Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
2024/2025
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
Asuhan Kebidanan Komunitas mengenai “Memberikan Asuhan Kebidanan di
Komunitas Dengan Dasar-Dasar Komunitas” dapat selesai pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan
Komunitas dan bertujuan agar pembaca dapat mengetahui “Memberikan Asuhan
Kebidanan di Komunitas Dengan Dasar-Dasar Komunitas”. Pada kesempatan ini
juga, penulis menyampaikan ucapakan terima kasih yang ditujukan kepada:
1. Tuhan yang selalu menjadi penuntun dan yang menyertai kami dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
2. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan kami.
3. Siti Rahmadani, SST., M.Kes selaku dosen penanggung jawab mata kuliah
Asuhan Kebidanan Komunitas di Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Jakarta 1.
4. Dr. Masita, SST., MPH selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan
Kebidanan Komunitas di Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Jakarta 1.
Materi yang kami sampaikan dalam makalah ini tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, karena kami juga masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu
arahan, koreksi, dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memberikan asuhan kebidanan di komunitas dengan dasar - dasar komunitas adalah
refleksi dari kebutuhan mendesak untuk memperkuat sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak
di tingkat masyarakat. Melalui penerapan dasar - dasar komunitas, asuhan kebidanan tidak
hanya berkutat pada aspek medis semata, tetapi juga menggali potensi kolaboratif dan
partisipatif masyarakat dalam menjaga kesehatan reproduksi. Pendekatan ini menciptakan
lingkungan yang mendukung, responsif, dan berkelanjutan, di mana peran bidan menjadi
integral dalam membangun hubungan saling percaya antara penyedia layanan dan komunitas.
Dengan demikian, latar belakang ini merinci urgensi dan potensi positif yang muncul ketika
asuhan kebidanan diintegrasikan dengan dasar - dasar komunitas.
Dasar - dasar komunitas juga menjadi landasan penting untuk memahami kebutuhan lokal
dan membangun hubungan yang berkelanjutan dengan masyarakat. Fokus pada asuhan
neonatus mencerminkan upaya meningkatkan kesehatan bayi baru lahir, sementara
pembahasan kontrasepsi dan rujukan mencakup dimensi keluarga dan perencanaan
keberlanjutan. Sementara itu, urgensi penanganan kegawatdaruratan obstetrik dan neonates
menggarisbawahi pentingnya respons cepat dalam situasi kritis. Makalah ini bertujuan untuk
merangkum praktik asuhan kebidanan di komunitas dengan memadukan dasar - dasar
komunitas, asuhan neonatus, kontrasepsi, dan manajemen kegawatdaruratan obstetrik dan
neonates.
4
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui Asuhan Bayi Baru Lahir dan Neonatus di komunitas.
2. Untuk mengetahui pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetrik dan neonatus
(PPGDON).
3. Untuk mengetahui pelayan kontrasepsi dan rujukannya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asuhan Bayi Baru Lahir dan Neonatus
2.1.1 Jadwal Kunjungan
Kunjungan neonatal adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu :
1. Kunjungan neonatal I (KNI) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir
Tindakan yang harus dilakukan bidan adalah :
a. Timbang berat badan bayi. Bandingkan berat badan dengan berat badan lahir.
b. Jaga selalu kehangatan bayi.
c. Perhatikan intake dan output bayi.
d. Kaji apakah bayi menyusu dengan baik atau tidak.
e. Komunikasikan kepada orang tua bayi bagaimana caranya merawat tali pusat.
f. Dokumentasikan.
2. Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari
Tindakan yang harus dilakukan bidan adalah :
a. Timbang berat badan bayi. Bandingkan dengan berat badan saat ini dengan berat badan
saat bayi lahir.
b. Jaga selalu kehangatan bayi.
c. Perhatikan intake dan output bayi.
d. Kaji apakah bayi menyusu dengan baik atau tidak.
e. Dokumentasikan Jadwal Kunjungan neonatal.
3. Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8-28 hari
Tindakan yang harus dilakukan bidan adalah :
a. Timbang berat badan bayiBandingkan dengan berat badan saat ini dengan berat badan
saat bayi lahir.
b. Jaga selalu kehangatan bayi.
c. Perhatikan intake dan output bayi.
d. Kaji apakah bayi menyusu dengan baik atau tidak.
e. Dokumentasikan.
6
Tatalaksana kunjungan rumah bayi baru lahir oleh bidan diantaranya :
a. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah sampai tali pusat lepas, bila mungkin
selama satu minggu pertama sesudah bayi lahir.
b. Kartu anak (buku KIA) harus diisi lengkap dan kelahiran bayi harus di daftar atau dibawa
ke puskesmas.
c. Bidan hendaknya meneliti apakah petugas yang melayani persalinan sudah memberikan
perhatian terhadap semua organ - organ yang penting.
7
f. Pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah termasuk
perawatan tali pusat dengan menggunakan Buku KIA.
g. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
8
Asuhan bayi baru lahir. Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman
Asuhan Persalinan Normal yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi
baru lahir dapat dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi
baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan ibunya atau rawat gabung
(ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24
jam).
d. Asuhan bayi baru lahir meliputi :
Pencegahan infeksi (PI).
Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi.
Pemotongan dan perawatan tali pusat.
Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan
ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.
Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri.
Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan.
Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata antibiotika dosis tunggal.
Pemeriksaan bayi baru lahir.
Pemberian ASI eksklusif.
e. Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu,
kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD. Langkah IMD pada
persalinan normal (partus spontan) :
9
Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum menyusu.
Biarkan KULIT bayi bersentuhan dengan KULIT ibu minimal selama SATU JAM;
bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1 jam
Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1 jam posisikan bayi lebih dekat
dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30
MENIT atau 1 JAM berikutnya.
f. Pelaksanaan penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep mata dan imunisasi
Hepatitis B (HB 0).
Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada periode setelah IMD sampai
2-3 jam setelah lahir, dan dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter, bidan atau perawat.
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi.
Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika bayi
lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan
selama 24 jam pertama.
Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan yang sama dengan ibunya, oleh
dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan dilakukan di rumah, ibu atau keluarga dapat
mendampingi tenaga kesehatan yang memeriksa.
10
Usia 3 – 7 hari Usia 3 – 7 hari
Minggu ke – 2 pasca lahiran Minggu ke -2 pasca lahiran
11
- Infant warmer atau dapat digunakan juga lampu pijar 60 watt dipasang sedemikian rupa
dengan jarak 60 cm dari bayi yang berfungsi untuk penerangan dan memberikan
kehangatan di atas tempat resusitasi.
- Alat resusitasi (balon sungkup) bayi baru lahir.
- Air bersih, sabun dan handuk bersih dan kering.
- Sarung tangan bersih.
- Kain bersih dan hangat.
- Stetoskop infant dan dewasa.
- Stop watch atau jam dengan jarum detik.
- Termometer.
- Timbangan bayi.
- Pengukur panjang bayi.
- Pengukur lingkar kepala 30.
- Alat suntik sekali pakai (disposible syringe) ukuran 1 ml/cc.
- Senter.
- Vitamin K1 (phytomenadione) ampul.
- Salep mata Oxytetrasiklin 1%.
- Vaksin Hepatitis B (HB) 0.
- Form pencatatan (Buku KIA, Formulir BBL, Formulir register kohort bayi)
12
- Pengukur lingkar kepala..
- Alat suntik sekali pakai (disposable syringe) ukuran 1ml/cc.
- Vitamin K1 (phytomenadione) ampul.
- Salep mata Oxytetrasiklin 1%
- Vaksin Hepatitis B (HB 0)
- Form pencatatan (Buku KIA, Formulir bayi baru lahir, formulir MTBM, Partograf,
Formulir register kohort bayi).
13
d. Konseling ASI ekskulusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda-tanda sakit dan
perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA.
e. Penanaganan dan rujukan kasus bila di perlukan Tenaga kesehatan yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan bayi adalah dokter spesialis anak, dokter, bidan dan
perawat.
Jenis Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Baru Lahir
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan Persalinan Normal
yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi baru lahir dapat dilaksanakan
oleh dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir dilaksanakan dalam
ruangan yang sama dengan ibunya atau rawat gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu
kamar, bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam).
Anak balita (bawah lima tahun), merupakan kelompok tersendiri yang dalam
perkembangan dan pertumbuhannya memerlukan perhatian yang lebih khusus. Bila
perkembangan dan pertumbuhan pada masa BALITA ini mengalami gangguan, hal ini
akan berakibat terganggunya persiapan terhadap pembentukan anak yang berkualitas.
Untuk mencapai hal diatas, maka tujuan pembinaan kesejahteraan anak adalah dengan
menjamin kebutuhan dasar anak secara wajar, yang mencakup segi - segi kelangsungan
14
hidup, pertumbuhan dan perkembangan dan perlindungan terhadap hak anak yang menjadi
haknya [hak anak]. Disamping itu diperlukan juga suatu lingkungan hidup yang
menguntungkan untuk proses tumbuh kembang anak. (Chairuddin P. Lubis, 2004)
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat.
Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku
KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap
bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan
berturut- turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk ke sarana
pelayanan kesehatan.
b. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali
dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik
kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali setahun (setiap
6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan)
maupun di luar gedung.
c. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
d. Kepemilikan dan pemantauan buku KIA oleh setiap anak balita 5. Pelayanan anak
balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.
Jenis Pelayanan Kesehatan Pada Balita Pelayanan kesehatan pada balita yang lain
adalah :
a. Pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk
memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidak
seimbangan pemberian makan pada anak. KMS juga dapat dipakai sebagai bahan
penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat
sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan,
meningkatkan atau memulihkan kesehatan- nya. KMS berisi catatan penting
tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare,
pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan
Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/
Rumah Sakit.
15
Manfaat KMS adalah :
- Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara
lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi,
penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberian
ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.
- Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak.
- Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan
penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.
b. Pelayanan kesehatan dengan Pemberian Kebutuhan Nutrisi Yang Baik Pada Anak.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik seorang anak, pemberian makanan
yang bergizi mutlak sangat diperlukan. Anak dalam pertumbuhan dan
perkembangannya mempunyai beberapa fase yang sesuai dengan umur si anak, yaitu
fase pertumbuhan cepat dan fase pertumbuhan lambat. Bila kebutuhan ini tidak dapat
dipenuhi, maka akan terjadi gangguan gizi pada anak tersebut yang mempunyai
dampak dibelakang hari baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik anak tersebut
maupun gangguan intelegensia.
c. Pemberian Kapsul Vitamin A.
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan
oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan
untuk kesehatan tubuh yaitu meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk
melawan penyakit misalnya campak, diare dan infeksi lain.
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan pada beberapa sasaran yang
diperkirakan banyak mengalami kekurangan terhadap Vitamin A, yang dilakukan
melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita yang diberikan
sebanyak 2 kali dalam satu tahun. (Depkes RI, 2007)
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
- Kapsul vitamin A biru (100.000 IU) diberikan pada bayi yang berusia 6 - 11 bulan
satu kali dalam satu tahun.
- Kapsul vitamin A merah (200.000 IU) diberikan kepada balita Kekurangan
vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia (mata kering ).
16
Hal ini dapat terjadi karena serapan vitamin A pada mata mengalami pengurangan
sehingga terjadi kekeringan pada selaput lendir atau konjungtiva dan selaput bening
(kornea mata ). Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan
Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target pemberian
80% dari seluruh balita. Dengan demikian diharapkan balita akan terlindungi dari
kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga menengah kebawah.
d. Pelayanan Posyandu.
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan
bayi.
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :
- Penimbangan berat badan.
- Penentuan status pertumbuhan.
- Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi
dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke
Puskesmas.
- Penyuluhan.
e. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
17
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk
mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita
di Indonesia.
Pengelolaan bayi sakit pada usia 1 hari sampai 2 bulan ini, meliputi penilaian tanda
dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan
pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut.
Dalam manajemen terpadu bayi muda ini, dilakukan pengelolaan terhadap penyakit
- penyakit yang lazim terjadi pada bayi muda, antara lain adanya kejang, gangguan
nafas, hipotermi, kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, gangguan saluran cerna,
diare serta kemungkinan berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.
18
kematian balita, Departemen kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah
mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang
mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai
tahun 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
f. Konseling pada keluarga balita.
19
Rekomendasi :
Jangan melakukan imunisasi pada bayi dengan imunodefisiensi (HIV,gizi
buruk).
Imunisasi BCG diberikan saat bayi berusia ≤ 2 bulan.
Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB, diberi INH profilaksis, jika
kontak sudah tenang dapat diberi BCG.
- Polio oral vaksin : Untuk mencegah penyakit polio.
Imunisasi polio digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang
dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin adalah virus yang
dilemahkan. Imunisasi polio diberikan melalui oral bersamaan dengan suntikan
vaksin DPT & hepatitis B. Vaksin yang digunakan secara rutin sejak bayi lahir
dengan dosis 2 tetes oral yang menempatkan diri di usus & memacu pembentukan
system baik dalam darah maupun pada epitelium usus yang menghasilkan
pertahanan terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian.
- DPT : Untuk mencegah penyakit Difteri, Pertuis, dan Tetanus Vaksin mengandung
racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racu racunnya, namun masih dapat
merangsang pembentukan zat anti (toksoid).
Imunisasi DPT diberikan melalui system scular dengan dosis 0,5 ml & dapat
menimbulkan efek samping ringan, terajdi pembengkakan, nyeri & demam. Efek
samping berat: terjadi menangis hebat, kesakitan ± 4 jam, kesadaran menurun,
kejang & syok.
- Hepatitis B : Untuk mencegah penyakit Hepatitis B.
Penyakit Hepatitis B sering menyebabkan hepatitis kronik yang dalam kurun
waktu 10-20 tahun dapat berkembang menjadi hepatitis akut. Penularan penyakit
melalui: hubungan seksual, dari ibu kepada bayinya, melalui alat-alat kedokteran.
Imunisasi diberikan melalui system scular dengan dosis 0,5 ml dan dapat
menimbulkan efek samping yang pada umumnya ringan, hanya berupa nyeri,
bengkak, panas, mual & nyeri sendi maupun otot.
- Campak : Untuk mencegah penyakit Campak Imunisasi bermanfaat untuk
memberikan kekebalan pada bayi dan anak sehingga tidak mudah tertular
penyakit :TBC, tetanus, difteri, pertusis (batuk rejan), polio, campak dan hepatitis.
20
Imunisasi dapat diperoleh di Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu,
Puskesmas Keliling, Praktek dokter atau bidan, dan di Rumah sakit.
pangan atau kebutuhan gizi seperti Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Eksklusif, MP
- ASI, pemantauan panjang badan dan berat badan secara teratur.
Perawatan kesehatan dasar seperti imunisasi sesuai jadwal, pemberian vitamin K1 dan
vitamin A biru untuk bayi umur 6 – 11 bulan, vitamin A merah untuk anak umur 12
– 59 bulan dan ibu nifas 2 kapsul di minum selama nifas.
Hygiene dan sanitasi.
Sandang dan papan.
Kesegaran jasmani.
Rekreasi dan pemanfaatan waktu.
2. Asih adalah ikatan yang erat, serasi dan selaras antara ibu dan anaknya diperlukan pada
tahun pertama kehidupan anak untuk menjamin mantapnya tumbuh kembang fisik, mental dan
psikososial anak seperti:
3. Asah merupakan proses pembelajaran pada anak. Agar anak tumbuh dan berkembang
menjadi anak yang cerdas, ceria dan berakhal mulia, maka periode blalita menjadi periode
yang menentukan sebagai masa keemasan (golden period), jendela kesempatan (window of
opportunity), dan masa krisis yang tidak mungkin terulang. Oleh karena itu pengembangan
anak usia dini melalui perawatan, pengasuhan, dan pendidikan anak usia dini harus
memperhatikan hal hal sebagai berikut :
21
Pengembangan moral, etika, dan agama.
Perawatan, pengasuhan dan pendidikan usia dini.
Pendidikan dan pelatihan.
a) Kebersihan anak.
b) Perawatan gigi.
c) Perbaikan gizi/pola pemberian makan anak.
d) Kesehatan lingkungan.
e) Pendidikan seksual di mulai sejak balita (sejak anak mengenal identitasnya sebagai
laki-laki atau perempuan).
f) Perawatan anak sakit.
g) Jauhkan anak dari bahaya.
h) Cara menstimulasi perkembangan anak.
22
2.1.6 Pemantauan tumbuh kembang bayi dan balita/deteksi dini
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang biasa diukur dengan ukuran berat, ukuran
panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik. Perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan.
Deteksi dini tumbuh kembang bayi dan balita adalah kegiatan pemeriksaan untuk
menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada bayi dan balita. Dengan
ditemukan secara dini penyimpangan tumbuh kembang bayi dan balita maka intervensi akan
lebih mudah dilakukan, tenaga kesehatan juga mempunyai waktu dalam membuat rencana
tindakan yang tepat, terutama ketika harus melibatkan ibu dan keluarga. Bila penyimpangan
terlambat diketaui, maka intervesinya akan sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh
kembang bayi dan balita tersebut.
Adanya tiga jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat mengetahui/menemukan
kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya berupa :
23
1) Masalah mental emosional pada anak prasekolah (usia 36 – 72 bulan). Masalah ini
dideteksi dengan menggunakan kuisioner masalah mental emosional (KMME).
2) Autisme pada anak prasekolah (usia 18 - 36 bulan). Deteksi dini pada masalah ini
menggunakan CHAT [checklist for autism in toddlers].
3) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GGPH).Deteksi dini ini dilakukan
untuk mengetahui seara dini adanya gangguan hiperaktivitas pada anak usia 36 bulan
keatas. Alat yangdigunakkan adalah formulir deteksi dini GPPH.
2.1.7 Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, atau resisten. Imunisasi berarti kekebalanatau
resisten terhadap suatu penyakit tertentu , tetapi tidak kebal terhadap penyakit yang
lain.Macam kekebalan ada dua, yaitu kekebalan tidak spesifik dam kekebalan spesifik.
Kekebalantidak spesifik, yaitu pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat
melindungi tubuh dari suatu penyakit.
Jenis – Jenis Imunisasi :
1. BCG (Bacillus Calmatte Guerin)Dosis pemberian 1 kali pada usia 0 - 2 bulan pada bahu
kanan.Setelah penyuntikan imunisasi ini, akan timbul benjolan putih padalengan bekas
suntikan yang akan membentuk luka serta reaksi panas.
24
2. DPTDosis pemberian 3 kali pada usia 2 - 11 bulan pada paha. Anak akanmengalami panas
dan nyeri pada tempat yang diimunisasi. Beriobat penurun panas ¼ tablet dan jangan
membungkus bayi denganselimut tebal.
3. Polio Dosis pemberian 4 kali melalui tetes mulut (2 tetes) pada usia 4 - 6 bulan Setelah
imunisasi, tidak ada efek samping. Jika anak menderita kelumpuhan setelah imunisasi
polio, kemungkinansebelum di vaksin sudah terkena virus polio.
4. Campak Dosis pemberian 1 kali usia 9 bulan pada bahu kiri. Setelah 1minggu imunisasi,
terkadang bayi akan panas dan munculkemerahan. Cukup beri ¼ tablet penurun panas.
Program imunisasi dilaksanakn untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi tersebut, seperti difteri, tetanus,
pertusis,hepatitis B, polio dan tuberkulosis. Sasaran program imunisasi, adalah sebagai
berikut :
a) Imunisasi BCG dosis 0,5 cc disuntukan pada lengan kanan atas melaluiintrakutan mulai
usuia 0 - 1 bulan dan diberikan satu kali.
b) Imunisasi Hb uninjek diberikan pada bayi baru lahir melalui intramuskular pada paha
kanan/kiri.
c) Imunisasi DPT/HB Combo dosis 0,5 cc disuntikan pada paha kanan/kirimelalui
intramuskular dengan interval 4 minggu dan diberikan 3 kalimulai usia 2 - 11 bulan.
d) Imunisasi polio dengan dosis 2 tetesdiberikan per oral dengan interval 4minggu dan
diberikan 4 kali mulai usia 0-11 bulan.
e) e.Imunisasi campak dosis 0,5 cc disuntikan melalui intrakutan pada lengankiri atas dan
diberika cukup sekali pada usia 9 bulan.
25
a) Imunisasi DT ( difteri tetanus ) dosis 0,5 cc disuntikan melaluiintramuskular atau ubkutan
pada lengan kiri dan diberikan 1 kali padaanak SD kelas 1.
b) Imunisasi TT 9 Toksoid Tetanus) dosis 0,5 cc disuntikan melaluiintramuskular atau
subkutan pada lengan kiri dan diberikan 1 kali padaanak SD kelas VI.
26
dipengaruhi oleh faktor pribadi, sosial, dan budaya. Berdasarkan prinsip ini, petugas
kesehatan akan memberikan informasi yang berkualitas dan efektif untuk membantu klien
memilih dan menggunakan metode kontrasepsi yang paling cocok untuk mereka.
Memberikan pelayanan dengan berorientasi pada klien akan mempengaruhi kualitas
layanan karena mengarah pada kepuasan klien yang lebih baik, kemungkinan penggunaan
layanan yang berkelanjutan lebih besar, dan hasil kesehatan yang lebih baik.
2. Prinsip Pelayanan Non - Diskriminatif/Berbasis Hak
Pelayanan non-diskriminatif/berbasi hak berarti pelayanan kontrasepsi yang menjamin
hak semua orang dalam mengakses informasi dan pelayanan kontrasepsi. Sering kali
hambatan diskriminatif dalam pemberian pelayanan kontrasepsi berasal dari diskriminasi
yang tertanam secara sosial atau budaya. Dengan demikian, baik negara maupun pemberi
layanan dapat mengambil langkah untuk menghilangkan hambatan tersebut demi
terjaminnya informasi yang komprehensif dan akses pelayanan kontrasepsi yang lebih
baik.
3. Prinsip Kesukarelaan, Informed Choice, dan Informed Consent
Dalam melakukan pelayanan kontrasepsi, salah satu hal yang harus dipastikan adalah
kesukarelaan pasien dalam menggunakan layanan tersebut. Artinya perempuan atau
pasangan harus berada dalam kondisi paham dan secara sukarela dalam memilih metode
kontrasepsi yang akan digunakan. Kondisi sukarela tersebut kemudian dituangkan dalam
informed choice dan informed consent. Informed Choice adalah suatu kondisi
peserta/calon peserta KB yang memilih kontrasepsi didasari oleh pengetahuan yang cukup
setelah mendapat informasi yang lengkap melalui Komunikasi Interpersonal/Konseling
(KIP/K). Dalam hal ini, petugas kesehatan dapat menggunakan Alat Bantu Pengambilan
Keputusan ber - KB (ABPK). ABPK membantu petugas dalam melakukan konseling
sesuai standar dan mengajak klien bersikap lebih partisipatif serta membantu klien untuk
mengambil keputusan.
Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh klien atau keluarganya atas
dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
klien tersebut. Informasi yang diberikan harus disampaikan secara lengkap, jujur, dan
benar tentang metode kontrasepsi yang akan digunakan oleh calon/klien KB. Setiap
tindakan medis yang mengandung risiko harus dengan persetujuan tertulis yang
27
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan, yaitu klien yang bersangkutan
dalam keadaan sadar dan sehat mental.
1. Masa interval, yaitu pelayanan kontrasepsi yang dilakukan selain pada masa pasca
persalinan dan pasca keguguran
2. Pasca persalinan, yaitu pada 0 - 42 hari sesudah melahirkan
3. Pasca keguguran, yaitu pada 0 - 14 hari sesudah keguguran
4. Pelayanan kontrasepsi darurat, yaitu pelayanan dalam 3 hari sampai dengan 5 hari
pasca senggama yang tidak terlindung dengan kontrasepsi yang tepat dan konsisten.
Tindakan pemberian pelayanan kontrasepsi meliputi pemasangan atau pencabutan Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), pemasangan atau pencabutan implan, pemberian.
Metode Amenore Laktasi (MAL). Pemilihan metode kontrasepsi tersebut harus
mempertimbangkan usia, paritas, jumlah anak, kondisi kesehatan klien, dan sesuai dengan
tujuan reproduksi klien. Tujuan reproduksi meliputi menunda kehamilan pada pasangan
muda, ibu yang belum berusia 20 tahun, atau klien yang memiliki masalah kesehatan;
mengatur jarak kehamilan pada klien Pasangan Usia Subur (PUS); atau tidak
menginginkan kehamilan pada klien yang berusia lebih dari 35 tahun.
Kegiatan pasca pelayanan kontrasepsi meliputi:
1. Pemberian konseling,
2. Pelayanan medis, dan/atau
3. Rujukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Konseling pasca pelayanan dari tiap metode kontrasepsi sangat dibutuhkan. Konseling
ini bertujuan agar klien dapat mengetahui berbagai efek samping dan komplikasi yang
mungkin terjadi. Klien diharapkan juga dapat membedakan masalah yang dapat ditangani
sendiri di rumah dan efek samping atau komplikasi yang harus mendapat pelayanan medis.
Pemberian informasi yang baik akan membuat klien lebih memahami tentang metode
kontrasepsi pilihannya dan konsisten dalam penggunaannya.
Rujukan Pelayanan Kontrasepsi
Sistem rujukan dalam mekanisme pelayanan Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih
(MKET) merupakan suatu sistem pelimpahan tanggung jawab timbal balik diantara unit
28
pelayanan mengenai kasus atau masalah yang berhubungan dengan MKET. Unit pelayanan
yang dimaksud disini yaitu menurut tingkat kemampuan dari yang palingsederhana
berurut-turut ke unit pelayanan yang paling mampu.
Sasaran
1. Calon peserta KB yang baru akan menggunakan alat kontrasepsi.
2. Peserta KB yang akan mengganti cara ke kontrasepsi yang lainnya.
3. Peserta KB yang mengalami kasus dari pemakaian kontrasepsi. Misalnya : kegagalan dari
pemakaian alat kontrasepsi. Pemeriksaan ulangan dari kontrasepsi yang dipakainya.
Misalnya : pemeriksaan letak IUD atau Implant.
Tempat Pelayanan Rujukan
1. Calon peserta KB atau peserta KB yang akan mengganti metode medis oepratif (Pria atau
wanita) dapat dirujuk ke Puskesmas yang mampu melaksanakan metode oepratif atau ke
rumah Sakit pemerintah maupun rumah Sakit swasta.
2. Calon peserta KB yang akan ber KB dengan metode kontrasepsi IUD,Implant, Suntikan
dan Pil atau peserta KB yang akan ganti cara ke metode tersebut dapat dirujuk ke
Polindes,Puskesmas atau dokter dan bidan praktik mandiri.
3. peserta KB yang mengalami kasus dari pemakaian alat - alat kontrasepsi, misalnya
kegagalan dan komplikasi dapat dirujuk kePolindes, Puskesmas, dokter dan Bidan praktik
mandiri dan rumah Sakit pemerintah atau swasta.
4. Pemeriksaan ulangan dari alat kontrasepsi yang dipakai misalnya IUD, Implant dapat
dirujuk ke Polindes, Puskesmas, dokter atau Bidan praktik mandiri dan rumah Sakit
pemerintah atau swasta.
Tata Laksana Melakukan Rujukan
1. Pada tingkat keluarga dapat dirujuk oleh Kader ke Bidan di desa (Polindes) atau
Puskesmas.
2. Pada tingkat desa, dapat dirujuk oleh Bidan di desa ke Puskesmas, dokter.
3. Pada tingkat kecamatan, dapat dirujuk oleh Bidan ke rumah Sakit pemerintah atau swasta.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara keseluruhan, makalah ini menyoroti urgensi dan relevansi asuhan kebidanan di
komunitas dengan memandang dasar - dasar komunitas, asuhan neonatus, kontrasepsi, dan
rujukan, serta penanganan kegawatdaruratan obstetrik dan neonates. Penerapan pendekatan
holistik ini membuktikan pentingnya melibatkan masyarakat dalam upaya pelayanan
kesehatan. Pemberdayaan masyarakat menjadi pondasi untuk memahami kebutuhan lokal
dan membangun hubungan yang berkelanjutan.
Dalam konteks asuhan neonatus, kontrasepsi, dan rujukan, makalah ini menunjukkan
bahwa pemahaman mendalam terhadap kebutuhan keluarga dan pendekatan yang personal
sangat krusial. Sementara itu, penanganan kegawatdaruratan obstetrik dan neonates
menekankan pentingnya pelatihan yang efektif dan sistem respons yang terkoordinasi.
Sebagai kesimpulan, praktik asuhan kebidanan di komunitas tidak hanya tentang
memberikan layanan medis, tetapi juga membangun kolaborasi yang kokoh dengan
masyarakat. Oleh karena itu, upaya berkelanjutan dalam memberdayakan masyarakat,
meningkatkan pemahaman tentang asuhan neonatus, kontrasepsi, dan rujukan, serta
memperkuat kesiapsiagaan terhadap kegawatdaruratan obstetrik dan neonates merupakan
langkah-langkah kunci menuju pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang lebih baik.
3.2 Saran
Memberikan Asuhan Kebidanan di Komunitas Dengan Dasar-Dasar Komunitas
merupakan hal terpenting yang perlu diketahui. Kami harap dengan dibuatnya makalah ini
dapat bermanfaat bagi mahasiswa untuk memahami tentang Memberikan Asuhan
Kebidanan di Komunitas Dengan Dasar-Dasar Komunitas.
30
DAFTAR PUSTAKA
Walyani, Elisabeth S. 2014. Materi Ajar Lengkap Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Pustaka
Baru Press
Maternity, D, Ratna D.P dan Devy L.N.A. 2017. Asuhan Kebidanan Komunitas. Yogyakarta :
Andi.
Nababan, E. B., Kemit, L. F., Sheta, O., Lumbanbatu, A. F., Syahputra, M. F., & Arisandi, D.
2018. Augmented reality social story for autism spectrum disorder. Journal of Physics:
Conference Series, 978, 012040.
Nova Febriyanti, Yusuf. 2013. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Dan Balita. Padang : Press
Iis Nursanti, Winda Agustiani. 2014. Asuhan Bayi Baru Lahir Dan Neonatus. Cilegon : Al - Ishlah
BKKBN. 2017. Buku Pelayanan Kontrasepsi Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan
Pembangunan Keluarga BKKBN. BKKBN
Widyaningsih, W., Siswosudarmo, R., & Hadijono, S. (2018). Hubungan antara Program
Ekspanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dengan Peningkatan Pengetahuan, Sikap
dan Perilaku Bidan dalam Pengelolaan Kasus Kegawatdaruratan Obstetrik Pra Rujukan. Jurnal
Kesehatan Reproduksi, 5(3), 134-138.
31
Kemenkes, R. I. (2014). Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan dan
Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi serta Pelayanan Kesehatan
Seksual. Permenkes RI No. 97 Tahun 2014, 5(1-2), 171-185.
32
LEMBAR PERSETUJUAN
Makalah perkuliahan dengan pokok bahasan “Memberikan Asuhan Kebidanan di
Komunitas Dengan Dasar-Dasar Komunitas”. Telah dikoreksi oleh dosen pengampu mata kuliah
dan telah dikoreksi oleh tim.
Jakarta, 19 Januari
33