Puji syukur kepada Tuhan Yesus, oleh karena berkat dan karunia-Nya penulis dapat
mengerjakan tugas berupa makalah ini mengenai “Berteologi di Era Pandemi” dengan baik.
Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas yang di berikan oleh dosen di kampus.
Dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang perubahan pelaksanaan ibadah
Kristen dimasa pandemi Covid-19. Didalam penyusunan makalah ini penulis menyadari akan
keterbatasan penulis, masih terdapat banyak kekurangan yang mungkin ditemui oleh
pembaca. Entah dari segi kelengkapan materi, penggunaan tata bahasa yang baku, atau dari
segi penulisan.
Oleh karena itu, penulis berharap kritikan dan masukan yang membangun dari
pembaca sekalian, agar suatu saat makalah ini boleh disusun dengan lebih baik lagi. Harapan
penulis bahwa dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca sekalian
tentang perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan ibadah Kristen dimasa pandemi Covid-19
yang terjadi saat ini.
1
Daftar Isi
Kata Pengantar...........................................................................................................................1
Daftar Isi.....................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
BAB II ISI..................................................................................................................................5
3.1. Kesimpulan....................................................................................................................13
3.2. Saran..............................................................................................................................13
Bibliography.............................................................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyebaran virus corona yang kian meningkat dan nyaris tak terbendung telah
membuat negara-negara kelabakan dalam menghadapinya. Di Indonesia, angka
masyarakat yang terpapar setiap harinya meningkat dan diikuti oleh angka kematian
yang terus meningkat. Wabah Covid-19 tak hanya mengancam institusi-institusi,
tetapi juga membuat agama terlihat rapuh. Rumah-rumah ibadah di mana-mana kini
menjadi sepi. Tak ada lagi perayaan dan kegiatan keagamaan yang bersifat massal.
Dengan Covid-19, mata kita melihat bahwa agama tidak kebal, hanya Tuhan yang
senantiasa kebal dan kekal.
Pengaruhnya pandemi Covid-19 mengakibatkan terlaksananya ibadah online.
Dengan adanya ibadah online akibat Covid-19 ini membuat gereja terpaksa mengubah
pola peribadatan yang seperti biasanya di gereja. Pada masa pandemi ini banyak
gereja-gereja yang mengadakan ibadah melalui media online baik itu melalui
Facebook, Youtube, Zoom dan lain sebagainya yang dapat diikuti oleh banyak orang.
Hal ini tidak mengurangi iman percaya untuk tetap mencari Tuhan. Dari sinilah
kualitas iman kepercayaan diuji.
Teologi tidak boleh turut kaku di tengah bencana. Sebaliknya, kondisi krisis
saat ini harus menjadi peluang bagi teologi untuk terus mengkontekstualisasikan
dirinya. Teologi harus sanggup membawa umat beriman untuk senantiasa mengakhiri
pengurungan Tuhan dalam tempat-tempat yang dianggap suci seperti gereja. Dengan
terus menerus mewujudkan dirinya secara kontekstual, teologi akan sanggup
menolong gereja agar hadir semakin relevan, serta semakin mampu mengemban misi.
3
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui permasalahan dan perubahan yang terjadi pada ibadah
Kristn yang terjadi pada masa pandemi Covid-9 ini.
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Teologi Sistematika
yang diberikan oleh dosen pengampu.
4
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Ibadah
Kosa kata ibadah atau ibadat dalam Alkitab sangat luas, tetapi konsep asasinya
baik itu dari dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru adalah “pelayanan”. Kata
Ibrani ibadah berasal (אבדavoda) dan Yunani latreia yang pada mulanya menyatakan
pekerjaan budak atau upahan. Sedangkan kata Ibrani hisytakhawa atau kata Yunani
proskuneo dalam rangka mempersembahkan ibadah kepada Allah, para hamba-Nya
harus meniarap, hal ini menyatakan bahwa ibadah harus diungkapkan dengan rasa takut
penuh hormat, kekaguman dan ketakjuban penuh puja.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ibadah berarti perbuatan untuk
nmenyatakan bakti kepada Allah, yang didsari ketaatan mengerjakan perintahnya, dan
menjauhi larangannya. Ibadah adalah penyembahan dan pelayanan kepada Allah. Allah
menghendaki kita menyembah Dia karena kesempurnaan-Nya membuat diri-Nya
satusatunya yang pantas disembah. Kalau kita dapat beribadah kepada Allah dan
menyembah Dia, hal ini merupakan kasih karunia-Nya kepada kita. Ibadah yang
Alkitabiah adalah ibadah yang berfokus pada Allah, berpusat pada Allah, dan
mengagungkan Allah.
Menurut Profesor Paul W. Hoon. Ibadah Kristen terikat secara langsung pada
peristiwa-peristiwa sejarah penyelamatan. Setiap peristiwa dalam ibadah ini terikat
secara langsung pada waktu dan sejarah sambil menjembatani mereka dan membawa
mereka kedalam kehidupan kita masa kini. Hoon mempertahankan bahwa “Ibadah
Kristen penyataan diri Allah sendiri dalam Yesus Kristus dan tanggapan manusia
terhadap-Nya,” atau suatu tindakan ganda: yaitu “tindakan Allah kepada jiwa manusia
dalam Yesus Kristus dan dalam tindakan tanggapan manusia melalui Yesus Kristus”.
Kata-kata kunci dalam pemahaman Hoon tentang Ibadah Kristen tampaknya adalah
“penyataan” dan “tanggapan”. 2
1
Sunarto, “IBADAH ONLINE DALAM PERSPEKTIF ALKITAB DAN RELEVANSINYA PADA MASA SERTA PASCA
PANDEMI COVID-19” TE DEUM: Jurnal Teologi dan Pengembangan Pelayanan (Ciranjang, Juni 2021) Volume
10, Nomor 2: 181-203 ISSN 2252-3871 (ojs.sttsappi.ac.id) diunduh pada 11 Oktober 2021 pukul 20:44
2
James F. White. Pengantar Ibadah Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), hal 6-7
5
Peter Brunner, seorang teolog Lutheran dalam banyak hal sejajar dengan
pemikiran Hoon tetapi ia mengekspresikan dirinya sendiri dalam pengertian-pengertian
yang sangat berbeda dalam bukunya yang penting Worship in the Name of Jesus.
Brunner memiliki keuntungan menonjol dalam menggunakan kata Bahasa Jerman untuk
Ibadah, Gottesdienst, satu kata yang mencakup baik pelayanan Allah kepada manusia
maupun pelayanan manusia kepada Allah.3
Seperti pemikiran-pemikiran lainnya, Profesor Jean-Jacques Von Allmen tentang
ibadah gerejawi mempunyai aspek-aspek penting lainnya. Ibadah adalah” epifani
(penampakan diri) gereja”, yang “karena menyimpulkan sejarah keselamatan,
memampukan gereja untuk menjadi dirinya sendiri, untuk menjadi sadar akan dirinya
sendiri dan mengakui apa yang sebenarnya esensial”. Gereja mendapatkan identitas
dirinya dalam ibadah karena hakekatnya yang riil dijadikan nyata dan gereja dituntun
untuk mengakui keberadaannya sendiri yang sebenarnya.4
Jadi ibadah Kristen adalah suatu ungkapan untuk menyatakan rasa takut, hormat,
puji syukur dan pujian serta sukacita kepada Tuhan karena telah mengasihi dan yang
menyelamatkan sehingga melalui ibadah itu orang percaya bisa berjumpa dengan Allah
dan mengenal apa yang menjadi kehendak-Nya.
3
ibid
4
ibid
6
pada perkembangannya tidak lagi berpusat pada satu tempat utama atau gedung
seperti Bait Suci.
7
memberikan persembahan dan atau melakukan sakramen yang diimani oleh setiap
orang percaya.
Istilah lain dari ibadah secara offline atau on site karena dalam ibadah ini
menuntut adanya pertemuan secara langsung antara para pelayan ibadah: pendeta,
majelis jemaat atau penatua, pemimpin pujian dengan anggota jemaat yang mengikuti
ibadah.
8
perjamuan Tuhan (Kis. 2:1-4; 41-47). Pada zaman Alkitab orang-orang percaya beribadah
di Bait Suci (Kis. 3:1), di Sinagoge atau rumah ibadat (Kis. 13:14-15) juga dilakukan di
rumah-rumah (Kis. 2:46).6 Apa yang mereka laksanakan jelas melakukan ibadah bukan
karena gedung atau tempatnya, tetapi karena mereka sedang memuji Tuhan,
memberitakan firman Tuhan atau Injil Kristus dan berdoa kepada Allah.
6
Sunarto, Op.Cit
7
Florensius Risno. “Dampak dari Ibadah Online bagi pertumbuhan gereja Masa Kini”. (Sekolah Tinggi Teologi
Tawangmangu) diunduh pada 19 September 2021 pukul 19:31
8
Sunarto, Op.cit
9
Ibid
9
seseorang sekalipun ia sendiri di dalam rumah. Jadi dalam ibadah online bisa
diikuti oleh satu orang, beberapa orang dalam satu keluarga, atau bahkan oleh
banyak orang yang berkumpul di suatu gedung atau tempat pertemuan.10
2) Dapat Menembus Batasan Organisasi Gereja
Ibadah secara online bisa diikuti oleh jemaat dalam satu keluarga, bisa
diikuti juga oleh banyak orang yang berkumpul di suatu gedung manapun, selama
daerah tersebut memiliki jaringan internet. Apabila dalam ibadah secara offline
biasanya hanya diikuti oleh jemaat yang berasal dari anggota gerejanya atau
simpatisan tetapnya, tetapi ibadah ini bisa menjangkau semua orang di luar
anggota jemaat.11
3) Mencegah Terjadinya Penularan Penyakit
Apabila gereja tetap menyelenggarakan ibadah secara offline atau
kehadiran secara langsung di sebuah gedung jelas ini memberikan potensi
penularan bagi penyebaran suatu penyakit.12
10
kelemahan dalam ibadah ini. Maka diperlukan tingkat kematangan atau
kedewasaan iman dari semua jemaat dalam mengikuti ibadah.
Godaan yang timbul antara lain, jemaat ada kemungkinan tidak mengikuti
ibadah sesuai tatanan liturgi yang sudah diatur dalam ibadah tersebut. Misalnya
dalam liturgi sudah diatur kalau jemaat diminta untuk berdiri, belum tentu semua
jemaat juga ikut berdiri, umat diajak untuk berdoa apakah semua peserta ibadah
yang dirumah-rumah menunjukkan rasa hormatnya dalam ekspresi berdoa, hal-
hal yang demikian menuntut kedewasaan iman bagi setiap orang percaya.
2) Respons dari Pendengar Tidak Bisa Dilihat Secara Langsung
Ibadah secara online karena tidak ada pertemuan secara langsung antara
pelayan ibadah dengan jemaat yang hadir maka respons dari hadirin tidak dapat
dilihat secara langsung. Ketika seorang pemberita firman berkhotbah kepada
jemaat atau para hadirin respons yang diperlukan dari seorang pemberita adalah
ekspresi mereka dalam menanggapi berita firman. Khotbah disampaikan oleh
seorang pemberita firman bukan sekedar menghabiskan materi khotbah, tetapi
menuntut respons hadirin supaya mengetahui, memahami dan melakukan firman-
Nya. Semua materi khotbah tersebut menuntut tanggapan atau respons dari para
pendengar.
3) Ibadah Online Bergantung pada Jaringan Internet dan Teknologi Digital
Jaringan internet merupakan salah satu prasyarat utama untuk bisa
menyelenggarakan ibadah secara online. Internet adalah suatu jaringan
komunikasi yang memiliki fungsi untuk menghubungkan antara satu media
elektronik (misalnya komputer, laptop atau handphone) dengan media elektronik
yang lain dengan cepat dan tepat.
Gereja yang menyelenggarakan ibadah secara online memerlukan
perangkat yang cukup dan sumber daya manusia yang terampil untuk bisa
mengoperasikan semua peralatan pendukung. Dukungan yang tidak kalah
penting bagi terselenggarakannya ibadah secara online adalah aliran listrik yang
tidak padam. Tidak menutup kemungkinan ketika ibadah online sedang digelar,
listrik menjadi padam atau mati, kondisi yang demikian akan membuat halangan
bagi kelancaran suatu ibadah.
11
2.3.2. Relevansi Ibadah Online Masa dan Pasca Pandemi Covid-19
Situasi pandemi Covid-19 mengharuskan setiap orang untuk menghindari
berbagai kerumunan karena dianggap sebagai sarana penyebaran penyakit. Apabila
dikaitkan dengan aktivitas dalam beribadah maka pada era ini jelas dapat disebut
sebagai situasi yang darurat. Situasi daurat dapat disebut juga sebagai situasi yang
tidak normal. Maka dalam perspektif ini ibadah secara online sangat relevan untuk
bisa menjawab pokok permasalahan ibadah yang harus tetap berjalan tanpa
mengorbankan arti kesehatan manusia.14
Panggilan beribadah bukan diperintahkan oleh manusia, Allahlah yang
memanggil umatNya untuk beribadah. Seperti yang dikatakan dalam kitab Ibrani
12:28 demikian: “Jadi, karena kita menerima Kerajaan yang tidak tergoncangkan,
marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang
berkenan kepada-Nya dengan hormat dan takut.” Penekanan ayat ini jelas
memberikan arti bahwa ibadah yang benar bukan tempatnya, tetapi sikap yang benar
dihadapan Allah.
14
Ibid
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kebaktian dengan pola Ibadah online tidaklah bertentangan dengan kebenaran
Firman Tuhan. Di satu sisi, gereja adalah anggota tubuh Kristus yang keberadaannya
tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Dengan demikian, gereja harus bisa
berkontekstual terhadap suatu perubahan tanpa kehilangan esensinya sebagai tubuh
Kristus. Secara alkitabiah menyembah Allah dengan roh dan kebenaran itu adalah
penyembah yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
3.2. Saran
Dalam pelaksanaan ibadah online, yang patut diperhatikan bukan sekadar
terlaksananya ibadah tersebut, namun makna atau nilai-nilai rohani yang terkandung
dalam ibadah seperti memiliki rasa hormat dan takut kepada Allah, itulah yang
penting untuk dilaksanakan sehingga ibadah yang dilaksanakan dalam bentuk apapun
termasuk ibadah online menjadi suatu ibadah yang berkenan kepada-Nya.
Berdasarkan hal ini, sebagai rekomendasi, gereja perlu memikirkan secara serius
pelaksaan “Ibadah online” sebagai upaya maksimalkan pelayanan gereja dan
pertumbuhan gereja dan nama Tuhan dipermuliakan.
13
Bibliography
Hutahaean, H. et.al. (2020, Juli). SPIRITUALITAS PANDEMIK: TINJAUAN
FENOMENOLOGI IBADAH DI RUMAH. : Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan
Warga Jemaat, Volume 4, 235-250. Retrieved 9 19, 2021, from
https://journal.sttsimpson.ac.id/index.php/EJTI/article/view/270
Langfan, O. (2021, April). Ibadah Online di Masa Pandemi Covid-19: Implementasi Ibrani
12:28. Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen, Volume 1, 15-28. Retrieved 9 19,
2021, from http://sttse.ac.id/e-journal/index.php/stella
Widjaja, F. I. (2021, Maret). Menuju Evolusi Ibadah Kristen di Masa Pandemi Covid-19.
Jurnal Teologi Berita Hidup, 3. Retrieved 10 11, 2021, from e-
journal.sttberitahidup.ac.id/index.php/jbh
https://www.mabuseba.org/2020/04/berteologi-di-tengah-pandemi-covid-19.html (diakses
pada 19 September 2021 pukul 19:11)
14