Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENELITIAN PPL

(Kajian Teologis terhadap pelaksanaan ibadah daring di masa


pandemi bagi Jemaat Mapakamang Tosuraya Selatan)

DAN

LAPORAN HARIAN

Disusun Oleh :

Christine S. Kaligis

(NIM : 201841210)

Prodi TKP/semester 5

Yayasan Ds. A. Z. R. Wenas

Universitas Kristen Indonesia Tomohon

Fakultas Teologi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa atas Berkat dan Kerunia-Nya
sehingga saya bisa menyelesaikan laporan penelitian Praktek Pengenalan Lapangan (PPL)
tahun 2020 yang diberi judul “Kajian Teologis terhadap pelaksanaan ibadah daring di
masa pandemi bagi Jemaat Mapakamang Tosuraya Selatan”. Selain itu, saya juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang kajian teologis
terhadap pelaksanaan Ibadah semasa pandemic.

Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
tidak dapat disebutkan satu per satu. Saya juga menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dan pada intinya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan agar dimasa yang
akan datang lebih baik lagi.

Ratahan, Januari 2021

Penulis

Christine Kaligis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................

DAFTAR ISI .............................................................

BAB I: PENDAHULUAN .............................................................

A. Latar Belakang Masalah .............................................................


B. Identifikasi Masalah .............................................................
C. Tujuan penelitian .............................................................
D. Manfaat Penulisan .............................................................
E. Kajian Teori .............................................................

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................

A. Pengertian Lingkungan Hidup. .............................................................


B. Manusia dan Lingkungan Hidup
sebagai milik dan ciptaan Allah. .............................................................
C. Tugas dan Panggilan Gereja. .............................................................

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN .............................................................

A. Pendekatan Penelitian .............................................................


B. Metode penelitian .............................................................
C. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................
E. Teknik Analisis Data .............................................................

BAB IV : HASIL PENELITIAN LAPANGAN ........................................................

A. Profil Singkat Jemaat .............................................................


B. Profil Singkat Informan .............................................................
C. Analisis Deskriptif Hasil Penelitian .............................................................

BAB V : PEMBAHASAN .............................................................

BAB VI : PENUTUP .............................................................

A. Kesimpulan .............................................................
B. Saran .............................................................

DAFTAR PUSTAKA .............................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Virus COVID-19 ( Corona Virus Diases ), merupakan wabah yang berbahaya. muncul
pertama kali di Wuhan-China pada tahun akhir 2019. Dan mulai masuk di indonesia, pada
bulan februari tahun 2020. Awal munculnya virus ini pun banyak yang beropini bahwa hanya
seperti flu biasa saja yang dapat dengan cepat ditangani, banyak orang yang tidak mengira
bahwa virus ini dapat mangancam bahkan merenggut nyawa orang yang terpapar oleh virus
ini. Pada awal virus ini muncul banyak yang terjangkit, sehingga total nyawa yang tidak bisa
diselamatkan pun sangat banyak. Namun sejauh ini sudah banyak juga yang bisa tertolong
dan sembuh dari wabah ini, dan angka kematian pun yang dulunya melonjak kini sudah mulai
teratasi dengan usaha penyembuhan yang ada. Hal ini membuat pemerintah (Indonesia)
khawatir, dan mencoba mengatur beberapa aspek agar kasus-kasus covid-19 di Indonesia
dapat menurun, bukan hanya dengan protap kesehatan yang harus masyarakat umum patuhi,
namun dalam hal beribadah pun sudah ada atuan-aturan yang muncul, sehingga dampaknya
dirasakan juga oleh setiap agama yang ada di bangsa Indonesia.

Pemerintah mengambil tindakan dengan menutup semua aktivitas yang memungkinkan


orang dengan jumlah besar terkumpul (Seperti halnya; Perkantoran, Sekolah maupun
Universitas, tempat wisata, dll). Maka dari itu kebijakan pun dikeluarkan, dimana pemerintah
memanfaatkan perkembangan teknologi, kebanyakan aktivitas dan pekerjaan di lakukan dari
rumah berbasis online, mau sekolah, perkantoran, maupun untuk ibadah juga diberlakukan
secara online/Dalam jaringan (Daring). Meninjau keadaan saat ini mengenai pandemi covid-
19, dan dampak yang terjadi bagi gereja dan umat kristiani saat ini, disini Gereja-gereja di
Indonesia ikut juga mengambil peran untuk melakukan peribadatan di rumah masing-masing
untuk mengikuti anjuran dari pemerintah terkait mencegah penyebaran virus COVID-19 ini,
dengan cara menerapkan atau memberlakukan ibadah secara Daring(dalam jaringan)/online.
Ibadah online/Daring merupakan ibadah yang dilakukan oleh gereja namun tidak bertemu
secara langsung, melainkan bertemu dari jauh melalui jaringan online.

Gereja Masehi Injili di Minahasa ( GMIM ), mengikuti anjuran pemerintah untuk


menjeda aktivitas peribadatan didalam gedung Gerejaini bisa dilihat didalam surat
Penggembalaan dan Himbauan dalam menghadapi pandemic COVID-19 yang diedarkan oleh
sinode GMIM dalam surat nomor: K.0585/PPD.VII/03-2020. Ibadah secara daring ini
diberlakukan dengan tujuan mencegah penyebaran virus COVID-19 di Sulawesi utara.

Di Jemaat GMIM Mapakamang Tosuraya Selatan, awal mula pelaksanaan ibadah daring
bukan hanya semata dalam rangka memutus rantai penyebaran virus covid-19, walaupun itu
memanglah hal utama. Namun juga merupakan suatu solusi dalam halnya saling menghargai
dalam bersekutu dengan para Jemaat tetangga. Karena dalam beribadah tidak memungkinkan
jemaat menggunakan pengeras suara, dikarenakan keadaan lokasi Jemaat Mapakamang dan
juga Jemaat tetangga lain yang sangat berdekatan, sehingga juga mengharuskan Jemaat
Mapakamang melakukan aktivitas ibadah secara daring/online.
Namun masalah pelaksanaan ibadah daring ini, banyak menuai pro dan kontra
dikarenakan pelaksanaan ibadah secara daring ini di anggap kurang efektif. Maka dari itu,
peneliti ingin menggali bagaimana pandangan jemaat terhadap pelaksanaan ibadah daring.

Kemudian dalam hal ini, masih saja ada beberapa anggota jemaat yang masih belum bisa
menyikapi dengan baik atau secara positif merespon hal yang sedang di upayakan oleh
pemerintah dan gereja saat ini, khusus nya dalam jemaat mapakamang.

Maka dari itu sebagai peneliti, sangat tertarik untuk meneliti hal ini, sehingga judul dari
penelitian ini ialah “Kajian Teologis terhadap pelaksanaan ibadah di masa pandemi bagi
Jemaat Mapakamang Tosuraya Selatan”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahannya maka yang dijadikan
sebagai identifikasi masalah ialah :
1. Jemaat kurang memahami tentang pelaksanaan ibadah daring
2. Jemaat kurang memberikan respon positif tentang ibadah daring
3. Jemaat belum mampu menyikapi pelaksanaan ibadah daring

C. Tujuan Penelitian
1. Memberikan pandangan tentang pelaksanaan ibadah daring
2. Agar Jemaat mampu memberikan respon positif tentang ibadah daring
3. Agar Jemaat mampu menyikapi dengan baik pelaksanaan ibadah daring

D. Manfaat Penulisan
1. Agar jemaat mampu memahami tentang pelaksanaan ibadah virtual
2. Jemaat mampu merespon dan menyikapi ibadah daring dengan baik
3. Tulisan ini merupakan tahap akhir penyelesaian Praktek Pengenalan Lapangan
4. Memberikan wawasan bagi para pembaca terkait pelaksanaan ibadah secara daring
E. Kajian Teori
a) Gereja
Gereja berasal dari bahasa Protugis “ igreja”, yang berasal dari bahasa Yunani “
εκκλησία (ekklêsia)” yang berarti dipanggil keluar (“ ek=keluar” ; “ klesia dari kata
kaleo=memanggil”); kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia). Kata Inggris “
church” merupakan terjemahan yang tepat untuk ekklêsia. 1

GEREJA MENURUT PERJANJIAN LAMA

Dalam Perjanjian Lama terdapat dua istilah yang menggambarkan tentang umat
Tuhan yang menunjuk kepada Gereja, yaitu qahal (kahal) yang diturunkan dari akar kata
yang sudah tidak dipakai lagi yaitu qal (kal), yang artinya “ memanggil” ; dan edhah yang
berasal dari kata ya’adh yang artinya “ memilih” atau “ menunjuk” atau “ bertemu bersama-
sama di satu tempat yang ditunjuk” . Kedua kata ini kadang-kadang dipakai tanpa dibedakan
artinya. Edhah adalah kata yang lebih sering dipakai dalam Keluaran, Imamat, Bilangan dan
Yosua, tetapi tidak dijumpai dalam kitab Ulangan, dan jarang dijumpai dalam kitab-kitab
selanjutnya dalam Perjanjian Lama. Kata qahal banyak sekali dijumpai dalam Tawarikh, Ezra
dan Nehemia. Istilah qahal biasanya diterjemahkan menjadi jemaat, sedangkan ‘edhah
diterjemahkan menjadi umat (dalam hal ini umat Allah). Septuaginta, menterjemahkan qahal
ini dengan ekklesia. Qahal ini juga digambarkan dengan kemampuan berperang sebagaimana
dapat ditemukan dalam kitab Ester 8:11, 9:2, 15, 16, 18 dan yang tak asing lagi di dalam
kitab Hakim-Hakim. 2

GEREJA MENURUT PERJANJIAN BARU

Nama Gereja berasal dari kata Yunani kuriakos yang artinya “ kepunyaan Tuhan”,
yang berasal dari kata igreia (Latin), church (Inggris), kirche (Jerman), kyrke (Swedia),
cerkov (Slavia), kirk (Scot), kerk (Belanda). Di dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai
untuk menyatakan pengertian jemaat Tuhan adalah kata yang diambil dari Septuaginta yaitu
ekklesia (1 Ptr. 2:9) diawali dengan preposisi ek yang berarti “ keluar dari”, dan kata kaleo
menjelaskan mengenai “ dipanggil keluar dari komunitas tertentu”, dan kata sunagoge, dari
kata sun dan ago yang berarti “ datang atau berkumpul bersama” . Istilah ekklesia dalam
1
W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hal. 118
2
Agripa Sally, Bahan Ajar Dogmatika 5 (Batam: STT. BASOM, 2015)
Perjanjian Baru secara umum juga menunjuk kepada Gereja, walaupun dalam beberapa
bagian menunjukkan pertemuan secara umum, Kis.19:32, 39, 41. Biasanya kata ini dipakai
dalam konteks pemanggilan penduduk Yunani, keluar dari rumah mereka berkumpul dalam
suatu tempat yang sudah ditentukan. 3

Gereja pun punya tugas-tugas, diantaranya ada 3 tugas gereja ialah Koinonia,
Marturia dan Diakonia. Penjelasan dari ke 3 tugas gereja ialah sebagai berikut :

1. Koinonia
Kata Yunani KOINÔNIA (feminine noun) berasal dari: KOINÊ, dari kata dasar
KOINOS yang artinya “common/umum” (kesamaan), adjektiva. “KOINÔNIA” dalam
Septuaginta (terjemahan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani) tidak
pernah dipakai untuk hubungan antara Allah dengan manusia. Terdapat perbedaan di dalam
Perjanjian Baru, dimana telah ada perubahan, karena melalui Yesus Kristus, manusia dapat
dipersatukan kembali dengan Allah. Dalam Kristus Allah datang dan menemui manusia, Dia
menebus manusia dari dosa melalui jalan Salib, dan “KOINÔNIA” antar manusia dengan
Allah telah dipulihkan. Rasul Yohanes, murid yang dikasihi Tuhan Yesus, dia bersaksi bahwa
dia telah memiliki persekutuan dengan Sang Bapa dan Anak-Nya, Yesus Kristus.
Dari makna di atas, kata Yunani KOINÔNIA memiliki makna “kebersamaan
memiliki atau berbagi suatu hal bersama” atau “persekutuan dengan partisipasi intim.” Pada
perkembangannya, kata ini sering digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan
hubungan dalam gereja Kristen mula-mula serta tindakan memecahkan roti sebagai tanda
persekutuan dengan Kristus sekaligus peringatan untuk korban Kristus selama perjamuan
Paskah (Yoh. 6:48-69, Mat. 26:26-28, 1 Kor. 10:16, 1 Kor. 11:24). Maka, istilah KOINÔNIA
digunakan di dalam Gereja Kristen dalam mewujudkan eksistensi jemaat yang saling
mengasihi. KOINÔNIA selain makna yang sudah dijelaskan di atas, KOINÔNIA dalam
Kristianitas biasa diterjemahkan dengan “persekutuan” saja, namun seringkali juga
diterjemahkan dengan “kebersatuan”, “mengambil bagian” dan “menyumbangkan sesuatu.”
KOINÔNIA di dalam jemaat Kristus mencakup hubungan yang erat (persekutuan) sebagai
berikut :

a) Persekutuan dengan Kristus (1 Kor. 1:9).

b) Persekutuan dengan Roh Kudus (2 Kor. 13:13).

3
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006).
c) Persekutuan antara para anggota jemaat sendiri (Kis. 2:42-47).4

2. Marturia

Berasal dari bahasa Yunani: “Marturia” : Kesaksian. “Marturein”: Bersaksi.


Marturein dalam Perjanjian Baru memberi arti antara lain:

 Memberi kesaksian tentang fakta atau kebenaran (Lukas 24: 48; Matius 23: 31)
 Memberi kesaksian baik tentang seseorang (Lukas 4: 22; Ibr 2: 4)
 Membawakan khotbah untuk Pekabaran Injil (Kis 23:11) di sini bersaksi sebagai
istilah pengutusan/Pekabaran Injil.

Meskipun Kita bukanlah saksi mata dari karya penyelamatan Yesus Kristus, tetapi
kitalah saksi keyakinan (iman), dengan demikian hidup kita harus berdasarkan iman tersebut.
Allah mengutus anak-Nya Yesus Kristus, Kristus pun mengutus murid-murid-Nya ke dalam
dunia (Yoh 20: 21), supaya kabar keselamatan (Injil) diproklamirkan. Tugas ini diberikan
Allah kepada setiap orang yang percaya dengan karunia masing-masing, agar dapat
diwujudkan dalam perkataan dan perbuatan.

3. Diakonia

Secara harafiah, kata diakonia berarti memberi pertolongan atau pelayanan. Dalam
bahasa Ibrani pertolongan, penolong, ezer dalam Kej. 2: 18, 20; Mzm. 121: 1. Diakonia
dalam bahasa Ibrani disebut syeret yang artinya melayani. Dalam terjemahan bahasa Yunani,
kata diakonia disebutkan diakonia (pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos/diaken
(pelayan).5 Istilah diakonia sebenarnya, sudah terlihat sejak dari Perjanjian lama. Dalam
Kitab Kejadian jelas dikatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada
menjadi ada (Ex Nihilo) dan semua yang diciptakan Allah sungguh amat baik (Kej. 1:10-31).6

Dalam Perjanjian Baru, di samping kata-kata ini terdapat 5 kata lain untuk melayani,
masing-masing dengan nuansa dan arti tersendiri, yang dalam terjemahan-terjemahan Alkitab
kita pada umumnya diterjemahkan dengan kata melayani yaitu:

4
http://www.sarapanpagi.org/koinonia-persekutuan-fellowship-vt6304.html
5
Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2004), hal. 2
6
W.S. Lassor, Pengantar Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2001), hal. 122
a. Douleuein, yaitu melayani sebagai budak.
b. Leitreuein, yaitu melayani untuk uang.
c. Leitourgein yaitu dalam bahasa Yunani digunakan untuk pelayanan umum bagi
kesejahteraan rakyat dan negara.
d. Therapeuein yaitu menggarisbawahi kesiapan untuk melakukan pelayanan ini sebaik
mungkin.
e. Huperetein yaitu menunjukkan suatu hubungan kerja terutama relasi dengan orang
untuk siapa pekerjaan itu dilakukan.7

Dari semua kata di atas yang artinya saling berkaitan, kelompok kata diakonein
mempunyai nuansa khusus, mengenai pelayanan antarsesama yang sangat pribadi sifatnya.
Kata-kata tersebut di atas di sana-sini menunjukkan arti diakonal. Ada hubungan antara
liturgi dan diakonia, sementara therapeuo dalam arti perawatan orang sakit erat kaitannya
dengan apa yang dimaksudkan dengan diakonia.8

b) Ibadah

Pengertian Ibadah

Ada beberapa kata yang dipakai untuk mengartikan kata ibadah. Dalam PL dan PB
juga menjelaskan tentang arti dari ibadah serta asal usul tentang kata ibadah ini. Secara
umum ibadah ini berasal dari kata Liturgi, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Leitourgia,
kata ini berasal dari dua kata yaitu ergon, yang artinya melayani atau bekerja, dan kata laos,
artinya bangsa, masyarakat, persekutuan umat. Kedua kata ini diambil dari kehidupan orang-
orang Yunani kuno sebagai bentuk kerja rakyat kepada bangsa dan negara. Kata Leitourgia
juga dipakai untuk menunjuk pelayan rumah tangga atau pegawai pemerintah. Kata
Leitourgia juga di gunakan Paulus untuk menunjukan dirinya sebagai seorang pelayan
Kristus bagi semua orang. Dari pemahaman Paulus, liturgi juga merupakan sikap beriman
orang Kristen. Pada abad ke 12 kata liturgi menunjuk pada perayaan ibadah gereja dan
kemudian diterima secara umum untuk mengartikan Ibadah Kristen.9

7
Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2004), hal. 2
8
Ibid., hal. 3
9
Rasid Rachman, “Pembimbing kedalam Sejarah Liturgi” ( Jakarta: BPK. Gunung Mulia,
2015). Hlm 2-3.
Definisi-definisi ibadah menurut para ahli.

1. Prof Paul W. Hoon

Menurut Prof Paul W. Hoon, ia berpendapat bahwa ibadah Kristen merupakan


penyataan diri Allah dalam Yesus Kristus dan tanggapan manusia terhadap-Nya. Jadi dapat di
simpulkan, menurut Hoon, ibadah merupakan bentuk tanggapan manusia dalam menjawab
kepentingan dari Allah. Dimana dalam ibadah yang dilakukan manusia harus melakukannya
dengan bersungguh-sungguh sebagai ungkapan manusia kepada Allah yang sangat dalam.
Menjawab kepentingan Allah yang dimaksud ialah penyembahan. Penyembahan yang
dilakukan ini ialah untuk menunjukan bahwa yang disembah oleh manusia ialah Allah sang
pencipta dan yang memegang kuasa atas dunia.

2. Peter Brunner

Peter Brunner (Teolog Lutheran), mengatakan bahwa Ibadah Kristen adalah


“Gottesdienst” (bhs. Jerman), yaitu pelayanan Allah kepada manusia dan demikian
sebaliknya pelayanan manusia kepada Allah. Menurut Peter, Ibadah merupakan suatu bentuk
pelayanan, yang didasari pada firman Allah dan kemudian dilakukan untuk Allah, dan juga
merupakan bentuk pemberian diri manusia untuk melayani Allah.

3. Prof. Jean-Jacques Von Allmen.

Prof. Jean-Jacques Von Allmen merupakan seorang pendeta dan seorang profesor
teologi praktis serta direktur di Tantur Ecumenical Institute pada tahun 1958 dan pensiun
pada tahun 1980. Ia mengatakan bahwa Ibadah adalah “memulihkan dan menegaskan secara
baru proses sejarah penyelamatan yang telah mencapai titik puncaknya dalam Kristus ke
dalam sejarah manusia, dan melalui peringkasan serta penegasan yang selalu diulang ini
Kristus melanjutkan karya penyelamatan-Nya melalui Roh Kudus. Juga Ibadah adalah “
Epifani ( penampakan diri) Gereja”. Dimana Gereja mendapatkan identitas dirinya dalam
ibadah karena pada hakekatnya dijadikan nyata dan gereja pun dituntun untuk mengakui
keberadaannya. Bagi Von Allmen Ibadah Kristen sendiri mempunyai 3 dimensi yaitu :
Pengulangan, Penampakan diri dan penghakiman.

4. Nikos A. Nissiotis.
Niko A. Nissotis yang merupakan seorang teolog ortodoks, menekankan bahwa
ibadah bukanlah inisiatif dari manusia, melainkan ibadah merupakan suatu tindakan
pendamaian dari Allah melalui Yesus Kristus didalam roh-Nya. Ibadah sebagai pengakuan
dari manusia tentang keilahian Allah, dalam ibadah manusia menyatakan dan memberikan
pengakuan kepada Allah didalam roh orang-orang bersekutu bersama untuk menaikan
pengakuan tersebut.10

5. Wilfred Robert Francis Browning

Browning merupakan seorang teolog anglikan asal inggris,iamengemukakan bahwa


ibadah merupakan bentuk hormat manusia kepada Allah yang dinyatakan dari perkataan dan
tindakan kehidupan manusia. Ibadah bukan hanya sebagai bentuk permohonan manusia
kepada Allah, melainkan bentuk syukur dan hormat karena Allah sendiri telah memberikan
apa yang telah diminta oleh manusia. Penghormatan kepada Allah sebagai pencipta, serta
sebagai penguasa di seluruh dunia. 11

Ibadah dalam Perjanjian Lama

Kata “ ibadah “ muncul pertama kali dalam Keluaran 3:12. Ada dua kata yang
digunakan untuk menjelaskan kata ibadah ini, yaitu ta’ abduwn dan sachah. Ta abduwn
berasal dari kata “abad” yang secara etimologi berarti mengerjakan (dalam banyak
pengertian, perasaan), memaksa, mendorong, mendengar, melaksanakan, memelihara,
kebaktian, ditempa atau dibuat.

Ibadah merupakan suatu bentuk aktifitas yang membawa perbuatan, hati, dan
menyenangkan hati Tuhan. Ketika berbicara tentang ibadah, maka tidak terlepas dari istilah
kultus, yaitu aspek-aspek formal dan ritual dari peribadatan dalam Perjanjian Lama.12

Dalam kitab Perjanjian Lama ada beberapa contoh ibadah pribadi (Kej. 24:26; Kel.
33:9-34:8). Ibadah umum yang berkembang yang dilakukan dalam bait suci dan kemah
pertemuan berbeda sekali dengan ibadah pasa zaman yang lebih awal. Ibadah yang
dilaksanakan dalam bait suci merupakan realitas rohani, hal ini bisa dilihat pada saat bait suci
di hancurkan dan dalam pembuangan di Babel. Bagi mereka ibadah tetap menjadi
kebutuhan, maka dari itu mereka menciptakan kebaktian sinagoge untuk memenuhi

10
James F. White “ Pengantar Ibadah Kristen “ ( Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2017) hlm, 6-
10
11
Browning, Kamus Alkitab, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia , 2009 ), hal 120
12
William Dyrness, Tema –tema dalam teologi Perjanjian Lama, ( Malang : Gandum mas,
2004 ), hal 125
kebuhtuhan mereka dalam ibadah. Kebaktian itu terdiri dari 4 hal, yaitu :Shema, Doa-doa,
pembacaan kitab suci, dan penjelasan. Kemudian ketika Bait Suci kedua didirikan melalui
kebaktian, paskah, sabat, perayaan tahunan, puasa serta puji-pujian, membuktikan bahwa
bagi orang yahudi, ibadah bukan hanya realitas rohani saja, tetapi merupakan hal yang sangat
penting bagi kaum mereka.13

Ibadah dalam Perjanjian Baru.

Penggunaan istilah ibadah didalam perjanjian baru ada bermacam-macam, istilah-


istilah itu juga mengantung arti-arti yang lain. Namun ada satu kata yang sangat umum di
jumpai untuk mengemukakan tentang ibadah, kata itu ialah Lateria, kata ini sering di jumpai
dalam perjanjian baru dan di artikan sebagai pelayanan atau ibadah. Dalam Roma 9:4 serta
Ibrani 9:6 terlihat kata Lateria menyatakan arti ibadah pada kegiatan keagamaan orang
yahudi yang di laksanakan didalam sinagoge, dan ini juga merupakan hal yang sama jika
dilihat dalam Yohanes 16:2. Kemudian didalam roma 12:1 dan filipi 3:3, kata ini benar-
benar diartikan sebagai Ibadah.

Lalu suatu pandangan baru muncul melalui kata Proskunein, yang artinya
menyembah atau sujud. Kata ini bisa dijumpai ketika sedang membaca dalam kitab Matius
4:10, Lukas 4:8, Yohanes 4:23 dan Wahyu 5:14. Dalam bagian Alkitab yang disebutkan tadi,
semua arti dan terjemahannya sama, yaitu sujud atau menyembah. Dalam pengartian kata
Proskunein ini penyembahan ditujukan kepada Bapa atau kepada Allah. Ini berarti
menandakan bahwa penyembahan yang di maksud dalam perjanjian baru adalah pemaknaan
kata tentang Ibadah.14

Tujuan dan Motivasi dalam beribadah

c. Ibadah Daring.

13
J. D. Douglas.“ ensiklopedia masa kini jilid 1”( Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2011) hlm. 409
14
James F. White. “ Pengantar Ibadah Kristen “ ( Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2017) Hlm.
15-16.

Anda mungkin juga menyukai