Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

DIMENSI DOKTRIN :
DOKTRIN KETUHANAN DAN DOKTRIN KENABIAN

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan

Dosen Pembimbing :
RIKAYATI, S.Sos.,M.Pd

Disusun Oleh :
1. Beatriks Halla
2. Kristoforus Edwin
3. Oktaviani Yustina
4. Sumianti

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER KHUSUS
PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini yang
berjudul “ Doktrin Ketuhanan dan Doktrin Kenabian” dengan baik dan tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, serta bantuan
yang diberikan oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada: Ibu Rikayati,S.Sos.,M.Pd Selaku dosen pembimbing
dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita sekalian.

Pontianak, Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1. Latar Belakang................................................................................................................1
2. Rumusan masalah............................................................................................................2
3. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
1. Doktrin Ketuhanan..........................................................................................................3
A. Pandangan Kristologi Pra Reformasi..........................................................................3
B. Pandangan Kristologi Pasca Reformasi sampai abad Modern....................................7
C. Dogma Tuhan dalam Ajaran Katolik…………………………………………………………………………………10

2. Doktrin Kenabian..........................................................................................................10
A. Konteks Kenabian Perjanjian Baru...........................................................................10
B. Kenabian dalam Gereja Perdana...............................................................................12
C. Kenabian dalam Zaman Patristik Dan Tradisi...........................................................12
BAB III....................................................................................................................................18
PENUTUP...............................................................................................................................18
1. Kesimpulan...................................................................................................................18
2. Saran..............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20

......................................................................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Doktrin yang paling mendasar dalam pemahaman kekristenan adalah Kristologi,


karena segala sesuatu dalam ajaran Kristen harus berpusat pada Kristus dan dibangun di
atas landasan Kristus yang dituliskan oleh rasul-rasul melalui kitab-kitab yang
diwahyukan Allah kepada mereka. Alkitab merupakan dasar dan sumber yang paling
dapat diterima, penulis Alkitab memperkenalkan Kristologi tentulah berbeda-beda sesuai
dengan sudut pandang mereka, maksud penulisan dan tujuan penulisan suratnya kepada
pembaca. Oleh sebab itu perlu menganalisa tulisan dalam Alkitab tersebut secara benar
dan obyektif serta komperhensip. Interpretasi yang kompleks tentang Kristologi akhirnya
memunculkan bermacam-macam pemahaman yang blunder, dan tidak sedikit akhirnya
mengaburkan substansi Kristus sebagai Tuhan dan juga sebagai manusia. Interpretasi
tersebut akhirnya dibangun dalam sebuah doktrin dalam kelompok atau komunitas yang
kemudian didistribusikan kepada masayarak khususnya orang Kristen. Sebagai ekses dari
semua ini munculnya pemahaman Kristologi yang tidak utuh, misalnya ada sebagian
orang beranggapan Yesus itu hanya Tuhan dan bukan manusia, ada juga sebaliknya yang
meyakini Yesus sebagai manusia tapi bukan Tuhan. Bahkan yang lebih sumbang lagi
anggapan bahwa Yesus dijadikan Tuhan oleh rasul Paulus. Hal ini bukan saja
pengkriminalisasian terhadap kekristenan tetapi juga pengkriminalisasian terhadap
Yesus. Memang sepanjang sejarah kekristenan Yesus menjadi perhatian utama oleh
dunia. Realitas ini adalah persoalan serius bagi orang percaya khususnya pemimpin
gereja atau para tokoh teologi. Karena perlu menarik garis dari atas ke bawah dalam
menyampaikan pemahaman Kristologi yang tepat hingga sampai kepada jemaat awam
dalam gereja lokal, sehingga persoalan pemahaman Kristologi bukan hanya konsumsi
pembelajar Alkitab tetapi harus jadi konsumsi semua orang percaya.
Tantangan bagi keristenan berhubungan dengan Kristologi bukan saja hanya
memahami esensi Kristus sebagai Tuhan dan manusia tetapi juga membuktikannya
melalui sumber kebenaran yaitu Alkitab.. Diharapkan pembahasan Kristologi ini dapat
memberikan jawaban terhadap persoalan Kristologi yang sumbang seperti yang telah
dikemukakan di atas dan juga mampu mematahkan pemahaman yang keliru tentang
1
Kristologi, selain itu makalah ini juga akan memberikan pembahasan secara singkat
tentang konteks kenabian dalam Perjanjian Lama dan kelanjutanya dalam Perjanjian baru
serta Gereja Perdana; perkembangan dogma Gereja katolik, supaya kita semakin
memahami ajara-ajaran Allah dan bagaimana sikap kekristenan kita sebagai pengikut
Allah.

2. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Doktrin Ketuhanan ?
2. Apa Pengertian Doktrin Kenabian ?

3. Tujuan
1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah agar mahasiswa mampu mengetahui
dimensi doktrin ketuhanan dan dmensi doktrin kenabian.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah:

a. Mahasiswa mampu memahami doktrin Ketuhanan

b. Mahasiswa mampu memahami doktrin Kenabian

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Doktrin Ketuhanan

Tuhan dipahami sebagai Roh Mahakuasa dan asas dari suatu kepercayaan. Tidak ada
kesepakatan bersama mengenai konsep ketuhanan, sehingga ada berbagai konsep
ketuhanan meliputi teisme, deisme, panteisme , dan lain-lain. Dalam pandangan teisme,
Tuhan merupakan pencipta sekaligus pengatur segala kejadian di alam semesta. Menurut
deisme, Tuhan merupakan pencipta alam semesta, tetapi tidak ikut campur dalam
kejadian di alam semesta. Menurut panteisme, Tuhan merupakan alam semesta itu
sendiri. Para cendekiawan menganggap berbagai sifat-sifat Tuhan berasal dari konsep
ketuhanan yang berbeda-beda. Yang paling umum, di antaranya adalah Mahatahu
(mengetahui segalanya), Mahakuasa (memiliki kekuasaan tak terbatas), Mahaada (hadir
di mana pun), Mahamulia (mengandung segala sifat-sifat baik yang sempurna), tak ada
yang setara dengan-Nya, serta bersifat kekal abadi. Penganut monoteisme percaya bahwa
Tuhan hanya ada satu, serta tidak berwujud (tanpa materi), memiliki pribadi, sumber
segala kewajiban moral, dan "hal terbesar yang dapat direnungkan".

A. Pandangan Kristologi Pra Reformasi

1) Pandangan Kristologi Arianisme/Unitaria

Konsili Nicea (325 th) telah menolak Kristologi Arianus sebagai pencetus
Arianisme yang beranggapan bahwa Yesus hanyalah sebagai manusia dan
menolak keAllahannya. Dasar pemikiran Arianus adalah perihal keEsaan Allah
yang tidak mungkin berada dalam satu pribadi. Yesus sebagai Allah tentulah
terpisah dengan Yesus dalam KemanusiaanNya. Pemikiran Allah yang Esa
adalah syahadat ibadah bagi orang Yahudi seperti yang diperintahkan Yahwe
melalui Musa. Dalam pikiran Arius, makna Esa itu berhubungan dengan jumlah
yang berarti Allah itu hanya satu jumlahnya (monoteisme) dan bukan ada tiga
(polyteisme) karena ini akan sangat ditentang ajaran Yahudi dari sejak Hukum
Musa. Pemikir teolog Walvoord berpendapat bahwa maka keEsaan Allah
berbicara jumlah pribadi melainkan Hakekat sebagai Allah dalam tiga pribadi:

3
a) Keesaaan dalam tiga pribadi ini kemudian diteguhkan oleh para reformator
di kemudian hari.
b) Senada dengan Walvoord, juga Tiessen berpendapat bahwa Keesaan Allah
itu hanya ada satu Allah saja dalam sifat dasar dan watak ilahi yang tidak
dapat terpisah. Konsep keesaan ini dipahami dalam Perjanjian Lama (Ul.
4:35; 1 Raj. 8:60; Yes. 45:5-6) yang berbicara tidak hanya esa tetapi juga
Dia satu-satunya Allah dan tidak ada yang lain dan keesaan ini adalah
keesaan yang tidak terbatas.
c) Keesaan juga bisa memberikan peluang-peluang bagi adanya perbedaan
dalam pribadi dan perwujudan sekalipun memang sifat dan hakekatnya
adalah sama yaitu ilahi. Pemahaman ini adalah premis dari semua ilmu
teologia selanjutnya yang tidak perlu disalah tafsirkan.Tidak bisa dipungkiri
bahwa pemikiran Arius, sekalipun telah ditolak oleh bapa-bapa gereja
dalam konsili di Nicea, namun lalu tidak hilang begitu saja, melainkan
mengalami perkembangan sampai kepada abab moderen ini. Bahkan dalam
abad moderen, Saksi Yehova menjadikan pemikiran inimenjadi dasar
doktrin mereka. Memikirkan Yesus sebagai Manusia tidaklah sulit, tetapi
akan menjadi sulit dan kelihatannya tidak masuk akan apabila Yesus yang
adalah manusia itu ternyata juga Allah. Berarti Yesus bukan hanya sebagai
manusia secara utuh namun juga sebagai Allah secara utuh, dan ini
merupakan dasar iman Kristen. Bagain ini adalah bagian yang banyak
mengalami perdebatan bahkan akhirnya kekristenan sulit untuk diterima.
2) Pandangan Kristologi Apolinarius

Arius dan Apolinarius merupakan dua tokoh yang dalam satu zaman merupakan
tokoh yang berseberangan pandangan mengenai Kristologi. Jika Arius menolak
KeAllahan Kristus maka Apolinarius menolak Kemanusiaan Kristus. Yesus
adalah Allah yang menjelma menjadimanusia, Allah menggati jiwa rasional
manusia Yesus menjadi LogosPaham Apolinarianisme berasal dari uskup
Laodikia yang bernama Apolinarius. Paham ini dilatarbelakangi kebenciaannya
terhadap ajaran Arius yang merendahkan keilahian Yesus Kristus. Karena itu,
dalam pengajarannya sangat menekankan keilahian Yesus Kristus. Tetapi
sayang, karena terlalu menekankan keilahianYesus, sehingga mengabaikan sifat
kemanusiaan Yesus. Dengan demikian, ia menyelewengkan pengajaran Firman
4
Allah.Menurut pendapatnya, bahwa Yesus memiliki tubuh dan jiwa, tetapi tidak
memiliki roh. Karena roh atau “aku” manusia diganti dengan “Logos”. Sebab
itu, Yesus tidak dapat disebut manusia sejati. Ia memiliki sebutan bertubuh,
tetapi tidak memiliki tubuh yang sebenarnya. Pandangan ini disebut juga
Monophisitisme (Kristus memiliki satu sifat). Tanpa disadari pandangan
demikian menempatkan Manusia Yesus tidak berbeda dengan hewan yang
hanya memiliki tubuh dan jiwa saja. Pasca konsili di Nicea perdebatan tentang
Kristologi semakin memanas sehingga Apolinarius membuat pandangan yang
berbeda dengan Arius. Memang akhirnya pandangan Apolinarius ini ditolak
kembali dalam konsili Chalcedon (451th) . Dalam putusan sidang Chalcedon ini
menekankan kembali bahwa Kristus memiliki dua sifat alami yang menyatu
atau hypostasis.Dalam pemahaman murni gereja mula-mula bahwa Injil
pewartaan tentang pribadi Yesus sebagai manusia, tinggal besama manusia
sebagai bentuk misio dei terhapab manusia (Fil. 2:6-11).Pemahaman Yesus
yang menekankan hanya sifat keilahianNya dan menekankan manusiaanNya
merupakan bentuk penolakan akan isi Injil secara utuh. Karena para penulis injil
dalam menginformasikan berita tentang Yesus, mereka juga menonjolkan sisi
Yesus sebagai mausia. Misalnya seperti Yesus lapar, Yesus menangis memiliki
persaan terharu. Bahkan bertumbuh seperti manusia biasa, dan tidak menentang
kodrat manusia secara alami.

3) Pandangan Kristologi Monofisitisme

Pandangan ini muncul sekitar pra reformasi gereja, dimana pemikiran kelompok
ini meyakini bahwa Yesus adalah hanya satu kodrat, yaitu ilahi. Sementara
kemanusiaan Yesus hanyalah semu. Konsep Allah mengambil rupa manusia
adalah peran Allah dalam mewujudnyatakan diriNya kepada manusia tetapi
Allah sendiri bukanlah menjadi manusia. Karena Allah tidak mungkin bisa mati
atau mengalami penderitaan. Dalam peran Yesus selama berada dalam
dunia;berjalan-jalan dan dalam pelayananNya, sesungguhnya adalah pribadi
Allah sendiri dalam diri manusia Yesus. Pemahaman tentang Allah adalah
menjadi manusia adalah keterbatasan manusia untuk menjelaskan prosesi Allah
yang ilahi itu ada di dalam diri Yesus. Karena apabila Allah menjadi manusia

5
maka Allah itu akan mati sebagai mana Yesus mati di salib. Dan hal ini akan
melecehkan konsep tentang Allah yang adikodrati yang maha dari segala
sesuatu. Memang sulit untuk menjelaskan bagai mana prosesi ilahi itu berada di
dalam diri Yesus dan membedakannya saat yang bersamaan. Faktanya dalam
alkitab, penullis injil serempak menuliskan Yesus sungguh mati. James H. Todd
menuliskan bahwa kristus sungguh-sungguh mati dalam kerelaan memberikan
nyawanya, yang berarti Dia melepaskan nyawaNya. Hal ini adalah sebuah
ungkapan yang tidak pernah dikenakan kepada dan oleh manusia. Pernyataan
Yohanes adalah Ia menyerahkan nyawaNya (Yoh. 19:30).Pada perkembangan
berikutnya, pandangan ini akhirnya mengalami penolakan dan dianggap sesat
oleh bapa-bapa gereja. Konsili Khalsedon menganggap pemahaman ini sebagai
bidat yang harus ditolak.

4) Pandangan Kristologi Nestorianisme

Ajaran ini dipelopori oleh seorang Uskup yang beNestorius sekitar abad ke-4M.
Menurut Nestorius, Putra Allah di sorga dan Yesus yang di bumi bukanlah satu
pribadi yang sama melainkan dua pribadi. Memang keduanya saling berkaitan
satu sama lain namun roh tetap ada dua, akal budi manusia ingin
mempertahankan gambaran Allah yang murni, surgawi dan rohani. Jadi Allah
Putra harus dipisahkan dengan pribadi Yesus sebagai manusia. Ajaran ini
sepintas mirip dengan pemahaman monofisitisme, hanya ajaran ini tidak
membicarakan satu kodrat, melainkan pemisahan antara putra Allah dengan
manusia di dalam diri Yesus secara bersama. Pemisahan Yesus sebagai manusia
dan Putra Allah dapat dilihat pada karya-karya dalam pelayananNya. Misalnya
ada kalanya Yesus lapar, sedih dan menangis bahkan menderita hal ini adalah
manusianya Yesus, sedangkan ketika Yesus dalam pelayanan menunjukkan
mujizat dan pernyataan-peryataan ilahi maka itu adalah Yesus sebagai putra
Allah. Jadi dalam satu pribadi Yesus ada dua roh yaitu roh sebagai putra Allah
dan roh sebagai manusia. Ketika Yesus di salib dan mati maka roh Putra Allah
seketika itu pergi kepada Bapa di Surga.Dalam konsili Khalsedonpun
pemahaman Nestorius ini akhirnya mendapat penolakan dan dianggap sesat.
Hanya pemahaman ini dikembangkan oleh bapa-bapa gereja dengan

6
memperhatikan sisi kemanusiaan Yesus yang adalah tetap satu roh dengan putra
Allah dalam diri Yesus.

B. Pandangan Kristologi Pasca Reformasi sampai abad Modern

Perkembangan pemikiran Kristologi yang disebutkan dalam bagian ini, secara


khusus adalah masa pasca reformasi sampai abd modern. Perkembangan Teologia
dalam Kristologi dalam abad pasca reformasi sampai abad modern sunggung
mengalami perkembangan. Pokok persoalan Kristologi dalam periodisasi ini tidak
lagi berbicara hakekat Kristus sebagai Allah dan sebagai manusia, melainkan bagai
mana memperkenalkan Yesus dalam konteks budaya sehingga Yesus dapat diterima
oleh masyarakat luas.Kristologi dalam perjumpaan dengan agama lain dapat
membantu umat Kristen dalam memperkenalkan dan membaca Yesus lebih luas.
Kristus yang diperkenalkan bukan lagi Kristus secara eksklusif melainkan Kristus
secara universal. Persoalan Kristologi dalam pemahaman Kristen adalah isu Kristus
yang datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia didasari oleh kasih Allah (Yoh.
3:16). Tetapi ternyata hampir semua agama di dunia ini yang menawarkan
keselamatan bagi penganutnya dengan ragam dan cara yang berbeda walaupun
dalam tahap probabilitas. Artinya pemahaman Kristologi Kristen pada masa abad
modern ini harus mampu memberikan argumentasi dalam konteks plural.
Dalam pendahuluan dalam bukunya, Josef P. Widyatmadja mengatakan bahwa
kehadiran Yesus harus dapat dilihat di semua aspek kehidupan sosial masyarakat
karena Yesus datang untuk semua golongan, termasuk mereka yang tersisihkan.
Bukankah ini refresentasi kaum gembala di padang saat kelahiran Yesus? Secara
umum persoalan Krisologi dalam periodisasi pasca reformasi sampai abad modern
ini banyak disoroti dari sisi budaya, konteks dan latar belakang tokoh itu sendiri
bagai mana memasukkan konsep Yesus kepada budaya tertentu, sehingga Yesus
dapat diperkenalkan dalam setiap budaya dan sosial masyarakat. Artinya
pemahaman Kristologi bukan lagi dilihat dari sisi eksistensi Kristus, melainkan
fungsi Kristus dalam perdaban manusia sepanjang sejarah.

1) Kristologi Thomas Aquinas (1225-1274)


Tokoh ini adalah tokoh Skolastik yang tersebar pada abad pertengahan yang
berasal dari Itali yang berlatar belakang filsafat dan teologia yang kemudian
sebagai pengajar ilmu tersebut di Paris. Pokok pemikiran Thomas Aquinas
7
adalah bahwa kodrat manusia sudah tidak sempurna sesaat jatuh ke dalam dosa,
jadi untuk mengembalikan kesempurnaan kodrat tersebut hanya melalui pribadi
yang memiliki kodrat sempurna. Rahmat adikodrati tersebut ditawarkan melalui
Yesus Kristus oleh gereja-gereja.Thomas Aquinas menyoroti konsep Kristologi
dalam zamannya adalah bahwa Kristus merupakan rahmat yang adikodrati yang
mampu mengembalikan kesempurnaan manusia di hadapan Allah. Dosa dan
akibatnya adalah sebagai momok bagi umat manusia kehilangan sempurnaan
dan sangat membutuhkan Allah. Tentu hal ini dilatarbelakangi oleh zamannya
yang manusia cenderung mengandalkan logika dan mencari kesempurnaan diri
melalui ilmu pengetahuan.

2) Kristologi Martin Luther (1483-1546)


Dikenal sebagai bapak Reformasi, dan bapak gereja Lutheran seorang tokoh dari
Jerman yang membawa pembaharuan agama masa itu ditekan oleh pimpinan
gereja Katolik. Dalam Kristologianya berkata bahawa setiap manusia tidak
bebas dari Kristus, tetapi bebas dalam Kristus. Implikasi yang dapat dilihat
dalam pemahaman Kristologi Luther paling tidak ada dua: Pertama, setiap
manusia tidak bebas dari Kristus. Pemikiran ini memiliki makna bahwa Kristus
adalah pemegang kunci dalam masa eskatologis yang sangat menentukan
seorang manusia diselamatkan atau tidak. Dalam KPR. 10: 42, Lukas
menuliskan bahwa Kristus sudah ditentukan Allah menjadi hakim atas semua
manusia, oleh sebab itu tidak ada manusia yang terbebas dalam
penghakimanNya. Dan semua perbuatan manusia selama dalam hidupnya, kelak
berada dalam penghakiman Kristus. Kedua, manusia bebas dalam Kristus.
Pemikiran ini tentunya dilatarbelakangi oleh pemahaman Luther yaitu sola fide,
sola gracia dan sola scriptura, nilainya adalah hanya karena iman seseorang
dapat diselamatkan. Iman yang dianugrahkan Allah Bapa dan dituliskan di
dalam Alkitab. Sesungguhnya bagian inilah yang direformasi oleh Luther pada
masa itu, yang Hubungannya dengan konsep Kristologi adalah bahwa manusia
tidak dapat menyelamatkan dirinya dengan upaya dan cara-cara agamawi yang
dilakukan tetapi hanya melalui anugrah dalam karya Kristus. Anugrah itu
sendiri terlihat saat Yesus mati untuk manusia yang sedang berdosa. Jadi dalam
konsep anugrah ini mutlak karya ilahi dalam Kristus dan manusia perlu
mengimaninya. Puncak dari anugrah adalah Kristus mmengorbankan dirinya
8
sebagai pendamaian antara Allah dan manusia. Kebebasan manusia yang
sesungguhnya adalah kebebasan di dalam Kristus yang tidak mendapat
hukuman dan tidak hidup di bawah hukum Taurat.Akhirnya pemikiran Luther
membawa pembaharuan baru pada masa itu sehingga dikenal sebagai bapak
reformasi gereja dalam memahami Kristologi.

3) Kristologi Karl Barth (1886-1968)


Dalam pemikiran Teologia modern, Karl Barth dikenal sebagai tokoh teologia
Liberal yang membawa pembaharuan dalam perteologiaan pada abad 20. Tokoh
yang berasal dari Swiss ini mengecap pendidikan teologia di Jerman. Pemikiran
teologia Karl Barth disebut teologia dialektis, sebab berawal dari Allah yang di
Sorga suci, Dia mengirimkan Kristus yang begitu dekat di dunia yang hina,
sehingga pertemuan dua hal yang bertentangan ini disebut dialektis. Kristologi
Karl Barth dimulai dari pre-eksistensi Kristus. Tuhan menyatakan anugrahNya
melalui Kristus serta mengikatkan DiriNya dengan Kristus. Pemulihan manusia
ditentukan pada pemilihan Tuhan Allah terhadap Kristus. Pemilihan Tuhan
kepada Kristus sekaligus pemilihan Allah terhadap manusia sebagai sekutuNya.
Allah yang kaya dalam anugrah mengikatkan diriNya dengan Kristus untuk
bersekutu dengan manusia. Di satu sisi manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa
membuat jurang yang sangat jauh, tetapi di sisi yang lain Allah dalam kasihNya
ingin menjadikan manusia itu sebagai sekutunya untuk menguasai ciptaanNya.
Dalam Kristus, Allah mengikatkan diriNya sehingga manusia yang menerima
Kristus akhirnya menjadi sekutu Allah karena sudah mengalami pembaharuan
melalui Kristus. Kristus menjadi focus Allah Bapa dalam menjadikan manusia
sebagai sekutuNya dan hanya melalui Kristus sajalah Bapa menyatakan
anugrahNya kepada manusia. Kehadiran Kristus adalah menyatakan wajah
Allah kepada manusia, tetapi Kristus adalah Allah itu sendiri. Namun demikian
Allah tidak bisa dikenal secara sempurna hanya dengan membicarakanNya
sebagai manusia, terlebih dalam diri Yesus yang sangat terbatas.

4) Kristologi Karl Rehner (1904-1984)


Kristologi Karl Rehner bertolak dari keputusan Kristologi di Khalsedon. Di
dalam diri Kristus ada kemanusiaan dan keilahian dalam waktu yang bersamaan,
Kristus dan rahmat menjadi satu pemikiran untuk melihat Allah melalui diri kita
9
dan Allah akhirnya dapat dikenal sebagai manusia oleh manusia dalam diri
Kristus. Bagi Rahner, kedatangan Kristus ke dalam dunia buka semata-mata
karena harus mengampuni dosa manusia, melainkan karena rahmat. Rahner
mengandaikan, sekalipun misalnya Adam tidak jatuh ke dalam dosa, Kristus
tetap akan datang, mati dan bangkit dari kematian, sekalipun memang dosa
tidak bisa dilepaskan dari kedatangan Kristus ke dunia, namun ini bukanlah
persoalan pokok yang memotivasi Allah untuk mengutus Kristus. Kristus tidak
bisa dilihat sebagai obat bagi dosa manusia, dan sebagai motor untuk
menggerakkan keterlibatan Allah akan dunia. Rencana Allah dalam dunia ada di
dalam kekekalan yang tidak pernah dapat ditebak oleh manusia yang terbatas,
kedatangan kristus ke dunia bukan hanya persoalan akibat dosa, tetapi wujud
penyataan Allah ke dalam dunia sebagai sekutunya.

C. Dogma Tuhan dalam Katolik

Dalam beberapa literatur dikatakan bahwa Kristen memiliki ajaran monoteistik yang
bermula dari pengajaran Yesus Kristus sebagai tokoh utamanya serta pusat keimanannya.
Keyakinan akan kemonoteisan agama Kristen adalah mutlak bagi para pengikutnya.
Bentuk monoteisme Kristen tergambar dari doktrin Trinitas yang mereka ajukan.

Adapun keduabelas kepercayaan Kristen Katolik yang disebut credo dapat disebutkan
sebagai berikut:
1. Aku percaya akan Allah,Bapa yang mahakuasa,pencipta langit dan bumi.
2. Dan akan Yesus Kristus,Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita.
3. Yang dikandung dari Roh Kudus,dilahirkan oleh Perawan Maria.
4. Yang menderita sengsaradalam pemerintahan Pontius Pilatus,disalibkan, wafat dan
dimakamkan,
5. Yang turun ke tempat penantian,padahari ketiga bangkitdari antara orang mati,
6. Yang naik ke surga,duduk di sebelah kanan AllahBapa Yang mahakuasa,
7. Dari situ Ia akan datang mengadili orang yang hidup dan yang mati.
8. Aku percaya akan Roh Kudus,
9. Gereja Katolik yang kudus,Persekutuan para kudus,
10. Pengampunan dosa,
11. Kebangkitan badan
12. Kehidupan kekal. Amin

Katolik meyakini trinitas, kahidupan abadi (dari manusia), penyucian dosa, kebangkitan
kembali jasad, pemujaan kepada orang-orang suci, dan pengangkatan dara maria sebagai

10
ibu Tuhan (Allah). Namun aspek-aspek ajaran Katolik yang paling pokok terletak pada
doktrinya tentang gereja sebagai penguasa yang tidak mungkin berbuat salah dan tentang
system sakramennya yang merupakan sarana untuk menyampaikan rahmat Tuhan kepada
manusia.

Trinitas merupakan salah satu dari tiga konsep penting agama Kristen selain inkarnasi
(incarnation), dan penebusan dosa (atonement). Trinitas berarti kesatuan dari tiga. Di
mana terdapat keyakinan bahwa ada tiga unsur di dalam konsep keimanan mereka, yaitu
Tuhan Bapa (Father), Anak (Son), dan Roh Kudus (Spirit). Ketiga unsur ini pada
hakikatnya adalah satu. Yesus Kristus pada dasarnya adalah Allah Bapa yang menjelma
dalam wujud manusia, untuk membebaskan dosa umat manusia dan sebagai Tuhan.
Melalui santapan suci (sakramen ekaristi) terjadilah inkarnasi ketuhanan, dimana roti dan
anggur sebagai wujud perjamuan dianggap sebagai manifestasi dari tubuh (daging dan
darah yesus. Sehingga dengan demikian, umat manuasia yang percaya berarti telah bersatu
dengan Tuhan.

Secara ringkas, sistem kepercayaan umat Kristen tersebut akan diuraikan berikut ini:

1. Allah Bapa

Allah Bapa adalah Pencipta langit dan bumi serta segala yang terdapat di
dalamnya. Allah Bapa ada di dalam surga. Allah adalah Mahakasih terhadap segala
ciptaan-Nya terutama kepada manusia. Oleh karena itu Allah senantiasa
menampakkan Diri Nya kepada manusia. Allah selalu bersabda kepada manusia
sebagaimana digambarkan dalam Perjanjian Lama, yaitu bahwa Allah bersabda
melalui bangsa-bangsa dan para nabi. Tujuan Allah menampakkan Diri dan bersabda
melalui para nabi itu adalah untuk menunjukkan kepada manusia siapa Dia dan apa
yang dilakukan-Nya. Namun penampakan Allah dengan cara-cara seperti itu masih
memungkinkan manusia jatuh ke dalam kesalahan dalam memandang Diri-Nya.
Puncak penampakan Allah kepada manusia itu ialah kedatangan-Nya ke dunia ini
dalam diri Yesus Kristus sebagai tanda Kasih Nya Allah Bapa adalah kekal adanya.
Tiada berpemulaan dan tidak berpenghabisan. Senantiasa ada dan akan selalu ada.
Allah tidak berubah seperti ciptaan–Nya. Allah Bapa juga selalu memelihara umat
manusia dan segala ciptaan lainnya. Allah tidak menghendaki kesengsaraan bagi
manusia dan tidak menginginkan manusia terkena mati. Sengsara dan maut datang di
dunia karena dosa. Dosa manusia itulah yang mendatangkan sengsara bagi dirinya

11
sendiri dan bagi sesama manusia. Jika Tuhan mendatangkan kesengsaraan kepada
manusia maka itu adalah tidak lain untuk keselamatannya sendiri. Sengsara dapat
merupakan hukuman yang bermanfaat di samping juga dapat merupakan cara untuk
memurnikan manusia.Oleh karena itu Allah tidak saja berada di Surga tetapi juga di
dunia ini (immanent), bahkan jiwa manusia dapat menjadi tempat kediaman-Nya.
Demikianlah keadaannya sehingga Allah mendengar doa manusia, melihat mata hati
manusia dan menangkap getaran jiwanya. Allah juga mengetahui pikiran dan harapan
manusia. Manusia tidak dapat mengenal dan memandang Allah seandainya Dia tidak
menampakkan dan mendekatkan Dirikepada manusia. Tidak ada yang dapat
mendekati Allah jika Allah tidak mengangkat manusia ke arah Diri-Nya.

2. Tuhan Anak (Yesus)

Dalam kredo disebutkan:”Dan akan Yesus Kristus Putra-Nya yang


tunggal, Tuhan kita”. Umat Kristiani pada umumnya yakin bahwaYesus adalah
Tuhan. Ia adalah Putra Allah yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama.Tuhan yang
mahakasih telah berjanji akan mengutus seorang Penebus ke dunia. Penebus
tersebut tidak lain adalah Yesus Kristus yang di dalam Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru digambarkan lahir di Betlehem dari seorang anak dara perawan,
dan mampu memperbuat mukjizat. Ia adalah Imam yang banyak menderita dan
akan wafat demi kecintaannya kepadamanusia. Menurut Perjanjian Lama, Sang
Penebus itu akan diurapi sehingga di gelari dengan Messiah, al-Masih atau
Kristus.Yesus Kristus diutus ke dunia untuk melawan kejahatan dan untuk
mendirikan kerajaan Allah. Sekalipun manusia telah jatuh ke dalam dosa
sehingga terbuang dari taman firdaus dan tercampak di dunia, namun Allah yang
Mahakasih datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia darihukuman dosa
dan membebaskannya dari dosa asal.

3. Roh Kudus

Roh kudus keluar dari Allah Bapa dan Allah Putra. Roh Kudus diutus oleh
Yesus Kristus, dari Bapa, kepada manusia, karena Yesus tidak menghendaki
manusia itu sendirian. Roh kudus turun ke dunia, yaitu kepada para rasul dan
murid-murid Yesus dan selanjutnya pada geraja di hari pantekosta, hari kelima
puluh sesudah Paskah atau pada hari kesepuluhsesudah kenaikan Yesus ke surga.
Dapat dikatakan bahwa yang bekerja di dunia sekarang ini adalah Roh Kudus.

12
Mula pertama Roh Kudus turun kepada para rasul dan murid-muridnya sehingga
dalam seketika mereka menjadi memiliki keberanian, menjadi orang-orang yang
sabar dan gembira dalam penderitaan hidup karena iman mereka. Roh Kudus
menjadi pendorong yang menyebabkan mereka giat bekerja karena keimanan
mereka terhadap apa yang pernah diberitakan oleh Yesus Kristus.Apabila
seseorang dipenuhi oleh Roh Kudus, maka ia akan memiliki apa yang dalam gereja
Roma Katolik disebut dengan ”Kehidupan Berahmat”, yaitu sebagai orang yang
termasuk suci tanpa dosa-dosa kecil sekalipun. Orang tersebut telah memiliki suatu
kehidupan adikodrati karena Roh Kudus sudah ada dalam dirinya, bahkan Bapa
dan Putra pun ada dalam diri orang tersebut. Inilah yang dimaksud oleh Paulus
dengan perkataannya: ”Tidakkah kamu tahu bahwa kamu itu bait Allah danbahwa
Roh Kudus tinggal di dalam hatimu”.Adapun Roh Kudus sebagai bagian dari tri
tunggal, merupakan wujud rohani Allah bapa yang secara inkarnasi masuk kedalam
tubuh maria, untuk kemudian lahir menjadi manusia Yesus. Kelahiran Yesus dalam
perawan maria, dimaksudkkan untuk membawa misi pengampunan dosa dan
keselamatan manusia dengan pengorbanan putranya yang tunggal itu ditiang salib
sebagai penebus dosa. Atas dasar inilah maka sesungguhnya inti iman Kristen
Katolik ini terletak pada kepercayaannya terhadap penyaliban diri Yesus, dimana
setelah wafat, Yesus kemudian bangkit dari kubur-NYA, dan kembali naik ke
surga ketempat asal mula dia datang,berada disinggahsana-Nya dengan posisi
sebagai Allah bapa. (Soleh, Ajaran Ketuhanan dan Makna Fungsionalnya dalam
Kehidupan Perspektif Jemaat Gereja Katolik Santo Nikodemus dan Pura Merta
Sari Ciputat, 2020)

2. Doktrin Kenabian

A. Konteks Kenabian Perjanjian Baru

Selama hidup di dunia ini, Yesus mewartakan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah
dinyatakan oleh Yesus melalui Sabda, karya dan hidupnya. Lukas meringkaskan
program karya Yesus sbb “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi
Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah
mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan
penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas,
untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Luk 4:18-19) Banyak

13
orang mulai menanggapi pengajaran Yesus secara serius. Sekelompok murid
disekitar Yesus mulai terbentuk, selain orang banyak yang turut merasakan karya
Allah yang terlaksana dalam diri Yesus. Orang banyak menyadari bahwa Yesus
menghadirkan Allah secara istimewa. Setelah Yesus membangkitkan anak janda
Nain, orang-orang mengakui bahwa seorang nabi besar telah melawati mereka (Luk
7:16). Kepada Herodes yang bertanya tentang identitas Yesus, para utusan
menyampaikan bahwa Yesus adalah salah seorang seperti Elia atau Elisa telah
datang lagi (Luk 9:8; Mrk 6:15). Injil Yohanes mengkonfirmasi bahwa Yesus adalah
seorang nabi (Yoh 4:19.29; 9:17.35-38). Di sisi lain, Yesus sendiri sering
menegaskan identitas dirinya sebagai nabi (Luk 4:24; Mat 13:57; Mrk 6:4; Yoh
4:44). Bagaimana kita mesti memahami kenabian Yesus? Darmawijaya
mengusulkan Ulangan 18:18 sebagai kunci untuk memahami Yesus sebagai nabi:
“Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti
engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan
kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.” Orang beranggapan bahwa
Musa akan datang kembali sebagai pembaharu segalanya. Dalam konteks
pemahaman ini, Yesus diyakini sebagai nabi yang diharapkan itu. Pemahaman
tersebut tampak dalam reaksi orang banyak atas penggandaan roti (Yoh 6:14), Yesus
diterima sebagai seorang nabi besar datang ke dunia. Karena tindakan dan Sabda-
Nya, Yesus diakui sebagai nabi dalam perayaan pondok daun (Yoh 7:40). Ia tampil
sebagai nabi yang istimewa. Jika para nabi Perjanjian Lama mendasarkan
pengajaran mereka kepada Allah yang mengutusnya, rumusan yang dipergunakan
“Firman Allah …”, namun Yesus menampakkan kenabiannya dengan cara yang
istimewa. Ia mempergunakan rumusan: “Amen, Amen, Aku berkata kepadamu …”
(Yoh 6:26).

Yesus memiliki otoritas ilahi. Gereja perdana memahami Yesus Kristus sebagai
nabi besar dalam konteks kitab Ulangan (Kis 3:22-26; 7:37)8 . Mengakui Yesus
sebagai nabi berarti mengakui bahwa Allah berbicara melalui Yesus; mengakui
bahwa karya keselamatan Allah bagi manusia dilaksanakan dalam hidup, karya,
sabda dan khususnya melalui sengsara-wafatkebangkitan Kristus. Setelah Yesus
bangkit dari antara orang mati, Gereja perdana dibentuk sebagai salah satu buah
kebangkitan Yesus Kristus. Gereja perdana dipanggil untuk mewartakan Yesus
Kristus. Pusat pewartaan Gereja perdana adalah Kerajaan Allah yang telah
14
terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Inti dari pewartaan Gereja perdana adalah
Yesus Kristus yang sengsara-wafat dan bangkit yang melaksanakan kehendak Bapa.
Seluruh umat menjadi pewarta tentang Yesus Kristus dalam lingkungan dan konteks
hidup mereka. Dalam konteks ini, semua umat berfungsi sebagai rasul, pewarta
tentang Yesus Kristus. Dengan demikian, pembicaraan tentang kenabian mengalami
pergeseran yang cukup berarti. Jika Yesus adalah nabi yang menghadirkan karya
keselamatan Allah secara baru, maka Gereja perdana merupakan buah dari karya
keselamatan tersebut. Seluruh umat yang telah ditebus diutus untuk menjadi pewarta
tentang Yesus Kristus. Fungsi kenabian muncul di dalam Gereja perdana sebagai
salah satu pelayanan di dalam Gereja.

B. Kenabian dalam Gereja Perdana

Gereja perdana tersebar di daerah sekitar Laut Tengah dan mereka merupakan
jemaat-jemaat kecil yang sedang mencari bentuk baik secara organisatoris maupun
fungsi pelayanannya. Komunitas-komunitas yang berada dibawah otoritas Paulus
memiliki struktur dan bentuk pelayanan yang khasb. Diantara mereka dipilihlah
berbagai pelayanan umat. Mereka dilayani oleh Rasul (1 Kor 12:28-29; 2 Kor 8:23;
Rom 16:7; Fil 2:25), kelompok duabelas, Nabi (1 Kor 12:28; 14:29.32.37), pengajar
(1 Kor 12:28; Rom 12:7; Gal 6:6), diakon, pemimpin (1 Kor 12:28; 1 Tes 5:12),
episkopos, leitourgos. Komunitas Lukas (Kisah para Rasul) menyebut juga beberapa
pelayaan umat: Rasul, Kelompok duabelas, Episkopos, Presbyteros, Penginjil, Guru,
Nabi, Pelayan. Komunitas di Kolose dan Efesus menyebutkan beberapa pelayan
yakni Rasul, Guru, Gembala, Nabi, Penginjil. Sementara itu Surat-surat pastoral
menyebutkan banyak pelayan tetapi tidak menyinggung soal nabi (Rasul, Kelompok
duabelas, Episkopos, Presbyteros, Diakonos, Guru, Pemipin, Pengkotbah, Penginjil).
Sebutan para nabi dalam komunitas Paulus kiranya menunjuk kepada orangorang
yang berasal dari jemaat itu sendiri (Rom 12:6; 1 Tes 5:20). Selain para nabi, Paulus
juga menyebut karunia bernubuat (1 Kor 12:10; 13:2). Orang-orang ini memiliki
pelayanan yang dekat dengan nabi-nabi dari Perjanjian Lama. Mereka, dengan cara
yang istimewa, menyampaikan rahasia-rahasia Allah. Mereka ini berperan penting
dalam komunitas. Paulus menasehati umat di Tesalonika untuk tidak mengabaikan
soal nubuat dan kenabian. Paulus menulis: “Jangan padamkan Roh dan jangan
anggap rendah nubuat-nubuat” (1 Tes 5:19-20).

15
C. Kenabian dalam Zaman Patristik Dan Tradisi

Seiring dengan perkembangan waktu, Gereja perdana semakin berproses


menuju kesatuan ajaran, pelayanan dan kepemimpinan. Jika pada generasi pertama,
Gereja berciri sangat majemuk sesuai dengan tempat dan kehidupan masing-masing
komunitas; pada zaman Patristik abad II-VII struktur dan corak kepemimpinan serta
pelayanan di dalam Gereja semakin memiliki kesamaan bentuk. Para ahli
mengidentifikasi munculnya sebuah perubahan yang cukup signifikan di dalam
Gereja antara tahun 180 hingga 260. Pada saat itu muncullah klerus kristiani,
ditandai dengan proses sacerdotalisasi khususnya dalam hal liturgi berpusatkan pada
tiga pilar utama kepemimpinan Gereja: Episkopos – Presbyteros – Diakonos. Sejak
tahun 200-220, muncullah kelompok baru dalam komunitas yang disebut sebagai
klerus (uskup, para imam dan para diakon). Pembedaan tugas dan peran antara
klerus dan awam mulai terbentuk, walaupun hal itu tidak serta merta membawa
pembedaan dalam arti teologis. Fungsi imam dalam komunitas semakin memperoleh
tempat yang khas.

Kenabian dan Perkembangan Dogma Salah satu ungkapan penting dalam


Tradisi Gereja adalah dogma. Kata dogma berasal dari kata Yunani dokein yang
berarti tampak, apa yang tampaknya tepat. Terminologi ini tidak sama dengan
doktrin. Doktrin merupakan ajaran otoritatif komunal yang dianggap hakiki bagi jati
diri Gereja dan umat kristiani. Dalam Perjanjian Baru, kata dogma tidak muncul
secara eksplisit, namun muncullah terminologi ketetapan atau dekrit. Salah satu
contohnya adalah ketetapan Gereja pada pertemuan Yerusalem (Kis 16:4). Para bapa
Gereja jarang mempergunakan istilah dogma. Beberapa Bapa Gereja
mempergunakan terminologi dogma untuk menunjuk kepada dekrit/ketetapan,
ajaran-ajaran, dan doktrin iman kristiani. Eusebius dari Kaisarea mempergunakan
kata dogma untuk mengungkapan keputusan-keputusan sinode yang diambil untuk
menentang persoalan baptisan para heretik. Basilius dari Kaesarea dalam
pembicaraan tentang Roh Kudus memperlawankan antara istilah kerygmata dan
dogmata. Kerygmata berkaitan dengan ajaran iman yang tertulis dan dogmata
berkaitan dengan ajaran iman dari tradisi yang misteri. Yang dimaksud dogmata
adalah obyek dari pewarisan yang misteri, khususnya berkaitan dengan liturgi.
Sebagai contoh, ia berbicara tentang dogmata monarki ilahi (ajaran tentang kesatuan
trinitas), dogmata dari teologi (ajaran iman kristiani). Sementara itu, terminologi
16
dogma tidak muncul dalam tulisan-tulisan Tertulianus, Siprianus, Ambrosius,
Agustinus, Leo Agung dan Gregorius Agung. Namun demikian, terminologi dogma
menjadi sangat penting dalam karya Vincentius de Lerins († sebelum 450). Kata
dogma dipakai sebagai usaha untuk menemukan kriteria-kriteria yang
memungkinkan Gereja membedakan yang benar dari yang salah. Prinsipnya yang
terkenal adalah quod ubique, quod semper, quod ab omnibus creditum est.

Dalam Gereja katolik, perlu dipegang secara teguh, apa yang benar, yakni apa
yang dipercayai di semua tempat, selalu demikian dan oleh semua. Karena yang
termasuk katolik hanyalah apa yang diakui memiliki sifat universal dalam segala
sesuatu. Prinsip yang dikemukakan oleh Vincentius tersebut didasarkan pada
prinsip-prinsip yang diambil dari konsili Efesus. Konsili Efesus menghimpun para
bapa konsili dari semua tempat (ubique), untuk membicarakan iman dari zaman
yang berbeda (semper), di mana semua peserta (omnes) menyatakan persetujuan
mereka bagi ajaran yang benar. Dogma-dogma kristiani berkaitan dengan pengakuan
iman tersebut. Pandangan ini cukup maju pada zamannya tetapi belum diterima oleh
Gereja pada abad V.

Teks Vincentius de Lerins ini sempat hilang berabad-abad dan baru ditemukan
kembali pada abad XVI dan buku Commonitorium diterjemahkan dalam 22 bahasa
zaman itu. Pada Abad Pertengahan, istilah dogma dipergunakan untuk menunjuk
kepada pokok-pokok ajaran iman (articulus fidei). Articulus fidei mencakup:

1. kebenaran-kebenaran yang diwahyukan secara langsung dan formal,


2. kebenaran-kebenaran yang diwahyukan bersifat fundamental bagi iman dan
hidup,

3. berkaitan dengan Credo.

Baru pada abad XVIII, khususnya dalam teks-teks magisterium, terminologi


dogma dipergunakan dalam arti yang sempit yakni perumusan pengajaran definitif
dari magisterium yang berkaitan dengan iman dan moral yang terdapat dalam
pewahyuan kristiani. Pius IX dalam surat Tuas Libenter kepada uskup agung
Munich Freising tertanggal 21 desember 1863 mempergunakan untuk pertama
kalinya terminologi dogma dalam teks magisterium. Menurutnya, dogma mencakup

17
semua yang diwahyukan dan semua yang diajarkan oleh Gereja yang harus
dipercayai sebagai ajaran iman yang ilahi (DH 2875). Pius X dalam dekret
Lamentabili (1907) menyatakan bahwa dogma-dogma yang Gereja nyatakan sebagai
kebenaran-kebenaran yang diwahyukan bukanlah kebenaran-kebenaran yang jatuh
dari langit tapi sebuah interpretasi dalam tataran iman, dimana roh munusia sangat
berperan dengan usaha yang sungguh-sungguh (DH 3422). Konsili Vatikan I
mengajarkan sifat definitif dari ajaran yang diputuskan sebagai dogma sbb: “ Kita
harus percaya akan iman ilahi dan katolik, yakni seluruh isi Sabda Allah, tertulis
atau yang diteruskan oleh Tradisi dan dan apa yang Gereja minta untuk dipercayai
sebagai ajaran yang secara definitif diwahyukan entah oleh keputusan meriah,
entah melalui pengajaran magisterium ordinaria dan universal. (DH 3011)”

Dua unsur utama yang terdapat dalam dogma yakni

1. Sebuah penetapan oleh Gereja tentang kebenaran yang diwahyukan melalui


pendefinisian ajaran oleh magisterium meriah, magisterium ordinaria dan
universal;
2. Penetapan tersebut merupakan bagian dari pewahyuan kristiani publik.

Berkaitan dengan institusi yang bertanggungjawab untuk menyatakan sebuah


dogma, Gregorius XVI pada tahun 1835 menegaskan bahwa magisterium
merupakan lembaga yang bertanggungjawab melaksanakan tugas pengajaran dengan
otoritas (DH 2739). Konsili Vatikan I menyatakan bahwa konsili ekumenis,
magisterium (uskup dalam kesatuan dengan Paus) atau Paus – dengan syarat yang
dinyatakan dalam rumusan ex cathedra – dapat memutuskan dan mengajarkan
sebuah ajaran kristiani dalam kategori dogma. Konsili Vatikan I mempergunakan
rumusan sangat hati-hati dan teliti untuk menyatakan suatu dogma: “ Itaque Nos
traditioni a fidei christianae exordio perceptae fideliter inhaerendo […] docemus et
devinitus revelatum dogma esse feninimus.” (DH 3073) Dalam sejarah Gereja, kuasa
mengajar untuk menetapkan sebuah dogma jarang sekali dipergunakan. Hanya
terdapat tiga contoh pendefinisian ajaran Gereja dengan kualifikasi dogma Konsili
Vatikan II (1962-1965) diikuti oleh kurang lebih 2.000 uskup yang datang dari
seluruh penjuru dunia. Yohanes XXIII yang menggagas konsili ini menghendaki
agar konsili ini membicarakan persoalan-persoalan dalam Gereja dengan
mendahuluka sifat pastoral artinya membicarakan tentang identitas Gereja dengan
18
segala persoalannya baik ad intra maupun ad extra. Gereja yang berkumpul dalam
konsili tidak untuk menghukum suatu atau beberapa pandangan yang salah, atau
tidak untuk menciptakan dogma baru. Paus menghendaki agar para bapa konsili
memiliki semangat aggiornamento dan terbuka kepada perkembanganperkembangan
baru yang terjadi dalam Gereja dan dunia dengan tetap memegang teguh kabar
gembira karya keselamatan Allah dan sekaligus menjawab tantangan zaman. Selain
itu, konsili ini diharapkan dapat membawa pembaruan dalam usahausaha Gereja
untuk mempersatukan para murid Kristus.

Seturut ajaran Konsili Vatikan II, pemahaman tentang dogma mendapat


pencerahan baru. Pembicaraan kita tentang dogma tidak dapat dilepaskan dengan
pembicaraan kita tentang Wahyu-iman, Tradisi, magisterium, Gereja dan
interpretasi. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa terdapat kaitan sangat erat antara
WahyuIman dan Tradisi. Dengan Wahyu, Allah menyapa manusia, mengundang
manusia untuk masuk dalam hidup dan persekutuan Allah. Manusia dengan imannya
serta akal budinya mampu menjawab tawaran Allah tersebut berkat bantuan Roh
Kudus (DV 5). Kebenaran yang menyelamat tersebut diwariskan secara turun-
temurun kepada semua umat manusia.

Dalam kebaikan-Nya Allah telah menetapkan, bahwa apa yang


diwahyukanNya demi keselamatan semua bangsa, harus tetap utuh untuk
selamanya dan diteruskan kepada segala keturunannya. Maka Kristus Tuhan,
yang menjadi kepenuhan seluruh wahyu Allah yang Mahatinggi (lih. 2Kor
1:30; 3:16-4:6), memerintahkan kepada para Rasul, supaya Injil, yang dahulu
telah dijanjikan melalui para Nabi dan dipenuhi oleh-Nya serta dimaklumkan-
Nya dengan mulutnya sendiri, mereka wartakan pada semua orang, sebagai
sumber segala kebenaran yang menyelamatkan serta sumber ajaran kesusilaan,
dan dengan demikian dibagikan kurnia-kurnia ilahi kepada mereka. (DV 7).

Kebenaran yang menyelamatkan tersebut terkandung dalam Tradisi. Konsili


merumuskannya:

“Adapun apa yang telah diteruskan oleh para Rasul mencakup segala sesuatu,
yang membantu Umat Allah untuk menjalani hidup yang suci dan untuk
berkembang dalam imannya. Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup serta
19
ibadatnya melestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan dirinya
seluruhnya, imannya seutuhnya. (DV 8)

Dalam proses pewarisan karya keselamatan tersebut, Yesus Kristus menetapkan


para Rasul sebagai pewarta kabar keselamatan. Tugas pewartaan tersebut kemudian
di berikan kepada Gereja dan para uskup (imam dan diakon) diberi tanggungjawab
sebagai pelayan karya keselamatan secara khusus dengan mengemban fungsi para
rasul untuk menjaga keutuhan khazanah iman, mengajarkannya, dan menjaga umat
dari kesesatan.

Mereka (Uskup) mengajar yang otentik, atau mengemban kewibawaan


Kristus, artinya: mewartakan kepada Umat yang diserahkan kepada mereka
iman yang harus dipercayai dan diterapkan pada perilaku manusia. Dibawah
cahaya Roh Kudus mereka menjelaskan iman dengan mengeluarkan harta
yang baru dan yang lama dari perbendaharaan Perwahyuan (lih. Mat 13:52).
Mereka membuat iman itu berubah, dan dengan waspada menanggulangi
kesesatan-kesesatan yang mengancam kawanan mereka (lih. 2Tim 4:1-4). (LG
25).

Kuasa mengajar uskup memiliki peran yang khas. Pelayanan ini tidak berada
diatas Sabda Allah akan tetapi sebagai pelayan Sabda. Dalam konteks ini kita dapat
berbicara fungsi kenabian sebagai yakni menafsirkan Tradisi dan mewartakannya
atas nama Allah.

Wewenang Mengajar itu tidak berada diatas sabda Allah, melainkan


melayaninya, yakni dengan hanya mengajarkan apa yang diturunkan saja,
sejauh sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh Kudus,
didengarkannya dengan khidmat, dipeliharanya dengan suci dan
diterangkannya dengan setia; dan itu semua diambilnya dari satu
perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal
yang diwahyukan oleh Allah. (DV 10).

20
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Konsili Nicea telah menolak Kristologi Arianus sebagai pencetus Arianisme yang
beranggapan bahwa Yesus hanyalah sebagai manusia dan menolak keAllahannya. Yesus
sebagai Allah tentulah terpisah dengan Yesus dalam KemanusiaanNya. Yesus adalah
Allah yang menjelma menjadi manusia, Allah mengganti jiwa rasional manusia Yesus
menjadi Paham Apolinarianisme berasal dari uskup Laodikia yang bernama Apolinarius.
Paham ini dilatarbelakangi ketidak sepahamannya terhadap ajaran Arius yang
merendahkan keilahian Yesus Kristus. Jadi dalam satu pribadi Yesus ada dua roh yaitu
roh sebagai putra Allah dan roh sebagai manusia. Ketika Yesus di salib dan mati maka
roh Putra Allah seketika itu pergi kepada Bapa di Surga. Hanya pemahaman ini
dikembangkan oleh bapa-bapa gereja dengan memperhatikan sisi kemanusiaan Yesus
yang adalah tetap satu roh dengan putra Allah dalam diri Yesus.

Fungsi kenabian selalu dihubungan dengan karunia pribadi dari Allah. Mereka
yang dipilih sebagai nabi diutus untuk mewartakan karya keselamatan Allah kepada
manusia melalui, perkataan dan tindakan mereka. Yesus Kristus yang sengsara-wafat dan
bangkit menjadi inti pokok pewartaan Gereja perdana. Semua umat ikut
bertanggungjawab menjadi pewarta kabar baik tersebut. Mulailah muncul berbagai jenis
pelayanan dalam jemaat dalam rangka pewartaan tersebut. Salah satunya adalah fungsi
nabi. Nabi adalah orang yang dipilih secara khusus oleh Allah, mendapat karunia khusus
untuk mewartakan nubuat-nubuat Allah. Dalam perkembangan berikutnya, fungsi nabi
ini semakin tidak populer dan surut, khususnya setelah persoalan Gnostik dan
Montanisme. Selain itu, didalam Gereja yang semakin menerima struktur mono-
21
episcopat, fungsi nabi sebagai pewarta kebenaran Allah semakin terkonsentrasikan dalam
tanggungjawab Uskup (imam). Uskup bertanggungjawab untuk menjaga kelestarian
khazanah iman, menafsirkannya secara setia dan mewartakannya secara baru untuk
menjawab kebutuhan Gereja.

Dengan lahirnya dogma sebagai salah satu pengungkapan magisterium dalam


menjaga iman rasuli, fungsi kenabian yang diemban oleh para uskup memasuki
perkembangan baru. Uskup memiliki peran istimewa dalam konteks pewarisan ajaran
rasuli sebagai pengajar yang otentik. Tanggungjawab uskup dalam hal pengajaran
diletakkan dalam konteks luas pendampingan Roh Kudus terhadap Gereja.
Tanggungjawab ini merupakan pelayanan terhadap Sabda Allah. Namun demikian,
Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa berkat baptispenguatan-ekaristi, semua umat
beriman ambil bagian dalam tiga tugas Yesus Kristus sebagai imam-raja-nabi. Semua
umat bertanggungjawab sebagai pewarta sabda sesuai dengan tugas dan tanggungjawab
mereka.

2. Saran

Makalah ini dibuat bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pembaca untuk


memahami lebih dalam lagi tentang dimensi doktrin bagaimana sifat ketuhanan dan
kenabian sehingga dapat menghantar umat Allah sampai kepada kebenaran dan mampu
menjawab tanda-tanda zaman sehingga membentuk jemaat Allah yang seturut
kehendakNya.

DAFTAR PUSTAKA

DR. H. Wawan Hernawan, M. A. (2018). Sejarah dan Pengantar Kristologi. Bandung:


Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati .
Purwanto, F. (2012). Kenabian dan Ajaran Dogma. Jurnal Orientasi Baru , Volume 21 No.
02 .
Purwanto, F. (2012). Kenabian dan Ajaran Dogma Gereja Katolik . Jurnal Orientasi Baru,
Volume 21 No. 02.
Rubiyatmoko, R. (2012). Kenabian dan Hu. Jurnal Orientasi Baru, Volume 21 No.2 .
22
Simanjuntak, R. M. (2019). Kristologi d. JURNAL TERUNA BHAKTI, Volume 1 No. 2.
Sinaga, R. (2015). Imamat dan Kenabian . Jurnal Publikasi Logos, Volume 12 No. 1.
Soleh, M. (2020). Ajaran Ketuhanan dan Makna Fungsionalnya dalam kehidupan Perpekstif
Jemaat Gereja Katolik Santo Nikodemus dan Pura Merta Sari Ciputat.
Soleh, M. (2020). Ajaran Ketuhanan dan Makna Fungsionalnya dalam Kehidupan Perspektif
Jemaat Gereja Katolik Santo Nikodemus dan Pura Merta Sari Ciputat. Jurnal UIN
Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai