Injil tidak sama dengan orang-orang yang tidak percaya akan Injil. Karena
kehidupan orang yang menerima Injil Tuhan Yesus Kristus adalah kehidupan yang terus
memandang Alkitab sebagai Firman Tuhan dan yang menjadikannya ukuran untuk melihat apa
yang harus dilakukan sebagai orang yang sudah menerima Injil.

Sebelum adanya Pandemi COVID-19 ini, pelayanan, kesaksian Kabar Baik maupun
pengajaran Injil pada dasarnya disampaikan melalui tatap muka atau secara langsung. Saat itu,
komunikasi dilakukan melalui khotbah di mimbar yang dalam Ilmu Komunikasi dapat dianggap
sebagai suatu bentuk komunikasi publik. Komunikasi publik adalah komunikasi yang dilakukan
seseorang di depan khalayak secara satu arah dengan tujuan menghibur, menginformasikan,
hingga mempersuasi. Komunikasi publik sebagai media penginjilan telah ada sejak zaman
Yesus, dimana Ia berkotbah di berbagai tempat dan diikuti oleh banyak orang. Hal ini yang
sekarang masih dipakai Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) terutama oleh pendeta untuk
menyampaikan Firman Tuhan dan kesaksian Kabar Baik kepada jemaat.

Namun dengan adanya pandemic COVID-19 ini membuat pelayanan Gereja tidak bisa
dilakukan secara langsung atau tatap muka dikarenakan akan menjadi tempat atau klaster baru
berkembangnya virus ini. Sehingga jemaat diharuskan untuk Baribadah di rumah menggunakan
teknologi media sosial agar bisa memutus mata rantai covid ini. Kemudian Ibadah-Ibadah
dilakukan menggunakan teknologi Seperti Pengeras suara yang pusatnya di Gereja, juga ada
dalam bentuk berupa Siaran langsung atau Live Streaming melalui media sosial berupa
Facebook, Youtube dan Instagram.

Dampak ketika melakukan Ibadah di rumah melalui pengeras suara, Ketika pada saat
Hari minggu sering kali jemaat yang di dekat Gereja bisa Mendengar melalui Pengeras suara,
sedangkan jemaat yang di bagian jauh kurang dapat di dengar.

Pada ibadah saluran TV, ibadah daring, kesakralan dan nilai-nilai ibadahpun hilang
jemaat yang dihimbau mengikuti ibadah memakai pakaian rapi selayaknya beribadah di gereja
itu tidak diindahkan, sehingga tidak ada kesiapan mengikuti jalannya peribadatan, dibandingkan
dengan pergi langsung ke gedung gereja atau tempat ibadah lainnya disitu ada persiapan diri.
Selanjutnya ada beberapa anggota jemaat sudah tidak terbiasa pergi ke gedung gereja untuk

5
beribadah, karena sudah terbiasa beribadah lewat daring. Hal ini berdampak pada pertumbuhan
iman jemaat yang berkurang karena disebabkan perubahan model-model peribadatan.

Dampak juga yang terjadi karena virus corona ini menyebabkan para Pemuda, Remaja
dan Anak sekolah minggu tidak dapat melaksanakan ibadah secara tatap muka, ketika mereka
beribadah di rumah masing-masing mereka tidak dapat konsentrasi dikarenakan mereka tergoda
akan hal-hal disekitar. Sehingga mereka tidak tahu apa yang di firmankan lewat Gereja melalui
pengeras suara pengeras suara maupun media sosial. Sehingga hal ini berdampak dalam
pertumbuhan iman mereka.

Berbicara mengenai asas-asas etika Paulus tentang penatalayanan tidak berarti ingin
membesar-besarkan perbedaan yang ada antara ajaran Paulus dan ajaran Tuhan Yesus, Rasul
Paulus sendiri menulis, bahwa ia menentang orang yang “mengajarkan ajaran lain dan tidak
menurut perkataan sehat yakni perkataan Tuhan Yesus Kristus” (bnd I Timotius 6:3). Persamaan
yang fundamental antara keduanya, ialah pemahaman tentang makna kehidupan manusiawi yang
fana dan sementara. Kristologi dijadikan dasar keselamatan dan kebenaran yang dinyatakan
kepada dunia dengan bantuan Roh Kudus. Orang Kristen dituntut untuk melakukan perbuatan
baik sebagai prinsip hidup dan tanggung jawabnya dalam menantikan kedatangan Kristus
kembali yang akan membawa, dan menarik orang-orang-Nya ke dalam persekutuan-Nya. Gaya
dan struktur hidup baru harus benar-benar konkret dan utuh untuk melayani Kristus sebagai
mana kehidupan rasuli dalam situasi serta kondisi yang serba aneka.

Melihat dari asas-asas etika Paulus sangat menekankan kasih karunia Allah yang
dinyatakan dalam karya keselamatan di dalam Yesus yang dijadikan dasar atau patokan bagi
kehidupan dan tingkah laku orang Kristen terutama dalam hal mengasihi manusia.

Tidak dapat dipungkiri bahwa virus corona atau pandemic ini memiliki dampak ynag
begitu besar dalam Gereja khususnya dalam bentuk peribadatan. Sehingga berdasarkan semua
yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan Etika Paulus dan
pelayanan gereja dalam masa pandemic berdasarkan peribadatan di Jemaat saat ini maka penulis
menuangkannya ke dalam suatu yang berjudul:

“PAULUS ETIKA YANG ESKHATOLOGIS DALAM KEHIDUPAN PERIBADATAN


JEMAAT SAAT INI DI TENGAH-TENGAH PANDEMI COVID-19”

6
B. RUMUSAN MASALAH

Dengan melihat identifikasi masalah bahkan batasan masalah yang sudah diuraikan
diatas, maka penulis menarik sebuah rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
Bagaimana kehidupan peribadatan Gereja saat ini di tengah-tengan pandemic covid-19?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini:

1. Ingin mengetahui apa itu etika dalam kekristenan.


2. Ingin mengetahui faktor penyebab mengapa jemaat kurang fokus dalam ibadah di rumah.
3. Ingin mengetahui masalah apa yang terjadi dalam Ibadah virtual berdasarkan iman.
4. Ingin mengetahui Bagaimana peran Gereja dalam mengikapi pandemi ini.
D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang bisa diperoleh ialah:

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat bagi ilmu pengetahuan
khususnya dibidang ilmu Teologi yang berkatian dengan Peran gereja meyikapi masa pamdemic
ini ditinjau melalui Etika Paulus.

b. Manfaat Praktis
1. Bagi Gereja

Menghasilkan sebuah tulisan yang dapat membantu gereja dalam bagaimana menyikapi masalah
pandemic covid-19 dalam peribadatan

2. Bagi Penulis

Dengan penelitian ini membantu penulis untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan iman jemaat
dalam peribadatan di dalam masa pandemic covid-19 sekarang ini.

7
BAB 2

PEMBAHASAN

1. ETIKA

Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang artinya kebiasaan, adat, kesusilaan, perasaan
batin atau kecenderungan hati dengan mana seseorang melaksanakan sesuatu perbuatan. Kata
Etika sering juga diterangkan dengan kata “moral”. Apa yang dimaksud dengan Etika dinyatakan
dalam bahasa Indonesia dengan tepat oleh kata kesusilaan. Kata “sila”, yang terdapat dalam
bahasa Sansekerta dan kesusastraan Pali dalam kebudayaan Buddha mempunyai banyak arti,
pertama sila berarti norma (kaidah), peraturan hidup, perintah. Kedua, kata itu menyatakan pula
keadaan batin, terhadap peraturan hidup, perintah hingga dapat berarti juga: Sikap, keadaban,
kelakuan, sopan santun dan sebagainya.2

Etika adalah ilmu atau studi mengenai norma-norma yang mengatur tingkah laku
manusia. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa Etika itu berbicara tentang apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia; tentang apa yang benar, baik dan tepat. 3 Etika sebagai ilmu
atau ajaran tentang tindakan (perbuatan) manusia, yang dinilai berdasarkan suatu norma etis. 4
Perilaku dan pengendalian diri mengarahkan gaya hidup.5

A. Etika Teologis

Etika bergerak pada lapangan kesusilaan, artinya ia bertalian dengan norma-norma yang
seharusnya berlaku di situ dan dengan ketaatan batiniah pada norma-norma itu. Jadi, Etika itu
termasuk golongan ilmu pengetahuan normatif, yang meminta suatu pilihan, suatu keputusan,
suatu jawaban ya atau tidak. Etika bukanlah ilmu pengetahuan alam yang bersifat deskriptif,
akan tetapi Etika adalah suatu ilmu pengetahuan yang normatif memajukan masalah tentang apa

2
J Verkuyl, Etika Kristen bagian umum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), 1-2
3
Eka Darmaputera, Etika Sederhana untuk Semua: perkenalan pertama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2015), 5
4
J L Ch Abineno, Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 5
5
Vijaya Kumar, Etika Budi Pekerti Pergaulan sehari-hari, (Bandung: Nuansa, 2008), 85

8
yang baik. Apa yang baik itu? Segala yang dikehendaki Allah itulah yang baik, itulah pokok
Etika Teologi.6 Etika normatif dibedakan atas empat jenis: Etika deskriptif, memberikan
keterangan (deskripsi) tentang kesusilaan-kesusilaan dan moral-moral dalam bermacam-macam
kebudayaan. Etika normatif, menggunakan norma-norma atau ukuran-ukuran yang menunjukkan
bagaimana sepatutnya menjalani hidup atau berkelakuan. Etika khusus, dalam bidang khusus
atau etika terapan yang umum berlaku dalam bidang pekerjaan mereka dan Meta-etika adalah
nama modern yang duluh disebut etika kritis, etika filsafat, etika formal. 7 Semua Etika menurut
agama-agama itu teologis tapi, teologis Kristen sumbernya dari Alkitab.

2. PERJANJIAN BARU

Perjanjian Baru (bahasa Yunani Koine: Ἡ Καινὴ Διαθήκη, Hē Kainḕ Diathḗkē), atau
biasa disingkat PB, merupakan bagian utama kedua kanon Alkitab Kristen, yang bagian
pertamanya adalah Perjanjian Lama (PL) yang utamanya didasarkan pada Alkitab Ibrani.
Perjanjian Baru berbahasa Yunani ini membahas ajaran-ajaran dan pribadi Yesus, serta berbagai
peristiwa dalam Kekristenan pada abad ke-1. Umat Kristen memandang PB bersama-sama
dengan PL sebagai kitab suci. PB (baik sebagian maupun secara keseluruhan) telah sering kali
menyertai penyebaran agama Kristen di seluruh dunia. Selain itu PB juga dianggap
mencerminkan dan berfungsi sebagai suatu sumber bagi moralitas dan teologi Kristen. Berbagai
frase dan bacaan yang diambil langsung dari PB juga dimuat (bersama dengan bacaan-bacaan
dari PL) ke dalam beragam liturgi Kristen. PB telah mempengaruhi berbagai gerakan
keagamaan, filosofis, dan politik dalam dunia Kristen.

Perjanjian Baru merupakan sebuah antologi, yakni koleksi karya-karya Kristiani yang
ditulis dalam bahasa Yunani yang umum digunakan pada abad pertama, pada waktu yang
berbeda-beda oleh berbagai penulis yang adalah murid-murid Yahudi pertama kali dari Yesus.
Dalam hampir semua tradisi Kristen masa kini, PB meliputi 27 kitab. Teks-teks aslinya
dituliskan pada abad pertama dan mungkin abad kedua Era Kristen, dan secara umum diyakini
tertulis dalam bahasa Yunani Koine, yang mana merupakan bahasa umum (lingua franca) di
Mediterania Timur mulai dari masa Penaklukan Aleksander Agung (335–323 SM) sampai
evolusi dari bangsa Yunani Bizantium (600 M). Semua karya yang pada akhirnya tergabung
6
J Verkuyl, 2-3
7
J Douma, Kelakuan yang Bertanggung Jawab: Pembimbing ke dalam etika Kristen, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010), 8-9

9
dalam PB ini tampaknya dituliskan paling akhir . 150 M,dan beberapa akademisi
menganggapnya tidak lebih dari 70 M atau 80 M.

Koleksi teks-teks terkait seperti surat-surat dari Rasul Paulus (suatu koleksi utama yang
telah ada pada awal abad ke-2) dan Injil kanonik dari Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes
(ditegaskan oleh Ireneus pada akhir abad ke-2 sebagai Keempat Injil) secara bertahap bergabung
dengan karya tunggal dan koleksi lainnya dalam beragam kombinasi yang berbeda untuk
membentuk berbagai kanon Kitab Suci Kristen. Seiring berjalannya waktu beberapa kitab yang
diperdebatkan seperti Kitab Wahyu dan beberapa Surat-surat Umum dimasukkan ke dalam
kanon, yang mana pada awalnya karya-karya ini tidak dianggap sebagai Kitab Suci. Karya-karya
lainnya yang pada awalnya dianggap sebagai Kitab Suci, seperti 1 Klemens, Gembala Hermas,
dan Diatessaron, tidak dimasukkan dalam kanon Perjanjian Baru. Kanon Perjanjian Lama tidak
sepenuhnya seragam di antara semua kelompok Kristen utama seperti Katolik Roma, Protestan,
Ortodoks Yunani, Ortodoks Slavia, dan Ortodoks Armenia. Namun demikian kanon Perjanjian
Baru yang berisikan 27 kitab ini, setidaknya sejak Abad Kuno Akhir, telah diakui hampir secara
universal dalam Kekristenan.8

3. ETIKA PERJANJIAN BARU

A. Asas -Asas Etika Paulus

a. Indikatif dan imperatif

Biasanya nisbah antara soteriologi-yaitu ajaran tentang keselamat an manusia oleh Allah
dan etika dijelaskan dengan mempergunakan istilah “indikatif” dan “imperatif.” Tidak ada
keberatan untuk meng gunakan istilah-istilah ini, asalkan nisbah tersebut tidak dianggap sebagai
suatu otomatisme. Sehingga etika menjadi etika yang bersifat formalisme.

Kenyataannya beberapa surat Paulus, misalnya Roma, Galatia dan Tesalonika, dibagi atas
dua bagian yang berbeda sifatnya. Secara nyata pembagian ini nampak dalam surat Roma, di
mana Paulus, dalam bagian pertama, mulai menguraikan mengenai pemilihan, pembenaran dan
penye lamatan (pasal 3-11); sedangkan bagian kedua (pasal 12-13) menguraikan mengenai
persembahan yang benar, yaitu hidup orang Kristen sesuai dengan kehendak Allah. Juga dalam
surat-surat lain pembagian semacam ini nyata. Bagian pertama dari surat-surat tersebut,
8
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Baru

10
mengandung kerygma, yaitu pemberitaan mengenai pokok-pokok ajaran, “dogmatika”, seperti
misalnya pokok kristologi atau eskhatologi itu; sedangkan bagian kedua menyangkut “etika”,
yaitu tentang tingkah-laku orang-orang Kristen. Dengan lain perkataan, di sini etika diuraikan
berdasarkan dogmatika, yakni perbuatan-perbuatan Allah yang eskhatologis dalam Yesus Kristus
(indikatif) itu, menjadi dasar, alas dan syarat bagi tingkah-laku orang orang Kristen (imperatif).
Soal yang timbul sehubungan dengan masalah nisbah antara indikatif dan imperatif itu, ialah
bahwa di samping beberapa surat Paulus di dalamnya secara nyata kedua bagian tersebut
dibedakan, juga terdapat sejumlah perikop, di mana pemberitaan dalam bentuk indikatif itu justru
digabung dengan tuntutan dalam bentuk imperatif. Misal Nya, pada satu pihak bentuk indikatif
memberitakan: “kita telah mati bagi dosa” (Rm 6:11), akan tetapi pada pihak lain dengan
serentak Paulus menuntut dalam bentuk imperatif, bahwa: “hendaklah dosa jangan ber kuasa”
(Rm 6:12). Atau, pada satu pihak Paulus mengatakan: “kamu telah mengenakan Kristus” (Gal
3:27), sedangkan pada lain pihak orang Kristen justru diberi perintah, yaitu: “kenakanlah Tuhan
Yesus Kristus” (Rm 13:14). Bila kenyataan ini dilihat sepintas lalu, rupanya ada ketegangan
antara apa yang diberitakan Paulus dengan apa yang dituntutnya.9

b. Dasar kristologis

Pangkal tolak dan dasar etika Paulus ialah karya, keselamatan, peristiwa kematian dan
kebangkitan Yesus, yang di dalamNya Allah secara mutlak memberikan keselamatan kepada
dunia ini. Dalam kematian Yesus itu, Allah menyatakan kebenaranNya yang menyelamatkan
manusia, tetapi yang juga serentak menyita manusia. Biarpun pembenaran dan pendamaian ini
berdasarkan penyataan belaka, namun dalam kehidupan orang-orang yang diselamatkan dan
didamaikan itu, peristiwa ini dialami secara nyata dan konkret (bnd. 2 Kor 4:10 dyb), malahan
mereka ter cakup dalam peristiwa ini, sehingga kini “Kristus hidup di dalam” mereka (Gal 2:20)
dan mereka “berada di dalam Kristus” dan hidup untuk Dia. Bahwasanya Kristus telah mati,
adalah supaya manusia yang mati ber sama Dia akan hidup untuk Kristus (2 Kor 5:15). Peristiwa
kasih Kristus ini mempunyai kekuatan, sehingga manusia yang hidup untuk Kristus, juga
menyatakan kasih; bukan karena kewajiban etis belaka, melainkan berdasarkan realitas

9
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),94

11
keselamatan. Selain dari itu Kristus telah mati dan dibangkitkan untuk menjadi Tuhan atas orang
mati dan orang yang hidup (Rm 14:9). Jadi Yesus adalah Tuhan, itulah pangkal tolak dan titik
tujuan hidup bagi orang Kristen dan etika Kristen.10

c. Dasar sakramental

Arti sakramen-sakramen itu menurut Paulus, adalah menghadirkan peristiwa Kristus di


tengah-tengah jemaat, oleh sebab itu dasar sakramental dapat dianggap sebagai sub-bagian dari
dasar kristologis. Dasar sakramental itu dapat dihubungkan dengan baptisan kudus, yang
menurut jemaat purba menyebabkan manusia dibenarkan (1 Kor 6:11). Ciri khas Paulus dalam
hal ini ialah, bahwa dasar sakramental ini diberi tujuan dan makna kristologis, Kenyataan ini
nampak dari sejajarnya Roma 6:5-7 dengan Roma 6:8-10, di mana peristiwa pembaptisan
disejajarkan dengan peris tiwa Kristus itu sendiri. Dengan kata lain peristiwa Kristus dihadirkan
di dalam peristiwa pembaptisan. Hal menerima sakramen baptisan itu, se benarnya berarti mati
dengan Kristus, dikuburkan dengan Kristus dan disalibkan dengan Kristus, atau juga dengan
istilah lain: “mengenakan Kristus” (Gal 3:27).11

d. Dasar pneumatologis-kharismatis

Dasar pneumatologis-kharismatis pun dapat dianggap sebagai sub bagian dari dasar
kristologis, sebab menurut Paulus Roh sebagai kekuatan Allah yang eskhatologis berada di
bawah kewibawaan Kristus. Paulus memberikan kepada pneumatologi – yaitu ajaran tentang
Roh (pneuma) Kudus itu suatu dasar yang kristologis: yakni Roh itu selalu dihubung kan dengan
Kristus dan karena itu dinamakan Roh Kristus (Rm 8:9) atau Roh Tuhan (2 Kor 3:17). Malahan
menurut Paulus, Tuhan sendiri lah yang hadir di tengah-tengah jemaat dalam Roh itu. Jadi
orientasi yang diberikan oleh Roh kepada hidup orang Kristen itu juga mencakup bidang
tingkah-laku etis.12

10
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),98.

11
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),100

12
e. Dasar eskhatologis

Menurut Paulus, kristologi adalah cakrawala yang memberi batas pada etika. Demikian
pula eskhatologi itu diberi batas oleh kristologi: Tentu saja batas tersebut nampak dalam dimensi
presentis eskhatolog Paulus, sebab justru peristiwa salib dan kebangkitan Yesus yang terjadi
pada kekinian itulah yang menjadi sebab-musabab peristiwa-peristiw eskhatologis dan
menyebabkan perlintasan zaman. Sehubungan dengan ketegangan eskhatologis ini, orang Kristen
telah ditarik keluar dari kuasa dosa, dan serentak dengan itu ia juga masih menderita, menanti
dan mengharap. Selama hidup dalam masa pengharapan inilah jemaat Kristen berusaha hidup
sesuai dengan masa depan Allah.13

B. GAYA DAN STRUKTUR HIDUP BARU

a. Hidup kristani: utuh, satu dan konkret

Pembebasan dan pembaruan manusa oleh Kristus menurut Paulus adalah peristiwa utuh,
yang mencakup segala sesuatu, sehingga apa yang mengalami perubahan adalah keberadaan
manusia yang seutuhnya. Perubahan tersebut disebut dengan istilah metamorphein (Rm 12:2; 2
Kor 3:18), yaitu suatu perubahan bentuk yang sama sekali berlainan.

Yakni manusia yang sebenarnya berwatak ganda, dengan dua watak yang saling
berlawanan, diti adakan (Rm 7:14 dst). Sesual dengan sifat pembaruan yang radikal itulah
tuntutan-tuntutan etis ialah bali wa manusia harus mem berikan dirinya secara utuh dan penuh.
Sebagai manusia yang diperbarui secara utuh, maka orang Kristen mampu melayani Kristus
secara bulat dan penuh, yakni bukan kepada sebagian manusia saja dan bukan pada kesempatan-
kesempatan yang tertentu saja.

Walaupun etika Paulus menyatakan sikap dasar yang satu-satunya, namun etikanya
adalah etika yang bersifat konkret, sebagaimana nampak dari banyaknya tuntutan dan nasehat.

12
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),102

13
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),104

13
Paulus tidak merasa puas bila manusia hanya dipanggil untuk ketaatan yang sekadar tak terbagi
bagi, akan tetapi sebaliknya, Paulus menerapkan dan menyesuaikan tuntutan-tuntutan etis itu
untuk situasi masing-masing.14

b. Hidup rasuli dalam situasi serta kondisi yang serba aneka

Menurut Oscar Cullmann, bahwa etika Paulus selalu konkret dan terikat pada situasi-
situasi melulu, sehingga etika Paulus itu terbatas pada sejumlah peristiwa yang historis saja. Jadi
menurut dia, Paulus hanya membeni nashat yang konkret belaka, yang terikat pada situasi yang
konkret itu. Dan sebagian lain bersifat begitu praktis sehingga hanya berlaku dalam keadaan
tertentu saja (bnd. 1 Kor 16:2). Kendatipun demikian, pada pihak lain dalam surat-surat Paulus
juga ditemukan bagian-bagian yang agak umum sifatnya dan yang sama sekali tidak terikat pada
situasi kon kret tertentu.

Kendatipun adanya bermacam-macam keputusan etis diterima oleh Paulus, namun


kenyataan ini tidak berarti bahwa keadaan itu dianggapnya sesuai dengan niatnya Sebenarnya
Paulus lebih menyuka, apabila Allah mengaruni akan kerukunan kepada jemaat, juga dalam hal
menyelesaikan perselisihan-perselisihan atau masalah-masalah etis (Rm 15:5).15

c. Ketaatan yang bebas, sesuai dengan suara hati dan akal budi

Menurut Paulus suara hati adalah tempat di mana seorang Kristen ber hadapan dengan
dirinya sendiri dan mempertimbangkan perbuatan-per buatannya secara kritis. Pada satu pihak
perlu ditekankan bahwa suara hati bukan semata-mata suara manusia, melainkan suatu suata
yang ber saksi terlepas dari manusia yang bersangkutan Manusia tidak berhadapan dengan
dirinya sendiri, sebab suara hati tidak tergantung dari manusia atau kehendak manusia (Rm 2:
15).

14
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),110

15
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),112

14
Suara hati tidak dapat mengizinkan orang Kristen untuk tidak mematuhi hukum rasuli.
Maksud tujuan karangan Paulus (2 Kor 29) ialah justru untuk menguji, entah orang-orang
Korintus benar-benar taat dalam segala hal itu. Menurut Paulus segala pengetahuan, termasuk
pengetahuan yang menyangkut kehendak Allah, bersifat tidak lengkap (1 Kor 13:9). 16

C. UNSUR-UNSUR YANG MENENTUKANETIKA PAULUS

a. Nisbah antara kaidah Kristen dan kaidah bukan-Kristen

Beberapa ahli berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan antara kaidah-kaidah
dan pokok-pokok etika Paulus dengan yang berlaku di dunia sekitarnya Menurut mereka, ciri
khas Paulus terletak dalam dorongan dan dasar etikanya yakni kaidah-kaidah yang sudah
terkenal diterapkan dengan cara yang baru dan dengan pemahaman yang baru bahwa dorongan
dan dasar tingkah-laku orang Kristen didasarkan pada kasih karunia Allah dalam Yesus Kristus.

Namun dari penelitian surat-surat Paulus menyatakan bahwa Paulus tidak sekedar
menyesuaikan diri dengan dunia (aeon) sekitamya (Rm 12:2), sebaliknya ia menganjurkan agar
jemaat menjauhkan diri dari kelakuan orang orang yang berada di luar lingkungan jemaat (1 kor
5:12 dyb).

b. Makna hukum Taurat dan ajaran mengenal penciptaan

Etika Paulus theologia tentang penciptaan itu tidak mempunyai fungsi yang mendasar,
sebab menurut Paulus penciptaan itu tidak dapat dilepaskan dari kristologi. Oleh karena itu
penciptaan hanya dibicarakan deh Paulus berkaitan dengan penciptaan secara baru dalam Kristus
artinya ungkapan ungkapan yang menyangkut penciptaan dunia oleh Allah itu selalu
dihubungkannya dengan pembenaran oleh Kristus (bnd. Rm 4:17; 9:19 dst; 2 Kor 4:6; dan lain-
lain). Karena penciptaan itu tidak berdiri sendiri, maka etika Paulus pun tidak dapat didasarkan
pada ajaran mengenal penciptaan itu akibatnya ketetapan-ketetapan Allah yang diberikanNya
ketika dunia diciptakan juga tidak dianggap mutlak oleh Paulus. Sebaliknya baru atas dasar
penyelamatan oleh Allah di dalam Kristuslah dunia dapat diterima sebagai diptaan Allah yang
sungguh-sungguh. Terhadap berlakunya Perjanjian Lama pun Paulus menyatakan sikap dialektis
yaitu pada satu pihak berlaku tetapi pada pihak lain tidak berlaku sebab Perjanjian Lama

16
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),116

15
tergantung dari Kristus serta hukum kasihNya akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa hukum-
hukum diganti dengan kasih atau malahan tidak lagi berlaku, sebaliknya seluruh hukum Taurat
tercakup dalam kasih (Gal 5:14).17

c. Yesus Kristus dan firmanNya.

Dalam theologja Paulus makna karya keselamatan Yesus berkedudukan sentral. Oleh
karena itu dengan sendirinya soteridogi itu juga mengarahkan dan memberi dasar bagi Etika
Paulus sebab kaya keselamatan Yesus Kristus dijadikan satu-satunya patokan bagi kehidupan
dan tingkah laku orang-orang Kristen.

Hal bagaimana Kristus menjadi patokan dapat diringkaskan dengan perkataan-perkataan


seperti yang terdapat dalam salah satu Nyanyian Kristus (Filipi 25 dst). Di sini nampaklah bahwa
bukan kehidupan Yesus dimuka bumi itulah yang harus diteladani Orang Kristen Yakni bukan
kerendahan hati Yesus sebagai manusia itu yang menjadi teladan, melainkan sikap Kristus yang
telah merendahkan diri untuk menjadi manusia yang menonjol d sini ialah teladani orang
Kristen. Yakni, bukan kerendahan hati Yesus sebagai Kristus Yang Praeksisten sejak mulanya
yaitu yang berada bersama sama dengan akan tetapi la tidak menganggap kesetaraan Allah
berlaku sehubungan dengan II Korintus 89, yang mengatakan bahwa Kristus yang praeksisten,
namun tast.18

d. Hukum kasih yang terutama

Berkaitan dengan hukum kasih pun Paulus berorientasi pada Kristus sehingga kasih
ditandai dengan ciri-ciri Kristus (bnd 1 Kor 13:5 dengan Flp 2:4 atau Roma 15:3. Oleh karena itu
hidup "menurut tuntutan kasih itu (Rm 14:15). Kasih itu didirikan oleh Kristus (hnd Gal Knsten
(1 Kor 141, 16:14, dan lain-lain). Dengan demikian nampaklah belaka yang dipergunakan saja
agar yang mengasihi dapat mencapai itu (Rm 14:15) sama saja artinya dengan hidup sesuai
dengan kehendak bahwa kasi h itu mempunyai konsekuensi dalam bidang etika 2:20) dan kasih
17
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),122

18
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),126

16
itu "menguasai dan menggerakkan orang Kristen (2 Kor 5 14 dan lain lain), bahkan kasih itu
dapat ditugaskan kepada orang 20:20 A da u Rm 15:3). Oleh karena itu, hidup "menurut tuntutan
kasih Kendati motivasi atau kecenderungan hati itu memainkan peranan semacam
kecenderungan hati, yaitu yang menyebabkan orang Kristen segala manusia secara samar samar,
Sebali knya kesungguhan kasih barulah dapat dihhat dalam perbuatan-perbuatan tertentu (2 Kor
248 824). 19

D. ETIKA KONKRET

a. Etika perseorangan

Berhubung dengan etikahulu gan tidak dapat dibedakan secara tajam dari etika sosial,
maka dalam pasal ini akan dibahas u beberapa contoh dari etika perseorangan itu untuk
menyatakan bahwa eti ka tersebut pun diberi arah oeh kasih

Menurut Paulus kata "tubuh" pertama tama berarti badan, karena itu istilah tubuh dipakai
sejajar dengan istilah "anggota (Rm 6:12-13). Tubuh adalah manusia yang hidup dan bekerja dan
karena itu tubuh adalah diri manusia Namun dirinya tidak dapat dipisahkan dari tubuh manusia
Sehingga harus dikatakan bahwa manusia tidak mempunyai tubuh nelainkan manusia adalah
tubuh. Sejajar dengan itu nmanusia bukan sekadar orang yang berbuat hal-hal yang bersifat dosa
akan tetapi tubuh manusia yaitu keberadaannya pun dikuasai oleh dosa (Rm 66). Dalam Peranjan
Baru dan agama Yahudi masalah penderitaan yang manusia alami dalam tubuhnya itu
memainkan peranan yang penting.20

b. Suami dan istri; perkawinan dan perceraian

Pemahaman mengenai perkawinan pada zaman Helenis berwajah dua Pada satu pihak
perkawinan tidak lagi dianggap berfungsi sekedar untuk memperoleh keturunan sehingga fungsi
persekutuan lebih menonjo. Khususnya Mezbah Stoa menekankan perkawinan sebagai
persekutuan antara lelaki dan perempuan. Pada pihak lain pendirian terhadap moral seksual dapat
dikatakan agak luwes sebab kesetiaan dalam perkawinan tidak dianggap sebagai suatu kebijakan
19
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia,2006)128

20
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),133

17
sedangkan perzinahan dan hubungan seksual dengan pelacur atau hamba dianggap hal yang biasa
saja baik dalam hal laki-laki yang bersangkutan telah menikah atau belum.21

c. Kerja, Millik, Perbudakan

Pendirian Paulus terhadap kerja pertama-tama dipengaruhi oleh latar belakang Yahudi.
Penilalan terhadap kerja dalam dunia sekitar Paulus pertama-tama ditentukan oleh tingkat sosial
masing-masing orang yang memberikan penilaian itu. Di kalangan bangsawan pekerjaan kasar
dianggap tidak wajar dan untuk itu budak-budak dipergunakan.

Adapun Paulus menila kerja itu sebagal hal yang positif. Rupanya penilalan itu
dipengaruhi oleh wall san keyahudian sebab dalam agama Yahudi kerja dianggap sebagai tugas
yang diberikan Allah kepada manusia Tugas ini telah diberikan sebelum manusia jatuh kedalam
dosa (kej 2:15) karena itu kerja tidak dinilai sekadar kutuk, kendatipun tidak disangkal bahwa
manusia dikenai kutuk yang hasilnya juga nampak dalam bidang kerja (kej 3:17).

Kebebasan orang kristen tidak berarti bahwa manusia tidak terikat lagi pada siapa saja
sebab kebebasan orang Kristen selalu berkaitan dengan Tuhan, sehingga orang Kristen baru
betul-betul bebasapabila menjadi milik Tuhan dan "hambanya. Tentu saja hubungan antara
seorang tuan dan hamba akan diubah jika hamba itu tidak lagi termasuk sebagai harta benda,
melainkan disapa saudara yang kekasih (Fim 16) Kentara bahwa menurut Paulus hukum dan
status sosial tidak berlaku secara mutlak sehingga apabila kasih dan Injil menuntutnya Maka
lembaga-lembaga masyarakat ini perlu diabaikan dan dianggap nisbi.22

d. Pemerintah dan penguasa

Paulus di sini tidak memberi ajaran mengenal negara atau lembaga pemerintahan yang
ideal, sebaliknya inti perikop ini ialah bahwa pelayanan terhadap Allah menampakan diri dalam

21
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),137

22
Pdt.D Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2006),143

18
hal-hal yang konkret sekali seperti ketaatan terhadap pemerintah. Namun tidaklah berarti bahwa
karena mandat itu diberikan oleh Allah maka pemerintah yang manapun memiliki kuasa ilahi,
terlepas dari bentuk kenegaraan dan caranya melaksanakan pemerintahan itu. Juga tidak berarti
bahwa karena mandat itu maka bentuk pemerintahan tidak dihiraukan, seolah-olah ketetapan-
ketetapan dan perintah-perintah ah apa saja yang dikeluarkan pemerintah dapat disamakan
dengan penetapan Allah.23

D. PENELITIAN
a. Hasil Temuan
1. Sejarah Singkat Jemaat GMIM Vivtory Tompasobaru satu

Pada tanggal 19 Juli 1987, jemaat GMIM Victory Tompasobaru Satu didirikan, dan
sebagai ketua jemaat Pdt. Emeritus. Rondonuwu, S.Th. Nama gereja di bicarakan oleh banyak
orang, dari sekian banyak nama yang muncul diambilah nama “Victory” yang adalah
“Kemenangan”.

Jemaat GMIM Victory Tompasobaru Satu, Mekar dari jemaat GMIM Syaloom
Tompasobaru Dua, karena waktu itu desa Tompasobaru terbagi menjadi dua desa yaitu desa
Tompasobaru satu, dan desa Tompasobaru dua.

Baptisan adalah tanda keyakinan dalam Yesus Kristus, sebagai gereja baptisan anak
pertama pada tanggal 1988. Saat itulah ditetapkan sebagai berdirinya jemaat pertama ketika
pelayanan baptisan pertama di jemaat GMIM Victory Tompasobaru Satu. Perjamuan pertama di
laksanakan pada tahun 1988.

b. Hasil wawancara
Wawancara denga 15 orang Responden

Pertanyaannya

1. Bagaimana tanggapan anda tentang ibadah dalam bentuk virtual ini?

Dari pertanyaan ini 9 responden menjawab bahwa Bagus karena bisa melaksanaakan
tugas kepelayanan sehingga tidak berhentinya kepelayanan dari para pendeta dan Pelayan

23
Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006),147

19
khusus, melalui ibadah dalam bentuk virtual ini Jemaat juga bisa beribadah bersama-sama
keluarga.24 Ada juga jawaban dari 6 responden menjawab bahwa ibadah virtual ini memiliki
kekurangan juga, kekurangannya ketika ada anggota jemaat yang tidak memiliki handphone atau
jemaat yang pendengarannya kurang baik ini akan menjadi masalah bagi Gereja.25

2. Apa yang menjadi masalah (secara pribadi) dalam ibadah virtual ini ?

Dari pertanyaan ini 4 responden menjawab terkadang ketika dalam ibadah terjadi
tantangan-tantangan iman seperti tergoda untuk melakukan sesuatu karena kita mendengarnya
lewat pengeras suara atau dalam aplikasi Media sosial sehingga membuat suasana ibadah itu idak
terasa26. Ada juga jawaban dari 11 responden menjawab bahwa ibadah virtual ini juga memiliki
permasalahan dalam dampak positif dan negatifnya. Dampak positif kita bisa dapat melakukan
peribadatan walaupun melalui Pengeras suara atau media onine agar dapat memutus mata rantai
virus korona ini dan tidak akan tertular virus ini. Dampak Negatifnya terkadang permasalahan
jaringan, pengeras suara yang tidak jelas kedengarannya, juga listrik padam. Sehingga inilah
yang menjadi permasalah yang menghambat peribadatan.27

3. Apakah dalam ibadah virtual, anda berkonsentrasi/mengikuti dengan baik?

Dari pertanyaan ini 8 responden menjawab, Ya bisa mengikuti dengan baik walaupun
terjadi masalah dalam jaringan atau kendala-kendala yang lain tetapi para pelayan khusus sudah
memberikan tata cara ibadah di setiap rumah sebelum mulainya Peribadatan di gereja maupun di
kolom sehingga bisa berjalannya ibadah dengan begitu baik. 28 Ada juga jawaban dari 7
responden menjawab bahwa sulit untuk berkonsentrasi atau mengikuti ibadah virtual
dikarenakan banyaknya gangguan contohnya sering bermain Handphone ketika beribadah,
berjalan kesana kemari. Juga ketika pengeras suara tidak jelas suaranya sehingga suasana ibadah
virtual pun tidak terasa.29

24
NP,DS,ET,LM,SM,MM,OM,IK,LT wawancara 22 November 2021
25
GS,ET,ET,PT,DT,YM wawancara 22 Novomber 2021
26
GS,ET,LM,PT wawancara 22 November 2021
27
DS,NP,ET,LM,SM,MM,OM,IK,LT,ET,PT wawancaa 22 November 2021
28
IK,LT,SM,ET,DS,YM,OM,MM. wawancara 22 November 2021
29
GS,LM,DT,ET,ET,PT,NP.wawancara 22 November 2021

20
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam kehidupan kekristenan, kita mengenal Iman sebagai jaminan Keselamatan kita. Itu
kita dapatkan hanya dalam Yesus Kristus (Yoh 1:16). Dan iman timbul dalam pendengaran, dan
pendengaran akan Firman Allah (Rm. 10:17), namun Yesus juga memberikan perintah kepada
murid-murid-Nya untuk dilakukan sebagai pengingat akan Dia, yaitu Perjamuan Kudus (Luk.
22:19) dan Baptisan Kudus (Mat. 28:19).

Gereja sebelumnya menjadi wadah yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan


spiritualitas jemaat tetapi dimasa pademi ini jemaat tetap beribadah namun setiap jemaat
melaksanakan ibadah di rumah dengan menggunakan ibadah online. Dalam ibadah online pun
setiap jemaat dapat memaknai spiritualitas online. Sehingga yang terpenting adalah Tuhan tidak
21
bisa dipisahkan antara ruang dan waktu, Ia hadir disana untuk memberikan kekuatan kepada
setiap orang yang berharap kepada-Nya.

Peribadatan dengan pola gereja digital tidaklah bertentangan dengan kebenaran Firman
Tuhan. Di satu sisi, gereja adalah anggota tubuh Kristus yang keberadaannya tidak terbatasi oleh
ruang dan waktu. Di sisi lain, dalam sejarahnya gereja selalu mengalami dengan perubahan
zaman. Dengn demikian, gereja harus bisa berkontekstual terhadap suatu perubahan tanpa
kehilanganan esensinya sebagai tubuh Kristus. Secara biblical menyembah Allah dengan roh dan
kebenaran itu adalah penyembahan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Berdasarkan hal
ini, sebagai rekomendasi, gereja perlu memikirkan secara serius pelaksanaan “gereja digital”
sebagai upaya maksimal penatalayanan gereja. Ada dua isu yang dapat dijadikan rujukan untuk
penelitian berikutnya yaitu, pertama, tentang keberlangsungan kebaktian secara digital ini setelah
wabah Covid-19 dinyatakan selesai dan, apakah kebaktian secara digital ini dapat menjadi pola
gereja digital di masa yang akan datang. apabila dikembangkan sebagai sebuah alternative
pelayanan sangat baik.

B. IMPLIKASI
Pada masa pandemic virus covid-19 ini tertunya semua kegiatan kita, apa yang
kita kerjakan semua terhambat demi memutus mata rantai covd-19 ini sehingga aktivitas
kita di luar ruangan menjadi terhambat.
Dalam hasil wawancara diatas Pelaksanaan ibadah atau peribadatan online tidak
terlalu memberikan dampak yang baik khususnya dalam hal rasa hormat dan takut atau
kesungguh-sungguhan jemaat kepada Tuhan melalui Ibadah. oleh sebeb itu untuk
menjawab hipotesa. ibadah yang di laksanakan oleh gereja melalui online, suasana
khususnya dalam hal rasa hormat dan takut atau kesungguh-sungguhan jemaat tidak sama
dengan waktu beribadah di gereja secara bersekutu. Jadi ibadah di gereja memang
memiliki unsur rasa hormat dan takut atau kesungguh-sungguhan jemaat kepada Tuhan
namun dalam ibadah online tidak demikian.
Dengan kita melihat dalam Alkitab Kisah para Rasul 4 : 31-37 dijelaskan bahwa
Ada dua peran rasul yang disebutkan dalam perikop ini. Pertama, rasul yang bersaksi
tentang kebangkitan Tuhan Yesus, itu di ayat 33. Kedua, rasul yang menerima hasil
penjualan harga benda dari jemaat untuk kemudian dibagikan kepada orang miskin. Jadi,

22
dalam perikop ini dijelaskan bahwa jemaat yang dipenuhi oleh roh Kudus ialah jemaat
yang hidup dalam persekutuan dengan saling berbagi. Sehingga, tidak ada di antara
mereka yang berkekurangan satu dengan yang lainnya.
Ditinjau juga dari Etika Paulus bahwa kebenaran yang berkaitan erat dengan
tuntutan-tuntutan Allah yang mutlak. Kristologi dijadikan dasar keselamatan dan
kebenaran yang dinyatakan kepada dunia dengan bantuan Roh Kudus. Orang Kristen
dituntut untuk melakukan perbuatan baik sebagai prinsip hidup dan tanggung jawabnya
dalam menantikan kedatangan Kristus kembali yang akan membawa, dan menarik
orang-orang-Nya ke dalam persekutuan-Nya.
Jadi dapat kita maknai bahwa dari bacaan ini Peribadatan dalam bentuk virtual
agar para jemaat saling bukanlah sesuatu yang menjadi penghalang Iman Kristen kepada
Tuhan. Keselamatan di dapat dari Iman kepercayaan kita kepada Tuhan Yesus. Dengan
melihat hasil wawancara dari beberapa jemaat sungguhlah merasa sedih bahwa
kebanyakan tidak dapat mengikuti ibadah dengan sungguh-sungguh sehingga suasana
dalam memuji akan nama-Nya tidak sungguh-sungguh. Tetapi dari bacaan ini juga dari
etika Paulus marilah kita merubah cara kita dalam beribadah, harus sungguh-sungguh
karena di dalamnya ada firman Tuhan yang akan menguatkan kita dalam situasi
pandemic covid-19 ini.
Juga dalam pasal ini ditekankan untuk memberi, dalam masa pandemic marilah
kita saling memberi bagi mereka yang berkekurangan apalagi dalam masa pandemic ini
mereka yang susah akan semakin susah. Karena memberi itu sesuatu hal yang baik, tetapi
dengan kita berbuat baik bukan berarti kita di selamatkan, tapi kita berbuat baik karena
kita telah diselamatkan oleh iman kita kepada Tuhan Yesus.
Marilah kita mengubah cara pandang dalam hal memberi juga mengikuti ibadah
dengan sungguh- sungguh sehingga dapat menguatkan iman kita dalam menghadapi
pandemic covid-19 ini.

C. TINJAUAN ETIS
Dilihat dari Etika Paulus bahwa Asas-asas etika Paulus adalah kebenaran yang
berkaitan erat dengan tuntutan-tuntutan Allah yang mutlak. Kristologi dijadikan dasar
keselamatan dan kebenaran yang dinyatakan kepada dunia dengan bantuan Roh Kudus.

23
Orang Kristen dituntut untuk melakukan perbuatan baik sebagai prinsip hidup dan
tanggung jawabnya dalam menantikan kedatangan Kristus kembali yang akan
membawa, dan menarik orang-orang-Nya ke dalam persekutuan-Nya. Gaya dan struktur
hidup baru harus benar-benar konkret dan utuh untuk melayani Kristus sebagai mana
kehidupan rasuli dalam situasi serta kondisi yang serba aneka.
Kasih karunia Allah yang dinyatakan di dalam Kristus Yesus dipahami sebagai
unsur-unsur yang menentukan etika paulus. Karya keselamatan di dalam Yesus dijadikan
sebagai satu-satunya dasar atau patokan bagi kehidupan dan tingkah-laku orang Kristen
terutama dalam hal mengasihi sesama manusia, yang mencakup kehidupan perseorangan,
kesetiaan suami dan isteri dalam pernikahan. Terlebih dalam hal kerja, milik, perbudakan
dan ketaatan orang Kristen terhadap pemerintah dan penguasa yang berlaku sesuai
dengan ketetapan Allah.
Sehingga dapat kita lihat bahwa tinjauan Etis Paulus melalui Iman yang
didasarkan oleh Kristologi keselamatan dan kebenaran yang dinyatakan kepada dunia
dengan bantuan Roh Kudus. sehingga orang-orang yang menaruh Iman kepada Tuhan
akan diselamatkan
Ketika kita sudah diselamatkan dalam tinjauan Etis kita dituntut untuk berbuat
baik karena ketika kita sudah diselamatkan, sudah percaya akan dia kita harus
merealisasikan dalam kehidupan kita sesuai dengan firmannya: contohnya kita pergi ke
ibadah, saling menolong sesama, dan lain-lain yang berkaitan dengan perbuatan baik.
Juga dalam dalam etika Paulus tinjauan etis yang bisa dilihat hal memberi. Dalam masa
pandemic ini banyak orang yang mengalami pergoncangan iman di karenakan kegiatan
sehari-hari mereka terhambat contohnya bekerja, sehingga mereka dalam kesusahan,
dengan kita menolong satu dengan yang lain maka kita telah berbuat sesuatu hal yang
baik.
Tetapi tinjauan Etis disini Iman kita kepada Tuhan Yesus bagaimana kita
menyikapinya dalam masa sekarang ini, dalam pandemic covid-19. Dengan cara Gereja
akan berupaya untuk melakukan ibadah walaupun dalam bentuk pengeras suara atau
dalam media sosial marilah kita mengikutinya dengan baik, sehingga Iman kita kepada
Tuhan semakin kokoh.

24
Tetapi perlu diingat bahwa kita berbuat baik bukan untuk diselamatkan. Tetapi
kita berbuat baik karena kita telah diselamatkan telah menerima anugrah itu, sehingga
Gaya hidup kita atau cara hidup harus terubah.

DAFTAR PUSTAKA

Pdt.Drs. Henk ten Napel, Jalan yang kebih utama lagi: Etika perjanjian baru, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006)

J Verkuyl, Etika Kristen bagian umum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013)

Eka Darmaputera, Etika Sederhana untuk Semua: perkenalan pertama, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2015)

J L Ch Abineno, Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010)

Vijaya Kumar, Etika Budi Pekerti Pergaulan sehari-hari, (Bandung: Nuansa, 2008)

J Douma, Kelakuan yang Bertanggung Jawab: Pembimbing ke dalam etika Kristen, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2010),

25
Internet :

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Baru diakses pada 20 November 2021

26

Anda mungkin juga menyukai