Anda di halaman 1dari 94

DOGMATIKA

(Doktrin Trinaitas, Manusia dan Gereja)

Yona Gulo, S.Th.,M.Th

Pardamean Manalu, S.Th.,M.Th

Novita Romauli Saragih, S.Th.,M.Th

FKIP PAK UDA

MEDAN

MEDIO SEPTEMBER 2021

0
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................3
A. Defenisi Istilah..........................................................................................3
B. Tempat Dogmatika Di Dalam Seluruh Ilmu Teologi..................................4
C. Sejarah Perkembangan Dogmatika...........................................................6
D. Ketentuan Dogma.....................................................................................8

BAB II ALLAH.............................................................................................................9
A. Keberadaan Allah.....................................................................................9
B. 'Bukti rasional tentang keberadaan Allah'................................................9
C. Mengevaluasi pendekatan rasional'.......................................................13
D. Alasan-alasan yang mendukung teologalami'........................................14
E. Sifat-sifat Allah.......................................................................................18

BAB III ALLAH TRITUNGGAL.....................................................................................23


A. Ajaran Alkitab........................................................................................23
B. Mengerti ajaran ini................................................................................25
C. Kemanusiaan Yesus Kristus...................................................................30
D. Keilahian Yesus Kristus .........................................................................34
E. Kesadaran diri Yesus dan pernyataan-Nya....................................................40
F. Pernyataan tidak langsung....................................................................42
G. Kesimpulan............................................................................................44

BAB IV.MANUSIA...................................................................................................48
A. Watak Manusia.....................................................................................49
B. Asal usul kehidupan...............................................................................51
C. Kesatuan pribadi manusia.....................................................................56
D. Manusia dalam hubungan dengan sesamanya.....................................57
BAB V. BAB V ROH KUDUS.................................................................................60
A. Pribadi Roh Kudus Dalam Perjanjian Lama...........................................60
B. Pribadi Roh Kudus Dalam Perjanjian Baru.............................................62
BAB VI. GEREJA........................................................................................................65

A. Identitas Gereja....................................................................................65
B. Ciri-ciri Gereja yang Sejati....................................................................70

KEPUSTAKAAN.........................................................................................................74

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Tritunggal yang senntiasa memelihara umatNya.


Tiada hari berlalu tanpa campur tanganNya. Terlebih dapat terselesaikannya Buku
Pegangan Kuliah Mahasiswa ini.

Kiranya Buku ini dapat bermanfaat sebagai buku pegangan bagi Mahasiswa
Mata Kuliah Dogmatika. Buku ini tentu bukan satu-satunya sumber, namun sudah
barang tentu dapat membantu. Buku ini disebut BUKU PEGANGAN KULIAH
MAHASISWA (BPKM), karena dijadikan materi perkuliahan pada semester Ganjil
dan Genap.

BPKM ini bukanlah buah pena penulis melainkan disadur dari berbagai
sumber, terutama dari Buku “Menggali Kebenaran” yang ditulis oleh Bruce Milne
(BPK GM, Jakarta1996).

BPKM ini masih perlu disempurnakan, oleh karenanya, penyusun mengharapkan


feed back baik dari mahasiswa maupun dari mereka yang membacanya. Itulah
sebabnya BPKM ini diperuntukkan untuk kalangan sendiri.

Akhirnya penyusun mengutip pribahasa :Learning is from womb to tomb” .


Semoga perjuangan kita tidak sia-sia.

Medan, Pebruari 2032

Penyusun

(Yona Gulo, S.Th.,M.Th)

2
BAB I PENDAHULUAN
A. Definisi Istilah
Istilah “dogmatika” berasal dari kata Yunani, “dogma” yang berarti “hal yang
dipegang sebagai suatu opini” atau bisa juga menunjuk pada “suatu doktrin atau
badan dari doktrin-doktrin teologi dan agama yang secara formal dinyatakan dan
diproklamasikan sebagai suatu yang berotoritas oleh gereja.” Istilah ini bukanlah
istilah yang asing bagi Alkitab sebab dalam Perjanjian Baru ada beberapa ayat yang
menyebutkan kata dogma, dengan berbagai variasi pengertian. Enam di antaranya
adalah:
 Lukas 2:1; Kisah Para Rasul 17:7; Ibrani 11:23 dengan arti ketetapan, perintah
dari kaisar atau raja
 Efesus 2:15; Kolose 2:14 dengan arti perintah hukum, ketentuan hukum, yang
berasal dari Musa
 Kisah 16:4 dengan arti keputusan Kristen
Dalam ayat Kisah 16:4 dijelaskan oleh Lukas bahwa Paulus dan Silas berjalan
keliling di Asia dari kota ke kota sambil menyampaikan dogmata (keputusan-
keputusan) yang diambil oleh para rasul dan para penatua di Yerusalem dengan
pesan supaya jemaat menurutinya. Keputusan-keputusan ini menyangkut baik
“ajaran Kristen,” yaitu kebebasan dari kuk Hukum Musa yang telah digenapi oleh
Yesus Kristus maupun “kehidupan Kristen,” yakni menjauhkan diri dari makanan
yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulkan, dari daging binatang
yang mati lemas dan dari darah (bandingkan Kisah Para Rasul 15:20, 29).
Pengakuan Petrus yang dicatat dalam Matius 16:16 pun dapat dikatagorikan
sebagai dogma. Ia menyatakan Yesus adalah Kristus, Anak Allah yang hidup ketika
Yesus bertanya kepada murid-murid siapa Ia di mata mereka. Jawaban Petrus ini
merupakan suatu konfesi dalam bentuk yang pendek dan sederhana. Dengan
seiring perjalanan waktu, dogma tidaklah mungkin lagi seperti itu. Terjadi
perkembangan dalam dogmatika yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
ditemui.

3
B. Sejarah Perkembangan Dogmatika

Istilah “dogmatika” diperkenalkan pertama kali pada abad ke-17, tepatnya tahun
1659, ketika L. Fr. Reinhart menulis sebuah buku teologis yang berjudul Synopsis
Teologie ae (Ikhtisar Teologi Dogmatis). Pada awalnya apa yang disebut dogmatika
pada saat ini memiliki berbagai istilah, tergantung pada individu yang
mengembangkannya.
Pada perkembangan selanjutnya, di abad kedelapan belas, S. J. Baumgarten
menerbitkan bukunya dengan judul Evangelische Glaubenslehre (Ajaran Iman
Evangelis 1759-1760), yang memperkenalkan nama “ajaran iman,” yang lalu diikuti
oleh F. D. E. Schleiermacher, penulis buku Der Christliche Glaube (Iman Kristen I, II)
tahun 1821-1822.
Bapak-bapak Rasuli dan kaum apologet abad kedua dan abad ketiga sesudah
Kristus secara langsung memihak kepada penggunaan kata dogma yang nyata
dalam Kisah Para Rasul 16:4. Mereka juga tidak hanya menghubungkan kata ini
dengan “ajaran Kristen”, melainkan juga dengan “kehidupan Kristen.”
Namun kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kata “dogma” lebih sering
dihubungkan dengan “ajaran Kristen” bahkan “ajaran gereja-gereja” daripada
“kehidupan Kristen.” Terjadi suatu proses yang menyebabkan terjadinya
pemisahan yang hebat antara “kehidupan” dan “ajaran” bahkan antara “praktek”
dan “teori” dan menyamaratakan dogma dengan “ajaran gereja.” Hal ini tampak
jelas terutama di dalam gereja Katolik Roma. Dalam karangan I Klug umpamanya,
seorang teolog Roma yang termasyur pada masa antara perang dunia yang
pertama dan yang kedua, ia mendefinisikan dogma sebagai “sebuah dalil yang
dinyatakan oleh gereja sebagai kebenaran wahyu dan yang pada waktu yang sama
dirumuskan.”

B. Tempat Dogmatika Di Dalam Seluruh Ilmu Teologi

Dogmatika dapat diumpamakan sebagai ranting dalam “pohon” ilmu teologi. Ada
banyak ranting di dalam “pohon” tersebut yang juga disebut teologi sehingga

4
masing-masing ranting itu kemudian perlu memakai nama sifat, umpamanya
historika, praktika dan lain-lain. Maka nama-nama ini disebut teologi historika,
teologi praktika, teologi biblika, teologi dogmatika dan sebagainya.
Istilah “dogmatika” maupun “teologi” sering dipertukarkan dan dikacaukan
dalampenggunaannya sehingga terjadi kerancuan. Padahal dalam bentuk yang
sederhananya, istilah ini artinya “perintah”, “ketetapan,” “keputusan,” “resolusi,”
“doktrin,” “opini” dan “azas.” Kata kerja dalam bahasa Yunani untuk istilah
“dogma” ini adalah dogmatizo, artinya menetapkan atau menitahkan.
Sumber dogmatika adalah Alkitab, seperti halnya juga dengan teologia. Tapi
penekanan dalam dogmatika adalah penetapan atau keputusan gereja tentang
pokok-pokok ajaran Kristen. Itu sebabnya denominasi-denominasi gereja dapat
memiliki dogma masing-masing yang berbeda dan bahkan mungkin ada bagian-
bagian yang bertentangan. Sedangkan teologia mempunyai cakupan yang lebih
luas dibandingkan dengan dogmatika sebab tidak dibatasi oleh tembok-tembok
denominasi. Karena itu dalam perkembangan kemudian, dogmatika diterima
sebagai suatu cabang dari teologi.
Relasi antara dogmatika dengan disiplin ilmu teologi lain dapat digambarkan
sebagai berikut:

KITAB SUCI

INTRODUKSI EKSEGESIS HERMENEUTIK

TEOLOGI BIBLIKA

TEOLOGI SISTEMATIK
DAN TEOLOGI DOGMATIK

APOLOGETIK TEOLOGI HISTORIKAL TEOLOGI


DAN TEOLOGI KONTEMPORER PRAKTIKAL

Dari bagan di atas terlihatlah bagaimana teologi dogmatika menempati kedudukan


yang sama dengan teologi sistematika. Memang keduanya sering dianggap
sinonim, padahal jelas keduanya berbeda. Dogma menunjuk pada suatu proposisi
doktrinal yang disusun berdasarkan studi eksegetikal Alkitab dan menunjukkan

5
suatu derajat atau keputusan dari gereja, sementara teologi sistematika tidak
perlu melibatkan pernyataan berotoritas dari gereja. Teologi membahas doktrin-
doktrin yang sama dan biasanya dalam garis besar dan cara yang sama seperti
teologi sistematik, tetapi dari posisi teologis tertentu dan merupakan identifikasi
dari gereja.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa dogmatika adalah bagian dari ilmu teologi yang
bertugas untuk: pertama, menyelidiki dan membuktikan apakah ajaran gereja dan
dogma-dogmanya, baik pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang, sesuai
dengan firman Allah atau tidak. Kedua, menghidupkan firman Tuhan untuk masa
kini serta membuktikan relevansinya. Dan ketiga, menanggapi dan menyanggah
ajaran luar lainnya. Seorang teolog modern yang cukup terkemuka, Karl Barth,
merumuskan peranan dogma sebagai “usaha” yang secara kritis mempersoalkan
persesuaian antara pemberitaan gereja (sebagaimana dilaksanakan dan harus
dilaksanakan oleh manusia) dengan pernyataan Allah yang disaksikan oleh Alkitab.
Dari ketiga fungsinya tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa peranan dan tugas
dogmatika amat luas dan menentukan.

C. Ketentuan Dogma
Ditentukan oleh Gereja
Dogma mempunyai kuasa dan ditentukan oleh gereja. Namun, hanya Alkitablah
yang menjadi sumber dogma. Memang gereja dapat menentukan dogma, tetapi
tiap-tiap orang percaya boleh membandingkan dogma-dogma dengan Kitab Suci,
dan kalau terdapat dogma yang tidak sesuai firman Tuhan, maka harus diusahakan
supaya dogma itu dibuang atau diubah oleh gereja. Di sinilah letak perbedaan
antara gereja Protestan dan gereja Katolik di mana gereja Roma Katolik
meletakkan dasar kepastian dogma sepenuhnya kepada gereja. Hal ini merupakan
implikasi dari pandangan Roma Katolik tentang gereja bahwa gereja tidak dapat
tersesat. Hal ini dimulai pada abad pertengahan ketika gereja Katolik
mengembangkan ajaran depositum fidei, yakni suatu konsepsi bahwa kepada
gereja telah dipercayakan sejumlah perbendaharaan kebenaran sehingga tidak ada

6
satu pun dari perbendaharaan ini yang hilang, tetapi dapat dikembangkan secara
eksplisit. Konsekuensi dari hal ini adalah Katolisisme modern mengklaim dogma-
dogmanya infalibilitas sebagaimana tampak dalam Konsili Trente dan Konsili
Vatikan I.
Di lain pihak, gereja-gereja Protestan tidak percaya kepada “suatu gereja yang tak
dapat bersalah” yang mempunyai “jabatan yang tak dapat bersalah,” yang
berkuasa untuk merumuskan “ucapan-ucapan yang tak dapat bersalah.”
Protestanisme tidak memahami dogma sebagai kebenaran wahyu yang ilahi, yang
dirumuskan oleh gereja supaya berlaku sampai kekal, melainkan sebagai
kebenaran iman yang insani, yang masa kini secara eksistensial diakui oleh jemaat
Kristen dan anggota-anggotanya atau sebagai “keselarasan penyampaian gereja
dengan wahyu yang disaksikan dalam Alkitab” (Karl Barth). Inilah yang menjadikan
dogma dalam gereja Protestan sifatnya relatif. Selain dari pada itu, perumusan
bentuknya disusun oleh manusia sehingga tidak sekuat penyataan Tuhan. Kita
menyadari bahwa penyataan Tuhan dalam, lebar, dan tingginya melebihi akal budi
manusia. Dari sebab itu tak mungkin penyataan Tuhan seluruhnya, secara habis-
habisan dijadikan dogma. Hal ini dapat digambarkan seperti: terang matahari tidak
dapat diterima semuanya oleh sebuah rumah, hanya sebagian kecil dari sinar
matahari yang dapat ditangkap olehnya. Jadi jelas, bahwa dogma bukan Firman
Allah sendiri, maka tidak mutlak adanya.
Objek dogmatika bukanlah dogma-dogma gereja, melainkan Kitab Suci secara
keseluruhan. Dogma-dogma ialah rumusan-rumusan dari pengertian-pengertian
yang pokok di dalam Kitab Suci. Tetapi perlu disadari bahwa masih banyak isi Kitab
Suci yang belum atau tidak akan menjadi dogma. Isi ini harus diselidiki juga. Harus
kita sadari bahwa segala pernyataan Tuhan dalam Alkitab merupakan suatu
keselarasan, suatu kesatuan. Kalau kita tidak melihat kesatuan ini (sebab di dalam
Kitab Suci memang terdapat hal-hal yang kelihatannya sering bertentangan) maka
kesatuan itu harus dicari.
Dogmatika ini juga memiliki hubungan yang erat sekali dengan etika. Keduanya
tidak dapat dipisahkan. Alasannya adalah karena lama kelamaan terlalu banyak

7
yang harus dibicarakan dalam dogmatika, maka orang menceraikan sebagian dari
dogmatika disebut etika yang dapat dikatakan sebagai berikut: pelaksanaan
pernyataan Kitab Suci di dalam sikap orang percaya terhadap diri sendiri dan dunia
sekitarnya.

D. Metode Dogmatika

Metode yang harus dipakai dalam merumuskan dan mempelajari dogma adalah
sebagai berikut:
1) Memandang Kitab Suci sebagai sumber dogmatika.
2) Pengakuan Iman Rasuli
3) Tidak objektif. Ada pautan, penunjuk arah yang harus dipakai oleh penyelidik
dogmatika, yaitu pengakuan gereja, agar tidak sia-sia saja dan agar dogmatika
dapat memperkaya pengakuan-pengakuan gereja dan tidak malah
mempermiskinkannya. Meskipun, kalau perlu, pengakuan dapat dikritik jua.
4) Orang yang mengerjakan juga harus dipandang penting. Dengan singkat harus
dinyatakan, bahwa orang yang menyelidiki dogmatika harus percaya akan Kitab
Suci sebagai firman Tuhan. Metode yang dianjurkan banyak orang dan yang
kelihatannya secara ilmiah, yaitu dengan dasar keobjektifan sebenarnya tidak
mungkin dipakai sebab:
a) Keobjektifan di dalam agama tidak mungkin. Kita tak dapat berdiri di luar segala
agama, kemudian menyelidiki agama itu.
b) Orang yang tidak percaya tidak dapat membicarakan kepercayaan
c) Cara objektif merendahkan penyataan Tuhan sebab menjadikan pernyataan ini
relatif. Dengan demikian kesimpulan dapat ditarik, bahwa orang yang mempelajari
dogmatika itu harus orang yang percaya akan Kitab Suci sebagai Firman Tuhan.

8
BAB II

ALLAH
A. Keberadaan Allah
Mengenai keberadaan Allah, Alkitab tidak memberikan petunjuk- petunjuk
berdasarkan akal, tetapi menyajikan pokok-pokok tentang keberadaan-Nya yang
tak dapat diragukan, misalnya:

"Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi" (Kej 1:1);

"Akulah Tuhan dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah" (Yes 45:5; bnd.
Rom 11:36).

Keberadaan-Nya dan penyataan diri-Nya merupakan prakiraan dasar agama


Alkitab.

Kesadaran intuitif dari manusia akan adanya Allah dibenarkan oleh antropologi

sosial, yang mengakui adanya kesadaran religius yang universal. Orang ateis tetap
merupakan minoritas dalam dunia. Calvin menyebut kesadaran dasar akan Allah ini
sebagai "suatu perasaan tentang keilahian". Seorang teolog Amerika, Hodge (1797-
1879), berbicara tentang keyakinan universal pada manusia bahwa "ada Oknum
yang menjadi tumpuan mereka dan mereka bertanggungjawab kepada- Nya".
Namun, kesadaran lahiriah ini janganlah dinilai terlalu tinggi, karena:

Alkitab tidak menganggap pandangan ini sebagai dasar yang memadai untuk
hubungan dengan Allah yang menyelamatkan; dengan demikian orang Kristen
dapat menjadi tidak peka dan menolak kesulitan yang menghalangi orang bukan
Kristen untuk percaya; dan Alkitab mengatakan bahwa manusia harus
menghampiri Allah melalui iman (Ibr 11:6).

Kesadaran lahiriah tentang adanya Allah tidak meniadakan perlunya mendekati


Allah melalui iman dan rumusan-rumusan iman Kristen historis dimulai dengan
kata-kata: "Aku percaya".

B. 'Bukti rasional tentang keberadaan Allah'


Pemikir-pemikir Kristen sepanjang masa sudah berusaha untuk membuktikan
keberadaan Allah dari unsur-unsur dalam dunia ini. Usaha ini disebut "teologi
alami" dan didasarkan pada hukum-hukum logika kenyataan dunia ini dan
beberapa gagasan filsafat. Ada versi kuat, yang berargumentasi bahwa keberadaan
Allah secara logis dibutuhkan. Ada juga versi lemah, yakni bahwa keberadaan Allah

9
adalah mungkin, atau bahwa argumen-argumen bahwa Ia tidak ada kurang kuat,
atau bahwa hal percaya akan keberadaan Allah bukan hal yang tidak masuk akal.
Pandangan-pandangan utama yang dikemukakan akan diuraikan di bawah ini.

1. 'Ontologi'
Secara filsafat, pandangan ini yang paling penting. Pernyataan klasik yang
diberikan Anselmus (1033-1109) terdiri dari dua tahap: Allah adalah oknum yang
tidak bisa dibayangkan bahwa ada yang lebih besar (atau lebih sempurna)
daripada Dia; dan sesuatu yang hanya berada dalam pikiran berbeda dengan
sesuatu yang berada dalam pikiran dan sekaligus juga dalam kenyataan.

Kalau kedua tahap itu digabung, berarti kalau Allah hanya berada dalam pikiran
dan tidak dalam kenyataan, maka dapat dibayangkan oknum yang lebih sempurna
yaitu yang berada dalam pikiran dan juga dalam kenyataan. Tetapi Allah adalah
oknum yang tidak bisa dibayangkan bahwa ada yang lebih sempurna daripada Dia,
jadi Allah tidak berada hanya dalam pikiran saja. Karena itu harus diterima
alternatifnya: oknum yang paling sempurna berada dalam kenyataan dan dalam
pikiran. Pandangan ontologis ini sangat dikritik oleh filsuf Jerman, Kant (1724-
1804). Ia menunjukkan bahwa argumentasi ini hanya membuktikan bahwa jika ada
oknum yang tertinggi, maka ia harus ada. Sifat ada saja tidak menambahkan apa-
apa kepada suatu konsep. Contohnya, menurut pendapat ini, Rp. 1000,- yang
nyata tidak bernilai lebih tinggi dari Rp 1000,- yang dibayangkan saja.

Akhir-akhir ini pandangan ontologis ini mengalami semacam kebangkitan


kembali. Beberapa filsuf keagamaan masa kini percaya bahwa, jika diakui bahwa
suatu oknum yang tertinggi adalah mungkin, maka Ia harus berada dalam
kenyataan (lihat Plantinga 1974; Ross 1980, Hadiwidjono, 74-75, 1998).

2. 'Kosmologi' atau ‘kausalitas’


Pandangan ini, yang pernyataan klasiknya diberikan oleh Aquinas (kira- kira 1225-
74), menegaskan bahwa keberadaan dunia memerlukan oknum tertinggi yang
menyebabkan keberadaannya itu. Perhatian ditujukan pada fakta kausalitas yang
berarti setiap kejadian ada sebabnya, yang pada gilirannya juga mempunyai
sebab, dan seterusnya sampai pada sebab pertama, yaitu Allah.

Para kritikus menyatakan bahwa pandangan ini tidak dapat menghadapi


alternatifnya, yaitu bahwa mungkin tidak ada "sumber" atau asal pertama. "Alam
semesta ada, dan tak ada yang lain yang dapat dikatakan" (Russell). Tetapi para
pembelanya yakin bahwa pandangan ini tidak boleh dikesampingkan begitu saja.
Akhir-akhir ini pandangan ini sering dirumuskan

10
dengan memakai istilah "kemungkinan" (Ing. _contingency_). Segala sesuatu
bersifat "mungkin" (= ada walaupun tidak harus ada) ataupun "perlu" (= harus
ada). Adanya kenyataan-kenyataan tertentu yang mungkin, dapat dijelaskan pada
tingkat tertentu dengan mengacu pada sebab-sebab terdahulu yang juga mungkin.
Tetapi terjadinya dan kelanjutan segala sesuatu yang mungkin, dianggap sebagai
keseluruhan, hanya dapat dijelaskan jika ada sesuatu yang harus ada, yaitu Allah
(bnd. Geisler 1976; Mascall 1943; Farrer 1943).

3. 'Teleologi'
Pandangan purba ini masuk ke dalam pikiran dunia barat melalui percakapan
Plato, _Timaeus_. Dikatakan, bukti-bukti perencanaan dan tujuan dalam alam
semesta mengharuskan adanya Perencana umum, yaitu Allah. Pernyataan klasik
diberikan oleh Paley (1743-1805). Dalam karyanya_ Natural Theology_ (1802), ia
menggunakan analogi suatu jam tangan yang masih jalan, yang ditemukan di atas
tanah. Secara teoretis, keberadaannya dapat dijelaskan sebagai hasil pertemuan
secara kebetulan dari kekuatan-kekuatan alam, seperti angin, hujan, panas dan
sebagainya. Tetapi ini jelas kurang masuk akal dibandingkan dengan dugaan bahwa
ada seorang ahli pintar yang membuat jam tangan tersebut. Begitu pulasemesta
alam yang memperlihatkan perencanaan menunjukkan adanya suatu Perencana
Agung. Kritikan terpenting terhadap pandangan ini dirumuskan oleh filsuf
Skotlandia, Hume (1711-76). Menurut pandangan Hume, dalam waktu yang tak
terhingga, suatu semesta alam seperti yang kita tempati ini dapat muncul karena
probabilitas saja. Lagi pula semesta alam yang berada karena probabilitas saja itu
tidak dapat tidak menunjukkan bukti "perencanaan", karena perlu ada
penyesuaian antara faktor yang satu dengan yang lain jika alam semesta itu dapat
berada dan berkesinambungan. Pandangan teleologis juga harus
mempertimbangkan hal adanya disteleologi, yaitu proses-proses dalam alam
semesta yang kelihatannya tanpa tujuan atau perencanaan, sepanjang
pengetahuan kita. Seorang ahli hukum Amerika, Horigan, berusaha untuk
merehabilitasi pandangan teleologis dengan pendapat bahwa Darwinisme yang
anti- agama tidak memperhitungkan fakta bahwa alam yang tak hidup bersifat
harmonis dengan evolusi organik. Ditegaskannya pula, bahwa teori evolusi tidak
dapat menjelaskan munculnya otak besar secara cepat dalam rumpun manusia
yang sedang berkembang. Sudah tentu, banyak orang kalau diperhadapkan pada
perencanaan dalam alam semesta dari jarak dekat, misalnya kalau menyaksikan
keajaiban bayi yang baru lahir, atau melihat kecanggihan yang menakjubkan dari
sel-sel mata manusia, menganggap keberatan-keberatan Hume agak teoretis.
Namun, secara filsafat keberatan ini harus dipertimbangkan.

11
4. 'Moral'
Pandangan ini mengatakan bahwa pengalaman universal manusia mengenai
kewajiban moral, atau pengertian tentang "apa yang seharusnya dibuat", serta
kegagalannya memenuhi tuntutan moral itu dari hati nuraninya, tidak dapat
diterangkan secara memadai baik sebagai kepentingan diri sendiri saja, ataupun
sebagai hasil penyesuaian sosial. Keberadaan nilai-nilai moral objektif ini
menunjukkan keberadaan suatu dasar nilai-nilai yang transenden, yaitu Allah.
Pernyataan klasik dari pandangan ini diberikan oleh Kant, yang mengatakan bahwa
Allah (dan kebebasan dan kekekalan) adalah "landasan" kehidupan moral, yaitu
kepercayaan dahulu yang mengakibatkan perasaan akan kewajiban moral tanpa
syarat.

Penganut pandangan ini dituduh justru mengandaikan kebenaran yang hendak


dibuktikannya, yakni bahwa pengalaman moral hanya dapat dijelaskan secara
memuaskan dalam hubungannya dengan agama. Ia juga harus menghadapi bukti-
bukti bahwa orang-orang mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang apa
yang dimaksudkan dengan "baik" serta adanya dilema-dilema moral. Agar dapat
dipertahankan, pandangan ini harus juga menunjukkan bahwa penjelasan-
penjelasan lain (yang sosio- psikologis) tentang timbulnya serta berlanjutnya
perasaan moral ini tidak memuaskan. Beberapa filsuf moral dan pembela Kristen
berpendapat bahwa kesulitan-kesulitan ini dapat diatasi (lihat Owen 1965; Lewis
1952).

5. ' Akal budi'


Pandangan ini mengemukakan bahwa materialisme murni tidak dapat
menerangkan kemampuan pikiran manusia untuk mengambil kesimpulan dari
dasar-dasar pikiran. Operasi intelek manusia dengan efektif, dan sifat-sifat lain dari
pikiran dan bayangan, hanya dapat diterangkan atas dasar adanya pikiran supra-
alami, yaitu Allah. Seandainya tidak ada intelegensi ilahi, bagaimana orang dapat
mengharapkan bahwa pemikirannya benar dan oleh sebab itu, apa alasannya
sehingga argumen-argumen yang dikemukakan untuk mendukung ateisme dapat
diterima? Lewis (1947) merupakan pendukung utama pandangan ini dan akhir-
akhir ini didampingi oleh filsuf agama kebangsaan Amerika, Plantinga (1967),
walaupun melalui jalan yang berbeda.

6. 'Kristologi'

Pandangan ini mengacu pada kriteria dari probabilitas sejarah untuk menunjukkan
bahwa Yesus Kristus hanya dapat dijelaskan secara memuaskan jika diperkirakan
bahwa Allah hadir dan berkarya di dalam Dia. Para pendukung pandangan ini

12
menunjukkan sifat pribadi-Nya yang tak bernoda, pernyataan-Nya yang
mengherankan tentang diri-Nya dan misi-Nya, dan khususnya bukti kebangkitan-
Nya. Dalam hal terakhir ini, perhatian khususnya ditujukan pada kesulitan yang
dialami untuk memberikan penjelasan lain yanglebih memadai tentang munculnya
gereja Kristen dengan begitu cepat sesudah kematian Yesus, jikaIau tidak bangkit.
Pandangan ini harus menghadapi pertanyaan mengenai keterandalan historis
tulisan Perjanjian Baru dan kesulitan filosofis yang ditimbulkan oleh mujizat-
mujizat Yesus. Akhir-akhir ini ada ahli-ahli yang bergabung dengan para pembela
Kristen populer dalam pernyataan bahwa keberatan-keberatan ini dapat diatasi
dan pertimbangan-pertimbangan yang historis semata-mata membawa orang
dekat kepada kepercayaan.

C. ‘Mengevaluasi pendekatan rasional'


1. 'Alasan-alasan yang melawan pendekatan rasional'
Ada penulis-penulis Kristen yang secara prinsip kurang senang dengan
pendekatan ini. Mereka menekankan bahwa "bukti-bukti" yang diuraikan di atas
sebenarnya tidak membuktikan keberadaan Allah secara tuntas, dan selanjutnya
mereka mengajukan beberapa pertanyaan.

(a) Siapakah Allah itu? Setinggi-tingginya pandangan-pandangan rasional dapat


membuktikan adanya suatu Kuasa Mahabesar, Sebab Per- tama, Penjamin moral
dan sebagainya. Tetapi ini belum tentu sama dengan Allah Alkitab, yakni objek
iman dan ibadah Kristen. (Tentulah argumentasi kristologis tidak kena keberatan
ini.)

(b) Bagaimana Allah dapat dikenal? Alkitab mengajarkan bahwa sesungguhnya


Allah hanya dikenal melalui iman. Pembelaan rasional menganggap bahwa Ia dapat
dikenal tanpa penyataan khusus. Tetapi justru inilah teori pengetahuan yang
dipegang dalam abad pertengahan yang ditolak para reformis demi agama
alkitabiah. Selanjutnya, seperti ditunjukkan dalam sejarah dengan jelas, kalau akal
manusia diberikan otonomi sejauh ini, maka cepat atau lambat ia akan
berkembang melam- paui batas-batasnya dan merebut tempat iman; pada
gilirannya hal ini mengancam pengertian tentang anugerah yang menyelamatkan
dan mengurangi kemuliaan Allah. Misalnya, ada Socinianisme pada abad ke- 16,
unitarianisme pada abad ke-17, deisme pada abad ke-18, dan liberalisme klasik
pada abad ke-19.

(c) Apa sikap manusia dalam hubungannya dengan Allah? Pandangan rasional
menganggap adanya kesinambungan antara manusia dan Allah, yang disangkal
oleh Alkitab yang membuka fakta bahwa ketidak- percayaan merupakan
permusuhan terhadap Allah. Rasionalisme tidak menolong orang yang tidak

13
percaya karena menyembunyikan kenyataan ini. Lagi pula, kalau argumen rasional
gagal meyakinkan orang bukan

Kristen ada kemungkinan besar orang ini bahkan dikuatkan dalam sikap tidak
percaya dan dengan demikian menjadi lebih tertutup terhadap tantangan moral
Injil apabila dijumpai pada kemudian hari.

(d) Apa yang diajarkan oleh Alkitab? Menurut Alkitab, manusia sudah sadar akan
kehadiran Allah akan tetapi menolak kesaksian ini. Tugas orang Kristen adalah
menghadapkan orang bukan Kristen dengan Allah, yang kehadiran-Nya sudah ia
sadari sendiri, bukan untuk mempertim- bangkan prakiraannya bahwa mungkin
Allah tidak ada. Orang berdosa hanya dapat memperoleh pengetahuan
sesungguhnya tentang Allah melalui dilahirkan kembali oleh Roh Kudus sesudah
mereka percaya kepada Injil.

D. Alasan-alasan yang mendukung teologi alami'


Ada juga beberapa pemikir Kristen yang memanfaatkan pendekatan rasional.

(a) _Secara teologis_ dikemukakan bahwa manusia, biarpun jatuh dalam dosa,
tetap merupakan makhluk yang diciptakan menurut rupa dan gam- bar Allah. Oleh
sebab itu Allah tidak sepenuhnya absen dari pikiran dan pengalaman manusia.
Dengan demikian, pengalaman serta penalaran manusia tentang dunia boleh jadi
merupakan jalan kepada Allah.

(b) _Secara alkitabiah_ ditandaskan bahwa Yesus dan Paulus sering ber- debat
dengan pendengar-pendengarnya. Kesaksian Paulus di pusat-pusat kebudayaan
Yunani meliputi pembelaan Injil terhadap kritik rasional ('Kis 19:9'). Di Atena,
Paulus bertukar pikiran dengan pendengar- pendengarnya berdasarkan
pengalaman mereka langsung ('Kis 17:22-23'). Untuk mendukung argumentasinya,
Ia juga mengacu pada sastrawan mereka ('Kis 17:28'), selain Injil dan penyataan
('Kis 17:30-31'). Paulus dan Petrus menyebut suara hati kafir sebagai tolok ukur
yang dapat dipercaya untuk mengukur sifat moral Kristen ('1Tim 3:7; 1Pet 3:16')
dan kelihatannya prinsip ini dapat diberlakukan juga bagi akal orang kafir. Orang
Kristen mula-mula juga mendasarkan diri pada bukti-bukti sejarah untuk
mendukung tuntutannya tentang Yesus, khususnya kebangkitan-Nya ('Kis 3:15;
5:31-32; 1Kor 15:3-4').

(c) _Secara penginjilan_ dianjurkan bahwa jurang antara orang Kristen dengan
bukan Kristen begitu lebar, sehingga perlu memulai pekabaran Injil di tempat
orang bukan Kristen hadir dan menghadapi keberatan serta pertanyaannya.
Pembelaan rasional khususnya dapat membantu menghilangkan salah paham yang
menyatakan bahwa menjadi Kristen itu sama dengan membunuh akal seseorang.

14
(d) _Secara historis_ dijelaskan bahwa metode rasional telah membantu banyak
orang untuk menjadi Kristen.

3. ‘Ulasan akhir'

Evaluasi kita tentang manfaat pendekatan rasional terhadap pembelaan Kristen


akan mencerminkan evaluasi kita mengenai seberapa jauh kejatuhan manusia ke
dalam dosa telah mempengaruhi kesadaran dan kemampuan asli manusia bagi
persekutuan dengan Allah.

Kelihatannya ada tempat bagi argumentasi pembelaan untuk menghadapi


prasangka anti-rasional yang tajam terhadap agama Kristen.

Agaknya ini sebaiknya dilakukan dengan cara menunjukkan kekonsek- wenan dan
kelebihan pandangan Kristen secara menyeluruh sebagai keterangan keberadaan,
dan bukan mengikuti satu atau dua argumen ter- tentu. Pendekatan rasional,
khususnya dengan mendasarkan diri pada bukti keilahian Kristus serta kesaksian
Alkitab tentang Dia, dapat membantu menangkis tuduhan bahwa iman Kristen
tergantung pada faktor-faktor subjektif. Akan tetapi orang Kristen harus
menghindari pendekatan apa pun kepada orang bukan Kristen yang mengurangi
kemuliaan Allah, yang tidak mengindahkan atau yang mengaburkan sifat moral
dalam hubungan manusia dengan Allah, atau perlunya pertobatan, pengampunan
dan perdamaian.

Memang Allah dalam Alkitab adalah jauh lebih besar daripada Allah dalam
teologi alami. Cara mengenal Allah hanya dapat dibicarakan dengan baik dalam
hubungannya dengan siapa sebenarnya Dia, maka orang Kristen akan menolong
orang yang ingin mereka sadarkan akan iman, dengan cara menunjukkan sebaik-
baiknya Allah Alkitab dalam keseluruhan kemuliaan dan kebesaran-Nya yang
transenden, keindahan dan kuasa, anugerah dan kekudusan-Nya. Dan mereka
harus juga mem- perlihatkan realitas-Nya dalam hidup pribadi mereka dan dalam
per- sekutuan Kristen.

'Bahan Alkitab'

'Kejadian 1:1; Keluaran 3:14-15; Ayub 23:1-17; 37:19'; 'Yesaya 40:25-28; 42:8;
43:11-13';

'Kisah 14:14-18; 17:16-34; Roma 1:18-32; 11:33; 2Korintus 4:4'; '1Tesalonika 1:9;
1Timotius 6:16; Ibrani 11:6'.

'Bahan diskusi/penelitian'

1. Sebutkanlah beberapa pandangan filsafat tentang keberadaan Allah.

15
Menurut Anda, manakah yang paling meyakinkan?

2. Selidiki nilai pandangan tersebut dalam terang

(a) ajaran Alkitab tentang hakikat Allah,

(b) ajaran Alkitab tentang sifat manusia, dan

(c) kesaksian para rasul.

3. Apa fungsi dan keterbatasan pembelaan dalam hal

(a) memperteguh iman orang Kristen,

(b) membela iman terhadap kritikan, dan

(c) membawakan Injil kepada orang bukan Kristen?

4. Apa pandangan Alkitab mengenai hubungan antara iman dan akal manusia?

'Bahan Alkitab'

'Kejadian 1:1; Keluaran 3:14-15; Ayub 23:1-17; 37:19'; 'Yesaya 40:25-28; 42:8;
43:11-13'; 'Kisah 14:14-18; 17:16-34; Roma 1:18-32; 11:33; 2Korintus 4:4';
'1Tesalonika 1:9; 1Timotius 6:16; Ibrani 11:6'.

'Bahan diskusi/penelitian'

1. Sebutkanlah beberapa pandangan filsafat tentang keberadaan Allah.

Menurut Anda, manakah yang paling meyakinkan?

2. Selidiki nilai pandangan tersebut dalam terang

(a) ajaran Alkitab tentang hakikat Allah,

(b) ajaran Alkitab tentang sifat manusia, dan

(c) kesaksian para rasul.

3. Apa fungsi dan keterbatasan pembelaan dalam hal

(a) memperteguh iman orang Kristen,

(b) membela iman terhadap kritikan, dan

(c) membawakan Injil kepada orang bukan Kristen?

4. Apa pandangan Alkitab mengenai hubungan antara iman dan akal manusia?

16
E. Sifat-sifat Allah
Allah Tritunggal telah menyatakan diri-Nya sedemikian rupa sehingga kita dapat
mengenal beberapa sifat diri-Nya. Sifat-sifat Allah itu telah digolongkan menurut
berbagai cara. Cara yang paling penting mem- bedakan antara: sifat-sifat yang
unik (Ing. _incommunicable_), seperti keberadaan diri-Nya yang tidak ada
kesejajaran dengan manusia; dan sifat-sifat yang tidak unik (Ing.
_communicable_), seperti kasih atau keadilan, yang dapat dicerminkan dalam
makhluk moral lain.

Dalam membahas sifat-sifat Allah, Calvin menulis "agar kita tetap bijaksana, Allah
berbicara sedikit saja tentang hakikat-Nya". Oleh sebab itu, tanpa meniadakan satu
segi pun dari penyingkapan diri Allah sebaiknya kita jangan menggambarkan dan
membedakan terlalu rinci. Perlu pula mengingat bahwa sifat-sifat itu ada pada
Allah sebagai kesatuan yang tak terpisahkan.

1. Kemuliaan Allah
Istilah "kemuliaan" sering ditemukan dalam Alkitab dan biasanya berarti
manifestasi keberadaan Allah. Kemuliaan-Nya mengungkapkan inti keberadaan-
Nya sebagai Allah, kemegahan ilahi-Nya, dan keilahian-Nya yang murni. Istilah
senada "kemahatinggian" menunjukkan sifat Allah yang melampaui realitas yang
terbatas. Dalam Alkitab, sifat ini dinyatakan pada saat Allah memperlihatkan diri
di Gunung Sinai ('Kel 19:1-24:18'): "Tampaknya kemuliaan Tuhan sebagai api yang
menghanguskan di puncak gunung itu" ('Kel 24:17'; bnd. 'Kel 19:16-22'). Yehezkiel
menerima wahyu yang menakjubkan tentang Allah di tepi Sungai Kebar ('Yeh 1:1-
28'). Juga agak mirip dengan gambaran Yesus yang dimuliakan: "mataNya bagaikan
nyala api . . . wajahNya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik" ('Wahy 1:14-
16'). Paulus bersaksi telah melihat "kemuliaan Allah yang nampak pada wajah
Kristus" ('2Kor 4:6'; bnd. 'Yoh 1:14'Mat.17) dalam penampakan diri Kristus yang
menyilaukan di jalan menuju Damsyik. Kemuliaan ilahi hanya dapat kelihatan kalau
orang bersembah sujud di hadapan-Nya dengan rasa khidmat dan memuja.

Sifat ini juga meliputi berbagai segi lain. Kemuliaan Allah menunjukkan:
ketakterbatasan Allah, yang "bersemayam dalam terang yang tak terhampiri"
('1Tim 6:16'), yang "tak terselidiki keputusan- keputusanNya dan sungguh tak
terselami jalan-jalanNya!" ('Rom 11:33'); keberadaan diri Allah yang tidak
tergantung pada apa pun yang lain ('Kej 1:1'), yang "tidak dilayani . . . seolah-
olah Ia kekurangan apa-apa" ('Kis 17:25', bnd. 'Yes 40:13'); dan kemantapan
Allah yang selalu konsisten, yang tidak berubah ('Mal 3:6; Yak 1:17'; bnd. 'Ibr
13:8'), suatu sifat yang diungkapkan dalam kesetiaan dan keterandalan dalam
hubungan Allah dengan umat-Nya dan menjadi dasar perjanjian.

17
Kemuliaan Allah menyatakan keunggulan dan swasembada Allah
yangmutlak.Penciptaanalam semesta dan manusia adalah perbuatan- perbuatan
anugerah yang bebas, bukan keperluan bagi Allah. Dengan begitu, nilai akhir dan
arti manusia terletak dalam kemuliaan-Nya itu (bnd. 'Ef 1:12').

Pandangan tentang Allah ini tidak disukai oleh manusia modern. Ada juga
orang yang berpendapat bahwa Allah yang swasembada, yang bertindak hanya
demi kemuliaan-Nya sendiri, tidak patut dipuja. Namun orang ini lupa bahwa Allah
yang mulia juga murah hati, yang mengorbankan diri di kayu salib untuk
menyelamatkan manusia. Dengan demikian, sekalipun rencana Allah mencakup
kemuliaan-Nya sendiri, namun rencana itu sekaligus ditujukan untuk memperoleh
kesejahteraan yang kekal bagi manusia. Prinsip yang mendasari pemikiran ini
dinyatakan oleh Calvin: "Di atas segala-galanya kita dilahirkan bagi Allah dan bukan
bagi diri kita sendiri". Apakah orang setuju atau tidak dengan pernyataan itu
merupakan batu ujian bagi seluruh pemikiran manusia mengenai Tuhan.

2. Ketuhanan Allah
Nama Allah yang paling sering dipakai dalam Perjanjian Lama ialah _Yhwh_,
yang dihubungkan khususnya dengan perjanjian antara Allah dan bangsa Israel.
_Yhwh_ adalah sebutan Allah bagi diri-Nya ketika Musa menanyakan nama-Nya
('Kel 3:13-15'), yang diartikan "AKU ADALAH AKU". Sebutan itu dapat juga berarti
"Aku akan ada yang Aku akan ada" dan merupakan janji Allah untuk memenuhi
rencana-Nya untuk mem- bebaskan Israel dari Mesir dan menempatkan mereka di
negeri perjanji- an. Nama itu menunjuk pada kesetiaan Allah kepada bangsa-Nya
dan kepastian janji-Nya.

Keyakinan yang sama diperlihatkan dengan menunjuk pada _kedaulatan_


Allah. Ia memerintah dunia dan kehendak-Nya merupakan penyebab akhir dari
segala sesuatu, termasuk penciptaan dan pemeliharaan ('Mazm 95:6'; 'Wahy
4:11'), pemerintahan manusiawi ('Ams 21:1; Dan 4:35'), penyelamatan umat Allah
('Rom 8:29; Ef 1:4,11'), penderitaan Kristus ('Luk 22:42; Kis 2:23'), penderitaan
orang Kristen ('Fili 1:29'; '1Pet 3:17'), hidup dan masa depan manusia ('Kis 18:21;
Rom 15:32'), bahkan soal-soal paling kecil dalam kehidupan ('Mat 10:29'). Allah
memerintah di alam semesta-Nya, ditinggikan di atas semua penuntut kekuasaan
dan kewenangan. Hanya Dia yang adalah Allah: "Akulah Tuhan dan tidak ada yang
lain" ('Yes 45:6', bnd. 'Yes 43:11; 44:8; 45:21'). Ketuhanan Allah diungkapkan
dalam tiga sifat yang terkait, yakni kemahakuasaan,kemahahadiran dan
kemahatahuan.

'Kemahakuasaan Allah' Allah adalah Yang Mahakuasa ('Kej 17:1'). Hal ini jelas
sekali dalam pertanyaan: "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?",

18
yang di- tanyakan setelah Allah menjanjikan seorang anak laki-laki kepada
Abraham dan Sara dalam usia mereka yang sudah lanjut ('Kej 18:14') dan di- ulangi
lagi ketika Yerusalem akan dihancurkan oleh tentara Babel dan Allah menjanjikan
akan memulihkan dan membebaskan Yerusalem ('Yer 32:27'). Dalam kedua kasus
itu janji Allah ditepati persis.

Ada bukti serupa dalam Perjanjian Baru. Allah menyatakan diri sebagai Dia
yang bagi-Nya "tidak ada yang mustahil", antara lain kelahiran Yesus dari anak dara
('Luk 1:37') dan kelahiran kembali manusia yang jatuh dalam dosa ('Mr 10:27').
Inilah inti ketuhanan Allah yang menuntut sikap kepercayaan penuh di tengah-
tengah "kemustahilan" sejarah manusia dan situasi pribadi. Allah adalah Tuhan:
"Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?".

3. 'Kemahahadiran Allah'
Dia hadir di seluruh alam semesta ('Mazm 139:7-12'). Terpikir akan kehadiran
Allah yang menggelisahkan, pemazmur sadar bahwa ia tidak mungkin luput dari
Allah baik di ruang, waktu maupun kekekalan. Perzinahan Daud dengan Batsyeba
serta kematian suaminya dapat didiamkan di istana Yerusalem, tetapi sudah
disaksikan oleh Allah yang sewaktu- waktu dapat membongkarnya ('2Sam 12:11').
Dalam Alkitab, diceritakan tentang beberapa pembongkaran hal seperti itu oleh
Allah ('Kej 3:11; Yos 7:10-26; 2Raj 5:26; Kis 5:1-11'). Kemahahadiran Allah dapat
juga memberikan rasa aman. Kalau kejahatan merajalela dan ketidakadilan serta
kekuasaan mutlak tidak ditentang, Allahmengetahui dan melihat semuanya
('Mazm 66:12; Yes 43:2' 'Kis 23:11'). Ia tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan
('Gal 6:7') dan Dia telah menetapkan hari untuk menghakimi dunia ('Kis 17:31').
Begitu pula pada saat-saat pencobaan pribadi atau penderitaan karena iman, kita
dapat berkata:

"Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam


kirbatMu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" ('Mazm 56:9'; bnd. 'Wahy
6:9; 18:24').

Sifat lain yang berhubungan dengan kemahahadiran adalah _kekekalan_


Allah. Kemahahadiran di ruang angkasa ada jajarannya dalam waktu. "Dari selama-
lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah" ('Mazm 90:2'). Tidak ada saat
sebelum Dia atau sesudah Dia.

19
4. 'Kemahatahuan Allah'

Sifat-sifat Allah ialah kesempurnaan-kesempurnaan yang memang ada padaAllah,


dan yang memancari dari pribadi-Nya. Kita akan menyelidikisifat-sifat Allah yang
berikut: Allah Mahatahu, Allah Mahakuasa, Allah Mahahadir, Allah Mahasuci, Allah
Mahakasih, Kebenaran dan keadilan Allah,Rahmat dan Kemurahan Allah, Kesetiaan
Allah.Allah adalah Roh, oleh sebab itu Allah mempunyai pengetahuan. Allah adalah
Roh yang sempurna, oleh sebab itu pengetahuan Allah sempurna. Allah Mahatahu,
berarti Allah mengetahui segala sesuatu dan pengetahuan-Nya
sempurna. Lihat 1Yohanes 3:20; Ayub 37:16; Mazmur 147:5. Allah mengetahui
segala sesuatu, pengetahuan-Nya sempurna dan tidak dapat diduga. Ayat dari
Mazmur itu menunjukkan bahwa pengetahuan Allah luas sekali dan tak terhingga.
Manusia tidak dapat memiliki segala pengetahuan, kebijaksanaan, dan Rahmat
Allah, Ayub 11:7,8; Yesaya 40:28; Roma 11:30. Seluruh maksud dan rencana Allah
yang berkenaan dengan manusia dan keselamatannya tidak dapat dimengerti dan
diduga oleh pikiran manusia. Apakah yang diketahui oleh Allah?Allah melihat dan
mengetahui semua yang terjadi di segenap tempat, Ia melihat segala yang baik dan
yang jahat (Amsal 15:3).Allah mengetahui segala sesuatu dalam alam ini, tiap-tiap
binatang, bahkan burung pipit pun diketahui jumlahnya (Mazmur 147:4; Matius
10:29).Allah melihat semua anak manusia, dan memperhatikan segala perbuatan
mereka, bahkan Allah melihat perjalanan hidup setiap orang dan menyelidiki bekas
tapak kakinya (Mazmur 33:13-15; Amsal 5:21).Allah mengetahui segala perbuatan
dan pikiran manusia (Mazmur 139:1-3; 1Tawarikh 28:9).
Allah mengetahui dan mendengar semua perkataan manusia (Mazmur
139:4), dan mengetahui segala kesusahan dan dukacita manusia (Keluaran
3:7).Seringkali kita menganggap seakan-akan Allah tidak mengetahui kesusahan
kita. Mungkin demikian pula perasaan bangsa Israel ketika mereka berada di tanah
Mesir, akan tetapi Tuhan tahu kesusahan mereka dan pada waktunya Tuhan
menolong mereka.

20
Allah juga mengetahui sampai perkara-perkara yang terkecil sekalipun
(Matius 10:29,30). Allah mengetahui segala sesuatu dari awal (zaman purbakala)
sampai kepada masa yang akan datang, sampai akhir zaman (Kisah 15:18; Yesaya
46:9,10).
Pertanyaan:
Apakah ada sesuatu yang tidak diketahui oleh Yesus Kristus?
Bandingkan 1Petrus 1:20; Markus 13:32; Yohanes 15:15. Yesus Kristus telah
menyatakan segala sesuatu kepada manusia, yaitu segala sesuatu yang telah
dinyatakan oleh Bapa kepada-Nya. Hanya saat kedatangan-Nya yang dirahasiakan
oleh Allah Bapa. Allah Bapa tidak memberitahukan hal itu kepada kita, karena Ia
menginginkan agar kita senantiasa menantikan kedatangan Tuhan Yesus (Matius
20:17-19; Keluaran 3:19; Kisah 3:17,18; 2Raja 7:1,2; Mazmur 41:10; Galatia
1:15,16; 1Petrus 1:2) Allah tahu dari permulaan apa yang akan diperbuat oleh
manusia.
Seluruh rencana Allah untuk segala zaman dan rencana-Nya untuk setiap manusia
sudah ditimbang, dipikirkan, dan direncanakan dari mulanya, dan tidak ada
pemikiran lagi atau penyesalan untuk mengubah rencana itu (Efesus 1:9-12; 3:4-9;
Kolose 1:25,26). Sebab itu kita patut mengatakan, "O, alangkah dalamnya
kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-
keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya" (Roma 11:33). Dan lagi,
"Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku
mencapainya" (Mazmur 139:6). Selanjutnya kita wajib juga mengatakan, "Allah
mengetahui segala keperluan kita, dan akan mencukupinya" (Matius 16:8). Allah
mengetahui segala perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang, perbuatan baik
atau jahat (Yesaya 44:28 dan Kisah 2:3). Allah mendengar tangisan kita (Mazmur
56:9).Sifat Allah yang ketiga ini erat hubungannya dengan kemahahadiran-Nya
('Mazm 139:1-12'). Sebab itu dampak praktisnya sama, yaitu meng- gelisahkan
tetapi juga menenteramkan: Allah melihat dan mengetahui se- gala sesuatu. Ini
berhubungan secara khusus dengan tema penghakiman dan diungkapkan secara
kiasan sebagai "dibuka semua kitab" ('Wahy 20:12'). Masa lampau tidak hilang

21
untuk selama-selamanya; seluruh waktu adalah masa kini bagi Allah. Pada
penghakiman terakhir akan diperiksa bukti yang jauh melebihi bukti-bukti yang
dipikirkan oleh hakim duniawi. Seluruh kehidupan terdakwa, semua perbuatannya
dan motivasinya yang hampir tak disadari serta sikapnya akan diketahui seperti
pemutaran kembali film. Penghakiman terakhir oleh Allah itu betul-betul adil. Ini
menempatkan misteri-misteri kehidupan perorangan, yaitu kejadian- kejadian
yang kelihatan tiada arti, pada perspektif yang sebenarnya: karena Allah
mengetahui semuanya, maka misteri-misteri ini juga dimengerti-Nya dan
dikendalikan oleh kehendak-Nya. Bagi Allah ada misteri tetapi tidak pernah ada
kesalahan. Sifat ini merupakan dasar gagasan bahwa penyataan diri Allah adalah
lengkap. Seandainya Allah hanya mengetahui sebagian, kebenaran-Nya bersifat
sementara saja. Kemahatahuan Allah berarti kita tidak menunggu penyataan lagi
yang dapat menggantikan penyingkapan diri-Nya dalam Yesus Kristus. Sebagai
Anak Allah yang kekal, Yesus adalah penyataan yang terakhir, kebenaran yang di
dalamnya tersembunyi segala hikmat dan pengetahuan ('Yoh 14:6; Kol 2:3').
Kemahatahuan Allah juga merupakan dasar pekerjaan Roh Kudus yang
menyingkapkan pikiran dan kebenaran Allah dalam Alkitab dan dengan demikian
menjamin keter- andalan dan finalitasnya ('Yoh 16:13; 17:17').

22
BAB III

ALLAH TRITUNGGAL

• Menurut aliran Saksi Yahowa, Alkitab tidak pernah mengajarkan Allah


Tritunggal. Jadi, tidak ada dasar Alkitab bagi doktrin tsb. Yehovah adalah
yang Mahakuasa, berdaulat penuh atas semesta alam, tidak ada yang
setara dengan Dia. Yesus Kristus adalah pribadi yang diciptakan,
merupakan pribadi kedua terbesar dalam alam semesta.

• Roh Kudus, bukan Allah, tetapi kekuatan Allah yang Mahakuasa. Roh Kudus
merupakan kekuatan yang tidak terlihat, aktif menggerakkan hamba-
hambaNya.

Bagaimana rupa Allah? Jawaban umum sementara adalah "Allah itu Roh
berpribadi yang hidup". Allah yang dinyatakan dalam Alkitab sungguh- sungguh
hidup dan bertindak ('Mazm 97:7; 115:3'). Ia bukan kuasa atau kekuatan tak
berpribadi, tetapi Allah berpribadi dan berwatak dengan kodrat khusus. Dia adalah
Roh yang melebihi seluruh tatanan dunia,walaupun tatanan itu bergantung pada-
Nya.

A. Ajaran Alkitab

Alkitab berbicara tentang Allah sebagai tiga oknum yang dapat dibedakan, yang
biasa disebut sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Istilah teknis untuk gagasan ini,
Tritunggal, tidak terdapat dalam Alkitab, tetapi termasuk golongan istilah yang
bersifat alkitabiah dalam arti mengung- kapkan dengan jelas ajaran Alkitab.

1. Perjanjian Lama
Bagi bangsa Israel, keesaan Allah merupakan aksioma: "Dengarlah, hai orang
Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa" ('Ul 6:4'). Penekanan pada keesaan ilahi
inisangat penting, mengingat politeisme yang memuja berhala dan bersifat
dekadendaribangsabangsa di sekeliling Israel. Namun Perjanjian Lama
jugamengandungisyarat tentang"kepenuhan" dalam Allah yang merupakan
landasan ajaran Perjanjian Baru tentang Tritunggal. Acapkali Allah memakai istilah
jamak untuk diri-Nya sendiri ('Kej 1:26; 3:22; 11:7; Yes 6:8') dan penulis Injil
Yohanes memper- lakukan perikop Yesaya itu sebagai penglihatan Yesus ('Yoh
12:41'). Ada sebutan mengenai "malaikat Tuhan" yang disamakan dengan Allah
tetapi berbeda dengan-Nya ('Kel 3:2-6; Hak 13:2-22'). Perjanjian Lama juga
menyebutkan Roh Allah sebagai wakil pribadi Allah ('Kej 1:2'; 'Neh 9:20; Mazm

23
139:7; Yes 63:10-14'). Ada juga disebutkan tentang hikmat Allah, khususnya dalam
'Amsal 8:1-36', sebagai perwujudan Allah di dunia, dan mengenai firman Allah
sebagai ungkapan yang kreatif ('Mazm 33:6,9'; bnd. 'Kej 1:26'). Ada juga nubuat
yang menyamakan Mesias yang sudah lama ditunggu-tunggu itu dengan Allah
('Mazm 2:1-12'; 'Yes 9:5-6'). Jelaslah bahwa Perjanjian Lama tidak mengajarkan
mengenai Tritunggal secara lengkap, tetapi dengan menyajikan keesaan Allah
dalam bentuk jamak, perikop-perikop tadi mendahului ajaran Perjanjian Baru yang
lebih lengkap.

2. Perjanjian Baru
Ajaran tersirat dalam Perjanjian Lama muncul ke permukaan dalam Perjanjian
Baru. Pertama, para rasul semakin tergerak untuk menyembah Yesus sebagai
Tuhan, berdasarkan pengaruh dampak kehidupan dan watak-Nya, tuntutan dan
mujizat-mujizat, dan terutama kebangkitan serta kenaikan-Nya. Kedua, realitas
dan kegiatan Roh Kudus di antara mereka jelas merupakan kehadiran Allah sendiri.
Sebab itu, acuan yang Yesus berikan kepada mereka ('Mat 28:19') menentukan
pemahaman mereka. Allah adalah esa, namun dapat dibedakan dalam tiga oknum:
Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Berbagai perikop mengandaikan atau menyatakan ketritunggalan Allah, secara


langsung atau tidak langsung ('Mat 3:13-17; 28:19'; 'Yoh 14:15-23; Kis 2:23; 2Kor
13:14; Ef 1:1-14; 3:16-19'). Masing- masing oknum ditegaskan bersifat ilahi:

Sang Bapa adalah Allah ('Mat 6:8-9; 7:21; Gal 1:1');

Sang Anak adalah Allah('Yoh 1:1-18; Rom 9:5; Kol 2:9; Tit 2:13; Ibr 1:8-10'); dan

Roh Kudus adalah Allah ('Mr 3:29; Yoh 15:26; 1Kor 6:19-20; 2Kor 3:17-20'

Dengan demikian Alkitab menyajikan realitas yang misterius dan unik: satu
Allah, sang Bapa, Anak dan Roh Kudus. Satu cara untuk memahami perbedaan
antara sang Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah dengan menghubungkan fungsi
yang berbeda dengan masing- masing oknum itu. Bentuk paling populer
menghubungkan penciptaan dengan sang Bapa, penyelamatan dengan Anak dan
pengudusan dengan Roh Kudus. Paulus memberikan bentuk lain dalam 'Efesus 1:1-
23', di mana pemilihan dihubungkan dengan sang Bapa ('Ef 1:4,5,11'),
penyelamatan dengan Anak ('Ef 1:3,7,8') dan pemeteraian dengan Roh Kudus ('Ef
1:13-14'). Berdasarkan 'Roma 11:36' ada pengertian lain yang memakai kata-kata
depan berkaitan dengan kegiatan Allah dalam alam semesta: dari Dia (Bapa) dan
oleh Dia (Anak) dan kepada Dia (Roh Kudus). Tetapi perbedaan-perbedaan ini
jangan sampai memudarkan kebenaran dasar mengenai keesaan ilahi di mana
ketiga-tiganya terlibat dalam kegiatan siapa pun di antara ketiga oknum itu.

24
Misalnya, walaupun penciptaan khususnya dikaitkan dengan sang Bapa, namun
juga dihubungkan dengan Anak ('Yoh 1:3') dan Roh Kudus ('Yes 40:13')

B.'Mengerti ajaran ini'


Penyataan Alkitab tentang ketritunggalan Allah itu telah diteliti oleh
beberapa gereja pasca-rasuli yang mencoba menjelaskan imannya secara rinci
dalam konteks kebudayaan Yunani Romawi. Hasil perdebatan ini dituangkan dalam
Pengakuan Iman Athanasius (kira-kira abad ke-8): "Kita menyembah satu Allah
dalam ketritunggalan, dan Tritunggal dalam kesatuan; tanpa mengacau-balaukan
Oknum-oknum, atau membeda-bedakan keilahian". Bukan maksud buku ini untuk
menelusuri rincian pertikaian yang tim- bul mengenai pokok ini. Kiranya cukuplah
membahas secara singkat empat persoalan penting.

'1. Keterbatasan bahasa'


Kehidupan Allah sebagai Tritunggal jelas tidak ada padanannya dalam pengalaman
manusia. Kita berbicara tentang misteri ini hanya karena Allah sendiri telah
berbicara tentang hal ini dalam Alkitab. Sudah tentu timbul kesulitan dalam
mengungkapkannya dengan bahasa yang dapat dimengerti. Augustinus, misalnya,
dalam membahas kelayakan memakai istilah "oknum" berhubungan dengan
Tritunggal, mengatakan,

"Ketika ditanyakan tiga _apa_?, bahasa manusia sangat terbatas karena


miskin dalam perbendaharaan kata. Namun dikatakan 'tiga oknum', bukan untuk
menjelaskan sejelas-jelasnya, tetapi untuk mengatakan sesuatu yang
menyampaikan arti sekalipun terbatas".

Hal yang serupa dikemukakannya tentang angka tiga berkaitan dengan


keberadaan Allah: "Dalam ketritunggalan ini dua atau tiga oknum tidak lebih besar
daripada salah satu oknum."

'2. Cara memakai kata "Allah"'


Para penulis Kristen memakai kata "Allah" dengan dua cara: kadang- kadang
mereka maksudkan sang Bapa khususnya dan kadang-kadang Allah dalam
ketritunggalan-Nya. Jika dianggap bahwa yang dimaksudkan dengan "Allah" hanya
sang Bapa, maka perendahan Anak dan Roh Kudus di bawah sang Bapa tak
terelakkan. Banyak sekte tidak menyadari perbedaan yang sangat penting itu, dan
oleh karena itu terjadi kesulitan dengan ajaran Alkitab mengenai keilahian penuh
dari Anak dan Roh Kudus. Saksi-saksi Yehowa, misalnya, tidak mengerti bahwa
dalam Per- janjian Lama, Allah (_Yhwh_, yang mereka sebut "Yehowa") berarti

25
Allah yang Tritunggal (bnd. ps 16 di bawah tentang keilahian Kristus). Sang Bapa
tidak dibedakan dengan Anak dan Roh Kudus karena Dia adalah Allah. Keilahian
sama-sama dimiliki oleh ketiga Oknum; berdasarkan ini Allah adalah esa tetapi juga
tritunggal. 'c. Tiga _apa_?' Bagaimana manusia dapat mengacu pada
ketritunggalan dalam diri Allah tanpa membahayakan keesaan-Nya? Di Indonesia,
masyarakat Kristen telah memakai istilah "oknum" sebagai padanan istilah klasik
Yunani _hupostasis _dan Latin _persona_. Pada zaman ini, istilah itu hampir tidak
dipakai lagi kecuali dalam konteks teologi Kristen, sehingga dapat dikatakan tidak
lagi mempunyai arti bagi orang biasa. Istilah "pribadi" yang acapkali dipakai
cenderung memberi kesan bahwa ada tiga kepribadian dalam Allah, masing-
masing dengan ciri-ciri kekhususan secara tersendiri, dan karena itu
membahayakan keesaan Allah. Istilah "cara berada" pernah dipakai, tetapi sekali
lagi memberi kesan bahwa keberadaan Bapa berbeda dengan keberadaan Anak,
dan seterusnya. Tetapi karena masih belum ada istilah yang dapat diterima secara
umum sebagai alternatifnya, maka istilah tradisional "oknum" tetap diper-
tahankan sekalipun tidak seratus persen memadai. 'd. Adakah analogi Tritunggal
dalam pengalaman manusia?' Kesulitan memahami Allah sebagai "tiga dalam
satu" telah mendorong para pemikir Kristen berabad-abad untuk mencari analogi-
analogi Tritunggal yang dapat mencerahkan pemahaman. Dalam pembahasan
klasik Augustinus, Tritunggal digambarkan dengan mengacu pada kesatuan dan
perbedaan daya ingat, pengertian dan kehendak dalam jiwa manusia. Tetapi dilihat
dari segi psikologi modern, pandangan tentang manusia ini agak sewenang-
wenang; lebih parah lagi, analogi ini tidak menyoroti kesatuan Allah yang unik, di
mana ketiga Oknum saling menyusup dan terlibat dalam karya masing-masing. Di
bawah pengaruh pandangan modern tertentu tentang kepribadian, maka sejumlah
teolog telah menghidupkan kembali analogi purba tentang kelompok tiga orang.
Sama seperti kepribadian orang dapat bergabung dan menyatu dengan
kepribadian-kepribadian lain, begitu pula Oknum- oknum dalam Allah menyusup
satu dengan yang lain dan meng- ungkapkan diri dalam kesatuan ilahi. Mungkin
ada ayat-ayat Alkitab yang mendukung pandangan ini, khususnya yang berbicara
tentang perkawinan. Yesus mengatakan bahwa dalam perkawinan "mereka bukan
lagi dua, melainkan satu" ('Mat 19:15'). Analogi ini yang disebut "analogi sosial"
memberikan penjelasan yang berharga tentang pluralitas oknum- oknum dalam
Allah, tetapi juga dapat membahayakan keesaan ilahi. '6.3 Pentingnya ajaran ini'
Permasalahan yang kompleks ini dapat menimbulkan pertanyaan, apa gunanya
membahas pokok ini, khususnya mengingat tidak ada keterangan tentang teka-teki
"satu tambah satu tambah satu adalah satu". Namun hampir semua pokok yang
penting dalam agama Kristen tergantung pada ajaran bahwa Allah adalah tiga
dalam satu. Ambillah pokok persoalan mengenai dosa yang memisahkan manusia
dari Allah dan mengakibatkan murka-Nya. Dosa melibatkan dua pihak saja, yaitu

26
orang yang berdosa yang melanggar hukum dan Allah yang hukum-Nya dilanggar.
Jadi kalau Yesus bukan ilahi, dosa bukanlah urusan Dia. Suatu ketika, pada waktu
Yesus mengampuni dosa seseorang, Ia dituduh menghujat karena hanya Allah yang
dapat mengampuni dosa ('Mr 2:5-7'). Para pengritik-Nya memang benar dalam
pendapat itu, kekhilafan mereka adalah bahwa mereka tidak menyadari siapa
Yesus. Hanya jika Yesus adalah Allah yang datang kepada manusia, Ia sanggup
mengampuni dosa kita; sebaliknya, kalau Ia mengampuni dosa, tentu Ia adalah
Allah. Dengan demikian, Allah bukanlah Keberadaan tanpa perbedaan-perbedaan
di dalam-Nya. Sama halnya dengan Roh Kudus. Orang Kristen percaya bahwa
kuasa Allah telah menguasai hidupnya serta memberinya hidup baru. Ia menge-
nal Tuhan dan mengalami kehadiran-Nya, ia yakin akan kuasa firman- Nya dan
mendapat kekuatan untuk hidup bagi Dia dan menerima karunia untuk melayani
Dia. Akan tetapi, kalau bukan Allah sendiri yang bekerja di dalam orang Kristen,
maka keyakinan akan kegiatan Roh Kudus hanyalah khayalan yang tidak ada kaitan
dengan realitas ilahi. Hanya kalau Roh Kudus yang bertindak atas manusia adalah
Allah maka pengalaman tentang keselamatan benar-benar menyelamatkan. Sekali
lagi harus diakui bahwa keesaan Allah adalah kompleks. Dengan demikian,
seluruh pengertian keselamatan Kristen dan penerapannya pada pengalaman
manusia tergantung pada ketritunggalan Allah. Begitu penting maknanya.
Ketritunggalan dalam Allah juga merupakan dasar pokok penegasan bahwa Allah
itu kasih adanya. Allah tidak kesepian, yang memerlukan ciptaan sebagai objek
kasih-Nya. Sebagai Tritunggal, Allah sudah puas dengan diri-Nya dan tidak _perlu_
menciptakan ataupun menyelamatkan. Penciptaan dan penyelamatan merupakan
tindakan kemurahan hati sepenuhnya, ungkapan Allah sebagai kasih yang bebas
dan abadi. Dalam ajaran ini ada kesulitan yang muncul dari rumusan sederhana
yang dibentuk berdasarkan pengalaman manusia. Tetapi kita harus meng- ingat
bahwa Allah adalah Tuhan segala yang ada yang berada di luar segalanya.
Seandainya kita tidak menemukan keajaiban dan misteri yang sangat dalam
mengenai keberadaan Allah, maka itulah alasan untuk meragukan penegasan
Alkitab. Jadi kendatipun sulit dipahami, namun ajaran tentang ketritunggalan
melukiskan Allah yang cukup mulia untuk disembah dan dilayani. Akhirnya,
merenungkan Allah dalam ketritunggalan-Nya, Bapa, Anak dan Roh Kudus, yang
dapat dibedakan-bedakan menurut oknum dan tugas tetapi tetap merupakan
keesaan yang sempurna dan harmonis dalam kasih mengasihi yang kekal,
membuat orang melihat sesuatu yang agung dan tak terperikan, bahkan indah dan
menarik. Sepanjang masa, misteri yang mulia itu telah menggerakkan hati orang
dan membawanyakepada puncak pujaan dan ibadah, kasih dan pujian.

Kudus, kudus, kudus Tuhan mahakuasa,

27
Allah Tritunggal, agung nama-Mu!

Ringkasan :

Ketiga Oknum tersebut berbeda, namun mereka tidak dapatdipisahkan:


a. Bersama-sama bertindak di dalam penciptaan (Kej 1:1-2; Kol 1:16).
b. Bersama-sama bertindak, di dalam keselamatan (Tit 3:4-6;1Pet 1:2; 1Kor
12:2).
c. Bersama-sama bertindak di dalam doa orang Kristen(Ibr 4:14-16; Rom 8:26-
27).
d. Bersama-sama bertindak di dalam pemberian hidup (Kej 2:7;Yoh 10:10; Yeh
37:14).
2. Walaupun ketiga Oknum tersebut berbeda. Alkitab menganggap mereka
setara:
a. Allah Putra setara dengan Allah (Yoh 5:18-23; Filip 2:6).
b. Roh Kudus setara dengan Allah (1Kor 3:16-17; 6:19).
c. Di dalam formula pembaptisan, nama Allah Bapa, Allah Putra danRoh Kudus
disebutkan dalam konotasi yang sederajat(Mat 28:19). Demikian pula
dengan pemberkatan rasul Paulus(2Kor 13:14).
3. Ketiga Oknum ini disebut sebagai Allah yang Esa (Yoh 14:10-11;1Kor 2:10-13;
2Kor 5:19; 1Yoh 5:17-18).
4. Ketiga Oknum ini mempunyai sifat yang sama:
a. Kekal:
- Allah Bapa itu kekal (Mazm 90:1-4)
- Allah Putra itu kekal (Ibr 13:8)
- Roh Kudus itu kekal (Ibr 9:14)
b. Mahatahu:
- Allah Bapa itu mahatahu (1Yoh 3:20)
- Allah Putra itu mahatahu (1Yoh 21:17)
- Roh Kudus itu mahatahu (1Kor 2:10)
c. Mahakuasa:
- Allah Bapa itu mahakuasa (Kej 17:1)

28
- Allah Putra itu mahakuasa (Yoh 1:3)
- Roh Kudus itu mahakuasa (Luk 1:35)
d. Mahaada:
- Allah Bapa itu mahaada (Yer 23:23-24)
- Allah Putra itu mahaada (Mat 18:20)
- Roh Kudus itu mahaada (Mazm 139:7-10)
e. Suci:
- Allah Bapa itu suci (Im 11:44)
- Allah Putra itu suci (Kis 3:14)
- Roh Kudus itu suci (Luk 11:13)
Dengan demikian kita mengetahui bahwa Allah Bapa, Allah Putra
dan Roh Kudus berbeda satu dengan yang lain, namun mereka setara.
Keberadaan mereka masing-masing adalah kekal, dari awal mula sampai
selama-lamanya adalah Allah yang Esa. Mereka mempunyai sifat-sifat
yang sama sebagai Allah yang mahakuasa, mahaada, mahasuci, dan
mahatahu.
Manusia berusaha memakai ilustrasi-ilustrasi untuk menerangkan doktrin
yang berbeda: Es, air dan uap. Dikatakan bahwa es, air dan uap masing-masing
adalah H2O, namun es bukan air, air bukan uap dan uap bukan es. Ilustrasi ini
sangat menyimpang dengan keadaan Allah yang Tritunggal: H2O tidak mungkin di
dalam saat yang sama, sekaligus mempunyai tiga bentuk yang berbeda sebagai es,
air dan uap. Sedangkan keberadaan Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudusadalah
bersamaan dari kekal sampai kekal.
Memang tidak ada suatu ilustrasi yang sanggup menjelaskandoktrin
Tritunggal dengan jelas dan tepat. Kita hanya menerimanya dengan iman dan
bersukacita di dalam Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus.
'Bahan Alkitab'

Kejadian 1:2,26; 3:22; 11:7; Keluaran 3:3-6; Yosua 5:13-6:2';'1Raja 22:19-20;


Nehemia 9:20; Mazmur 33:6,9; Amsal 8:1-36'; 'Yesaya 6:2,8; 9:5-6; 11:1-2;
Yehezkiel 37:24-25; Zakharia 9:9'; 'Matius 3:13-17; 28:19; Yohanes 14:15-23; Kisah
2:32-33; 2Kor 13:14'; 'Efesus 2:18; 4:4-6; Filipi 3:3; 1Yohanes 5:1-12'

29
'Bahan diskusi/penelitian'

1. Apa yang ditegaskan oleh ajaran Tritunggal?


2. Tunjukkan bagaimana ajaran Kristen tentang Tritunggal berakar dalam (a)
Perjanjian Lama dan (b) Perjanjian Baru.
3. Bagaimana Anda akan menerangkan ketritunggalan Allah kepada
orang yang beragama lain (yang tidak mengakui wewenang Alkitab tetapi
mengakui adanyasatu Allah)?
4. Apa jawaban Anda atas ucapan: "Tritunggal adalah ajaran yang tidak praktis
dan kurang penting?"
'Kepustakaan

Augustinus_On The Trinity_ (SCM, terjemahan, 1954).

C. Kemanusiaan Yesus Kristus


Ada cukup banyak bahan dalam kitab-kitab Injil untuk menetapkan bahwa Yesus
adalah manusia sejati. Bahkan pokok ini merupakan salah satu pokok yang
disetujui oleh hampir semua peneliti kitab Injil akhir- akhir ini. Berita Injil dimulai
dengan menempatkan Yesus dalam rentetan silsilah manusia (Mat 1:1-16; Luk
3:23-38). Terlepas dari cara pembuahan, kelahiran-Nya adalah kelahiran normal
seperti manusia lain (Mat 2:7; Gal 4:4). Janinnya berkembang dalam rahim Maria
dan masuk ke dunia melalui saluran kelahiran seusai masa kehamilan dan
persalinan. Sama seperti kita, hidup-Nya berlangsung dalam masa pertumbuhan
dan per- kembangan normal (Luk 8:40-52; Ibr 5:8) dalam lingkungan rumah tangga
dan keluarga (Mr 6:1-6).

Menurut kitab-kitab Injil, Yesus juga mempunyai keterbatasan fisik normal:


keletihan (Yoh 4:6'), kelaparan (Mat 21:18), rasa haus (Mat 11:19). Pada saat-saat
terakhir hidup-Nya, Ia mengalami penderitaan lahir dan batin yang sangat
mendalam sebelum kematian-Nya secara fisik (Mr 14:33-36; Luk 22:63; 23:33). Ia
mengalami segala macam emosi manusia, misalnya kegembiraan (Luk 10:21'),
kesedihan (Mat 26:37'), kasih (Yoh 11:5), belas kasihan (Mat 9:36'), rasa heran (Luk
7:9'), marah (Mr 3:5). "Orang yang mengira bahwa Anak Allah bebas dari emosi
manusia, tidak sungguh-sungguh mengakui dia sebagai manusia" (Calvin).
Penelitian kata- kata yang dipakai dalam Perjanjian Baru Yunani menyingkapkan
kedalaman dan intensitas emosi manusiawi-Nya, misalnya kesedihan (Luk 19:41),
kecemasan (Mat 27:46'; bnd. Yoh 12:27'), kemarahan (Yoh 2:17) dan lain-lain
(Warfield 1950: hlm. 93-145).

30
1. 'Kehidupan beragama'
Yesus mengikuti ibadah umum (Luk 4:16) dan Dia mempelajari, merenungkan dan
menjelaskan Kitab Suci (Mat 4:4; 19:4; Luk 2:46; 24:27). Terlepas dari persekutuan
batin yang terus-menerus dengan Bapa-Nya, Yesus sering menyuarakan doa-Nya
(Luk 3:21) dan kadang-kadang berdoa sepanjang malam (Luk 6:21). Injil Yohanes
khususnya menyaksikan tentang kehidupan Yesus yang taat dan bergantung
sepenuhnya pada Bapa yang telah mengutus-Nya (Yoh 4:34; 6:38; 12:49 dsb.).
Walaupun hubungan-Nya dengan Bapa jelas berbeda dengan kita (Luk 10:21-22;
Yoh 20:17), namun Yesus dapat disebut perintis yang memimpin kita dalam iman
(Ibr 12:2). '15.2 Pengetahuan yang terbatas' Hal ini sulit untuk ditentukan
dengan tegas, karena sudah tentu penge- tahuan Yesus tidak pernah hanya
setingkat dengan kesadaran kita yang terbatas dan berdosa. Dengan demikian, Ia
mengetahui sejarah seseorang yang belum pernah terungkap (Yoh 1:47; 4:47) dan
pikiran musuh (Luk 6:8') serta sahabat (Luk 9:47). Lagi pula Ia memahami
Perjanjian Lama dengan cara yang tidak pernah dipahami orang lain (Mat 22:29;
Mat 26:54,56; Luk 4:21; 24:27,44-45). Tetapi perlu kita bandingkan ayat-ayat itu
dengan Markus 5:30; 6:38; 9:21; dan Lukas 2:46, pada waktu Yesus nampaknya
bertanya untuk mengatasi ketidaktahuan-Nya. Khususnya Ia mengaku tidak tahu
"hari atau saat" kembali-Nya (Mr 13:32). Namun ketidaktahuan tidak sama dengan
ke- salahan. Penting sekali artinya bahwa ayat ini langsung didahului oleh
pernyataan tentang keabsahan ajaran-Nya: "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi
perkataanKu tidak akan berlalu" (Mr 13:31). Perbedaan antara ketidaktahuan dan
kesalahan penting sekali. Pikiran, pengalaman dan persepsi manusia merupakan
rangkaian kesatuan yang tak terputus-putus. Karena itu, tidak mungkin
menganggap bahwa Yesus salah mengenai keyakinan-Nya, atau dalam pengajaran-
Nya, dan sekaligus percaya bahwa Ia bertindak sebagai wakil tak bercela yang
menanggung dosa kita (bnd. di atas: ps 3.2.a). Alkitab di sini menyajikan
keseimbangan dalam hal pengetahuan Yesus yang terbatas namun tanpa salah.
Yesus mempunyai kesadaran unik dan jelas mengenai sang Bapa dan kehendak-
Nya (Luk 2:49) dan sekaligus Ia ingin memahami secara lebih mendalam lagi (Luk
2:46).

2. 'Pencobaan'
Kemanusiaan Yesus jelas juga dalam hal pencobaan (Mat 4:11; 27:42; Mr 1:24;
8:33; Luk 11:15-20). Kesaksian kitab-kitab Injil dirangkum dalam Surat Ibrani,
"sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak ber- buat dosa" (Ibr 4:15). Sering
dikemukakan keberatan bahwa pencobaan Yesus tidak murni karena Ia bukan
orang berdosa dan karena itu dosa dan Iblis tidak berpengaruh atas Dia, atau
karena sebagai Allah yang menjadi manusia, Ia tidak mungkin berbuat dosa. Tetapi

31
penegasan bahwa pencobaan-pencobaan itu bersifat "tidak murni" sama sekali
tidak sesuai dengan penyajian Alkitab mengenai hal itu. Selain itu, Adam sebelum
kejatuhan adalah contoh watak manusia tak berdosa yang mengalami pencobaan
yang sungguh-sungguh (Kej 3:1-2). Memang dalam arti tertentu tidak masuk akal
kalau Yesus sebagai penjelmaan ilahi berdosa; tetapi itu sama sekali tidak
menghilangkan atau mengurangi realitas konfrontasi-Nya terhadap serangan Iblis
berhubung dengan ketaatan kepada kehendak Bapa-Nya. Apabila satu pasukan
tentara menyerang tentara lain, faktor penentu adalah kekuatan menyeluruh dari
serangan. Dalam hal pencobaan Yesus oleh Iblis, Ia menghadapi serangan yang
sama atau malahan lebih dahsyat daripada kita. Paulus menyebut tindakan Allah
untuk mengekang kuasa pencobaan supaya kita dicobai "tidak melebihi kekuatan
manusia" tetapi akan diberikan "jalan ke luar" (1Kor 10:13), jadi agaknya
pencobaan yang kita alami disaring oleh tangan pemeliharaan Tuhan. Dalam
pencobaan Yesus, saringan itu ditiadakan. Siapa di antara kita yang mengalami
pencobaan tak terputus-putus selama 40 hari dan 40 malam (Mat 4:1-2) atau
berkeringat darah dalam usaha melakukan kehendak Allah pada waktu
menghadapi pencobaan (Luk 22:44)? Hanya Dia yang menentang pencobaan
sepenuhnya yang dapat mengalami kuasa pencobaan itu sepenuhnya. Walaupun
Yesus menjadi manusia, namun Dia tidak berdosa dan Dia tetap tak bercela
sepanjang hidup, tetapi sebagai manusia sejati Ia menderita tekanan dan daya
tarik pencobaan yang teramat sangat. Pencobaan segawat itu tidak pernah akan
kita alami. '15.4 Sesudah kebangkitan' Sesudah kebangkitan-Nya Yesus masih
nampak sebagai manusia sejati. Misalnya sewaktu bertemu dengan Maria (Yoh
20:11-12), Tomas (Yoh 20:24-25') dan Petrus (Yoh 21:15-16), Dia memperlihatkan
kepekaan manusiawi dan simpati mendalam, mungkin karena penderitaan di kayu
salib telah memperkokoh tali persaudaraan Yesus dengan saudara- saudara
manusia-Nya. Bukti yang dikemukakan sampai sekarang pada umumnya terbatas
pada keempat kitab Injil. Tetapi bagian Perjanjian Baru lainnya memberi kesak-
sian lebih lanjut yang sangat mengesankan tentang kemanusiaan Yesus yang sejati
(Kis 2:22; 13:38; 17:31; Rom 8:3; Fili 2:8; Kol 1:22; 1Tim 2:5; 1Pet 4:1). Tak ragu
lagi, menurut ajaran Alkitab, Yesus adalah betul-betul manusia.

Bahan Alkitab

Matius 1:1-16,25; 4:1-10; 9:36; 11:19; 21:18; 27:43,46; Markus 3:5; 6:1-3; 9:21;
10:21; 13:32; Lukas 2:7,40-52; Lukas 4:16,17; 7:9; 19:41; 22:41-44; 24:41,42;
Yohanes 1:14; 4:6; 6:38; 7:16; 12:27,28; 15:14,15; 19:28,34; Kisah 2:22; 13:38;
17:31; Roma 8:3; Galatia 4:4; Fili 2:8; Kol 1:22; 1Timotius 2:5; 3:16; Ibrani 2:14;
5:7,8; 12:2; 1Petrus 2:21-24; 4:1.

32
'Bahan diskusi/penelitian'

1. Sebutkan secara ringkas bukti-bukti Perjanjian Baru tentang kemanusiaan


Yesus yang sejati.

Menurut Anda segi mana yang paling meyakinkan dan mengapa?

2. Pernah dikatakan bahwa (a) pencobaan dan (b) ketidaktahuan Yesus tidak
nyata atau tidak sesuai dengan keilahian-Nya.

Bagaimana reaksi Anda terhadap pendapat-pendapat tersebut?

3. Sebutkan dampak-dampak teologis dari kemanusiaan Kristus yang sejati bagi

(a) ajaran Kristen mengenai manusia dan

(b) ajaran Kristen tentang penebusan.

4. Bagaimana kemanusiaan Kristus yang sejati dapat membantu orang yang


sedang mengalami

(a) pencobaan berat,

(b) perasaan telah ditinggalkan oleh Tuhan, dan

(c) penderitaan fisik berat?

D.Keilahian Yesus Kristus


Di sini kita tiba pada salah satu pokok kepercayaan dalam agama Kristen yang
menggemparkan, yakni bahwa Kristus bukan hanya manusia yang sejati tetapi
sekaligus juga Allah yang sejati. Ini salah satu kekhasan agama Kristen. Orang
Yahudi dan Islam juga mengakui Allah sebagai yang Mahaesa dan Mahatinggi, dan
mereka menghormati para bapa leluhur dan nabi Perjanjian Lama, tetapi mereka
menolak keyakinan Kristen mengenai Yesus. Dalam pemahaman tentang Yesus,
agama Kris- ten unik. '16.1 Pernyataan-pernyataan langsung' Ayat-ayat yang
menegaskan keilahian Kristus adalah yang paling diper- debatkan dalam seluruh
Perjanjian Baru. Banyak ayat yang menyinggung pokok ini dapat ditafsirkan secara
berbeda-beda. Namun dalam sekurang- kurangnya lima perikop, bukti yang
berbobot menunjang tafsiran bahwa di sini terdapat penegasan langsung tentang
keilahian Kristus:

"Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya" (Rom 9:5).
"Tentang Anak Ia [Allah] berkata: 'TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya
dan selamanya'" (Ibr 1:8).

33
"Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan
Firman itu adalah Allah" (Yoh 1:1).

"Tomas menjawab Dia: 'Ya Tuhanku dan Allahku" (Yoh 20:28).

"Keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus" (2Pet 1:1).

Perjanjian Baru juga berisi banyak ayat lain yang mungkin menunjukkan keilahian
Kristus, walaupun penafsirannya tidak pasti (mis Mat 1:23; Yoh 1:18; 17:3; 2:2; Kis
20:28; 2Tes 1:12; 1Tim 1:17; Tit 2:13; Yak 1:1; Yoh 5:20). Bagaimanapun, kelima
ayat yang dikutip di atas sudah cukup jelas. Keilahian Kristus juga ditegaskan oleh
ayat-ayat tentang Allah Tritunggal, yang menyamakan Dia dengan Bapa dan Roh
Kudus dalam keilahian (Mat 28:19; Yoh 14:15-23; 1Kor 12:4-6; 2Kor 13:14; Ef 1:3-
14; Ef 2:18,22; 3:14-17; 4:4-6; Wahy 1:4-5).

Selain pernyataan-pernyataan langsung seperti itu, ada banyak bahan lagi yang
menyangkut keilahian Yesus secara tidak langsung. '16.2 Kesamaan Yesus dengan
Tuhan Allah' Perjanjian Baru menghubungkan Yesus dengan beberapa sifat Tuhan
Allah (_Yhwh_), sang Pencipta dan Penebus dalam Perjanjian Lama. Ada tujuh
pokok utama persamaan.

'1. Nama Allah'


Pada abad kedua dan ketiga sebelum Masehi, Perjanjian Lama diterjemahkan dari
bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta). Dalam terjemahan itu, nama
Allah yang kudus (_Yhwh_, yang kadang-kadang diucapkan "Yahweh")
diterjemahkan dengan kata Yunani _kurios_ ('Tuhan') sebanyak kurang lebih 7000
kali. Menurut Perjanjian Baru, panggilan yang mulia dan kudus ini diberikan juga
kepada Yesus (Rom 10:9; 1Kor 12:3; Fili 2:11; bnd. juga gelar dengan "Tuan di atas
segala tuan", 1Tim 6:15; 'Wahy 17:14; 19:16). Pengakuan "Yesus adalah Tuhan"
mungkin merupakan pengakuan iman yang paling dini (Rom 10:9; 1Kor 12:3; 2Kor
4:5). Pada beberapa bagian, ayat-ayat Perjanjian Lama mengenai Tuhan Allah
langsung dihubungkan oleh penulis-penulis Perjanjian Baru dengan Yesus (Kis 2:34-
35; 8:34; Ibr 10:12-13; 1Pet 3:22 menggunakan Mazm 110:1; Rom 10:13'
menggunakan Yoel 2:32; Fili 2:9-11 menggunakan Yes 45:23; Yoh 12:41'
menggunakan Yes 6:10; Ef 4:8 menggunakan Mazm 68:19). Ayat-ayat ini jelas
menyamakan Yesus dengan Tuhan Allah. Bukti lain juga terdapat dalam sebutan
Allah bagi diri-Nya sendiri yang juga digunakan oleh Yesus, atau yang digunakan
dalam Perjanjian Baru untuk menyebut Yesus. Yang paling penting artinya adalah
ungkapan "AKULAH AKU" (Kel 3:14'; bnd. Yoh 8:58; 6:35; 8:12,24; 11:25; Yoh 14:6;
Mr 14:62'). Begitu pula ungkapan "mempelai" (Yes 62:5; Yer 2:2; Yeh 16:8'; bnd.
Mr 2:19-20; Yoh 3:29; 2Kor 11:2; Wahy 19:7'); "gembala" ('Mazm 23:1; 80:2; Yes

34
40:11; Yeh 34:15; bnd. Yoh 10:11-16'; Ibr 13:10; 1Pet 2:25; 5:4); "yang terdahulu
dan yang terkemudian" (Yes 44:6; 48:12'; bnd. Wahy 2:8; 22:13).

'2. Kemuliaan Allah'


Kemuliaan Allah adalah penyataan kemegahan-Nya secara visual (Kel 24:15-18;
40:34-35; Im 9:6,23; 2Taw 7:1-3; Yes 6:1-4; Yeh 1:28). Dalam agama Yahudi, untuk
menyatakan penghormatan, kata "kemuliaan" dipakai sebagai pengganti nama
kudus Allah sendiri. Kemuliaan Allah tidak dapat diteruskan pada yang lain (Yes
42:8; 48:11), meskipun demikian Perjanjian Baru berbicara tentang Yesaya 6:1-13
sebagai perwujudan kemuliaan Yesus (Yoh 12:41) dan tentang Yesus sebagai
penyataan kemuliaan Allah (1Kor 2:8; 2Kor 4:4; Ibr 1:3; Yak 2:1; bnd. Yoh 17:5).

'3. Ibadah kepada Allah '


Beribadah kepada siapapun selain Tuhan Allah (_Yhwh_) sangat menjijik- kan bagi
orang Yahudi. Itulah dosa yang paling mendasar (Kel 20:3-6; Ul 6:4,13-15). Namun
para murid terdahulu, semuanya orang Yahudi, beribadah kepada Yesus.
Kenyataan inilah, walaupun tidak begitu sering disebut, yang membuat pengakuan
Perjanjian Baru akan keilahian Kristus begitu mengesankan.

Lagu-lagu pujian diberikan bagi Kristus (Rom 9:5; 2Tim 4:18; 2Pet 3:18; Wahy
1:5); dua ditujukan bagi Bapa dan Anak (Wahy 5:13; 7:10'). Doa-doa ditujukan
kepada Kristus (Kis 7:59; Kis 9:13; 1Kor 16:22; Wahy 22:20). Ayat-ayat ibadah
Perjanjian Lama dialihkan dari Tuhan Allah kepada Kristus (Yes 8:13 dalam Rom
9:33; 1Pet 2:7; 3:15; Ul 32:34' LXX dalam 'Ibr 1:6). Ibadah digunakan dalam
hubungan dengan Kristus: dalam LXX _syakha_ ('beribadah, sujud') biasanya
diterjemahkan sebagai _proskuneia_. Dalam ajaran Yesus istilah ini
menggambarkan sikap yang harus kita pergunakan hanya untuk Allah (Mat 4:10).
Namun para penulis Injil mempergunakan kata itu untuk menggambarkan sikap
orang terhadap Yesus (Mat 2:2,8,11; 14:33; Mr 5:6; Yoh 9:38). Reaksi para murid
terhadap Kristus yang bangkit adalah khas: "mereka menyembahNya" (Mat 28:17;
Luk 24:52), tanggapan yang juga diberikan oleh kumpulan malaikat dari surga:
"Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima . . . hormat, dan
kemuliaan dan puji-pujian" (Wahy 5:12), suatu penegasan yang sangat jelas
mengenai keilahian-Nya.

'4. Penciptaan'
Allah menciptakan segala sesuatu dan karena itu Dia adalah Tuhan segala
sesuatu. Hal itu diterima oleh Perjanjian Lama tanpa dipertanyakan (Kej 1:1; Mazm
33:6-9; Yes 42:5; 48:13; 51:9-16). Namun Perjanjian Baru dengan leluasa

35
menghubungkan fungsi ilahi ini dengan Yesus. Karya penciptaan Allah mempunyai
empat segi:

Allah menciptakan dunia pada permulaan;

Allah menjaga dan mempertahankan segala sesuatu;

Allah memimpin semesta alam yang tercipta pada tujuannya; dan

Allah akan mengadakan ciptaan baru.

Keempat segi ini dikaitkan dengan Yesus. Melalui Dia segala sesuatu terjadi (Yoh
1:1,3; Ibr 1:3'; bnd. Kol 1:16; 1Yoh 1:1); Ia adalah pemelihara dan penopang segala
sesuatu (Mat 28:18; 1Kor 8:6; Kol 1:17; Ibr 1:3); di dalam Dia semesta alam akan
diantar pada tujuannya (Rom 11:36; Ef 1:9; Kol 1:16); dan "ciptaan baru" itu tak
lain dari perwujudan rencana Allah di dalam Yesus Kristus (Yes 65:17; 66:22 "Sebab
sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru", bnd. Yoh
3:5; 20:22; 2Kor 5:17; Fili 3:20; Kol 3:10; 2Pet 3:1-18; Wahy 21:1-22:21).

'5. Keselamatan'
Tuhan Allah adalah penyelamat, demikian keyakinan Perjanjian Lama.
Bertentangan dengan ilah-ilah lain, hanya Dia yang mempunyai kuasa untuk
menyelamatkan: "Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada juruselamat selain dari
padaKu" (Yes 43:11'; bnd. Yes 45:21; Yer 3:23; 11:12). Dia sering membebaskan
dengan perantaraan juruselamat manusiawi (Yos 10:6; Hak 2:16,18; 6:14-15),
tetapi pengampunan dosa dan kebangkitan dari kematian menuju hidup yang
kekal adalah kuasa khusus Allah sendiri. Meskipun demikian, justru ini yang
dihubungkan Perjanjian Baru dengan Yesus. Pada waktu kelahiran-Nya Ia disambut
sebagai "yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka" (Mat 1:21). Ia
mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa (Mr 2:7-10; Luk 7:48), Ia dilihat
sebagai Juruselamat orang berdosa (Yoh 3:17; Kis 4:12; 15:11; Gal 1:4; Ef 5:23; Ibr
7:25; Wahy 1:5'). Ia membangkitkan orang mati (Mr 5:35-45; Mr 7:11-17,22; Yoh
11:1-57) dan melalui Dia sekarang hidup yang kekal diberikan kepada semua yang
percaya kepada-Nya (Mr 10:21; Yoh 3:16; 5:24; 1Yoh 5:11) dan akan dialami
sepenuhnya oleh mereka pada masa yang akan datang (Mr 10:30; 1Kor 15:22,54;
1Tes 1:10).

'6. Penghakiman'
Bagi Perjanjian Lama, hanya Allah adalah hakim. Kekudusan serta kemegahan-
Nya diungkapkan dalam penghakiman-Nya yang adil (Ul 32:4; Mazm 99:1-9; Yes
5:16). Beberapa bentuk penghakiman ilahi tertentu diwujudkan melalui manusia
sebagai pelaku (Ul 1:16; Yes 10:5; 45:1), tetapi penghakiman akhir adalah hak

36
khusus Allah (Ul 7:9; Pengkh 12:14; Yoel 2:31). Sekali lagi tugas-tugas ilahi yang
unik ini dituntut oleh Yesus dan dengan leluasa dihubungkan dengan Dia (Mat
25:31-46; Mr 8:38; Yoh 5:22-30; Kis 17:31; 2Kor 5:10; 2Tes 1:7-10; Wahy 14:14-20).
Pada hari terakhir, Yesus akan mengadili "segala sesuatu yang tersembunyi dalam
hati manusia" (Rom 2:16) dengan penghakiman ilahi yang pasti.

'7. Kesaksian'
Satu lagi hubungan antara Yesus dan Tuhan Allah dapat disebutkan. Dalam
Perjanjian Lama, Allah menugaskan umat-Nya sebagai saksi- saksi-Nya (Yes 43:10);
dan dalam Perjanjian Baru Yesus mengutus murid-murid-Nya dengan kata-kata
yang sama, "Kamu akan menjadi saksiKu" (Kis 1:8).

Seperti telah kita lihat, beberapa penulis Perjanjian Baru perna menyebut Yesus
sebagai Allah secara langsung, namun demikian alam pikiran Yahudi mereka lebih
mudah menyatakan keyakinan ini dengan menyebutkan bahwa Yesus melakukan
hal-hal yang hanya dapat dilakukan dengan baik oleh Allah. Oleh sebab itu, cara
mereka mem- bicarakan keilahian Yesus tidak berbentuk pernyataan metafisik
(seperti "Yesus adalah Allah"), tetapi berupa penegasan bahwa Ia mengambil
bagian dalam ciri-ciri serta tugas-tugas Allah yang tak dapat dibagi- bagikan.
Dengan demikian kebenaran yang menggemparkan itu dising- kapkan: Yesus --
manusia yang hidup di Nazaret, bergumul di Getsemane dan mati pada kayu salib
di Golgota -- harus disamakan dengan Tuhan, Allah Pencipta dan Penebus.

'8. Kebangkitan'
Kebangkitan Yesus adalah peristiwa yang sangat pokok dalam Alkitab dan ada
banyak sekali acuan kepada peristiwa itu dalam seluruh Perjan- jian Baru.
Menyangkal fakta ini sama dengan mencabut isi dan nilai iman Kristen (1Kor
15:14). Karena itulah kebangkitan telah mengalami

kritik gencar sekali.

'Kritik tentang teks kitab-kitab Injil'

Serangan dipusatkan pada dua pokok:

dikatakan ada ketidakcocokan dalam cerita-cerita tentang penampakan Yesus


sesudah kebangkitan; dandikatakan bahwa cerita tentang kubur kosong
ditambahkan kemudian hari pada tradisi asli tentang penampakan Yesus. Tetapi
sebenarnya cerita-cerita tentang penampakan itu tidak berten- tangan dan
pendapat bahwa kubur kosong itu bukan merupakan bagian dari kesaksian rasuli
adalah pendapat yang sewenang-wenang dan tidak terbukti. Dari penampakan
Yesus yang sudah bangkit itu tentu saja para rasul menarik kesimpulan mengenai

37
jenazah yang telah dilihat oleh para pengikut-Nya di kayu salib, dan yang telah
dibaringkan di dalam kuburan (Mr 15:57). Di samping itu, kubur kosong itu dengan
jelas dinyatakan secara tidak langsung dalam pemberitaan terdahulu dari Injil
Kristen (Kis 2:22-32; 1Kor 15:3). Para rasul tidak mungkin meyakinkan pendengar
mereka di Yerusalem mengenai iman yang berpusatkan kebangkitan (Kis 5:28),
kurang lebih satu kilometer dari kubur Yesus, tanpa membicarakan keadaannya
yang kosong. Selain itu cerita-cerita tersebut menggabungkan unsur kubur kosong
dan penampakan Yesus secara lancar tanpa menimbulkan keganjilan (Mat 28:1-9;
Yoh 20:1-18).

'Kritik teologis'

Menurut filsafat Kant (1724-1804), ada perbedaan antara fakta dan arti.
Berdasarkan perbedaan tersebut pernah dikemukakan bahwa faktor Perjanjian
Baru yang menentukan adalah iman para murid, yaitu keyakinan bahwa Kristus
telah mengalahkan musuh mereka dan mengangkat mereka menuju kehidupan
baru yang penuh harapan dan arti. Apakah Yesus benar-benar bangkit dari kubur
atau tidak, kurang penting menurut pandangan ini dan sulit untuk dipastikan. Pada
masa kini diakui bahwa fakta dan arti tidak dapat dipisahkan secara demikian, lagi
pula perbedaan ini jelas tidak cukup untuk menerangkan timbulnya iman Kris- ten
dalam kebangkitan Yesus. Pandangan tersebut mengatakan bahwa tradisi
mengenai fakta kebangkitan timbul dari iman para murid, padahal yang sebaliknya
yang benar. Keadaan sekitar kematian Yesus membuat pandangan tersebut terlalu
fantastis. 'Bukti-bukti historis' Ada tiga macam bukti tentang kebangkitan Yesus
yang sulit untuk dikesampingkan, artinya tafsiran skeptis apa pun mengenai hal itu
lebih sulit dipertahankan daripada penjelasan Perjanjian Baru bahwa Yesus

telah bangkit dari antara orang mati. Tiga bukti tersebut adalah:

kubur yang kosong;

Yesus telah dilihat hidup sesudah kematian-Nya; dan para murid diubah.

Kenyataan yang ketigalah (yang berdasar pada kedua bukti terdahulu) yang
menampilkan gereja di dunia dan, walaupun banyak kelemahannya, gereja masih
tetap ada sekarang untuk bersaksi tentang Kristus. Dalam pengertian ini, bukti
tentang kebangkitan Yesus tidak dapat dibantah, sama seperti iman yang
mendasari penulisan buku ini tidak dapat diban- tah, ataupun batu-batu dan
semen dari gereja terdekat. Tanpa kebangkitan tidak akan ada umat Kristen yang
mempertahankan dan memberitakan Injil selama dua puluh abad. Mengingat
keadaan meninggalnya Yesus, kebangkitan merupakan satu-satunya penjelasan
yang dapat diterima mengenai kelahiran gereja dengan penuh gairah dan

38
keyakinan, dan kita masih dapat menyelidikinya dan mengalaminya dari karya
sastranya, yaitu Perjanjian Baru. 'Kebangkitan dan keilahian Yesus' Pernah
dikatakan bahwa kebangkitan itu, kalaupun benar, tidak membuk- tikan keilahian
Yesus karena Ia membangkitkan orang lain dari kematian tanpa menganggap
mereka ilahi. Namun pandangan ini tidak mempertim- bangkan dua hal. Pertama,
kebangkitan-kebangkitan ini dilakukan oleh kuasa Yesus, suatu kenyataan yang
penuh arti; orang-orang tidak setiap hari bertemu dengan seseorang yang dapat
membangkitkan orang mati, dalam masyarakat mana pun! Kedua, kebangkitan
Yesus tidak hanya menyangkut pemulihan kehidupan fisik. Ia tidak tampil di
hadapan para murid sebagai mayat yang bangkit kembali untuk sementara. Yang
menyebabkan pujaan dan penyembahan spontan mereka adalah ke- menangan
atas kematian oleh seseorang yang telah bergumul dan menginjak-injak musuh
yang ditakuti itu (Rom 6:9; 2Tim 1:10). Dalam Perjanjian Lama pemberian hidup
adalah hak istimewa Allah (Kej 2:7; 1Sam 2:6). Yesus menyatakan diri-Nya sebagai
yang meng- hidupkan (Yoh 5:21; 11:25) dan membuktikannya dengan bangkit dari
kematian (1Kor 15:45). Kalau dilihat tersendiri, kebangkitan itu mungkin tidak
cukup untuk membuktikan keilahian, namun dalam konteks seluruh pengajaran
serta pelayanan Yesus rasanya sulit untuk menafsir- kannya lain daripada
penegasan akan keilahian-Nya. Paulus mengatakan demikian juga, mengingat
kaitan antara gelar "Tuhan" dan nama _Yhwh_ dalam Perjanjian Lama: Ia
"dinyatakan oleh kebangkitanNya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak
Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita" (Rom 1:4).

'9. Kenaikan'
Kenaikan Yesus (Mat 28:16; Luk 24:50; Kis 1:1-11) pernah dikritik sebagai
ungkapan pandangan dunia yang mitologis dan ketinggalan zaman, yaitu semesta
alam bertingkat tiga. Padahal kenaikan itu baru dapat dipahami dengan baik dalam
konteks keseluruhan pelayanan Kris- tus sebagai penyelamat. Sesudah
kebangkitan-Nya, Yesus muncul di antara murid-murid-Nya selama 40 hari untuk
menyelesaikan pengajaran-Nya kepada mereka dan untuk memberikan mereka
kepastian sepenuhnya akan kemenangan-Nya atas kematian dan kedatangan
kerajaan Allah melalui Dia. Keadaan luar biasa ini tentu berakhir dan
membutuhkan suatu peristiwa yang bersifat klimaks untuk mengungkapkannya.
Kalau kita simak kembali makna awan itu dalam Perjanjian Lama sebagai
manifestasi kemuliaan dan kehadiran Allah (Kel 40:34; 1Raj 8:10-11'; bnd. Luk
9:34-35), serta perhatian Yesus yang telah bangkit untuk meyakinkan murid-murid-
Nya bahwa kini Ia memerintah semesta alam (Mat 28:18; Kis 2:33), maka kita
sudah mendapat dasar rasional bagi kenaikan sebagai kejadian sungguh-sungguh
dalam ruang dan waktu. Para rasul menyaksikan Tuhan Yesus terangkat dan awan
menutup-Nya dari pandangan mereka. Seperti yang selalu ditegaskan oleh surat-

39
surat Per- janjian Baru, kenaikan Yesus merupakan penegasan penting tentang
kodrat ilahi-Nya; artinya Ia mempunyai bagian dalam kemuliaan Allah dan
mempunyai kuasa untuk memerintah di surga dan di dunia.

'E. Kesadaran diri Yesus dan pernyataan-Nya'


Kesadaran diri Yesus tak ada tandingannya dalam sejarah dan merupakan
bukti kuat tentang kekhasan kodrat-Nya. Hal ini khususnya diungkapkan dalam
hubungan-Nya dengan Bapa-Nya. Pada usia 12 tahun Dia menunjukkan perasaan
hubungan khusus dan tanggung jawab luar biasa kepada Bapa (Luk 2:42-50). Sering
kali Ia menyinggung hubungan khusus itu (misalnya Yoh 4:34; 5:17-24; 10:30),
sambil menarik garis yang jelas antara keadaan-Nya sebagai Anak Allah dan
keadaan sebagai anak yang dialami orang lain (Mat 11:27; Mr 12:6). Keunikan
hubungan ini juga dinyatakan dalam doa-doa-Nya; hanya dengan satu
pengecualian, yaitu jeritan karena ditinggal sendiri di atas kayu salib, Ia selalu
menyapa Allah dengan cara unik dan khas. _Abba_ adalah panggilan akrab dan
penuh hormat seorang anak bagi bapaknya sendiri, yang berarti 'ayahku sayang'
atau 'ayahanda'. Tidak ada bandingannya di seluruh Perjanjian Lama, juga tidak
dalam doa dan liturgi Yahudi pada abad pertama. Agaknya Yesus sendiri yang
pertama sekali menyebut Allah sebagai _Abba_. Keunikan-Nya itu tidak lenyap
dengan pemakaian istilah ini oleh orang Kristen purba (Rom 8:16). Hak untuk
menggunakan istilah akrab ini mereka peroleh hanya karena keunikan Yesus
sebagai Anak Allah, yang oleh anugerah Allah juga dinikmati oleh mereka karena
"Roh AnakNya" (Gal 4:6). Yesus juga sadar akan eksistensi-Nya terdahulu, waktu
hidup dengan Bapa sebelum menjelma di bumi (Yoh 3:31; 8:58). Ia bahkan
menerima sembah (Luk 5:8; Yoh 20:28), bertentangan sekali dengan Paulus dalam
situasi yang serupa (Kis 14:11-15). Yesus melihat diri-Nya sebagai penggenapan
seluruh pengharapan Perjanjian Lama akan penyelamatan (Mr 1:14; 12:35; Luk
11:31), yang terbukti dalam gelar-gelar yang diberikan kepada Yesus dalam kitab-
kitab Injil. Kini kita pelajari empat gelar yang paling menonjol, yang
mengungkapkan kesamaan Yesus dengan Allah.

1. 'Mesias'
Gelar "Mesias" (Ibr. _masyiakh_), dalam bentuk "Kristus" (Yun. _khristos_),
menjadi panggilan yang paling lazim bagi Tuhan Yesus. Secara harfiah gelar ini
berarti "Ia yang diurapi". Dalam Perjanjian Lama kata ini biasanya dipakai untuk
raja (1Sam 9:16; 24:6) tetapi juga untuk para nabi (1Raj 19:16'), imam ('Im 8:12),
bahkan bagi raja kafir (Yes 45:1). Dengan pembuangan bangsa Yahudi ke Babel,
janji-janji kepada raja (Mazm 72:1-20; 86:3) mulai dilihat dalam kerangka
munculnya seorang raja baru pada masa mendatang, yang adalah dari keturunan
Daud (Yeh 37:24). Antara zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,

40
pengharapan ini berkembang menjadi pengharapan umum akan seorang raja
Mesias politis yang sangat diwarnai oleh nasionalisme. Ada yang
mempertanyakan apakah Yesus menganggap diri-Nya sebagai Mesias, mengingat
bahwa Ia enggan menggunakan gelar tersebut khususnya pada awal pelayanan-
Nya. Keengganan ini sebagian besar dapat dijelaskan karena salah pengertian pada
zaman-Nya baik dari orang Yahudi (Yoh 6:14') maupun bukan Yahudi (Mr 10:42)
mengenai hal Mesias. Ada bukti jelas bahwa Ia sadar akan diri-Nya sebagai Mesias,
khususnya bahwa Dia dan misi-Nya mutlak penting bagi kedatangan kerajaan Allah
(Mat 12:28; Luk 17:21). Terdapat juga pernyataan yang jelas mengenai gelar
Mesias, seperti pada waktu Ia masuk Yerusalem dengan penuh kemenangan (Mr
11:1-10) dan kesaksian-Nya pada pengadilan-Nya (Mr 14:61). Selain itu Ia
menerima gelar tersebut dari murid-murid-Nya yang paling dekat (Mr 8:29). Jelas
bahwa bagian kemudian dari Perjanjian Baru tidak segan-segan menggunakan
gelar tersebut (1Kor 1:1; Ibr 3:6; 1Pet 4:1). Yesus adalah yang diurapi Allah, yang
mewarisi janji kepada Daud (Luk 1:32) dan yang akan mendatangkan hari mulia
yang telah dijanjikan saat Allah akan memerintah sebagai raja.

2. 'Anak Manusia'
Inilah sebutan yang paling disukai Yesus untuk menyebut diri-Nya. Asal- nya
terutama dari Daniel 7:13-14, yang berkata bahwa Anak Manusia, (seorang
penghuni surga) akan datang pada akhir sejarah sebagai tuan dan hakim dari
semua dan mewarisi kerajaan dunia. Walaupun peng- gunaannya tidak selalu
mempunyai makna yang sama pentingnya, namun banyak keterangan yang jelas
mempunyai arti mendalam (Mat 9:6; 12:40; Mat 16:24; Mr 8:31; Luk 19:10; Yoh
3:14'). Markus 14:62 penting karena di sini Yesus menyinggung peranan-Nya yang
melebihi peranan-Nya sebagai Mesias, gelar yang ditawarkan kepada-Nya, dan Dia
menyatakan bahwa Ia memenuhi peranan Anak Manusia dari Daniel 7:1-28. Dalam
pengertian Yesus, Anak manusia khususnya berhubungan dengan penghakiman
(Mat 25:31-46; Yoh 5:27). Konsep Paulus tentang Kristus sebagai Adam terakhir
(Rom 5:14; 1Kor 15:45; Fili 2:5) mungkin mengacu pada penyamaan Anak Manusia
dengan Adam, manusia asli, dalam Yudaisme pada abad pertama.

3. 'Anak Allah'
Dalam kebudayaan berbahasa Yunani pada zaman Perjanjian Baru, gelar "anak
Allah" diberikan kepada para kaisar dan kepada orang yang bisa mengadakan
mujizat. Dalam Perjanjian Lama, istilah ini dipakai tentang:

bangsa Israel (Kel 4:22; Hos 11:1);

raja-raja (2Sam 7:14) dan

41
Mesias (mazmur-mazmur kerajaan, misalnya Mazm 2:7).

Perjanjian Baru juga menghubungkan gelar ini dengan Mesias (Mat 16:16; Mr
14:61). Semua penggunaan ini menekankan pilihan ilahi dan ketaatan yang
dituntut sebagai tanggapan terhadap pilihan itu (Mal 1:6). Gelar ini juga
dihubungkan dengan Yesus pada baptisan-Nya (Mat 3:17) dan pencobaan-Nya
(Mat 4:3,6). Dia memakai gelar ini pada umumnya bukan berhubungan dengan
pengadaan mujizat, melainkan dengan kesetiaan- Nya pada tugas yang dibebankan
kepada-Nya, khususnya penderitaan (Mat 16:16; Mr 15:39). Gelar tersebut
menunjukkan keesaan dengan Allah, sehingga orang Yahudi mengartikan
penggunaan gelar itu oleh Kristus sebagai pernyataan tentang keilahian yang
menurut mereka bersifat menghujat (Yoh 10:33,36). Gereja purba sering
menyebut Yesus sebagai Anak Allah (Kis 9:20; Rom 1:4; Ibr 1:1-2; 1Yoh 4:15), suatu
gelaryangsekaligusmenunjuk pada hidup-Nya yang taat dan pada hubungan-Nya
yang unik dengan Bapa, serta dampaknya bahwa sebagai Anak Allah yang kekal Ia
bersifat ilahi.

4. 'Tuhan'
Gelar "Tuhan" (Yun. _kurios_) dipakai pada zaman Perjanjian Baru dengan arti
umum "tuan" atau "pemilik", juga sebutan lazim bagi ilah (1Kor 8:5). Kalau dipakai
untuk kaisar, dimaksudkan kekuasaan politik serta keilahiannya. Para rabi Yahudi
kadang-kadang disapa demikian sebagai tanda penghormatan besar (Mat 7:21);
tetapi "Tuhan" (Ibr. _adon_) paling banyak dipakai sebagai pengganti nama Allah
yang dianggap terlalu suci untuk disebut. Demikianlah padanan bahasa Yunani
untuk Tuhan (_kurios_) dipakai dalam Septuaginta untuk menerjemahkan nama
_Yhwh_ dan setelah Paskah digunakan untuk Kristus yang agung dan yang
memerintah (Kis 2:36). Kini Yesus adalah Tuhan atas semesta alam (Rom 10:9)
serta "Tuan di atas segala tuan" (1Tim 6:15) dan dalam pengertian ini gelarnya
hampir serupa dengan "raja". Perjanjian Baru juga sering menggunakan Mazmur
110:1' dengan acuannya kepada "Tuhan" ('Kis 2:34-35; Rom 8:34; Kol 3:1; Ibr 1:13;
1Pet 3:22). Dalam ayat-ayat inilah gelar kemaha- kuasaan dan keagungan ini
menegaskan keilahian Kristus (Yes 45:21-23; bnd. Fili 2:9-11; Yoel 2:32'; bnd. 'Kis
2:21,36).

E. 'Pernyataan tidak langsung'


Yesus memanggil orang untuk mengikuti diri-Nya. Panggilan radikal itu
mendengungkan panggilan Allah dalam Perjanjian Lama (Ul 1:36; Yos 14:8; Mr
1:17,20) karena bukan semata-mata untuk mengikuti ajaran-Nya, melainkan
mengikuti diri-Nya dengan penyerahan mutlak (Mat 10:38; Luk 14:26). Kedatangan
Yesus merupakan peristiwa pokok dalam karya Allah dengan manusia; tujuan ilahi

42
bagi seluruh manusia tergan- tung pada diri-Nya dan misi-Nya. Kita akan diadili
pada hari terakhir sesuai dengan respons kita terhadap Yesus (Mat 25:31-46; Yoh
5:25-29). Jelaslah Yesus adalah tokoh yang luar biasa, yang tak ada bandingnya
dalam seluruh sejarah manusia. Pernyataan-Nya dan kesadaran diri-Nya, serta
dampak moral Yesus pada orang sezaman-Nya, memperlihatkan segi kepribadian
Yesus yang tidak dapat dijelaskan secara memadai jika kita berpendapat bahwa Ia
manusia saja.

'a. Kelahiran dari anak dara'

Kelahiran Yesus dari anak dara diajarkan dengan jelas (Mat 1:18; Luk 1:39).
Markus dan Yohanes tidak menyinggung hal ini karena Injil mereka dimulai dengan
pelayanan Yesus di depan umum, walaupun dalam pendahuluan Injil Yohanes asal
usul Yesus diundurkan jauh ke belakang sampai pada keberadaan-Nya sebelum
segala sesuatu ada (Yoh 1:1'). Ada kemungkinan bahwa Paulus mengetahuinya (Gal
4:4) dan pasti tidak ada sesuatu pun dalam Perjanjian Baru yang menyangkal cara
kelahiran tersebut. Dengan cara yang khas, Matius mendapat petunjuk mengenai
hal ini dalam Perjanjian Lama (Yes 7:14), walaupun per- debatan masih terus
berlangsung mengenai arti tepat dari kata Ibrani _alma_ yang digunakan oleh
Yesaya dalam ayat tersebut. Teks riwayat kelahiran Yesus dalam Injil Matius dan
Lukas terbukti dengan cukup kuat, sama kuatnya seperti bagian-bagian penting
lain dalam kitab-kitab Injil; lagi pula, tidak mungkin membaca cerita tersebut selain
sebagai cerita yang dimaksudkan sebagai sejarah. Beberapa pengritik menolak
kelahiran dari anak dara dengan berkata bahwa ajaran itu bersifat doketis (artinya,
menyangkal kemanusiaan Yesus yang sejati). Tetapi kesimpulan itu tidak perlu.
Asal saja kita menegaskan bahwa Anak abadi sungguh-sungguh dipersatukan
dengan kodrat manusia sejak saat pembuahan, maka ajaran tersebut tidak
menyangkal kemanusiaan-Nya yang sejati. Di pihak lain ada bahaya bahwa kita
terlalu membesar-besarkan arti kelahiran dari anak dara. Ajaran itu hanya
menjelaskan bahwa kemanusiaan Yesus tidak berasal dari seorang ayah insani,
seperti orang lain. Perlu diperhatikan bahwa Alkitab tidak pernah melukiskan Allah
Bapa sebagai leluhur pria yang memberikan kromosom laki-laki untuk
pengembangan janin. Harus ditegaskan pula bahwa orang Kristen tidak percaya
bahwa Allah kawin dengan Maria dan mendapat anak dengan cara persetubuhan
insani. Kalau dipikir sepintas lalu memang pandangan ini harus ditolak, karena
makhluk yang akan dilahirkan dengan cara demikian tentu bukan Allah dan
manusia sejati tetapi semacam hibrida yang setengah Allah dan setengah manusia.
Pandangan seperti itu tentang Yesus pernah muncul pada abad kelima dan
dinyatakan sebagai ajaran\ sesat (lihat di bawah tentang Eutychianisme: ps 17.1.g).
Pandangan ini membuka pintu bagi pendapat Ireneus yang melihat persamaan

43
yang tak beralasan antara Hawa dan Maria, sehingga pada kemudian hari Maria
dipandang sebagai penebus di samping Yesus. Bagi orang yang peka terhadap
ajaran Alkitab, pandangan ini kedengaran sebagai penyangkalan bahwa Kristus
adalah Penebus satu-satunya yang sempurna dan mantap. Dalam sejarah
pemikiran Roma Katolik, pandangan ini telah menyebabkan pengagungan yang
berlebihan akan keperawanan. Penggabungan kodrat kekal Anak Allah dan kodrat
manusia sejati dalam satu pribadi merupakan misteri. Misteri itu tidak dikurangi
oleh kelahiran dari seorang anak dara. Namun kita boleh bertanya, apa saja
maknanya?

(1) Peristiwa ini memproklamasikan keunikan bayi yang dilahirkan. Dalam


Alkitab, bayi-bayi istimewa biasanya lahir secara khusus (Kej 21:1-7; Luk 1:5-23).

(2) Peristiwa ini menunjukkan bahwa Allah yang supra-alami itu bekerja dalam
penjelmaan. Karena itu keberatan-keberatan biologis sama sekali tidak pada
tempatnya. Berdasarkan keyakinan bahwa Allah mahakuasa, maka pembuahan
pada anak dara memang tidak mustahil.

(3) Turunnya Roh Kudus atas Maria menyatakan bahwa dalam Kris- tus, Allah
masuk selengkapnya dan sepenuhnya ke dalam pengalaman manusia sejak saat
pembuahan.

(4) Peristiwa ini sesuai dengan ajaran Paulus (Rom 5:12-13; 1Kor 15:22) bahwa
Kristus adalah Adam kedua dan dalam Dia terjadi permulaan baru sejarah moral
manusia.1 Kelahiran Yesus dari anak dara ini memproklamasikan tindakan Allah
yang berdaulat untuk melepaskan belenggu perbudakan dan dosa berabad-abad
yang disebabkan oleh keterlibatan umat manusia dalam kejatuhan wakil dan
sekaligus kepalanya, Adam.

(5) Kelahiran itu konsisten dengan keberadaan Yesus sebelum segala sesuatu.
Untuk semua orang lain, penghamilan adalah permulaan eksis- tensi suatu pribadi
baru; dalam hal Yesus, Firman abadi berada sebelum saat pembuahan. Ini
diungkapkan dalam kata-kata Alkitab, "Roh Kudus akan turun atas" dan
"menaungi" Maria (Luk 1:35).

(6) Peristiwa ini menyuguhkan analogi dengan penebusan yang digambarkan


sebagai "kelahiran kembali" (Yoh 1:12; 3:3' dst.; 1Pet 2:2; Tit 3:5). Yusuf
dikesampingkan dan dengan demikan ditunjukkan keadaan manusia yang tak
berdaya, dan di bawah hukuman, di hadapan karya penyelamatan Allah.

--------------------

44
1.Tidak dikatakan bahwa dosa warisan dielakkan dengan cara tidak ada
persetubuhan seksual warisan, seolah-olah dosa adalah penyakit genetik.
Kalaupun itu benar, maka dosa warisan masih akan diwariskan kepada Yesus
melalui Maria sendiri. Memang ada orang yang berpendapat bahwa Maria tak
tercela, atas dasar prinsip bahwa hanya seorang ibu tak berdosa dapat melahirkan
anak tak berdosa. Tetapi sama sekali tidak ada dukungan Alkitab untuk pendapat
itu.

---------------------

F. 'Kesimpulan'
Bukti-bukti yang dikemukakan di atas menunjukkan secara
meyakinkanbahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah abadi yang telah menjelma
menjadi manusia untuk menebus orang berdosa. Ia adalah pribadi kedua dalam
Tritunggal, Allah yang menjadi manusia.
Terlepas sama sekali dari bukti-bukti ini, keilahian Yesus Kristusmerupakan dasar
pokok bagi kepercayaan bahwa penyataan Kristen ber- sifat akhir dan
penyelamatan Kristen adalah sejati. Jika bukan Allah sen- diri yang datang kepada
kita dalam Kristus, maka penyataan yang dibawa-Nya bukanlah penyataan terakhir
dan mungkin masih akan diganti dengan yang lain. Penolakan keilahian Kristus
dengan sekali pukul menumbangkan kebenaran pokok kekristenan dan kita
kembali lagi pada situasi sebelum Injil disampaikan kepada kita, yaitu mencari-cari
kebenaran dalam kegelapan. Jika Yesus bukan Allah sendiri yang datang kepada
kita, penyelamatan yang dibawa-Nya tak berdaya untuk mengampuni dan
menyelamatkan. Allah yang ditentang manusia dan hanya Allah yang dapat
menebusnya. Jika Yesus bukan Anak Allah, Ia tidak relevan bagi soal hubungan
manusia dengan Allah, kematian dan pendamaian-Nya tidak relevan bagi keadaan
moral manusia di hadapan Allah, dan perasaan kita tentang damai dan
pengampunan melalui Dia tinggal hanya perasaan dan tidak lebih dari subjektivitas
saja. Dan sekali lagi kita terikat pada tugas yang tak ada habis-habisnya dan tak
mungkin berhasil untuk membenarkan diri di hadapan Allah. Syukurlah kita dapat
melupakan dua mimpi buruk ini. Kita mengingat lagi akan kenyataan bahwa Yesus

45
adalah Anak Allah, dan dengan demikian kebenaran akhir terungkap dalam Dia dan
penebusan akhir dibawa melalui Dia.
'Bahan Alkitab'

Yesus Kristus sebagai Allah:


Matius 28:19; Yohanes 1:1-2,18; 20:28; Kisah 20:28; Roma 9:5; 1Korintus 12:4-6;
2Korintus 13:14; Efesus 1:1-15; 2:18,20-22; 4:4-6; Kolose 1:15-19; 2:9; 2Tesalonika
1:12; Titus 2:13; Ibrani 1:8; Yakobus 1:1; 2Petrus 1:1; 1Yohanes 5:20; Wahyu 5:13.
Yesus dan Tuhan Allah:
Matius 24:30-31; Markus 2:1-12,19-20; 8:38; 14:62;Yohanes 1:1-3; 5:22-30; 6:35;
8:12,24,58; 10:9,11-12; 11:25; 12:41; Yohanes 14:6; 15:1; 17:5; 18:5-6; Kisah 1:8;
2:34-35; 7:59-60;Kisah 9:13-14; 17:31; Roma 8:34; 9:5; 10:9; 1Kor 2:8; 12:3; 16:22;
2Korintus 4:4-5; Efesus 1:9-10,20; 4:8; Filipi 2:9-11; Kol 1:16; 3:1; 1Tesalonika
3:11-12; 2Tesalonika 3:5; Ibrani 1:1-13; 13:20-21; Yakobus 2:1; 1Petrus 2:7-8;
3:15,22; 2Petrus 3:18; Wahyu 1:5-6; 2:8; 5:12,21.
Keterangan Perjanjian Baru lainnya:
Matius 3:17; 7:21-22; 9:2; 11:2-6,27; 16:16; 25:31-46; Markus 1:17; 4:41; 10:21;
12:6-7; 13:32; 16:1-8; Lukas 1:35; 5:8,21; 7:14-15,47; 11:20; 24:1-52; Yohanes 3:31;
5:17-24; 8:46; 10:29-38; 11:1-57; 13:13; 14:6; Kisah 2:24-33; 8:36-38; Roma 1:3-4;
8:1,34; 16:7; 1Kor 15:1-20,45; 2Korintus 5:15; Galatia 2:20; 3:28; Efesus 1:10-23;
3:8-9; Kol 3:1; Ibrani 1:1-2; 3:6; 4:14; 1Petrus 1:19; 2:21-22; 3:18,22; 1Yohanes 3:5;
4:15; Wahyu 17:14; 19:16.
'Bahan diskusi/penelitian'
1. Uraikan tanggapan Anda atas pernyataan, "Tidak ada pernyataan
dalam Perjanjian Baru bahwa Yesus adalah Allah."
2. Tunjukkan bukti-bukti utama Alkitab yang menyamakan Yesus
dengan Tuhan Allah.
3. Apa arti
(a) pernyataan-Nya,
(b) kelahiran-Nya dari anak dara, dan
(c) kebangkitan-Nya bagi pribadi Yesus?

46
4. Mengapa penting untuk menegaskan bahwa kebangkitan Yesussungguh-
sungguh merupakan fakta sejarah?
5. Selidikilah dampak keilahian Yesus bagi usaha manusia untuk mencari
(a) kebenaran dan
(b) penyelamatan.

47
BAB IV.

MANUSIA
A. Watak Manusia
"Apakah manusia?" tanya pemazmur berabad-abad yang lalu (Mazm 8:5). Kini
pertanyaan ini menghadapi kita lagi, namun kemungkinan mendapat jawaban yang
tuntas jauh lebih tipis daripada sebelumnya. Berbagai faktor berpadu menjadi
penyebab krisis antropologi (pengetahuan tentang manusia) itu. Akhir-akhir ini kita
menghadapi kemungkinan kemusnahan umat manusia secara total, apakah itu
karena bom nuklir, kekurangan bahan pangan, polusi lingkungan hidup ataupun
gangguan-gangguan lain yang tak terduga. Unsur-unsur lain yang turut
mempercepat krisis ini adalah kecepatan dan luasnya perubahan (_future shock_),
serta kehidupan modern yang luar biasa rumitnya sehingga meng- akibatkan
rontoknya dasar-dasar pikiran kebudayaan yang seragam. Namun antropologi
sekuler tidak memberikan bantuan yang diperlukan. Terlepas dari masalah jumlah
teori yang terlalu besar, antropologi gagal memberi jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan paling pokok seperti:

Dari mana asalnya umat manusia?

Apa makna manusia?

Akan ke manakah kita?

Di samping itu, dalam pengertiannya mengenai umat manusia, ilmu ini masih
dilanda ketegangan-ketegangan yang belum terpecahkan. Apakah kita harus
melihat diri kita terutama dalam pengertian kemampuan rasional dan spiritual,
seperti dalam filsafat klasik atau pemikiran Timur, atau terutama dalam pengertian
jasmani kita, seperti yang dikemukakan Epicurus, Marxisme dan segala bentuk
materialisme? Apakah manusia harus dilihat terutama sebagai individu, seperti
yang dianjurkan eksistensialisme dan banyak psikologi modern; atau sebagai
masyarakat, seperti dalam sosiologi dan Marxisme? Apakah kita seharusnya
pesimistis, seperti pada eksistensialisme dan beberapa bentuk penafsiran
psikologis; atau optimistis seperti pada humanisme, Marxisme dan hedonisme
populer? Pertanyaan ini mengarisbawahi relevansi pandangan Kristen karena
menimbulkan pertanyaan apakah semua bukti sudah dipertimbangkan. Apakah
tidak ada dimensi lebih lanjut yang menjadi kunci buat pengertian diri kita sendiri?
Menurut antropologi Kristen memang ada dimensi demikian dan asal mula semua
kekacauan sekarang ialah pengabaiannya. Calvin menyatakan begini, "Manusia
tidak pernah mencapai pengetahuan jelas akan dirinya kecuali jika ia sebelumnya

48
melihat wajah Tuhan, kemudian beranjak dari memandang Dia dan mulai meneliti
dirinya sendiri". Manusia hanya dapat dimengerti sepenuhnya dalam hubungan-
nya dengan Allah serta rencana-Nya untuk umat manusia, yaitu dalam terang
penyataan ilahi.

Menurut Alkitab, manusia adalah mutlak ciptaan Allah (bnd. Kej 1:26; Kej
2:7-8,21-22; Mazm 8:3; Kis 17:26,28; dll.). Kita bukan buatan sendiri, bukan pula
hasil kebetulan dari suatu proses kosmik. Apa pun yang dikatakan tentang kita,
bagaimana pun kita gambarkan hubungan antara tindakan kreatif Allah dan proses
sebab akibat dari kelahiran manusia, namun inilah dasar kokoh Alkitab: setiap laki-
laki dan setiap perempuan ada hanya karena Allah menciptakannya. Ini
ditandaskan di seluruh Alkitab (Kej 5:1-2; Mazm 139:13-14; Pengkh 12:1; Mat 19:4;
Rom 1:25; Yak 3:9; 1Pet 4:19). Ada dua aspek penciptaan Adam oleh Allah:
"TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan
nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang
hidup" (Kej 2:7). Tindakan ganda Allah ini sesuai dengan aspek ganda watak
manusia, yakni fisik dan spiritual. Namun, sebaiknya jangan membuat pemisahan
yang terlalu tajam antara kedua aspek tersebut. Manusia terdiri dari tubuh dan
roh, yang saling terkait secara mendalam (lihat di bawah: ps 11.3.b). Hawa
dibentuk dari Adam dengan perbuatan penciptaan khusus yang lain lagi (Kej 2:21),
yang mengarisbawahi sifat saling mengisi dari laki-laki dan perempuan. Meskipun
generasi- generasi berikut memperoleh hidup dengan cara yang lain dengan Adam,
namun pada dasarnya ikhwal kita tidak berbeda (bnd. di atas: ps 8.2), karena kita
sepenuhnya menerima hidup dari Allah. Alkitab menjaga rasa pesona yang wajar
pada waktu merenungkan munculnya kehidupan manusia (Mazm 139:13' dst.;
'Ayub 10:8-12). Pada waktu diciptakan, manusia diberi harkat khusus. Diangkat
Allah sebagai pemerintah dunia di bawah Dia, ia mendapat tugas untuk memiliki
dan menguasainya serta memerintah makhluk-makhluk lain (Kej 1:27-2:3; bnd. Kej
8:5). Keadaan kita sekarang, yang sudah jatuh ke dalam dosa, jangan sampai
menutup mata terhadap keluhuran dan harkat manusia semula.

Manusia dalam hubungan dengan Allah

B. Asal usul kehidupan


Mereka yang menolak adanya Pencipta melihat penyebab kehidupan di bumi
sebagai hal untung-untungan saja. Dalam sejenis kolam air pada zaman pertama,
dan sesudah kurun waktu yang sangat besar, suatu rentetan reaksi dan kombinasi
yang unik tetapi kompleks akhirnya menghasilkan protoplasma dengan ciri-ciri
yang membuatnya layak dikatakan "hidup". Eksperimen-eksperimen untuk
menciptakan kembali kondisi-kondisi ini telah menimbulkan pertanyaan apakah

49
kehidupan dapat "diciptakan" dalam tabung kimia, dan jika demikian apa pula
dampaknya bagi ajaran Kristen tentang ciptaan. Namun:

para ilmuwan tidak sependapat bahwa hal itu mungkin;

sekalipun itu terjadi, kelihatannya tidak ada kontradiksi pokok dengan ajaran
Alkitab karena Tuhan membiarkan manusia untuk mengikuti pikiran-Nya melalui
penyataan diri-Nya dan meniru karya penciptaan-Nya dalam hal-hal lain,
misalnya dengan meng- hasilkan varietas tanaman dan binatang baru; dan
banyak tergantung dari apa yang dimaksudkan dengan "hidup" di sini.
Sebenarnya adalah hampir tidak mungkin bahwa kehidupan yang begitu kompleks
terjadi di planet ini secara kebetulan. Mengingat hal ini, maka kepercayaan Kristen
akan adanya penciptaan bertujuan oleh kehendak sang Pencipta jelas lebih mudah
diterima.

1. Asal usul manusia

Masalah asal manusia telah menimbulkan perdebatan yang menggairahkan dan


kadang-kadang juga sengit selama dua ratus tahun terakhir ini. Penerbitan karya
Darwin, _The Origin of Species_ (1859), menyebabkan terjadinya bentrokan antara
penjelasan biologis dan agama yang sudah lama membara. Kami mengakui
pengilhaman sepenuhnya dan kewenangan ilahi dari perikop Alkitab yang
bersangkutan dengan hal ini (Kej 1:20-2:9). Namun dalam usaha menafsirkannya
secara tepat kami ajukan dua pertanyaan yakni:

Bentuk sastra apa yang dipakai? dan Apa maksud penulisnya? Yang menjadi
pokok persoalan adalah hubungan antara perikop-perikop Alkitab ini dengan teori
evolusi. Evolusi organik secara umum dapat didefinisikan sebagai "asal usul spesies
dari spesies yang sudah ada sebelumnya melalui proses penurunan dengan
modifikasi". Ada empat pandangan utama tentang teori ini.Pertama,
_evolusionisme_ yakni bahwa teori evolusi mempunyai penjelasan menyeluruh
mengenai asal usul manusia dan membuang segala keterangan mengenai karya
suatu Pencipta. Tentu saja seorang Kristen tidak mungkin menerima pandangan
tersebut. Kedua, ada pandangan _kreationisme langsung_ yang percaya bahwa
asal mula manusia adalah secara harfiah seperti yang digambarkan dalam Kejadian
2:7-8. Adam diciptakan dari debu dan Hawa dari tulang rusuknya oleh perbuatan
ilahi yang khusus. Bukti paleontologis tentang perkembangan dalam spesies dan
hubungan manusia dengan proses ini tentu merupakan masalah untuk pandangan
ini. Bukti itu dijelaskan berdasarkan berbagai alasan, misalnya "teori air bah" yang
mengatakan bahwa banjir pada zaman Nuh menjelaskan adanya bahan fosil.
Menurut "teori kesenjangan", Kejadian 1:2 berarti perbuatan penciptaan pertama
diikuti oleh malapetaka global yang mengakibatkan kenyataan- kenyataan geologis

50
yang dapat diamati sekarang, dan peristiwa ini pada gilirannya diikuti oleh
perbuatan penciptaan kembali yang menghasilkan dunia sebagaimana dikenal
sekarang. Ketiga, pandangan _kreationisme progresif_ menyatakan bahwa
Kejadian 1:1-31 secara garis besar mencatat perbuatan-perbuatan kreatif Allah
yang berturut-turut yakni dari penciptaan _ex nihilo_ (Kej 1:1') sampai pada
munculnya manusia ('Kej 1:27), yang dilihat sebagai tahapan penciptaan ilahi baru.
Teori ini mengakui adanya perkembangan evolusioner dalam spesies-spesies
utama, tetapi menerangkan kesenjangan-kesenjangan di antaranya sebagai
tindakan penciptaan yang berturut-turut. Tindakan itu mungkin tidak menurut
urutan yang diutarakan dalam Kejadian 1:1-31, yang memang berlainan dari yang
disebutkan dalam Kejadian 21:1-31.

Keempat, _evolusi teistis_ menerima teori evolusi sebagai penjelasan umum


tentang bagaimana Allah bekerja dalam menciptakan dunia dan membentuk
kehidupan di dalamnya. Namun, mengenai munculnya manusia diajukan faktor
lain lagi, yaitu tindakan ilahi di mana antropoid tertentu dipisahkan dan
dikembangkan sampai tingkat kesadaran baru dan dalam hubungan dengan Allah.
Dalam mengevaluasi pandangan-pandangan itu harus dipertimbangkan delapan
pokok berikut.

(a) Seharusnya penciptaan dari "yang tidak ada" jangan dipersoalkan. Menurut
pandangan ketiga dan keempat, bahkan untuk sebagian pandangan kedua juga,
ada pola sebagai berikut:

tindakan penciptaan pertama dari yang tidak ada mengadakan bahan baku
semesta alam;proses yang dikendalikan oleh Allah, yang mungkin ditandai oleh
lanjutan tindakan-tindakan kreatif primer, yang membentuk semesta alam yang
kita kenal sekarang ini; puncak proses ini yakni penciptaan manusia secara khusus,
atau sebagai suatu produk baru atau dengan pembentukan kembali dari
bentuk makhluk yang sudah dikembangkan.

(b) Kita sebaiknya menghindari pandangan yang kaku tentang hal ini. Penafsir-
penafsir Alkitab yang terpercaya, cerdas dan beriman pernah mendukung
pandangan kedua, ketiga dan keempat di atas. Hal ini meng- haruskan adanya
toleransi antara orang Kristen yang keyakinannya berbeda-beda. Para ahli ilmu
pengetahuan juga tidak boleh bersifat dogmatis karena evolusi masih merupakan
teori saja, yang mungkin akan diganti dengan teori yang lebih tepat pada suatu
waktu.

(c) Manusia berbeda dari binatang lain karena sifatnya yang luar biasa. Daya
rasional, kesadaran moral, pengutamaan keindahan, pemakaian bahasa, rasa takut
akan punah dan persepsi spiritual, segalanya menunjang penegasan Alkitab bahwa

51
manusia adalah unik dalam kerangka penciptaan. Beberapa ahli ilmu pengetahuan
Kristen yang lebih muda percaya bahwa dasar ilmiah teori evolusi harus diper-
tanyakan dan bahwa pandangan kreationisme langsung bukan saja sesuai dengan
Alkitab tetapi tidak perlu bertentangan dengan penyelidikan ilmiah paling teliti
tentang asal manusia. (4) Para pendukung teori evolusi teistis menunjukkan
kemanusiaan Yesus Kristus sebagai faktor yang membantu pandangan mereka.
Secara jasmani, Yesus tidak berbeda dari orang-orang sezaman-Nya. Ia men- dapat
bentuk fisik-Nya menurut proses normal keturunan dari generasi ke generasi (bnd.
Mat 1:1-17; Luk 3:23-38). Dengan begitu, keunikan-Nya tak akan tampak bagi ahli
biologi abad pertama. Apakah ini situasi yang sama dengan situasi Adam dalam
hubungannya dengan "nenek moyang- Nya" yang diduga berupa binatang
antropoid? Memang patut dicatat bahwa sejumlah teori dan teknik ilmiah seperti
astronomi Copernicus, operasi bidang kedokteran dan anestesi, pernah dinyatakan
bertentangan dengan agama Alkitab, tetapi sebenarnya tidaklah demikian.
Mungkin juga teori tentang asal usul tubuh Adam melalui proses evolusi, nanti
akan masuk kelompok teori itu.

(d) Satu pokok persoalan ialah bahwa proses penciptaan pada titik- titik
perkembangan tertentu nampaknya serampangan. Bayangkanlah seekor serangga
yang merayap di Borobudur: apakah serangga itu dapat mengetahui tujuan
keseluruhan candi itu? Seandainya pun serangga itu dapat mengerti susunan batu-
batu dalam bangunan itu dan terbang memandangnya secara keseluruhan, apakah
ia dapat menangkap tujuan gedung itu menurut pemahaman manusia? Demikian
juga, kita mengaku adanya tujuan ilahi bagi semesta alam karena penyataan sang
Pencipta, walaupun belum tentu kita memahami semuanya. (6) Persoalan lain
yang terkait adalah mengenai kepurbaan manusia. Persoalan ini timbul karena
silsilah-silsilah yang terdapat dalam Kitab Kejadian, yang menunjukkan hubungan
kekeluargaan Adam dengan Abraham dan bangsa Israel (Kej 5:1-32; 11:10-27) dan
menyebabkan Uskup Agung Ussher pada abad ke-17 menghitung waktu
penciptaan pada tahun 4004 sM. Namun sebenarnya silsilah dalam Kitab Kejadian
bukan laporan keturunan langsung dari ayah kepada anak. Silsilah ter- sebut
merupakan hasil penyingkatan dari beberapa generasi, bahkan kadang-kadang
mengacu pada dinasti dan bukan perorangan. Barangkali hal ini dapat menjelaskan
umur panjang orang sebelum air bah. Jadi kapan Adam itu hidup? Jika bukti
paleontologi dapat diterima secara umum, ia dapat ditempatkan pada bagian
permulaan pada skala waktu genealogis ataupun mendekati bagian akhirnya.
Kalau kita menempatkannya pada permulaan skala waktu, maka ini cocok dengan
penegasan dalam Kisah 17:26 bahwa bangsa- bangsa diturunkan dari satu orang.
Namun, untuk menyesuaikan ini dengan keseluruhan skala waktu, maka silsilah-
silsilah dalam Kitab Kejadian harus dianggap meliputi 200.000 tahun. Hal ini bukan

52
tidak mungkin. Akan tetapi ada hal lain yang mempersulit pula, yaitu gambaran
tentang peradaban yang sudah maju dalam Kejadian 4:26, yang menurut bukti-
bukti di luar Alkitab harus ditempatkan sekitar 8.000 tahun atau paling tidak
16.000 tahun sM.

Alternatifnya adalah pandangan bahwa Adam muncul agak kemudian pada skala
waktu. Dengan demikian dihasilkan hubungan yang lebih baik antara skala waktu
Alkitab dan skala waktu paleontologis, tetapi tidak menyelesaikan kesulitan adanya
"manusia" lain yang hidup pada zaman yang sama dengan Adam. Salah satu
penyelesaiannya adalah bahwa Adam mempunyai fungsi khusus sebagai wakil
manusia dalam hubungan asli dengan Allah (bnd. tentang federalisme di bawah ini:
ps 12.2.c) dan bahwa ia mewakili semua leluhurnya serta "manusia" lain yang
hidup pada zaman itu. Yang kedua itu ditingkatkan bersama dengan dia kepada
tingkat manusia benar. Ini cocok dengan kesan yang diberikan Kejadian 4:16
mengenai populasi bumi.

Namun, "manusia" lain itu (hominid) mungkin juga punah begitu saja, seperti
dikatakan kebanyakan ahli antropologi akhir-akhir ini. Dalam hal demikian, maka
varietas bangsa-bangsa yang ada di dunia sekarang semua berasal dari satu
keturunan, _homo sapiens _(Kis 17:26). Pada lain pihak, bukti paleontologis
secara keseluruhan dapat diper- tanyakan, menurut beberapa ilmuwan. Kalau
begitu, mungkin juga tidak ada ketegangan penting antara pandangan alkitabiah
dan ilmiah.

(e) Banyak tergantung pada cara kita menafsirkan Kej 1:1-3:32. Apakah ini mitos
agama? Ataukah gambaran sejarah yang terus terang, bahkan gambaran "ilmiah"?
Suatu penafsiran "religius" (bahwa Kitab Kejadian mengajarkan kebenaran-
kebenaran agama, bukan kebenaran- kebenaran sejarah) tentu mengurangi konflik
dengan teori-teori evolusi yang umum diterima; pendekatan demikian diterima
oleh cukup banyak orang Kristen, tetapi juga mempunyai kesulitan-kesulitan.
Misalnya, pandangan ini tidak memberi tempat layak pada segi ruang dan waktu
dalam Kejadian 1:1-3:24, misalnya lokasi taman Eden yang cukup tepat (Kej 2:8-14)
dan hubungan sejarah antara Adam dengan Abraham dan Kristus (Kej 10:1-11; Luk
3:23-38; Kis 17:26). Bentuk cerita dalam Kejadian 1:1-3:24' berkesinambungan
dengan 'Kejadian 4:1-26, demikian juga Kejadian 1:1-11:32' dan 'Kejadian 12:1-20.
Lagi pula Kejadian 1:1-2:25 menggambarkan dunia yang sempurna di mana
penderitaan, kematian dan kejahatan kemudian masuk sebagai akibat
ketidakpatuhan Adam.

Dalam semuanya ini, kita harus mengingat sifat khusus dari peristiwa-peristiwa
ini yang berada pada batasan antara dunia yang kita ketahui (yang penuh dosa)

53
dan dunia sebelum masuknya dosa, yang tidak kita ketahui. Pengalaman kita
secara tegas dibatasi oleh dosa dan kejatuhan dan peristiwa-peristiwa dalam
Kejadian 1:1-2:25 berada di luar batasan itu. Jelaslah bahwa ada kesinambungan,
karena Adam dan Hawa masih merupakan oknum-oknum yang sama sesudah
kejatuhan mereka, namun janganlah kita terlalu cepat menentukan apa yang
dimaksudkan atau yang tidak dimaksudkan oleh Kejadian 1:1-3:24.

(f) Akhirnya, kita harus menjaga supaya perdebatan mengenai hal-hal ini tidak
meniadakan pernyataan pokok Alkitab, yakni bahwa umat manusia adalah
makhluk yang ditempatkan Allah di dunia kepunyaan- Nya, yang berhubungan
secara unik dengan Dia serta bertanggung jawab secara khusus untuk menjaga
tatanan ciptaan.

(g) Gambar Allah '

Manusia dikatakan telah diciptakan "menurut gambar dan rupa" Allah (Kej 1:26).
Ungkapan itu diterapkan pada Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru (2Kor 4:4; Kol
1:15'; bnd. 'Ibr 1:3) dan dikatakan juga bahwa orang Kristen akan ikut memiliki
gambar ilahi itu melalui hubungan mereka dengan Kristus (Rom 8:29; 1Kor 15:49;
Kol 3:10). Bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah
membedakannya dari makhluk-makhluk lain. Dalam tradisi Kristen, "gambar" itu
ditafsirkan sebagai ciri-ciri seperti pengetahuan, kesadaran moral,
kesempurnaan moral asli dan kekekalan. Beberapa pakar ingin memberikan arti
fisik kepada "gambar" itu (bnd. Kej 5:3), namun kenyataan bahwa Allah adalah Roh
melawan pandangan ini. Pakar yang lain mengartikannya sebagai "wakil" atau
"simbol", sehingga manusia merupakan wakil Allah di dunia ini (sebagaimana
patung dalam agama kafir berfungsi sebagai wakil dewa yang disembah oleh
umatnya; atau gambar Presiden di kantor atau sekolah merupakan simbol
kekuasaannya yang berlaku di tempat itu). Ada bermacam-macam pandangan
mengenai bagaimana gambar itu dipengaruhi oleh kejatuhan. Irenaeus (130-200)
membedakan antara "gambar" (Ibr. _tselem_), yang diartikannya sebagai akal
manusia dan kebebasan moral, dan "rupa" (Ibr. _demut_) yang disamakan
dengan kebenaran aslinya, dan dia mengajarkan bahwa hanya "rupa" itu yang
hilang pada saat kejatuhan. Tafsiran ini diikuti terus sepanjang abad pertengahan
di Eropa dan membantu menghasilkan pandangan yang pada dasarnya optimistis
tentang sifat manusia tersebut. Sedangkan Luther menjelaskan bahwa Kejadian
1:26 adalah contoh kesejajaran dalam bahasa Ibrani, sehingga "gambar" dan
"rupa" mempunyai arti yang sama. Oleh sebab itu, gambar Allah hilang sama sekali
dan hanya dapat dipulih- kan melalui kelahiran kembali oleh Roh Kudus. Namun
Alkitab sebenarnya tidak berbicara tentang kehilangan total gambar Allah dan
pada tempat-tempat tertentu memakai istilah itu untuk manusia yang sudah jatuh

54
(bnd. Kej 9:6; 1Kor 11:7; Yak 3:9). Oleh sebab itu, Calvin berbicara tentang "sisa"
gambar Allah dalam manusia yang telah jatuh. Sisa itu tidak memberi dasar bagi
pembenaran manusia, namun masih membedakannya dari binatang dan
menerangkan bakat dan prestasi manusia bukan Kristen. Beberapa pakar Belanda
seperti Kuyper (1837-1920) dan Bavinck (1854-1921) memakai istilah "anugerah
umum" dengan maksud bahwa Allah dalam kemurahan-Nya menahan akibat yang
paling buruk dari kejatuhan dan memungkinkan kehidupan sosial yang lumayan
bagi manusia. Namun pandangan alkitabiah juga mencakup anugerah Allah
melalui Yesus Kristus, karena melalui Dia gambar Allah akan pulih sepenuhnya
dalam mereka yang percaya. '11.3 Manusia dalam hubungan dengan dirinya'

Alkitab membedakan beberapa segi dalam sifat manusia, misalnya:

roh (Ibr. _ruakh_, Yun. _pneuma_); jiwa (Ibr. _nefesy_, Yun. _psukhe_);
tubuh (hanya dalam Perjanjian Baru, Yun. _soma_); dan daging (Ibr. _basar_,
Yun. _sarx_). Kata "hati" (Ibr. _lev_, Yun. _kardia_) biasanya mengacu pada
manusia seluruhnya, yang dilihat dari pusat pengendalian dirinya, manusia
secara hakiki. Ada tiga pokok persoalan teologis yang perlu dicatat.

(h) Dikotomi atau trikotomi?'

Telah terjadi perdebatan mengenai apakah manusia terdiri dari tubuh dan jiwa
(dikotomi) atau tubuh, jiwa dan roh (trikotomi). Para pendukung dikotomi
menunjukkan pemakaian istilah jiwa dan roh secara berganti-ganti dalam Alkitab
(bnd. Mat 6:25; 10:28; Luk 1:46 dengan Pengkh 12:7; 1Kor 5:3-5). Kematian
dilukiskan sebagai "menghembuskan nafas terakhir" (Kej 35:18) dan
"menyerahkan nyawa" (Mazm 31:6; Luk 23:46'). Orang mati disebut "roh" ('Ibr
12:23) dan juga "jiwa" (Wahy 6:9). - Pendukung trikotomi terutama mengacu
pada Ibrani 4:12 dan 1Tesalonika 5:23, namun kedua ayat itu tidak dapat
menentukannya dengan pasti. Dalam Ibrani 4:12 diterjemahkan "jiwa dan roh",
tetapi mungkin sekali artinya firman Allah menyoroti manusia dari segi mana pun
(bnd. Ibr 4:13), bukan bahwa ada pemisahan antara jiwa dan roh. 1Tesalonika 5:23
menegaskan kuasa Allah untuk menguduskan manusia seutuhnya. Beberapa
pihak, termasuk John Wesley, mengatakan bahwa manusia adalah dikotomi
sebelum lahir kembali dan sesudahnya menjadi tri- kotomi, namun patut
diragukan apakah kelahiran kembali itu memberi unsur tambahan kepada pribadi
orang. Sikap ini dapat mendorong pandangan bahwa "unsur ketiga" pada orang
percaya adalah Allah yang merupakan Roh Kudus itu sendiri. Secara teologis

55
pandangan ini ber- bahaya karena membuka pintu pada pendapat yang hampir
bersifat menghujat bahwa manusia "memiliki Allah" sebagai bagian dari dirinya.
Secara pastoral pandangan ini berbahaya karena berdasarkannya orang dapat
menyatakan bahwa keinginan rohnya adalah pancaran dari Roh Allah dan dengan
demikian mengesampingkan koreksi dari Alkitab dan gereja.

'C. Kesatuan pribadi manusia'


Kini persoalan dikotomi/trikotomi sebagian besar sudah digeser dengan
menekankan keterpaduan pribadi manusia. Menurut Alkitab, manusia tidak terdiri
dari beberapa bagian yang digabung, apakah dua bagian atau tiga, melainkan
merupakan kesatuan psikosomatis. Istilah yang digunakan Alkitab -- "tubuh",
"jiwa", "roh", "hati", "akal budi" dan sebagainya -- kesemuanya hanya merupakan
cara yang berbeda-beda untuk melihat pribadi yang satu itu. Penting sekali bahwa
kata-kata yang diterjemahkan sebagai "jiwa" (Ibr. _nefesy_, Yun. _psukhe_) di
tempat-tempat tertentu (1Raj 17:22; Luk 16:22) disebut terlepas dari tubuh,
namun pada umumnya yang dimaksud adalah pribadi manusia seutuhnya (Yos
10:28; 1Raj 19:14; Kis 27:37). Keterpaduan alkitabiah ini kelihatan jelas sekali bila
dibandingkan dengan pemikiran filsafat Yunani. Plato melihat manusia terdiri dari
dua bagian yang dapat dipisahkan yakni tubuh dan jiwa; pada saat meninggal jiwa
dibebaskan, api ilahi dalam manusia meninggalkan kehidupan dalam perangkap
gelap tubuh manusia untuk kehidupan di dunia nyata yang melampaui peleburan
fisik. Bertentangan dengan hal itu, pandangan Alkitab tentang hidup sesudah
kematian adalah kebangkitan tubuh. Manusia hanya dapat masuk dalam
kehidupan sebenarnya jika ia mem- punyai tubuh.

Namun dua hal perlu dikemukakan di sini. Pertama, meskipun kehidupan


manusia yang sesungguhnya adalah bertubuh, namun ini tidak berarti bahwa
tubuh itu mutlak perlu untuk pengungkapan dirinya yang hakiki. Perjanjian Baru
dan khususnya Yesus melihat kemungkinan manusia terlepas dari tubuhnya (Mat
10:28; Luk 19:19-31; 23:43). Ini mempunyai dampak yang penting bagi keadaan
sementara orang Kristen antara kematian fisiknya dan kedatangan Kristus kembali
saat Ia menerima tubuh kebangkitan (bnd. di bawah: ps 34.2). Akan tetapi keadaan
tak bertubuh ini bukan keadaan yang ideal (2Kor 5:1-10). Tujuan selengkapnya dan
sesungguhnya bagi orang percaya tercapai pada kembalinya Kristus "yang akan
mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhNya yang mulia"
(Fili 3:21). Kedua, tujuan akhir manusia ini terletak dalam hubungannya dengan
Allah pada tingkat rohani dan akhlak. Kendatipun hubungan ini mempunyai
dampak pada setiap tingkat kehidupan manusia, termasuk tingkat lahiriah dan
sosial, dan juga mengandung janji akan pembaruan akhir seluruh keberadaan
manusia, namun dimensi-dimensi ini bukanlah hal yang pokok dari hubungan ini.

56
Demikianlah kelahiran kembali tidak mempunyai dampak langsung bagi tubuh
manusia sekarang (bnd. 2Kor 12:7; 2Tim 4:20 dsb.) ataupun bagi status sosial atau
politik (1Kor 7:17-24).

'D. Manusia dalam hubungan dengan sesamanya'


'1. Makhluk sosial'

Sebelum kejatuhan manusia ke dalam dosa, Allah menyatakan bahwa keadaan


Adam yang seorang diri itu "tidak baik" (Kej 2:18). Hawa diberikan kepada Adam
sebagai manusia pelengkap dan mitra. Jadi dari permulaan "manusia diciptakan
sebagai makhluk sosial" (Calvin).

Mungkin ini mencerminkan sifat Allah sendiri sebagai Tritunggal. Pandangan ini
terdapat dalam seluruh Alkitab. Kisah Alkitab berkisar pada satu bangsa (Israel)
dan satu persekutuan (gereja). Meskipun dimensi individual penting sekali, namun
aspek sosial manusia dipertahankan dan mencapai puncaknya di kota kudus,
Yerusalem baru, pada saat kembalinya Kristus (Wahy 21:1-27). Pertanyaan Kain,
"Apakah aku penjaga adikku?" (Kej 4:9), harus dijawab "ya". Manusia tidak sendiri
dan memang tidak dimaksudkan untuk hidup secara tersendiri. Setiap orang
dijadikan dengan dan untuk sesamanya. 'b. Laki-laki dan perempuan' Di samping
membenarkan sifat hidup manusia sebagai hidup berkelom- pok di bawah Allah,
hubungan Adam dan Hawa mengungkapkan per- bedaan kelamin yang diciptakan
Allah. Alkitab mengatakan dua hal yang saling mengisi mengenai hal ini. 'Laki-laki
dan perempuan sederajat dalam nilai dan status' Hawa adalah "tulang dari
tulangku dan daging dari dagingku" bagi Adam (Kej 2:23). Persamaan ini bukan
hanya secara biologis, karena Hawa oleh Penciptanya dikatakan "penolong . . .
yang sepadan dengan dia" (Kej.2:18),yang mempunyai makna "sama dan cukup".
Perempuan itu tidak lebih rendah ataupun lebih tinggi daripada laki-laki. Dia bukan
budak laki-laki atau bawahannya, tetapi dengan tulus hati berdiri di sampingnya
menghadap Allah. Martabatnya paling jelas kelihatan dalam kitab-kitab Injil. Yesus
menghargai wanita dengan cara yang sama seperti pria, salah satu segi yang
mencolok dan revolusioner dari pelayanan-Nya (Luk 7:36-50; Yoh 4:1-30; 8:11;
12:1-8). Dan pernyataan yang paling jelas mengenai persaaman ini terdapat dalam
Galatia 3:28, "dalam Kristus tidak ada laki-laki atau perempuan". 'Fungsi laki-laki
dan perempuan berbeda tetapi saling melengkapi' Persamaan status
diwujudnyatakan dalam peranan yang saling melengkapi. Ini pada dasarnya
dinyatakan dalam peranan laki-laki dan perempuan yang berbeda, walaupun saling
melengkapi, dalam memimpin keluarga (Kej 3:16; 1Kor 11:3-16; Ef 5:21-33; 1Pet
3:1-7) serta melahirkan anak (Kej 3:16). Kepemimpinan itu tidak mengorbankan
persamaan yang hakiki walaupun dari penyalahgunaannya sering mengakibatkan

57
eksploitasi wanita. Dengan menghubungkan kasih yang saling melengkapi dari
suami istri dengan kasih Kristus dan gereja (Ef 5:23), Paulus mengangkat seluruh
hubungan laki-laki dan perempuan di dalam Kristus ke tingkat yang mempesona.
Hubungan suami istri Kristen yang teratur baik, walaupun secara samar-samar,
menggambarkan perjanjian kekal antara Allah dan umat-Nya. Tidak ada hubungan
antara manusia yang lebih luhur daripada hubungan ini.

Ada yang menegaskan bahwa hubungan laki-laki dan perempuan merupakan


patokan bagi kehidupan manusia, artinya manusia terdiri dari laki-laki dan
perempuan. Di sinilah terdapat kebenaran yang mendalam (bnd. Kej 2:20-25)
dengan dampak yang penting bagi pemenuhan peranan sosial maupun bagi
kelayakan perkawinan heteroseksual. Namun, kita tidak boleh menarik kesimpulan
bahwa orang yang tidak menikah tidak termasuk umat manusia sejati, karena
justru Yesus -- orang yang normatif -- tidak menikah, dan Perjanjian Baru sama
sekali tidak menganjurkan pernikahan sebagai hal yang hakiki untuk pemenuhan
kehidupan Kristen.

2. Manusia dalam hubungan dengan alam'

Untuk membahas pokok ini kita perlu memperhatikan Kejadian 1:29 dan Kejadian
2:19, juga perjanjian Allah dengan Nuh sesudah kejatuhan (Kej 9:2).Kendatipun
kita mungkin tidak sanggup menyebut burung- burung itu sebagai "saudara-
saudara" seperti Fransiskus dari Assisi, namun lingkungan adalah ciptaan Allah dan
oleh sebab itu patut dihormati. Memang lingkungan itu berada terlepas dari Allah
dan Alkitab mengeampingkan pemujaan alam (Kel 20:4; 2Raj 23:5) maupun
pengaguman yang menjurus pada pendewaan alam dalam beberapa bentuk
romantisisme. Hubungan manusia dengan dunia sesuai dengan kehendak Allah
dapat diungkapkan dengan dua kata. Yang pertama adalah _kuasa_. Manusia
ditempatkan di atas bentuk-bentuk kehidupan lain (Kej 1:28; 9:2-3; Ibr 2:8).
Manusia merupakan puncak penciptaan dan melekat dengan rencana seluruh alam
semesta, suatu keyakinan yang tidak berkurang karena semesta alam itu begitu
luas (gagasan itu tidak baru, lihatKej 15:5; Ayub 22:12). Tetapi kekuasaan manusia
diimbangi dengan _penatalayanan_. Allah tetap merupakan pemilik segala-galanya
(1Taw 29:11; Mazm 24:1); oleh sebab itu boleh dikatakan pemilikan oleh manusia
berupa kontrak sewa bukanlah pemilikan mutlak. Pada suatu hari kita harus
memberikan pertanggungjawaban kita kepada-Nya, yakni bagaimana kita
menggunakan pemberian-Nya (Mat 25:26-27; Luk 12:24). Manusia dalam
hubungan dengan waktu' Dunia tempat manusia hidup, berkuasa dan
mengadakan penatalayanan adalah dunia waktu dan ruang. Manusia diberi waktu
oleh Allah supaya dia mengisinya secara bertanggung jawab dan menikmati
persekutua dengan Pencipta (Kej 3:8). Ada perdebatan tentang apakah waktu yang

58
diberikan kepada Adam terbatas atau tidak. Apakah manusia pada hakikatnya
kekal dan menjadi tidak kekal hanya sebagai akibat dari dosa? Ataukah umur
manusia yang terbatas memang sudah direncanakan oleh Allah?

Alkitab secara nyata menghubungkan kematian dengan dosa (Kej 2:17; Kej 3:19;
Rom 5:12 dst.). "Jika Adam tidak berbuat dosa, ia tentu masih hidup secara badani
dan membutuhkan makanan, minuman dan istirahat. Hidupnya akan bertumbuh,
bertambah dan berkembang sampai Tuhan mengangkatnya ke dalam kehidupan
dalam roh. Di sana ia hidup tanpa sifat kebinatangan yang alami, kalau boleh saya
katakan demikian . . . Namun, ia tetap orang bertubuh dan bukan roh yang murni
seperti para malaikat" (Luther).

'Bahan Alkitab'

Manusia diciptakan oleh Allah: Kejadian 1:26; 2:7,21-23; 5:1; Ayub 33:4;
Mazmur 139:13-14; Matius 19:4; Markus 10:6; Roma 1:25; Yakobus 3:9.
Manusia sebagai gambar Allah: Kejadian 1:26; 5:3; 9:5-6; 1Korintus 11:7; 15:49;
2Korintus4:4; Kolose 3:10.

Sifat manusia: Pengkhotbah 7:29; 12:7; Matius 10:28; 22:37; Markus 8:35-36;
16:19-31; 23:43; 1Korintus 2:14; 5:5; 15:35-37; 2Korintus 5:1-10; Filipi 3:20-21;
1Tesalonika 5:23; Ibrani 4:12.

'Bahan diskusi/penelitian'

1. Uraikan relevansi pandangan Kristen tentang manusia mengingat (a) ancaman


terhadap kelangsungan hidupnya pada masa modern dan (b) kekacauan masa kini
di bidang antropologi.

2. Dapatkah penjelasan secara alkitabiah dan penjelasan ilmiah tentang asal usul
manusia disesuaikan? Bagaimana penilaian Anda terhadap kekuatan dan
kelemahan dari berbagai penyelesaian yang dikemukakan?

3. Apa penafsiran Anda mengenai ungkapan "gambar Allah"? Selidikilah dampak-


dampaknya bagi (a) penginjilan Kristen, (b) kehidupan Kristen, dan (c)
pengharapan Kristen.

4. Menurut pandangan Anda, apakah manusia itu terdiri dari dua bagian, tiga
bagian atau berbentuk lain lagi? Tunjukkanlah dasar alkitabiah bagi pendapat
Anda.

5. "Manusia adalah manusia dalam masyarakat." Sebutkanlah ajaran Alkitab


yang berhubungan dengan pernyataan ini dan selidikilah dampak-dampaknya
bagi (a) masyarakat dan (b) perkawinan serta keluarga.

59
BAB V

ROH KUDUS
A. Pibadi Roh Kudus Dalam Perjanjian Lama'

Kata Ibrani untuk "Roh" (_ruakh_) juga berarti "angin" (Mazm 148:8'; Yeh 1:4')
atau "nafas" ('Yeh 37:5'). Pada mulanya Roh Allah muncul sebagai kuasa Allah,
yang bergerak seperti angin besar di atas samudera raya, dan ikut serta dalam
pekerjaan menciptakan langit dan bumi (Kej 1:2'). Roh itu juga dilukiskan sebagai
nafas Allah yang memberi hidup kepada apa yang diciptakan-Nya; dan kalau Roh
ditarik kembali oleh Allah, maka ciptaan itu kembali menjadi debu tanah (Mazm
104:29-30'; bnd. Kej 2:7'). Dengan demikian kelanjutan hidup manusia tergantung
pada kehadiran Roh Allah di dalam diri manusia sendiri (Kej 6:3'). Dapat dikatakan
bahwa manusia diciptakan dan terus hidup oleh karena Roh Allah (Ayub 33:4'). Lagi
pula manusia akan memperoleh hidup baru daripada Roh (Yeh 37:9-14). Ada
hubungan antara Roh Allah dengan kecakapan manusia. Misalnya, Firaun
menyadari bahwa Yusuf berakal budi dan bijaksana oleh karena dia penuh dengan
Roh Allah (Kej 41:38-39) dan Bezaleel, seorang seniman dalam Kemah Suci,
mendapat keterampilan untuk karya itu dari Roh Allah (Kel 31:3'; bnd. 'Kel 28:3).
Roh Allah juga berperan dalam menetapkan dan memampukan para pemimpin
Israel dalam tugas mereka. Musa memperoleh Roh Allah untuk menyanggupkan
dia dalam mengemban tanggung jawab atas bangsa Israel (Bil 11:17,25).
Pemberian Roh ini kemudian dibagikan Musa kepada mereka yang membantu dia
dalam kepemimpinan dan sewaktu dia hendak menetapkan penggantinya, ia
disuruh Allah meng- angkat seorang yang "penuh roh", yaitu Yosua (Bil 27:18). Roh
Allah dianggap sebagai tenaga pendorong bagi para hakim (Hak 3:10; 6:34; Hak
11:29; 14:6,19; 15:14). Pada zaman mula-mula pengurapan raja ditandai oleh
kedatangan Roh (1Sam 10:1-6; 16:13). Lagi pula ada hubungan erat antara
kepenuhan Roh dengan tugas kenabian (Bil 11:25-30; 24:2; Neh 9:30; Yes 59:21;

60
Yeh 3:22-24), walaupun hal itu tidak ditekankan oleh para nabi sebelum
pembuangan. Akhirnya, Perjanjian Lama melihat ke depan pada zaman baru,
yakni zaman Roh Allah (Yes 11:2; 44:3; Yeh 36:27; Yoel 2:28).

B. Pribadi Roh KudusDalam Perjanjian Baru'

Istilah Yunani untuk Roh (_pneuma_) juga mencakup "angin" dan "nafas" (Yoh
3:8; Wahy 11:11). Dalam Perjanjian Baru, yang menceritakan dimulainya zaman
mesianik, Roh Kudus kelihatan lebih jelas dan Dia menonjol dalam peristiwa yang
berhubungan dengan kelahiran Yesus (Mat 1:18; Luk 1:35,41,67-68; 2:27). Pada
pembaptisan Yesus, ia muncul "seperti burung merpati" (Mat 3:16) dan sering
disebut dalam hubungan dengan misi-Nya (Mat 4:1; 12:28; Luk 4:14,18; Ibr 9:14).
Dalam pesan perpisahan kepada murid-murid, Yesus menyebut Roh Kudus sebagai
"Penghibur" (Yoh 14:16,26; 15:26; 16:7). Kata asal Yunani (_parakletos_) berarti
pengacara yang menangani kasus seseorang atau sekutu yang memihak,
menguatkan dan memberi semangat. Zaman baru yang dibuka dengan kematian
dan kebangkitan Yesus menghasilkan turunnya Roh Kudus sebagaimana dijanjikan
(Kis 2:1). Ia menciptakan gereja dan memberikan kuasa untuk misinya dalam
dunia. Kehidupan Kristen dalam masa antara kedua kedatangan Kristus adalah
kehidupan dalam Roh (Rom 5:5; 8:1-17; 1Kor 12:1-14:40; Gal 5:16-26).

'a. Oknum berpribadi'

Roh Kudus bukan "sesuatu", suatu daya atau kuasa tak berpribadi. Walaupun kata
benda Yunani untuk "roh" itu tidak menyatakan jenis kelamin tertentu, namun
Perjanjian Baru selalu mengacu pada Roh Kudus dengan sebutan "Ia" yang berarti
kepribadian (Yoh 16:13). Istilah_ parakletos_ atau penghibur pada dasarnya
mengacu pada seorang wakil pribadi (Yoh 14:16' dll.; bnd. '1Yoh 2:1). Dalam
Yohanes 14:15, Yesus berbicara tentang Roh Kudus sebagai "penghibur _lain_";
persamaan antara Yesus dan Roh Kudus hanya bermakna kalau Roh Kudus ini
dianggap memiliki sifat-sifat penuh dari suatu kepribadian. Paulus berbicara

61
tentang "mendukakan" Roh Kudus (Ef 4:30); orang dapat menentang suatu kuasa
tetapi hanya dapat mendukakan suatu kepribadian.

'b. Oknum ilahi'

Alkitab secara jelas menyaksikan keilahian Roh Kudus. Ia adalah Allah yang
disembah, dikasihi dan dipuji, yang bersama-sama dengan Bapa dan Anak
mempunyai kodrat ilahi (Mat 28:18; 2Kor 13:14; Ef 4:4-6). Roh itu "Roh Tuhan"
(_Yhwh/kurios_; Hak 3:10; 2Kor 3:17). Sering Ia disebut sebagai Allah dalam
tindakan penciptaan dan penyelamatan (Ayub 33:4; Mazm 51:12; Yeh 37:14; 2Kor
3:3). Yesus mengatakan bahwa dosa terhadap Roh Kudus lebih berat daripada
dosa terhadap Anak Manusia (Mat 12:28-32). Anak Manusia yaitu Yesus memang
ilahi, sehingga kenyataan ini adalah bukti tambahan akan keilahian Roh Kudus. Lagi
pula Roh Kudus harus bersifat ilahi, sebab melalui Dia Allah menyatakan diri
kepada manusia dan hanya melalui Allah sendiri Allah dapat dikenal (1Kor 2:10;
1Yoh 5:7-9). Akhirnya perikop-perikop tentang Tritunggal menghapus keragu-
raguan (Mat 28:19; Yoh 14:15-24; 2Kor 13:14; Ef 1:13; Ef 2:18; 2Tes 2:13; 1Pet 1:2).
Dalam ayat-ayat tersebut Roh Kudus ditunjukkan dalam keesaan yang tak dapat
diubah dengan Bapa dan Anak.

'Bahan Alkitab'

Hakim 3:10; 11:29; Ayub 33:4; Mazmur 51:13; 139:7;


Yesaya 11:2; 59:21; 61:1; Yehezkiel 37:1-4; Hagai 2:4-5; Zakharia 7:12;
Matius 3:16; 12:28-32; 28:19; Lukas 1:35; 4:18;
Yohanes 3:8; 14:16,26; 15:26; 16:7-15; Kisah 13:2; Roma 8:9-10;
1Korintus 6:11; 12:3; 2Korintus 3:3,17; 13:14;
Efesus 1:13-14; 2:18; 4:4-6,30.
'Bahan diskusi/penelitian'

62
1. Sebutkan bukti-bukti Alkitab untuk keilahian Roh Kudus.
2. Selidikilah dampak-dampak keilahian Roh Kudus bagi
(a) wewenang Alkitab,
(b) pribadi Yesus Kristus yang memberikan Roh Kudus, dan
(c) keabsahan pengalaman Kristen.
3. Bandingkanlah ajaran Kristen tentang Roh Kudus dengan kepercayaan dalam
agama-agama suku tentang adanya roh-roh yang beurkuasa atau yang harus
disembah.

63
BAB VI

GEREJA
A. Identitas Gereja

Agama dalam Alkitab selalu menyangkut manusia secara bersama. Sebelum Adam
jatuh, disebutkan bahwa dia tidak lengkap bila tidak ada seorang penolong (Kej
2:18). Sifat kebersamaan dari tujuan Allah dalam penciptaan diulangi dalam
tujuan-Nya dalam penyelamatan. Perjanjian dengan Nuh (Kej 9:8') dan Abraham
(Kej 12:1-3; 15:1-5; 28:14) jelas bukan hanya meliputi orang perorangan saja,
tetapi juga keturunan mereka sampai pada seluruh bangsa di bumi. Dalam
Perjanjian Lama diceritakan tentang suatu bangsa dan perlakuan Allah terhadap
mereka. Memang ada tokoh-tokoh yang menonjol, dan hubungan tiap orang
dengan Allah bersifat mendasar (Ul 24:16; Mazm 23:1; 51:12-14; Yeh 18:1-32),
tetapi hubungan itu berkembang dalam kerangka persamaan. Persekutuan orang
percaya merupakan tanah tempat bunga iman pribadi bertumbuh dan dipupuk.
Harapan Perjanjian Lama akan Mesias mempunyai dimensi persamaan, tokoh Anak
Manusia dan hamba yang menderita dapat dikatakan sebagai tokoh pribadi dan
tokoh korporat (Dan 7:13-14,27; Yes 42:1; 44:1). Dalam pengertian tentang
penggenapan dalam Perjanjian Baru, kita lihat bahwa ayat-ayat ini menunjuk pada
Kristus. Tetapi Mesias tanpa umat mesianik tidaklah mungkin. Sifat ini terjadi
dalam Perjanjian Baru juga. Yesus datang untuk menyelamatkan umat-Nya (Mat
1:21). Ia mengumpulkan dua belas murid yang jumlahnya sama dengan jumlah
suku Israel dan jelas Ia bermaksud supaya mereka menjadi titik dasar dari Israel
Baru, umat Allah yang baru yang akan terikat pada Allah dalam perjanjian yang
baru melalui misi-Nya sebagai penebus. Yesus langsung berbicara tentang "gereja"
yang akan timbul sesudah puncak misi-Nya tercapai (Mat 16:18; 18:17) dan
penugasan-Nya yang terakhir kepada murid-murid-Nya membayangkan adanya
persekutuan orang percaya yang bersaksi dan berkesinambungan (Mat 28:19-20).
Peristiwa Pentakosta pada hakikatnya bersifat peristiwa yang dialami bersama-

64
sama (Kis 2:1). Dari situ pengalaman para rasul berkembang dalam pengalaman
bersama-sama (Kis 2:44; 4:32-35; 5:12-16; 6:1-7). Ketika Injil tersebar ke dunia
bukan Yahudi, orang-orang Kristen baru dikumpulkan dalam gereja-gereja di pusat-
pusat penduduk (Kis 11:26; Kis 13:1; 14:23). Pengertian para rasul akan rencana
Allah diungkapkan oleh Yakobus sebagai "memilih suatu umat dari antara mereka
[bangsa- bangsa lain] bagi namaNya" (Kis 15:14). Demikianlah, Alkitab tidak
mengenal agama yang bersifat perorangan saja. Tak ada orang yang dapat
diperdamaikan dengan Allah kalau ia tidak juga diperdamaikan dengan umat yang
dimasukinya karena pengalaman anugerah Allah. Jadi soteriologi (ajaran tentang
penyelamatan) terjalin sepenuhnya dengan eklesiologi (ajaran tentang gereja).
'27.1 Kiasan-kiasan tentang gereja dalam Alkitab'

1. Umat Allah

Hubungan Allah dengan umat-Nya merupakan tema pokok Perjanjian Lama yang
berulang kali diungkapkan dalam pernyataan "Aku akan menjadi Allahmu dan
kamu akan menjadi umatKu" (Kel 6:7; 19:5; Im 26:12; Yeh 36:28; Hos 2:23).
Hubungan ini dimulai dengan perjanjian Allah dengan Nuh (Kej 6:18) dan kemudian
dengan Abraham dan keturunan- nya (Kej 12:1; 15:1-19; 17:3-14). Perjanjian
terakhir ini ditegaskan kembali pada tingkat nasional pada zaman Musa (Kel 6:6-7;
19:1-24:18) dan zaman Daud (Mazm 89:4-5; 2Sam 7:12-17). Perjanjian di sini tidak
berarti kontrak antara dua pihak yang membuat Allah berkewajiban terhadap
umat-Nya; yang dimaksud adalah perjanjian anugerah, perjanjian dengan Allah
sebagai pihak yang mengambil inisiatif dan yang menentukan. Ada jaminan
kehadiran dan berkat Allah bagi Israel dalam konteks ketaatan kepada Dia.
Gagasan tentang umat Allah dilanjutkan dalam gereja Perjanjian Baru, "Israel milik
Allah" (Gal 6:16). Khususnya Petrus menggunakan- nya (1Pet 2:9'; bnd. 'Tit 2:14)
dan Alkitab menutup dengan penegasan bersifat kemenangan, "kemah Allah ada
di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka.
Mereka akan menjadi umatNya" (Wahy 21:3). Perjanjian sebagai dasar hubungan
tersebut dilanjutkan juga dalam Perjanjian Baru. Gereja mewarisi janji-janji kepada

65
Israel berdasarkan perjanjian baru yang dibuat melalui pengurbanan Mesias, yaitu
Yesus (Mat 26:23; Luk 22:20; Ibr 9:15'; bnd. Yer 31:31). Sebagian dari sifat dasar
"umat Allah" terungkap dalam dua kata Per- janjian Lama yang menyebutkannya.
Yang pertama, _qahal_, berarti orang- orang yang dikumpulkan oleh panggilan
Allah (Kel 35:1; Bil 16:26; Ul 9:10); kata ini kemudian diterjemahkan dalam
Perjanjian Lama bahasa Yunani sebagai _ekklesia_. Yang kedua, _eda_, berarti
persekutuan agama nasional yang dimasuki orang karena kelahirannya (Kel 12:3;
Bil 16:9; 31:12). Orang Kristen mula-mula mencontohkan diri pada gagasan
dinamis dari _qahal_, umat Allah yang berkumpul dalam ketaatan pada panggilan
Allah. Tetapi itu bukan intinya. Panggilan Allah yang telah menciptakan umat
Allah (Kej 12:1-2; Kel 3:1-2; Hos 11:1-2') terdengar lagi dalam Yesus ('Mat 11:28-29;
Mr 1:14-20; Yoh 7:37-38). Sesudah kenaikan-Nya panggilan itu terus terdengar
dalam panggilan Injil (Kis 2:39; 2Tes 2:14). Ketika seseorang memberi tanggapan
pada panggilan Allah dalam Injil, ia masuk ke dalam jemaat atau umat Allah atas
dasar perjanjian. Latar belakang Alkitab ini berarti bahwa jemaat terdiri dari
mereka yang telah menjawab panggilan ilahi, karena itu bukan salah satu struktur
gerejawi. Struktur itu dapat digabungkan dengan gagasan _ekklesia_ tetapi hal ini
bukan merupakan hakikatnya. _Ekklesia_ dalam Perjanjian Baru digunakan baik
untuk kelompok- kelompok setempat (Kis 8:1; Rom 16:16; 2Tes 1:4) maupun untuk
umat Allah di seluruh dunia sepanjang abad (Mat 16:18; 1Kor 15:9; Ef 5:25-26).
Hubungan kumpulan orang Kristen lokal dengan keseluruhan umat Allah sangat
halus dan tidak ada padanan insani, karena kelompok lokal itu bukan hanya bagian
yang relatif tidak lengkap dari kelompok besar yang lengkap. Gereja setempat yang
dikaitkan secara erat dengan gereja am merupakan gereja lengkap yang menerima
segala janji Allah. Kristus sebagai kepala dan Tuhan gereja hadir di tengah-
tengahnya, sama seperti Ia hadir dalam kelompok-kelompok yang lebih besar (Mat
18:20).

66
1. Tubuh Kristus

Kiasan "tubuh Kristus" sangat disukai oleh Paulus dan dipakainya untuk
menekankan hal-hal yang dimiliki oleh umat Allah secara bersama-sama. Panggilan
yang mengumpulkan mereka adalah panggilan untuk percaya kepada Yesus Kristus
("Firman" yang telah menjadi "manusia"); karena itu mereka dipersatukan dalam
Dia dan menjadi anggota-anggota tubuh- Nya. Jelaslah bahwa konsep ini
mempunyai arti kiasan (bnd. Yoh 15:5: "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-
rantingnya"). Hubungan gereja dengan Kristus sungguh erat, yakni suatu bentuk
kesatuan organik yang olehnya orang percaya dibuat menjadi satu dalam hidup
bersama dengan Dia (Kol 3:4). Ada kalanya Kristus digambarkan sebagai
keseluruhan tubuh, sedangkan orang percaya merupakan anggota-anggota "di
dalam" Dia (Rom 15:5; 1Kor 10:16; 12:27). Paulus juga menggunakan kiasan ini
dengan cara yang agak berbeda, yakni Kristus sebagai kepala tubuh (Ef 5:23; Kol
1:18; 2:19). Ini bukan perubahan mendasar, karena Kristus tetap sebagai Tuhan
seluruh tubuh yang menjadi milik-Nya. Kiasan ini juga menekankan hubungan
timbal balik antara Kristus dan umat-Nya. Kristus memerintah di sebelah kanan
Allah bagi gereja (Ef 1:22-23). Keberadaan-Nya sebagai kepala berarti bahwa hidup
dan pemeliharaan datang dari Dia; umat-Nya hidup dari Dia, melalui Dia dan bagi
Dia.
2. Mempelai perempuan Kristus

Kiasan ini berakar dalam Perjanjian Lama: Israel disebut mempelai perempuan
Allah (Yes 54:5-8; 62:5; Yer 2:2). Sayang Israel tidak setia (Yer 3:1-25; Yeh 16:1-63).
Yesus memakai kiasan yang sama dengan menyebut diri-Nya mempelai laki-laki
yang kehadiran-Nya di antara tamu-tamu pesta pernikahan berarti berpuasa tidak
pantas (Mr 2:18-20). Kristus mewujudkan kasih Allah sebagai suami bagi gereja
dengan ungkapannya yang paling mulia yakni pengurbanan diri-Nya bagi gereja,
agar gereja dapat dipersembahkan kepada mempelai laki-laki surgawi "dengan
cemerlang tanpa cacat atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tak
bercela" (Ef 5:27). Demikianlah Yohanes melihat tujuan gereja pada masa
mendatang: "hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantinNya telah siap

67
sedia". Klimaks nubuatnya menyingkapkan "kota yang kudus, Yerusalem yang
baru, turun dari sorga, dari Allah yang berhias bagaikan pengantin perempuan
yang berdandan unutk suaminya" (Wahy 19:7; 21:2). Kiasan ini menggarisbawahi
hal bahwa hubungan Allah dengan umat- Nya adalah berupa kasih total. Ia telah
memilih dan menebus umat-Nya karena keinginan-Nya terhadap dia, objek kasih
abadi-Nya. Kiasan ini juga menghadapkan kita pada tanggung jawab beribadah
dengan tulus ikhlas; dan menyadarkan kita bahwa kasih dan kesetiaan kepada hal-
hal lain, apalagi ambisi dan minat pribadi, sangat gawat. Kasih Allah begitu
mendalam sehingga tidak dapat mentoleransi kasih tandingan.

3. Bangunan Allah
Kiasan ini berasal dari ayat-ayat Perjanjian Lama yang mengacu pada kehadiran
Allah di tengah-tengah umat-Nya (Kel 25:8; Mazm 132:13-14; Yes 12:6) dalam
kemah suci yang di dalamnya terdapat tabut perjanjian (Kel 25:8-22; 1Sam 4:21-
22), dan kemudian di dalam Rumah Allah yang dibangun oleh Salomo (2Taw 6:18;
Mazm 139:7-12). Rumah Allah yang didirikan Salomo dihancurkan oleh tentara
Babel pada tahun 587 sM. Rumah Allah kedua yang dibangun oleh orang yang
kembali dari pembuangan (Ezr 3:1-13) berdiri hampir 500 tahun dan kemudian
diganti oleh Rumah Allah Herodes yang diselesaikan beberapa tahun sebelum
kelahiran Yesus. Yesus mengisyaratkan bahwa Rumah itu tidak lagi merupakan
tempat kediaman Allah dengan perkataan, "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga
hari Aku akan mendirikannya kembali" (Yoh 2:19). Yang dimaksudkan sebenarnya
adalah tubuh-Nya sendiri sebagai tempat Allah berdiam (Yoh 2:21). Ia juga
menegaskan bahwa dalam mendekati Allah, pertimbangan penting bukanlah lokasi
geografis tetapi kecenderungan hati dan watak orang (Yoh 4:32). Kata-kata Yesus
tentang Rumah Allah ternyata bersifat nubuat: Rumah itu dihancurkan oleh
tentara Roma pada tahun 70 M (bnd. Mr 13:1-2). Akan tetapi gagasan bahwa
Allah diam di tengah-tengah umat-Nya tetap dipegang, sebab tubuh Yesus yang
dikurbankan di atas kayu salib memungkinkan kedatangan Roh Kudus, yang
membentuk gereja sebagai tubuh Kristus, Rumah Allah yang baru untuk kehadiran
Allah. Kristus sendiri adalah dasar bangunan (1Kor 3:11; Ef 2:20) dan di atasnya

68
dibangun umat Allah sebagai "bait Allah" (1Kor 3:16), "tempat kediaman Allah di
dalam Roh" (Ef 2:22). Penyelesaiannya kelak pada kedatangan Yesus kembali:
"kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama
dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah
mereka" (Wahy 21:3). Harus ditekankan bahwa pengertian gereja sebagai
bangunan dalam Perjanjian Baru hanya kiasan saja dan bukan alasan untuk
menyamakan gereja dengan gedung. Kiasan ini dalam pengertian Perjanjian Baru
justru bergeser menjauhi gagasan bangunan batu. Kiasan itu menggarisbawahi
sifat spiritual yang hakiki dari gereja sebagai ciptaan Roh Kudus serta tempat
Kristus yang sentral sebagai landasan dan batu penjuru; dan menekankan
kehidupan Kristen yang bersifat timbal balik secara men- dasar. Dalam kehidupan
ini pengalaman dan pelayanan bagi Allah terjadi dan diungkapkan melalui kesatuan
antara yang satu dengan yang lain sebagai batu-batu hidup bagi Rumah Allah yang
satu itu (1Pet 2:5).

B. Ciri-ciri gereja yang sejati


Di mana kita dapat menemukan gereja sejati sekarang ini dan apa ciri- cirinya yang
hakiki? Pertama harus kita bedakan antara berbagai arti kata "gereja". (1)
Kumpulan orang-orang Kristen setempat yang berkumpul untuk beribadah dan
melayani. Arti ini mencakup sebagian besar acuan me- ngenai gereja (_ekklesia_)
dalam Perjanjian Baru, dan hampir sama dengan pengertian kata "jemaat". (2)
Seluruh umat Allah di dunia pada waktu yang sama, yang dapat juga disebut
"gereja universal". Gereja dalam arti ini hanya sekali-sekali muncul dalam
Perjanjian Baru (1Kor 10:32; Gal 1:13). (3) Keseluruhan umat Allah yang tersebar
sepanjang masa, seluruh kumpulan dari mereka yang terpilih. Ini yang oleh para
reformis disebut "gereja yang tidak nyata". (4) "Gereja di dalam gereja". Telah
dicatat di atas perbedaan yang dibuat dalam Perjanjian Lama antara _eda_
(seluruh jemaat yang nyata) dan _qahal_ (anggota-anggota jemaat yang menjawab
panggilan Allah). Yesus mengajarkan bahwa kerajaan surga sesuai dengan pola ini:
benih gandum tercampur dengan lalang (Mat 13:24-30,36-43). Dalam seluruh
persekutuan Kristen terdapat umat Allah, yakni gereja sejati. Jadi tidak ada gereja

69
di dunia yang dapat dikatakan murni; dalam setiap jemaat agaknya ada orang yang
mencari-cari, yang belum mengaku iman, dan ada pula yang pengakuan imannya
pada hari terakhir akan ternyata tidak sungguh-sungguh (Mat 7:21-23). Harus
diakui, sebelum zaman kemuliaan tidak mungkin ada gereja yang sempurna di
dunia. Lalu ke mana kita harus mencari umat Allah sejati yang berkumpul secara
nyata? Menurut tradisi ada empat tanda gereja yang sejati: esa, kudus, am dan
rasuli.

1. Esa
Keesaan gereja tercipta karena dialaskan pada satu Allah (Ef 4:1-6). Semua orang
yang benar-benar termasuk dalam gereja merupakan satu umat dan karena itu
gereja yang benar akan nyata dari kesatuannya. Namun, keesaan ini tidak perlu
berarti keseragaman secara total. Dalam gereja Perjanjian Baru terdapat berbagai
macam pelayanan (1Kor 12:4-6), dan berbagai pandangan mengenai hal-hal yang
kurang penting (Rom 14:1-15:13). Terdapat keseragaman dalam hal keyakinan-
keyakinan teologi mendasar (1Kor 15:11; Yud 1:3), namun keyakinan itu diberi
penekanan berbeda-beda menurut masalah yang dihadapi para rasul (Rom 3:20;
bnd. Yak 2:24; Fili 2:5-7; bnd. Kol 2:9-10). Ada juga beraneka macam bentuk
ibadah. Bentuk ibadah di Korintus (1Kor 14:26 dst.) mungkin sekali tidak biasa di
gereja-gereja Palestina yang mempunyai bentuk ibadah yang berkembang
menurut pola dari sinagoge (rumah ibadah Yahudi), mengikuti pola yang lebih
formal dan berpusat pada penjelasan firman tertulis. Contoh sinagoge
menyebabkan jemaat pertama dianggap sebagai cabang agama Yahudi; bahkan
Yak 2:2 menggunakan kata _sunagoge_ untuk kumpulan orang-orang Kristen. Ada
juga variasi dalam bentuk pengurusan gereja (lihat di bawah: ps 30). Kesatuan
sejati dalam Roh Kudus dari semua orang yang lahir kem- bali adalah kenyataan,
sekalipun ada perbedaan denominasi yang lahiriah. Maka ajakan dalam Perjanjian
Baru untuk bersatu merupakan panggilan untuk "memelihara" kesatuan kehidupan
mendasar yang telah diberikan oleh Roh Kudus yang satu melalui kelahiran
kembali (Ef 4:3). Para reformis mengemukakan pokok ini dengan membedakan
antara gereja yang tidak nyata (semua orang terpilih yang benar-benar satu dalam

70
Kristus) dan gereja yang nyata (campuran orang yang telah lahir kembali dan yang
belum). Kesatuan gereja yang tidak nyata merupakan fakta yang diberikan dengan
keselamatan. Pernah dikatakan bahwa kesatuan gereja Roma Katolik adalah bukti
bahwa itulah gereja sejati, dibanding dengan gereja-gereja Protestan yang
terpecah-pecah. Namun pandangan ini tidak memperhitungkan fakta bahwa
gereja Roma Katolik melepaskan diri dari gereja Ortodoks pada tahun 1054 dan
tidak pernah diakui oleh gereja itu sebagai gereja satu- satunya yang benar. Lagi
pula tanda-tanda gereja saling melengkapi: adanya keturunan historis atau
kesatuan formal tidak ada gunanya kalau tidak dihubungkan dengan "sifat
kerasulan" (lihat di bawah: ps 27.2.d), yakni kesetiaan pada Injil rasuli. Kendatipun
gereja-gereja Protestan sering terpecah-pecah, namun dapat dikemukakan bahwa
gereja Roma Katolik juga merupakan penyebab perpecahan karena
penyimpangannya dari ajaran Alkitab. Alkitab menganjurkan agar kesatuan
diungkapkan sepenuhnya oleh umat Allah, namun diterangkan juga bahwa jika
yang menjadi taruhan adalah hakikat kekristenan, maka pemisahan adalah sesuai
sepenuhnya dengan kehendak Allah. Contohnya ialah perbedaan pandangan
Paulus dengan pandangan orang-orang Yahudi (Gal 1:6-12) dan perselisihan Yesus
dengan orang Farisi (Mr 7:1-13). Ketika Yudas ingin menulis tentang "keselamatan
kita bersama", ia merasa perlu untuk mendorong pembacanya agar "tetap
berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-
orang kudus" (Yud 1:3). Bagi Perjanjian Baru, kesatuan adalah tanggung jawab
secara sadar akan kebenaran- kebenaran yang dinyatakan melalui para rasul.
Perjanjian Baru menujukan ajarannya mengenai kesatuan kepada kelompok-
kelompok Kristen tertentu, dengan dampak langsung terhadap hubungan nyata
mereka (Ef 2:15; 4:4; Kol 3:15). Yesus berdoa untuk kesatuan yang akan membawa
dunia kepada iman (Yoh 17:23). Persama- an kesatuan orang Kristen ini dan
kesatuan Yesus dengan Bapa (Yoh 17:11,22) menegaskan sifat spiritual mendasar
dari kesatuan menurut Alkitab. Namun jelas tercakup di dalamnya kesamaan
kehidupan dan tujuan yang nyata, sebagaimana keseluruhan misi Yesus
mengungkapkan keesaan gereja

71
2. Kudus

Umat Allah adalah "bangsa yang kudus" (1Pet 2:9). Artinya gereja adalah kudus,
begitu juga setiap orang Kristen adalah kudus, berdasarkan persekutuannya
dengan Kristus. Kita dipisahkan untuk menjadi milik-Nya dan diberikan-Nya
kebenaran yang sempurna (bnd. ps 18.2.b). Gereja berdiri di hadapan Allah "di
dalam Kristus" tak bernoda dan tak bercacat secara moral. Perbedaan antara
gereja nyata dan tidak nyata berlaku di sini, karena kekudusan ini hanya menjadi
milik anggota jemaat yang menaruh kepercayaannya pada Kristus sebagai
Juruselamat. Persatuan dengan Kristus juga menyangkut kehidupan kudus secara
nyata. Hubungan gereja dengan Kristus sebagai kepalanya akan nyata dari sifat
moralnya dan kualitas kehidupannya sehari-hari. Gereja yang tidak mengenal
kekudusan, tidak mengenal Kristus. Ketika Kristus ber- bicara kepada ketujuh
jemaat di Asia Kecil, Ia dengan jelas mengharap- kan perbedaan dalam sikap moral
itu dan apabila hal ini tidak didapati- Nya Ia sangat keras dalam penghakiman-Nya
(Wahy 2:1-3:22). Tentu saja belum ada gereja yang sempurna di dunia ini.
Kehidupan di gereja-gereja Perjanjian Baru ditandai kekhilafan, perpecahan,
kegagalan moral dan ketidakstabilan, dan masalah-masalah seperti itu tetap ada
sampai saat ini. Namun demikian, mau tidak mau, gereja Allah yang sejati pasti
akan menunjukkan beberapa tanda kekudusan dan kemajuan menuju kekudusan
yang lebih sempurna.

3. Am

Kata "am" (atau "katolik") berarti 'menyangkut keseluruhan'. Istilah ini mula-mula
menunjuk pada gereja am untuk membedakannya dari gereja setempat. Kemudian
artinya berubah menunjuk pada gereja yang mengaku iman ortodoks untuk
membedakannya dari bidat-bidat. Kelak gereja Roma mengambil alih istilah ini
untuk mengacu pada organisasi gerejanya yang sudah berkembang secara historis
dan menyebar luas secara geografis dan berpusat pada Paus. Para reformis abad
ke-16 berusaha mengembalikan arti kata ini kepada arti semula, yakni mengaku

72
iman ortodoks, dan mereka menganggap diri sebagai gereja katolik yang
sebenarnya dan bukan gereja Roma. Segi utama dari sifat am dalam gereja mula-
mula adalah keterbukaannya terhadap semua orang. Berbeda dengan agama
Yahudi dengan ekslusivisme rasialnya dan aliran Gnostik dengan ekslusivisme
intelektualnya, maka gereja membuka pintunya lebar-lebar bagi semua yang ingin
masuk, dari tiap ras, warna kulit, status sosial, kecakapan intelektual atau sejarah
moralnya. Gereja masuk ke dalam dunia dan membawa iman bagi semua (Mat
28:19; Wahy 7:9). Syarat satu-satunya untuk masuk ialah iman kepada Yesus
Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan, dan baptisan yang mengungkapkan Injil
anugerah itu sebagai upacara masuk (Mat 28:19; Kis 2:38,41). Pada tingkat dasar
inilah tanda "am" harus diterapkan. Gereja-gereja yang menetapkan ujian-ujian
lain harus diwaspadai. Gereja sejati tidak memberi tempat pada diskriminasi ras,
warna kulit, status sosial, ke- cakapan intelektual atau moral, asal saja ada bukti
pertobatan.
KEPUSTAKAAN :
1. Groenen C., Sejarah Dogma Kristologi., Yogyakarta, 2001, Kanisius
2. Hadiwidjono, Harun., Iman Kristen., Jakarta, 1996, BPK Gunung Mulia
3. Horton M, Stanley., Oknum Roh Kudus, Malang, 2001, Gandum Mas
4. Karo-Karo, Selamat., Tesis, Bandar Baru, 2008
5. Milne Bruce., Menggali Kebenaran, Jakarta, 1996, BPK Gunung Mulia
6. Van Niftrik G.C. – Boland, B.J., Dogmatika Masakini, Jakarta, 1987, BPK
Gunung Mulia
7. Wongso, Peter., Diktat, 1995, SAAT MALANG

73
BAB VII
PERJANJIAN-PERJANJIAN KESELAMATAN

Paulus menulis kepada jemaat-jemaat di Galatia demikian:


“Katakanlah kepadaku, hai kamu yang mau hidup di bawah hukum Taurat, tidakkah
kamu mendengarkan hukum Taurat? Bukankah ada tertulis, bahwa Abraham
mempunyai dua anak, seorang dari perempuan yang menjadi hambanya dan seorang
dari perempuan yang merdeka? Tetapi anak dari perempuan yang menjadi
hambanya itu diperanakkan menurut daging dan anak dari perempuan yang
merdeka itu oleh karena janji. Ini adalah suatu kiasan. Sebab kedua perempuan itu
adalah dua ketentuan Allah: yang satu berasal dari gunung Sinai dan melahirkan
anak-anak perhambaan, itulah Hagar— Hagar ialah gunung Sinai di tanah Arab dan
ia sama dengan Yerusalem yang sekarang, karena ia hidup dalam perhambaan
dengan anak-anaknya. Tetapi Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang merdeka,
dan ialah ibu kita. Karena ada tertulis: “Bersukacitalah, hai si mandul yang tidak
pernah melahirkan! Bergembira dan bersorak-sorailah, hai engkau yang tidak
pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan suaminya akan
mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami.” Dan kamu, saudara-
saudara, kamu sama seperti Ishak adalah anak-anak janji. Tetapi seperti dahulu, dia,
yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh,
demikian juga sekarang ini. Tetapi apa kata nas Kitab Suci? “Usirlah hamba
perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba perempuan itu tidak akan
menjadi ahli waris bersamasama dengan anak perempuan merdeka itu.” Karena itu,
saudara-saudara, kita bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak
perempuan merdeka” (Galatia 4:21-31).

ANAK PERJANJIAN

Mari kita mengingat kembali kisah di dalam Kitab Kejadian di mana Allah telah
berfirman kepada Abraham bahwa ia akan memiliki seorang anak laki-laki yang
akan lahir dari rahim Sara yang merupakan buah cinta mereka. Namun setelah
bertahun-tahun lamanya dan bahkan ketika Abraham sudah menjadi tua dan begitu
juga dengan Sara, anak itu belum juga dilahirkan, maka kemudian Sara melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan tujuan dan anugerah Allah. Ia membawa

74
budaknya, yaitu budak dari Mesir, dan menyerahkan budak itu ke dalam pelukan
suaminya. Akhirnya budak itu melahirkan seorang anak laki-laki dan budak itu,
yaitu Hagar memberikan seorang anak laki-laki bagi Abraham sebagai hasil
hubungan Abraham dan dirinya dan kemudian mereka menamakan anak itu Ismael.
Kemudian Allah di dalam kasih dan rahmatNya yang agung tetap memelihara janji
yang telah Ia buat dengan Abraham dan Sara. Ketika Abraham berumur seratus
tahun dan ketika Sara berumur sembilan puluh tahun, anak perjanjian itu dilahirkan
dan mereka menamai anak itu Ishak. Ketika hari-hari telah berlalu dan ketika
Ismael berumur 13 tahun ia mengejek Ishak anak perjanjian itu dan ketika Sara
melihat hal itu ia berkata, “Budak ini dan anaknya tidak boleh tinggal di rumah ini
atau juga tidak akan menjadi bagian ahli waris bersama dengan anak perjanjianku.”
Sehingga budak wanita Mesir itu dan anaknya atau Ismael di usir dari keluarga
Abraham.
KIASAN PERJANJIAN KESELAMATAN
Paulus menggunakan kisah ini sebagai alegori atau kiasan dari perjanjian
keselamatan. Di dalam kisah metaforikal ini, Paulus menjelaskan bahwa ada
kebenaran Rohani di dalam kisah ini dan apa yang Paulus maksudkan adalah bahwa
wanita dan dua anak laki-lakinya itu merepresentasikan atau merupakan metaforikal
atau kiasan dari dua perjanjian. Yaitu yang pertama adalah Perjanjian Lama atau
Perjanjian Taurat. Di dalam II Korintus 3, Paulus menghubungkan itu sebagai he
palia diatheke atau Perjanjian Lama atau Old Contract atau Old Covenant atau
Perjanjian Taurat.
Kemudian Paulus berkata, tetapi Sara dan anaknya yang adalah anak perjanjian itu
merupakan representasi dari Perjanjian Baru atau New Covenant atau He Kaine
Diatheke yang berhubungan dengan kontrak yang baru, atau New Covenant atau
Perjanjian Baru. Jika anda memiliki Alkitab Perjanjian Baru bahasa Yunani,
padasampul kitab itu tertulis He Kaine Diatheke atau Perjanjian Baru.

PERJANJIAN LAMA ATAU PERJANJIAN TAURAT


Sekarang marilah kita mengikuti apa yang Paulus katakan dalam mengkontraskan
dua perjanjian ini. Perjanjian Lama adalah Perjanjian daging atau Perjanjian Taurat
yang direpresentasikan oleh budak itu, yaitu Hagar. Sementara Perjanjian Anugerah

75
direpresentasikan oleh Sara dan anaknya, yaitu anak yang diberikan oleh Allah,
Ishak. Yang pertama Paulus menulis tentang perjanjian daging, Perjanjian Taurat
atau Perjanjian Sinai atau Perjanjian Lama. Paulus berkata bahwa Hagar adalah
seorang budak dan sebagai seorang hamba ia harus melayani. Jadi Perjanjian Lama
atau Perjanjian Taurat adalah perhambaan dan perjanjian itu memiliki pelayanan
untuk dilakukan. Paulus menulis itu di dalam Galatia 3:24-25: “Jadi hukum Taurat
adalah penuntun (paidagogos) bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita
dibenarkan karena iman. Sekarang iman itu telah datang, karena itu kita tidak
berada lagi di bawah pengawasan penuntun (paidagogos).” Kata Yunani yang
digunakan di sini adalah ‘paidagogos’. Kata ‘paidagogos’ adalah kata yang
mengacu kepada budak orang Romawi yang tinggal di rumah tuannya dan yang
memiliki tugas untuk mengantar anak tuannya pergi ke sekolah dan setelah sekolah
bubar maka budak itu harus menjemput anak itu untuk dibawa pulang. Jadi arti
dasar ‘paidagogos’ adalah
pemimpin anak. Paulus berbicara tentang Perjanjian Lama atau Perjanjian Taurat
yang membawa kita kepada Yesus. Ketika Paulus menuliskan dalam Roma 7
dengan menunjukkan kepada kita bagaimana kita adalah manusia yang penuh dosa
“oleh karena hukum Taurat kita mengenal dosa.” Hukum Taurat adalah hukum
tertulis di dalam Alkitab. Hukum yang ditulis di atas lempengan batu. Hukum yang
tertulis di atas tugu-tugu peringatan, hukum yang dibuat semua kongres di seluruh
dunia. Kita sadar akan dosa oleh karena Taurat. Taurat adalah cermin yang berdiri
di depan kita dan ketika kita melihatnya kita melihat betapa kita telah jatuh ke
dalam dosa dan jauh dari Allah. Hukum Taurat adalah hamba, sama seperti Hagar,
untuk membawa kita kepada Yesus. Selanjutnya Paulus berkata bahwa Perjanjian
Lama membawa bersamanya kutuk dan penghukuman yang sangat mengerikan.
Taurat mengajar berbuat maka kamu akan hidup. Ini adalah Perjanjian Taurat. Anda
harus melakukan sesuatu jikalau anda ingin hidup. Saya katakan bahwa ini sungguh
mengerikan, karena dengan melanggar Taurat, maka anda sudah pasti mati. Anda
akan mengahadapi kutuk dan penghukuman yang sangat mengerikan. Anda dapat
menemukan itu seperti yang digambarkan di Taman Eden. Allah berkata kepada
orang tua kita yang pertama, “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan
buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat

76
itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah
engkau mati” (Kejadian 2: 16-17). Hanya satu pelanggaran bukan empat puluh
lusin, tetapi hanya satu pelanggaran saja kamu pasti mati.
Ketika Yakobus menulis dalam Yakobus 2:10, Yakobus yang adalah gembala di
Yerusalem dan saudara laki-laki Tuhan Yesus ini berkata: “Sebab barangsiapa
menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia
bersalah terhadap seluruhnya.” Sebuah vas porselin yang indah jikalau memiliki
satu keretakan pada dirinya maka porselin itu tidak sempurna, dan maka porselin
yang tidak sempurna itu sudah pasti akan dihancurkan. Jadi anda melihat di sini
betapa Perjanjian Lama itu mengerikan, yaitu perjanjian yang dibuat Allah dengan
manusia. Lakukan itu, taati itu, maka engkau akan hidup. Tetapi jikalau engkau
tidak mampu menaatinya pastilah engkau mati. Dan tak seorangpun yang dapat
mentaatinya. Ibrani 12 menjelaskan tentang ancaman dari hukum Taurat. Di gunung
Sinai Musa menerima hukum itu
dari tangan Allah dan ketika ia menerimannya ia menerima dengan sangat
ketakutan. Itulah yang diberikan oleh hukum Taurat. Hukum Taurat mendatangkan
ancaman yaitu penghakiman dari Allah yang Mahatinggi, seperti dalam Yehezkiel
18 Allah berfirman: “Jiwa yang berdosa haruslah mati.” Allah menulis kembali
dalam Roma 6: “Upah dosa adalah maut.” Jika anda melanggar hukum Taurat
walaupun sebagian kecil dari hukum itu, anda akan menghadapi penghakiman yang
sangat mengerikan dan kematian yang kekal. Pada waktu saya menjadi seorang
gembala di sebuah desa pada umur yang masih muda, di sana ada seorang anak
laki-laki yang sangat cerdas dan brillian dan ia bekerja di sebuah Bank yang ada di
daerah itu. Dengan kepandaianya anak muda itu memanipulasi accounting di Bank
itu selama bertahun-tahun dan
menggelapkan uang dari bank itu. Ketika kejahatannya itu terbongkar maka anak
muda itu didakwa di hadapan sidang pengadilan dan dinyatakan bersalah.
Ketika ia disidang di pengadilan federal di kota besar di daerah itu, keluarganya
meminta saya untuk pergi menemani anak muda itu. Jika saya bisa hidup seribu
tahun lamanya saya tidak dapat melupakan apa yang saya rasakan ketika saya
berdiri di hadapan hakim federal, di samping anak muda itu. Hakim itu berkata,
“Silahkan anda berdiri.” Dan saya berdiri di sebelah kanan anak muda itu dan serasa

77
saya kecil sekali di sampingnya dan hakim federal itu mengambil berkas-berkas dan
menunjukkan kepada mereka dan kemudian membacakan untuk anak muda itu
beberapa hal yang telah ia lakukan. Kemudian ketika ia selesai membacakan
pelanggaranpelanggaran itu ia memandang wajah anak muda itu dan berkata,
“Bersalah atau tidak bersalah?” dan anak muda itu menjawab “Bersalah.”
Semua umat manusia seperti itu ketika kita berdiri di hadapan Allah yang
Mahatinggi. Ia akan membacakan pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan yang kita lakukan dalam hidup kita dan yang kita pikirkan dalam hati
kita. Segala sesuatu yang kita pikirkan, segala sesuatu yang kita lakukan, semua
yang kita putuskan dalam hidup kita dibukakan dan kemudian Allah bertanya
kepada kita bersalah atau tidak bersalah? Di hadapan Allah yang Agung yang
mengetahui segala sesuatu tentang kita, kita tidak memiliki alternatif lain selain
menjawab, “Yang Mulia saya bersalah.” Tidak ada orang yang dapat berdiri di
hadapan Allah dan berkata, “Pendidikan telah menyelamatkan aku dari dosa-
dosaku.” Tidak peduli anda orang yang berpendidikan atau orang tidak
berpendidikan. Jikalau anda orang berdosa maka anda terhilang di hadapan Allah.
Atau dapatkah orang berdosa dapat berdiri di hadapan Allah, hakim dari alam
semesta ini dan berkata, “Aku sudah mengadakan seremonial, aku sudah disucikan
oleh ritual-ritual yang aku lakukan dan semua itu telah menyucikan aku dari dosa-
dosaku”? Bagaimanapun juga semua ritual, ketaatan agamawi yang anda lakukan
dinyatakan bersalah di hadapan Allah dan di hadapan Allah anda tetap masih
terhilang.
Anda tidak dapat berdiri di hadapan Allah dan berkata, “Rekonstruksi sosial ini
telah menyelamatkan saya dan berbagai kegiatan sosial yang saya lakukan telah
menyelamatkan saya.” Apapun yang kita lakukan, kita semua tetaplah orang
berdosa di hadapan Allah. Dan karena kita berharap bahwa perbuatan baik kita
dapat membawa kita ke sorga dan menyelamatkan jiwa kita dari kematian, maka
justru oleh karenanya maka anda akan dihakimi oleh Allah dan dihukum oleh-Nya.
Firman Tuhan berkata dalam Galatia 3:10: “Karena semua orang, yang hidup dari
pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk.” Oleh sebab itu, kita semua harus
berdiri di hadapan Allah dan berkata, “Aku bersalah”

78
Perjanjian kerja antara Allah dengan kita selalu kita langgar. Taurat berkata,
“Lakukan itu maka engkau akan hidup.” Tetapi aku tidak dapat melakukanya.
“Pada saat engkau melanggarnya pastilah engkau mati.” Dan saya akan
menjelaskan tentang penghukuman atau penghakiman maut ini. Ini menunjukkan
bahwa tubuh kita mati begitu juga dengan roh kita, tubuh kita mati dalam kubur dan
roh kita terpisah dari Allah dan Alkitab menyebut jiwa yang terpisah ini sebagai
“kematian yang kedua” atau neraka. Neraka adalah tempat di mana kita jauh dari
Allah, terpisah dari Allah, dihukum di dalam api untuk selama-lamanya. Inilah
perjanjian yang sangat mengerikan itu. perjnjian Lama atau Perjanjian Taurat atau
perjanjian yang membawa kita kepada kematian. Taurat adalah hakim yang
memutuskan bahwa kita layak dihukum. Allah tidak pernah menciptakan manusia
untuk tujuan itu, Ia tidak pernah merencanakan itu. Hagar, hamba itu, bukanlah
rencana Allah. Kelahiran Ismael menurut daging tidak pernah ada dalam rencana
Allah.

PERJANJIAN BARU ATAU PERJANJIAN ANUGERAH ATAU


PERJANJIAN PENEBUSAN
Allah memiliki perjanjian yang lain, kontrak yang lain dengan kita, yaitu perjanjian
anugerah yang diberikan hanya oleh rahmat dan kasih Tuhan kita. Allah tidak
pernah merencanakan atau memiliki tujuan untuk membinasakan kita. Rencana dan
tujuan Allah selalu untuk menyembuhkan dan menyelamatkan kita. Pemberian
kasih penebusa- Nya di ilustrasikan oleh Paulus ketika ia berbicara berhubungan
dengan kiasan kisah Sarah dan anaknya Ishak. Abraham berumur seratus tahun dan
Sara berumur sembilan puluh tahun, dan jika mereka bisa memiliki anak itu semata-
mata hanya oleh karena kasih kemurahan Allah. Anak itu lahir dari anugerah dan
janji Allah. Daging tidak dapat melakukan itu, karena ia sudah terlalu tua dan
bahkan Sara sudah mati haid. Tetapi Allah berfirman kamu akan memiliki seorang
anak laki-laki yang tidak diperanakkan menurut daging tetapi menurut roh kasih
dan rahmat anugerah Allah. Dan Allah memelihara janji-Nya itu sampai Abraham
berumur seratus tahun dan Sara berumur sembilan puluh tahun, dan lahirlah bagi
mereka anak perjanjian itu. Anak dari anugerah Allah. Itu adalah sesuatu yang
Allah kerjakan. Rasul Paulus berkata: “Kita sama seperti Ishak yang adalah anak-

79
anak janji.” Seluruh Efesus pasal 2 menjelaskan bahwa kita lahir di dalam
kesalahan, di dalam dosa, di dalam berbagai pelanggaran, namun kemudian Paulus
menjelaskan sebab oleh karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu
bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu, jangan
ada orang yang memegahkan diri, karena keselamatan kita datang dari tangan kasih
dan karunia Allah. Itu adalah sesuatu yang Ia lakukan bagi kita. Keselamatan bukan
karena apa yang kita lakukan, tetapi karena apa yang telah Ia lakukan bagi kita.
Kemudian Rasul Paulus mengilustrasikan itu dalam kiasan peristiwa Sara.
Sara adalah wanita merdeka yang tidak pernah menjadi budak dan ia adalah istri
Abraham sebelum Hagar masuk dalam kehidupan Abraham dengan Sara. Ia adalah
istri yang asli atau sah dan wanita merdeka.
Jadi yang dikiaskan di sini adalah bahwa perjanjian anugerah adalah
kovenan atau perjanjian yang sah atau perjanjian yang asli atau original contract.
Itu dimulai di surga sebelum dunia dijadikan dan disampaikan berulangkali dalam
Kitab Suci. Sebelum dasar-dasar bumi didirikan Alkitab berkata Yesus telah
ditetapkan untuk dibunuh. Sebelum dasar-dasar bumi didirikan kita telah dipilih di
dalam Dia: “Datanglah kepada-Ku orang-orang yang telah dipilih Bapa-Ku yang
menjadi ahli waris kerajaan yang telah dipersiapkan untuk-Ku sebelum dunia
dijadikan.” Perjanjian yang orisinil atau yang ada terlebih dahulu adalah Perjanjian
Anugerah, Perjanjian Penebusan. Perjanjian rahmat atau perjanjian keselamatan,
yaitu perjanjian yang telah dibuat sebelum dunia dijadikan dan sebelum dasar-dasar
bumi diletakkan. Tidak ada cara lain untuk diselamatkan selain oleh karena kasih
penebusan dan anugerah dan rahmat Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus Tuhan
kita. Dari taman Eden ke taman Yerusalem baru, dari kekekalan masa lampau
kepada kekekalan yang akan datang, namun cara keselamatan tidak pernah berubah,
yaitu keselamatan hanya oleh karena kasih penebusan dan rahmat di dalam Kristus
Yesus. Perjanjian telah dibuat sebelum dunia jatuh ke dalam dosa dan dengan setia
perjanjian itu disimpan dan dipelihara sampai selama-lamanya. Anda melihat di
seluruh Alkitab hikmat yang tanpa salah. Di taman Eden, ketika orang tua kita yang
pertama melangkah dan jatuh ke dalam penghukuman maut, Allah mengambil
binatang yang tanpa dosa dan kemudian menyembelihnya di taman Eden itu. Bumi
menghisap darahnya dan Allah mengambil kulit dari binatang itu untuk menutupi

80
ketelanjangan ayah dan ibu kita yang pertama. Daun pohon ara, pekerjaan-
pekerjaan daging tidak akan menutupi ketelanjangan kita. Hanya darah yang tanpa
dosa yang dapat menutupi ketelanjangan kita. Oleh karena itu, Allah menyembelih
binatang yang tanpa dosa dan membuat pakaian dari kulit binatang itu untuk
menutupi ketelanjangan orang tua kita yang pertama. Seperti itulah perjanjian
darah, perjanjian anugerah, perjanjian penebusan. Anda melihatnya lagi di dalam
apa yang Allah Firmankan kepada orang tua kita yang pertama yaitu tentang benih
perempuan. Perempuan tidak memiliki benih, tetapi laki-lakilah yang memiliki
benih. Tetapi Allah berfirman benih perempuan akan meremukkan kepala Setan.
Ada lagi janji penebusan. Anda melihatnya lagi di dalam penerimaan korban yang
dipersembahkan oleh Habel, yang datang di hadapan Allah dengan domba dan
mempersembahkan korban itu di hadapan Allah. Anda melihatnya lagi di dalam
kisah yang indah dari Abraham ketika ia mengangkat pisaunya dan akan
menghujamkannya ke jantung anaknya yang tunggal, namun kemudian Allah
menahan tangannya dan Allah telah menyediakan anak domba untuk dikorbankan.
Ada lagi perjanjian korban atau perjanjian darah, yang anda dapat lihat
dalam nubuatan Yesaya 53: “Ia menanggung beban dan dosa-dosa kesalahan kita, Ia
diremukkan karena kejahatan kita, supaya oleh bilur-bilurnya kita menjadi
sembuh.” Ini adalah Perjanjian Penebusan ini adalah Perjanjian Baru. Anda juga
dapat melihat dalam kehidupan Tuhan kita. Ini adalah darah Perjanjian Baru yng
dicurahkan untuk pengampunan dosa. Anda juga dapat melihat dalam kitab Wahyu
6 sehubungan dengan meterai ke 5. Di sana dikatakan: “Ketika Anak Domba itu
membuka meterai yang kelima aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka
yang telah dibunuh oleh karena Firman Allah dan oleh karena kesaksian yang
mereka miliki.” Mengapa dikatakan di bawah mezbah? Karena mereka berada di
bawah darah. Mereka berada di bawah korban, karena mereka di tebus di dalam
darah Tuhan Yesus. Mereka ditebus oleh karena kasih karunia Allah. Ini adalah
karena perjanjian yang unconditional atau tidak bersyarat.

81
PERJANJIAN BERSYARAT DAN PERJANJIAN TIDAK BERSYARAT

Yang pertama adalah perjanjian yang bersyarat, yaitu Allah berfirman kepada
manusia, “Lakukan ini dan kamu akan hidup dan jikalau kamu melanggarnya kamu
pasti mati.” Itu adalah perjanjian conditional atau perjanjian yang bersyarat. Tetapi
Perjanjian Anugerah adalah perjanjian yang unconditional atau yang tidak
bersyarat. Itu adalah perjanjian antara Allah Bapa dengan Allah Putra, dan itu telah
ditandai dan dimeteraikan oleh Allah. Dalam perjanjian yang kedua ini Allah
berkata kepada Yesus, “Engkau harus mati bagi dosa-dosa umat manusia, Engkau
harus membayar harga dari kejahatan mereka, Engkau harus menanggung semua
hukuman atas dosa-dosa dan kejahatan mereka dan Aku akan menetapkan untuk
memilih suatu umat bagi-Mu. Engkau tidak akan mati sia-sia, pengorbanan-Mu dan
kasih penebusan-Mu di kayu salib serta pencurahan darah penebusan akan
membawa umat-Ku kepada-Mu.” Allah telah menjanjikan itu kepada Tuhan Yesus
dan itu telah dilakukan di dalam kekekalan. Janji itu tidak bersyarat. “Engkau mati
bagi dosa-dosa umat manusia dan Aku akan memberikan kepada-Mu umat yang
akan mengasihi Engkau, memuji Engkau dan melayani Engkau dan mengikuti
Engkau.”
Itu adalah janji Allah kepada Yesus. “Jika Engkau mau menderita itu tidak akan sia-
sia dan akan Kuberikan kepada-Mu umat yang akan mengasihi dan memuji dan
melayani Engkau.”
Di sini Alkitab menyebutnya sebagai orang pilihan dan ketika saya berbicara
tentang perjanjian yang telah dibuat di sorga antara Allah Bapa dan Allah Putra,
yaitu Yesus Kristus yang berisi bahwa Allah berkata kepada Yesus, “Engkau harus
mati bagi dosa-dosa dunia maka akan kuberikan kepadamu suatu umat.” Di sini
saya sedang berbicara tentang bahasa sorgawi. Allah telah menjanjikan kepada
Yesus suatu umat, jikalau Ia mau mati bagi dosa-dosa dunia. Itu adalah bahasa
sorgawi. Dan ketika saya berbicara dalam bahasa manusia. Inilah apa yang saya
mau katakan. Ketika saya berkotbah tentang kebenaran Injil tentang Yesus dan
ketika saya duduk bersama seseorang dan berdoa bersama dia dan berbicara kepada
dia tentang jiwanya, dan memimpinnya kepada Yesus dan beberapa dari mereka
memperhatikan dan hati mereka digerakkan, dan beberapa di antara mereka

82
akhirnya menangis, berlutut serta berkata “Oh, Tuhan berikanlah anugerah-Mu
kepadaku, selamatkanlah aku.”
Bagaimana saya menjelaskan itu? Itu adalah bahasa manusia. Ketika saya berbicara
dengan bahasa sorgawi, orang-orang itu adalah orang-orang yang telah dipilih. Ada
orang yang tidak diselamatkan, tidak perduli dengan apa yang dia lakukan, tetapi
Allah telah berjanji. Allah telah menjanjikan itu kepada Yesus bahwa jikalau Ia
mati bagi dosa dunia maka Allah akan memberikan kepada-Nya satu umat, yaitu
orang-orang yang telah dipilih, bahwa ada orang-orang yang mendengar dan
kemudian akan memberikan respon.
Saya telah menggembalakan jemaat ini selama lima puluh tahun dan saya
mengingat kembali hari ketika jiwa saya dipimpin untuk percaya kepada Tuhan.
Ketika saya memikirkan itu, yaitu keselamatan saya, “Oh, Tuhan sungguh aku
mengucap syukur terhadap Engkau, aku memuji Engkau karena kebenaran-Mu
bahwa sebelum aku dilahirkan Engkau telah menulis namaku di dalam buku itu,
yaitu dalam buku kehidupan. Sebelum dasar-dasar bumi ini Engkau letakkan
Engkau telah menulis namaku dalam buku kehidupan itu.” Aku telah diselamatkan
oleh darah yang tercurah dari Kristus yang disalibkan itu. Itu lah caranya ketika aku
berbicara dengan bahasa sorgawi. Dan di sini, dalam bahasa manusia, aku memuji
Allah karena seorang pengkotbah yang singgah di rumahku selama satu minggu dan
pada suatu kebaktian pagi jam sepuluh ibuku berkata kepadaku, “Nak hari ini
maukah kamu menerima Kristus sebagai Juruselamatmu?” Dan hatiku berbicara
dan aku berkata, “Ibu, hari ini, aku mau menerima Kristus sebagai Juruselamatku.”
Kata pemilihan adalah bahasa sorgawi, di mana Allah berjanji kepada Yesus,
“Engkau harus mati bagi dunia dan Aku akan memberikan kepada-Mu suatu umat,”
tetapi ketika saya melihat dan meresponi Injil dan hati saya digerakkan oleh Roh
untuk menerima Injil itu, itu adalah anugerah dan rahmat Allah di dunia ini. Oh
betapa bahagianya anda ketika menemukan dalam hati anda, yaitu ketika Injil
diberitakan bahwa Anak Domba itu telah disembelih untuk menebus anda. Oh…
pujilah Allah karena kebaikan-Nya yang luar biasa dan ajaib yang dicurahkan atas
kita. Itulah Perjanjian Anugerah. Kita diselamatkan oleh darah Anak Allah yang
disalibkan.

83
Mari semua memuji Bapa, mari semua memuji Anak, mari semua memuji Roh
Kudus ketiganya yang Esa dan mulia. Kita diselamatkan oleh darah Yesus yang
disalibkan dan itu adalah perjanjian anugerah. Maukah kita bersama-sama memuji
Juruselamat kita yang Agung, yang telah mencurahkan berkat dan keselamatan-Nya
bagi kita dan saya minta anda orang berdosa yang masih terhilang yang akan
menghadapi penghakiman dan kematian yang sedang berada di bawah kutuk hukum
Taurat, terimalah anugerah Allah di dalam Kristus. Terimalah Perjanjian Anugerah
di dalam Kristus sehingga engkau tidak lagi di bawah kutuk, tetapi engkau akan
memiliki hidup yang kekal. Allah telah memberikan janji yang tidak bersyarat ini,
yaitu bahwa Yesus mati bagi kita. Dalam janji-Nya yang tidak bersyarat Allah
berkata kepada Yesus, “Engkau harus mati bagi mereka dan Aku akan memberikan
kepada-Mu suatu umat.” Hanya Tuhan yang dapat melakukan itu, oleh sebab itu
pujilah nama-Nya.

84
BABV II
AKU TELAH BERDOSA – APA YANG HARUS AKU LAKUKAN?
“Kalau aku berbuat dosa apakah yang telah aku lakukan terhadap Engkau ya
penjagaku?” (Ayub
7:20)
JERITAN HATI ORANG BERDOSA BERSIFAT UNIVERSAL
Mari kita membuka Ayub 1:1 “Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub,
orang itu saleh dan jujur ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” Itulah yang
dikatakan Alkitab tentang dia. Sekarang perhatikan apa yang Allah katakan tentang
dia lagi: “Lalu bertanyalah Tuhan kepada Iblis, apakah engkau memperhatikan
hamba-Ku Ayub sebab tidak ada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian
saleh dan jujur yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan?” Itulah yang Allah
katakan tentang Ayub dan kemudian ketika kita membaca fasal tujuh dari kitab
yang sama, yaitu ayat dua puluh, di sana kita membaca jeritan hati yang begitu
mendalam dari bapa patriakh yang saleh itu: “Aku telah berdosa, apa yang harus
aku lakukan?” (terjemahan Alkitab King James Version, Ihave sinned, what shall I
do?). Ini adalah jeritan atau seruan yang bersifat universal, bukan hanya jeritan atau
tangisan Ayub dalam Perjanjian Lama saja. Ini adalah jeritan dari semua orang di
manapun juga, termasuk kita. Ini bukan hanya jeritan Firaun yang telah menindas
umat Allah yang berkata, “Aku telah berdosa.” Ini juga bukan hanya jeritan raja
Saul yang telah tidak mentaati Allah dan Roh Tuhan meninggalkan dia sehingga ia
berseru, “Aku telah berdosa.” Ini juga bukan hanya jeritan Yudas Iskariot yang
menangis dan berseru dan berkata: “Aku telah berdosa karena aku telah
menyerahkan darah orang yang tidak berdosa.” Tetapi ini juga merupakan jeritan
bagi seorang pengkotbah istana dan nabi yang agung, yaitu Yesaya, yang berseru
dan berkata “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang najis bibir dan aku
tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir” (Yesaya 6:5). Ini juga menjadi
jeritan Rasul Paulus ketika ia berkata, “Diantara semua orang berdosa, akulah yang
paling berdosa.” Ini juga menjadi jeritan dari Rasul Yohanes yang menulis dalam
Kitab Suci: “Jika kita berkata bahwa kita tidak ada berbuat dosa maka kita membuat
Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada dalam kita” (1 Yohanes 1:10).

85
Tetapi bukan hanya itu pengakuan yang ada dalam Alkitab. Dalam 1 Raja-raja, dan
dalam 1 Tawarikh akan dikatakan bahwa tidak ada seorangpun yang tidak pernah
berdosa. Dan di dalam Roma 3 yang merupakan panduan doktrin keselamatan
tertulis: “Sebab semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemulian
Allah” (Roma 3:23). Namun bukan hanya dalam surat Roma, tetapi ratapan yang
sama juga ditemukan di dalam semua literatur-litertur kuno. Suphocles, seorang
yang terkenal dari Yunani berbicara tentang universalitas dosa kita. Dan Seneca
seorang filsuf dari mashab Stoa dan seorang jurnalis juga berbicara tentang kutuk
yang ada pada umat manusia karena universalitas dosa.
Bukan hanya di mana Injil diberitakan dan di mana iman Kristen diperkenalkan,
maka di sana ada pengakuan dosa, karena ini bersifat universal di antara semua
suku-suku dan bangsa di seluruh dunia. Betapapun terbelakangnya atau betapapun
terdegradasinya suatu bangsa atau suku bangsa, semua manusia di manapun juga, di
mana mereka berada terus menerus mengulang jeritan ini, “Aku telah berdosa, apa
yang harus aku lakukan?” Di Afrika yang begitu luas saya pernah melihat darah di
bawah pohon atau di bawah batu karang atau di suatu bukit, dan ini adalah darah
yang dipercikkan oleh para animis untuk korban bagi kesalahan-kesalahan mereka.
Di sungai Jumna saya pernah melihat kerumunan orang banyak yang tidak terhitung
jumlahnya, mereka membasuh dirinya di dalam air sungai itu yang mereka anggap
suci dan melalui apa yang mereka lakukan itu,mereka berpikir bahwa mereka akan
memperoleh penyucian dari dosa-dosa mereka. Di seluruh dunia entah itu digereja,
di kuil-kuil, saya telah melihat orang-orang mengadakan seremonial, mengadakan
ritual-ritual dengantujuan agar mereka memperoleh penyucian dari dosa-dosa
mereka. Kutuk dosa dirasakan oleh semua orang“jiwa yang berdosa itu harus mati,
karena upah dosa ialah maut.” Dan Allah sendiri yang menjelaskan itu. Sayatidak
dapat lari dari penghakiman akan dosa. Saya adalah manusia yang sedang sekarat
dan saya sedang berkotbahdi sini untuk orang-orang yang sedang sekarat.
Seandainya saja saya tidak berdosa maka saya tidak akanmenghadapi penghakiman,
namun karena saya adalah orang berdosa maka pastilah saya mati dan setelah
itudihakimi dan itulah sebabnya mengapa Ayub berseru dalam kesedihan yang
mendalam: “Aku telah berdosa, apayang harus aku lakukan?”

86
USAHA MANUSIA UNTUK MELARIKAN DIRI
DARI KENYATAAN DIRINYA YANG BERDOSA

Ada banyak hal yang kita coba untuk kita lakukan. Salah satunya adalah
menyalahkan orang lain denganberkata bahwa itu bukan kesalahanku tetapi
kesalahannya, itu adalah kesalahan mereka. Itulah yangmengkarakteristik manusia
yang adalah keturunan Adam. Adam berkata: “Perempuan yang Kau tempatkan
disisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka ku makan.” Dan
kemudian perempuan ituberkata kepada Tuhan Allah, “Ular itu yang
memperdayakan aku maka ku makan.” Sejak hari kejatuhan manusiayang begitu
tragis itu, kita semua selalu mencoba untuk menyalahkan orang lain atas kesalahan-
kesalahan kita.Orang yang telah dinyatakan bersalah seringkali mengelak dengan
berkata, “Itu bukan kesalahan-kesalahansaya, itu adalah kesalahan hakim, itu adalah
kesalahan polisi, itu adalah kesalahan masyarakat, itu adalah kesalahanbudaya di
mana saya tinggal, itu adalah kesalahan geng di mana saya bergabung di dalamnya,
itu adalah kesalahanyang disebabkan oleh pengaruh buruk orang-orang yang
bersama dengan saya, itu adalah kesalahan orang tuasaya dan itu semua bukanlah
kesalahan saya.” Ada satu amsal atau pepatah atau sindiran yang
berulangkalidiucapkan kepada umat Allah yaitu Israel, dan anda dapat membacanya
dalam Yeremia. Anda juga dapatmembacanya di sini yaitu dalam kitab Yehezkiel
18:2, dikatakan “Ayah-ayah makan buah mentah dan gigi anakanaknyamenjadi
ngilu?” Namun selanjutnya Tuhan Allah berfirman: “Demi Aku yang hidup kamu
tidak akanmengucapkan kata sindiran itu lagi di Israel, sungguh semua jiwa Aku
punya, baik jiwa ayah maupun jiwa anak
Aku punya! Dan orang yang berbuat dosa itu harus mati.” (Yehezkiel 18:3-
4)Menurut Firman Allah dosa dan kejahatan orang tua kita, diturunkan kepada
generasi kita, namun itubukanlah perasaan bersalah atau guilt. Perasaan bersalah
atau guilt itu tidak diturunkan. Saya tidak memilikirasa bersalah oleh karena dosa-
dosa ayah saya. Tetapi saya merasa bersalah karena dosa-dosa saya sendiri.
Saya yang berdosa dan saya yang harus bertanggung jawab. Perasaan berdosa yang
ada dalam diri kita ituadalah oleh karena dosa-dosa kita. Mereka yang berdiri di
hadapan Allah dihakimi menurut dosa-dosa mereka.Dan saya yang berdiri di
hadapan Allah dihakimi menurut dosa-dosa yang saya perbuat. Jika saya berdosa

87
ituadalah pilihan saya, saya yang melakukannya, maka saya harus bertanggung
jawab, dan saya harus dihakimi.
Seluruh air di samudra tidak dapat merusak kapal kecuali kapal itu ada di samudera,
begitu juga iblis di nerakatidak dapat merusak jiwa saya, kecuali saya mengundang
dia masuk ke dalam hati saya. Saya sendiri yang harusbertanggung jawab untuk
dosa-dosa saya, bukan ayah saya atau bukan ibu saya, bukan teman teman saya,
bukannenek moyang saya dan bukan geng di mana saya bergabung.Jika saya
berdosa itu adalah pilihan saya sendiri dan saya harus bertanggung jawab dan
menerimapenghakiman. “Aku telah berdosa, apa yang harus aku lakukan?”
Seringkali kita berharap agar waktumenghapusnya, namun ingat bahwa tidak ada
waktu bagi Allah, tidak ada hari kemarin atau hari esok, Allahmelihat segala ciptaan
di dalam present atau waktu sekarang. Oleh sebab itu, waktu tidak akan dapat
menghapusdosa-dosa kita. Salah satu kisah yang teramat tragis atau yang dicatat
oleh Alkitab dalam Kejadian 49, Israel atauYakub sedang sekarat dan kedua belas
putranya berkumpul mengelilingi dia dan salah satu dari anak-anak ituakan
menerima berkat dari Yakub. Ia memulai dari Ruben anak sulungnya, Ruben adalah
anak yang seharusnyamenerima ahli waris dan berhak menerima berkat karena dia
adalah anak yang sulung, tapi Yakub berkata padaRuben “Ruben… engkau yng
membual sebagai air tidak lagi engkau yang terutama sebab engkau telah
menaikitempat tidur ayahmu, waktu itu engkau telah melanggar kesuciannya, dia
telah menaiki petiduranku!” DosaRuben ini telah dilakukan 40 tahun sebelumnya.
Oleh sebab itu, anda lihat di sini bahwa waktu tidak merubah dosaanda di hadapan
Allah.Kemudian kita berharap untuk bisa menyembunyikan segala dosa dan
kesalahan kita. Mungkin takseorangpun mengetahuinya dan itu mungkin berada di
tempat yang tersembunyi. Namun walaupun semua itutersembunyi, itu pun tidak
akan mengubah warna dosa itu di hadapan Allah dan tak dapat menghindarkan
dirianda dari penghakiman Allah yang sangat mengerikan. Firman Allah berkata
bahwa Ia mengetahui setiap hatimanusia dan mengenal setiap jiwa manusia. Semua
upacara seremonial atau upacara ritual-ritual yang dilakukanoleh manusia di seluruh
dunia adalah satu usaha untuk menyembunyikan dosa-dosa mereka. Saya berpikir
tentngseruan Mikha dalam Mikha 6:6-7. “Dengan apakah aku akan pergi
menghadap TUHAN dan tunduk menyembahkepada Allah yang di tempat tinggi?

88
Akan pergikah aku menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan anaklembu
berumur setahun? Berkenankah TUHAN kepada ribuan domba jantan, kepada
puluhan ribu curahanminyak? Akan kupersembahkankah anak sulungku karena
pelanggaranku dan buah kandunganku karena dosakusendiri?” “Aku telah berdosa
apa yang harus aku lakukan?” (Ayub 7:20)Ketika saya masih muda, saya pernah
pergi ke New York City. Pada waktu itu belum ada Televisi dankami semua
berkumpul mengelilingi satu pesawat radio kami untuk mendengarkan National
Broadcasting Companyyang dipancarkan dari gedung RCA oleh Radio City di New
York. Jadi saya sebagai anak muda yang barupertama kali pergi ke kota New York,
saya mengunjungi studio itu dan duduk di sana bersama beberapa oranguntuk
mendengarkan siaran radio nasional itu. Kami mendengarkan satu presentasi drama
yang sungguh dramatis,yaitu sebagai berikut ini:
Ada seorang laki-laki yang datang dan masuk ke kantor seorang dokter dan Ia
berkata kepada dokter itu,“Dokter anda lihat noda ditangan ini? Potonglah tanganku
ini.”Dokter itu memeriksa tangannya dan kemudian ia berkata “Mengapa tuan, tidak
ada sesuatuyang salah dengan tangan anda.” Dan orang itu berkata:“Tetapi dokter,
anda tidak mengerti. Istriku yang paling cantik dan milik berharga yang saya
milikisuatu kali sedang bepergian dan ketika waktunya pulang, saya membelikan
dia hadiah yang indah danakan memberikan surprise atau kejutan untuknya. Saya
masuk ke kamarnya dan menarik laci lemarinya dimana ia menyimpan barang-
barang pribadinya untuk menyembunyikan hadiah yang kubelikan itu di dalamlaci
lemari itu, sehingga ketika ia membukanya ia akan menemukan hadiah yang telah
aku siapkan itu danini menjadi surprise yang melukiskan kasih sayang dan
perhatianku kepadanya. Namun ketika aku membukalaci untuk menyembunyikan
hadiah yang telah aku siapkan itu di sana aku menemukan satu bundel suratyang
diikat dengan pita biru yang indah. Saya langsung berpikir bahwa surat-surat itu
adalah tulisantangan dari seseorang yang istimewa baginya. Aku mengambil
bundelan surat itu dan membuka pita biruyang mengikatnya itu dan membaca surat
itu satu per satu. Di sana tidak ada nama dan alamat dari penulisna, namun di sana
hanya tertulis “Kekasihmu.” Ketidak-setiaan dan pengkhianatan dari istri
sayatertulis di sana, halaman demi halaman yang sedang ada di hadapan saya
sehingga saya menjadi kalap.

89
Dan dokter ketika ia pulang, ia menyalamiku dengan begitu manis dan dengan
lemah lembut ia
berkata kepadaku, “Aku sangat bahagia ada di rumah kembali.” Dan ketika saya
tidak meresponinya diaberkata, “Apakah kamu baik-baik saja, apakah kamu sakit,
apakah kamu tidak senang melihat aku pulang?”
Dan dokter, malam itu ketika kami akan tidur, dia masuk ke ruangannya dan
sementara aku masukke dalam ruanganku sendiri dan setelah aku memberikan
waktu kepadanya untuk tidur aku melangkah kepintu kamarnya dan mendengarkan
hembusan nafasnya. Aku membuka pintu itu dan masuk mendekati dia
yang berbaring di tempat tidurnya. Terang bulan yang bersinar pada waktu itu
menyinari wajahnya yangcantik dan tanpa dosa, kemudian aku berpikir bagaimana
mungkin istriku ini tidak setia? Dokter kemudianaku melingkarkan kedua tanganku
ke lehernya dan mencekiknya dan pada waktu itu dia memandangwajahku dengan
penuh keheranan dan setelah itu matilah dia. Dan dokter ketika ia mati darahnya
mengalirdari mulutnya membasahi tanganku- anda lihat tanda ini bukan? Potonglah
dokter! Potonglah tanganku inidokter!Apa yang saya telah lakukan di kamar itu
tidak ada yang menyaksikan. Dan polisi juga tidakmengusutnya. Namun setelah
beberapa hari kemudian, teman baiknya menelepon saya dan berkata,“Ngomong-
ngomong, ketika kamu melihat barang-barang pribadi istri kamu, apakah kamu
menemukansatu bundel surat yang diikat dengan pita warna biru?”
Saya berkata, “ya, mengapa?”Dan ia, sahabat perempuan istri saya itu berkata
“Maukah kamu mengembalikan itu kepadaku?Surat itu adalah milikku, surat-surat
itu ditulis untukku dan aku memberikan surat itu kepada istrimu agar
iamenyimpannya karena aku merasa tidak nyaman untuk menyimpanya di rumahku.
Aku memberikan suratsuratitu kepada istrimu dengan meminta supaya ia berjanji
tidak akan pernah membaca surat-surat itu danjikalau kamu tidak keberatan maukah
kamu mengembalikan surat-surat itu kepadaku?”
Dan dokter aku berkata kepadanya, “Maksudmu surat-surat itu ditulis untukmu,
bukan untuk
istriku?”
Ia menjawab, “Memangnya kenapa? Ya surat-surat itu milikku. Bolehkah aku
mengambilnya

90
kembali?”Oh dokter dengan tanganku sendiri aku telah membunuh istriku yang
tidak bersalah yang begitucantik dan mencintaiku. Dokter noda di tanganku ini,
tolong singkirkan! Potonglah tanganku ini!Ketika dokter itu pergi ke ruangan lain,
ia mendengar suatu suara letusan, ia cepat-cepat kembalike ruangan itu dan ternyata
laki-laki itu sedang sekarat berlumuran darah di lantai dan ketika ia mau mati,ia
berbisik katanya, “Aku akan pergi menyusul istriku untuk meminta maaf
kepadanya.”Kisah terkenal dari Macbeth mungkin adalah kisah yang paling
dramatis dari semua drama yang pernahditulis. Atas dorongan Lady Macbeth,
suaminya mengambil belati dan menghujamkan ke jantung tamu yang adadi
istananya sendiri. Ia membunuh Duncan raja Skotlandia. Ketika ia kembali kepada
Lady Macbeth, tangannyaberlumuran darah yang mengalir dari belati itu. Lady
Macbeth berkata kepada suaminya: “Pergi dan cucilahtanganmu. Sedikit air akan
membersihkan diri kita dari benih ini.” Ketika Macbeth menyuruh suaminya
untukmembersihkan tangannya, suaminya itu berkata: “Akankah samudera raya
Neptune,dapatmembersihkan darahini bersih dari tanganku? Tidak! Tanganku ini
akan menyebabkan semua lautan memerah,Membuat samuderabiru menjadi merah.

DOSA HANYA DAPAT DITEBUS


OLEH DARAH YASUS
“Aku telah berdosa, apa yang harus aku lakukan?” Aku tidak dapat menghapus
dosa-dosaku, aku tidakdapat menyelamatkan diriku sendiri. Aku tidak dapat
membersihkn noda pelanggaran-pelanggaran dan kejahatanjiwaku, apa yang harus
aku lakukan? Ini adalah berita Injil dari anugerah tentang Anak Allah. Itu disebut
“kabarbaik” bahwa di dalam Kristus ada kesembuhan dan keselamatan dari dosa
dan ada pengampunan dari segalakejahatan. Yesus berkata ini adalah darah-Ku
darah Perjanjian Baru yang dicurahkan untuk penyucian segaladosa.

Dosa dapat dihapus


Hanya oleh darah Yesus
Jiwa dapat ditebus
Hanya oleh darah Yesus
Oh! darah yang kudus
Oh! darah penebus
Jiwaku di tebus
Hanya oleh darah Yesus
(Robert Lowry, “Nothing but the Blood”)

Ada satu pengalaman yang kita semua pernah alami, yaitu ketika kita menjelaskan
tentang pertobatankita, yaitu ketika kita berjumpa dengan Tuhan Yesus dan

91
menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita.Mungkin kita memiliki cara
yang berbeda dalam menyaksikan akan pertobatan kita itu, tetapi ada satu
pengalamanyang pasti kita semua alami dan itu adalah apa yang telah dilakukan
Allah melalui Kristus untuk mengampunidosa-dosa kita. Kitab Suci menjelaskan
kebaikan Allah ini kepada kita seperti dalam Mazmur 103 Ia berfirman,“Sejauh
Timur dari Barat demikian dijauhkannya dari kita pelanggaran kita.” Sejauh Timur
dari barat demikianAllah telah memindahkan dosa-dosa kita dari diri kita. Dalam
Yesaya 44 nabi ini berkata bahwa “Allah telahmenghapuskan segala dosa
pemberontakanmu seperti kabut yang diterbangkan angin dan sekarang
dosamuseperti awan yang tertiup.” Dan dalam pasal 44 ini nabi besar ini juga
berkata, “Dan setelah dosamu seperti awanyang tertiup kembalilah kepada-Ku
sebab Aku telah menebus engkau!” Hosea berkata, “Roh Allah telahmelemparkan
dosa-dosamu ke dalam samudera.” Itulah sebabnya ada sesuatu di dalam iman
Kristen yang tidakmungkin ditemukan dalam agama-agama lain.
Selama satu dekade saya pernah melayani sebagai seorang gembala di suatu negara
bagian. Ketika sayamelayani baptisan, saya akan berdiri di tepi sungai atau danau
untuk mengkotbahkan Injil dan orang-orang berkumpuluntuk mengelilingi saya dan
saya tidak pernah melupakan ketika saya berdiri di sana dengan Alkitab di
tangansaya untuk mengkotbahkan Injil anugerah di dalam Anak Allah.
Inilah apa yang telah Allah lakukan kepada kita. Ini adalah tujuan Juruselamat kita
datang ke dunia, yaituagar Ia menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka.
Dan inilah apa yang Yesus telah lakukan bagi kita,ketika saya membuka hati saya
untuk Tuhan dan Ia akan menyucikan dosa-dosa saya yang semerah kermizi itudan
menjadikan putih seperti salju. Oh, betapa mulianya, nama-Nya sehingga tidak
heran kita senantiasa memuji,memuliakan dan mengucap syukur kepada-Nya,
karena Ia telah mengerjakan karya keselamatan bagi kita.Siapa yang dapat
menyelamatkan kita? Tuhan dan Juruselamat kita yang agung telah menghadapi
danmenerima penghakiman Allah karena menanggung dosa-dosa dan kesalahan-
kesalahan kita. Ia telah menggantikankita dihukum, menerima hukuman atas
kesalahan-kesalahan yang kita lakukan, dengan demikian Ia menebus kitadan
menyelamatkan kita dan serta membuka gerbang pembenaran dan kemuliaan bagi
kita. Sehingga kita orangberdosa melalui penebusannya boleh masuk ke dalam

92
hadirat Allah. Kita telah disucikan dan dibersihkn di dalamdarah Anak Domba,
penasehat ajaib kita, sahabat kita, mediator kita, perantara kita, yang akan
mendampingi kitapada hari penghakiman. Oh, Tuhan Yesus Kristus kami
mengasihi Engkau! Kami memuji Engkau, kami mengucapsyukur kepada-Mu.
Kesimpulan: Aku telah berdosa apa yang harus aku lakukan? Itulah pertanyaan
anda, itulah pertanyaansemua orang dan jawaban yang pasti dan satu-satunya
jawaban untuk pertayaan ini adalah datanglah kepadaKristus, serahkan hidupmu
sepenuhnya kepada Dia, percayalah kepada-Nya dalam iman dan engkau akan
berolehselamat. Engkau akan dibebaskan dari seluruh dosa-dosamu dan dibebaskan
dari penghukuman dosamu sehinggaengkau menjadi orang merdeka dan pintu
gerbang kerajaan sorga terbuka bagi anda.

93

Anda mungkin juga menyukai