Anda di halaman 1dari 53

Makna Logo BKSN 2023

Logo ini terdiri dari tiga unsur utama, yakni:

1. Ilustrasi orang yang mengangkat tangan dan tengadah ke atas langit


adalah simbol dari sikap pertobatan dan ketakwaan. Posisi tubuhnya
yang juga membentuk huruf “Y”, merupakan nama awalan dari dua
nabi yang menjadi permenungan BKSN 2023, yakni Yoel dan Yunus.
Sedangkan tetumbuhan yang menjalar di sekitar tubuhnya melam-
bangkan kebaikan dan kesejahteraan Allah yang dirasakan setiap
orang beriman. Semakin besar lagi itu dirasakan berkat buah-buah
pertobatan yang mereka hasilkan.

2. Matahari yang menyinari tetumbuhan menjalar tersebut melam-


bangkan kasih setia, kesabaran, dan keselamatan Allah yang terus
mengalir tanpa henti kepada siapa pun. Kasih setia Allah yang begitu
luas itu semakin dipertegas dengan kutipan Kitab Yunus: “Engkaulah
Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlim-
pah kasih setia” (Yun. 4: 2).

3. Dua figur nabi yang menjadi fokus BKSN 2023 juga diilustrasikan
dengan dua warna kontras (biru muda dan jingga), serta dua ilustrasi
di bagian bawah. Ilustrasi pertama menggambarkan latar belakang
perwartaan Nabi Yoel, yakni kepulangan kembali bangsa Israel ke ta-
nah terjanji sesudah mengalami pembuangan. Ilustrasi kedua meng-
gambarkan dua kisah populer Nabi Yunus. Pertama, saat ia berada di
dalam perut ikan yang besar selama 3 hari 3 malam karena ketidak-
taatannya pada Allah Kedua, ketika ia berlindung dari terik matahari
di bawah naungan “pohon jarak” dengan hati kesal karena pengam-
punan Allah kepada orang Niniwe.

4. Kesatuan ketiga unsur logo tersebut secara ringkas menggambarkan:


Dalam situasi apa pun dan sebesar apa pun dosa yang telah dilaku-
kan, Allah akan tetap menyambut pertobatan umatnya, persis karena
“Ia sumber kasih dan keselamatan.”
20
BKSN 23
BulanKitabSuciNasional

ALLAH
SUMBER KASIH DAN KESELAMATAN

Lembaga Biblika Indonesia


20
BKSN 23
BulanKitabSuciNasional

Tim Penyusun Materi BKSN 2023


Gagasan Pendukung Romo F.X. Marmidi SCJ
BKSN
Tim Penyusun
- Theresia Vita Prodeita, M.Hum
Materi Dewasa
- Richard Johanes Rantung
- Theresia Kustanti Dewi
- Kanisius Komsiah Dadi, M.Pd
Tim Penyusun
Materi Remaja - Theresia Maria Margi Jatining Kasih
- Lusia Sinta Dewi

Tim Penyusun - Dr Liria Tjahaja, M.Si


Materi Anak-anak - Twiggy Fatwana
- Gisela Rosa Mistika Sanjaya
Logo
BKSN 2023 Romo Yulius Ferry Kurniawan, OFM

Editor Alfons Jehadut

Layout MasGerard
“Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang,
yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia”
(Yun. 4:2)
Daftar Isi

07 Kata Pengantar

11
Gagasan Pendukung:
Allah Sumber Kasih & Keselamatan

12 Pendahuluan

Pertemuan Pertama:
Kasih Allah Menggerakkan Evangelisasi Diri .....................................19
Pertemuan Kedua:
Kasih Allah Menggerakkan Pertobatan .....................................30
Pertemuan Ketiga:
Kasih Allah Menyelamatkan .....................................39
Pertemuan Keempat:
Kasih Allah Mempersatukan .....................................46

53 Pendalaman Kitab Suci Dewasa

Pertemuan Pertama:
Kasih Allah Menggerakkan Evangelisasi Diri .....................................54
Pertemuan Kedua:
Kasih Allah Menggerakkan Pertobatan .....................................61
Pertemuan Ketiga:
Kasih Allah Menyelamatkan .....................................67
Pertemuan Keempat:
Kasih Allah Mempersatukan .....................................73
79 Pendalaman Kitab Suci Remaja

Pertemuan Pertama:
Kasih Allah Menggerakkan Evangelisasi Diri .....................................80
Pertemuan Kedua:
Kasih Allah Menggerakkan Pertobatan .....................................90
Pertemuan Ketiga:
Kasih Allah Menyelamatkan .....................................99
Pertemuan Keempat:
Kasih Allah Mempersatukan ...................................108

117 Pendalaman Kitab Suci Anak-anak

Pertemuan Pertama:
Aku Dipilih untuk Mewartakan Kasih Allah ....................................118
Pertemuan Kedua:
Kasih Allah Memanggil Aku untuk Bertobat ...................................128
Pertemuan Ketiga:
Allah Yang Maha Kasih Adalah Penyelamat ...................................136
Pertemuan Keempat:
Allah Yang Mempersatukan Kita ...................................145

153 Perayaan Ekaristi/Perayaan Sabda


Minggu Biasa XXII - Tahun A/I
3 September 2023

166 Arti Logo Alkitab Deuterokanonika

168 Perubahan Dalam Kitab Ester


Di Bagian Deuterokanonika
Kata Pengantar
Pandemi Covid-19 telah menjadi masa lalu. Sebagian besar orang
mungkin sudah tidak memikirkannya lagi. Tetapi, kewaspadaan tetap
masih perlu dijaga. Pandemi tersebut memang sudah menjadi sejarah
kelam manusia. Tetapi, banyak pelajaran yang dapat dipetik darinya.
Sekarang, aktivitas hidup manusia di berbagai belahan dunia telah kem-
bali normal. Setiap orang sudah dan harus bergerak. Sebab, pergerakan
adalah tanda kehidupan. Dan bukankah hidup harus berjalan terus? Life
must go on.
Meski demikian, problem hidup manusia, entah dalam skala lo-
kal maupun internasional, serasa tetap abadi. Tidak pernah selesai. Saat
problem yang satu telah menemukan solusinya, problem yang lain mun-
cul tanpa bisa diprediksi.
Ketegangan geopolitik yang mengancam kestabilan dunia sejak
meletusnya perang Rusia melawan Ukraina, masih tetap mencemaskan
dunia. Perekonomian dunia menjadi tidak menentu semenjak bank-
bank besar di Eropa mengalami kebangkrutan. Jurang kelompok kaya
dan miskin semakin melebar. Melalui media masa, kita menyaksikan
demonstrasi menentang pemerintah meletus di beberapa negara. Selain
itu, bencana ekologis semakin sering terjadi: perubahan musim yang ti-
dak bisa diprediksi, pemanasan global yang semakin mencemaskan, ben-
cana alam di mana-mana. Ini belum terhitung berbagai problem sosial
kemasyarakatan, ekonomi dan agama di bumi Indonesia yang tidak perlu
didaftar satu persatu.

Kata Pengantar 07
Sebagai bagian dari seluruh manusia yang tinggal di bumi yang
sama, sedikit banyak, kita juga mengalami kecemasan, ketakutan, dan
kebingungan di tengah situasi yang penuh ketidakpastian ini. Pertanyaan
yang muncul di benak kita, sekalipun dengan nada pesimis, adalah “apa
yang akan terjadi setelah ini?” Di sisi lain, sebagai bagian dari umat beri-
man, kita percaya bahwa ada kehendak Allah di balik semua masalah ini,
meskipun kita tidak tahu juga apa kehendak Allah di sini. Akhirnya, ma-
nusia hanya bisa berhenti pada tahap menduga-duga atau menafsirkan-
nya.
Sekalipun harus tetap waspada terhadap segala peristiwa di du-
nia yang akan terjadi nanti, sebagai umat beriman, kita tidak perlu terlalu
khawatir berlebihan. Sebab, Yesus pernah mengajarkan, “Janganlah kha-
watir tentang hari esok, karena hari esok mempunyai kekhawatirannya
sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Mat. 6:34). Yang ki-
ranya penting kita lakukan adalah merefleksikan semua peristiwa hidup
sambil bertanya, “apa tujuan Allah, Sang Pencipta dalam berbagai peris-
tiwa di dunia ini?” Pertanyaan ini kemudian melahirkan pertanyaan baru:
“Siapakah Allah dalam semua peristiwa ini?” Ada banyak rujukan untuk
menemukan jawabannya. Namun, sebagai umat Kristiani, kita meyakini,
Kitab Suci sebagai wadah Sabda Allah, juga memberikan petunjuk untuk
menjawab pertanyaan tersebut.
Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2023 kembali mengajak kita
sebagai umat Gereja Katolik di Indonesia untuk merenungkan kembali
sosok Allah, sang Pencipta ini. Dalam BKSN 2022, bersama nabi Amos
dan Hosea, kita telah diajak untuk mengenal Allah, sebagai sumber ha-
rapan hidup baru, dengan ayat emas “Carilah TUHAN, maka kamu akan
hidup” (Amos 5:6). Dalam BKSN 2023 ini, bersama dengan Nabi Yunus
dan Yoel, kita diajak untuk merenungkan “Allah Sumber Kasih dan Ke-
selamatan”, dengan ayat emas “Engkaulah Allah yang pengasih dan pe-
nyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (Yun. 4:2).
Mengapa Nabi Yunus dan Yoel? Ini tidak dapat dilepaskan dari
kesepakatan dalam Pertemuan Nasional LBI 2021, yang mengajak umat
Katolik di Indonesia, selama empat tahun sejak 2022, untuk merenung-
kan pewartaan dari kedua belas nabi-nabi kecil dalam BKSN. Jika pada ta-
hun sebelumnya (2022), kita mempelajari dan merenungkan pewartaan
nabi Amos dan Hosea, pada tahun ini (2023), pewartaan Nabi Yunus dan
Yoel akan menjadi materi studi Kitab Suci kita dalam BKSN.

08 Kata Pengantar
Mengapa tema BKSN 2023 adalah Allah Sumber Kasih dan Ke-
selamatan? Ini terkait dengan pesan inti dari pewartaan kedua nabi
tersebut. Nabi Yunus mewartakan Allah, Sang Pencipta, sebagai sumber
Kebenaran yang penuh rahmat dan kerahiman, yang meminta perto-
batan para pendosa, menganugerahkan pengampunan dan melepaskan
hukuman. Salah satu perkataannya yang kemudian menjadi ayat emas
BKSN 2023 adalah “Allah yang pengasih dan penyayang, panjang sabar
dan berlimpah kasih setia” (Yun. 4:2). Sementara itu, Nabi Yoel, di tengah
komunitas Israel yang sedang mengalami keputusasaan, kesukaran dan
ratapan karena kehilangan harapan, menyatakan bahwa Allah itu “ada”
dan hadir di antara umat-Nya (Yl. 2:27). Ia “pengasih dan penyayang,
panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (Yl. 2:13) dan “berbelaskasihan
kepada umat-Nya” (Yl. 2:18). Melalui Nabi Yoel, Allah memberikan jami-
nan kepada mereka bahwa Dialah yang akan memegang kendali dan akan
memperbaiki kesalahan umat-Nya.
Dalam BKSN 2023, sembari mengenal siapakah Allah, kita akan
berfokus pada “Kasih Allah”, sebab Kasih sangat identik dengan Allah
sendiri. Karena itu, dalam empat pertemuan mingguan, secara khusus
kita akan membaca, mempelajari, dan merenungkan secara berurutan
kasih Allah yang menggerakkan evangelisasi diri (Yun. 1:1-17), mengge-
rakkan pertobatan (Yun. 4:1-11), menyelamatkan (Yl. 2:23-27), dan mem-
persatukan (Yl. 2:28-32).
Tidak menutup kemungkinan, uraian atau gagasan yang membi-
carakan tema-tema dalam pertemuan mingguan ini dirasa kurang relevan
dengan situasi dan kondisi aktual masyarakat di tingkat paroki maupun
lingkungan di masing-masing keuskupan. Oleh sebab itu, para fasilitator
dapat secara kreatif mengembangkan uraian atau gagasan tersebut de-
ngan menyesuaikan diri dengan konteks gereja setempat. Meski demiki-
an, tema-tema beserta uraiannya paling tidak dapat menjadi batu lon-
catan sekaligus inspirasi untuk berbagi pengalaman iman berdasarkan
Sabda Allah dalam Kitab Suci.
Dalam buku ini, Lembaga Biblika Indonesia menawarkan me-
tode standar pertemuan kelompok atau komunitas basis dalam memba-
has tema-tema tersebut. Namun demikian, metode ini bukanlah metode
yang mutlak atau satu-satunya, yang harus diterapkan ke tengah komu-
nitas basis. Para fasilitator dan peserta pertemuan dapat menggunakan
metode yang lain, seperti Lectio Divina atau metode tujuh langkah (7
Steps), jika dirasa metode yang lain lebih cocok dengan kondisi dan kon-

Kata Pengantar 09
teks komunitas basis atau lingkungan. Yang terpenting adalah bahwa
apapun metodenya, tujuan dan manfaat dalam pertemuan itu tercapai,
yaitu menemukan inspirasi dari Kitab Suci untuk kehidupan beriman
kita dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari demi terwu-
judnya Kerajaan Allah di tengah-tengah kita, dalam Gereja dan masyara-
kat.
Akhirnya, kami mengucapkan limpah terima kasih untuk Romo
F.X. Marmidi SCJ yang telah menyiapkan gagasan dasar untuk buku pan-
duan BKSN 2023; tim dosen bersama mahasiswa Prodi Pendidikan Ke-
agamaan Katolik, Unika Atma Jaya, Jakarta yang telah menyiapkan ma-
teri pertemuan per kategori dewasa, remaja, dan anak-anak; dan Komisi
Liturgi KWI yang menyiapkan teks misa untuk Minggu Kitab Suci Nasi-
onal. Semoga dengan BKSN 2023 ini kita semakin diteguhkan untuk tetap
setia dalam menjalankan tugas dan panggilan kita sebagai orang Kristiani
dan murid Yesus Kristus, yang selalu percaya bahwa Allah adalah Sumber
Kasih dan Keselamatan. Tuhan memberkati kita semua.

R.P. Albertus Purnomo OFM


Ketua Lembaga Biblika Indonesia

10 Kata Pengantar
20
BKSN 23
BulanKitabSuciNasional

AL L A H
SUMBER KASIH DAN KESELAMATAN
“Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang,
yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia”
(Yun. 4:2)

F.X. Marmidi SCJ

Gagasan Pendukung
PENDAHULUAN

I
Situasi Hidup dan Pertanyaan Orang Beriman

I.I. Pemulihan dari Krisis Akibat Pandemi


Sejak ditemukannya vaksin untuk memperkuat kekebalan tubuh
manusia melawan virus Covid-19 dan dilanjutkan dengan program vak-
sinasi, lambat laun aktivitas manusia di berbagai belahan dunia kembali
normal. Kita berterima kasih terutama kepada para ilmuwan dan para
medis yang sudah menemukan vaksin dan bekerja keras untuk membagi-
kannya kepada semua orang. Sebab, apa yang di masa pandemi Covid-19
tidak bisa dilakukan secara bebas karena dikontrol dengan sangat ketat,
kini berbagai aktivitas publik sudah mulai dibuka kembali.
Selama masa pandemi, Akademi Kepausan mengeluarkan Do-
kumen Gerejawi berjudul: “Humana Communitas di Masa Pandemi:
Refleksi-refleksi yang Tidak Tepat Waktunya tentang Kelahiran Kembali
Kehidupan (2020)”. Dokumen ini menggambarkan situasi pandemi, baik
secara positif maupun negatif. Secara positif, pandemi telah membang-
kitkan solidaritas antar sesama. Ilmu pengetahuan, kedokteran, dan
praktik kesehatan disebarluaskan dan disediakan bagi kebaikan semua
orang. Secara negatif, pandemi telah membuat semua orang menjadi
rentan, terpapar, dan rapuh. Orang saling menjaga jarak secara fisik dan
relasi di antara sesama menjadi menakutkan. Pandemi juga menciptakan
kerugian terutama dalam sektor ekonomi, yang semakin memperburuk
ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin.
Belajar dari peristiwa pandemi yang telah mengakibatkan ba-
nyaknya penderitaan dan kematian, kerugian dan kepedihan, kesulitan
dan kesusahan, kita disadarkan bahwa manusia itu ternyata rapuh! Do-
kumen Humana Communitas mengajak kita untuk melihat secara posi-
tif bahwa kerapuhan dan kerentanan justru membawa kita ke dalam visi
baru ke depan tentang etos kehidupan yang menuntut keberanian un-
tuk bertobat. Sebab, kebaikan bersama tidak bisa diperoleh tanpa perto-
batan.
Saat ini umat manusia sedang berusaha untuk memulihkan ke-
hidupan yang telah terluka dan dirugikan oleh pandemi. Sekali lagi, Do-
kumen Humana Communitas mengingatkan bahwa hanya kepercayaan-
lah yang akan memampukan seseorang melelewati krisis. Dengan iman,

12 Gagasan Pendukung
seseorang memiliki pengharapan dan impian baru meski di saat yang
sama ia merangkak untuk memulihkan kehidupan dalam bayang-bayang
peristiwa kepedihan di masa lalu.

I.II. Pemulihan dari Krisis Akibat Pandemi


Pandemi panjang Covid-19 telah membuat kesulitan dan keti-
dakpastian dalam memprediksi situasi masa depan umat manusia. Situ-
asi sulit dan ketidakpastian itu menyangkut kehidupan ekonomi, sosial,
budaya, politik, dan bahkan kehidupan beragama. Dalam beberapa ula-
san media online maupun cetak, tahun 2023 adalah tahun yang mengkha-
watirkan karena dampak pandemi masih terasa. Apa yang akan terjadi
dengan hidup, keluarga, komunitas, pekerjaan, bangsa kita?
Sebelum dan sesudah diterbitkannya Dokumen Humana Com-
munitas, Paus Fransiskus menerbitkan dua ensiklik, Laudato Si’ (2015)
dan Fratelli Tutti (2020). Kedua Ensiklik ini melihat secara kritis situasi
kemajuan yang diperoleh umat manusia. Evaluasi kritis tersebut men-
guraikan beberapa masalah nyata – yang dalam Humana Communitas
disebut ‘kerapuhan’ – yang nampaknya masih aktual dengan keadaan kita
sekarang ini.
Pertama, Ensiklik Laudato Si’ berhubungan dengan situasi bumi
kita yang sedang menjerit, terbebani, dan hancur karena kerusakan-
kerusakan yang dilakukan oleh manusia, yang justru diberi tangung
jawab oleh Allah untuk memeliharanya. Kerusakan dan kehancuran alam
yang membuat iklim bumi berubah itu berdampak buruk bagi lingkun-
gan, masyarakat, ekonomi, dan politik. Akibatnya adalah orang-orang
miskin yang hidupnya sangat bergantung pada alam seperti pertanian,
perikanan, dan kehutanan sangat menderita.
Sementara itu, diskusi politik dan ekonomi yang dilakukan
orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu secara faktual terjadi
hanya di pusat-pusat kekuasaan yang berada jauh dari orang miskin.
Diskusi itu lalu disebarluaskan oleh media seolah-oleh menjadi pembi-
caraan umum. Di satu sisi, kelompok orang pertama hidup dan berpikir
dalam tingkat kenyamanan dan kemajuan, di lain sisi, kelompok kedua
menanggung beban akibat dari hal-hal yang memberi keuntungan bagi
kelompok pertama.
Ketika mencoba untuk kembali beraktivitas secara normal
setelah pandemi, ada yang berubah dalam gaya hidup kebanyakan orang.
Salah satunya adalah penggunaan media komunikasi. Selama pandemi,

Pendahuluan 13
media ini sangat membantu dalam melakukan berbagai kepentingan, pe-
kerjaan, dan aktivitas. Ketika perjumpaan dan pertemuan fisik kembali
normal, hal tersebut tetap melekat dalam kebiasaan hidup. Dalam hal ini,
sudah sejak sebelum pandemi, Laudato Si’ sudah memperingatkan bah-
wa dinamika media massa dan dunia digital “dapat menghalangi orang
untuk belajar hidup dengan kebijaksanaan, berpikir secara mendalam,
mencintai dengan murah hati… kadang-kadang juga menghalangi kita
untuk kontak langsung dengan kesusahan, kecemasan, dan sukacita
orang lain dan kompleksitas pengalaman pribadinya” (no. 47).
Kedua, Ensiklik Fratelli Tutti berbicara tentang masalah-masalah
yang berhubungan dengan persaudaraan dan persahabatan. Sulit untuk
menaruh cinta kasih yang melampaui batas-batas geografis, sosial, bu-
daya, ekonomi, dan politik. Persaudaraan sejati sedang mengalami kri-
sis! Kesulitan dan krisis tersebut, menurut Paus Fransiskus, dapat dipicu
oleh beberapa hal, antara lain: perbedaan pelbagai ideologi dalam sebuah
negara dapat menciptakan fanatisme sektarian dan menghilangkan rasa
sosial serta mengancam persatuan (no. 11); kepentingan ekonomi sering
memanfaatkan konflik-konflik lokal untuk memaksakan budaya dan
produk tunggal (no. 12); ketika politik berhadapan dengan kekuatan eko-
nomi, ia akan rapuh dan rentan digunakan untuk menguasai dan tidak
mampu menjadi sarana untuk menyejahterakan masyarakat (no.12); se-
buah bangsa yang meninggalkan tradisi budayanya, entah karena meni-
ru, mengganti dengan budaya lain, atau membiarkannya hilang, ia akan
kehilangan identitas spiritual dan konsistensi moralnya (no. 14); “kekaya-
an telah meningkat, tetapi tanpa keseimbangan, dan yang terjadi adalah
‘munculnya bentuk-bentuk baru kemiskinan’” (no. 21). Hal-hal tersebut
menggambarkan kerapuhan manusiawi yang membuat orang untuk su-
lit menjalin persaudaraan dan persahabatan sehingga keluarga manusia
semakin memudar. Jika demikian, apa yang akan terjadi dengan hidup,
keluarga, komunitas, pekerjaan, bangsa kita?

I.III. Pertanyaan Umat Beriman


Pada hakekatnya, menjadi pengikut Kristus adalah menjadi
orang yang dipanggil untuk mewartakan firman dan hidup-Nya: “Mari,
ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Mrk 1:17). Kare-
na itu, orang katolik tidak bisa berpangku tangan menunggu keajaiban
bahwa dunia kita akan berubah sendiri menjadi lebih baik. Ia mesti terli-
bat dalam perutusan memperbaiki dunia, bukan malah lari menghindar

14 Gagasan Pendukung
mencari aman. Dalam situasi masyarakat yang sedang bangkit memu-
lihkan diri dari keterpurukan, sementara kerapuhan manusiawi masih
menggerogoti keluarga manusia dalam berbagai aspek kehidupan, bera-
nikah pengikut Kristus diutus menjadi pewarta kasih Tuhan? Dapatkah
ia menaruh kepercayaan kepada Tuhan sebagai sumber keselamatan?
Pemulihan seperti apa yang ingin Tuhan lakukan untuk umat-Nya yang
terluka? Siapakah Allah yang kepada-Nya umat menggantungkan hara-
pannya?

II
Mendalami Teks Kitab Suci

Dalam Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2023 ini, kita diajak
untuk mendalami tema tentang Allah sebagai sumber kasih dan kesela-
matan. Tema ini terinspirasi oleh dua kitab nabi-nabi kecil, yaitu Yunus
dan Yoel. Kedua kitab ini dengan tegas menyatakan: “Allah yang pengasih
dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (Yun. 4:2;
Yl. 2:13). Tema akan didalami dalam empat subtema dengan berpangkal
dari teks-teks pilihan dari kitab Yunus dan kitab Yoel.

II.I. Nabi Yunus


Kitab Yunus menceritakan seorang nabi yang bernama Yunus.
Menurut 2Raj. 14:25, Yunus adalah putera Amittai yang sekiranya hidup
di abad ke-8 SM saat Kerajaan Asyur mendominasi wilayah Timur Ten-
gah. Dalam Kitab Yunus, Tuhan mengutus sang nabi untuk mewartakan
pertobatan ke kota Niniwe, ibu kota Kerajaan Asyur. Padahal di masa itu,
orang-orang Asyur memusuhi bangsa Israel, bangsa dari Yunus sendiri.
Niniwe digambarkan sebagai kota yang penduduknya melakukan banyak
kejahatan (1:1).
Kitab Yunus lebih banyak bercerita tentang sang nabi daripada
pesan yang dibawa olehnya. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam
membaca kitab ini. Pertama, pribadi Yunus dan pergulatannya dalam
menanggapi panggilan Allah untuk menjadi nabi-Nya adalah pusat pesan
dari kitab ini. Kedua, kitab ini mengisahkan Yunus secara biografis dan
kurang mengangkat pesan yang dikhotbahkan atau diwartakannya. Se-
bagian kisah tampak seperti keajaiban dalam dongeng, misalnya: Yunus
tinggal di dalam perut ikan selama tiga hari dan sesudah itu dimuntah-
kan ke darat (1:17); sesampai di kota Niniwe, ia menyerukan pertobatan

Pendahuluan 15
hanya sehari dan semua orang yang tinggal di kota itu bertobat, padahal
untuk mengelilingi kota tersebut dibutuhkan tiga hari perjalanan (3:3-
4). Kejadian-kejadian yang sangat mengagumkan dan sangat singkat itu
ibarat pohon jarak yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam
satu malam pula (4:10).
Nama Yunus dalam bahasa Ibrani, yônâ, berarti “[burung] mer-
pati”. Dari Kitab Yunus sendiri terlihat bahwa Yunus adalah seorang
nasionalis (Israel) dan anti-asing. Katanya dengan tegas, “Aku seorang
Ibrani” (1:9). Secara implisit, kitab ini mengungkapkan bahwa Yunus
adalah seorang nabi yang berdedikasi, disiplin, dan berkemauan keras.
Akan tetapi ia juga dapat menjadi pemarah dan keras kepala, bahkan
melawan perintah Tuhan. Kitab Yunus merupakan cerita kenabian yang
mengundang para pembacanya untuk mengenal, bersama Yunus, Allah
Kebenaran: Allah sebagai Pencipta adalah Allah yang penuh rahmat; se-
bagai Allah yang benar Ia menggerakkan pertobatan, pengampunan dan
melepaskan hukuman, dan karena ini Ia adalah “Allah yang pengasih dan
penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (4:2).

II.II. Pertemuan-pertemuan
Nabi Yunus dan nabi Yoel diutus untuk mewartakan Tuhan Allah
yang sama bahwa Ia adalah Allah yang pengasih dan penyayang, yang
panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (Yun. 4:2; Yl. 2:13). Keduanya
mengajak umat beriman pada zaman mereka maupun zaman sekarang
untuk mengenal bahwa Tuhan Allah menjadi sumber kasih dan kesela-
matan mereka. Namun, dalam mewartakan Tuhan itu, kedua nabi terse-
but berkarya dalam konteks yang berbeda. Nabi Yunus lebih berfokus
pada pergulatannya sendiri dalam menjalani panggilan dan perutusan-
nya sebagai nabi, sedangkan nabi Yoel lebih melihat situasi umat beri-
man yang hendak membangun hidup dan bangsanya yang telah hancur.
Selama BKSN, kita akan mengadakan empat kali pertemuan
dalam setiap minggu untuk mendalami empat subtema tertentu sesuai
dengan perikop yang ditawarkan:

1. Kasih Allah menggerakkan Evangelisasi Diri (Yun. 1:1-17)


2. Kasih Allah Menggerakkan Pertobatan (Yun. 4:1-11)
3. Kasih Allah Menyelamatkan (Yl. 2:23-27)
4. Kasih Allah Mempersatukan (Yl. 2:28-32)

16 Gagasan Pendukung
Pada pertemuan pertama, kita akan mendalami subtema Kasih
Allah Menggerakkan Evangelisasi Diri. Dokumen Konsili Vatikan II men-
uliskan: “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang
zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita,
merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid
Kristus juga” (GS 1). Sebagai murid Kristus, kita tidak hanya mengalami
bersama semua orang, baik yang beriman maupun tidak, baik yang se-
iman maupun yang berbeda iman, situasi dunia baik yang menggembi-
rakan maupun yang menyusahkan, tetapi juga memiliki tanggung jawab
untuk memelihara kehidupan sebagaimana yang dikehendaki oleh Tu-
han. Secara khusus, kita dipanggil untuk mewartakan kabar suka cita In-
jil Tuhan.
Belajar dari nabi Yunus, menerima perutusan untuk menjadi
nabi-Nya itu tidak mudah. Kesulitan yang dialami oleh Yunus adalah
bahwa Ia memiliki pemikiran dan kemauan sendiri yang berseberangan
dengan kehendak dan kemauan Allah terhadap dirinya. Perikop Yun. 1:1-
17 mengajarkan bahwa meski sang nabi lari menjauh dari Tuhan dengan
menolak tugas yang diberikan kepadanya, Tuhan tetap dengan kasih
mencarinya terus menerus. Rupanya, bila Tuhan berkehendak, manu-
sia yang rapuh pun terus Ia cari, kasihi, dan mampukan untuk menjadi
alat-Nya. Allah yang penuh kasih inilah yang menggerakkan sang utusan
untuk menginjili dirinya sendiri dengan mengakui-Nya sebagai Tuhan di
tengah-tengah orang asing. Yunus menjadi gambaran umat beriman un-
tuk terlebih dahulu mengakui dan mengalami Allah yang mengasihinya
sebagai wujud evangelisasi diri sehingga kemudian ia sungguh mampu
mewartakan Allah yang mengasihi dan mengampuni.
Subtema yang akan kita dalami dalam pertemuan kedua adalah
Kasih Allah Menggerakkan Pertobatan. Pengalaman terpapar virus Co-
vid-19, juga pengalaman-pengalaman lain yang mendatangkan kepedihan
dan kematian, membuktikan bahwa manusia itu rapuh. Untuk memulih-
kan kehidupan yang telah terluka dan terpapar itu, dan karena kerapuhan
yang dimiliki oleh manusia, sebagaimana yang dikatakan dalam Doku-
men Humana Communitas, kita dituntut untuk berani bertobat. Perto-
batan tidak hanya dilakukan oleh para penguasa atau penentu kebijakan
hidup bersama dalam masyarakat dan negara, tetapi juga terutama oleh
pelaku pewarta pertobatan itu sendiri. Perikop Yun. 4:1-11 menceritakan
sang nabi yang bena-benar pergi mewartakan pertobatan. Pada saat yang
sama, ia menemukan alasan Allah mengutus dirinya, yaitu bahwa Allah

Pendahuluan 17
itu pengasih dan penyayang. Allah lebih memilih untuk mengampuni
daripada menghukum. Maka, lewat nabi-Nya Ia meminta orang-orang
berdosa, meski sebelumnya mereka tidak mengenal-Nya, untuk berto-
bat. Pertobatan ini membuahkan keselamatan; mereka tidak jadi dihu-
kum, tetapi diberkati.
Pada pertemuan ketiga, kita akan mendalami subtema tentang
Kasih Allah Menyelamatkan. Peristiwa yang dialami bangsa Yehuda pada
masa lalu mirip dengan pengalaman kita semua pada masa kini. Ketika
bangsa Yehuda kembali ke tanah leluhurnya, ternyata mereka menemu-
kan kehancuran dan kemiskinan. Begitupun, ketika orang-orang men-
coba kembali beraktivitas normal setelah sekian lama terpuruk karena
Covid, tidak sedikit mereka menemukan keadaan yang masih dalam
keterpurukan. Untuk umat beriman yang sedang dalam situasi tersebut,
kitab Yoel 2:23-27 meyakinkan bahwa Tuhan tidak tinggal diam. Kare-
na kasih-Nya, Ia akan memulihkan keadaan umat-Nya seperti sebelum
mereka dihancurkan, bahkan lebih. Hal-hal yang selama ini dihitung
rugi akan diganti dengan berkat yang sepadan. Itulah saat keselamatan
di mana Tuhan sungguh memihak untuk membela dan menyelematkan
umat-Nya.
Pertemuan keempat bertemakan Kasih Allah Mempersatukan.
Sebelumnya Paus Fransiskus dalam Fratelli Tutti telah mengingatkan kita
bahwa di tengah-tengah keegoisan kelompok, ideologi tertentu, suku
atau bangsa yang merenggangkan persaudaraan, dunia membutuhkan
‘berjalan bersama’ yang menyatukan. Perikop yang hendak kita bahas
dalam pertemuan keempat yakni Yl 2:28-32 menegaskan bahwa yang
menyatukan umat beriman adalah Allah karena kasih-Nya dalam wu-
jud Roh-Nya tinggal atas semua orang beriman. Allah menyatukan umat
beriman melalui Roh-Nya yang dicurahkan dalam diri semua orang dan
semua orang menerima Roh yang sama dari sumber pemberi yang sama.
Roh ini memampukan umat beriman untuk bernubuat dan mewartakan
firman Tuhan.

18 Gagasan Pendukung
Pertemuan Pertama

Kasih Allah Menggerakkan


Evangelisasi Diri
(Yun. 1:1-17)
“Aku takut akan Tuhan, Allah yang empunya langit,
yang telah menjadikan lautan dan daratan”
(Yun. 1:9)

Kata orang bijak, hidup itu seperti roda yang berputar. Dalam
kehidupan, terkadang ada badai, bahkan badai yang sangat dahsyat;
terkadang juga tenang dan sangat damai. Tentu, kita semua menginginkan
ketenangan, kedamaian, kestabilan dan kepastian. Itu yang kita harapkan
di masa-masa setelah pandemi ini. Yun. 1:1-17 menyoroti pergulatan nabi
Yunus saat menerima tugas dari Tuhan untuk mewartakan pertobatan
kepada orang-orang di Niniwe. Bagaimana mungkin Tuhan mengutusnya
kepada bangsa yang memusuhi umat-Nya sendiri? Padahal, orang yang
jahat meski dihukum! Demikian kira-kira yang ada dalam pikiran sang
nabi saat ia memberontak untuk menolak perutusan Tuhan. Dalam
perjalanan menjauh dari Tuhan itulah, badai menerjang kapal yang
ditumpangi oleh Yunus dan kapal hampir tenggelam.
Ternyata, pikiran Allah itu bukan pikiran manusia; jalan Allah
kadang berseberangan dengan keinginan manusia. Jalan-Nya adalah kasih
dan kasih ini mengutamakan pengampunan daripada penghukuman.
Dalam perutusannya, Yunus ditantang untuk mengakui Tuhan-nya,
Tuhan yang mengasihi dan mengampuni agar badai yang menerjang
kapal dapat menjadi reda dan penumpang menjadi selamat. Begitupun,
di tengah badai kehidupan, umat beriman diajak untuk mengevangelisasi
dirinya dengan mengakui Tuhan agar mengalami-Nya sebagai Allah yang
mengasihi dan mengampuni.

Pertemuan Pertama 19
I. Bacaan Yunus 1:1-17

¹Datanglah firman TUHAN kepada Yunus bin Amitai, demikian:


²“Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap
mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku.” ³Tetapi Yunus
bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia
pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat
ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk
berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan
TUHAN. ⁴Tetapi TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah
badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur. ⁵Awak
kapal menjadi takut, masing-masing berteriak-teriak kepada allahnya,
dan mereka membuang ke dalam laut segala muatan kapal itu untuk
meringankannya. Tetapi Yunus telah turun ke dalam ruang kapal yang
paling bawah dan berbaring di situ, lalu tertidur dengan nyenyak.
⁶Datanglah nakhoda mendapatkannya sambil berkata: “Bagaimana
mungkin engkau tidur begitu nyenyak? Bangunlah, berserulah kepada
Allahmu, barangkali Allah itu akan mengindahkan kita, sehingga kita
tidak binasa.” ⁷Lalu berkatalah mereka satu sama lain: “Marilah kita buang
undi, supaya kita mengetahui, karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka
ini.” Mereka membuang undi dan Yunuslah yang kena undi. ⁸Berkatalah
mereka kepadanya: “Beritahukan kepada kami, karena siapa kita ditimpa
oleh malapetaka ini. Apa pekerjaanmu dan dari mana engkau datang, apa
negerimu dan dari bangsa manakah engkau?” ⁹Sahutnya kepada mereka:
“Aku seorang Ibrani; aku takut akan TUHAN, Allah yang empunya langit,
yang telah menjadikan lautan dan daratan.” ¹⁰Orang-orang itu menjadi
sangat takut, lalu berkata kepadanya: “Apa yang telah kauperbuat?”
-- sebab orang-orang itu mengetahui, bahwa ia melarikan diri, jauh
dari hadapan TUHAN. Hal itu telah diberitahukannya kepada mereka.
¹¹Bertanyalah mereka: “Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi
reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora.”
¹²Sahutnya kepada mereka: “Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam
laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab
aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu.” ¹³Lalu
berdayunglah orang-orang itu dengan sekuat tenaga untuk membawa
kapal itu kembali ke darat, tetapi mereka tidak sanggup, sebab laut
semakin bergelora menyerang mereka. ¹⁴Lalu berserulah mereka kepada
TUHAN, katanya: “Ya TUHAN, janganlah kiranya Engkau biarkan kami

20 Gagasan Pendukung
binasa karena nyawa orang ini dan janganlah Engkau tanggungkan
kepada kami darah orang yang tidak bersalah, sebab Engkau, TUHAN,
telah berbuat seperti yang Kaukehendaki.” ¹⁵Kemudian mereka
mengangkat Yunus, lalu mencampakkannya ke dalam laut, dan laut
berhenti mengamuk. ¹⁶Orang-orang itu menjadi sangat takut kepada
TUHAN, lalu mempersembahkan korban sembelihan bagi TUHAN serta
mengikrarkan nazar. ¹⁷Maka atas penentuan TUHAN datanglah seekor
ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan
itu tiga hari tiga malam lamanya.

II. Penafsiran Bacaan

II.I. Pengantar
Yun 1:1-17 menceritakan awal perjalanan Yunus sebagai seorang
nabi. Ia diutus oleh Tuhan untuk pergi ke kota Niniwe dan menyerukan
pertobatan bagi penduduk kota tersebut. Akan tetapi, ia menolak
perutusan itu dengan menjauh dari Tuhan dan dari tempat ke mana
seharusnya ia diutus (1:1-3). Dalam rangka menjauh itu, Yunus pergi
dengan naik kapal (1:4-14), ia dibuang ke laut (1:15-16), dan ia ditelan
seekor ikan besar dan berada di dalam perutnya (1:17–2:10).
Untuk memahami cerita dalam Yun 1:1-17, baiklah kita memahami
nama kota-kota yang disebut dalam perikop ini, yaitu Yerusalem, Niniwe,
dan Tarsis.
• Yerusalem. Yunus diutus oleh Tuhan ke tanah asing. Meski tidak
disebut dalam Yun 1:1-17, dapat dipastikan bahwa ketika diutus
untuk pertama kalinya, Yunus berada di Yerusalem. Yerusalem
merupakan kota tanah air dari orang-orang Ibrani yang takut akan
Tuhan (1:9). Dari Yerusalem, Yunus turun ke Yafo (sekarang Tel
Aviv) di pantai Laut Tengah. Sejak sekitar tahun 480 SM, terdapat
kapal laut yang berangkat dari pelabuhan Yafo ke arah Spanyol.
• Niniwe. Sekitar abad ke-8 SM, di zaman kerajaan Asyur, Niniwe
merupakan kota terbesar di dunia. Luasnya diperkirakan 500
hektar, “tiga hari perjalanan” (Yun. 3:2) bila dikelilingi. Sedangkan
kota Yerusalem saat itu hanya sekitar 20 hektar. Kota Niniwe
berjarak sekitar 1120 km dari Yerusalem ke arah timur-utara.
Untuk pergi ke sana dari arah Yerusalem, orang mesti melewati
bukit-bukit dan padang pasir. Tuhan mengutus Yunus, dari sebuah
kota kecil Yerusalem, untuk pergi ke kota yang besar itu, sebuah

Pertemuan Pertama 21
ibu kota dari sebuah kerajaan yang untuk pertama kalinya dalam
sejarah menyatukan semua kerajaan beradab dari Mesir hingga
Arabia, Teluk Persia, dan Armenia.
• Tarsis. Kemungkinan kota Tarsis terletak di ujung selatan-
barat dari Yerusalem, di pesisir Spanyol sekarang. Jaraknya dari
Yerusalem sekitar 5300 km. Jadi, Tarsis adalah tempat paling jauh
yang berseberangan dengan Niniwe, tempat Yunus diutus untuk
pergi. Nama Tarsis bisa berarti “peleburan logam”. Di kota itu
para pedagang menukarkan “perak, besi, timah putih, dan timah
hitam” (Yeh. 27:12). Menurut Yes. 66:19, Tarsis adalah kota di mana
penduduknya belum pernah mendengar tentang Allah Israel,
Allah-nya Yunus.

Cerita dalam Yun 1:1-17 terjadi dalam dua adegan. Adegan pertama
(1:1-3) mengetengahkan Tuhan dan Yunus; sedangkan tempat terjadinya
cerita adalah di jalan menuju Yafo. Adegan kedua (1:14-16) menampilkan
tokoh-tokoh: Tuhan, Yunus, awak kapal, dan nakhoda; cerita terjadi di
dalam kapal di atas laut.

II.II. Pendalaman Bacaan


Diutus dan Melarikan Diri (ay. 1-3)
Pernyataan dalam Yun. 1:1, “Datanglah firman Tuhan kepada
Yunus”, menegaskan bahwa Yunus adalah seorang nabi. Gambaran Yunus
sebagai nabi dapat ditelusuri dari arti namanya dan nama orang tuanya
(“bin Amitai”, lih. 2Raj. 14:25). Kata Ibrani yônâ berarti “burung merpati”.
Dalam Kitab Suci, burung merpati mempunyai karakter: mencari tempat
yang aman di atas gunung (Yeh. 7:16; Mzm. 55:6-8) dan mengaduh (Nah.
2:8; Yes. 38:14; 59:11). Di lain pihak, Yunus adalah “bin Amitai”, yang
artinya “putera kebenaranku”.
Tuhan memberi perintah kepada Yunus: “Bangunlah, pergilah
ke Niniwe… berserulah” (Yun 1:2). Inilah misi yang mesti Yunus lakukan.
Yunus tidak hanya diminta untuk pergi dan menyampaikan firman Tuhan
seperti para nabi lainnya, namun ia mesti melakukan perutusan itu di
Niniwe, kota musuh dari bangsanya sendiri. Di sana, ia diperintah untuk
mewartakan pertobatan: “berserulah… karena kejahatannya sampai
kepada-Ku”.

22 Gagasan Pendukung
Terjadi ironi antara perintah Tuhan “bangunlah, pergilah” dan
jawaban Yunus “bersiap untuk melarikan diri” (Yun 1:3). Bukannya ke
Niniwe, Yunus malah pergi ke arah yang bersebrangan, yaitu ke Tarsis.
Dengan melarikan diri ke Tarsis, Yunus menjauhkan diri, mungkin secara
rohani dan fisik, dari Tuhan dan dari Niniwe.
Alasan Yunus melarikan diri tidak diceritakan secara jelas.
Ketika Tuhan menyebut kejahatan manusia dan manusia tidak mau
bertobat, maka salah satu yang ada dalam benak orang beriman saat
itu adalah bahwa Tuhan akan membalas kejahatan dengan hukuman
sehingga terjadilah keadilan. Dapat terjadi bahwa Yunus lari ke arah yang
berseberangan dengan arah perutusannya karena ia tidak ingin menjadi
alat dari kemurkaan Allah yang akan menghukum kota pendosa; seakan
ia tidak mau terlibat dalam rencana Tuhan untuk mengadili kota yang
menguasai dunia pada waktu itu. Dalam kitab nabi-nabi lain, Kerajaan
Asyur dengan Niniwe sebagai ibu kotanya dikenal sebagai bangsa yang
menindas Israel (lih. Yes. 9:3; 14:25) dan yang penuh dengan kejahatan
dan dursila (lih. Nah. 1:11; 2:1; 3:19), serta pertengkaran dan perampasan
(lih. Nah. 3:1).
Di ayat 3, terdapat kata dalam Bahasa Ibrani yrd (“turun”) yang
menggambarkan bagaimana Yunus melarikan diri: Yunus “pergi (turun)
ke Yafo... naik (turun ke) kapal”. Kata ini ditemukan lagi dalam 1:5,
“Yunus telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah… lalu tidur
dengan nyenyak”. Semestinya, nabi yang benar itu selalu siap melayani
Tuhan (lih. 1Raj. 17:1), akan tetapi Yunus melarikan diri dengan mencari
tempat yang aman untuk bersembunyi. Dalam mencari kenyamanan,
bila burung merpati cenderung mencari tempat di ketinggian, sebaliknya
Yunus mencari tempat yang paling bawah, dalam ruang kapal yang paling
bawah (1:5), bahkan di dalam perut ikan di dalam laut (1:17).

Badai dan Mencari Kenyamanan (ay. 4-6)


Setelah Yunus naik kapal, “Tuhan menurunkan badai-angin ribut”.
Jelas bahwa Tuhan sendiri ada di balik datangnya angin ribut. Akan tetapi,
mengapa Tuhan menurunkan angin badai? Jawaban atas pertanyaan ini
tidak ditemukan dalam ay.4-6. Kedua ayat ini menggambarkan, bahwa
ketika badai besar mengguncang kapal, sikap yang berbeda ditunjukkan
oleh orang-orang yang ada di dalamnya, tepatnya antara Yunus dan para
awak kapal.

Pertemuan Pertama 23
Perbedaan yang mencolok antara tindakan para awak kapal dan
Yunus disebut dalam ay. 5: sementara awak kapal takut, berseru kepada
allah dengan doa, dan berusaha menyelamatkan kapal dengan membuang
isi muatan, sebaliknya Yunus mencari ketenangan dan kenyamanan
dengan tidur “dalam ruang kapal yang paling bawah”. Ungkapan “ruang
yang paling bawah”, dalam konteks yang berbeda, menggambarkan
bagian yang paling ekstrem atau mendalam dari sebuah wilayah (Hak.
19:1,18; 2Raj. 19:23; Yes. 37:24), gua (1Sam. 24:4), rumah (Am. 6:10), liang
kubur (Yes. 14:15; Yeh. 32:23), atau bumi (Yer. 6:22; 25:32; 31:8; 50:41).
Dalam Yes 14:15, tempat paling dalam di liang kubur sejajar dengan “dunia
orang mati” (Ibrani: she’ol). “Dunia orang mati”, di satu sisi dapat menjadi
metafora akan keadaan yang begitu dekat dengan kematian (Yun. 2:2), di
lain sisi menjadi gambaran akan sebuah tempat di mana seseorang tidak
dapat melarikan diri lagi (lih. Mzm. 89:48; Am. 9:2).
Melihat Yunus terlelap tidur, nakhoda kapal membangunkannya:
“Bangunlah, berserulah kepada Allahmu” (Yun. 1:6). Kata perintah:
“bangunlah” mengingatkan pada perintah Tuhan di awal perutusan sang
nabi: “Bangunlah, pergilah ke Niniwe.” Dengan mengatakan “Allahmu”,
nampaknya sang nakhoda tak mengenal Allah-nya Yunus, jadi bukan
orang Ibrani. Akan tetapi dalam keadaan yang genting di mana kapal
hampir karam, ia-lah yang terlebih dahulu mengambil inisiatif, tidak
hanya untuk menyelamatkan kapal dan penumpangnya, namun terutama
memanggil Yang Ilahi. Sementara sang nabi malah seperti orang yang
tidak memiliki harapan lagi untuk hidup, tidak peduli dengan situasi
yang menerpa, apalagi berdoa kepada Tuhan untuk menyelamatkan.
Nampaknya, sang nakhoda lebih beriman ketimbang Yunus.

Nabi yang Takut Akan Tuhan (ay.7-14)


Kita tidak tahu apakah Yunus berseru kepada Tuhan sebagaimana
yang diminta oleh nakhoda kapal. Kelihatannya ia tidak melakukan
apa-apa. Keadaan ini mendorong para awak kapal untuk mengusulkan:
“Marilah kita buang undi, supaya kita mengetahui, karena siapa kita
ditimpa oleh malapetaka ini” (Yun. 1:7a). Sementara Yunus diam terlelap,
para awak kapal ingin mengetahui penyebab angin badai. Mereka sudah
membuang semua barang dan kapal sudah kosong, akan tetapi mereka
tidak tahu penyebab badai. Dalam Perjanjian Lama, istilah “membuang
undi” digunakan dalam konteks yang berbeda dan dengan tujuan yang
berbeda-beda pula, tetapi selalu berhubungan dengan Allah. Pada

24 Gagasan Pendukung
umumnya, “membuang undi” mengandung arti meminta kepada Tuhan
untuk menyelesaikan pertengkaran dan perselisihan yang sedang terjadi.
“Tuhan telah memerintahkan tuanku untuk memberikan tanah itu kepada
orang Israel sebagai milik pusaka dengan membuang undi” (Bil. 36:2); “Undi
dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada Tuhan”
(Ams. 16:33); “Undian mengakhiri pertengkaran, dan menyelesaikan persoalan
antara orang-orang berkuasa” (Ams. 18:18).

Menurut kebiasaan, hanya orang-orang Israel yang membuang


undi, bukan orang asing. Para awak kapal yang adalah orang-orang
asing memberikan pelajaran bagi Yunus bagaimana meminta nasihat
kepada Yang Ilahi. Sementara Yunus sedang menikmati kediaman di
persembunyiannya, para awak kapal sibuk “membuang undi dan Yunuslah
yang kena undi”. Dari sudut pandang para awak kapal, undi menunjukkan
bahwa Yunuslah yang bersalah dan berdosa. Karena itu mereka langsung
bertanya untuk mengetahui segala sesuatu: “Beritahukan kepada kami,
karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini…?” (Yun. 1:8).
Dalam situasi seperti itu, Yunus tidak bisa lagi melarikan diri.
Untuk pertama kalinya ia membuka mulutnya dan mengaku: “Aku se-
orang Ibrani; aku takut akan Tuhan” (ay. 9). Ada tiga hal yang mesti
diperhatikan dalam pengakuan Yunus tersebut. Pertama, ia tidak
menyebut diri sebagai “seorang Israel”, tetapi “seorang Ibrani” – sebuah
definisi sosiologis yang biasanya digunakan oleh orang-orang asing bila
berhadapan dengan orang-orang Israel (lih. Kej. 39:14, 17; 41:12; 1Sam.
4:6,9; 13:19; 14:11; 29:3). Dengan kata lain, dengan memperkenalkan diri
sebagai “seorang Ibrani”, Yunus menegaskan bahwa para awak kapal
adalah orang asing baginya.
Kedua, pernyataan “aku takut akan Tuhan” memiliki arti yang
meliputi aspek psikologis maupun religius. Takut dalam arti taat –
seperti: “hambamu itu takut akan Tuhan” (2Raj. 4:1) – lebih merupakan
pengetahuan akan tanggung jawab seseorang atas keadaannya yang sulit
karena ia berada di bawah hukuman Tuhan. Dalam pemahaman ini, bagi
Yunus angin badai jelas merupakan tindakan Tuhan yang diarahkan
kepadanya.
Ketiga, dalam arti apa awak kapal memahami perkataan Yu-
nus: “aku takut akan TUHAN, Allah yang empunya langit, yang telah
menjadikan lautan dan daratan?” Yunus mengakui Allah-nya sebagai
Pencipta, Penguasa dari segala ciptaan-Nya. Allah menciptakan tiga

Pertemuan Pertama 25
komponen dalam alam semesta sebagaimana tertulis dalam Kel. 20:11,
“Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut
dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh.” Inti dari pertanyaan
awak kapal dijawab oleh Yunus dengan menekankan kekuasaan Allah
sebagai pencipta alam.
Dari “takut”-nya Yunus bergeser ke “takut”-nya para awak kapal:
Mereka “menjadi sangat takut” (Yun. 1:10a). Takutnya mereka berhubungan
dengan pernyataan tentang Tuhan yang baru saja dikatakan oleh Yunus.
Dari apa yang dikatakan Yunus tersebut, mereka tahu bahwa Yunus
“melarikan diri, jauh dari hadapan TUHAN” (ay. 10c). Inilah penyebab
badai! Dalam hal ini, ketakutan Yunus adalah takut akan Tuhan, bukan
takut karena badai, jadi ia sedang pergi menjauh dari Allahnya.
Allahnya Yunus adalah Penguasa laut, dan Yunus sedang
bertengkar dengan-Nya. Karena itu, ketika para awak kapal menanyakan
apa yang harus mereka buat sehubungan dengan Yunus supaya laut tidak
mengamuk lagi, sang nabi meminta mereka supaya membuangnya ke
laut (ay. 11-12). Permintaan Yunus ini menandakan perubahan dalam
kesadarannya: sekarang ia siap menerima pengadilan Tuhan karena
ketidaktaatannya dan ingin membayarnya dengan hidupnya. Namun
yang masih menjadi pertanyaan adalah: Apakah kesiapannya untuk
menjadi korban ini karena ingin menyelamatkan hidup para awak kapal
atau karena ia ingin mati? Besar kemungkinan bahwa bagi Yunus bisa
dikatakan demikian: Lebih baik mati daripada masuk dalam rencana
Allah untuk mempertobatkan Niniwe!
Sebelum para awak kapal membuang Yunus ke laut, mereka
masih berusaha “dengan sekuat tenaga untuk membawa kapal itu kembali
ke darat, tetapi mereka tidak sanggup” (ay. 13). Mereka lebih memikirkan
keselamatan bersama ketimbang segera menyingkirkan orang yang
dianggap sebagai penyebab badai. Kegagalan mereka untuk sampai
ke darat mendorong mereka untuk berseru kepada Tuhan, Allahnya
Yunus (ay. 14). Di sini ditemukan lagi hal yang kontras: sementara nabi
menolak untuk berdialog dengan Allahnya, para awak kapal yang tidak
mengenal Tuhan memohon kepada-Nya, bahkan mereka menyerukan
nama Tuhan. Dalam permohonan mereka, para awak kapal menyerahkan
diri pada kehendak Tuhan (“sebab Engkau, Tuhan, telah berbuat seperti
yang Engkau kehendaki”) dan menjelaskan ketakutan mereka akan dosa
(“janganlah kiranya Engkau biarkan kami binasa karena nyawa orang
ini dan janganlah Engkau tanggungkan kepada kami darah orang yang

26 Gagasan Pendukung
tidak bersalah”). Sekali lagi, sementara sang nabi melarikan diri untuk
menghindari kehendak Tuhan atas dirinya, para awak kapal malah
mencari kehendak-Nya dan keselamatan dari-Nya.

Badai Reda (ay.15-17)


Setelah menyerukan permohonan kepada Tuhan, para awak
kapal melaksanakan permintaan Yunus untuk membuangnya ke laut (ay.
15), dan di laut Yunus ditelan ikan besar (ay. 17). Setelah Yunus dibuang,
laut menjadi reda. Nampaknya, supaya kapal aman dan laut tenang,
tidak cukup barang-barang muatan yang dibuang, tetapi ‘sumber dosa’
yang ada di kapal itulah yang pertama-tama dibuang. Peranan para awak
kapal aktif, yaitu berdoa dan membuang, sementara peranan Yunus
pasif dengan penuh kesadaran membiarkan diri dibuang. Laut berhenti
mengamuk adalah jawaban Tuhan. Sampai di sini, muncul pertanyaan:
Siapakah sebenarnya yang menjadi alat Allah? Yunus seorang nabi Allah
atau para awak kapal yang baru saja mengenal Tuhan?
Setelah laut tenang, reaksi para awak kapal adalah “sangat takut
kepada Tuhan, lalu mempersembahkan korban sembelihan bagi Tuhan
serta mengikrarkan nazar” (ay. 16). Menghadapi bahaya angin ribut,
dikatakan bahwa mereka [hanya] “takut” (ay. 5). Akan tetapi ketika
berhadapan dengan Tuhan, mereka “sangat takut” (ay. 10, 16). Tuhan lebih
membuat takut ketimbang bahaya yang mengancam kehidupan.
Di hadapan Yang Ilahi, rangkaian tindakan para awak kapal
sangat menarik untuk diperhatikan: dari berteriak kepada allah mereka
(ay. 5a) dan membuang undi (ay. 7), lalu berseru kepada Tuhan (ay. 14),
mempersembahkan korban dan mengikrarkan nazar kepada-Nya (ay. 16).
Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa para awak kapal mengenal
Tuhan karena pengakuan Yunus; atau pengakuan Yunus akan Tuhan
membuat awak kapal mengenal-Nya (ay. 9). Para awak kapal mengenal
Allah dan bertobat karena pengakuan sang nabi yang kenyataannya
sedang menjauhi Allah.

III. Pesan dan Penerapan

Cerita badai yang mengamuk kapal yang ditumpangi oleh


Yunus mengingatkan kita akan sebuah peristiwa dalam Injil ketika
angin badai mengamuk dan menerjang kapal yang ditumpangi oleh
Yesus dan para murid-Nya di atas danau (lih. Mat 8:23-27; Mrk 4:35-41;

Pertemuan Pertama 27
Luk 8:22-25). Ketika badai mengamuk dan membuat kapal terombang-
ambing hampir terguling, apa yang terjadi dengan para penumpangnya
dan apa yang dilakukan oleh mereka? Baik Yun 1 maupun Mat 8:23-27;
par. menceritakan bahwa yang di dalam kapal adalah para awak kapal/
para murid yang sedang ketakutan dan Yunus/Yesus yang sedang tidur
di ‘dalam ruang yang paling bawah’ atau di buritan. Baik para awal kapal
maupun para murid berseru kepada Allah Tuhan mereka supaya mereka
diselamatkan. Akan tetapi, sementara para awak kapal berseru kepada
Yang Ilahi Allah mereka, para murid berseru kepada Tuhan Yesus.
Masih dalam perbandingan antara Yun. 1 dan Mat. 8:23-27; par.,
bila awak kapal membangunkan Yunus agar ia segera berseru kepada
Tuhan supaya badai tenang, para murid membangunkan Yesus dengan
berkata: “Tuhan, tolonglah, kami binasa” (Mat. 8:25). Perbandingan
ini bukan mau mengatakan bahwa Yunus disamakan dengan Yesus,
melainkan untuk mengoreksi bahwa yang semestinya dilakukan oleh
Yunus adalah berseru kepada Tuhan, bukannya melanjutkan tidurnya.
Selanjutnya, tidak diceritakan bahwa Yunus benar-benar berseru kepada
Tuhan; ia hanya membuat pengakuan: “aku takut akan Tuhan” (Yun
1:9). Kedua kisah juga menggarisbawahi bahwa badai diam dan laut
kembali tenang karena tindakan Tuhan Allah. Hanya bedanya, Tuhan
menenangkan badai sebagai jawaban-Nya atas dibuangnya Yunus dari
kapal, atau sebagai jawaban-Nya atas permohonan para murid. Kedua
kisah ditutup dengan reaksi para awak kapal atau para murid; sementara
para awak kapal memercayai Tuhan dan menyembah-Nya, para murid
menanyakan tentang siapa Yesus yang telah menenangkan badai itu.
Penjelasan di atas memberi insiprasi bahwa yang dapat dilakukan
oleh orang beriman saat badai krisis kehidupan menerpa dirinya adalah
berseru kepada Tuhan, takut akan Tuhan, membuang ‘beban-beban dosa’
untuk meringankan kapal kehidupan, dan memercayai keterlibatan dan
kuasa Tuhan. Tuhan berkuasa atas daratan dan lautan; Ia juga berkuasa
untuk mengubah badai menjadi tenang.
Di tengah badai krisis, Yunus sungguh ditantang untuk dapat
takluk kepada kehendak Tuhan. Para awak kapal mengingatkan dan
mengajaknya untuk berseru kepada Tuhan agar mereka semua selamat.
Inilah tindakan evangelisasi. Seorang nabi pun mesti terus menerus
diingatkan untuk melakukan perannya secara benar. Meskipun kita
terkadang berada dalam situasi badai – mengalami masalah penyakit,
ekonomi, ketidakadilan, diskriminasi, dll – kita semua dipanggil untuk

28 Gagasan Pendukung
menjadi nabi, bukan hanya duduk dalam keterpurukan meratapi nasib
tanpa harapan. Bahkan, berusaha untuk keluar dari keterpurukan,
itupun sudah berjalan sebagai nabi. Di satu sisi, kita diutus mewartakan
kebenaran firman Tuhan, di lain sisi kita membuka telinga, pikiran, hati,
dan kehendak untuk terus menerus diperbarui dan diingatkan oleh
Tuhan melalui firman-Nya dan sesama agar kita dapat berperan secara
benar sebagai nabi-nabi Allah yang pengasih dan penyayang.
Evangelisasi diri mesti terus menerus dilakukan agar kita
semakin menjadi nabi yang benar yang memiliki suara hati dari Tuhan
sendiri dan bukan nabi palsu. Tuhan Allah yang pengasih dan penyayang
ini ditemukan dalam kehendak-Nya yang mengutus Yunus sebagai nabi
untuk mempertobatkan orang-orang berdosa di Niniwe. Meski penduduk
kota itu jahat, namun Tuhan tidak mau begitu saja menghukum mereka.
Tuhan mengedepankan pengampunan. Benar bahwa “Allah adalah
kasih” (1Yoh. 4:16). Allah yang pengasih dan penyayang seperti inilah
yang dalam evangelisasi diri hendaknya mengisi suara hati dan tindakan
umat beriman di zaman ini. Sebagai nabi, kita menghidupi dua hal, yaitu
pertama kasih Allah dan kedua menjadi nabi kasih-Nya itu.

IV. Pertanyaan Pendalaman

1. Seberapa sering kita ingat akan Tuhan dan berseru kepada-Nya?


2. Apakah kita sudah cukup rendah hati dan terbuka disapa oleh
Tuhan melalu firman dan sesama demi menjadi orang katolik
yang benar?
3. Yunus menjadi penyebab badai yang mengancam keselamatan
kapal. Setelah ia dibuang ke laut, badai menjadi reda. Apa wujud
atau bentuk dari ‘sumber-sumber dosa’ yang menyebabkan badai
krisis dalam diri, keluarga, masyarakat, atau bangsa kita? Apakah
kita berani untuk ikut membuangnya? Atau apakah kita masih
takut untuk terlibat dan malah bersembunyi mencari kenyamanan?
4. Allah adalah pengasih dan penyayang. Seberapa jauh kita
menampilkan diri sebagai nabi Allah yang pengasih dalam pelbagai
macam bentuk kehidupan dan kegiatan kita?

Pertemuan Pertama 29
Pertemuan Kedua

Kasih Allah Menggerakkan Pertobatan


(Yun. 4:1-11)
“Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang,
yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia”
(Yun. 4:2)

Manusia itu rapuh! Dunia yang semakin menanggung beban


polusi, persahabatan pudar, fanatisme ideologi atau kelompok yang
memecah persatuan keluarga manusia merupakan akibat dari kerapuhan
manusia itu sendiri. Bagaimana seseorang dapat memulihkan dirinya,
keluarganya, Gerejanya, negaranya, jika ia sendiri masih penuh dengan
kerapuhan? Dokumen Humana Communitas menegaskan bahwa untuk
memulihkan kondisi hidup yang telah terluka itu dibutuhkan keberanian
untuk bertobat.
Kisah nabi Yunus dalam Kitab Yunus bab 4 bertemakan per-
tobatan. Pertobatan pertama-tama dituntut dari sang nabi sendiri yang
diutus oleh Tuhan untuk mewartakan pertobatan. Masalahnya bukan
pada kejahatannya, tetapi pada keyakinannya yang tidak setuju dengan
sifat Allah yang penuh kasih rela mengampuni pendosa yang bertobat.
Sebagai nabi, Yunus sungguh berjuang mengubah arah keyakinan dan
pendapatnya dari Allah yang semestinya menghukum orang berdosa ke
Allah yang pengasih dan penyayang, sehingga ia rela dengan sepenuh
hati menjadi pembawa pengampunan. Kasih Allah itu begitu luas dan
universal, tidak eksklusif hanya untuk kelompok tertentu, tetapi juga
untuk semua saja yang rapuh; dan Ia dengan senang hati mengampuni
mereka yang berdosa karena kerapuhannya bila mereka bertobat. Pada
akhirnya, Tuhan memberikan keselamatan, bukan hukuman yang
membuat manusia semakin sengsara.

30 Gagasan Pendukung
I. Bacaan Yunus 4:1-11

¹Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati Yunus, lalu marahlah ia.
²Dan berdoalah ia kepada TUHAN, katanya: “Ya TUHAN, bukankah telah
kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku
dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah
yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih
setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-
Nya. ³Jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih
baik aku mati dari pada hidup.” ⁴Tetapi firman TUHAN: “Layakkah
engkau marah?” ⁵Yunus telah keluar meninggalkan kota itu dan tinggal
di sebelah timurnya. Ia mendirikan di situ sebuah pondok dan ia duduk
di bawah naungannya menantikan apa yang akan terjadi atas kota itu.
⁶Lalu atas penentuan TUHAN Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak
melampaui kepala Yunus untuk menaunginya, agar ia terhibur dari pada
kekesalan hatinya. Yunus sangat bersukacita karena pohon jarak itu.
⁷Tetapi keesokan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah
datanglah seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu.
⁸Segera sesudah matahari terbit, maka atas penentuan Allah bertiuplah
angin timur yang panas terik, sehingga sinar matahari menyakiti kepala
Yunus, lalu rebahlah ia lesu dan berharap supaya mati, katanya: “Lebih
baiklah aku mati dari pada hidup.” ⁹Tetapi berfirmanlah Allah kepada
Yunus: “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” Jawabnya:
“Selayaknyalah aku marah sampai mati.” ¹⁰Lalu Allah berfirman: “Engkau
sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikit pun engkau tidak
berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam
satu malam dan binasa dalam satu malam pula. ¹¹Bagaimana tidak Aku
akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih
dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan
tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?”

II. Penafsiran Bacaan

II.I. Pengantar
Bila Yun. 1:1-17 menjadi bagian kesatuan dari cerita bab 1–2,
perikop 4:1-11 merupakan bagian dari cerita bab 3–4. Setelah Yunus
dimuntahkan oleh seekor ikan besar ke daratan, Tuhan memerintahkan
kepadanya untuk kedua kalinya, perintah seperti dalam perutusan

Pertemuan Kedua 31
pertama ketika ia menolak dengan melarikan diri: “Bangunlah, pergilah
ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan
yang Kufirmankan kepadamu” (3:2; lih. 1:2). Akan tetapi terdapat juga
perbedaan antara perintah pertama dan kedua ini, tepatnya mengenai
alasan mengapa Yunus harus pergi ke Niniwe. Alasan pada perintah
pertama adalah “karena kejahatannya [penduduk kota Niniwe] telah
sampai kepada-Ku” (1:2), pada perintah kedua berbunyi: “sampaikanlah
kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu” (3:2). Penekanan
perintah kedua ini adalah kewajiban untuk mematuhi perintah Tuhan,
dari pihak Yunus, karena perintah tersebut merupakan firman Allah.
Seorang nabi semestinya melakukan persis seperti yang diperintahkan
oleh Tuhan dan berjalan sesuai dengan firman-Nya.
Tanggapan yang diberikan oleh Yunus ketika menerima dua
perintah Tuhan itu berbeda. Di perintah pertama, ia melarikan diri. Di
perintah kedua, ia tunduk/taat dengan pergi ke Niniwe. Di perintah yang
kedua ini, nampak nyata kasih Tuhan sebab Ia tetap bersikeras memanggil
Yunus sebagai nabi-Nya meskipun sebelumnya Yunus pernah tidak taat
dan malah melarikan diri. Isi firman Tuhan yang disampaikan oleh Yunus
kepada orang-orang Niniwe adalah: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe
akan ditunggangbalikkan” (3:4). Kata “ditunggangbalikkan” pernah
disebut dalam Kej. 19:21, 25, 29 untuk menggambarkan kehancuran
Sodom dan Gomora. Akan tetapi bila Sodom dan Gomora benar-benar
ditunggangbalikkan, Niniwe tetap aman karena orang-orang Niniwe
bertobat dan “percaya kepada Allah” (Yun. 3:5).
Yun. 4:1-11 lebih bercerita tentang pergulatan sang nabi sendiri
setelah mewartakan pertobatan daripada tentang pertobatan orang-
orang Niniwe. Bila di atas kapal, sikap Yunus yang ‘memberontak’
diperlawankan dengan sikap awak kapal yang ‘taat’ (Yun. 1); di Niniwe
sementara orang-orang Niniwe bertobat (Yun. 3), Yunus memberontak
untuk kedua kalinya (Yun. 4). Meskipun sang nabi menaati perintah
Tuhan, belum tentu itu dilakukannya dengan sepenuh hati. Di sinilah
pergulatan Yunus. Bila di atas kapal ia lebih memilih untuk dibuang ke
laut daripada berseru kepada Allah (1:12), setelah Niniwe diampuni, ia
memilih untuk mati daripada mengenal kebenaran Tuhan (4:3). Juga,
sebagaimana awalnya ia menghindar untuk pergi ke Niniwe (1:3), setelah
membuat orang-orang Niniwe bertobat, ia menolak untuk meninggalkan
Niniwe dan kembali ke negerinya (4:5). Ia tetap tinggal di sebelah timur
kota Niniwe dan mencoba untuk membuktikan kepada Allah bahwa

32 Gagasan Pendukung
dirinya benar. Apa yang sebenarnya membuat Yunus menolak untuk
mewartakan pertobatan (Yun. 1) dan seakan terpaksa melakukannya
(Yun. 4)?

II.II. Pendalaman Bacaan


Allah Pengasih dan Kekesalan Yunus (ay. 1-4)
Kisah dalam Yun. 4 dibuka dengan pemberitahuan tentang si-
tuasi hati Yunus, bahwa ia sangat kesal dan marah (4:1). Dalam Bahasa
Ibrani, kata “kesal-mengesalkan” menggunakan kata ra˓ah, kata yang juga
digunakan dalam 1:2 untuk menggambarkan “kejahatan” orang-orang
Niniwe. Bisa jadi, saat Yunus melarikan diri dari perutusan pertama (1:2-
3), ia sudah menyimpan kekesalan ini. Juga, ketika ia kemudian berangkat
ke Niniwe untuk mewartakan pertobatan, hatinya masih kesal. Apa yang
membuat sang nabi menjadi sangat kesal?
Sebelum membicarakan kekesalan Yunus dalam 4:1, perikop
membicarakan tentang Allah yang membatalkan murka-Nya terhadap
oang-orang Niniwe karena mereka bertobat (3:9-10). Selanjutnya, Yunus
menjelaskan mengapa ia melarikan diri:
“Ya Tuhan, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku?
Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu,
bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar
dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang
hendak didatangkan-Nya” (4:2).

Alasan Yunus menjadi kesal karena melihat apa yang dilakukan


Tuhan Allah: Ia berbelas kasih dan tidak jadi menghukum! Doa Yunus
dalam 4:2 mendengungkan kembali Kel. 34:6, yang juga diulangi
dalam Kitab Yoel 2:13: “Tuhan, Tuhan, Allah penyayang dan pengasih,
panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya”. Di sini ditemukan
hal yang ironis lagi: sementara raja Niniwe mencintai kehidupan dan
mengharapkan bahwa Allah berbelaskasihan dengan mengampuni
dosa-dosanya dan dosa rakyatnya (Yun. 3:9), Yunus malah marah dan
kesal karena mengetahui bahwa Allah itu pengasih dan penyayang (4:2).
Baginya, Allah itu semestinya bersikap adil, yaitu memberikan ganjaran
setimpal kepada penduduk Niniwe dengan menghukum mereka karena
mereka jahat, bukannya mengampuni.

Pertemuan Kedua 33
Kekesalan Yunus ditumpahkan dengan meminta Tuhan untuk
mencabut nyawanya. “Lebih baik mati daripada hidup”, ungkapnya (4:3).
Sebelum Yunus, juga pernah dikisahkan seorang nabi yang menginginkan
untuk mati dalam rangka menjalankan perutusan dari Tuhan, namanya
Elia. Setelah mengalahkan para nabi Baal di gunung Karmel, Elia diancam
oleh Ahab, raja Israel, untuk dibunuh. Saat ia melarikan diri dari bahaya
itu, ia meminta Tuhan untuk mengambil nyawanya karena merasa gagal
(1Raj. 19:4). Terdapat persamaan dan perbedaan antara Elia dan Yunus.
Bila Elia ingin mati karena merasa misinya tidak berhasil, sebaliknya
Yunus ingin mati karena justru misinya berhasil!
Nampaknya, pengampunan yang diberikan kepada kota Niniwe
yang jahat merusak keyakinan Yunus. Ia lebih menginginkan keadilan dan
menolak berdamai dengan cara Tuhan yang mengasihi dan mengampuni.
Saat di atas kapal, Yunus memilih mati daripada tunduk pada kehendak
Tuhan yang mengutusnya (Yun. 1), sekarang pun ia kembali meminta
untuk mati karena tidak senang dengan sikap Tuhan yang berbelas kasih.
Menanggapi sikap Yunus ini, Tuhan bertanya kepadanya: “Layakkah
engkau marah?” (4:4). Pertanyaan ini mengungkapkan secara implisit
penolakan Tuhan untuk memenuhi permintaan kematian Yunus. Tuhan
yang menggerakkan orang-orang Niniwe untuk bertobat dari jalan yang
jahat mengisyaratkan bahwa nabi-Nya harus bertobat dari kebenaran dan
keyakinannya sendiri.

Allah Pengasih dan Pertobatan Yunus (ay. 5-11)


Menanggapi pertanyaan Tuhan: “Layakkah engkau marah?”
(4:4), Yunus menjawab dengan diam dalam tindakan: ia meninggalkan
kota dan mendirikan sebuah pondok di luar kota untuk ditinggalinya
(4:5). Alasan meninggalkan kota itu tidak dijelaskan. Akan tetapi perginya
Yunus meninggalkan kota yang jahat mengingatkan akan keluarnya Lot
beserta keluarganya meninggalkan kota Sodom dan Gomora yang akan
dihancurkan oleh Tuhan karena penduduk kota itu sangat jahat (Kej. 19:15-
23). Dalam terang ini, tindakan Yunus mengikuti Lot yang meninggalkan
Sodom dan Gomora yang akan diluluhlantakkan oleh Tuhan; dan dengan
demikian bisa jadi Yunus masih mengharapkan Tuhan menghukum
penduduk Niniwe sebagaimana Ia menghukum Sodom dan Gomora.
Namun Tuhan tidak meninggalkan Yunus. Ia tidak jemu-jemu
memberi tanda-tanda supaya Yunus memahami diri-Nya yang pengasih
dan kehendak-Nya untuk mengampuni orang berdosa. Sebelumnya, Ia

34 Gagasan Pendukung
memberi tanda lewat angin badai laut dan seekor ikan besar (Yun. 1), kini
Ia membuat tanda dengan menumbuhkan pohon jarak untuk menghibur
nabi-Nya yang sedang sangat kesal terhadap-Nya. Lewat tanda ini,
diketahui dalam diri Yunus bahwa hal dari Tuhan yang menyukakan
dirinya membuatnya bersukacita, tetapi hal dari Tuhan yang tidak sama
dengan pikiran dan keyakinannya membuatnya kesal (4:6). Meski Tuhan
terus mendatanginya, Yunus tetap tidak dapat keluar dari kekesalan
hatinya karena menemukan kenyataan bahwa Tuhan yang sebenarnya
adalah Pengasih dan Penyayang kepada semua orang. Berhadapan
dengan karakter Tuhan ini, sekali lagi, sang nabi bersikukuh dengan
keinginannya: lebih baik mati daripada hidup, bahkan marah sampai
mati (4:8-9).
Menanggapi pemberontakan dan protes dari nabi-Nya tersebut,
Allah memberikan pernyataan yang terakhir tentang diri-Nya (4:9-11).
“Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang
berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak
tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang
banyak?” (4:11).

Di ay.11 ini disebut kata “sayang” [“mengasihani”] dan kata ini


dapat menjelaskan perbedaan antara Allah dan Yunus. Tuhan menerima
pertobatan para pendosa, Ia juga memperhatikan orang-orang yang
tidak tahu bahwa mereka berbuat dosa. Sifat belas kasihan Allah, yang
ditentang oleh nabi ini, memiliki dua segi, yaitu: mengampuni dosa
orang-orang yang bertobat dan berbelas kasihan kepada semua manusia
karena mereka adalah makhluk hidup. Belas kasih Tuhan bagi ciptaan-
Nya ini tidak merusak keadilan seperti yang dipikirkan oleh Yunus;
sebaliknya kasih menjadi komponen penting dalam melakukan keadilan.
Pergulatan Yunus antara menjadi seorang nabi yang mesti
menjalankan perintah Tuhan dan keadaan diri yang tidak menginginkan
untuk melaksanakan perintah itu, berkaitan dengan Allah yang begitu
penuh kasih (4:2). Yunus tidak setuju dengan Allah yang tidak menghukum
orang berdosa namun malah mengampuni. Sekarang, Tuhan membuatnya
sadar akan martabat kehidupan yang mestinya dikasihi dan diampuni.
Pertanyaan retoris dari Tuhan (4:11) tidak membutuhkan jawaban. Karena
itu Yunus diam tidak menjawab. Diamnya ini seakan menjadi penemuan
dirinya bahwa ada perbedaan antara Allah dan dirinya; Allah sayang
kepada orang-orang yang berdosa, sementara Yunus berfokus pada
keyakinan akan Allah yang adil yang semestinya menghukum orang-orang

Pertemuan Kedua 35
berdosa. Seperti kisah Ayub, kisah Yunus diakhiri dengan penyerahan diri
setelah memberontak kepada Tuhan. Bila Ayub mengakhiri perjalanan
imannya dengan mengakui kebenaran Allah secara eksplisit (“Oleh sebab
itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam
debu dan abu” [Ayub 42:6]), pengakuan Yunus terjadi dalam kediaman
dan keheningan.

III. Pesan dan Penerapan

Karakter Tuhan Allah yang pengasih dan penyayang dalam Yun. 4


ditampilkan oleh Yesus saat Ia mengampuni orang berdosa. Injil Yohanes
menceritakan, ketika para ahli Taurat dan orang Farisi mendapati seorang
perempuan yang berzinah dan menurut mereka si perempuan itu harus
dihukum dengan dilempari batu sampai mati, Yesus mengatakan kepada
perempuan itu: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan
jangan berbuat dosa lagi mulai sekarang” (Yoh. 8:11). Injil Lukas bab 19
mengisahkan Yesus yang mengampuni Zakheus, seorang pemungut
cukai yang dianggap sebagai pendosa besar oleh masyarakatnya, karena
ia bertobat. Bahkan Yesus memanggil Matius, seorang pemungut cukai
sama seperti Zakheus, untuk menjadi murid-Nya (Mat. 9:9-13; par.).
Pada pertemuan ini, kita mendalami sosok Allah yang pengasih;
karena kasih-Nya itu Ia menggerakkan pertobatan baik orang-orang
pilihan-Nya maupun siapa saja, terutama orang-orang yang memiliki
kekuatan, kedudukan, dan mandat untuk menentukan kehidupan
masyarakat umum sebagaimana orang-orang di Niniwe yang menjadi
penguasa dunia saat itu. Mengenai tema pertemuan kita ini, ada dua hal
yang dapat kita hayati dan terapkan dalam kehidupan kita, yaitu cara
Allah menggerakkan manusia untuk bertobat dan pergulatan manusia
untuk melakukan pertobatan.
Perikop Yun. 4:1-11 menunjukkan bahwa meski nabi Yunus
sangat kesal menjalani perutusan, namun Tuhan mendampinginya terus
menerus dengan setia dan kasih. Nabi-Nya telah melakukan tugasnya
dengan berhasil, yaitu mewartakan pertobatan kepada orang-orang
Niniwe dan mereka bertobat. Akan tetapi, kondisi hati dan batinnya
belum berdamai. Nampaknya, Tuhan bukanlah sosok yang ‘memperalat’
manusia begitu saja demi tujuan-Nya sendiri; Ia memperhatikan
kesejahteraan jiwa dan raga orang-orang yang menjadi alat-Nya. Ia tidak
ingin membiarkan mereka mati dengan keadaan kesal hati, sebaliknya Ia

36 Gagasan Pendukung
menghendaki mereka hidup dalam damai dan mengalami kegembiraan
sebagaimana yang Ia lakukan untuk Yunus. Yunus juga seorang manusia
yang rapuh, sama seperti kita, akan tetapi kerapuhan ini tidak menjadi
alasan bagi Tuhan untuk menyalahkannya. Karena Ia adalah Tuhan
pengasih dan penyayang, kerapuhan manusia justru menjadikan-Nya
selalu hadir, menyertai, dan membimbing manusia untuk bertobat.
Kisah Zakheus dalam Injil Lukas dapat menjadi gambaran lebih
jauh bagaimana Tuhan Yesus yang penuh kasih mendekati orang berdosa
sehingga orang tersebut bertobat. Yesus-lah yang pertama kali menyapa
Zakheus dengan memanggil namanya saat ia sedang di atas pohon ingin
melihat-Nya lewat. Lalu Yesus mengatakan: “Aku harus menumpang
[tinggal] di rumahmu” (19:5). Kehadiran Yesus di rumah dan keluarga
Zakheus inilah yang membuatnya bertobat dengan cara tidak lagi korupsi
dan bermurah hati dengan membagikan hartanya kepada orang miskin.
Kasih dan penyertaan Yesus menggerakkan orang untuk bertobat.
Dari pihak manusia sendiri, pertobatan adalah sebuah
perjuangan. Butuh keberanian untuk bertobat. Seluruh ayat dalam bab
4 dari kitab Yunus menceritakan pergulatan Yunus menuju pertobatan.
Perjalanan Yunus yang menyimpang dari kehendak Allah bukan soal
tindakan dosa seperti memeras atau membunuh, tetapi keyakinan dan
pikiran yang menolak Tuhan yang menurutnya berbuat tidak adil. Tuhan
itu semestinya menghukum orang berdosa, itu adil! Tapi kenyataannya,
Tuhan menyatakan diri sebagai yang pengasih dan penyayang. Orientasi
pertobatan Yunus mengarah pada persetujuan dirinya akan apa yang Allah
lakukan untuk umat-Nya, dan ia dengan rela dan bahagia menjadi nabi-
Nya. Hidup sepadan dengan kehendak Allah yang menyatakan diri-Nya,
inilah pertobatan! Tentu saja, dalam kehidupan umat beriman, pertobatan
tidak berhenti pada pemahaman seperti itu. Orientasi pertobatan Yunus
dapat menjadi model pertobatan kita yang selanjutnya pertobatan itu kita
wujudkan dalam tindakan nyata seperti yang dilakukan oleh Zakheus.
Kita semua dipanggil untuk menjadi nabi-nabi kasih Allah.

Pertemuan Kedua 37
IV. Pertanyaan Pendalaman

1. Bila kita menemukan diri kita atau orang lain bertindak jahat
merugikan diri kita dan atau sesama, dalam benak dan keyakinan
kita, apa yang Tuhan semestinya lakukan untuk mereka?
2. Hal-hal apa saja yang menghalangi kita untuk dapat bertobat?
3. Sungguhkah Tuhan yang menyertai dan membimbing kita, bahkan
hadir dalam diri kita melalui Sakramen Ekaristi yang kita terima,
menggerakkan kita untuk bertobat?
4. Bagaimana kita memandang kerapuhan kita: Apakah sebagai
alasan Tuhan menjauhi kita, atau kita menjauhi Tuhan?

38 Gagasan Pendukung
Pertemuan Ketiga

Kasih Allah Menyelamatkan


(Yl. 2:23-27)
“Aku akan memulihkan kepadamu tahun-tahun
yang hasilnya dimakan habis oleh belalang pindahan”
(Yl. 2:25)

Pertemuan ketiga ini menawarkan pembacaan perikop Yoel


2:23-27 dalam terang pengalaman hidup yang sedang memperbaiki
diri dari keterpurukan, atau sebaliknya. Perikop ini memuat Firman
Tuhan kepada umat-Nya yang sedang membangun keluarga, agama,
dan bangsanya setelah sekian lama meninggalkan tanah airnya karena
pembuangan. Sesampai di tanah leluhur mereka, meskipun kini telah
bebas, mereka menemukan bahwa keadaan masih hancur dan sepertinya
tidak menjanjikan harapan. Dalam Yl. 2:23-27, nabi Yoel meyakinkan
mereka bahwa Tuhan Allah akan menyelamatkan mereka. Kata yang
dipakai untuk menggambarkan tindakan Allah yang menyelamatkan itu
adalah “memulihkan”. Keselamatan dipahami sebagai pemulihan, dan
yang melakukan itu adalah Tuhan. Memulihkan dapat berarti mengganti
rugi apa yang telah hilang atau rusak selama ini. Umat Allah menemukan
bangsa mereka masih hancur dan rusak, dan keadaan itu akan dipulihkan
oleh Tuhan.

I. Bacaan Yoel 2:23-27

²³Hai bani Sion, bersorak-soraklah dan bersukacitalah karena


TUHAN, Allahmu! Sebab telah diberikan-Nya kepadamu hujan pada awal
musim dengan adilnya, dan diturunkan-Nya kepadamu hujan, hujan
pada awal dan hujan pada akhir musim seperti dahulu. ²⁴Tempat-tempat
pengirikan menjadi penuh dengan gandum, dan tempat pemerasan
kelimpahan anggur dan minyak. ²⁵Aku akan memulihkan kepadamu
tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang pindahan,
belalang pelompat, belalang pelahap dan belalang pengerip, tentara-

Pertemuan Ketiga 39
Ku yang besar yang Kukirim ke antara kamu. ²⁶Maka kamu akan makan
banyak-banyak dan menjadi kenyang, dan kamu akan memuji-muji nama
TUHAN, Allahmu, yang telah memperlakukan kamu dengan ajaib; dan
umat-Ku tidak akan menjadi malu lagi untuk selama-lamanya. ²⁷Kamu
akan mengetahui bahwa Aku ini ada di antara orang Israel, dan bahwa
Aku ini, TUHAN, adalah Allahmu dan tidak ada yang lain; dan umat-Ku
tidak akan menjadi malu lagi untuk selama-lamanya.

II. Penafsiran Bacaan

II.I. Pengantar
Perikop Yl. 2:23-27 menjadi bagian dari bab 1–2. Kedua bab ini
dibuka dengan ajakan untuk menyadari krisis kehidupan yang sedang
dialami oleh umat beriman (1:2-3). Krisis ini begitu berat sehingga tidak
ada bandingannya dengan krisis lain yang pernah terjadi dalam sejarah
sebelumnya. Tepatnya, bangsa sedang mengalami kehancuran dan
penderitaan; kekeringan melanda (1:15-18); api menghanguskan hutan
dan ladang (1:19-20); musuh sudah mengancam (2:1-11). Menghadapi
krisis ini, nabi Yoel mengajak para pembacanya untuk meratap dan
menangis (2:12-14).
Ratapan dan tangisan adalah ungkapan pertobatan. Semua
umat, terutama para imam dan pelayan-pelayan Tuhan, diajak untuk
meratap. Ratapan pertobatan ini dilakukan dengan puasa (2:15-17) dan
memanjatkan doa-doa. Para imam dan pelayan Tuhan menjadi orang
terdepan dalam berdoa. Isi doa yang disampaikan berkaitan dengan
permohonan akan keselamatan bangsa: “Sayangilah, ya Tuhan, umat-Mu,
dan janganlah biarkan milik-Mu sendiri menjadi cela” (2:17).
Ajakan untuk meratap diindahkan oleh umat. Tuhan Allah
yang berbelas kasih menjawab seruan ratapan mereka dengan berjanji
untuk menyelamatkan mereka (2:18-20). Mereka dikuatkan untuk dapat
bersukacita dan untuk tidak menjadi takut (2:21-24). Ia sendirilah yang
akan memulihkan keadaan umat-Nya sehingga mereka akan mengenal-
Nya sebagai Allah mereka (2:24-27). Bahkan, mereka akan dipenuhi
dengan kelimpahan berkat-Nya. Perikop 2:23-27 berbicara tentang janji
Tuhan untuk memulihkan umat-Nya.

40 Gagasan Pendukung
II.II. Pendalaman Bacaan
Allah sebagai Sumber Sukacita (ay. 23-24)
Secara manusiawi, orang sulit tersenyum bahagia saat mengalami
krisis hidup dan penderitaan. Bila ia dapat bersukacita pastilah ia
memiliki alasan mendasar, alasan yang jauh lebih kuat ketimbang situasi
yang dialaminya. Nubuat Yoel dalam 2:23-27 dibuka dengan ajakan untuk
bersukacita. Alasannya adalah Tuhan: “bersukacitalah karena Tuhan,
Allahmu!” (ay. 23). Tuhan hadir dan telah melakukan sesuatu demi
kepentingan umat-Nya.
Di tengah kesulitan, kadang orang menginginkan kehidupan
yang lain. Akan tetapi, Nabi Yoel mengajak umat untuk bersyukur
atas kehidupan yang sudah diperoleh sampai saat ini. Kehidupan saat
ini merupakan kelanjutan dari masa lampau di mana Tuhan pernah
menyelamatkan. Melihat karya Tuhan di masa lalu membantu orang
masa kini untuk memiliki harapan. Menurut nabi Yoel, harapan itu
adalah bahwa Tuhan akan mengirimkan ‘hujan’. Ia akan membalikkan
‘kekeringan’ dan memberkati umat-Nya dengan kemakmuran.
Kemakmuran berupa gandum, anggur, dan minyak akan berlimpah (ay.
24).

Rencana Tuhan yang Akan Memulihkan (ay. 25)


Setelah umat beriman mampu bersukacita karena Tuhan
Allah, Allah sendiri memberi tanggapan dengan bersabda. Yl 2:25-27
memuat firman yang dikatakan oleh Tuhan sendiri. Firman tersebut
mencakup dua hal. Pertama, Ia menjelaskan tentang apa yang akan Ia
lakukan sehubungan dengan kesusahan umat-Nya. Kedua, Ia berjanji
untuk memenuhi kebutuhan umat-Nya dan mengajak mereka untuk
memahami diri-Nya secara benar.
Tuhan berjanji akan ‘memulihkan’ keadaan umat-Nya. Istilah
“memulihkan” (ay. 25), dalam kata Ibrani wešillamtî, memiliki arti restitusi,
yaitu ‘membayar kerugian’ atau ‘pembayaran atas kerugian yang terjadi’.
‘Memulihkan’ searti dengan ‘mengganti rugi’ seperti yang ditemukan
dalam Kel. 22:1 (“Apabila seseorang mencuri seekor lembu atau seekor
domba dan membantainya atau menjualnya, maka ia harus membayar
gantinya, yakni lima ekor lembu ganti lembu itu dan empat ekor domba
ganti domba itu”). Dengan demikian, ketika Tuhan mengatakan: “Aku akan
memulihkan kepadamu” (Yl. 2:25), Ia akan memberi kompensasi kepada
umat-Nya atas kerugian mereka. Pemahaman ini dapat dibandingkan

Pertemuan Ketiga 41
dengan tindakan Tuhan terhadap Ayub; setelah anak-anaknya dan harta
miliknya diambil darinya, Tuhan memberikan kompensasi kepadanya:
“Lalu Tuhan memulihkan keadaan Ayub… Tuhan memberikan kepada
Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu” (Ayb. 42:10).
Kehancuran yang merugikan umat dan yang akan dipulihkan oleh
Tuhan adalah “tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang
pindahan” (Yl. 2:25). Yang dimaksud dengan “belalang pindahan” barang
kali merujuk pada invasi tentara Babel yang telah menghancurkan
kota Yerusalem dan penduduknya. Menurut nabi Yeremia, peristiwa
kehancuran Yerusalem oleh tentara Babel di bawah pimpinan rajanya
Nebukadnezar merupakan inisiatif Tuhan. Tuhan mengizinkan hal itu
terjadi karena umat-Nya tidak mau bertobat (lih. Yer. 25:9). Nabi Yoel
pun menegaskan demikian: “tentara-Ku yang besar yang Kukirim ke
antara kamu” (2:25). Kehancuran dan penderitaan dalam peristiwa itulah
yang dimaksud dengan ‘kerugian’. Sekarang kehancuran itu akan dibalik.
Tuhan akan memulihkan apa yang dihancurkan oleh “tentara-Ku yang
besar”. Dengan cara ini nabi Yoel meyakinkan dan menghibur umat-Nya
yang kembali ke tanah airnya dengan menegaskan janji Tuhan bahwa
tanah itu akan kembali seperti keadaan semula dan mereka akan lebih
bahagia.

Keadaan Mereka yang Dipulihkan (ay. 26-27)


Umat yang dipulihkan akan mengalami: kemakmuran, tidak lagi
merasa malu, memuji Tuhan, dan mengenal-Nya secara lebih mendalam.
Bila dulu mereka kehilangan sumber makanan dan harta milik karena
dimakan oleh belalang dan dilalap oleh api, kini mereka akan makan
kenyang. Dahulu, kepada umat-Nya yang sedang berjalan di padang
gurun, Tuhan pernah menjanjikan hal senada: “engkau akan makan dan
akan kenyang, maka engkau akan memuji Tuhan, Allahmu” (Ul. 8:10).
Pembalikan krisis oleh Tuhan akan membawa kehormatan baik bagi
Tuhan sendiri maupun umat-Nya. Orang-orang akan memuji nama-
Nya dan mengenali sumber rezeki mereka. Mereka akan memuji Tuhan
dengan sukacita dan Tuhan menjadikan mereka terhormat sehingga
mereka tidak lagi menjadi ejekan.
Dalam pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan demi umat-Nya,
Tuhan menyatakan jati diri-Nya (bdk. 3:17). Melalui peristiwa pemulihan,
Ia mengajak umat-Nya untuk mengetahui bahwa Ia ada dan hadir
di tengah-tengah mereka; Ia menyertai mereka yang sedang dalam

42 Gagasan Pendukung
kesusahan. Bahkan, pemulihan tersebut dilakukan untuk menyatakan
karakter Tuhan sendiri bahwa Ia adalah Allah yang “pengasih dan
penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (2:13) dan memiliki
“belas kasihan kepada umat-Nya” (2:18). Karena itulah, mereka harus
tahu dan sadar bahwa tidak ada Allah lain selain Dia.
Selama ini, godaan terbesar yang sering membuat umat Allah
jatuh ke dalam dosa yang mendatangkan kesengsaraan bagi diri mereka
adalah menjadikan berhala atau patung buatan untuk disembah. Berhala,
rejeki, dan kemakmuran adalah pemberian Tuhan, bukan Tuhan. Ketika
manusia memilih untuk men-tuhan-kan pemberian dan melupakan sang
Pemberinya, di sanalah dosa penyembahan berhala terjadi. Dalam hal ini,
nabi Yoel mengingatkan supaya umat beriman hanya menyembah Allah
saja; Allah semestinya tidak mempunyai rival! Dalam sejarah umat Allah
dahulu (lih. Ul. 8:10-20), mereka telah diperingatkan tentang bahaya
menjadi puas: melupakan Tuhan dalam kepuasan atau keangkuhan.
Demikian juga sekarang, hanya Tuhan-lah yang layak untuk disembah
dan dipuji, bukan pemberian-Nya yang meskipun dapat menawarkan
kepuasan hidup.
Dengan demikian, tujuan Tuhan memulihkan umat-Nya dengan
membuat mereka makan kenyang dan makmur bukan sekedar diukur
dari perut yang kenyang, lidah yang puas merasakan makanan, atau
harta yang melimpah. Maksud Tuhan bagi orang-orang di zaman nabi
Yoel dan bagi kita sekarang jauh lebih besar dari hal tersebut. Pemulihan,
seperti kesehatan, keamanan, atau entah apapun wujudnya, bergantung
pada hubungan yang benar dengan Tuhan. Inilah orientasi orang yang
memiliki iman kepada Tuhan yang ada di tengah-tengah umat-Nya. Jenis
orientasi hidup semacam ini diminta oleh Yesus sendiri: “carilah dahulu
Kerajaan.

III. Pesan dan Penerapan

Bagi orang yang mengalami pengalaman terluka, kerugian


atau keterpurukan di masa lalu, keselamatan dapat diartikan sebagai
pemulihan hidup. Barangkali sebutan itu cocok bagi sebagian besar orang
yang mulai kembali memasuki masa normal setelah sekian lama terkena
dampak pandemi Covid-19. Jauh sebelum masa kita sekarang ini, nabi
Yoel telah menubuatkan kepada umat yang memiliki pengalaman yang
hampir sama dengan masa sekarang, yaitu bahwa Tuhan sendiri akan

Pertemuan Ketiga 43
memulihkan keadaan umat-Nya. Tuhan memulihkan keadaan Ayub yang
dulu kehilangan keluarga dan kepunyaannya kini menerima dua kali lipat
dari apa yang telah direbut darinya itu (lih. Ayb. 42:10).
Ide tentang pemulihan juga ditemukan dalam konteks mengikuti
Tuhan Yesus. Ketika Petrus menanyakan kepada Yesus tentang upah
mengikut-Nya: “Kami telah meninggalkan segala kepunyaan kami
dan mengikut Engkau”, Yesus menjawab: “setiap orang yang karena
Kerajaan Allah meninggalkan rumahnya, isterinya atau saudaranya…
akan menerima Kembali lipat ganda pada masa ini juga” (Luk. 18:28-
30). Sebagai pengikut Yesus, keyakinan akan Allah yang menyelamatkan
dengan cara memulihkan apa yang telah hilang atau rusak dalam hidup
kita hendaknya dibarengi dengan keseriusan kita untuk mengikuti Yesus.
Bila kita mencuri atau korupsi lalu kita dihukum sekian tahun, itu karena
dosa dan kita mesti bertobat. Akan tetapi bila kita rugi atau terluka bukan
karena kesalahan kita, apalagi dalam rangka mempertahankan iman
dan mengikuti Yesus, kiranya patut kita berharap bahwa Tuhan akan
memulihkan hidup kita.
Mengapa kita boleh yakin bahwa Tuhan menyelamatkan
dengan memulihkan keadaan kita? Itu bukan karena tidak ada jalan
atau cara lain selain meminta bantuan Tuhan. Iman bukanlah pelarian
dari sesuatu yang secara manusiawi kita gagal mendapatkannya. Itu
semua karena kenyataan iman kita yang mengakui bahwa Tuhan itu ada
dan hadir. Ia adalah Imanuel, artinya Allah yang menyertai kita. Setiap
kali kita menerima Ekaristi dan sakramen-sakramen, di sanalah secara
nyata Tuhan berkenan hadir dalam diri kita. Keberadaan dan kehadiran
Tuhan itu bukan seperti patung yang diam membisu. Ia aktif bekerja
memberdayakan dan membimbing kita untuk dapat menjadi pulih.
Seperti yang dikatakan dalam perikop Yl. 2:23-27, seringkali
ide keselamatan dan pemulihan dari Tuhan dihubungkan dengan
kemakmuran manusiawi. Siapa yang diselamatkan mendapat berkat
manusiawi yang melimpah, atau sebaliknya, siapa yang mendapat berkat
melimpah berarti ia diselamatkan Tuhan. Kitab Yoel mengingatkan bahwa
pemulihan yang dilakukan oleh Tuhan itu mempunyai tujuan supaya umat
mampu mengenal diri-Nya secara lebih mendalam. Kemamuran adalah
berkat anugerah Tuhan, bukan Tuhan. Karena itu yang mesti disembah
dan dicari pertama-tama adalah Sang Penganugerah atau Pemberi, bukan
pemberiannya. “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka
semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat. 6:33).

44 Gagasan Pendukung
IV. Pertanyaan Pendalaman

1. Apakah saat ini Anda memiliki pengalaman terluka atau keterpu-


rukan yang dibawa dari masa lalu? Apa artinya Tuhan yang
menyelamatkan hidup Anda dalam situasi tersebut?
2. Pernahkah Anda meninggalkan atau mengorbankan sesuatu demi
mengikuti Yesus? Kalau iya, apakah saat itu Anda berpikir juga
tentang balasan apa yang akan diberikan Tuhan?
3. Bagaimana Anda menyikapi kedudukan, jabatan, kemakmuran,
atau harta milik? Apakah sebagai ‘tuhan’ yang disembah atau seba-
gai pemberian Tuhan?

Pertemuan Ketiga 45
Pertemuan Keempat

Kasih Allah Mempersatukan


(Yl. 2:28-32)
“Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia”
(Yl. 2:28)

Dalam Fratelli Tutti, Paus Fransiskus mengingatkan bahwa


keluarga manusia, baik rumah tangga, suku, maupun bangsa, terpecah
belah dan terkotak-kotak yang dipicu oleh kepentingan atau keegoisan
ideologi tertentu. Keterpecahan mengancam persaudaraan, padahal
persaudaraan merupakan wujud nyata dari komunitas umat beriman
yang saling mengasihi. Karena ada kasih yang dihidupi itulah, Allah
hadir, menyertai, dan menyelamatkan. Sebuah frase lagu berbunyi:
“Jika ada cinta kasih, hadirlah Tuhan”. Pertanyaannya adalah bagaimana
keluarga manusia dapat bersatu? Perikop Yl. 2:28-32 memuat firman
yang dikatakan oleh Tuhan sendiri yang menegaskan bahwa Ia akan
mencurahkan Roh-Nya ke atas semua manusia. Semua umat beriman
dicurahi oleh Roh yang sama; Roh yang sama itu pula berdiam di atas
mereka semua. Itulah salah satu cara Tuhan Allah menyatukan manusia.
Ia tidak menyatukan manusia dengan membuat mereka memiliki ide,
pekerjaan, budaya, atau bangsa yang sama, tetapi melalui Roh-Nya
sendiri yang kehadiran-Nya tidak memandang perbedaan manusia.

I. Bacaan Yoel 2:28-32

²⁸Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan men-
curahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-
laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan
mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-peng-
lihatan. ²⁹Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan
Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu. ³⁰Aku akan mengadakan mujizat-
mujizat di langit dan di bumi: darah dan api dan gumpalan-gumpalan
asap. ³¹Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi
darah sebelum datangnya hari Tuhan yang hebat dan dahsyat itu. ³²Dan

46 Gagasan Pendukung
barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan, sebab
di gunung Sion dan di Yerusalem akan ada keselamatan, seperti yang
telah difirmankan Tuhan; dan setiap orang yang dipanggil Tuhan akan
termasuk orang-orang yang terlepas.

II. Penafsiran Bacaan

II.I. Pengantar
Setelah Tuhan berencana untuk memulihkan kerusakan akibat
belalang dan kekeringan (Yl. 2:23-27), kini Ia memberikan serangkaian
janji yang lebih mendalam (2:28-32). Janji-janji tersebut meliputi
pencurahan Roh Allah atas semua orang beriman (2:28-29), mukjizat-
mukjizat di akhir zaman (2:30-31), dan keselamatan (2:32).
Janji Tuhan tentang pencurahan Roh-Nya disebut juga dalam
kitab-kitab lain. Dalam kitab Yesaya, Tuhan berfirman: “Aku akan men-
curahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat
yang kering. Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas keturunanmu, dan
berkat-Ku ke atas anak cucumu” (44:3). Kitab Yehezkiel memuat firman
Tuhan demikian: “Mereka akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan, Allah
mereka… Aku mencurahkan Roh-Ku ke atas kaum Israel” (39:28-29).
Sedangkan kitab Zakharia menuliskan: “Aku akan mencurahkan roh
pengasihan… atas penduduk Yerusalem, dan mereka akan memandang
kepada dia yang telah mereka tikam” (12:10). Pencurahan Roh Tuhan
dapat dihubungkan dengan pemberian berkat materi, atau dengan tujuan
supaya umat semakin mengenal Allah dan menyembah-Nya. Berbeda
dengan ketiga kitab di atas, kitab Yoel membicarakan Tuhan yang men-
curahkan Roh-Nya supaya umat yang dicurahi mampu bernubuat dan
mempunyai penglihatan. Pencurahan Roh adalah pemberian yang lebih
lanjut dan mendalam setelah pemberian berkat jasmani dan materi (lih.
Yl. 2:23-27). Inilah berkat rohani. Artinya, bila merupakan kelanjutan
dari rangkaian pemberian Tuhan dalam rangka memulihkan umat-Nya,
tanpa penerimaan Roh, meskipun umat sudah menerima berkat rejeki
dan jasmani, belumlah lengkap disebut sebagai pemberian Tuhan yang
menyelamatkan.
Yl. 2:28-32 juga menghubungkan pencurahan Roh dengan
“mujizat-mujizat di langit dan di bumi” dengan ditandai oleh darah
dan api. Ini menandakan penghakiman Tuhan di akhir zaman. Karena
itu, kitab Yoel mengajak umat supaya bertobat. Bahkan, pertobatan

Pertemuan Keempat 47
diperlukan sebelum Tuhan menyingkirkan kerusakan akibat belalang dan
kekeringan. Dengan bertobat, manusia terhindar dari hukuman api. Bila
manusia bertobat, Tuhan dengan murah hati mengerti kekrisisan umat-
Nya dan memulihkan mereka. Di akhir zaman Tuhan akan mencurahkan
Roh-Nya secara penuh ke seluruh umat-Nya dan membawa mereka ke
dalam hubungan baru dengan-Nya. Kuasa Roh akan menarik mereka
untuk memanggil nama-Nya dan dengan demikian mereka lolos dari
penghakiman yang akan menimpa penduduk dunia.

II.II. Pendalaman Bacaan


Pencurahan Roh Tuhan (ay. 28-29)
Yl. 2:28-29 menyebut perkataan Tuhan sendiri yang akan
mencurahkan Roh-Nya. Arti dasar dari kata Ibrani untuk Roh, rûaḥ, adalah
“angin”, juga “nafas”, dan kemudian “roh” atau “prinsip kehidupan”. Ketika
rûaḥ dipahami sebagai “nafas”, itu diberikan secara cuma-cuma oleh
Tuhan untuk menopang kehidupan manusia, atau untuk menguatkan
tugas perutusan dari orang-orang yang dipilih-Nya (lih. Kel. 35:31; Hak.
3:10). Roh itu adalah miliknya Tuhan. Tuhan mencurahkan-Nya “ke
atas semua manusia”, maksudnya semua umat Allah. Pencurahan Roh
menjadi bukti nyata kehadiran Allah dalam diri semua orang beriman
dan di tengah komunitas umat-Nya. Tempat tinggal Tuhan tidak hanya
di surga namun juga, melalui Roh-Nya, di tengah dan dalam diri umat
beriman. Berkaitan dengan periode krisis yang dialami oleh manusia,
kehendak Tuhan untuk mencurahkan Roh-Nya menjadi bagian dari
rencana-Nya untuk memulihkan atau membalikkan situasi itu; umat
beriman bukanlah komunitas yang ditinggalkan oleh Allah-nya.
Semua orang, tanpa memandang jenis kelamin (laki-laki/
perempuan), usia (anak-anak/tua/pemuda), atau status sosial (hamba-
pelayan), dicurahi oleh Roh Allah. Pencurahan ini sekaligus menjadi
penyatu umat beriman. Tanpa membedakan umur, pekerjaan, suku, dll.,
mereka semua menjadi target kepada siapa Tuhan menganugerahkan
hidup-Nya. Tuhan menginginkan mereka semua, karena sudah dicurahi
dengan Roh, dapat bernubuat, mendapat mimpi dan penglihatan-
penglihatan. Dalam tradisi Alkitabiah, nubuat, mimpi, dan penglihatan
berhubungan dengan Tuhan yang mengkomunikasikan firman-Nya
kepada seseorang, kemudian orang tersebut mengkomunikasikannya
kepada orang lain. Contohnya: Allah menyampaikan firman-Nya melalui
mimpi Yakub (Kej. 28:12-15), Yusuf (Kej. 37:5-10), Salomo (1Raj. 3:5-

48 Gagasan Pendukung
15). Nubuat kenabian sering kali diperoleh dari penglihatan (lih. Yes.
1:1; Am. 1:1). Dalam Yl. 2:28-29, nabi Yoel menguatkan segenap umat
beriman bahwa meskipun penampilan luar mereka hancur, Tuhan tidak
berpaling menjauhi mereka, Ia tetap ingin menjalin komunikasi dengan
mereka dan menyatakan diri-Nya kepada mereka. Roh yang dicurahkan
memampukan mereka untuk menerima firman Tuhan, menyembah-Nya
dan mewartakan nama-Nya.

Hari Tuhan, Hari Keselamatan (ay. 30-32)


Dalam 2:11, Yoel berbicara tentang kedahsyatan hari Tuhan,
demikian: “Tuhan memperdengarkan suara-Nya di depan tentara-Nya.
Pasukan-Nya sangat banyak dan pelaksana firman-Nya kuat. Betapa
hebat dan sangat dahsyat hari Tuhan! Siapakah yang dapat menahannya?”.
Hari Tuhan di sini lebih menunjuk pada saat Tuhan menghakimi umat-
Nya, saat penentuan di mana yang bertobat akan diselamatkan dan yang
tetap tinggal dalam perbuatan dosa akan dimusnahkan. Penghakiman
semacam itu pernah dialami oleh bangsa pilihan ketika mereka diserbu
oleh tentara musuh dan terjadi kehancuran di mana-mana. Dalam 2:30-
31, Yoel menyebut kembali hari Tuhan dalam rangka mengajak umat
beriman untuk memiliki pengharapan dan pertobatan. Di satu sisi, krisis
yang sedang dialami mengantisipasi hari pemulihan dan keselamatan.
Di lain sisi, penghakiman akan terjadi, maka sebelum itu terjadi, orang-
orang mesti bertobat supaya luput dari kehancuran.
Hari Tuhan adalah hari penghakiman. Kedatangannya bisa
diketahui dalam tanda-tanda alam berupa darah, api, asap, dan gelap
gulita. Tanda-tanda seperti tersebut pernah dibuat oleh Tuhan dalam
bentuk tula-tulah untuk menghukum Firaun dan kerajaannya guna
membebaskan umat-Nya dari perbudakan (lih. Kel. 7:14-24; 10:21-29).
Nabi Yoel bisa jadi hendak mengingatkan bahwa sama seperti Tuhan
membebaskan umat-Nya dari penderitaan di Mesir, demikian pula
sekarang Ia akan membawa pembebasan kembali bagi umat-Nya. Inilah
hari saat Tuhan akan menyelamatkan. Tuhan lebih memilih untuk
menyelamatkan daripada menghukum karena orang-orang bertobat dan
menyerukan nama-Nya. Seandainya mereka tetap bersikukuh tidak mau
mengubah jalan hidup seturut firman Tuhan, mungkin yang terjadi bukan
keselamatan tetapi penghukuman seperti yang dialami oleh Firaun.
Nabi Yoel memberi sudut pandang lain untuk melihat
malapetaka. Kehancuran dan krisis adalah tanda harapan. Harapan ini

Pertemuan Keempat 49
dikuatkan dengan sikap yang terus “berseru kepada nama Tuhan” karena
siapa pun yang mempraktikkan sikap tersebut akan diselamatkan.
Ungkapan “berseru kepada nama Tuhan” tidak berarti hanya memohon
bantuan kepada Tuhan pada saat bencana. Ungkapan tersebut dapat
berarti memuji Tuhan dalam ibadah (Kej. 12:8), mengakui-Nya di antara
mereka yang beragama lain (Yes. 41:25), atau menyembah-Nya di tengah-
tengah dunia yang tidak mengenal-Nya (Yes. 12:4; Mzm. 105:1; Zak. 13:9).
Dalam situasi kehancuran, “menyerukan nama Tuhan” itu dapat menjadi
dorongan bagi mereka untuk kembali kepada Tuhan dengan harapan
bahwa mereka akan diselamatkan dari kehancuran di hari Tuhan.
Nabi Yoel mengingatkan akan keberadaan gunung Sion dan
Yerusalem. Keberadaan kedua tempat ini juga menjadi tanda harapan
karena tempat tersebut merupakan pusat dari janji-janji yang pernah
dibuat oleh Tuhan kepada umat-Nya. Meskipun sekarang umat Tuhan
berada dalam situasi suram, Ia pasti selalu ingat akan janji-Nya.
Sebagaimana janji itu dimulai oleh-Nya sendiri dengan memanggil
mereka untuk menjadi umat-Nya, mereka yang berseru kepada Tuhan
adalah orang-orang yang akan dipanggil-Nya sebagai milik-Nya yang
dikasihi dan diselamatkan.

III. Pesan dan Penerapan

Keegoisan dapat menjadi lawan dari ‘kasih’. Yang pertama


bersifat menuntut dan dapat memecah belah keluarga manusia, yang
kedua bersifat memberi dan dapat menyatukan. Karena kasih-Nya,
Tuhan Allah memberikan Roh-Nya dengan mencurahkan-Nya kepada
semua manusia. Tuhan tidak membedakan orang untuk dicurahi.
Roh Tuhan memampukan mereka untuk bernubuat. Maksudnya,
mengkomunikasikan firman-Nya kepada sesama.
Hubungan pencurahan Roh dan nubuat dalam Yl. 2:28-29 dapat
diperjelas bila kita membaca surat Paulus kepada jemaat di Korintus yang
pertama. Kepada jemaat yang terpecah-pecah dalam fanatisme kelompok-
kelompok yang berbeda (lih. 1Kor. 1:10-12), Paulus menegaskan bahwa
dalam jemaat terdapat rupa-rupa karunia yang berbeda, tetapi berasal dari
Roh yang sama. Roh mengaruniakan kepada masing-masing orang untuk
mengadakan mukjizat, bernubuat, menyembuhkan, dll. Semua karunia
yang berbeda-beda itu diberikan oleh Roh yang sama untuk membangun
jemaat yang sama dan satu (1Kor. 12:1-11). Membaca Yl. 2:28-29 dalam

50 Gagasan Pendukung
terang surat Paulus tersebut akan menghantar kita untuk menemukan
bahwa bila umat beriman berpegang pada Roh yang sama, mereka akan
bersatu. Akan tetapi bila mereka hanya melihat karunia atau pemberian
saja, mereka dapat berbeda-beda dan bahkan terpecah. Kitab Yoel ditulis
untuk meyakinkan umat bahwa Tuhan akan memulihkan umat-Nya.
Demikian juga, umat manusia sekarang butuh pulih dari pertengkaran
dan kebencian. Bahwa ada orang yang memerintah rakyat, atau berkata-
kata untuk orang banyak, atau memiliki kedudukan tertentu secara
politis dalam negara – sebagai orang beriman itu semua mesti dipahami
sebagai karunia atau pemberian yang digunakan untuk membangun
bangsa, pemberian untuk mengkomunikasikan firman Tuhan yang benar,
bukan malah memecah belah keluarga manusia dengan menonjolkan
perbedaan karunia dan meninggikan miliknya sendiri.
Pernyataan Yl. 2:32, “barangsiapa yang berseru kepada nama
Tuhan akan diselamatkan” digunakan oleh Paulus dalam suratnya kepada
jemaat di Roma (10:13). Di sini Paulus menambahkan bahwa Tuhan yang
disembah dan yang menyelamatkan adalah Allah yang satu dari semua
orang. Meski orang dapat berbeda-beda, suku, bahasa, pendidikan, dll.,
tetapi mereka mempunyai Allah yang satu dan sama. Kriteria untuk
diselamatkan oleh Tuhan bukanlah kaya atau miskin, guru atau pedagang,
agamawan atau politisi, dll., tetapi berseru kepada Tuhan. Tuhanlah yang
menyelamatkan, bukan keunikan pemberian Tuhan yang dianggap lebih
unggul atau lebih baik dari yang lain. Dalam menyerukan nama Tuhan,
kita semua adalah keluarga yang bersaudara karena kita mempunyai
Allah yang satu dan sama.

IV. Pertanyaan Pendalaman

1. Bagaimana Anda mengenal bimbingan dan anugerah Roh yang


telah dicurahkan atas diri Anda sejak dibaptis?
2. Dalam keluarga, Gereja, masyarakat, dan bangsa, pasti terdapat
bermacam-macam perbedaan: perbedaan hobi, bakat, pekerjaan,
tugas, peranan, pilihan politis, dll. Bagaimana Anda melihat
perbedaan-perbedaan tersebut?
3. Pemulihan hidup terwujud antara lain bila keluarga manusia
menjadi bersatu dan bersaudara dalam kasih. Kesulitan-kesulitan
apa saja yang membuat keluarga, masyarakat dan bangsa kita saat
ini untuk bisa menjalin persaudaraan sejati?

Pertemuan Keempat 51

Anda mungkin juga menyukai