Anda di halaman 1dari 76

Janji Yesus Menurut Injil Matius 11:28-30

Serta Implikasinya Bagi ………………………..

Erison L. Wonda

SEKOLAH TINGGI GLOBAL GLOW INDONESIA

1
DAFTAR ISI
Bab I...............................................................................................................4
Pendahuluan...................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah........................................................................4
B. Batasan Masalah....................................................................................8
C. Rumusan Masalah..................................................................................8
D. Tujuan Penulisan....................................................................................8
E. Hipotesa..................................................................................................9
Bab II............................................................................................................10
Landasan Teori.............................................................................................10
A. Identitas Yesus Menurut Pandangan Pakar Teologi............................10
B. Identitas Yesus Berdasarkan Pemaparan Kitab Matius.......................13
1. Yesus Sebagai Anak Allah...................................................................13
2. Identitas Kristus sebagai anak Allah dalam konteks peristiwa yang
terjadi di padang Gurun............................................................................14
3. Identitas identitas Kristus sebagai anak Allah dalam konteks peristiwa
penyaliban.................................................................................................15
4. Yesus Merupakan Wujud Nyata dari Immanuel (Allah beserta kita). .16
5. Yesus Anak Daud, atau Anak Abraham...............................................18
C. Peran Yesus Dalam Kehidupan Umat Manusia...................................19
1. Yesus Kristus Sebagai Nabi..................................................................19
2. Yesus Kristus Sebagai Imam................................................................21
3. Yesus Sebagai Guru/Pengajar (Rabbi).................................................25
4. Yesus Kristus Sebagai Raja..................................................................27
5. Yesus Kristus Sebagai Juruselamat......................................................29
D. Janji-jani Yesus Kepada Umat Manusia..............................................32
a. Memberikan Pengampunan Dosa (Mark.2:1-12).................................32
b. Yesus Memberi Hidup..........................................................................33
c. Memberikan Pemeliharaan...................................................................33
d. Membaptis dengan Roh Kudus.............................................................33
Bab III..........................................................................................................35
“Studi Eksposisi Terhadap Matius 11 : 28 – 30”.........................................35
A. Latar Belakang Injil Matius.................................................................35

2
B. Penulis Injil Matius..............................................................................38
C. Tujuan Penulisan Injil Matius..............................................................42
D. Analisa Konteks...................................................................................43
E. Analisis Eksegetik................................................................................46
a. Ayat 28..................................................................................................46
b. Ayat 29.................................................................................................56
c. Kesimpulan...........................................................................................65
Bab 4............................................................................................................67
Implikasi Bagi GBI Glow Tanggerang........................................................67
A. Yesus sebagai satu-satunya sumber kelegaan (Aku akan memberikan
kelegaan)...................................................................................................67
B. Datang dan intim dengan Yesus mendatangkan Kelegaan (marilah
kepadaKu).................................................................................................69
C. Kelegaan bukanlah kebebasan yang liar (Pikulah Kuk).......................71
D. Yesus Kristus adalah teladan (belajarlah padaKu).............................72
Bab V............................................................................................................75
Kesimpulan dan Saran..................................................................................75
A. Kesimpulan Umum..............................................................................75
B. Saran....................................................................................................76

3
Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Jika melihat kepada latar belakang kitab Matius, maka akan ditemukan

bahwa kitab Matius merupakan kitab yang difokuskan bagi orang-orang

Yahudi. Hal ini dapat lebih jelas ketika melihat kepada pendapat dari

Ireneus. Menurutnya, Matius juga menulis sebuah injil bagi orang Ibrani

dalam bahasa daerah mereka. 1 Dari hal ini maka kemudian dapat ditemukan

suatu masalah yang timbul kala itu dimana rakyat Yahudi berada dalam

tekanan yang begitu berat yang disebabkan oleh ahli-ahli Farisi dengan

berbagai macam peraturan dan formalitas keagamaan, untuk dapat hidup

menurut kehendak Allah dan menerima keselamatan di akhirat. Ahli-ahli

Taurat menentukan 613 peraturan, yang harus diikuti oleh umat sehingga

umat tersebut dapat disebut taat kepada Allah. 2 Oleh sebab itu penulis

melihat begitu besar dan berat beban yang ditanggung oleh orang-orang

Yahudi kala itu.

Menyikapi hal ini, maka penulis paham betul alasan dibalik perkataan

Yesus dalam Matius 11 : 28 “...Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu

dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu...”. Dari sini

penulis melihat bahwa Yesus mengerti akan kondisi dan keadaan umat

Yahudi kala itu. Yesus sangat paham betul akan kelemahan dan

1
Merrill C. Tenney, “Survei Perjanjian Baru” – Gandum Mas, Cetakan ke-6, Hal. 183
2
Drs. J.J. De Heer, “Injil Matius Pasal 1 - 22” – BPK Gunung Mulia, Cetakan ke-13, Hal. 221

4
ketidakmampuan manusia, sebab Ia bukan hanya sepenuhnya Allah, namun

Ia juga sepenuhnya manusia. Yesus bukan hanya insani kamil, yakni oknum

yang derajatnya diantara Allah dan manusia. Namun dalam sifatnya yang

paradoks, hanya 1 hal yang paling pasti bahwa Yesus adalah sesungguhnya

Allah dan juga manusia.3 Bahkan dalam suratnya kepada jemaat di Roma

Paulus mengatakan Ia (Yesus) telah datang dalam keadaan yang serupa

dengan keadaan manusia (Roma 8 : 3). Maka penulis melihat hal ini bahwa

Yesus sangat peduli betul kepada keadaan manusia dan ingin merangkul

dan menolong manusia. Khususnya saat itu umat Yahudi. Namun tidak

hanya berhenti sampai kepada umat Yahudi saja, tetapi juga seluruh

manusia. Dalam pelayanan misi-Nya, Yesus tidak membedakan orang

Yahudi, atau orang kafir (non-Yahudi). Bagi Yesus, Ia akan melayani

mereka yang datang meminta pertolongan kepadaNya. 4

Teks dalam Matius 11:28-30 merupakan teks yang sangat umum bagi

jemaat Tuhan. Teks ini sering disalahartikan untuk menghibur umat Tuhan

yang sedang menghadapi ataupun melewati pergumulan yang berat.

Memang ayat ini berbicara dan berisi tentang kepeduliaan Yesus yang ingin

menolong umat manusia dari segala tekanan dan kemudian memberi

kelegaan/kelepasan. Namun Pergumulan – pergumulan yang dimaksud

bukan sekedar berbicara mengenai pergumulan pribadi mencakup persoalan

– persoalan sosial dalam kehidupan masyarakat pada umumnya; masalah

ekonomi, masalah keluarga, masalah pekerjaan, dan banyak lagi mengenai

3
G.C. van Niftrik, B.J. Boland, “Dogmatika Masa Kini”, BPK Gunung Mulia, Cetakan ke-21,
Hal. 189
4
Pdt. Dr. Samuel Benyamin Hakh, “Pemberitaan Tentang Yesus, Menurut Injil Sinoptik”,
Jurnal Info Media, Cetakan ke-2, Hal. 63

5
persoalan – persoalan tentang hidup. Ayat ini bukan hanya berbicara soal

hal-hal jasmaniah, melainkan juga berbicara dampak rohani. Dimana

merujuk kepada keselamatan jiwa dan hidup di dalam Allah. Seperti yang

telah dijelaskan dalam latar belakang kitab Matius ini. Dalam paham kala

itu sangat sulit untuk mengikut Tuhan dan menerima keselamatan, menurut

Prof. W. Barclay, umat seperti terkekang dan dipenjara dalam berbagai

peraturan yang mengatur segala tingkah laku 5, namun disini Yesus memberi

angin segar bagi setiap umat manusia, dimana untuk hidup berkenan kepada

Allah hanya perlu percaya kepadaNya dan mengikuti diriNya, mentaati

segala hukum-hukumNya yang terdapat dalam “Khotbah Di Bukit” (Matius.

5 – 7). Sebab tidak seperti ahli-ahli taurat, namun dalam ajaran-ajaranNya,

Yesus lebih mengangkat inti-inti dari hukum taurat yang terfokus pada

kasih yang tulus kepada Allah dan terhadap sesama manusia. Hukum yang

Kristus ajarkan lebih berfokus kepada hukum Kasih.

Kendatipun demikian, Kristus tidak mengarahkan kepada kebebasan

yang liar dan hidup tanpa aturan. Kata Kuk yang dibahas Yesus pada ayat

setelahnya penulis pahami sebagai keadaan yang tetap dalam keadaan

takluk kepada hukum kasih yang Ia paparkan. Namun penulis sangat

menyayangkan bahwa ayat ini selalu dikaitkan kepada hal-hal materialistis,

sehingga penulis pahami seolah Yesus sebagai ATM berjalan.

Kesalahpahaman didalam mengartikan kata kunci “kelegaan” dan “kuk”

mengakibatkan banyaknya orang – orang beranggapan bahwa yang

dimaksud oleh Yesus adalah persoalan – persoalan sosial dalam kehidupan

5
Drs. J.J. De Heer, “Injil Matius Pasal 1 - 22” – BPK Gunung Mulia, Cetakan ke-13, Hal. 221

6
sehari – hari, keadaan jasmani. Padahal perlu dipahami Tuhan akan lebih

menyoroti aspek kerohanian manusia. Hal ini dapat ditemukan pula dalam

statement dari Harold B. Lee, ia menyatakan bahwa segala tujuan pekerjaan

Allah pada akhirnya akan selalu bermuara kepada aspek kerohanian.6

Dalam memahami ayat ini, banyak yang akhirnya beranggapan jika

ikut Yesus akan mengalami perubahan besar dalam hidup, bebas dari jerat

hutang- piutang, mengalami terobosan dalam karir dan pekerjaan. Ada juga

sebagian orang beranggapan ayat ini mengartikan ikut Yesus pasti hidup

tanpa ada masalah. Hal itu disebabkan karena banyaknya pembicara yang

ketika berbicara mengenai teks ini membahas lebih condong kepada hal- hal

yang berhubungan dengan persoalan – persoalan umum dalam masyarakat.

Padahal jika kita melihat konteksnya pada zaman itu teks bukanlah

berbicara tentang persoalan- persoalan dalam hubungan sosial didalam

masyarakat pada umumnya, melainkan sesuatu yang bernilai jauh lebih

tinggi dari apa yang dipandang oleh manusia pada umumnya. Oleh sebab

itulah skripsi ini dibuat. Untuk mengupas tuntas maksud dari Matius 11 : 28

– 30. Penulis akan membahas perihal konsep “Kelegaan” dan “kuk” yang

dimaksud.

6
Harold B. Lee – “Ajaran-Ajaran Presiden Gereja”, oleh : Gereja Yesus Kristus, Bab 18; Hal.
177

7
B. Batasan Masalah
1. Alasan dibalik stament Yesus dalam Matius 11 : 28 – 30
2. Kajian eksegetikal kaalimat Yesus meliputu, “Marilah kepadaKu”,
“yang letih lesu”, dan “akan memberi kelegaan”.
3. Kajian eksegetikal kalimat “Pikulah kuk”, yang dibagi dari apa yang
dimaksud dari “Pikulah” dan “Kuk”.
4. Menemukan maksud Kristus dari kelegaan yang dimaksud. Apakah
berkaitan dengan hal jasmaniah, atau rohaniah.

C. Rumusan Masalah
1. Apakah alasan dibalik stament Yesus dalam Matius 11 : 28 – 30 ?
2. Bagaimanakah kajian eksegetikal dari kalimat Yesus meliputu,
“Marilah kepadaKu”, “yang letih lesu”, dan “akan memberi
kelegaan” ?
3. Bagaimanakah kajian eksegetikal dari kalimat “Pikulah kuk”, yang
dibagi menjadi apa yang dimaksud dari “Pikulah” dan “Kuk”. Dan
kaitannya dengan ayat sebelumnya. ?
4. Apakah yang menjadi maksud dari Kristus perihal makna kelegaan
yang dimaksud. Apakah berkaitan dengan hal jasmaniah, atau
rohaniah. ?

D. Tujuan Penulisan
1. Memahami alasan dibalik stament Yesus dalam Matius 11 : 28 – 30
2. Menemukan dan merumuskan kajian eksegetikal kaalimat Yesus
meliputu, “Marilah kepadaKu”, “yang letih lesu”, dan “akan
memberi kelegaan”.
5. Menemukan dan merumuskan kajian eksegetikal kalimat “Pikulah
kuk”, yang dibagi menjadi apa yang dimaksud dari “Pikulah” dan
“Kuk”. Dan kaitannya dengan ayat sebelumnya.
3. Memahami maksud Kristus dari kelegaan yang dimaksud. Apakah
berkaitan dengan hal jasmaniah, atau rohaniah.

8
E. Hipotesa
Penulis menduga bahwa Kristus memberi kelegaan dari tuntutan

keagamaan yang besar. Bahwa keselamatan dan kebebasan dapat di raih

hanya melalui Kristus tanpa menuntut dan menekan manusia. Dan

disediakan hukum-hukum yang lebih baik baik yang diambil dari intisari

hukum taurat yang berfokus pada hukum kasih. Dimana untuk dapat

mengikuti dan mentaati Allah hanya perlu melaksanakan hukum kasih yang

Kristus berikan.

9
Bab II

Landasan Teori

A. Identitas Yesus Menurut Pandangan Pakar Teologi

Menurut Robert R. Boehlke, gambaran tentang Yesus yang ditampilkan

begitu luas. Berbagai teolog mencoba memahami siapa Yesus berdasarkan

pergumulan iman, pengalaman umat pada masa lampau dan waktu

sekarang, maupun berdasarkan penelitian terhadap Yesus sejarah. Beberapa

diantaranya adalah Robert R. Boehlke. Menurutnya Yesus seharusnya

dipahami dalam dua kualitas. Pertama, Yesus sebagai manusia. Sebutan

anak manusia menunjuk pada kemanusiaan Yesus, seperti: Yesus lahir

secara manusia; Yesus bertumbuh dan berkembang sama dengan manusia

normal; Ia mengalami pertumbuhan fisik, pertumbuhan intelektual, sosial

dan spiritual (bnd. Lukas. 2 : 52); Yesus memiliki sifat-sifat manusiawi; Ia

mengalami keletihan fisik,(bnd. Yohanes. 4 : 6) perasaaan lapar dan haus13,

merasakan kesedihan atau duka, menangis, marah, (bnd. Markus. 11 : 15)

bahkan Yesus mengalami penderitaan dan kematian (bnd. Yohanes. 19 :

30). Kedua, Yesus sebagai Tuhan. Sebagai Tuhan, Yesus memiliki sifat-

sifat keillahian, seperti: Ia bersifat kekal,(bnd. Yohanes. 17 : 5) maha hadir,

maha kuasa. Yesus juga memiliki kuasa mengampuni dosa, memberi

kehidupan rohani, membangkitkan orang mati, bahkan bangkit dari

10
kematian, hadir kembali serta menyatakan diri kepada mereka yang masih

hidup.7

Namun berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Louay Fatohi.

Menurutnya, ia memandang Yesus sebagai Al-Masîh, yang berarti Mesias.

Fatohi mengemukakan dalam Al-Quran sendiri gelar Al-Masîh hanya

ditujukan terhadap Yesus dan tidak ada nabi lain yang menerima gelar

tersebut. Itu artinya Al-Quran hanya mengakui satu Al-Masîh (Mesias)

yaitu Yesus. Yesus sebagai Isa Al-Masîh dikisahkan sebagai seseorang yang

terkemuka baik di dunia maupun di akhirat, dan merupakan seseorang dari

antara orang-orang yang didekatkan kepada Allah.8 Pemahaman Fatohi yang

demikian itu dikemukakan juga oleh orang-orang kristen Perjanjian Baru,

yang mana “Mesias” dalam dengan bahasa Yunani, khristos/Kristus

memiliki arti „Yang diurapi‟. Dari hal ini terlihat bahwa Yesus dipandang

sebagai orang yang secara khusus ditahbiskan untuk tugas yang tertentu.

Teolog lainnya seperti Marcus J. Borg menulis beberapa pemikiran baru

tentang Yesus. Ia menjelaskan, pertama, bahwa Yesus sejarah adalah

seorang pribadi rohani, seorang tokoh dalam sejarah dunia yang memiliki

kesadaran mengenai realitas Allah. Kedua, Yesus adalah seorang guru

hikmat yang secara teratur menggunakan bentuk ajaran yang klasik

(perumpamaan dan aformisme). Dan ketiga, Yesus adalah seorang nabi

sosial seperti nabinabi Israel. Ia mengkritik elit sosial (ekonomi, politikdan

7
Robert R. Boehlke, “Siapakah Yesus Sebenarnya” (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000). Hlm. 81 – 99
8
Louay Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus: Sang Mesias Menurut Al-
Quran, Alkitab dan Sumber-sumber Sejarah (Bandung: Mizan Media Utama, 2013), Hlm.
388

11
agama) pada jaman-Nya, membela visi sosial baru yang sering bertentangan

dengan penguasa. Yesus adalah seorang pendiri gerakan yang merintis

gerakan pembaruan Yahudi yang menantang dan mengguncang batasan

sosial waktu itu, sebuah gerakan yang menjadi gereja mula-mula.9

Penulis pun turut tertarik dengan pandangan G.C. van Niftrik, dimana ia

mengatakan bahwa, jika melihat kepada apa yang dipaparkan oleh

Perjanjian Baru, sejati Allah telah mendatangi manusia dalam perwujudan

Yesus Kristus di dunia, dan sebaliknya di dalam manusia Yesus orang

Nazaret itu kita berjumpa dengan Allah sendiri.” 10 Kedatangan Yesus ke

dunia ini tentu saja sesuai dengan rencana Allah untuk menyelamatkan

umat-Nya yang berdosa agar terbebas dari hukuman Allah yang kekal.

Dengan kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini sebagai Anak yang diutus

Allah untuk melakukan misi penyelamatan, sehingga setiap orang yang

percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal

(Yoh.3: 16). Demikian juga halnya disebutkan bahwa murid-murid-Nya

telah melihat Allah Bapa ketika melihat Yesus, meskipun Alkitab mencatat

bahwa Yesus berasal dari Nasaret yang dibesarkan oleh Yusuf yang

mempunyai profesi sebagai tukang kayu.

Niftrik menambahkan bahwa, Kebenaran itu seakan-akan disampaikan

kepada kita melalui suatu garis “dari bawah ke atas”, dan melalui suatu

garis “dari atas ke bawah”.11 Hal ini salah satu penyebab terjadinya

9
Markus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali: Yesus sejarah dan hakikat
iman Kristen masa kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), Hlm. 21 – 37.
10
GC. Van Niftrik & BJ. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2008). Hlm. 187
11
GC. Van Niftrik & BJ. Boland, Dogmatika.. Hlm. 187

12
pemahaman tentang Kristologi dari Atas dan Kristologi dari bawah.

Pemahaman “dari bawa ke atas” terutama didapati dari kitab-kitab Injil

synoptis seperti injil Matius, Markus dan Lukas. Para ketiga Penulis Injil ini

seakanakan memulai dengan menceritakan tentang Yesus orang Nazaret

yaitu menceritakan tentang perkataan-perkataan-Nya serta segala perbuatan-

perbuatan yang telah dilakukanNya. Dengan demikian beberapa ahli teologi

berbicara tentang Yesus yang dimulai dari Yesus berasal dari Nasaret.

Kemanusiaan Yesus dilihat dari bawah yaitu sebagaimana manusia yang

besar bersama-sama dengan manusia lainnya. Karena dalam Alkitab

mencatat Yesus mempunyai ayah dan ibu dan juga saudara-saudara-Nya

yang lahir dari hubungan antara sesama manusia. Tetapi demikian

sebaliknya, Injil Yohanes seolah-olah berbicara “dari atas ke bawah”, „from

above to below‟ sebagaimana diungkapkannya dalam Yohanes pasal 1.

Dimana Yesus merupakan perwujudan Allah yang telah merendahkan

(mengosongkan) diriNya untuk datang untuk menyelamatkan manusia,

memperdamaikan manusia dengan pribadi Allah Bapa, dalam rupa manusia

(bnd. Yohanes. 3 : 16; Filipi. 2 : 6 – 8; Roma. 3 : 25; 8 : 3 – 4).

B. Identitas Yesus Berdasarkan Pemaparan Kitab Matius

1. Yesus Sebagai Anak Allah


Selain sebutan ‘Anak Manusia”, Yesus juga sering menggunakan istilah

‘Anak Allah’. Dari sisi latar belakang PL, istilah ‘anak Allah’ dikenakan

kepada pribadi yang berbeda, yaitu: malaikat (Kej.6:1-4; Ayub1:6; 2:1),

orang Israel secara individu (Ul.14:1-2 ; Mat. 2:15). Raja yang teokratis (2

13
Sam. 7:14).12 Dalam PB pengakuan Yesus sebagai Anak Allah datang dari:

1) langsung dari surga (heavenly saying) (Mark. 1:11) ; 9:7). Petrus

mewakili para murid (Mat.16:6), dan perwira Romawi (Mark.15:39).

Sebutan ‘Anak Allah’ ini menunjuk kepada keilahian Yesus bahwa Dia

adalah Allah Sejati dalam keTritunggalan yang kekal bersama Allah dan

Roh Kudus. Oeh sebab itu, dalam inkarnasiNya Dia dilahirkan (bukan

diperanakkan) secara supranatural. Dia dlahirkan secara supranatural

sebagai Mesias yang menjadi representative Allah di bumi dan yang

memungkinkan setiap orang percaya disebut sebagai ‘anak Allah’ secara

ethico-religius. Sebagai Anak Allah, Dia telah melakukan dengan sempurna

seluruh kehendak Bapa, sehingga Dia telah menyatakan keAllahanNya

secara sempurna.

Jadi, secara natur, Yesus adalah Anak Allah, sedangkan orang yang

percaya kepada Yesus menjadi anak-anak Allah sebagai akibat dari

pembenaran yang dilakukan Kristus. Dengan perkataan lain, orang percaya

telah diadopsi menjadi anak-anak Allah.

Lalu, untuk memahami identitas Yesus sebagai anak Allah dalam

perspektif Matius, maka perlu untuk memahaminya dalam dua konteks.

2. Identitas Kristus sebagai anak Allah dalam konteks peristiwa yang


terjadi di padang Gurun.
Matius mencatat Yesus sebagai ‘Anak Allah’ paling sering disebut.

Namun pada bagian ini, yang menyerukan keberadaan Yesus sebagai

Anak Allah adalah si Iblis yang mencobai Yesus. Dia tahu persis siapa

12
Donald Guthrie, “Teologi PB 1 dan 2”. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993).
Hlm. 339 – 340

14
Dia dan berusaha menggoyahkan jati diri Yesus dengan tiga hal yang

paling diinginkan oleh manusia, makanan, tahta, dan kuasa. Bahkan

Iblis menggunakan Firman Tuhan sebagai senjatanya, namun Yesus

dengan segala keteguhan hati-Nya. Si Iblis mencobai Yesus yang dating

ke dunia sebagai manusia. Satu hal yang tidak diketahuinya adalah

ketegaran Yesus yang begitu komitmen dan fokus kepada tujuan

kedatangan-Nya ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Dia tidak

terbujuk oleh rayuan iblis, karena Yesus benar-benar dapat melihat

perspektif yang berbeda mengenai segala sesuatu di dunia dari

kekekalan. Yesus tahu bahwa Ia akan menang walaupun sangat berat

perlawanannya dan sangat menyakitkan. Iblis tidak tahu bahwa

upayanya akan gagal justru ketika dia merasa menang dapat

menyalibkan Yesus. Situasi berbalik karena Anak Allah memang harus

mati untuk menjadi korban penebusan dosa manusia. Yesus adalah

tanda, bukti, datangnya Kerajaan dan kuasa Allah di dunia ini.13

3. Identitas identitas Kristus sebagai anak Allah dalam konteks


peristiwa penyaliban

Kenyataan bahwa Yesus adalah Anak Allah menunjukkan

keberadaan divine sonship atau keputra ilahian Yesus. IdentitasNya

sebagai anak Allah menunjukkan kesungguhan yang tidak dipaksakan,

mengingat konteks peristiwa penyaliban yang jelas tidak ada paksaan

untuk mengaku percaya. Tetapi semua kejadian dalam drama penyaliban

itu telah mengubah pola pikir seorang perwira yang sebelumnya justru

13
Wismoady Wahono, Di sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan
Mengajarkan Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), Hlm. 411

15
ikut melukai Yesus. Ungkapan “anak Allah” Ini adalah ungkapan

kebesaran yang disandangkan kepada Yesus karena Dia bukan sekedar

manusia biasa. Karena di dalam penyaliban-Nya, Yesus bisa

menanggung semuanya tanpa sedikitpun mengeluh bahkan sikap

kepasrahan kepada Allah Bapa telah ditunjukkan kepada semua saksi

mata bahwa mereka telah melakukan sebuah kesalahan besar dengan

menyalibkan Yesus. Namun justru melalui itu, karya penebusan Yesus

bisa diselesaikan dengan tuntas.14

Berdasarkan kata ini, yakni : ἀληθῶς θεοῦ υἱὸς ἦν οὗτος

(adelphos theou uios en outos), kata tersebut merupakan suatu seruan

yang keluar dengan tulus dan murni. Kali ini pengakuan identitas Yesus

keluar dari mulut seorang kepala pasukan prajurit yang menyaksikan

semua yang terjadi dalam peristiwa penyaliban Yesus. Dia mengakui

Yesus sebagai Anak Allah dan tidak memasalahkan hal-hal yang

bersifat logika istilah ‘anak’. Pengakuan itu membuktikan bahwa Roh

Kudus bekerja di dalam diri orang orang yang melihat dan menjadi saksi

kejadian penyaliban itu.

4. Yesus Merupakan Wujud Nyata dari Immanuel (Allah beserta kita)

Sekalipun julukan Ἐμμανουήλ ‘Imanuel itu hanya muncul sekali tetapi

ucapan malaikat Gabriel kepada Yusuf pada waktu itu memberikan

paradigma baru tentang Yesus. Kehadiran Allah yang beserta manusia

terwujud melalui lahirnya Yesus ke dunia. Allah yang bertahta di surga

mendatangi manusia dan menjadi sama dengan manusia, dalam dimensi


14
Robert Boehlke, Siapakah Yesus Sebenarnya?(Jakarta: BPK. Gunung Mulia,
1985), Hlm. 12

16
‘kefanaan’. Kata ini hanya muncul 3 kali dalam Alkitab, 2 kali di kitab

Yesaya dan 1 kali di Injil Matius. Hal ini nampak dari ucapan malaikat

tersebut yang berusaha meyakinkan bahwa Allah telah datang dalam bentuk

bayi kecil tak berdaya, tetapi justru karena itu, manusia harus membawa

kesaksian bahwa Allah yang sedemikian berkuasa rela masuk ke dalam

dunia untuk melakukan karya penyelamatan umat-Nya. Allah yang ilahi

masuk ke dalam dunia sebagai manusia sehingga keberadaan-Nya atau

eksistensinya adalah riil Allah beserta dengan manusia, merasakan apa yang

dirasakan manusia secara alami dan sungguh-sungguh memberikan teladan

hidup yang jauh lebih dari apa yang manusia hadapi.15

Berdasarkan penjelasan dari Baker’s Evangelical Dictionary,

dikatakan bahwa pada waktu malaikat menampakkan diri pada Yusuf dalam

mimpinya, dia mengerti bahwa tunangannya Maria mengandung anak dari

Roh Kudus dan akan melahirkan anak yang disebut Imanuel. (Matius 1:18,

23) yang berarti Allah beserta kita, dan diekspresikan lewat inkarnasi,

bahwa Allah yang adalah Roh menjadi daging dan menjadikan diri-Nya

tinggal bersama manusia (Yoh. 1:14).16

15
Hery Susanto, Jurnal Teologi : Yesus Sebagai Anak Allah Menurut Injil Matius
dan Implementasinya Dalam Berapologetika, (Sekolah Tinggi Teologi Jemaat Kristus
Indonesia, 2019). Hlm. 79
16
Walter A. Elwell, Baker's Evangelical Dictionary of Biblical Theology,
(Paternoster, 1996)

17
5. Yesus Anak Daud, atau Anak Abraham

Ada beberapa ayat yang disebutkan mengenai identitas Yesus sebagai

Anak Daud, yang menunjuk kepada lambang kekuasaan atas Israel, dan

otoritas raja ada di dalam diri Yesus. Menurut Herry Susanto dalam Jurnal

Teologinya, julukan Anak Abraham menunjukkan penggenapan bahwa

melalui keturunan Abrahamlah generasi berikutnya di seluruh dunia akan

diberkati. Betapa pentingnya status posisi Yesus menurut Injil Matius, bagi

orang Yahudi pada waktu itu bahwa Yesus akan terlahir sebagai penerus

generasi raja yang akan membebaskan atau memulihkan kehidupan bangsa

Israel.17

Sekalipun demikian konsep bangsa Israel pada waktu itu lebih mengarah

kepada keturunan atau dinasti raja yang akan memperbaiki masalah sosio

politik. Yesus menjadi tokoh utama dalam Injil Matius dan keakuratan data

tentang siapa jati diri-Nya dijabarkan dengan detail yang indah, Dalam Injil

Matius, silsilah ini bertujuan untuk membuktikan bahwa Yesus Tuhan

adalah anak Daud, dan anak Abraham, dan karena itu dari bangsa dan

keluarga yang darinya Sang Mesias akan muncul.18 Di masa bangsa Israel,

Abraham dan Daud merupakan wali utama atas janji yang berkaitan dengan

Sang Mesias. Janji tentang berkat diberikan kepada Abraham dan

keturunannya, tentang kekuasaan diberikan kepada Daud dan keturunannya.

Karena itu, mereka yang memiliki hak dalam Kristus, anak Abraham, yang

oleh-Nya semua kaum di muka bumi akan mendapatkan, harus setia dan

tunduk kepada Dia sebagai Anak Daud, yang oleh-Nya seluruh kaum di
17
Hery Susanto, Jurnal Teologi. Hal. 77 – 78
18
Ibid.

18
muka bumi akan diperintah. Allah Telah berjanji kepada Abraham bahwa

Kristus akan lahir dari keturunannya (Kej. 12:3; 22:18), dan juga kepada

Daud bahwa Dia akan lahir dari keturunannya (2 Sam.7:12; Mzm. 89:4.;

132:11).

Oleh sebab itu, kalau kita tidak dapat membuktikan bahwa Yesus

adalah anak Daud, dan anak Abraham, kita tidak dapat mengakui-Nya

sebagai Sang Mesias. Dengan menyebut Kristus sebagai anak Daud, dan

anak Abraham, penulis Injil Matius menunjukkan bahwa Allah setia kepada

janji-Nya, dan akan menepati setiap perkataan yang telah diucapkan-Nya.19

C. Peran Yesus Dalam Kehidupan Umat Manusia

1. Yesus Kristus Sebagai Nabi20

Untuk menjelaskan istilah ‘nabi’ dipakai tiga kata dalam PL, yaitu:

nabhi, roeh, dan chozeh. Kata ‘nabi’ dalam bahasa Ibrani menunjuk kepada

seseorang yang datang dengan berita dari Allah kepada umatNya (Kel. 7:1 ;

Ul. 18:18). Sedangkan kata ‘roeh’ menekankan kenyataan bahwa nabi ialah

seorang yang menerima wahyu Allah terutama dalam bentuk visi. Ketiga

istilah tersebut dipakai secara bergantian.

Dalam PB dipakai istilah prophetes dari kata pro dan phemi,

artinya mengatakan langsung. Dengan demikain nabi adalah seseorang yang

berbicara secara langsung dengan Tuhan. Dia mendatangkan wahyu,

melayani, menjadi utusan dan berbicara atan nama Tuhan kepada umatNya.
19
http://alkitab.sabda.org/verse_commentary.php?book=Mat&chapter=1&verse=1,
dikutip pada tanggal 15 Juni 2020, pukul .15.52 WIB
20
Dr. Maruhal Siringoringo, M. Th, “Materi Perkuliahan : Kristologi dan
Soteriologi”. (STT Global Glow Indonesia). Hlm. 53 – 56

19
Tugas nabi ialah menyatakan kehendak Allah kepada manusia dalam bentuk

perintah, peringatan, berkat, janji pengharapan, ataupun teguran yang keras.

Berdasarkan nubuatan dalam Ulangan 18:5 dapatlah dikatakan bahwa Yesus

Kristus adalah seorang Nabi. Jabatan nabi di Irsael berpuncak pada diri

Yesus, sebab segala tugas kenabian telah dirangkumkan dan dipenuhi di

dalam diriNya.

Dengan demikian, Yesus telah menunjukkan dan membuktikan

kapasitasNya sebagai Nabi melalui pelayananNya. Jabatan nabi di Israel

berpuncak pada diri Yesus, sebab segala tugas kenabian telah dirangkumkan

dan dipenuhi di dalam diriNya. Alkitab mencatat lebih dari satu cara yang

menyatakan keNabian Yesus. Yesus sendiri menyebut diriNya Nabi, dan

mengkalim membawa pesan dari BapaNya (Luk. 13:33; Yoh.8:226-28).

Sebagi Nabi, Yesus juga mengatakan hal-hal yang akan terjadi kemudian

(Mat.24:3-35). Dengan demikian maka orang mengenalNya sebagai Nabi.

Di mata orang banyak, Yesus sering dan lebih dipahami sebagai nabi,

bukanb sebagai Mesias. Hal ini terlihat dari jawaban Petrus atas pertanyaan

Yesus: “Ada yang mengatakan Engkau sebagai nabi”. Hal ini

mengindikasikan bahwa banyak orang memaham Yesus sebagai nabi, bukan

sebagai Mesias Juruselamat. Oleh sebab itulah maka Yesus mempertajam

pertanyaanNya dengan mengatakan: “tetapi menurutmu, siapakah Aku ini?”

Namun demikian, keNabian Yesus tentu berbeda dengan nabi yang lain.

Nabi-nabi biasa hanya menyampaikan firman Allah sejauh yang

diwahyukan Allah kepadanya, sedangkan Yesus bukan hanya

20
menyampaikan kebenaran melainkan Dia sendirilah kebenaran itu

(Yoh.14:6). Dia bukan hanya menyampaikan firman Allah, tetapi Dia

sendirilah Firman itu (Yoh.1:1), sehingga yang menjadi pokok

pemberitaanNya adalah diriNya sendiri.

2. Yesus Kristus Sebagai Imam

Berbicara mengenai imam, menurut kamus umum Bahasa Indonesia

memberikan pengertian, bahwa Imam adalah pemimpin ibadat. 21 Lalu jika

melihatnya dalam sudut pandang orang Katolik, Imam ialah orang yang

mempunyai tugas dan peranan yang khas yaitu sebagai pemimpin misa

dalam upacara Gereja. Dalam Kamus Sinonim Bahasa Indonesia. 22 istilah

Imam dapat disinonimkan dengan kata padre, kepala, pemimpin, pastor,

pendeta. Dalam bahasa Kitab Suci, Imam berarti pengantara manusia

dengan Tuhan. Sebagai pengantara, Imam berfungsi untuk menyampaikan

permohonan, keluhan umat manusia.23

Dalam sistem keagamaan bangsa Israel, maka akan ditemukan bahwa

Imam merupakan seorang anggota dari jemaah, Israel, berdarah Lewi, yang

dikhususkan untuk mempersembahkan kurban dan menjadi pengantara

Allah dan manusia secara kultis seperti contoh sebagaimana alkitab

nyatakan yaitu, imamat Lewi dalam perjanjian lama (bnd. Keluaran. 28 : 1;

32 : 25 – 29; Imamat. 8 : 1 – 9 : 24), atau dapat juga dalam bentuk Raja dan

21
W.J.S. Poerwadarminta, “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, (Jakarta : Balai
Pustaka, 1989). Hlm. 375
22
H. Kridalaksana, “Kamus Sinonim Bahasa Indonesia”, (Ende: Nusa Indah, 1989).
Hlm. 132.
23
A. Baker, Ajaran Iman Katolik, (Yogyakarta : Kanisius, 1988). Hlm. 75.

21
juga Imam seperti Melkisedek (Kejadian. 14 : 18 – 20), atau secara

profetis.24 Para imam ini kemudian memiliki semacam organisasi yakni

institusi imamat. Pada bangsa Yahudi kesadaran akan pentingnya fungsi

kultus dari imamat untuk mempersembahkan kurban kepada Allah atas

nama seluruh umat manusia, muncul terutama selama dan sesudah masa

pembuangan bangsa Israel ke negeri asing tanah Babilon. Lebih dari itu,

imamat juga menciptakan suasana akrab di antara Imam dan umat,

khususnya dengan para tetua dalam lingkungan umat. Suasana akrab itu

dibangun misalnya dengan perjamuan bersama.25

Imam menjadi keperluan rohani utama bagi umat Israel yang bernazar

untuk setia beribadah pada Tuhan. Untuk mempersiapkan ibadah yang

berkenan kepada Allah, Musa mengangkat para imam dari suku Lewi untuk

melayani Tuhan dan sekaligus membimbing kerohanian Israel. (Kel. 28:41;

29:1). Musa menetapkan Harun menjadi imam besar, sedangkan anaknya

sebagai imam biasa yang setia melayani Tuhan di kemah pertemuan. Tugas

utam imam adalah mengatur dan mempersiapkan ibadah yang sungguh-

sungguh diteriman dan berkenan di hati Tuhan. Selain itu, imam juga harus

mempersembahkan korban untuk pengampunan dosa bagi umat pilihan itu

(Im. 5:14-16).

Dengan demikian, imam menjadi perantara umat dengan Allah melalui

pengorbanan dan pemercikan darah domba penebusan dosa di mezbah

kudus Allah. Peran dan pelayanan imam Harun menjadi pola pelayanan

24
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, A Concise Dictionary of Theology :
dalam I. Suharyo; Kamus Teologi” (Yogyakarta: Kanisius, 1996.). Hlm. 112
25
Rm. Dr. Hubertus Leteng, “Spiritualitas Imamat Motor Kehidupan Imam”.
(Maumere: Ledalero, 2003). Hlm. 20 – 21

22
Kristus sebagai Imam Besar Agunhg dalam PB. Oleh sebab itu penulis

Ibrani menampilkan keunggulan keimaman Yesus dibandingkan dengan

Harun. Jika Harun di tempat kudus buatan manusia, dan berkali-kali

mempersembahkan korban menghadap Bapa dengan memercikkan darah

domba, tetapi Kristus masuk ke surga secara langusng menghadap Bapa

untuk mengadakan pendamaian sekali untuk selamanya. (Ibrani :24-26).

Kristus memercikkan darahNya sendiri, sehingga ia tidak secara terus

menerus harus menderita dalam berkorban untuk meghapus dosa manusia.

Dalam PL, istilah yang dipakai untuk imam adalah ‘kohen’ yang

menunjuk paa fungsi sipil seremonial. Kata ini menjelaskan tentang

seseorang yang memegang jabatan terhormat dan penuh tanggungjawab

serta berotoritas terhadap orang lain. Istilah yang dipakai dalam PB adalah

“hierus” artinya: ‘ia yang perkasa’, ‘seorang yang sakral’ dan ‘seorang yang

mempersembahkan diri kepada Tuhan’.26 Adapun cirri-ciri imam yang

ditulis oleh Kitab Ibrani, antara lain:

 Imam dipilih di antara orang-orang untuk menjadi wakil

mereka

 Imam dipilih oleh Tuhan

 Imam ditetapkan bagi manusia dalam hubungan dengan

Allah, khususnya dalam hal religius

 Imam mempersembahkan korban karena dosa seseorang

 Imam bersyafaat bagi umat Tuhan

 Imam memberkati umatNya dalam nama Tuhan.

26
Louis Berkhoff, Teologi Sistematika 3,……, Hlm. 133-134

23
Jadi tugas imam berbeda dengan tugas nabi. Seorang nabi menerima

pesan dari Allah, lalu menyampaikannya kepada umatNya. Dengan

demikian nabi berperan sebagai wakil Allah bagi umatNya. Sedangkan

imam bertugas mewakili umat di hadapan Allah. Imam mempunyai hak

istimewa untuk mendekati Allah, berbicara dan berseru pada Allah

menggantikan umatNya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa

seorang nabi bertanggung jawab mengajarkan kehendak Allah (berfungsi

sebagai guru) kepaada umatNya, sementara imam bertugas melaksanakan

upacara ritual. Oleh sebab itu maka penekanan pengajaran dari kedua

jabatan tersebut juga berbeda. Nabi menekankan pengajaran moral dan

spiritual, sedangkan imam menekankan aturan-aturan ritual.27

Jabatan kenabian Yesus tidak terpisahkan dari jabatan

keimamanNya. PemberitaanNya disertai dengan penyembuhan orang sakit

adalah merupakan karya pengurbananNya dalam memikul kesengsaraan

manusia. (Mat.10:8). Puncak dari keimaman kenabian Yesus adalah bahwa

Dia telah mewakili manusia berdosa berseru kepada Allah sambil

mengurbankan diriNya sendiri satu kali untuk selamanya. (Ibrani 10:10). Ia

juga senantiasa memberkati umatNya dengan damai sejahtera, dan sekarang

Yesus menjadi Perantara orang percaya di surga (Ibr. 7:25).28

27
Bandingkan : Louis Berkhoff, “Teologi Sistematika 3, Doktrin Kristus” –
(Momentum) Hlm. 134 – 135
28
Harun Hadiwiyono, “Iman Kristen” – (Jakarta, BPK Gunung Mulia : 1992). Hlm
. 63.

24
3. Yesus Sebagai Guru/Pengajar (Rabbi)

Kata guru (dida,skaloj), rabi (r`abbi,), dan tuan (ku,rioj) dalam Injil

Yohanes (sebagian besar) adalah sinonim. Kata rabi ini secara harfiah

berarti orang besarku (my great one). Kata ini merupakan satu gelar

kehormatan yang diberikan seorang murid kepada seorang guru Taurat, atau

para pencari ilmu kepada para bijak.29 Dalam Alkitab, selain digelari

sebagai Mesias, Tuhan, Anak Allah, dan Anak Manusia, Yesus disapa juga

sebagai Rabbi. Penyebutan rabi atau guru terutama dinyatakan oleh para

calon murid-Nya (Yohanes. 1 : 38) dan murid-murid-Nya. Yesus dipanggil

sebagai rabi pertama-tama oleh mantan dua murid Yohanes Pembaptis

sebagai hasil dari kesaksiannya tentang Yesus sebagai Anak domba Allah.

Kedua murid Yohanes menanggapi kesaksian tersebut dan pergi mengikut

Yesus.30 Memang tidak jelas disebutkan mengapa mereka memanggil Yesus

sebagai rabi: Apakah karena ajaran-Nya atau cara berpakaian-Nya seperti

seorang rabi? Yesus juga dipanggil sebagai rabi oleh Natanael setelah Ia

menunjukkan pengetahuan ilahi-Nya atas dirinya sebagai Israel sejati dan

ajaran-Nya (Yohanes. 1 : 47 – 49).

Berbicara tentang Kristus sebagai Rabbi, maka injil Yohanes lebih

sering menyebut gelar tersebut dibandingkan kitab-kitab lainnya. Hubungan

yang terjalin antara figure Yesus sebagai sosok seorang Rabbi dengan para

murid-muridNya, dan pengikut-pengikutNya, telah menyajikan suatu pola

hubungan guru-murid yang begitu intens, yakni hubungan yang begitu


29
William Barclay, “The Gospel of John Chapters 1 to 7” (The Daily Study Bible
Series; Philadelphia: Westminster, 1975)Hlm. 1. 87
30
Christian Jonch, “Yesus Sebagai Guru : Studi Injil Yohanes” (Veritas : Jurnal
Teologi dan Pelayanan, 2007). Hlm. 259

25
dekat, dimana hal ini dapat ditemukan dalam peristiwa ketika murid-murid

Yesus pergi membeli makanan untuk guru mereka (bnd. Yohanes 4 : 8, 31 –

34), lalu bagaimana mereka begitu peduli dengan keselamatan guru mereka

(bnd. Yohanes. 11 : 8), dll. Jika melihat kepada apa yang dipaparkan dalam

“The Dictionary Blibical Imagery”, maka dipaparkan bahwa penggelaran

Yesus sebagai Rabbi karena bentuk dan konsep ajaranNya yang disesuaikan

dengan apa yang menjadi kebutuhan para audience-Nya, Yesus hadir

sebagai sosok dan figure yang menjawab situasi kehidupan yang

diperhadapkan kepadaNya.31 Yesus dipanggil dan diterima sebagai rabi

bukan hanya oleh murid-muridNya, tetapi juga oleh Nikodemus (Yohanes.

3 : 2) kendatipun Nikodemus mungkin hanya memahami-Nya hanya sebatas

guru (manusia) seperti para nabi, yang diutus dan disertai oleh Allah.

Ketidakadaan artikel tertentu di depan kata Rabi menunjukkan bahwa

Nikodemus tidak sedang mengidentifikasikan kepada satu tokoh tertentu,

seperti Guru Kebenaran yang akan dibangkitkan pada hari-hari terakhir

dalam gulungan surat-surat Qumran, sebagaimana dikatakan oleh T. H.

Gaster.32 Lalu ia juga diakui sebagai Rabbi oleh para pemimpin Yahudi

(bnd. Yohanes. 8 : 4), dan orang banyak (6:25), yang mengidentifikasikan

Yesus sebagai guru yang diutus dan disertai Allah ketika menyaksikan

tanda-tanda yang dilakukan oleh-Nya (Yohanes. 3 : 2). Pernyataan akan

status Yesus sebagai Rabbi menunjukkan bahwa terlihat perbedaan yang

begitu kontras antara Yesus dan para rabi Yahudi lain karena kuasa yang

31
Lelend Ryken, James C. Wilhoit, Tremper Longman III, “The Dictionary Biblical
Imagery”. (USA: Inter Versity Christian Fellowship, 1998). Hlm. 25
32
Leon Morris, “The Gospel According to John : The New International
Commentary On The New Testament”. (Eerdmans, 1995). Hlm. 211

26
dimiliki-Nya dalam melaksanakan perbuatan tanda-tanda dan mungkin juga

perkataan-perkataan yang disampaikan-Nya. Yesus memang berbeda

dengan para rabi Yahudi, karena Ia menyadari bahwa Ia adalah utusan

Bapa. Oleh sebab itu, otoritas bukan berasal dari latihan rabinis.33

4. Yesus Kristus Sebagai Raja

Pada umunya jabatan Yesus sebagai Raja mula-mula ditemukan dalam

nubuatan PL, mulai dari zaman Abraham di mana Allah menegaskan bahwa

raja-raja akan berada di antara keturunan Abraham. Selanjutnya keturunan

raja itu dipersempit di dalam lingkungan keluarga Yehuda (Kej.49:10).

Bilangan 24:17 menubuatkan tentang kedatangan seorang raja yang disebut

bintang Yakub. Selanjutnya dalam 2 Sam.7:12-16 dinyatakan bahwa dari

keluarga Daud akan bangkit seorang Raja, yaitu Mesias yang akan

memerintah dalam kerajaan kekal. Hampir semua teolog injili percaya dan

menerima bahwa tunas Daud yang akan memerintah dalam kerajaan kekal

itu tidak lain adalah Yesus Kristus, Sang Mesias. (Luk.1:31-33).34

Salah satu aspek kristologi yang dinyatakan kitab Mazmur adalah Yesus

sebagai Raja. Memang sejk semula, Israel tidak dipimpin oleh seorang raja,

sebab Tuhanlah yang menjadi Raja mereka dalam sistim pemerintahah

Teokrasi. Namun pada perjalanan hidup Israel selanjutnya, mereka meminta

raja sepertr bangsa-bangsa lain. Tuhan mengabulkan permintaan itu dengan

memilih, menetapkan dan mengangkat Saul menjadi raja atas mereka.

33
William E. Phipps, “The Wisdom & Wit of Rabbi Jesus”. (Westminster John
Knox Press; 1st edition, 1993). Hlm. 18 – 22
34
Jhon F. Walvoord, “Yesus Kristus Tuhan Kita”. (Surabaya : YAKIN, 1969). Hal.
79

27
demikianlah seterusnya Israel dipimpin oleh seorang raja. Namun tudak

semua raja menjalankan kepemimpinannya sesuai dengan kehendak Tuhan,

oleh sebab itulah maka Tuhan melakukan control rohani melalui para imam

dan nabi.

Pemerintahan raja Israel berpuncak pada diri Yesus Kristus, sebagi Raja

yang Sejati. Jabatan Kristus sebagai Raja harus dipahami dalam dua

pengertian, yaitu: Regnum Gratiae dan Regnum Potentiae. Regnum Gratiae

adalah pemerintahan kerajaan Kristus secara rohani atas umatNya, atau

gerejaNya. Dia memerintah di hati setiap orang percaya secara rohani

dengan kebenaran dan hikmat, keadilan dan kesucian, anugerah dan kqasih

setia menuju keselamatan kekal. Kerajaan ini terbentuk berdasarkan karya

penebusan Kristus sebagai anugerah Allah atas manusia berdosa. Kerajaan

ini bersifat rohani, yang hanya dapat dimasuki melalui proses kelahiran

kembali (Yoh.3”3-5) dan di dalamnya terdapat kebenaran, damai dan

sukacita dalam Roh Kudus (Rom.14:17 ; Yoh.18:36-37). Kerajaan ini ada

pada masa sekarang maupun masa yang akan datang.35

Lalu Regnum Potentiae adalah kekuasaan Yesus Kristus atas alam

semesta baik secara providensial ataupun yuridis terhadap segala sesuatu

dalam hubungan dengan gereja. Jadi Yesus Kristus akan memimpin dan

menentukan setiap pribadi dari etnis dan bangsa untuk mengalami

pertumbuhan sampai kepada kesempurnaan.36 Hal ini menegaskan bahwa

sebagai Raja, Kristus menjadi Pelindung dan Penyelamat bagi umatNya,

yaitu mempersiapkan keselamatan dan memerintah sebagai Raja


35
Louis Berkhoff, “Teologi Sistematika 3”, Hlm. 234 – 240
36
Louis Berkhoff, “Teologi Sistematika 3”, Hlm. 234 – 240

28
Kemuliaan. Dalam hakekatNya sebagai Pribadi Allah Yang Esa, Yesus

Kristus adalah Raja kekal yang bertahta di sorga dab memerintah

selamanya. Fakta ini menekankan tentang kausa kerajaan Yesus yang tidak

dapat dibatasi oleh apapun.

Dengan demikian, Yesus menjadi Raja secara individu bagi setiap orang

percaya, tetapi juga menunjukkan kuasaNya atas langit dan bumi untuk

melindungi orang percaya mencapai tujuan rohaninya yaitu keselamatan

kekal.37

5. Yesus Kristus Sebagai Juruselamat

Kekristenan memiliki kepercayaan bahwasannya manusia telah berdosa

saat baru dilahirkan. Sebenarnya manusia tidak berdosa, melainkan suci dan

benar. Akan tetapi, karena kesalahan nenek moyang Adam dan Hawa telah

melanggar hukum Tuhan, maka merekapun jatuh ke dalam dosa. Dosa

mereka itu telah menyebabkan seluruh umat manusia menjadi berdosa.

Dosa ini menjadikan hubungan antara manusia dan Tuhan menjadi terpisah.

Apabila dosa tidak dihapuskan dari diri manusia akan menyebabkan

kematian yang kekal. Kematian yang kedua ini disebut sebagai laut api.

Akibatnya, semua manusia memerlukan pembebasan, kemerdekaan,

pengampunan dari dosa ini.38

“Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi juru selamat dunia”, karena

manusia berdosa membutuhkan juru selamat. Keselamatan berarti

37
Dr. Maruhal Siringoringo, M. Th, “Materi Perkuliahan : Kristologi dan
Soteriologi”. Hlm. 58
38
Muchammdun Abudullah, “Yesus Juruselamat Dalam Agama Kristen”.
(Tasamuh: Jurnal Studi Islam, 2017). Hlm. 352 – 353

29
kebebasan dari dosa, dan keselamatan berarti kebebasan dari semuanya itu.

Melalui Yesus Kristus manusia dipanggil kembali dari

pembuangan/keterpisahan dan didamaikan dengan Allah Bapa disurga,

manusia dimerdekakan dari tawanan moral, egoisme manusia diganti

dengan kasih dan persekutuan. Yesus Kristus-lah satu-satunya yang dapat

membebaskan orang dari dosa.39 Karena keselamatan tidak ada di dalam

siapapun juga selain di dalam Dia. Yesus Kristus yang tidak berdosa, suci

dan tidak bernoda memberikan kemerdekaan dari dosa, tidak ada

keselamatan melalui seorang lainpun. Yesus sendiri berkata, “Akulah jalan

dan kebenaran dan hidup” (Yohanes 14: 6).40

Peranan Yesus dalam sejarah keselamatan didahului oleh Yohanes

pembabtis. Yohanes Pembaptis lahir dari keluarga orang-orang yang di

Kuduskan dalam masyarakat Yahudi. Menjelang usia tiga puluhan, Yesus

dibaptis oleh Yohanes. Setelah dibaptis Dia mengasingkan diri selama 40

hari sambil memikirkan juru selamat yang bagaimanakah sebenarnya.

Setelah itu memilih dua belas sebagai teman dan muridnya (yang kini para

Rasul) untuk menyampaikan ajaran-ajarannya pada khalayak ramai. Namun

karena ajaran-ajarannya dianggap telah bertentangan dengan ajaran-ajaran

iman Yahudi, maka Yesus disalib, Pontius Pilatus penguasa Romawi.

Kematiannya di kayu salib inilah diyakini Yesus mati untuk semua orang

dan semua orang dapat mencapai keselamatan melalui Dia.41

39
Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), “Al-Kitab: Dalam Bahasa Indonesia dan
Bahasa Cina Sehari-hari”. (Jakarta: LAI, 2002). Hlm. 131
40
St. Darmawijaya, “Gelar-Gelar Yesus : Pustaka Teologi”. (Yogyakarta: Kanisius,
1991). Hlm. 34
41
Louis Berkhof, “Teologi Sistematika...”. Hlm. 74

30
Keselamatan yang dimaksud merupakan hal yang bersifat eskatologi,

dan berhubungan dengan perantara keselamatan yakni Yesus Kristus yang

diproklamasikan-Nya dengan mewartakan kedatangan kerajaan Allah

waktunya telah genap, kerajaan Allah sudah dekat. Kerajaan di sini bukan

aktivitas pemerintahan, tetapi berhubungan dengan hal melaksanakan

dengan kehendak Allah. Kerajaan Allah merupakan kerajaan surgawi yang

dihubungkan dengan keselamatan. Memahami kerajaan sebagai sesuatu

yang dinamis, akan menghubungkan pada aspek kekinian dari kerajaan itu

dengan aspek perwujudannya pada masa depan. Aktivitas kekinian darin

kerajaan dimengerti dalam arti rohani, bukan secara materi. Dengan

datangnya kerajaan-Nya, Allah memperlihatkan diri-Nya sebagai raja yang

secara aktif menjangkau umat-Nya untuk menyelamatkan dan memberkati

mereka.42

Keselamatan merupakan kebahagiaan dan kesejahteraan yang

menyangkut seluruh manusia. Keselamatan dalam bahasa Inggris biasa

disebut dengan Salvation, dari kata Salvus yang artinya keadaan selamat,

tak terluka, masih hidup. Adapun dalam bahasa Latin disebut Salus yang

berarti keadaan sehat, segar, aman. Sedangkan dalam bahasa Yunani disebut

Soteria yang diartikan pembebasan dari kesulitan/musuh/bahaya atau

penyelamatan. Keselamatan dalam istilah Teologi disebut sebagai pokok

iman Kristen yang ditafsirkan oleh Bapa-bapa gereja sebagai peng-Ilahian

manusia berkat, sebagai rahmat dan sebagai pengampunan dosa.43

42
Muchammdun Abudullah, “Yesus Juruselamat. Hal. 354
43
Donald Guthrie, “New Testament Theology”, (InterVarsity Press, 1981). Hlm. 22
– 34

31
Diselamatkan adalah menunjukkan seseorang terlepas dari tempat

kejatuhannya kembali kedudukan semula, atau seseorang terlepas dari

kuasa dosa lalu mendapatkan kesucian, atau seseorang terlepas dari

kedudukannya karena bermusuhan dengan Allah dan kemudian

mendapatkan kedudukan berdamai dengan-Nya, atau juga dari kegelapan

berpaling kepada terang. Hasil semacam itulah yang disebut diselamatkan.

Keselamatan yang dicapai bukan karena dirinya sendiri, tapi karena cinta

kasih si penyalamat. Hal inilah yang merupakan anugerah yang disebut

keselamatan.44

D. Janji-jani Yesus Kepada Umat Manusia45

a. Memberikan Pengampunan Dosa (Mark.2:1-12)

Mengampuni dosa adalah hak prerogratif Tuhan. Namun Yesus

mengatakan bahwa Iapun berkuasa mengampuni dosa, mendemonstarsikan

keilahainNya (Markus2:1-12 ; Yesaya43:25). Dalam tindakan mengampuni

dosa ini, Yesus menyatakan dan menempatkan diriNya sebagai Allah. perlu

diketehaui bahwa mengampuni dosa adalah hak prerogrative Allah, namun

Yesus mengatakan bahwa diriNya sanggup mengampuni dosa.

b. Yesus Memberi Hidup

Yesus menyatakan Dia bisa memberi hidup, yang hanya bisa dilakukan

oleh Allah sendiri. Yesus menyebut diriNya sebagai Roti Hidup (Yoh.6:35),

Hidup (Yoh. 14:6), Kebangkitan dan hiduo (Yoh.15). Dia menawarkan air

44
Peterwongso, “Soteriologi (Doktrin Keselamatan)”. (Departemen Literatur Saat,
Malang, 2000). Hlm. 7
45
Dr. Maruhal Siringoringo, M. Th, “Materi Perkuliahan : Kristologi....”, Hlm. 58

32
hidup (Yoh.4:10-15), dan Dia juga menghidupkan barang siapa yang

dikehendakiNya (yoh.5:21). Yesus sebagai Allah juga menjanjikan hidup

yang kekal kepada siapa yang menurutiNya (Maark.10:17,21)

c. Memberikan Pemeliharaan

Yesus adalah kekuatan yang menopang alam semesta. Ibrani 1:3

menjelaskan bahwa Kristus adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar

wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman yang penuh

kekuasaan.

d. Membaptis dengan Roh Kudus46

Kedatangan Yesus membaptis dengan Roh Kudus dan api merupakan

konsep baru bagi orang-orang Yahudi pada waktu itu. Yohanes Pembaptis

membaptis dengan air tetapi Yesus membabptis dengan Roh Kudus. Arti

penting dari istilah tersebut adalah menunjukkan otoritas sempurna dari

Yesus yang berasal dari surga, yaitu Allah sendiri yang menciptakan

manusia dan menghembuskan Roh-Nya ke dalam diri manusia sehingga

manusia memiliki hidup. Demikian juga baptis dalam Roh Kudus dilakukan

oleh Yesus merupakan gambaran yang indah tentang istilah “Kita” di dalam

Kejadian 1:26. Sebuah keutuhan pribadi Allah yang dikaruniakan kepada

manusia menjadikan manusia mampu untuk hidup seperti Yesus.

Selanjutnya dalam bagian lain dikatakan olehYohanes tentang sebuah

kondisi kelahiran baru (Yoh.3) dan Paulus menyatakan sebagai ciptaan baru

(1 Korintus). Jadi ketika Yohanes pembabtis mengatakan bahwa Yesus akan

membabtis dengan Roh Kudus berarti berdampak total dalam hidup


46
Hery Susanto, Jurnal Teologi. Hal. 82

33
manusia. Hanya Yesus yang sanggup melakukan itu, karena melalui

baptisan itu melambangkan kematian dan kebangkitan dari kehidupan lama

manusia menjadi manusia baru yang berkenan di hadapan Allah. Matius

3:11-12 mengatakan, “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda

pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari

padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan

kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. Alat penampi sudah di tangan-

Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikanNya dan mengumpulkan

gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya

dalam api yang tidak terpadamkan.” Menurut konteks kalimat ini, api di sini

bukanlah api dalam Kisah Para Rasul 2:3, yang berhubungan dengan Roh

Kudus, melainkan lautan api (Why. 20:15), dan dilambangkan pula dengan

cawan penderitaan. Jika orang Farisi dan orang Saduki mau sungguh-

sungguh bertobat dan percaya kepada Tuhan, Tuhan akan membaptis

mereka dalam Roh Kudus supaya mereka bisa mendapatkan kehidupan

kekal. Jika tidak, Tuhan akan membaptis mereka dalam lautan api untuk

dihukum selamanya. Para rasulpun mengalami penderitaan di akhir hidup

pelayananya dan menjadi martir, sebagai tanda bahwa baptisan api tersebut

memang harus terjadi atau tergenapi.

Bab III

“Studi Eksposisi Terhadap Matius 11 : 28 – 30”

34
A. Latar Belakang Injil Matius

Berbicara tentang latar belakang ditulisnya injil Matius, maka tidak

ditemukan pemaparan data yang jelas layaknya kitab-kitab lain. Namun jika

melihat dari tahun penulisannya, maka kitab ini ditulis pada zaman Nero 47,

dimana pada kala itu, begitu banyak tuduhan terhadap kekristenan sebagai

orang-orang yang melakukan tindakan kejahatan. Hal ini menjadi sangat

viral di kala itu sebab sikap-sikap mereka (orang-orang Kristen) yang

menjauhkan diri dari orang-orang kafir, dan khotbah-khotbah mereka

tentang kehancuran dunia. Dalam hal ini Kekristenan lebih dicurigai sebagai

penyebab kebakaran yang sesungguhnya diciptakan oleh Nero sendiri,

ketika ia ingin membangun Istana Emasnya di atas bukit Esquiline. 48

Penulis melihat bahwa ada kemungkinan kitab ini ditulis untuk menjelaskan

tentang dasar dan pokok ajaran kekristenan yang berlandaskan kepada

perkataan dan teladan Kristus, dengan maksud untuk menyatakan bahwa

segala yang diajarkan oleh Yesus adalah hal-hal yang berlandaskan kepada

kasih dan kebenaran, sehingga otomatis tuduhan-tuduhan tersebut tidaklah

benar.

Menurut berita-berita yang tersebar dikalangan Kekristenan, konon, Injil

Matius merupakan injil yang mulanya ditulis oleh Matius bagi para petobat-

petobat baru bukan Palestina yang berbahasa Aram, dimana mereka adalah

orang-orang yang tidak mempunyai hubungan pribadi dengan para Rasul,

dan pengetahuannya tentang Yesus Kristus sangatlah bergantung kepada

47
Merrill C. Tenney, “Survei Perjanjian Baru”, (Gandum Mas, 2017). Hlm. 184
48
Merrill C. Tenney, “Survei Perjanjian Baru”, Hlm. 11

35
suatu dokumen tertulis.49 Namun pendapat ini masihlah sering ditolak sebab

tidak pernah ditemukan sisa-sisa kitab asli dalam bahasa Aram, dan bahasa

Injil ini tidak munjukkkan suatu ciri khas signifikan sebagai suatu hasil

bentukan terjemahan ke dalam bahasa Yunani dari bahasa Aram atau Ibrani,

sehingga hal ini menimbulkan keraguan dalam tradisi tradisional, tentang

keabsahan Matius sebagai penulis injil ini.50 Namun ada suatu kemungkinan

bahwa sang penulis sejatinya melihat kebutuhan akan suatu informasi

tertulis yang detail dan jelas tentang kehidupan Yesus dan pengajaranNya,

yang ditulis dalam suatu edisi yang berbahasa Yunani, bagi jemaat-jemaat

bukan Yahudi, dimana secara khusus ditujukan untuk jemaat di Atiokhia.

Injil ini memperlihatkan inti perjanjian Abraham yang menekankan

berkat Allah bagi Abraham serta keturunannnya yang menghasilkan berkat

bagi seluruh kaum di muka bumi (bnd. Kejadian. 12 : 3). 51 Perlu dipahami

dengan baik bahwa sejatinya dasar penulisan Injil Matius adalah adanya

suatu keinginan untuk menyatakan dan memperkenalkan kepada target

audiencenya, bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Messias yang

dinubuatkan oleh nabi Perjanjian Lama, yang sudah lama dinantikan .

Sebagai penggenapan janji Allah.52 Injil ini juga ditulis untuk orang percaya

bangsa Yahudi. Latar belakang Yahudi dari Injil ini tampak dalam banyak

hal, termasuk ketergantunganya pada pernyataan, janji, dan nubuat

Perjanjian Lama untuk membuktikan bahwa Yesus memang Messias yang

sudah lama dinantikan; hal ini dapat dilihat dari garis silsilah Yesus,
49
Merrill C. Tenney, “Survei Perjanjian Baru”, Hlm. 184
50
G.E.P. Cox., The Gospel According To Sint Matthew: Christ The Fulfiller,
(London : SCM Press LTD, 1977) , Hlm. 25.
51
Merrill C. Tenney. Hlm. 184 - 185
52
William Barclay, Memahami Alkitab Setiap Hari Matius Pasal 1-10, (Jakarta: Gunung
Mulia, 1995), Hal. 9

36
bertolak dari Abraham (Mat. 1:1-17); dan pernyataan yang berulang-ulang

yang menyatakan bahwa Yesus adalah “Anak Daud” (bnd. Mat. 1:1;9:27;

12:23; 15:22; 20:30-31; 21:9; 22:41-45); dan penggunaan istilah yang khas

Yahudi seperti “Kerajaan Surga” (yang memiliki arti yang sama dengan

Kerajaan Allah) sebagai ungkapan rasa hormat orang Yahudi sehingga

segan menyebut nama Allah secara langsung. Kutipan-kutipan Perjanjian

Lama dalam Injil Matius dinyatakan sebagai kepenuhan (fulfillment).

Karena itu tidak mengherankan apabila dalam Injil Matius paling banyak

mengutip Perjanjian Lama.53 Kutipan-kutipan Perjanjian Lama ini

diucapkan langsung oleh Yesus sendiri. Di sini Matius membangun suatu

kisah tentang Yesus dengan selalu mengacu pada Perjanjian Lama guna

memperjelas kenyataan bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan para

nabi Perjanjian Lama. Atau dengan kata lain bahwa kehidupan dan

kematian-Nya mempunyai nilai Mesianis (Penebus).54

Dalam Injil Matius juga terdapat beberapa konsep penting yang saling

berhubungan satu dengan lain dan juga sangat penting untuk menafsirkan

kesadaran misionernya. Konsep konsep penting itu adalah pemerintahan

(basileia) Allah (atau Sorga), kehendak (thelema) Allah, kebenaran

(dikaiosune), perintah-perintah (entolai), tantangan untuk menjadi sempurna

(teleios), untuk melampaui atau menjadi unggul (perriseuio), untuk

melakukan atau memelihara (tereo), berbuah (karpuspoiein), dan mengajar

(didasko). Tetapi konsep konsep ini memiliki fungsi yang berbeda. Kadang-

kadang suatu konsep sinonim dengan yang lain, kadang-kadang tidak.


53
Raymond E. Brown, The Birth of the Messiah, A commentary on the Infancy
narratives in Matthew and Luke (Garden City: Doubleday Press, 1977), Hal. 97.
54
Ibid.

37
Secara keseluruhan, konsep-konsep itu saling berhubungan dan tergantung

satu dengan yang lain. Konsep konsep itu juga bagaikan lembara-lembaran

benang yang terjalin satu dengan yang lain untuk menjadi suatu susunan

keseluruhan Injil itu sendiri.55

B. Penulis Injil Matius

Injil Matius ditulis oleh Matius seorang pemungut cukai yang dipanggil

menjadi murid Tuhan Yesus (Mat. 9:9, 10:3).56 Injil Markus tidak menyebut

siapa penulisnya, tetapi dari sumber-sumber lain dan berdasarkan tradisi

Gereja sejak abad ke-2 masehi, dapat diketahui dengan pasti bahwa Rasul

Matius adalah penulisnya. Matius dalam bahasa Ibrani adalah Matthai,

kependekan dari Matthanaja berarti anugerah Allah. Dia sama dengan Lewi

(pemungut cukai) yang dipanggil untuk mengikuti Yesus (Mat 9:9; Mrk

2:14; Luk 5:27-29). Matius juga disebutkan dalam daftar kedua belas rasul

(Mat 10:3; Mrk 3:18; Luk 6:15; Kis 1:13).57

Sumber-sumber yang sama juga mengatakan bahwa naskah Injil Matius

yang pertama ditulis dalam bahasa Aram. 58 Berdasarkan penemuan naskah

papirus yang sekarang disimpan di Magdalen College, Oxford, Inggris,

memberikan suatu fakta bahwa Injil Matius ini sudah selesai ditulis sebelum

tahun 66. Namun tidak berhenti sampai di penemuan papirus tersebut,

berdasarkan apa yang dinyatakan oleh Epifanius 320-403 M) yang

55
David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi Yang
Mengubah Dan Merubah (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), Hlm. 101 – 102.
56
John Balchim, dkk, Intisari Alkitab Perjanjian Baru (Jakarta: Persekutuan
Pembaca Alkitab, 2009), Hlm. 9
57
I . Suharyo Pr, Pengantar Injil Sinoptik, (Yogyakarta: Kanisius, 1989). Hlm. 75 –
76.
58
Jasper Klapwijk, Kabar Baik dari Perjanjian Baru (Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2015), Hlm. 36

38
merupakan seorang tokoh yang hidup sezaman dengan Hieronimus

(=Jerome) menulis dalam catatannya "Panarion" bahwa Matius menulis

Injil dalam bahasa Yunani yang dikutipnya dan dengan jelas ia

menggunakan frasa baku yang menyatakan status pengarang.59

Jika melihat kepada apa yang dinyatakan oleh Ola Tulluan,

menurutnya, merupakan suatu fakta bahwa Gereja mula-mula menganggap

rasul Matius sebagai penulis Injil pertama itu. Ia memamparkan

pendapatnya itu berdasarkan data dari Seorang Uskup di Hierapolis, yaitu

Papias, yang menulis pada tahun 130 bahwa : ”Matius sejatinya telah

mencatat pengajaran-pengajaran Yesus.”60 Pemaparan inipun semakin

diperkuat oleh Eusebius (± tahun 325) yang juga mengutip Pernyataan

Papias. Eusebius menyatakan bahwa Matius telah menyusun pengajaran

Tuhan dalam bahasa Aram yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa

Yunani oleh masing-masing orang semampu mereka.61 Pendapat tentang

Matius sebagai figure penulis Injil Matius, semakin dalam dan kuat dengan

tulisan Ireneus seorang penganut Kristen mula-mula yang menjabat sebagai

seorang Uskup di Lugdunum, Gallia, yang sekarang adalah, Prancis. Ia

dihormati sebagai salah satu Bapa gereja perdana dan pakar apologetik .62 Ia

menyatakan dalam tulisannya bahwa “Matius menulis sebuah injil bagi

59
The Panarion of Epiphanius of Salamis, Terjemahan: Frank Williams, (BRILL,
Boston, Mass. 1987). Panarions
60
Ola Tulluan, Introduksi Perjanjian Baru (Batu: Departemen Literatur YPPII,
1999), Hlm. 34
61
Merrill C. Tenney, Survei...., Hlm. 183
62
Lane Tonny, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani. (Jakarta:BPK Gunung
Mulia, 2005). Hlm. 9 – 10.

39
orang Ibrani dalam bahasa daerah mereka, sedangkan Petrus dan Paulus

menginjil di Roma, dan meletakkan dasar bagi Gereja.63

Para ahli modern juga banyak yang berpendapat bahwa penulis Injil

pertama atau Injil Matius adalah rasul Matius . Salah satu alasan yang diberi

adalah bahwa dalam daftar rasul pada Mat 10:3 nama Matius ditempatkan

sesudah Tomas sedangkan dalam Mrk 3:18 dan Luk 6:15 nama Matius

diletakkan sebelum Tomas, dan dalam hal ini, hanya Injil Matius yang

menyebutkan identitas Matius dengan jelas yakni : ”Matius Pemungut

Cukai” (bnd. Mat. 10:3, bd. Mrk. 3:13-19, Luk. 6:12-16). Dari pemahaman

ini maka, perlu dipahami bahwa hal ini hanya dapat dilakukan oleh seorang

hamba Tuhan sejati yang merendahkan diri, yang kemudian berani

menyebut diri sebagai pemungut cukai, dan dua hal perubahan yang kiranya

hanya dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan, yaitu pengarang. 64

Keberanian untuk menyatakan diri sebagai pemungut cukai merupakan

suatu sikap yang patut di kagumi, dan menunjukan keabsahan Matius

sebagai penulisnya, sebab berdasarkan apa yang sejarah nyatakan, orang-

orang yang berprofesi sebagai pemungut cukai sangatlah dibenci dan tidak

disukai oleh rakyat Yahudi. Dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan yang

lain bahwa para penulis-penulis tersebut terlihat dengan jelas tidak mau

menjelekkan temannya dengan menyebut identitas Matius sebagai

pemungut cukai secara terus terang..65

63
Merrill C. Tenney, Hlm. 183.
64
I . Suharyo Pr, Pengantar Injil..., Hlm. 76
65
Ola Tulluan, Introduksi Perjanjian...., Hlm. 34

40
Dari berbagai pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

keabsahaan dari Matius sebagai penulis injil Matius ia suatu data

berdasarkan kesaksian eksternal yang terpercaya dari para Bapa-bapa Gereja

dan diperkuat dengan kesaksian internal tidak langsung dari Kitab Injil

Matius sendiri. Setidaknya tidak terlalu sulit untuk membayangkan Injil

Matius dihasilkan oleh seorang yang tadinya adalah pemungut cukai. Para

ahli modern juga berpendapat bahwa penulis Injil Matius adalah seorang

Rabbi yang bertobat. Kendatipun ia bukan seorang rabbi yang bertobat,

tetapi satu hal yang pasti, penulis Injil Matius merupakan seorang penganut

Kristen Yahudi yang memiliki pendidikan tinggi dan memiliki pengetahuan

yang cukup tentang ilmu pengetahuan Rabinik. Iapu dinilai memiliki

kemampuan yang mumpuni dalam mengajar. Pengetahuannya akan ilmu

Rabbinik. dapat dilihat dari Injilnya menunjukkan rasa hormatnya yang

besar kepada Musa, minatnya yang penuh gairah dalam penafsiran dan

pemenuhan hukum dan kitab para nabi, dan pengetahuannya yang luas

tentang Perjanjian Lama. Dia mengetahui bagaimana merumuskan

pertanyaan menurut tata cara Rabbi. Dia menunjukkan pemahamannya yang

amat baik tentang literarur haggadik dan apokaliptik atau wahyu. Dia juga

mengerti ajaran kaum Farisi, atau mungkin dia juga mantan kaum Farisi

seperti Paulus atau dia sendiri mampu memahami mereka secara memadai. 66

Dengan demikian dapat diketahui bahwa penulisnya adalah seorang

Kristen-Yahudi yang hidup di beberapa pusat wilayah Siria seperti

Anthiokia, di lingkungan koloni-koloni atau sekolah-sekolah Yahudi yang

66
Peter F. Ellis, C.SS.R, Matthew His Mind and His Message, (Collegeville
Minnesota: the Liturgy Press, 1974). Hlm. 3-4

41
berpengaruh dan di lingkungan orang-orang kafir. Penulis Injil Matius juga

memiliki pengetahuan yang luas dan mendapat pendidikan yang cukup

tinggi mengenai Kitab Suci. Penulis Injil Matius ini sangat mengetahui

bahkan sangat mahir dalam Kitab Suci Perjanjian Lama yang mana selalu

dikutipnya.67

C. Tujuan Penulisan Injil Matius

Berbicara tentang injil Matius, maka ada dapat dengan jelas

ditemukan bahwa tujuan utama dari ditulisnya injil Matius adalah untuk

menunjukkan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup Yesus, yang

dipaparkan dengan jelas, sebagai suatu bentuk penggenapan nubuat dalam

PL.68 Menurut seorang teolog yang bernama Ola Tulluan penulisan Injil

Matius, memiliki 4 tujuan utam a, yaitu: Pertama, Matius mau

menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan dalam

PL. Kedua, Injil Matius menyatakan Tuhan Yesus sebagai Raja. Ketiga,

Matius ingin membela kebenaran Injil terhadap serangan-serangan orang

Yahudi. Keempat, menunjukkan universalitas misi dalam Amanat Agung.69

Selanjutnya dalam Intisari Alkitab PB menjelaskan tujuan Injil Matius

ditulis:70

 Untuk menunjukkan hubungan antara Yesus dengan Perjanjian

Lama.

67
C. Groenen OFM , Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta :
Kanisius,1986). Hlm. 87
68
Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru, Vol. 1 (Surabaya: Momentum,
2010). Hlm. 18
69
Ola Tulluan, Introduksi Perjanjian..., Hlm. 36 – 37
70
John Balchim, Intisari Alkitab Perjanjian......., Hal. 9

42
 Untuk mencatat ajaran Kristus yang diberikan secara luas pada

para murid-Nya.

 Untuk menjelaskan sikap apa yang diharapkan Kristus dari

Murid-murid-Nya.

 Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh

jemaat, misalnya mengenai kehidupan masa muda Yesus dan

kedatangan-Nya kembali.

 Untuk menjelaskan tentang cara mengelola gereja.

Jadi penulisan Injil Matius ini memiliki tujuan yang kompleks, yaitu

sebagai penegasan penggenapan nubuat PL, sebagai apologetika terhadap

serangan pandangan Yudaisme dan sebagai pendorong gerakan universalitas

penginjilan.

D. Analisa Konteks

Perlu disadari bahwa dasar dari penulisan kitab ini adalah karena adanya

suatu mandat yang Yesus berikan sebelum Dia terangkat ke sorga. Dalam

mandatNya ini, Kristus memerintahkan kepada murid-murid dan

pengikutNya untuk memberitakan injil kebenaran Allah, yang telah datang

melalui Yesus sendiri (bnd. Mat. 28 : 19 – 20; Mark. 16 : 15 – 16).

Semangat memberitakan injil yang berkobar dalam diri orang percaya telah

menggerakan luapan kebangkitan rohani yang besar yang disebabkan oleh

pemberitaan para Rasul, dan jemaat mula-mula. Dalam perkembangannya,

terjalin kasih persaudaraan yang begitu kuat dan kesatuan hati mewarnai

kehidupan umat percaya (bnd. Kis. 2 : 41 – 47). Namun tidak berhenti

sampai disitu, jika melihat dan mempelajari kitab Kisah Para Rasul, dapat

43
ditemukan betapa gelombang yang begitu besar akan penginjilan, masih

terus berlanjut, bahkan sampai seorang yang bernama Saulus (kemudian

menjadi Paulus), turut menjadi percaya, dan mengobarkan api pengijnjilan

ke bangsa-bangsa asing selain Yahudi (bnd. Kis. 9, 11). Pada awalnya para

Rasul dan umat Tuhan percaya bahwa injil hanya sebatas bagi domba-

domba Israel. Namun dalam peristiwa Kornelius, mulailah terbuka pintu

bagi penginjilan ke bangsa-bangsa asing (bnd. Kis. 10; 11 : 18). Penulis

melihat bahwa dari sinilah awal pergerakan awal penginjilan yang semakin

luas.

Sebagai salah seorang Rasul, menjadi hal yang wajar jika Matius turut

memiliki antusiasme dalam kegerakan penginjilan. Menurut Stanley D.

Toussaint, ia menyatakan sejatinya Matius telah menangkap suatu

pengharapan Mesianik dan eskspetasi dari orang-orang Yahudi, sehingga

pada akhirnya, ia memberikan berita dan suatu petunjuk dalam tulisannya

bahwa Mesias sejati, Anak Daud, benar-benar telah datang dalam figure

seorang Yesus.71 Merrill C. Tenney menegaskan konsep yang sama dengan

Drane, ia menyatakan tema dari Injil Matius dinyatakan pada kata-kata

pembukaannya: ”Silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham”

(Matius 1:1).72 Dari sini dapat terlihat jelas dan frontal bahwa Matius

berusaha menyatakan dan meberitakan kebenaran injil bahwa Yesus adalah

sosok yang dijanjikan Allah dalam covenant Abraham. Mendukung

pernyataan ini, maka penulis sependapat dengan Abraham Park, dimana ia

71
Stanley D. Toussaint, Behold the King (Portland: Multnomah, 1980), Hlm. 18-20
72
Merrill C. Tenney, Survei, Hlm. 185

44
juga menyoroti bagian silsilah sebagai point penting dalam memahami Injil

Matius.73

Covenant atas Abraham ialah covenant yang menekankan berkat Allah

bagi Abraham serta keturunannnya, yang kemudian menghasilkan berkat

bagi seluruh kaum di muka bumi (bnd. Kejadian. 12 : 3). Hal ini menjadi

dasar pula dari ditulisnya pasal 11 ini. Dari sini penulis melihat bahwa

Matius hendak menunjukan bagaimana Yesus yang merupakan

penggenapan janji Allah kepada Abraham merupakan berkat kelegaan bagi

siapapun yang percaya dan mau datang kepadaNya, dan mengikutiNya

(bnd. Matius 11 : 28). Matius hendak menjelaskan kepada pembacanya,

bahwa Yesus merupakan satu-satunya solusi bagi setiap orang yang letih

lesu dan berbeban berat. Jika melihat kepada perikop dan pasal-pasal

sebelumnya, dapat terlihat jelas bahwa Yesus telah banyak melakukan

mukjizat kepada orang-orang banyak yang selalu mengikutinya, bahkan

hampir di tiap-tiap kota Ia telah mengajar dan menyembuhkan orang-orang

(bnd. Matius. 4 : 23 – 25; Matius. 9 : 35). Namun menjadi suatu hal yang

disayangkan, begitu banyak kota-kota dimana Yesus paling banyak

mengajar dan memberitakan kebenaran, bahkan mukjizat seringpula

diadakan olehNya, tetapi hal tersebut tidak cukup untuk membuat kota-kota

tersebut percaya dan bertobat (bnd. Matius. 11 : 20 – 24). Bahkan dalam hal

ini, menjadi suatu yang amat ironis, bahwa seorang Yohanes Pembaptispun

sempat meragukan Ia (bnd. Matius 11 : 2 – 6). Penulis melihat bahwa ayat

pasal 11: 25 – 30, merupakan suatu bentuk sindiran kepada orang-orang

73
Abraham Park, Pelita Perjanjian Yang Tak Terpadamkan Silsilah Yesus Kristus
Abrham-Daud (Jakarta: Grasindo, 2013), Hlm. 65

45
Yahudi yang mengaku memiliki dan mengenal taurat Allah, mengaku

berhikmat, namun tidak paham kebenaran yang telah datang dalam diri

Yesus (bnd. Matius 16 : 1 – 4). Matius hendak memaparkan bagaimana

Kristus yang berjanji akan memberikan kelegaan bagi setiap yang

mengalami beban berat. Namun perlu dipahami bahwa yang dimaksud oleh

Yesus tidaklah sebatas aspek presents. Namun berbicara aspek future, yakni

keselamatan kekal dan kebebasan akan kuasa perbudakan dosa yang

membinasakan (bnd. Yohanes. 3 : 16; Roma. 3 : 23 – 24; Roma. 5 : 1 – 2;

Roma. 8 : 2 – 4).

E. Analisis Eksegetik

a. Ayat 28
 Δεῦτε πρός με πάντες οἱ κοπιῶντες καὶ πεφορτισμένοι, κἀγὼ

ἀναπαύσω ὑμᾶς. (Mat 11:28 BGT)

 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku

akan memberi kelegaan kepadamu.(Mat 11:28 ITB)

 Come unto me, all ye that labour and are heavy laden, and I will give

you rest. (Mat 11:28 KJV)

1) Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat

Jika melihat kepada ayat 28, maka ayat ini diawali dengan sebuah

kalimat ajakan yakni “Marilah kepadaKu”. Dalam bahasa Yunaninya

yaitu : Δεῦτε πρός με dimana dalam konteks sifat kalimatnya yang

mengadung akusatif dapat diterjemahkan “Datanglah kearahKu” atau

dalam pemaknaan yang lain, dalam konteks datif “Pergilah kedekatku” .

46
Dalam berbagai terjemahan yang telah dipaparkan, maka baik dalam

konteks datif maupun akusatif kalimat ini memiliki kesamaan tujuan,

yakni : memberikan suatu arahan untuk datang mendekat kepada yang

mengucapkannya. Namun perlu dipahami bahwa jika melihat kepada sifat

kalimat ini yang didominasi oleh sifat akusatif, maka akan menjadi lebih

tepat jika kalimat ini diterjemahkan : “Datanglah kearahKu”.

Pemahaman akan terjemahan kalimat ini dipusatkan kepada kata πρός

yang berarti : kearah, menuju, dan kepada. Kata ini merupakan suatu bentuk

kata yang menunjukan gerakan ke arah suatu objek, yang menyiratkan suatu

bentuk reaksi terhadapnya. Dimana jika membaca secara tuntas pada

ayatnya, maka dapat disimpulkan menjadi suatu hal yang Yesus harapkan

dari setiap orang yang sedang dalam keadaan letih lesu dan berbeban berat,

untuk datang kepadaNya saat telah melihat dan mengenal Ia sebagai sosok

yang merupakan penggenapan berkat yang Allah janjikan kepada Abraham

yang telah dinyatakan pula oleh para nabi dalam Perjanjian Lama. Perlu

diingat sekali lagi bahwa Matius hendak menunjukan Yesus sebagai satu-

satunya jawaban dan solusi dari seluruh keresahan dan penderitaan manusia

yang ada di dunia.

Maksud dan tujuan dari datang yang Yesus maksudkan disini bukan

sekedar datang dalam bentuk gerakan fisik. Namun ini berbicara soal sikap

hati yang percaya kepada sang Kristus sebagai Mesias yang membawa

berkat kebebasan dan kelepasan. Jika menilik lebih dalam pemaknaan kata

πρός dalam kalimat awal ini maka akan ditemukan pula bagaimana yang

dimaksud Yesus adalah suatu ungkapan figurative agar setiap orang yang

47
mengalami keletihan, dan berbeban berat, untuk datang dalam artian,

membangun suatu hubungan dengan Yesus sebagai pribadi Allah yang

menjadi manusia, yang membawa kedamaian, kelepasan, dan kebebasan.

Dari pemahaman ini pula, dapat diambil suatu pemahaman bahwa, disisi

lain, Yesus juga ingin turut membangun suatu hubungan yang erat dengan

umat manusia, dan dari hubungan tersebut ingin menjangkau dan merangkul

mereka untuk memberikan kelegaan dari segala tekanan-tekanan yang

dihasilkan oleh dosa.

Ayat ini kemudian dilanjutkan dengan kalimat πάντες οἱ κοπιῶντες καὶ

πεφορτισμένοι yang dapat diterjemahkan : “semua yang menderita dan

memiliki beban/terbeban”. Dari kalimat ini dapat terlihat bahwa target pasar

dari perkataan Yesus tidaklah hanya sebatas orang-orang Yahudi,

kendatipun memang konteks terbeban dan menderita identik dengan orang

Yahudi sebab perlu dipahami bagaimana beratnya tuntutan hukum taurat

dan adat istiadat orang Yahudi yang terdiri dari 613 mitzvoh, dan tekanan

yang berasal dari ahli-ahli taurat itu sendiri perihal berbagai macam

peraturan, ritus, dan formalitas keagamaan yang semu, sebagai syarat untuk

dapat hidup menurut kehendak Allah dan menerima keselamatan di

akhirat.74 Menurut Rabbi Yahudi, sebagaimana dituliskan dalam kitab

mereka Mishnah, Pirkei Avot 3:5, bahwa tenyata Hukum Taurat itu

ternyata berat dan membebani. Karena sifatnya itu lahiriah/kasat mata

(bandingkan dengan Matius 23:4).75 Tuhan Yesus menyatakan bahwa ahli

Taurat dan orang Farisi telah meletakkan beban berat, mempersulit dan
74
Drs. J.J. De Heer, Op. Cit., Hlm. 221
75
http://www.sarapanpagi.org/pikullah-kuk-matius-11-28-30-vt39.html - Dikutip
pada 23 Juni 2020. Pukul. 12.52 WIB

48
menambah Hukum Taurat Musa, yang bukan berasal dari Tuhan tetapi dari

tradisi rabbinik sehingga hukum taurat yang sudah berat, menjadi semakin

berat bagi umat Isarel dan siapapun yang bersedia untuk melaksanakannya.

Keidentikan pesan ini yang seolah terlihat hanya bagi orang Yahudi

dapat dilihat pula dari kata οἱ κοπιῶντες dan πεφορτισμένοι. Dimana kata οἱ

κοπιῶντες yakni menderita yang dalam artian laini yakni “menjadi lelah”

dimana kata ini berkaitan dengan lelah yang disebabkan oleh karena “hard

work” . Lalu kata πεφορτισμένοι yakni “beban” dimana kata ini merupakan

gambaran yang menjelaskan bagaimana suatu subjek yang menyebabkan

seseorang (objek) untuk membawa sesuatu, yakni menanggung sesuatu.

Dari kedua kata di atas dapat terlihat dengan jelas gambaran situasi

mental dan fisik dari orang Yahudi yang memang telah mengalami fase lesu

terhadap upaya-upaya untuk dapat hidup benar dan masuk kedalam kerajaan

sorga. Melihat dalam catatan sejarah dan bagaimana alkitab sendiri

mencatat. Dapat terlihat kelakuan ahli-ahli Farisi yang memberatkan umat

Allah, dengan memaksa dan menuntut mereka melakukan suatu bentuk

pekerjaan/tindakan untuk melaksanakan peraturan-peraturan semu, para ahli

taurat menaruh beban moral dan hukum yang begitu menekan umat Israel,

dimana pada dasarnya semua itu hanya untuk menjunjung adat istiadat yang

fana namun mengabaikan kebenaran yang sejati yang berkenan di hati

Allah, hati mereka jauh dari pola ibadah yang wajar yang seharusnya dari

umat Allah, dimana peribadahan itu seharusnya menghasil buah dalam

kehidupan yanng mengasihi Allah, dan memuliakanNya, yang berkembang

kepada kasih kepada sesama manusia, menolong sesama dan menjadi berkat

49
bagi sesama (bnd. Matius. 15 : 3 – 9; Matius. 22 : 34 – 40; Roma. 12 : 1).

Bahkan dalam hal ini, dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma dapat

ditemukan pula bagaimana Paulus juga turut menyindir, dan menegor sikap

para Yahudi yang mengaku berkhimat dan ahli dalam hukum kebenaran

Allah, menganggap dirinya seorang pengajar dan penuntun orang kafir

kedalam terang, namun sejatinya mereka hanyalah orang-orang munafik

yang bahkan perkataan dan tindakan hidup jauh dari kebenaran (bnd.

Roma. 2 : 17 – 24). Terlihat sangat tidak masuk akal dan bodoh bagi orang-

orang Farisi, yang memerintahkan dengan keras untuk melakukan hukum-

hukum Allah, namun mereka sendiri adalah individu-individu yang justru

mengabaikan hukum tersebut. Melihat hal ini, maka penulis mengambil

suatu kesimpulan bahwa kelakuan para pengajar Yahudi ini sama dengan

pribahasa dunia sekuler yang mengatakan “tong kosong nyaring bunyinya”.

Dalam pemahaman diatas dapat dipahami dengan baik mengapa pesan

ini identik dengan situasi dan kondisi umat Israel, penganut agama Yahudi.

Namun pemahaman dari audience yang menjadi target Yesus tidaklah

berhenti hanya sampai kepada orang Yahudi. Perlu diperhatikan dengan

baik bahwa kata πάντες merupakan suatu bentuk kata yang, menujukkan

bahwa perkataan Yesus mencakup masing-masing individu tiap kelas, yang

dapat diterjemahkan : setiap, semua. Dimana dalam pemaknaan ini dapat

dipahami bahwa kata ini memberikan penjelasan kepada tiap pembacanya

bahwa sekali lagi cakupan pasar dari ajakan Yesus tidaklah sebatas orang

Yahudi, namun juga termasuk orang-orang non-Yahudi (gentiles : bangsa

Asing). Dalam hal ini menjadi jelas bahwa beban berat yang dialami oleh

50
Yahudi bukan hanya dirasakan oleh pihak mereka. Namun dalam versi yang

berbeda, orang-orang non-Yahudi juga turut merasakan hal yang sama.

Perlu diingat bahwa dalam catatan sejarah, dipaparkan bahwa dalam

golongan Romawi dan Yunani, telah terjadi kekosongan iman dan

kebutuhan rohani yang begitu besar di masyarakat. Kala itu, dapat

ditemukan bahwa baik agama negara maupun pemujaan terhadap kaisar

tidaklah memuaskan hati dan batin masyarakat. Semua hal ini disebabkan

oleh ritus-ritus yang mereka lakukan pada akhirnya, tidaklah menjawab

kebutuhan batin mereka yang haus akan hubungan dengan sang ilahi, dan

kepastian keselamatan dalam alam akhirat. Dapat ditemukan dengan jelas

bahwa merupakan suatu fakta otentik bahwa orang-orang yang berada

dalam naungan Kekaisaran Roma, dan tentunya orang Roma sendiri, banyak

yang tengah berusaha mencari perlindungan, penghiburan, dan kekuatan

sejati dalam masalah sulit, namun tidak menemukannya. Mereka bahkan

menjadi individu-individu yang haus dan bahkan rela menghadapi

pengalaman apapun demi mendapatkan hubungan dengan sang dewa.

Dampak dari kehausan ini sontak menghasil banyak agama-agama rahasia

yang dianut kala itu, diluar kepercayaan umum dari kekaisaran Roma yang

berkembang kala itu.76

Melihat hal ini menjadi jelas bahwa Yesus hendak mengundang siapa

saja yang mengalami kejenuhan dan kelelahan dalam mengejar keselamatan

di dalam akhir hidup. Yesus hendak menyentuh orang-orang yang haus dan

rindu, akan jawaban dan kepastiaan yang melegakan dan menyegarkan jiwa.

Yesus bukanlah oknum yang bergerak dalam kepentingan dan ego


76
Merrill C. Tenney, “Survei Perjanjian Baru”. Hal. 84

51
pribadiNya, namun Ia fokus menjangkau jiwa-jiwa yang dalam kesesakan.

Seperti yang telah difirmankanNya kepada murid-muridNya, bahwa Ia

datang bukan untuk dilayani, melainkan melayani (bnd. Matius. 20 – 28).

2) Aku akan memberi kelegaan kepadamu

Setelah pembahasan diatas, maka ayat ini berlanjut kepada kelanjutan

kalimatnya yakni κἀγὼ ἀναπαύσω ὑμᾶς dimana kalimat ini dapat

diterjemahkan : “dan Aku akan menyegarkan mu.” Perlu dipahami dengan

baik, bahwa kalimat ini diawali dengan kata κἀγὼ . Kata ini merupakan

gabungan antara kata καί (dan, juga) and ἐγώ (Aku). Jika melihat sifat

dasarnya sebagai καί maka dapat ditemukan bahwa kata ini adalah kata

yang “memperkenalkan hasil dari keadaan sebelumnya”, dan kata yang

merupakan “kalimat yang kontinu, dimana kata ini menghubungkan kalimat

selanjutnya dan kalimat sebelumnya”. Dari pemahaman ini dapat dimengerti

bahwa Yesus tidak hanya sekedar meminta setiap orang yang mengalami

beban berat dan penderitaan untuk datang kepadaNya dan membangun

hubungan denganNya, namun ada suatu lanjutan dari tindakan mereka yang

datang itu, bahwa Yesus akan memberikan kelegaan/kesegaran terhadap

jiwa mereka. Kelegaan yang Yesus berikan tidak semerta merta diberikan

olehNya dengan bebas dan serampangan. Perlu dipahami dengan baik

bahwa kesegaran/kelegaan yang diberikan oleh Yesus merupakan hasil dari

kedatangan orang-orang yang berbeban berat kepadaNya. Itu merupakan

hasil dari suatu hubungan yang mereka bangun dan mereka jalin dengan

Yesus Kristus sebagai sosok Mesias Raja Damai, dimana sudah merupakan

52
suatu janji yang teguh bahwa orang yang datang pasti akan mengalami

kesegaran pada jiwaNya. Hal ini dapat dipastikan sebagaimana diriNya

yang adalah sosok manusia yang sempurna (bnd. Ibrani. 4 : 15B), dimana Ia

sendiri pada dasarnya adalah sosok ilahi Allah yang agung (bnd. Yohanes. 1

: 1; Yohanes. 8 : 58) dimana Allah yang kudus dan suci tidak mungkin

berdusta dengan janji-janjiNya (bnd. Ulangan. 7 : 9; Mazmur. 89 : 15;

Mazmur. 117 : 2; Mazmur. 100 : 5; Nehemia. 9 : 7 – 8; 1 Korintus. 1 : 9; 1

Tesalonika 5 : 24). Hal inipun telah terbukti bagaiaman Ia Allah telah

menggenapi janjiNya melalui Yesus Kristus. Maka dalam hal inipun

janjiNya ialah benar. Kebenaran akan ketepatan dari perkataan Yesus dapat

dilihat dari kata κἀγὼ yang juga merupakan bentukan kata dari kata ἐγώ

(Aku). Dimana ini menunjukan kepada para pembacanya, bahwa pribadi

Yesus sendiri yang akan melaksanakan dan menuntaskan janji-janjiNya itu.

Kalimat ini kemudian dilanjutkan dengan kata ἀναπαύσω ὑμᾶς. Dimana

kadua kata ini bila diterjemahkan : “akan menyegarkan kamu” . Perlu

dipahami dengan baik bahwa kata ἀναπαύσω (menyergarkan) merupakan

bentuk kata Yunani yang memberikan pemahaman tentang suatu subjek

yang memberikan suatu kesegaran, atau bentuk istirahat yang berkaitan

dengan jiwa atau batin, yakni kesegaran spiritual, ketenangan batin. Disatu

sisi, kata ini juga menunjukan bentukan suatu konsep istirahat atau

kesegaran yang juga berkaitan dengan kesegaran badani atau jasmani, yakni

kesegaran dan kelagaan dari pekerjaan-perkejaan, dan tuntutan-tuntutan

berat yang harus dilakukan dalam kehidupan. Melihat hal ini maka menjadi

tepat dan sesuailah apa yang Yesus berikan dengan kebutuhan umat

53
manusia kala itu, dan bahkan juga pada masa kini. Dimana tuntutan hukum-

hukum agamawi dan usaha-usaha meraih kebenaran dan kepastian hidup

kekal yang selama ini mereka lakukan tidak menghasilkan apa-apa dan

justru membuat jiwa dan jasmani mereka semakin haus dan letih.

Dari sini dapat dipahami bahwa Yesus hendak menyajikan suatu

kepastian akan keselamatan dan kelegaan jiwa yang selama ini mereka

nantikan adalah di dalam Dia, yang adalah sang Mesias. Perlu dipahami

sekali lagi apa cakupan Yesus tidaklah semerta merta hanya berfokus

kepada persoalan-persoalan duniawi yang semu, melainkan apa yang Yesus

berikan adalah cakupan hubungan spritualitas yang baik dan benar yang

medatangkan keselamatan jiwa dan kelepasan dari perbudakan kuasa dosa.

Perlu diingat bagaimana tujuan misi Yesus untuk datang kedunia yakni

untuk membawa kedamaian dan keselamatan jiwa bagi umat manusia,

sehingga mereka tidak binasa dan memiliki jaminan kekal, Yesuslah suatu

jalan hidup yang pasti dan benar untuk dapat menuju kepada Bapa Allah

semesta Alam (bnd. Yohanes. 3 : 16; Yohanes 14 : 6; Roma. 10 : 9 – 13).

Perlu diingat bahwa Injil Matius merupakan suatu injil yang memiliki

konsep-konsep penting yang saling berhubungan satu dengan lain yang

penting untuk menafsirkan kesadaran misionernya. Hal ini menunjukan

kepada pembacanya bahwa cakupan Matius adalah penginjilan dimana

dalam konsep penginjilan, pastilah selalu berbicara tentang Yesus satu-

satunya jalan keselamatan, dan keselamatan adalah anugerah, 77 yakni suatu

pemberian yang datangnya hanya dari Yesus. Perlu dipahami pula bahwa

77
Thomy J. Matakupan, “Seri Pelajaran Irecs : Prinsip – prinsip Penginjilan” –
Hlm. 12

54
penginjilan adalah suatu bentuk pernyataan bahwa akan Kristus sebagai

perantara Allah dengan manusia,78 yang membawa manusia kepada

kesegaran batin, yakni kepastian keselamatan, dimana jika ingin menerima

keselamatan kekal manusia hanya harus datang kepadaNya, percaya

kepadaNya, dan memiliki hubungan denganNya. Menjadi suatu hal yang

wajar jika kelegaan yang Yesus berikan ialah konsep kelegaan yang lebih

berfokus kepada konsep jiwa/spiritualitas. Namun tidak berhenti sampai

disitu dalam ayat selanjutnya akan dapat ditemukan pula bahwa selain

kelegaan/kesegaran jiwa Yesus juga berikan kosep kelegaan jasmani,

dimana apa yang dimaksud ialah tidak adanya lagi tuntutan-tuntutan

agamawi yang menekan dan memberatkan umat manusia, seperti yang telah

dilakukan dan disebabkan ahli-ahli Farisi, atau konsep-konsep agama lain

yang fana.

b. Ayat 29
 ἄρατε τὸν ζυγόν μου ἐφ᾽ ὑμᾶς καὶ μάθετε ἀπ᾽ ἐμοῦ, ὅτι

πραΰς εἰμι καὶ ταπεινὸς τῇ καρδίᾳ, καὶ εὑρήσετε ἀνάπαυσιν

ταῖς ψυχαῖς ὑμῶν· (Mat 11:29 BGT)

 Take my yoke upon you, and learn of me; for I am meek and

lowly in heart: and ye shall find rest unto your souls.

(Mat 11:29 KJV)

 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena

Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan

mendapat ketenangan. (Mat 11:29 ITB)

78
Thomy J. Matakupan, “Seri Pelajaran Irecs : Prinsip – prinsip Penginjilan” –
(Momentum:2002). Hlm. 5

55
1. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku

Pada ayat 29 ini maka akan langsung terlihat dengan jelas bahwa ayat

ini diawali dengan suatu perintah yang Yesus berikan kepada setiap orang

yang telah datang kepadaNya. Perlu dipahami bahwa memang merupakan

suatu kepastian yang benar bahwa Yesus memberikan kelegaan dan

kebebasan dari segala macam tekanan-tekanan yang telah manusia alami

seperti yang telah dijelaskan diayat sebelumnya, adalah suatu hal yang pasti

dan benar bahwa kepastian akan keselamatan adalah di dalam Dia, dan

setiap yang datang kepadaNya, dan bersekutu denganNya akan menerima

kepastian itu. Namun perlu dipahami dengan baik bahwa hal tersebut bukan

berarti manusia dapat menerimanya begitu saja. Hal ini tidak berarti bahwa

setelah menerima kepastian dan kelegaan yang berasal dari Yesus, kemdian

manusia dapat hidup dengan kebebasan, kelegaan, atau bahkan

kemerdekaan, yang bersifat sembrono dan menjadi liar. Kalimat ἄρατε τὸν

ζυγόν yang dapat diterjemahkan : “angkatlah/bawalah kuk”. Merupakan

bentuk kalimat perintah yang Yesus ucapkan untuk menjaga umat manusia

tetap dalam trek yang benar dan bukannya dalam kesesatan dan keliaran

semata. Ada suatu kewajiban yang harus dilakukan manusia setelah

menerima semua itu dari Yesus. Perlu diperhatikan dengan baik bahwa kata

ἄρατε dengan sifat imperatif nya, secara literal adalah kata yang berarti

memerintahkan seseorang atau suatu objek untuk mengangkat sesuatu,

mengambil sesuatu, atau menerima sesuatu. Cakupan dari perintah ini

meruapakan cakupan yang luas (plural), dimana menjadi suatu hal yang

wajib hukumnya bagi setiap orang yang datang kepada Yesus dan

56
menerima kelegaan serta kepastian itu, untuk kemudian melaksanakan

perintah ini yakni memikul kuk (bnd. Juga statement Paulus dalam Roma.

6 : 1 – 2 & 15 – 16).

Dalam ayat ini dapat terlihat dengan jelas bahwa Yesus ingin agar setiap

yang orang yang datang kepadaNya memikul sebuah τὸν ζυγόν (the yoke :

kuk). Kata kuk ini diikuti dengan dengan kata τὸν, yang merupakan definite

Article. Perlu dipahami bahwa definite artikel adalah kata sandang tertentu

yang digunakan pada hal yang spesifik atau yang sudah disebutkan

sebelumnya, atau untuk menyebutkan kata benda secara tertentu atau secara

khusus (particular), umumnya meliputi benda, orang, ide, atau pemikiran. 79

Kata ini merupakan definite artikel sebab kata τὸν adalah kata yang diikuti

oleh kata ζυγόν yang merupakan kata benda. Sehingga kata τὸν ini

menunjukan suatu penjelasan yang spesifik. Sehingga saat melihat kepada

kata ζυγόν maka dapat dipersempit maknanya bukan secara umum tapi

secara khusus.

Berdasarkan pemaparan diatas dan melihat kalimat selanjutnya maka

dapat dipahami bahwa τὸν ζυγόν (the yoke : kuk) yang dimaksud adalah

suatu bentuk kuk yang spesifik yakni kuk yang berasal dari Yesus, yang

dipasang dan diberikan oleh Yesus, dimana dalam bahasa Yunaninya ialah

μου ἐφ᾽ ὑμᾶς yang dapat diterjemahkan : “Aku tempatkan atasmu” .

Dimana dari kata ἐφ᾽ yang merupakan bentuk preposisi yang menunjukan

letak dari suatu objek atau suatu pergerakan. Sehingga dari pemahaman ini

dapat dipahami bahwa kuk tersebut adalah suatu bentuk kuk yang
79
Ibid. Timothy Friberg

57
ditanggungkan, dan ditempatkan di atas ὑμᾶς (kamu) sebagai suatu objek

dari janji Yesus, yakni meliputi setiap orang yang datang kepada Yesus dan

menerima kepastian dan kelegaan yang dijanjikanNya, layaknya perkakas

perkakas yang dikenal sebagai alat yang menghubungkan dua (atau lebih)

lembu menjadi satu.80 Secara harfiah, memang kuk ialah bentuk perkakas

yang biasa dipakaikan kepada lembu. Namun perlu dipahami dengan baik,

bahwa kuk yang dimaksud dalam Matius 11:28-30 ialah merupakan suatu

bentuk kewajiban spiritual yang harus dikerjakan dan dilakukan oleh orang-

orang yang datang kepada Yesus. Yakni suatu bentuk Kuk yang adalah

adalah sebutan alegoris untuk "Hukum" yaitu "Hukum yang harus dipikul"

(hukum yang harus ditaati, dan lakukan dan dikerjakan).

Perlu dipahami bahwa Allah memberikan Hukum Taurat kepada bangsa

Israel, dan jikalau diperinci Hukum Taurat itu berisi 613 perintah (613

Mitsvot). Dan perintah-perintah ini harus ditaati. Dalam Yakobus 2:10 pun

mencatat bahwa melanggar satu perintah dari Hukum Taurat berarti

melanggar keseluruhannya yang artinya keseluruhan perintah dari Hukum

Taurat itu harus dilaksanakan dengan sempurna. Menurut Rabbi Yahudi,

sebagaimana dituliskan dalam kitab mereka Mishnah, Pirkei Avot 3:5,

bahwa tenyata Hukum Taurat itu ternyata berat dan membebani. Karena

sifatnya itu lahiriah/kasat mata (bandingkan dengan Matius 23:4). 81

Namun dalam perkembangannya, Tuhan Yesus menyatakan bahwa ahli

Taurat dan orang Farisi telah meletakkan beban berat, mempersulit dan

80
http://www.sarapanpagi.org/kuk-beban-pikulan-vt4412.html#p24172, dikutip
pada tanggal 19 Juni 2020, pada pukul. 12:38 wib.
81
http://www.sarapanpagi.org/pikullah-kuk-matius-11-28-30-vt39.html - Dikutip
pada 23 Juni 2020. Pukul. 12.52 WIB

58
menambah Hukum Taurat Musa, yang bukan berasal dari Tuhan tetapi dari

tradisi rabbinik (salah satu contoh Matius 7:1-3, tentang menghakimi),

sehingga hukum taurat yang sudah berat, menjadi semakin berat bagi umat

Isarel dan siapapun yang bersedia untuk melaksanakannya. Penyelewengan

banyak dilakukan oleh para ahli Farisi yang akhirnya menyalah gunakan

hukum-hukum itu untuk berkuasa atas umat dengan tangan besi, sedangkan

mereka sendiri lalai dalam melakukannya. Disatu sisi menjadi suatu hal

mustahil pula manusia dapat menghidupi hukum taurat sebab manusia telah

dikuasai dosa dan selalu menghasilkan kejahatan dalam hatinya (bnd.

Roma. 7 : 13 – 26). Oleh sebab itulah Yesus datang memberikan suatu

pembaharuan dan pembebasan yang menyegarkan jiwa bagi umat manusia.

Hukum yang Yesus bawa bukanlah hukum yang memberatkan dan menekan

umat manusia. Hukum yang Yesus bawa untuk ditaati ialah suatu hukum

yang ringan dan mudah yang berfokus kepada kasih yang menjadi hukum

yang terutama dan utama, yakni mengasihi Allah, dan mengasih sesama

manusia (bnd. Matius. 22 : 34 – 40). Disatu sisi Yesus bukan hanya

membawa sebuah hukum, namun Yesus juga memberikan kemampuan

untuk melaksanakan hukum itu dengan memberikan manusia kehidupan

yang baru yang dimampukan untuk taat dengan membebaskan manusia dari

kuasa dan perbudakan dosa (bnd. Roma 6 : 13 – 14; Roma 8 : 1 – 17) ).82

Perlu dipahami dengan seksama bahwa terjemahan kalimat "kuk yang

kupasang" yang telah dibahas sebelumnya, memberikan kesan bahwa

seolah-olah Yesus ada diluar "kuk" itu, namun perlu dipahami dengan baik
82
Dave Hagelberg, M.Th, “Tafsiran Roma Dari Bahasa Yunani”- Kalam Hidup,
Cetakan ke – 6, Hlm. 262

59
bawha makna sejati dalam frasa "ζυγος μου" menunjukkan bahwa Yesus

ada bersama-sama dengan umat manusia di dalam menanggung kuk itu, hal

ini kemudian penulis pahami juga sebagai bentuk tindakan Yesus yang turut

meberikan pertolongan kepada umat manusia untuk mengangkat dan

melakukan kuk ini dalam bentuk kemampuan untuk hidup taat dalam

kebenaran (kuk : hukum) yang Yesus berikan itu. Hal ini kemudian semakin

tercermin dalam ayat selanjutnya yakni ayat 30 yang menyebut "beban-Ku

itu ringan." Kalau Tuhan Yesus ada diluar "kuk", ungkapan "beban-Ku itu

ringan" menjadi tanpa arti.

2. dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah

hati

Kalimat selanjutnya ialah μάθετε ἀπ᾽ ἐμοῦ, ὅτι πραΰς εἰμι καὶ ταπεινὸς

τῇ καρδίᾳ yang dapat diterjemahkan : “belajarlah dari ku, karena aku

rendah hati, dan lemah lembut”. Kalimat ini diawal dengan kata μάθετε

(belajarlah) yang merupakan bentuk kata dari makna dasar belajar, yaitu

mengarahkan pikiran seseorang kepada sesuatu yang menghasilkan efek

eksternal, seperti : belajar melalui instruksi yang diajarkan, atau belajar dari

dari teladan seseorang. Dalam hal ini maka dapat dipahami bahwa Yesus

hendak mengarahkan setiap yang datang kepadaNya untuk belajar dari

padanya (ἐμοῦ, ὅτι : dari Aku). Ini bukan sekedar suatu himbauan atau

ajakan, tetapi merupakan suatu bentuk perintah yang mutlak yang harus

dilakukan oleh setiap yang datang kepadaNya. Hal ini merupakan suatu hal

60
yang wajar, sebab dalam hal ini Yesus telah membuktikan diriNya untuk

turut juga dalam ketaatan kepada kehendak dan rencana Bapa (bnd. Filipi. 2

: 8) sehingga Ia layak untuk dijadikan teladan. Ia adalah pribadi yang telah

merasakan kelemahan-kelemahan manusia sebagai mahluk dalam daging,

namun Ia telah berhasil mencapai kesempurnaan dan ketaatan yang utuh

tanpa mengalami keberdosaan (bnd. Ibrani. 4 : 15). Ungkapa perintah untuk

belajar padaNya juga merupakan suatu bentuk ungkapan perintah agar

setiap orang yang datang kepadaNya menyerahkan diri untuk didik

langsung olehNya, dengan kuk (hukum-hukum) yang Ia berikan, sebab Ia

adalah sosok yang lemah lembut dan rendah hati.

Dari kalimat ταπεινὸς τῇ καρδίᾳ, (rendah hati & lemah lembut) bahwa

Yesus memperkenalkan diriNya sebagai sosok yang jauh berbeda dengan

ahli-ahli Farisi atau aliran keagamaan lain yang menekan jemaatnya dengan

ritus-ritus yang menjemukan jiwa dan melelahkan batin, namun tidak

menghasilkan apa-apa. Ia bukanlah figure yang kosong dan membawa

harapan palsu kepada umat manusia. Tetapi Ia adalah sosok yang tepat janji

dan kosisten dalam perkataan, dan Ia juga merupakan sosok yang tidak

munafik, sebab apa yang Ia ajarkan dan perintahkan adalah hal-hal yang

telah Ia jalani dan berhasil Ia lakukan dalam kondisiNya sebagai manusia.

Yesus menunjukan diriNya sebagai sosok pemimpin atau gembala yang

tidak otoriter dan bertangan besi dalam memimpin umatNya. Ia adalah

pribadi yang turut bersama-sama membantu setiap yang datang kepadaNya

untuk hidup dalam hukum yang Ia berikan yakni hukum kasih.

61
Berbicara tentang kelemahlembutan dan kerendahhatian, kedua hal ini

merupakan sikap dari dalam. Banyak orang memikirkan kelemahlembutan

dalam batasan tindakan. Orang yang bicaranya lembut dan tidak terburu-

buru dianggap pasti memiliki kelemahlembutan. Orang yang minder atau

yang menyangkali semua kelebihannya disamakan dengan orang yang

rendah hati. Namun perlu dipahami dengan jelas bahwa maksud dari Matius

11:29 ini ialah memberikan kritikan terhadap pandangan populer ini, ayat

ini juga hedak menyindir sikap dari para pemimpin agama yang kebanyak

dari mereka adalah orang yang otoriter dan bertangan besi (bnd. Matius.

20 : 25B). Dalam teks Yunani, kata praus (”lemah lembut”)

dan tapeinos (lit. “rendah”) diberi keterangan “dalam hati” (tē kardia). Jadi,

kata “hati” memayungi lemah lembut dan rendah. Senada dengan Yesus,

Paulus mengajarkan bahwa kelemahlembutan berhubungan roh (bnd.

Galatia. 6 : 1, “dalam roh lemah lembut”). Yakobus membicarakan tentang

perbuatan baik yang lahir dari kelemahlembutan (bnd. Yakobus. 3 : 13).

Petrus pun mengontraskan kelemahlembutan dengan perhiasan yang

lahiriah (1 Pet 3:3-4). Hati yang lembut dan rendah tentu saja akan nampak

dari perbuatan, tetapi kita tidak boleh melupakan bahwa kelemahlembutan

terutama adalah masalah hati. Yesus memiliki hati yang fokus pada

kepentingan Bapa dan kasih kepada umat manusia. Dia bukanlah sosok

yang egois yang haus akan penghormatan dan kekuasaan. Ia adalah sosok

pemimpin yang ideal yang turut berkerja bersama dengan pengikut-

pengikutNya. Ia memerintahkan, tetapi ia juga memberikan pertolongan

dan kemampuan.

62
kelemahlembutan dan kerendahhatian tidak meniadakan kekuatan

dan teguran. Penggunaan istilah “lemah lembut” dalam Bahasa Indonesia

dapat memberikan kesan keliru bahwa kelemahlembutan berhubungan

dengan kelemahan. Pandangan umum bahwa orang yang lemah lembut

berarti tidak pernah marah juga turut memperkeruh konsep

kelemahlembutan. Konsep banyak orang tentang kerendahhatian juga tidak

begitu jelas. Kerendahhatian dikaitkan dengan kehinaan dan

ketidakberdayaan. Namun perlu dipahami dengan baik bahwa sejatinya apa

yang dimaksudkan dalam Matius 11:29 adalah menyatakan sebaliknya.

Penyelidikan konteks menunjukkan bahwa Yesus bukanlah Pribadi yang

lemah maupun hina. Ia membuat begitu banyak mujizat di Khorazim,

Betsaida, dan Kapernaum (11:20-24). Ia pun berani mengecam penduduk

kota-kota tersebut. Yesus juga memegang otoritas atas segala sesuatu

(11:27a “Semua telah diserahkan kepada-Ku”). Salah satu otoritas itu

adalah dalam hal keselamatan. Tidak ada seorang pun dapat mengenal Bapa

jika Anak Allah tidak berkenan menyatakan hal itu kepadanya (11:27b).

Yesus pun tidak segan-segan menempatkan diri sebagai seorang guru yang

siap memberikan ajaran dan disiplin (dilambangkan dengan pemberian kuk,

11:29-30). Yesus adalah figure yang sangat baik, namun Ia juga adalah

sosok yang tegas dan keras. Namun perlu dipahami bahwa keras dan

tegasnya Yesus tidak semerta merta hanya sekedar untuk menekan umat

manusia dalam tekanan-tekanan yang menyesakkan, namun sekali lagi,

semua ini Ia lakukan karena kasih seperti seorang bapa yang ingin mendidik

63
anaknya menjadi pribadi yang baik dan benar. Semua yang Yesus lakukan

Ialah untuk mendidik manusia menjadi pribadi yang berkenan kepada Allah.

Hal ini semakin didukung pula dalam pemahaman umum filsafat

Yunani kuno, menurut pandangan filsafat, kelemahlembutan tidaklah

dipisahkan dari otoritas, kekuatan, maupun kemarahan. Aristotle, salah

seorang filsuf Yunani terkenal, memahami kelemahlembutan sebagai

keseimbangan antara kemarahan dan ketidakmarahan, antara kemarahan

yang berlebihan dan ketidakadaan kemarahan yang seharusnya. Bagian lain

dari Alkitab telah memberikan suatu gambaran konkrit yang tidak jauh

berbeda. Dalam hal, Paulus pun juga pernah menasihatkan agar teguran

kepada yang salah tetap diberikan, tetapi harus dengan kelemahlembutan

(bnd. Galatia. 6 : 1; 2 Timotius 2 : 25). Ia mengaitkan kelemahlembutan

dengan kasih namun juga mengontraskannya dengan cambuk yang

mendidik. (bnd. 1 Korintus. 4 : 21). Di tempat lain, kelemahlembutan dan

kerendahhatian dihubungkan dengan kesabaran, pengendalian diri,

keramahan, dan segala sesuatu yang manis dalam interaksi dengan orang

lain (bnd. 2 Korintus. 10 : 1; Gal 5 : 23; Ef 4:2; Kol 3:12; Yak 3:13). Yesus

menunjukan kepada audienceNya bahwa setiap orang yang belajar dariNya

akan merasakan kasihNya dan disatu sisi akan merasakan pola didikan yang

tegas namun membawa arah yang benar dalam hidup setiap yang datang

kepadaNya.

64
c. Kesimpulan

Setelah berbagai pemahaman diatas, dapat disimpulkan bahwa Yesus

hendak memanggil umat manusia yang dalam kesesakan dan keletihan

spiritual akan usaha-usaha semu untuk meraih keselamatan kekal. Yesus

hendak memberikan suatu solusi yang baik bagi setiap manusia, yakni

dengan datang kepadaNya, mengikutiNya, dan bersekutu kepadaNya. Sebab

di dalam Ia terdapat suatu kelegaan dan kesegaran spiritual, yakni suatu

kepastian dan harapan yang pasti akan keselamatan di akhirat nanti. Yesus

menjadi sosok pemimpin yang membawa perubahan dan pembaharuan

dalam kehidupan manusia, sebab Ia tidaklah sama dengan imam-imam dan

ahli-ahli taurat dunia yang hanya memberikan tuntutan namun tanpa

kepastian dan justru penuh dengan kehampaan dan kemunafikan. Ia adalah

figure yang datang dalam kasih yang berfokus kepada keselamatan dan

restorasi batin manusia yang telah mengalami berbagai kesesakan dan

penderitaan karena dosa. Ia adalah sosok Mesias penyelamat yang

membawa damai dan jaminan kehidupan kekal.

Dalam segala apa yang telah Ia janjikan dan berikan kepada

manusia, Ia tetaplah ingin manusai hidup dalam keteraturan. Kebebasa dan

kelegaan yang Ia berikan bukanlah suatu bentuk kelegaan dan kebebasan

yang liar dan sembrono tanpa aturan. Yesus tetap membawa suatu warna

hukum baru yang tidak memberatkan manusia. Hukum itu adalah hukum

yang berlandaskan kepada kasih, yakni suatu bentuk kewajiban yang harus

ditaati yang terfokus kepada kasih kepada Allah dan kepada sesama

manusia. Ia memberikan hukum ini sebagai suatu perintah yang konkrit dan

65
mutlak. Dalam segala hukum yang Ia berikan, Ia bukanlah sosok yang

sekedar memerintahkan, namun Ia juga adalah pribadi yang telah turut

mentaati dan melaksanakan hukum itu dalam kondisiNya sebagai manusia.

Oleh sebab itulah mengapa Ia memerintahkan untuk belajar dari padaNya

sebab, Ia telah terlebih dahulu melakukanNya. Tidak seperti para ahli taurat

dan imam-imam di dunia yang seringkali berlaku munafik. Yesus adalah

teladan yang benar. Ia penuh kasih namun juga Ia adalah pribadi yang tegas,

dimana semuannya sekali lagi untuk kepentingan manusia agar manusia

terdidik untuk hidup dalam kehendak Allah. Ia adalah sosok yang juga

bertanggung jawab terhadap perintah yang Ia berikan. Ia tidak hanya

sekedar memberikan hukum, namun Ia juga memampukan menusia untuk

melaksanakan hukum itu.

Bab 4

Implikasi Bagi GBI Glow Tanggerang

Setelah berbagai pemaparan diatas, maka penulis menyimpulkan

bahwa Aplikasi dari Ajakan Yesus sebagai juruselamat dalam kehidupan

jemaat GBI Glow Tanggerang adalah :

66
A. Yesus sebagai satu-satunya sumber kelegaan (Aku akan
memberikan kelegaan)

Dalam berbagai masalah dan beban yang terjadi dalam kehidupan

orang percaya, khususnya jemaat GBI Glow Tanggerang perlu untuk

jemaat-jemaat sadar bahwa Yesus adalah satu-satunya oknum yang mampu

dan sanggup memberikan kelegaan.

Pada masa-masa kini seringkali ditemukan bahwa begitu banyak

orang percaya yang selalu mengandalkan pertolongan manusia namun

mengabaikan Allah sebagai oknum yang lebih dari sanggup untuk

memberikan pertolongan. Manusia lebih mengedepankan tindakan-tindakan

jasmaniah yang real dan nyata, daripada datang mendekat kehadirat Allah,

meskipun dengan jelas Alkitab menyatakan “terkutuk” orang yang

mengandalkan manusia, tetapi “diberkati” orang yang bergantung dan

mengandalkan Tuhan (bnd. Yeremia. 17 : 5; Yeremia. 17 : 7). Sedangkan

Matius dengan jelas memaparkan bahwa Yesus sendiri mengatakan bahwa

ada suatu jaminan akan kelegaan dari segala beban dan tekanan dalam hidup

yang datang dari berbagai hal yang didasari oleh kuasa dosa. Allah telah

membuktikan kesetiaanNya melalui anakNya Yesus yang telah menggenapi

janji-janji Allah akan kelegaan yang paling utama dan berharga yang

manusia terima yakni keselamatan, segala apa yang difirmankanNya ialah

kebenaran dan kepastian, ya dan amin! (bnd. 2 Korintus. 1 : 20).

Dari sini manusia, dan bahkan umat percaya diajar untuk datang

kepada Tuhan dan bergantung kepada Tuhan dalam segala hal (bnd. Amsal.

3 : 5 – 6). Jangan lari dan mencari pertolongan dari tempat lain, namun

67
hanya datang kepada Ia, Yesus Kristus sang Juruselamat sang kelegaan.

Yesus Kristus dalam pemaparanNya yang disajikan oleh Matius juga

mengajarkan kepada umat manusia dan orang-orang percaya, untuk jangan

khawatir. Manusia hanya perlu datang dan mendekat, percaya, dan

membangun hubungan denganNya, maka Ia kan menyegarkan jiwa setiap

yang bergantung padaNya. Menurut Abraham L. Feinberg, seorang

rohanian Amerika, menulis tentang sepuluh kiat untuk menikmati

kebahagiaan hidup. Salah satu dari sepuluh kiat itu adalah: "Berhentilah

kuatir. Rasa kuatir akan membinasakan hidupmu." Alkitab juga

menegaskan bahwa kekuatiran itu sama sekali tidak mendatangkan

kebaikan bagi seseorang, sebab "Kekuatiran dalam hati membungkukkan

orang," (Amsal 12:25), dan "Siapakah di antara kamu yang karena

kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?"

(Matius 6:27).

Dari sini manusia khususnya orang percaya diajarkan untuk tidak

memikul beban itu sendirian. Salah seorang murid Yesus yakni Petrus,

pernah berkata, "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia

yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Tuhan berjanji, "Aku sekali-kali

tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan

meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Karena manusia haruslah percaya

penuh kepada Yesus sebagai sang Juruselamat, dan senantiasa

mengandalkanNya, datang kepadaNya, karena seperti yang penulis telah

paparkan sebelumnya, Ia adalah satu-satunya sumber kelegaan dalam segala

tekanan dan beban yang ada didunia, Ia adalah kebenaran, tetapi Ia juga

68
adalah kehidupan (bnd. Yohanes. 14 : 6). Keadaan dunia ini boleh saja

berubah, tetapi perlu diingat dengan baik bahwa Tuhan ialah oknum atau

pribadi yang tidak pernah dan tidak mungkin berubah: kuasa, kasih,

kemurahan dan kebaikan-Nya "...tetap sama, baik kemarin maupun hari ini

dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8).

B. Datang dan intim dengan Yesus mendatangkan Kelegaan


(marilah kepadaKu)

Dalam perkataanNya Yesus berkatan kepada “marilah kepadaKu”. Ini

merupakan ungkapan dari Yesus yang hendak mengajak atau menarik orang untuk

datang kepadaNya. Dapat dipahami bahwa orang yang mau datang dan

mendekatlah kemudian yang menerima janji-janji Yesus. Orang yang merespon

ajakanNya lah yang kemudian akan menerima hasil dari perkataan Yesus.

Jika melihat kepada pasal-pasal sebelumnya, maka dapat ditemukan bahwa

Yesus pernah mengajarkan kepada orang banyak untuk tidak khawatir akan apapun

juga, sebab Bapa akan memberikannya dan menyediakannya. Namun perlu diingat

ada suatu syarat untuk dilakukan, yakni : “carilah dahulu kerajaan Allah, dan

kebenaranNya” (Matius. 6 : 31 – 33). Penulis melihat ada kesejajaran, sebab jika

berbicara kerajaan Allah, maka Yesus merupakan perwujudan kerajaan Allah

dalam kehidupan manusia, sebagai Mesias Anak Allah. Dimana dari pemahaman

ini dapat dimengerti bahwa secara tidak langsung statement ini mendukung

statement Yesus yang mengatakan “marilah kepadaKu”. Oleh sebab itu maka

menjadi benar jika dipelukan kedekatan dan hubungan yang intens dengan Yesus

sebagai Tuhan dan juruselamat. Diperlukan sikap hati yang senantiasa datang

kehadiratNya dalam ketaatan dan penundukan diri secara penuh.

69
Saat manusia datang kepadaNya maka Ia akan :

1. Memberi Kekuatan

Datang kepada Kristus bukan berarti kita terbebas dari masalah, masalah

dan pencobaan akan tetap ada selama kita masih di bumi ini, namun Tuhan

akan menolong ketika datang kepada Dia maka Tuhan akan memberian

kekuatan sehingga kita dapat menanggungnya.

 Yesus memberi kekuatan melalui Roh Kudus sebagai Penolong (Yoh

14-15)

 Kekuatan TUHAN akan melepaskan kita dari kemalangan orang

benar (Mzm 34:20)

 Ia akan memberikan kekuatan sehingga kita dapat

menanggungnya. (1Kor 10:13)

Contoh :

 Paulus meski di penjara tetap dapat bersukacita

 Gereja mula-mula menderita tekanan tetap kuat

 Stefanus mendapat kekuatan untuk menjadi martir

Fil 4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi

kekuatan kepadaku.

2. Memberi Pengharapan

Ketika datang kepada Kristus maka Ia akan memberikan pengharapan

dan didalam pengharapan akan janji Tuhan tentunya akan membawa hidup

kita dalam kelegaan.

Pengharapan di dalam Tuhan…

70
 Adalah Sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita (Ibr 6:19)

 Tidak mengecewakan (Rom 5:5)

Paulus hidup dalam pengharapan (2Kor 4:16-18) sehingga dalam

kehidupannya dapat ditemukan bahwa ia :

 Tidak tawar hati meskipun mengalami penderitaan

 Pengharapan memberinya kekuatan

 Penderitaannya menjadi ringan

 Pandangannya tertuju pada hal-hal kekal/perkara sorgawi

C. Kelegaan bukanlah kebebasan yang liar (Pikulah Kuk)

Merupakan suatu kepastian yang benar bahwa Yesus memberikan

kelegaan dan kebebasan dari segala macam tekanan-tekanan yang telah

manusia alami seperti yang telah dijelaskan diayat sebelumnya, adalah suatu

hal yang pasti dan benar bahwa kepastian akan keselamatan adalah di dalam

Dia, dan setiap yang datang kepadaNya, dan bersekutu denganNya akan

menerima kepastian itu. Namun perlu dipahami dengan baik bahwa hal

tersebut bukan berarti manusia dapat menerimanya begitu saja. Hal ini tidak

berarti bahwa setelah menerima kepastian dan kelegaan yang berasal dari

Yesus, kemdian manusia dapat hidup dengan kebebasan, kelegaan, atau

bahkan kemerdekaan, yang bersifat sembrono dan menjadi liar. Ada suatu

kewajiban yang harus dilakukan manusia setelah menerima semua itu dari

Yesus.

Kewajiban yang harus dilaksanakan ialah taat kepada hukum yang

Yesus berikan yaitu hukum kasih. Kasih yang dimaksudkan ialah bentuk

71
kasih yang meliputi keseluruhan hukum taurat yaitu : kasih kepada sesama

dan kasih kepada Allah. Dalam hidup manusia adalah mahluk sosial, disatu

sisi manusia juga merupakan sosok yang memperlukan kepuasan batiniah.

Tanpa ada hubungan yang baik dengan sesama maka manusia tidak dapat

hidup dan bergerak dengan bebas dan leluasa, dalam artian semua akan

terasa berat dan penuh halangan. Begitu pula sebaliknya, tanpa hubungan

dengan Allah manusia akan mengalami banyak kemunduran dan

kemerosotan moral.

D. Yesus Kristus adalah teladan (belajarlah padaKu)

Jika orang percaya hanya belajar berdasarkan sebuah buku, maka itu

hanya dapat menjelaskan dalam bentuk definisi, konsep, dan berbagai aspek

lain, namun dalam implikasi dan pelaksanaannya, tidak dapat memberikan

contoh konkrit yang dapat diamati dan diteladani. Sebuah fungsi buku

hanya bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, dan mungkin dapat

mengubah perilaku suatu pribadi dalam faktor eksternal dengan berbagai

teori dan dan konsepnya, sehingga kemudian dapat meneladani dan terlihat

lemah lembut dan rendah hati, tetapi pembaruan di dalam inti hati hanya

dimungkinkan melalui Yesus Kristus. Ada dua proses yang perlu dilalui

untuk menjadi lemah lembut dan rendah hati.

1. Proses yang pertama adalah keselamatan secara pribadi (11:25-27).

Semua berawal dari perjumpaan pribadi dengan Bapa melalui

Kristus Yesus. Tanpa penyataan ilahi ini, kelemahlembutan dan

kerendahhatian yang sejati tidak akan tercipta. Bagaimana kita bisa

72
memperlakukan orang lain dengan lemah lembut jika kita tidak

berserah pada “Bapa, Tuhan langit dan bumi” yang berdaulat untuk

mengontrol dan mengubahkan manusia (11:25)? Bagaimana kita

bisa rendah hati jika kita tidak menyadari bahwa keselamatan kita

dan semua berkat yang menyertainya merupakan anugerah dari

Kristus Yesus (11:27)? Hanya mereka yang mengakui kedaulatan

Bapa dan Kristus Yesus dalam segala sesuatu yang mampu bersikap

lemah lembut dan rendah hati.

2. Proses lain yang diperlukan adalah pemuridan (11:29). Para ahli

pendidikan sepakat bahwa gaya belajar yang paling efektif bukanlah

mendengar atau melihat, melainkan melibatkan diri. Murid tidak

hanya mengetahui sebuah teori, tetapi melihat bagaimana teori itu

diterapkan. Bukan hanya itu. Mereka juga terlibat secara aktif di

dalam penerapan itu. Prinsip yang sama berlaku pada

kelemahlembutan dan kerendahhatian. Cara terbaik adalah dengan

memperhatikan sebuah contoh konkrit dan meneladani contoh

tersebut. Yesus Kristus tidak hanya mengajarkan kelemahlembutan

dan kerendahhatian melalui perkataan saja, melainkan juga dengan

seluruh hidup-Nya.

Hal ini dapat dipelajari pula dalam sikap Paulus. Ketika Paulus diserang dan

dikecewakan oleh jemaat yang dibangunnya di Korintus, ia tidaklah

dendam dan mengikuti emosi kedangingannya, namun tetap menyikapi

semua itu dengan bijak, kasih dan kelemahlembutan. Ia memilih jalan yang

73
terlihat lemah di mata orang lain (2 Kor 10:1). Ia memperingatkan jemaat

tentang kelemahlembutan dan keramahan Kristus.Sebagai sebuah peniruan

terhadap Yesus Kristus, proses ini jelas tidak akan mudah. Jatuh dan bangun

akan menjadi bagian tak terpisahkan dari proses ini. Walaupun demikian,

kita tidak perlu berkecil hati. Kristus Yesus memperhatikan orang-orang

yang gagal. Tidak seperti orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang siap

memberikan hujatan dan penghakiman, Kristus justru menawarkan

ketenangan dan kelegaan. Tiap kali kita gagal, kita bisa dengan leluasa

datang kepada-Nya untuk dipulihkan dan disegarkan.

Bab V

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan Umum

Kesimpulan dari skripsi ini adalah umat percaya harus menyadari bahwa

Yesus hendak memberikan suatu solusi yang baik bagi setiap manusia yang

terbeban dengan berbagai tekanan hukum taurat, dan upaya-upaya meraih

keselamatan, yang pada akhirnya semua usaha-usaha itu adalah tindakan

74
yang semu dan tidak menghasilkan apa-apa. Yesus hendak menyajikan

suatu solusi dimana untuk menerimanya, adalah hanya dengan datang

kepadaNya, mengikutiNya, dan bersekutu kepadaNya. Sebab di dalam Ia

terdapat suatu kelegaan dan kesegaran spiritual, yakni suatu kepastian dan

harapan yang pasti akan keselamatan di akhirat nanti. Yesus menjadi sosok

pemimpin yang membawa perubahan dan pembaharuan dalam kehidupan

manusia, sebab Ia tidaklah sama dengan imam-imam dan ahli-ahli taurat

dunia yang hanya memberikan tuntutan namun tanpa kepastian dan justru

penuh dengan kehampaan dan kemunafikan. Ia adalah figure yang datang

dalam kasih yang berfokus kepada keselamatan dan restorasi batin manusia

yang telah mengalami berbagai kesesakan dan penderitaan karena dosa. Ia

adalah sosok Mesias penyelamat yang membawa damai dan jaminan

kehidupan kekal.

Dalam segala apa yang telah Ia janjikan dan berikan kepada manusia, Ia

tetaplah ingin manusai hidup dalam keteraturan. Kebebasa dan kelegaan

yang Ia berikan bukanlah suatu bentuk kelegaan dan kebebasan yang liar

dan sembrono tanpa aturan. Yesus tetap membawa suatu warna hukum baru

yang tidak memberatkan manusia. Hukum itu adalah hukum yang

berlandaskan kepada kasih, yakni suatu bentuk kewajiban yang harus ditaati

yang terfokus kepada kasih kepada Allah dan kepada sesama manusia.

B. Saran

Penulis menyadari dengan baik bahwa sejatinya karya ilmiah ini masih

terbatas dan masih jauh dari harapan para pembaca. Maka, penulis

memberikan kesempatan bagi para pembaca untuk memperbaiki dan

75
melanjutkan tulisan karya ilmiah ini, dengan ciri khas, dan metode masing-

masing pembaca guna menerima hasil yang lebih konkrit dan detail.

Pembaca dapat mengembangkan karya ilmiah ini baik dalam penggalian

ayat, pengembangan tema teologi Penggilan Juruselamat dengan

menggunakan referensi ayat-ayat yang lain, maupun menggunakan

kacamata yang berbeda dari metodologi penelitian.

Tulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari segala kesalahan, kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan baik dalam penggalian ayat maupun dalam

penulisannya. Karya ilmiah ini juga terbuka untuk dikritisi oleh para teolog-

teolog yang ada dengan tujuan penyempurnaan karya ilmiah. Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dalam penelitian dan

penulisan karya ilmiah selanjutnya semakin lengkap dan memadai.

Sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat dipakai untuk menjawab

kebutuhan dan membangun kerohanian para pembaca untuk setiap hari tetap

menjadikan kekudusan sebagai tujuan utama dalam hidup kekristenan.

76

Anda mungkin juga menyukai