Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KARAKTERISTIK ANAK REMAJA

Disusun Oleh :
1. Ririn Sri Lestari (2016004047)
2. Hana Hakim (2016004075)
3. Cika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan


Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Tahun Akademik 2016/2017
Kata Pengantar
Puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya yang
diberikan kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Psikologi Pendidikan dengan judul Karakteristik Anak Remaja.
Diharapkan makalah ini selain sebagai untuk memenuhi syarat menyelesaikan
tugas juga diharapkan bagi para pembaca bahkan penulis lebih mengerti dan memahami
tentang perkembangan karakteristik remaja.
Syukur alhamdulillah berkat kerjasama kelompok kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik mungkin, penulis senantiasa terbuka untuk menerima
masukan demi penyempurnaan makalah berikutnya. Mudah-mudahan bermanfaat bagi
kesejahteraan bangsa.
Yogyakarta, 05 Maret 2017

Penulis

2
Daftar Isi

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karakteristik remaja merupakan suatau ciri khas yang menetap pada diri
seseorang remaja dalam berbagai situasi dan dalam berbagai kondisi, yang mampu
membedakan antara remaja yang satu dengan remaja yang lain. Karakteristik
remaja ini misalnya ada remaja yang tinggi, gemuk, periang, pemalu, pemberontak
dan sebagainya.
Dalam dunia pendidikan, sebagai seorang pendidik penting untuk mengenali
dan memahami karakteristik kepribadian remaja (siswa), ada siswa-siswa yang
menyenangkan, periang, mau terbuka terhadap permasalahan yang sedang
dihadapinya, aktif dalam berbagai organisasi yang ada di sekolah dan sebaliknya
ada siswa-siswa yang terkesan membosankan , pendiam, tidak terbuka, tidak hangat
dan lain sebagainya. Tentu saja sebagai seorang pendidik dituntut untuk memahami
karakteristik kepribadian setiap siswa, sehingga sebagai pendidik dapat
memberikan perlakuan yang sesuai tipe kepribadian siswa yang dihadapi. Dengan
perlakuan yang sesuai yang diberikan pendidik kepada siswa akan mengantarkan
siswa kepada suatu kondisi yang optimal, baik dalam bidang prestasi akademik dan
non akademik. Tetapi akan menjadi kebalikannya jika perlakuan yang diberikan
tanpa pertimbangan aspek karakteristik siswa, justru akan mengantarkan peserta
didik kedalam kondisi siswa kesulitan belajar, tidak bisa berkonsentrasi dalam
belajar sehingga menyebabkan siswa tidak berprestasi.
Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk mengetahui karakteristik remaja dan
mengenali karakteristik siswa, yang diharapkan sebagai pendidik bisa memahami
kepribadian siswa tersebut dalam kaitannya untuk keberhasilan pembelajaran di
sekolah.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan karakteristik remaja?
1.2.2 Bagaimana mengenali karakteristik kepribadian remaja (siswa)
khususnya di sekolah menengah?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk memahami karakteristik remaja.
1.3.2 Untuk mengenali dan memahami karakteristik kepribadian remaja
(siswa) khususnya di sekolah menengah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

Dalam kehidupan anak terdapat dua proses yang terjadi secara kontinue, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara
interdependent, saling bergantung satu sama lainnya dan tidak dapat dipisahkan (tidak
bisa berdiri sendiri), akan tetapi dapat dibedakan (Kartono, K., 1979).
Pertumbuhan dimaksudkan untuk menunjukkan bertambah besarnya ukuran
badan dan fungsi fisik yang murni. Perubahan ukuran akibat bertambah banyaknya
atau bertambah besarnya sel (Edwina, 2004) Misalnya : bertambahnya tinggi badan,
bertambahnya berat badan, otot-otot tubuh bertambah pesat (kekar).
Perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu yaitu proses yang menuju
kedepan dan tidak dapat diulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi
perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diulangi.
Perkembangan menunjukkan pada perubahan-perubahan dalam suatu arah yang
bersifat tetap dan maju (Ahmadi, A., 1991).
Dalam makalah ini, akan membahas mengenai tumbuh dan kembang masa
remaja khususnya anak usia Sekolah Menengah yaitu antara usia 1218 tahun dan
pentingnya pendidik (guru) mengenali karakteristik siswa sekolah menengah.

2.1 Pengertian Remaja


Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang
batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja ini sering
dianggap sebagai masa peralihan, dimana saat-saat ketika anak tidak mau lagi
diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum
dapat dikatakan orang dewasa. Menurut Anna Freud (dalam Yusuf. S, 2004) masa
remaja juga dikenal dengan masa strom and stress dimana terjadi pergolakan emosi
yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi.
Pada masa ini remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan dan sebagai akibatnya akan
muncul kekecewaan dan penderitaan, meningkatnya konflik dan pertentangan, impian
dan khayalan, pacaran dan percintaan, keterasinagan dari kehidupan dewasa dan
norma kebudayaan (Gunarsa, 1986).
Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/jati diri. Individu ingin
mendapat pengakuan tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang lain. Apabila
individu berhasil dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang disebut
identity reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami kegagalan, akan
mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas). Masa remaja termasuk masa
yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak
perubahan pada psikis dan fisiknya.
Fase-fase masa remaja (pubertas) menurut Monks dkk (2004) yaitu antara umur 12
21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun
termasuk masa remaja pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir.

5
2.2 Karakteristik Remaja Sekolah Pertumbuhan Dan Perkembangan Menengah.

2.2.1 Pertumbuhan fisik


Pada masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami perubahan lebih cepat
dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Pada fase ini remaja
memerlukan asupan gizi yang lebih, agar pertumbuhan bisa berjalan secara optimal.
Perkembangan fisik remaja jelas terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan
tangan, serta otot-otot tubuh berkembang pesat.

2.2.2Perkembangan seksual
Terdapat perbedaan tanda-tanda dalam perkembangan seksual pada remaja.
Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya alat reproduksi
spermanya mulai berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa
sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan, bila rahimnya sudah
bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi yang pertama.
Terdapat ciri lain pada anak laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki pada
lehernya menonjol buah jakun yang bisa membuat nada suaranya pecah; didaerah
wajah, ketiak, dan di sekitar kemaluannya mulai tumbuh bulu-bulu atau rambut; kulit
menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya pucat dan pori-porinya meluas. Pada anak
perempuan, diwajahnya mulai tumbuh jerawat, hal ini dikarenakan produksi hormon
dalam tubuhnya meningkat. Pinggul membesar bertambah lebar dan bulat akibat dari
membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit. Payudara
membesar dan rambut tumbuh di daerah ketiak dan sekitar kemaluan. Suara menjadi
lebih penuh dan merdu.
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi
pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis
dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-
tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis
hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan
pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing
Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang
pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak
lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating
Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat
dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak
perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya
sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang,
dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya
yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan
berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia
remaja.

6
2.2.3 Cara berfikir kausalitas
Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai
berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih
menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang
melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis.
Misalnya, remaja makan didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil
berkata pantang. Sebagai remaja mereka akan menanyakan mengapa hal itu tidak
boleh dilakukan dan jika orang tua tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan
maka dia akan tetap melakukannya. Apabila guru/pendidik dan oarang tua tidak
memahami cara berfikir remaja, akibatnya akan menimbulkan kenakalan remaja
berupa perkelahian antar pelajar.
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-
masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang
sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak
alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas
berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu
berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi
apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan
pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi,
prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini,
para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat
banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai
tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada
tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang
digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai
dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak
banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya
perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga
diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja
sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas
perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah
harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah
menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan
mencari solusi terbaik.

2.2.4 Emosi yang meluap-meluap


Emosi pada remaja masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan
hormon. Mereka belum bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam satu waktu mereka
akan kelihatan sangat senang sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa menjadi sedih

7
atau marah. Contohnya pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung
perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran
yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya menuruti ego dalam diri tanpa
memikirkan resiko yang akan terjadi.

2.2.5 Perkembangan Sosial


Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala
permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan
mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku.
Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-
ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya.
Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial.
Ketrampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak. Dengan
mengembangkan ketrampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan anak dalam
memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara
normal dan sehat.
Ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting
manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa
remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh
teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam
menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri,
dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya
asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa
menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan
kekerasan, dsb.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas maka amatlah penting bagi remaja untuk
dapat mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri. Permasalahannya adalah bagaimana cara melakukan hal tersebut
dan aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan.
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam
fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki ketrampilan
sosial (sosial skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari.
Ketrampilan-ketrampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin
hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri & orang lain, mendengarkan
pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau
menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dsb. Apabila
keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja
tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal. Jadi tidak
mengherankan jika pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari ingkungannya
dan berusaha mendapatkan status atau peranan, misalnya mengikuti kegiatan remaja
dikampung dan dia diberi peranan dimana dia bisa menjalankan peranan itu dengan

8
baik. Sebaliknya jika remaja tidak diberi peranan, dia akan melakukan perbuatan untuk
menarik perhatian lingkungan sekitar dan biasanya cenderung ke arah perilaku negatif.
Salah satu pola hubungan sosial remaja diwujudkan dengan membentuk satu
kelompok. Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik pada kelompok sebayanya
sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan, sedangkan kelompoknya
dinomorsatukan. Contohnya, apabila seorang remaja dihadapkan pada suatu pilihan
untuk mengikuti acara keluarga dan berkumpul dengan teman-teman, maka dia akan
lebih memilih untuk pergi dengan teman-teman.
Pola hubungan sosial remaja lain adalah dimulainya rasa tertarik pada lawan
jenisnya dan mulai mengenal istilah pacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang
mengerti dan melarangnya maka akan menimbulkan masalah sehingga remaja
cenderung akan bersikap tertutup pada orang tua mereka. Anak perempuan secara
biologis dan karakter lebih cepat matang daripada anak laki-laki.

2.2.6 Perkembangan Moral


Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai
berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi
pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja
mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang
berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan
sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan
absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai
mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak
alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan
keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan
ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya kenyataan
lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa
ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya
dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa
dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja
berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan
antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka
lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan kenyataan
yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja
terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika
sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa
korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia
sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi
itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan
konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan
menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya.
Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh
orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau

9
pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan
sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.Peranan orangtua atau
pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang
dipertanyakan oleh putra-putri remajanya.

2.2.7 Perkembangan Kepribadian


Secara umum penampilan sering di indentikkan dengan manifestasi dari
kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu
mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini
amatilah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan
semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung
dikucilkan. Disinilah pentingnya pendidik (guru) memberikan penanaman nilai-nilai
yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik
seperti materi atau penampilan.

2.3 Permasalahan yang Dihadapi Remaja Usia Sekolah Menengah


Dalam pendidikan, guru bertanggung jawab terhadap proses belajar-mengajar,
maka ia seharusnya memahami gejala-gejala kesulitan belajar atau permasalahan yang
dihadapi oleh peserta didiknya. Pemahaman ini merupakan dasar dalam usaha
memberikan bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Pada garis
besarnya permasalahan yang dihadapi remaja usia sekolah menengah dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu :
a. Faktor-faktor Internal (faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri), antara
lain :
1) Gangguan secara fisik, seperti perubahan fisik kurang berfungsinya organ-organ
perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan (
alergi, asma, dan sebagainya)
2) Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ), seperti
menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya cenderung kurang
3) Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri,
tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi.
4) Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang perhatian
dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak
mengikuti pelajaran.

( faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu berasal dari :
1) Sekolah, antara lain
a) Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
b) Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)
c) Metode mengajar yang kurang memadai
d) Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar

2) Keluarga (rumah), antara lain :


a) Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis

10
b) Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
c) Keadaan ekonomi.
Menurut Lindgren, (1967 : 55) bahwa lingkungan sekolah, terutama guru. Guru
yang akrab dengan murid, menghargai usaha-usaha murid dalam belajar dan suka
memberi petunjuk kalau murid menghadapi kesulitan, akan dapat menimbulkan
perasaan sukses dalam diri muridnya dan hal ini akan menyuburkan keyakinan diri
dalam diri murid. Melalui contoh sikap sehari-hari, guru yang memiliki penilaian diri
yang positif akan ditiru oleh muridnya, sehingga murid-muridnya juga akan memiliki
penilaian diri yang positif.
Jadi jelaslah bahwa guru yang kurang akrab dengan murid, kurang menghargai
usaha-usaha murid maka murid akan merasa kurang diperhatikan dan akan
mengakibatkan murid itu malas belajar atau kurangnya minat belajar sehingga anak itu
akan mengalami kesulitan belajar. Keberhasilan seorang murid dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang berasal dari sekolah seperti guru yang harus benar-benar memperhatikan
peserta didiknya.

2.4 Faktor Pendukung Keberhasilan Guru dalam Memahami Karakteristik Siswa (Remaja)
Usaha memahami peserta didik berhasil dengan baik, jika guru memiliki sifat-
sifat, kemampuan, dan keterampilan tertentu yang merupakan faktor pendukung
keberhasilannya. Oleh karena itu guru perlu memiliki faktor-faktor pendukung tersebut.
Faktor-faktor pendukung yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
a. Kasih sayang yang dalam kepada anak didik, terutama anak yang mengalami
kegagalan dan menampilkan tingkah laku yang menyimpang dalam belajar. Kasih
sayang tanpa pamrih, menjadi tenaga pendorong yang sangat kuat bagi guru untuk
membantu anak didik, sehingga keseriusan dalam melaksanakan usaha memahami anak
terjadi.
b. Kesadaran akan tanggung jawabnya untuk membantu perkembangan anak
didik. Guru menyadari bahwa tugasnya adalah menjadikan anak didiknya berkembang
optimal, maka ia pun menyadari bahwa salah satu tugasnya yang penting adalah
membantu anak agar dapat mengatasi kesulitan yang dialami dalam mencapai
perkembangan yang optimal.
c. Kesabaran yang tinggi dalam melakukan usaha memahami, maupun
menunggu hasil usaha. Memahami anak memerlukan waktu yang relatif panjang dan
ketekunan. Hal ini disebabkan guru bekerja dengan jiwa, atau tingkah laku yang
sangat kompleks. Tingkah laku anak yang ditampilkannya sekarang bukanlah terbentuk
semalam, tetapi melalui sejarah perkembangan yang panjang. Itu pula sebabnya guru
perlu melakukan berbagai cara untuk memahami anak, sehingga data dan informasi
yang lengkap dapat diketahui guru.
d. Keterampilan untuk melaksanakan berbagai cara atau teknik memahami anak
didik seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Misalnya keterampilan
melaksanakan wawancara; pengamatan dan pendekatan terhadap anak. Untuk itu guru
perlu latihan terus menerus tanpa mengenal bosan, kecewa atau putus asa.

11
e. Keterampilan dalam mengadministrasikan data peserta didik, dan
kemampuan menerjemahkan data sehingga menjadi informasi yang jelas tentang
peserta didik.

2.5 Peranan Guru dalam Memahami Karakteristik Siswa (Remaja)


Sebagai seorang guru yang profesional harus memahami bentuk karakteristik
siswa, karena setiap antara satu dan lainnya. Disinilah peran dan fungsi serta tanggung
jawab guru, selain mengajar juga perlu memperhatikan keragaman karakteristik
perilaku siswa, sehingga peran guru bukan hanya sebagai pendidik akan tetapi guru
juga mempunyai tugas sebagai motivator atau pendorong, sebagai pembimbing dan
memberi fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan. Secara lebih
terperinci tugas guru berpusat pada:
1. Mendidik anak dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan,
baik jangka panjang maupun jangka pendek.
2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
3. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan
penyesuaian diri.
Demikianlah, dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai
penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab akan
keseluruhan perkembangan kepribadian murid. Ia harus mampu menciptakan proses
belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang murid untuk belajar secara
aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.
Selanjutnya dalam peranannya sebagai (pengarah) belajar, hendaknya guru
senantiasa berusaha untuk menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi
peserta didik untuk belajar.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Karakteristik remaja merupakan suatu ciri khas yang menetap pada diri
seseorang remaja dalam berbagai situasi dan dalam berbagai kondisi, yang mampu
membedakan antara remaja yang satu dengan remaja yang lain. Karakteristik remaja ini
misalnya ada remaja yang tinggi, gemuk, periang pemalu, pemberontak dan sebagainya.
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja sekolah menengah ditandai
dengan pertumbuhan fisik, pertumbuhan seksual, perkembangan emosi, moral, dan
social.
Dalam pendidikan, sebagai seorang guru yang profesional harus memahami
betul karakteristik siswa, karena setiap antara satu dan lainnya. Disinilah peran dan
fungsi serta tanggung jawab guru, selain mengajar juga perlu memperhatikan
keragaman karakteristik perilaku siswa, sehingga peran guru bukan hanya sebagai
pendidik akan tetapi guru juga mempunyai tugas sebagai motivator. Untuk mengenali
karakteristik siswa dapat dilakukan mengetahui sifat/ karakter siswa, mengetahui latar
belakang siswa, mendidik tanpa pamrih, membantu anak didik agar dapat mengatasi
kesulitan yang dialami dalam mencapai perkembangan yang optimal, keterampilan
untuk melaksanakan berbagai cara atau teknik memahami anak didik seperti
keterampilan melaksanakan wawancara; pengamatan dan pendekatan terhadap anak.
Dengan memahami karakteristik kepribadian setiap siswa, pendidik dapat memberikan
perlakuan yang sesuai dengan karakteristik kepribadian siswa yang dihadapi.

3.2 Saran
3.2.1 Untuk Mengenali karakteristik siswa diharapkan guru melakukan berbagai cara
dan melalui pendekatan kepada peserta didik.

13
Daftar Pustaka
http://didindyah.blogspot.co.id/2013/04/makalah-karakteristik-remaja-dan.html
Desmita. 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Syamsuddin, Abin. 2012. Psikologi Kependidikan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya

14

Anda mungkin juga menyukai