Anda di halaman 1dari 60

1

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS


“KONSEP POST PARTUM”

Disusun Oleh :
Kelompok 6

Dosen Pembimbing :
Ns. Grace Carol Sipasulta, S. Kep., M. Kep. Sp. Mat.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2021
MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS
“KONSEP POST PARTUM”

Dosen Pembimbing :
Ns. Grace Carol Sipasulta, S. Kep., M. Kep. Sp. Mat.

Disusun Oleh :
Chindy Isnaini Durand P07220219082

Hanin Nafi’ P07220219091

Muhammad Robbani Ritbiyyun P072202190

Said Ahmad Farid Rahman P072202190117

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
juga ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Konsep
Post Partum” yang sederhana ini dengan tepat waktu. Semoga makalah ini dapat
menjadi pemenuh tanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh Ibu Ns. Grace Carol
Sipasulta, S. Kep., M. Kep. Sp. Mat. selaku dosen Keperawatan Maternitas
mahasiswa Sarjana Terapan Keperawatan tingkat 2, selain daripada itu penulis juga
berharap bahwa makalah ini dapat memberikan manfaat dalam membantu
melengkapi wawasan pembaca.
Terima kasih penulis haturkan kepada dosen penanggung jawab mata kuliah,
juga kepada pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan sehingga makalah
ini dapat terselesaikan. Makalah ini penulis akui masih banyak menyimpan
kekurangan karena pengalaman yang belum sepenuhnya mendukung. Oleh karena itu,
penulis harapkan kepada para pembaca untuk dapat memberikan masukan yang
bersifat membangun untuk perbaikan makalah penulis.

Samarinda 16 Februari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

JUDUL.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................2
D. Manfaat .......................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Post Partum..................................................................................4
1. Adaptasi fisiologi post partum.................................................................4
2. Adaptasi psikologi post partum.............................................................16
3. Bonding attachment...............................................................................20
4. Perawatan ibu post partum....................................................................22
5. Asuhan keperawatan pada ibu post partum...........................................24
6. Home Visit.............................................................................................32
B. Prinsip – prinsip Etika Keperawatan Maternitas.................................36
1. Otonomi.................................................................................................36
2. Beneficience..........................................................................................36
3. Justice....................................................................................................37
4. Non maleficience...................................................................................37
5. Moral right.............................................................................................37
6. Nilai dan norma masyarakat (nursing advocacy)..................................38

iv
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................39
B. Saran...........................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40
Lampiran

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa
nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah
masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali
ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa
aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan
persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2005). Partus spontan adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan dengan ketentuan
ibu atau tanpa anjuran atau obat – obatan (prawiroharjo, 2000). Ruptur
perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan
(Mohtar, 1998).
Pada masa nifas, akan terjadi proses perubahan pada tubuh ibu dari
kondisi hamil kembali ke kondisi sebelum hamil, yang terjadi secara
bertahap.Perubahan ini juga terjadi untuk dapat mendukung perubahan lain
yang terjadi dalam tubuh ibu karena kehamilan, salah satunya adalah proses
laktasi, agar bayinya dapat ternutrisi dengan nutrisi yang paling tepat yaitu ASI.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses ini, misalnya tingkat
energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, tenaga kesehatan dan
asuhan yang diberikan, maupun suami dan keluarga disekitar ibu nifas.Adapun
perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi pada masa nifas antara lain
perubahan yang terjadi pada organ reproduksi, system pencernaan, system
perkemihan, system musculoskeletal, system endokrin dan lain sebagainya.

1
Adaptasi psikologis secara normal dapat dialami oleh ibu jika memiliki
pengalaman yang baik terhadap persalinan, adanya tanggung jawab sebagai ibu,
adanya anggota keluarga baru (bayi), dan peran baru sebagai ibu bagi bayinya.
Ibu yang baru melahirkan membutuhkan mekanisme penanggulangan (coping)
untuk mengatasi perubahan fisik karena proses kehamilan, persalinan dan nifas,
bagaimana mengembalikan postur tubuhnya seperti sebelum hamil, serta
perubahan yang terjadai dalam keluarga.
Dari berbagai hasil penelitian ditemukan coping yang baik pada ibu
didapatkan dari adanya dukungan emosional dari seseorang serta ketersediaan
informasi yang cukup dalam menghadapi situasinya

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan
masalah yaitu apa yang dimaksud dengan konsep post partum dan apa saja
prinsip – prinsip yang berlaku dalam etika keperawatan maternitas?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menjelaskan konsep post
partum dan prinsip – prinsip etika keperawatan maternitas.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui :
a. Adaptasi fisiologi post partum
b. Adaptasi psikologi post partum
c. Bonding attachment
d. Perawatan ibu post partum
e. Asuhan keperawatan pada ibu post partum
f. Otonomi, Beneficience, Justice, Non maleficience, Moral right,
Nilai dan norma masyarakat (nursing advocacy)

2
D. Manfaat
Manfaat dibuatnya makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
dan wawasan mahasiswa mengenai konsep post partum dan prinsip – prinsip
etika keperawatan maternitas.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Post Partum


Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa
nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah
masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali
ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa
aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan
persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2005). Partus spontan adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan dengan ketentuan
ibu atau tanpa anjuran atau obat – obatan (prawiroharjo, 2000). Ruptur
perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan
(Mohtar, 1998).

1. Adaptasi fisiologi post partum

Perubahan pada sistem reproduksi yang terjadi pada organ reproduksi yaitu
pada vagina, serviks uteri, dan endometrium.

 Perubahan pada Vagina dan Perineum

Kondisi vagina setelah persalinan akan tetap terbuka lebar, ada


kecenderungan vagina mengalami bengkak dan memar serta nampak
ada celah antara introitus vagina. Tonus otot vagina akan kembali pada
keadaan semula dengan tidak ada pembengkakan dan celah vagina
tidak lebar pada minggu 1-2 hari pertama postpartum.

Pada minggu ketiga posrpartum rugae vagina mulai pulih


menyebabkan ukuran vagina menjadi lebih kecil. Dinding vagina

4
menjadi lebih lunak serta lebih besar dari biasanya sehingga ruang
vagina akan sedikit lebih besar dari keadaan sebelum
melahirkan.Vagina yang bengkak atau memar dapat juga diakibatkan
oleh trauma karena proses keluarnya kepala bayi atau trauma
persalinan lainnya jika menggunakan instrument seperti vakum atau
forceps.

Perineum pada saat proses persalinan ditekan oleh kepala janin,


sehingga perineum menjadi kendur dan teregang. Tonus otot perineum
akan pulih pada hari kelima postpartum mesipun masih kendur
dibandingkan keadaan sebelum hamil. Meskipun perineum tetap
intack/utuh tidak terjadi robekan saat melahirkan bayi, ibu tetap
merasa memar pada perineum dan vagina pada beberapa hari pertama
persalinan.

Ibu mungkin merasa malu untuk membuka perineumnya untuk


diperiksa oleh bidan, kecuali jika ada indikasi klinis. Bidan harus
memberikan asuhan dengan memperhatikan teknik asepsis dan
antisepsis, dan lakukan investigasi jika terdapat nyeri perineum yang
dialami. Perineum yang mengalami robekan atau di lakukan
episiotomy dan dijahit perlu di periksa keadaannya minimal satu
minggu setelah persalinan.

 Perubahan pada Serviks Uteri

Perubahan yang terjadi pada serviks uteri setelah persalinan


adalah menjadi sangat lunak, kendur dan terbuka seperti corong.
Korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks uteri tidak berkontraksi
sehingga seolah-olah terbentuk seperti cincin pada perbatasan antara
korpus uteri dan serviks uteri.

5
Tepi luar serviks yang berhubungan dengan ostium uteri
ekstermun (OUE) biasanya mengalami laserasi pada bagian lateral.
Ostium serviks berkontraksi perlahan, dan beberapa hari setelah
persalinan ostium uteri hanya dapat dilalui oleh 2 jari. Pada akhir
minggu pertama, ostium uteri telah menyempit, serviks menebal dan
kanalis servikalis kembali terbentuk.

Meskipun proses involusi uterus telah selesai, OUE tidak dapat


kembali pada bentuknya semula saat nullipara. Ostium ini akan
melebar, dan depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap sebagai
perubahan yang permanen dan menjadi ciri khas servis pada wanita
yang pernah melahirkan/para.

 Perubahan pada Uterus

Perubahan fisiologi pada uterus yaitu terjadi proses involusio


uteri yaitu kembalinya uterus pada keadaan sebelum hamil
baik ukuran, tonus dan posisinya.1Proses involusio juga dijelaskan
sebagai proses pengecilan ukuran uterus untuk kembali ke rongga
pelvis, sebagai tahapan berikutnya dari proses recovery pada masa
nifas. Namun demikian ukuran tersebut tidak akan pernah kembali
seperti keadaan nullipara. Hal ini disebabkan karena proses pagositosis
biasanya tidak sempurna, sehingga masih tertinggal sedikit jaringan
elastis. Akibatnya ketika seorang perempuan pernah hamil, uterusnya
tidak akan kembali menjadi uterus pada keadaan nullipara.

Pada jam-jam pertama pasca persalinan, uterus kadang-kadang


bergeser ke atas atau ke kanan karena kandung kemih. Kandung kemih
harus dikosongkan sebelum mengkaji tinggi fundus uteri (TFU)
sebagai indikator penilaian involusi uteri, agar dapat memperoleh hasil
pemeriksaan yang akurat.

6
Uterus akan mengecil menjadi separuh dalam satu minggu, dan
kembali ke ukuran normal pada minggu kedelapan postpartum dengan
berat sekitar 30 gram. Jika segera setelah persalinan TFU akan
ditemukan berada setinggi umbilicus ibu, maka hal ini perlu dikaji
labih jauh, karena merupakan tanda dari atonia uteri disertai
perdarahan atau retensi bekual darah dan darah, serta distensi kandung
kemih, tidak bisa berkemih. Ukuran uterus dapat dievaluasi melalui
pengukuran TFU yang dapat dilihat pada table dan gambar berikut ini.

Sementara itu, tinggi fundus uteri dilaporkan menurun kira-kira 1 cm


per hari, yang dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Proses Involusio Uteri Pasca Persalinan.

7
Involusi uterus lebih lambat terjadi pada persalinan dengan
tindakan seksio sesarea, demikian juga akan terlambat pada kondisi
retensio plasenta atau gumpalan darah (stoll cell) yang tertinggal
biasanya berhubungan dengan infeksi, sereta keadaan lain misalnya
adanya mioma uteri.

Lokia adalah cairan uterus yang berasal dari pelepasan desidua


uterus. Lokia berisi serum dan darah serta lanugo, verniks kaseosa
juga berbagai debris dari hasil produksi konsepsi. Secara Mikroskopik
lokia terdiri dari eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel dan bakteri.
Mikroorganime ditemukan pada lokia yang menumpuk di vagina dan
pada sebagian besar kasus juga ditemukan bahkan jika
keluaran /dischargediambil pada pada rongga uterus. Jumlah total
pengeluaran seluruh periode lokia rata-rata 240-270ml.

Lokia bagi menjadi 4 klasifikasi karena terus terjadi perubahan


hingga minggu ke 4-8 pasca persalinan yaitu:

 Lokia Rubra (merah): hari pertama sampai hari ketiga /keempat


mengandung cukup banyak darah.

 Lokia Sanguinalenta (merah kecoklatan): hari 4-7 postpartum,


berwarna merah kecoklatan dan berlendir.

 Lokia Serosa (pink): hari 8-14, mengandung serum, lekosit dan


robekan/laserasi plasenta.

 Lokia Alba (putih): hari 14 – minggu ke 6/8 postpartum, berwarna


putih karena banyak mengandung sel darah putih dan
berkurangnya kandungan cairan.

Sumber lain mengatakan bahwa terdapat bermacam-macam


variasi dari jumlah, warna dan durasi pengeluaran lokia. Oleh karena

8
itu, teori tersebut diatas belum tentu dialami oleh semua ibu nifas
secara tepat.

 Perubahan pada Endometrium

Pada hari kedua – ketiga pasca persalinan, lapisan desidua


berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Stratum superfisial menjadi
nekrotik bersama lokia, sedangkan stratum basal yang bersebelahan
dengan myometrium tetap utuh dan yang menjadi sumber
pembentukan endometrium baru.

Endometrium  terbentuk dari proliferasi sisa-sisa kelenjar


endometrium dan stroma jaringan ikat antar kelenjar tersebut. Proses
pembentukan kembali endometrium berlangsung secara cepat selama
masa nifas, kecuali pada tempat insersi plasenta. Dalam satu minggu
atau lebih permukaan bebas menjadi tertutup kembali oleh epitel
endometrium dan pulih kembali dalam waktu 3 minggu.

 Perubahan sistem pencernaan

Setelah mengalami proses persalinan, ibu akan mengalami rasa


lapar dan haus akibat banyak tenaga yang terkuras dan juga stress yang
tinggi karena melahirkan bayinya.5Tetapi tidak jarang juga ditemui ibu
yang tidak memiliki nafsu makan karena kelelahan melahirkan
bayinya. Jika ditemukan keadaan seperti itu, perlu menjadi perhatian
bidan agar dapat memotivasi ibu untuk makan dan minum pada
beberapa jam pertama postpartum, juga kajian lebih lanjut terhadap
keadaan psikologis ibu.

Jika keadaan ini menjadi persisten selama beberapa jam setelah


persalinan, waspada terhadap masalah perdarahan, dan komplikasi lain
termasuk gangguan psikologi pada masa nifas. Demikian juga

9
beberapa keyakinan maupun adat istiadat atau budaya setempat yang
masih diyakini oleh ibu untuk dijalani termasuk kebiasaan makan dan
minum setelah melahirkan bayinya.

Proses menyusui, serta pengaruh progesterone yang mengalami


penurunan pada masa nifas juga dapat menyebabkan ibu konstipasi.
Keinginan ini akan tertunda hingga 2-3 hari postpartum. Tonus otot
polos secara bertahap meningkat pada seluruh tubuh, dan gejala
heartburn / panas di perut / mulas yang dialami wanita bisa hilang.
Sembelit dapat tetap menjadi masalah umum pada ibu nifas selama
periode postnatal.

Kondisi perineum yang mengalami jahitan juga kadang


menyebabkan ibu takut untuk BAB. Oleh karena itu bidan perlu
memberikan edukasi agar keadaan ini tidak menyebabkan gangguan
BAB pada ibu nifas dengan banyak minum air dan diet tinggi serat
serta informasi bahwa jahitan episiotomy tidak akan terlepas jika ibu
BAB.

 Perubahan sistem perkemihan

Perubahan pada system perkemihan termasuk terjadinya


diuresis setelah persalinan terjadi pada hari 2-3 postpartum, tetapi
seharusnya tidak terjadi dysuria. Hal ini dapat disebabkan karena
terjadinya penurunan volume darah yang tiba-tiba selama periode
posrpoartum. Diuresis juga dapat tejadi karena estrogen yang
meingkat pada masa kehamilan yang menyebabkan sifat retensi pada
masa postpartum kemudian keluar kembali bersama urine. Dilatasi
pada saluran perkemihan terjadi karena peningkatan volume vascular
menghilang, dan organ ginjal secara bertahap kembali ke keadaan
pregravida.

10
Segera setelah persalinan kandung kemih akan mengalami
overdistensi pengosongan yang tidak sempurna dan residu urine yang
berlebihan akibat adanya pembengkakan kongesti dan hipotonik pada
kandung kemih. Efek ini akan hilang pada 24 jam pertama
postpartum. Jika Keadaan ini masih menetap maka dapat dicurigai
adanya gangguan saluran kemih.

Bladder dan uretra dapat terjadi kerusakan selama proses


persalinan, yang menyebabkan kurangnya sensasi untuk
mengeluarkan urine pada dua hari pertama. Hal ini dapat
menyebabkan retensi urin karena overflow, dan dapat meningkatkan
nyeri perut bagian bawah dan ketidaknyamanan, infeksi saluran kemih
dan sub involusi uterus, yang menjadi kasus primer dan sekunder dari
perdarahan postpartum.

 Perubahan sistem muskuloskeletal/ diastasis recti abdominis

Sistem muskuloskelatal kembali secara bertahap pada keadaan


sebelum hamil dalam periode waktu selama 3 bulan setelah
persalinan. Kembalinya tonus otot dasar panggung dan abdomen pulih
secara bersamaan. Pemulihan ini dapat dipercepat dengan latihan atau
senam nifas. Otot rectus abdominismungkin tetap terpisah (>2,5 cm)
di garis tengah/umbilikus, kondisi yang dikenal sebagai Diastasis
Recti Abdominis (DRA), sebagai akibat linea alba dan peregangan
mekanis pada dinding abdomen yang berlebihan, juga karena
pengaruh hormone ibu.

Kondisi ini paling mungkin terjadi pada ibu dengan


grandemultipara atau pada ibu dengan kehamilan ganda atau
polihidramnion, bayi makrosomia, kelemahan abdomen dan postur
yang salah. Peregangan yang berlebihan dan berlangsung lama ini

11
menyebabkan serat-serat elastis kulit yang putus sehingga pada masa
nifas dinding abdomen cenderung lunak dan kendur. Senam  nifas
dapat membantu memulihkan ligament, dasar panggung, otot-otot
dinding perut dan jaringan penunjang lainnya.

Mahalaksimi et al (2016) melaporkan bahwa latihan yang


diberikan untuk mengoreksi diaktasis rekti pada penelitian yang
dilakukan di India terbukti secara signifikan bermanfaat mengurangi
diaktasis rekti, demikian juga nyeri pinggang atau low back pain. Low
back pain juga merupakan masalah postnatal umum pada ibu nifas.

Selain senam nifas atau berbagai latihan dan tindakan


fisioterapi yang diberikan untuk mengoreksi DRA. Michalsa et al
(2018) menginformaskan Teknik seperti a cruch exercise pada posis
supine, tranversus abdominis training dan Nobel techniquedilaporkan
dapat memperbaiki kondisi DRA. Sesuai dengan budaya di Indonesia,
ibu dapat dianjurkan menggunakan stagen, namun demikian exercise
lebih signifikan pengaruhnya terhadap pemulihan DRA.

Dampak dari diaktasis rekti ini dapat menyebabkan hernia


epigastric dan umbilikalis. Oleh karena itu pemeriksaan terhadap
rektus abdominal perlu dilakukan pada ibu nifas, sehingga dapat
diberikan penanganan secara cepat dan tepat.

 Perubahan sistem endokrin

Perubahan sistem endokrin yang terjadi pada masa nifas adalah


perubahan kadar hormon dalam tubuh. Adapaun kadar hormon yang
mengalami perubahan pada ibu nifas adalah hormone estrogen dan
progesterone, hormone oksitosin dan prolactin. Hormon estrogen dan
progesterone menurun secara drastis, sehingga terjadi peningkatan
kadar hormone prolactin dan oksitosin.

12
Hormon oksitosin berperan dalam proses involusi uteri dan
juga memancarkan ASI, sedangkan hormone prolactin berfungsi
untuk memproduksi ASI. Keadaan ini membuat proses laktasi dapat
berjalan dengan baik. Jadi semua ibu nifas seharusnya dapat menjalani
proses laktasi dengan baik dan sanggup memberikan ASI eksklusif
pada bayinya.

Hormone lain yang mengalami perubahan adalah hormone


plasenta. Hormone plasenta menurun segera setelah plasenta lahir.
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan
menetap sampai 10% pada 3 jam pertama hingga hari ke tujuh
postpartum.

 Perubahan tanda-tanda vital

Terjadi perubahan tanda-tanda vital ibu nifas yakni :

 Suhu: normal range 36-37°C, dapat juga meningkat hingga 37,5°C


karena kelelahan dan pengeluaran cairan yang cukup banyak.
Peningkatan suhu tubuh hingga 38°C harus merupakan tanda
adanya komplikasi pada masa nifas seperti infeksi/sepsis
puerperalis.

 Nadi: normal 65-80 dpm, peningkatan nadi menandakan adanya


infeksi

 Pernapasan: Normal 12-16 kali/menit. Jika suhu tubuh dan nadi


meningkat, maka akan meningkat pula frekuensi pernapasan ibu.
Jika respirasi meningkat hingga 30kali/menit merupakan tanda-
tanda shock.

 Tekanan darah: sudah harus kembali normal dalam 24 jam


pertama postpartum (<140/90 mmHg). Jika terus meningkat,

13
merupakan tanda adanya preeklampsia. Monitor tekanan darah
secara teratur perlu dilakukan jika tekanan darah masih terus
tinggi.

 Perubahan sistem kardiovaskuler

Terjadi kehilangan darah sebanyak 200-500ml selama proses


persalinan normal, sedangkan pada persalinan seksio sesarea bisa
mencapai 700-1000 cc, dan histerektomi 1000-1500 cc. Kehilangan
darah ini menyebabkan perubahan pada kerja jantung. Peningkatan
kerja jantung hingga 80% juga disebabkan oleh autotransfusi dari
uteroplacenter.

Resistensi pembuluh darah perifer meningkat karena


hilangnya proses uteroplacenter dan kembali normal setelah 3
minggu. Pada 2-4 jam pertama hingga beberapa hari postpartum,
akan terjadi diuresis secara cepat karena pengaruh rendahnya
estrogen (estrogen bersifat resistensi cairan) yang menyebabkan
volume plasma mengalami penurunan. Keadaan ini akan kembali
normal pada minggu kedua postpartum.

Ibu nifas dapat juga mengalami udem pada kaki dan


pergelangan kaki/ankle, meskipun tidak mengalami udem pada masa
hamil. Pembengkakan ini harus terjadi secara bilateral dan tidak
menimbulkan rasa nyeri. Jika pembengkakan terjadi hanya pada salah
satu kaki disertai nyeri, dapat dicurigai adanya thrombosis. Ibu nifas
harus menghindari berdiri terlalu lama atau menggantungkan kaki
pada posisi duduk yang lama saat menyusui untuk menghindari udem
pada kaki.

Ibu nifas juga tidak jarang ditemukan berkeringat dingin,


yang merupakan mekanisme tubuh untuk mereduksi banyaknya

14
cairan yang bertahan selama kehamilan selain diuresis. Pengeluaran
cairan yang berlebihan dari tubuh dan sisa-sisa produk melalui kulit
menimbulkan banyak keringat. Keadaan ini disebut diaphoresis
yang dialami pada masa early postpartum pada malam hari, yang
bukan merupakan masalah pada masa nifas.

Ibu bersalin juga sering ditemukan menggigil setelah


melahirkan, hal ini dapat disebabkan karena respon persarafan atau
perubahan vasomotor. Jika tidak diikuti dengan demam, menggigil,
maka hal tersebut bukan masalah klinis, namun perlu diupayakan
kenyamanan ibu. Kondisi ketidaknyamanan ini dapat diatasi dengan
cara menyelimuti ibu dan memberikan teh manis hangat. Jika
keadaan tersebut terus berlanjut, dapat dicurigai adanya infeksi
puerperalis.

 Perubahan sistem hemotologi

Terjadinya hemodilusi pada masa hamil, peningkatan volume


cairan pada saat persalinan mempengaruhi kadar hemoglobin (Hb),
hematocrit (HT), dan kadar erisrosit pada awal postpartum.
Penurunan volume darah dan peningkatan sel darah pada masa hamil
berhubungan dengan peningkatan Hb dan HT pada hari ketiga – tujuh
postpartum. 

Pada minggu keempat – lima postpartum akan kembali


normal. Lekosit meningkat hingga 15.000 selama beberapa hari
postpartum (25.000-30.000) tanpa menjadi abnormal meski
persalinan lama. Namun demikian perlu diobservai dan dilihat juga
tanda dan gejala lainnya yang mengarah ke infensi karena infeksi
mudah terjadia pada masa nifas.

15
2. Adaptasi psikologi post partum

Adaptasi psikologis secara normal dapat dialami oleh ibu jika memiliki
pengalaman yang baik terhadap persalinan, adanya tanggung jawab sebagai ibu,
adanya anggota keluarga baru (bayi), dan peran baru sebagai ibu bagi bayinya. Ibu
yang baru melahirkan membutuhkan mekanisme penanggulangan (coping)  untuk
mengatasi perubahan fisik karena proses kehamilan, persalinan dan nifas, bagaimana
mengembalikan postur tubuhnya seperti sebelum hamil, serta perubahan yang terjadai
dalam keluarga.

Dari berbagai hasil penelitian ditemukan copingyang baik pada ibu


didapatkan dari adanya dukungan emosional dari seseorang serta ketersediaan
informasi yang cukup dalam menghadapi situasinya. Reva Rubin (1963)
membagi fase-fase adaptasi psikologis pasca persalinan menjadi 3 tahapan
antara lain :

a. Taking In Phase (Perilaku dependen)

Fase ini merupakan periode ketergantungan, dan ibu mengharapkan


pemenuhan kebutuhan dirinya dapat dipenuhi oleh orang lain dalam hal ini
suami, keluarga atau tenaga kesehatan dalam seperti bidan yang menolongnya.
Kondisi ini berlangsung selama 1-2 hari postpartum, dan ibu lebih fokus pada
dirinya sendiri. Beberapa hari setelah melahirkan, ia akan menangguhkan
keterlibatannya terhadap tanggung jawabnya.

Fase taking in atau disebut juga fase menerima dalam 1-2 hari pertama
postpartum ini perlu diperhatikan agar ibu yang baru melahirkan mendapat
perlindungan dan perawatan yang baik, demikian juga kasih sayang.
Disebutkan juga fase dependen dalam 1-2 hari pertama persalinan karena pada
waktu ini ibu menunjukan kebahagiaan atau kegembiraan yang sangat dalam
menceritakan pengalaman melahirkannya. Ibu akan lebih sensitive dan

16
cenderung pasif terhadap lingkungannya karena kelelahan. Kondisi ini perlu
dipahami dengan cara menjaga komunikasi yang baik. Pemenuhan nutrisi yang
baik perlu diperhatikan pada fase ini karena ibu akan mengalami nafsu makan
yang meningkat.

b. Taking Hold Phase (Perilaku dependen-independen)

Pada fase ini terdapat kebutuhan secara bergantian untuk mendapat


perhatian dalam bentuk perawatan serta penerimaan dari orang lain, dan
melakukan segala sesuatu secara mandiri. Fase ini berlangsung salaam 3-10
hari. Ibu sudah mulai menunjukan kepuasan yang terfokus kepada bayinya,
mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya, terbuka menerima perawatan
dan pendidikan kesehatan bagi dirinya serta bayinya, juga mudah didorong
untuk melakukan perawatan terhadap bayinya.

Ibu akan memberikan respon dengan penuh semangat untuk


memperoleh kesempatan belajar dan berlatih bagaimana merawat bayinya, dan
timbul keinginan untuk merawat bayinya sendiri. Oleh karena itu, waktu yang
tepat untuk memberikan Pendidikan kesehatan bagi ibu dalam merawat bayi
serta dirinya adalah pada fase taking holdini, terutama pada ibu yang seringkali
kesulitan menyesuaikan diri seperti primipara, wanita karier, ibu yang tidak
mempunyai keluarga untuk berbagi, ibu yang masih remaja, ibu single parent.

c. Letting Go Phase(Perilaku Interdependen)

Fase ini merupakan fase yang dapat menerima tanggung jawab sebagai
ibu, biasanya dimulai pada hari kesepuluh postpartum. Ibu sudah menyesuaikan
diri terhadap ketergantungan bayinya, adanya peningkatan keinginan untuk
merawat bayi dan dirinya dengan baik, serta terjadi penyesuaian hubungan
keluarga dalam mengobservasi bayinya. Hubungan dengan pasangan juga
memerlukan penyesuaian dengan kehadiran bayi sebagai anggota keluarga
baru.

17
Adaptasi Psikologis yang memerlukan rujukan

Postpartum Blues / Baby Blues / maternity blues

Keadaan ini merupakan kemurungan dimasa nifas dan depresi ringan


yang umum terjadi pada ibu nifas. Keadaan ini tidak menetap dan akan pulih
dalam waktu 2 minggu postpartum. Kondisi baby bluesini tidak memerlukan
penanganan khusus, tetapi perlu diobservasi. jika keadaan ini menetap, akan
menjurus pada psikosis postpartum. Statistik menunjukan 10% kondisi maternal
blues berlanjut menjasi psikosis postpartum.

Dari hasil penelitian Ho et al (2013) pada ibu yang mengalami


postpartum blues di Taiwan, ditemukn faktor ibu merasa kurang kompeten
untuk merawat bayinya, partisipasi suami dalam merawat bayi dan lingkungan
merupakan faktor yang dapat memicu terjadinya postpartum blues pada ibu
nifas.

Temuan yang berbeda dilaporkan oleh Ozturk et al (2017) dari


penelitian yang dilakukan di Turky bahwa faktor social demografi (pendidikan,
pekerjaan, income, keamanan social), intention/niat terhadap kehamilan, jumlah
kehamilan serta atribut kesehatan dalam hal ini pendidikan kesehatan pada
masa antenatal berhubungan dengan adaptasi motherhoodpada periode
postpartum.

Depresi Postpartum

Merupakan depresi serius yang terjadi setelah melahirkan bayinya, yang


merupakan kelanjutan dari depresi pada awal kehamilan, akhir kehamilan dan
baby blues. Penyebab pasti belum diketahui, tetapi dilaporkan factor yang
berisiko terhadap kejadian depresi postpartum / Postpartum Depresion (PPD)

18
adalah factor biological, psikologi, social ekonomi, dan factor budaya. Factor
yang konsisten terhadap berat-ringannya PPD adalah depresi prenatal.

Preterm bayi memberikan 70% morbiditas dan mortalitas bayi yang


dapat meningkatkan stress pada ibu nifas, karena ketiadaan kepastian kehidupan
bayinya. Kecemasan memberikan risiko 2,7 kali terhadap PPD pada ibu yang
melahirkan preterm dibandingkan ibu yang melahirkan bayi aterm. Factor lain
yang berperan terhadap PPD adalah Chronic prenatal pain, pregnancy loss
(IUFD), tinggal di urban area, self-esteem yang rendah, kurangnya dukungan
social, kehamilan yang tidak direncanakan, kehamilan pada remaja, pendapatan
yang rendah, status pekerjaan (partime), persalinan yang dialami tanpa
dukungan keluarga, kebingungan terhadap bayi yang menangis terus menerus,
konflik marital.

Adanya gejala seperti rasa sedih, berkurangnya nafsu makan hingga


terjadi perubahan pola makan, ibu merasa Lelah, sensitive dan kesepian, emosi
yang labil, menangis terus menerus, tanpa penyebab serta memiliki pikiran
ekstrim untuk membahayakan diri sendiri atau anaknya merupakan tanda
adanya depresi postpartum.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan di Tangxia Community,


Guangzou menginformasikan bahwa factor yang berkorelasi positif dengan
DPP adalah status persalinan, hubungan dengan mertua dan saudara ipar, jenis
kelamin bayi (one child policy), sedangkan kondisi rumah berkorelasi negative
dengan DPP. Social support, dapat mereduksi secara signifikan terhadap
kejadian DPP pada ibu nifas.

Psikosis Postpartum

Psikosis postpartum adalah gangguang jiwa serius yang dialami ibu


postpartum ditandai dengan adanya ketidakmampuan membedakan antara

19
khayalan dan kenyataan. Kondisi gangguan jiwa ini biasanya telah terjadi
sebelum bayinya dilahirkan.

Ibu dengan psikosis postpartum memiliki keyakinan bahwa anaknya


dapat mencelakakan dirinya. Demikian juga ibu merasa bahwa anak yang
dilahirkannya bukanlah anaknya sendiri, melainkan anak dari titisan orang tua
yang sudah meninggal sehingga ibu merasa yakin bahwa anak tersebut harus
dibunuh.

Psikosis postpartum merupakan penyakit psikiatri postpartum yang


terberat. Kondisi ini jarang dan terjadi pada 1-2 dari 1000 wanita setelah
persalinan. Wanita yang paling beresiko tinggi adalah yang memiliki riwayat
gangguan bipolar atau episode psikosis postpartum sebelumnya. Psikosis
postpartum memilki onset yang dramatis, secepatnya terjadi pada 48-72 jam
pertama postpartum, atau pada umumnya terjadi sekitar 2 minggu pertama
postpartum.

Kondisinya berupa episode manik atau campuran dengan gejala seperti


keletihan dan insomnia, mudah tersinggung, mood yang sangat mudah berubah,
dan perilaku yang tidak teratur. Ibu dapat mengalami delusi yang berhubungan
dengan anaknya (seperti anaknya diculik atau sekarat, anaknya setan atau
Tuhan) atau mungkin mengalami halusinasi pendengaran yang menyuruhnya
untuk melindungi dirinya dari sang anak.

3. Bonding attachment

Bounding Attachment adalah sentuhan awal atau kontak kulit antara ibu
dan bayi pada menit-menit pertama sampai beberapa jam setelah kelahiran bayi.
(Ari.S, 2009). Bounding Attachment adalah suatu proses dimana sebagai hasil
dari suatu interaksi terus menerus antara bayi dan orang tua yang bersifat saling

20
mencintai, memberikan keduanya pemenuhan emosional dan saling
membutuhkan proses ikatan batin antara ibu dengan bayi diawali dengan kasih
sayang terhadap bayi yang dikandung, ikatan batin antara bayi dan orang tuanya
berkaitan erat dengan pertumbuhan psikologi sehat dan tumbuh kembang bayi
(D, Octa, Maita, Liva,dkk. 2015).

Bounding adalah proses pembentukan sedangkan attachment


(membangun ikatan) jadi bounding attachment adalah sebuah peningkatan
hubungan kasih sayang dengan keterikatan batin antara orang tua dan bayi. Hal
ini merupakan proses dimana sebagai hasil dari suatu interaksi terus -menerus
antara bayi dan orang tua yang bersifat saling mencintai memberikan keduanya
pemenuhan emosional dan saling membutuhkan (Bahiyatun, 2009)

Bounding attachment bersifat unik, spesifik, dan bertahan lama. Ikatan


orang tua terhadap anak dapat terus berlanjut bahkan selamanya walau dipisah
oleh jarak dan waktu, serta tanda-tanda keberadaan secara fisik tidak terlihat.
Bonding adalah suatu langkah untuk mengungkapkan perasaan afeksi ( kasih
sayang ) oleh ibu kepada bayi segera setelah lahir, sedangkan attachment adalah
interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik sepanjang waktu (Sunarsih,Vivian ,
N.L.D, 2013).

Bounding attachment berasal dari dua suku kata, yaitu bounding dan
attachment. Bounding adalah proses pembentukan sedangkan attachment
(membangun ikatan). Jadi, bounding attachment adalah sebuah ikatan untuk
meningkatkan hubungan kasih sayang dengan keterkaitan batin antara keluarga
terutama orang tua dan bayi.

Ada kemungkinan bahwa pengalaman kelahiran yang baik (dapat


memfasilitasi pertumbuhan cinta, karena ibu akan mengurangi rasa kecewa
terhadap diri sendiri dan kondisi emosional ibu akan lebih terfokus untuk
memberikan seluruh perhatian dirinya kepada bayinya. Oleh karena itu, penting

21
juga memperhatikan kondisi psikologis ibu saat proses persalinan
(Elisabeth,Th.Endang ,2015),

Keberhasilan dalam hubungan Bounding Attachment antara bayi dan


ibunya menurut Bahiyatun, 2008 dapat dipengaruhi oleh :

a. Pendidikan
b. Pengetahuan
c. Respon ayah dan keluarga
d. Pemantauan berat badan

4. Perawatan ibu post partum

Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita hamil yang


telah selesai bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum
hamil, lamanya kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetelia baru
pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.

Perawatan masa nifas dimulai sebenarnya sejak kala uri dengan


menghindarkan adanya kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum
dan infeksi. Bila ada perlukaan jalan lahir atau luka bekas episiotomi, lakukan
penjahitan dan perawatan luka dengan sebaik-baiknya. Penolong persalinan
harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam sesudah melahirkan, untuk
mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.

Tujuan pemberian asuhan pada masa nifas adalah sebagai berikut :

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.


b. Melaksanakan skrinning secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.

22
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta
perawatan bayi sehari-hari.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
e. Mendapatkan kesehatan emosi.

Perawat memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan


post partum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain :

a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai


dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis
selama masa nifas.
b. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
c. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa
nyaman.
d. Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan ibu dan
anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
e. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
f. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang
baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman.
g. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk
mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi selama priode nifas.
h. Memberikan asuhan secara professional.

Tahapan Masa Nifas

Masa nifas terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu :

23
a. Puerperium dini
Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan
berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial
Suatu masa dimana kepulihan dari organ-organ reproduksi selama kurang
lebih enam minggu.
c. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
sempurna terutama ibu bila ibu selama hamil atau waktu persalinan
mengalami komplikasi.

Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat
kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :

a. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.


b. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
c. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
d. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas maupun bayinya.

5. Asuhan keperawatan pada ibu post partum


a. Pengkajian
Data Subjektif
a) Biodata
- Nama : untuk mengetahui nama jelas dan nama lengkap
- Umur : dicatat dalam tahun untuk mengetahui umur pasien
- Agama : untuk mengetahui keyakinan pasien agar
perawat/bidan dapat membimbing dalam berdoa

24
- Suku bangsa : untuk mengetahui suku bangsa pasien
sehingga perawat/bidan dapat menghargai segala keputusan
pasien menurut adat istiadatnya
- Pendidikan : untuk mengetahui tingkat pendidikan pasien
agar perawat/bidan memberikan edukasi sesuai dengan apa
yang tidak diketahui pasien
- Pekerjaan : untuk mengetahui kondisi ekonomi pasien
maupun pasangan pasien
- Alamat : untuk mempermudah perawat/ bidan
melakukan home visit
b) Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan
masa nifas, misalnya pasien merasa kontraksi, nyeri pada jalan lahir
karena adanya jahitan pada perineum (Ambarwati, 2010).
c) Riwayat kesehatan
Menurut Ambarwati (2010), riwayat kesehatan meliputi :
- Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : Jantung, diabetes
mellitus, hipertensi, asma yang dapat mempengaruhi pada masa
post partum ini.
- Riwayat kesehatan sekarang
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya
dengan masa post partum dan bayinya.
- Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan
pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang

25
menyertainya, mengetahui apakah ada riwayat penyakit
menurun seperti asma, jantung, DM dan hipertensi dan
penyakit menular seperti asma / TBC (Prawirohardjo, 2005).
d) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui kapan mulai menstruasi, siklus mentruasi,
lamanya menstruasi, banyaknya darah menstruasi, teratur / tidak
menstruasinya sifat darah menstruasi, keluhan yang dirasakan sakit
waktu menstruasi disebut disminorea (Estiwidani, 2008).
e) Riwayat perkawinan
Pada status perkawinan yang ditanyakan adalah kawin syah, berapa
kali, usia menikah berapa tahun, dengan suami usia berapa, lama
perkawinan, dan sudah mempunyai anak belum (Estiwidani, 2008).
f) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Untuk mengetahui jumlah kehamilan dan kelahiran, riwayat
persalinan yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat kelahiran,
lamanya melahirkan, dan cara melahirkan. Masalah / gangguan
kesehatan yang timbul sewaktu hamil dan melahirkan. Riwayat
kelahiran anak, mencangkup berat badan bayi sewaktu lahir,adakah
kelainan bawaan bayi, jenis kelamin bayi, keadaan bayi hidup / mati
saat dilahirkan (Estiwidani, 2008). Paritas mempengaruhi persepsi
terhadap nyeri persalinan karena primipara mempunyai proses
persalinan yang lama dan lebih melelahkan dengan multipara. Hal
ini disebabkan karena serviks pada klien primipara memerlukan
tenaga yang lebih besar untuk mengalami peregangan karena
pengaruh intensitas konstraksi lebih besar selama kala I persalinan.
Selain itu, pada ibu dengan primipara menunjukan peningkatan
kecemasan dan keraguan untuk mengantisipasi rasa nyeri selama
persalinan.
g) Riwayat keluarga berencana

26
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrapsi
jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan
kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke
kontrasepsi apa (Anggraini, 2010).
h) Riwayat kehamilan sekarang
Menurut Saifuddin (2006), meliputi :
- Hari pertama, haid terakhir serta kapan taksiran persalinannya
- Keluhan-keluhan pada trisemester I, II, III.
- Dimana ibu biasa memeriksakan kehamilannya.
- Selama hamil berapa kali ibu periksa
- Penyuluhan yang pernah didapat selama kehamilan
- Pergerakana anak pertama kali dirasakan pada kehamilan
berapa minggu
- Imunisasi TT : sudah / belum imunisasi, berapa kali telah
dilakukan imunisasi TT selama hamil.
i) Riwayat persalinan sekarang
Untuk mengetahui tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis
kelamin anak, keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan.
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan
mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada masa
nifas saat ini (Anggraini, 2010).
j) Pola kebiasaan selama masa post partum
Pola kebiasaan yang dikaji selama masa post partum yaitu meliputi
nutrisi, eliminasi, istirahat/tidur, keadaan psikologis, dan
penggunaan obat – obatan atau rokok.

Data Objektif

a) Status generalis

27
Status generalis yang dapat dikaji meliputi keadaan umum dan
tingkat kesadaran.
b) Tanda – tanda vital
Tanda – tanda vital yang dikaji adalah tekanan darah, nadi, suhu
dan respirasi.
c) Tinggi badan
Tinggi badan dikaji untuk mengetahui tinggi badan pasien.
d) LILA
Lingkar Lengan Atas diukur untuk mengetahui status gizi pasien.
e) Pemeriksaan sistematis
Pemeriksaan sistematis meliputi :
- Inspeksi rambut, muka, mata, mulut, gigi, gusi, abdomen,
vulva, fundus uteri, kandung kemih, lochia, perineum dan anus
- Palpasi leher, dada, abdomen, dan ekstremitas
- Auskultasi
- Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium,
USG, dan rontgen
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jahitan luka episiotomi.
2) Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau
kerusakan kulit.
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang perawatan post partum.
c. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Intervensi Keperawatan


Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut b/d NOC : NIC :
jahitan luka  Pain level 1. Lakukan pengkajian nyeri

28
episiotomi  Pain control secara komprehensif termasuk
 Comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan factor
1. Mampu mengontrol nyeri presipitasi
2. Melaporkan bahwa nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal
berkurang dengan menggunakan dari ketidaknyamanan
manajemen nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi
3. Mampu mengenali nyeri terapeutik untuk mengetahui
4. Menyatakan rasa nyaman pengalaman nyeri pasien
setelah nyeri berkurang 4. Kaji kultur yang
5. Tanda vital dalam rentang mempengaruhi respon nyeri
normal 5. Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan

8. Kontrol lingkungan yang dapat


mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan

29
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan interpersonal)
2 Risiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan  Immune status 1. Bersihkan lingkungan setelah
dengan trauma  Knowledge : Infection control dipakai pasien lain
jaringan atau  Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi
kerusakan Kriteria Hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
kulit. 1. Klien bebas dari tanda dan 4. Instruksikan pada pengunjung

gejala infeksi untuk mencuci tangan saat

2. Mendeskripsikan proses berkunjung dan setelah

penularan penyakit, factor yang berkunjung meninggalkan

mempengaruhi penularan serta pasien

penatalaksanaannya 5. Gunakan sabun antimikrobia

3. Menunjukkan kemampuan untuk cuci tangan

untuk mencegah timbulnya 6. Cuci tangan setiap sebelum

infeksi dan sesudah tindakan

4. Jumlah leukosit dalam batas keperawatan

normal 7. Gunakan baju, sarung tangan

5. Menunjukkan perilaku hidup sebagai alat pelindung

sehat 8. Pertahankan lingkungan


aseptik selama pemasangan
alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
3 Kurang NOC : NIC :

30
pengetahuan  Knowledge : disease process 1. Berikan penilaian tentang
berhubungan  Knowledge : health behavior tingkat pengetahuan pasien
dengan Kriteria Hasil : tentang proses penyakit yang
kurangnya 1. Pasien dan keluarga menyatakan spesifik
informasi pemahaman tentang penyakit, 2. Jelaskan patofisiologi dari
tentang kondisi, prognosis dan program penyakit dan bagaimana hal ini
perawatan post pengobatan berhubungan dengan anatomi
partum. 2. Pasien dan keluarga mampu dan fisiologi, dengan cara yang
melaksanakan prosedur yang tepat.
dijelaskan secara benar 3. Gambarkan tanda dan gejala
3. Pasien dan keluarga mampu yang biasa muncul pada
menjelaskan kembali apa yang penyakit, dengan cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim 4. Gambarkan proses penyakit,
kesehatan lainnya dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara yang
tepat
6. Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara
yang tepat
7. Hindari jaminan yang kosong
8. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
9. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara

31
yang tepat

6. Home Visit
Program Asuhan Masa Nifas di Rumah
a. Kunjungan ke-1 (6-8 jam setelah persalinan)

Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri; mendeteksi dan


merawat penyebab lain perdarahan : rujuk bila perdarahan berlanjut;
memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri;
pemberian ASI awal; melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir;
menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia; jika petugas
kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru
lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi
dalam keadaan sehat.

Menurut Varney (2007), selama puerperium awal bidan sebaiknya


menemui wanita sedikitnya satu hari sekali. Setiap kunjungan meliputi
aspek sebagai berikut:

 Tinjauan Catatan Klien

Sebelum bidan memulai kunjungan, bidan meninjau setiap bagian


perawatan kelahiran dan antepartum yang belum diketahuinya sehingga ia
dapat memiliki pengetahuan ketika berbicara dengan ibu baru tersebut. Hal
ini meliputi kewaspadaan terhadap adanya komplikasi pada status
kesehatan bayi baru lahir. Peninjauan catatan sejak kelahiran juga
membantu bidan mengetahui catatan tanda-tanda vital ibu, hasil

32
laboratorium, penggunaan obat-obatan, dan setiap komentar dari perawat.
Catatan perkembangan dan program sebelumnya juga ditinjau. Waktu
yang sudah berlalu sejak kelahiran, dalam jam atau hari, dipastikan untuk
mengidentifikasi temuan fisik yang diharapkan.

 Riwayat

Saat bidan memulai kunjungannya, topic pertamanya adalah kelahiran.


Saat wanita membagi pengalamannya, ia memberi informasi yang dapat
divalidasi atau di perbaiki, dan memberi petunjuk topic mana yang
merupakan masalah besar baginya. Informasi tambahan dapat ditanyakan
untuk mengkaji pemulihan fisik dan kemajuan ibu dalam belajar menjadi
orang tua bagi anaknya yang baru lahir.

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan selama periode pasca partum awal meliputi sebagai


berikut:

1) Pengkajian tanda-tanda vital termasuk kecenderungan selama periode


setelah kelahiran.
2) Pemeriksaan payudara termasuk menunjukkan adanya kolostrum dan
penatalaksanaan puting susu pada wanita menyusui.
3) Auskultasi jantung dan paru-paru, sesuai indikasi keluhan ibu, atau
perubahan nyata pada penampilan atau tanda-tanda vital.
4) Evaluasi bagian perut ibu terhadap involusio uterus dan kandung
kemih.
5) Evaluasi nyeri tekan sudut costo-vertebral angle (CVA) jika di
indikasikan oleh keluhan maternal atau tanda-tanda klinis.

33
6) Pengkajian perineum terhadap memar, edema, hematoma dan
penyembuhan setiap jahitan.
7) Pemeriksaan tipe, kuantitas dan bau lokhia
8) Pemeriksaan anus terhadap adanya haemoroid
9) Pemeriksaan ekstremitas terhadap adanya edema, nyeri tekan atau
panas pada betis dan refleks.

b. Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan)

Memastikan involusio uterus berjalan normal : uterus berkontraksi,


fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal; memastikan
ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat; memastikan ibu
menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit;
memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

c. Kunjungan ke-3 (2 minggu setelah persalinan)

Disesuaikan berdasarkan perubahan fisik, fisiologis, dan psikologis


yang diharapkan dalam dua minggu pasca partum. Perhatian khusus harus
diberikan pada seberapa baik wanita mengatasi perubahan ini dan
tanggung jawabnya yang baru sebagai orang tua. Pada saat ini juga adalah
kesempatan terbaik untuk meninjau pilihan kontrasepsi yang ada. Banyak
pasangan memilih memulai hubungan seksual segera setelah lokhia ibu
menghilang.

d. Kunjungan ke-4 (6 minggu setelah persalinan)

Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi


alami; memberikan konseling untuk keluarga berencana secara dini,
imunisasi, senam nifas, dan tanda-tnda bahaya yang dialami oleh ibu dan
bayi. Meskipun puerperium berakhir sekitar enam minggu, yang

34
menunjukkan lamanya waktu yang digunakan saluran reproduksi wanita
untuk kembali ke kondisi pada saat tidak hamil.

Pemeriksaan yang dilakukan pada kunjungan ini sering kali terdiri dari
pemeriksaan riwayat lengkap, fisik, dan panggul. Selain itu, kunjungan
meliputi penapisan adanya kontra indikasi terhadap setiap metode keluarga
berencana. Selain pengkajian yang dibahas diatas untuk penggunaan
pnggilan telepon atau kunjungan dua minggu, riwayat tambahan lain
meliputi sebagai berikut:

1) Permulaan hubungan seksual dan waktu penggunaan kontrasepsi


2) Metode keluarga berencana yang di inginkan
3) Adanya gejala demam, kedinginan, pilek dan flu
4) Payudara apakah ada masalah pada puting susu, perawatan payudara,
atau gejala mastitis.
5) Fungsi perkemihan
6) Perubahan lokhia
7) Kram atau nyeri tungkai

Program Tindak Lanjut Asuhan Masa Nifas di Rumah

Suatu kunjungan rumah akan mendapat lebih banyak kemajuan


apabila direncanakan dan diorganisasikan dengan baik. Bidan perlu
meninjau kembali catatan kesehatan ibu, rencana pengajaran dan catatan
lain yang bisa digunakan sebagai dasar wawancara dan pemeriksaan serta
pemberian perawatan lanjutan yang diberikan. Setelah kunjungan tersebut
direncanakan, bidan haru mempersiapkan semua peralatan yang
diperlukan, materi instruksi dan keterangan yang dapat diberikan kepada
keluarga yang akan dikunjungi (Saleha, 2009).

Setelah melahirkan ibu memasuki masa nifas dimana sebelum pulang


dari tempat bidan, ibu harus diberikan beberapa petunjuk untuk

35
melakukan perawatan baik terhadap dirinya maupun terhadap bayinya, hal
ini dapat dilakukan ibu dan dibantu oleh suami, maupun keluarganya agar
ibu dapat mempelajari semua yang harus dilakukan maka ibu diberikan
buku pegangan agar jika ibu lupa melakukannya ibu dapat melihat ulang
apa yang harus dilakukan (Saleha, 2009).

Kunjungan rumah post partum memiliki keuntungan yang sangat


jelas karena membuat bidan dapat melihat dan berinteraksi dengan
anggota keluarga di dalam lingkungan yang alami dan aman. Bidan
mampu mengkaji kecukupan sumber yang ada dirumah, demikian pula
keamanan dirumah dan lingkungn sekitar. Kedua data tersebut bermanfaat
untuk merencanakan pengajaran atau konseling kesehatan. Kunjungan
rumah lebih mudah dilakukan untuk mengidentifikasi penyesuaian fisik
dan psikologis yang rumit (Saleha, 2009).

Menurut Saleha (2009) selain keuntungan, kunjungan rumah post


partum juga memiliki keterbatasan yang masih sering dijumpai, yaitu
sebagai berikut:

1. Besarnya biaya untuk mengunjungi pasien yang jaraknya jauh.


2. Terbatasnya jumlah bidan dalam memberi pelayanan kebidanan.
3. Kekhawatiran tentang keamanan untuk mendatangi pasien di daerah
tertentu.

B. Prinsip – prinsip Etika Keperawatan Maternitas

1. Otonomi

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu


berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Otonomi merupakan
hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.

36
Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak
klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. Contohnya pasien
berhak memilih untuk membawa pulang bayinya secara mandiri atau
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan.

2. Beneficience

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,


memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip
ini dengan otonomi.

3. Justice

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk adil terhadap orang lain yang


menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

4. Non maleficience

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan


psikologis pada klien. Artinya perawat harus selalu menerapkan prinsip
kehati-hatian agar tidak terjadi cedera

5. Moral Right

Moral Right dalam keperawatan menjurus kepada acuan bagi perilaku


seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik yang dilakukan
seseorang dan merupakan kewajiban dan tanggung jawab moral sesuai

37
prosedur. Karena moral right hampir sama dengan etika dalam keperawatan,
hanya saja moral right menjurus pada tindakan yang baik yang dilakukan
seseorang, sedangkan etika mengacu pada tindakan yang baik dan buruk
merupakan kewajiban dan tanggung jawab moral.

Standar moral dipengaruhi oleh ajaran, agama, tradisi, norma


kelompok atau masyarakat. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan oleh
perawat dalam etika “ Moral Right ” :

a. Advokasi, adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan


mendukung hak-hak pasien. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban
moral bagi perawat dalam mempraktekkan keperawatan professional.
b. Responsibilitas ( tanggung jawab ), adalah eksekusi terhadap tugas-tugas
yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat. Misalnya pada saat
memberikan obat, perawat bertanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan
klien dengan memberikannya dengan aman dan benar.
c. Loyalitas, adalah suatu konsep yang melewati simpati, peduli, dan
hubungan timbal balik terhadap pihak yang secara professional

6. Nursing Advocacy

Nursing advocacy adalah proses dimana perawat secara objektif


memberikan klien informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan dan
mendukung klien apapun keputusan yang ia buat.

Perawat sebagai advokat yaitu menjadi penghubung antara klien dan


tim kesehatan lain. Membela kepentingan klien dan membantu klien untuk
memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang di berikan tim
kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional.

7.

38
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Post partum merupakan masa dimana organ-organ repsroduksi kembali normal atau
kembali seperti keadaan tidak hamil dan membutuhkan waktu 6 minggu
(Farrer,2001). Periode pada post partum di bagi menjadi 3 periode yaitu : puerpureum
dini, intermedial puerperium dan remote pueperium (Mochtar,1998). ibu post partum
banyak mengalami perubahan baik pada fisiologis maupun psikologis. Pada
perubahan fisiologis yang terjadi pada ibupost partum ibu mengalami perubahan
sistem repsroduksi dimana ibu mengalami proses pengerutan pada uterus setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Sedangkan pada perubahan
adaptasi psikologis adanya rasa ketakutan dan ke khawatiran pada ibu yang baru
melahirkan. Dan hal ini akan berdampak kepada ibu yang berada dalam masanifas
menjadi sensitif (kirana, 2015).

Bukti menyatakan bahwa ibu postpartum mengalami perubahan kualitas hidup


secara psikologis maupun fisik seperti keterbatasan fisik, kelelahan dannyeri.
Penurunan kesehatan fisik dan psikologis dapat terjadi setelah ibu postpartum,
sehingga ibu post partum perlu mendapatkan dukungan terhadap penyesuaian ibu
dalam menghadapi aktifitas dan peran barunya sebagai seorang ibu. Berbagai
perawatan pospartum meliputi perawatan diri fisik,perawatan diri psikososial, dan
perawatan bayi baru lahir.

B. Saran

Harapan kami pada makalah bisa menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca
dan juga dapat membantu dalam hal mendasar tentang post partum , dan juga dengan
adanya kemajuan teknologi bisa memudahkan masalah persalinan bagi calon ibu
dimasa depan. Kami memohon maaf jika dalam makalah ini jika terdapat kekurangan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Depkes 2017. Pusat Data Dan Informasi Profil Kabupaten Kota Sumatera Barat.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_20
17/13. Diakses pada 17 Februari 2021

Djami, Moudy E U. 2018. “Proses Adaptasi Fisiologi dan Psikologi Ibu Nifas”.
https://akbidbinahusada.ac.id/publikasi/artikel/156-proses-adaptasi-fisiologi-
dan-psikologi-ibu-nifas. Diakses pada 16 Februari 2021

Enjelin, Devin. 2019. “Nursing Advocacy (Perawat Pembelaan)”.


https://devienjelin.wordpress.com/2019/03/07/nursing-advocacy-perawat-
pembelaan/ Diakses pada 17 Februari 2021

Kirana, 2015. “Hubungan Tingkat Kecemasan Post Partum Dengan Kejadian Post
Partum Blues Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Ilmu Keperawatan.
Volume III, No. 1 April-2015

Reposirtory Universitas Sumatera Utara. Bab II.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/55442/Chapter
%20II.pdf?sequence=3&isAllowed=y

Sugesti, Putri. 2018. “Perawatan Perineum Post Partum”


https://www.academia.edu/42347179/PERAWATAN_PERINEUM_POST_PA
RTUM. Diakses pada 17 Februari 2021

WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015.

40
41
LAMPIRAN SOP
Manajemen laktasi merupakan segala daya upaya yang dilakukan untuk
membantu ibumencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya. Usaha ini
Pengertian
dilakukan terhadap ibu dalam3 tahap,yaitu pada masa
kehamilan(antenatal), sewaktu ibu dalam persalinan sampaikeluar
rumah sakit (perinatal), dan pada masa menyusui selanjutnya
sampai anakberumur 2 tahun(postnatal) (Perinasia, 2007).
1. Mengawali dan mempertahankan pemberian ASI
2. Mempertahankan produksi ASI yang mencukupi
Tujuan
3. Memberikan zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan
bayi
4. Mencegah bayi terhadap berbagai penyakit
5. Metode amenore laktasi
6. Mendekatkan hubungan ibu dan bayi
Indikasi Ibu perinatal dan ibu menyusui
Kontra indikasi Ada luka terbuka dan ada benjolan di daerah payudara si ibu

Persiapan perawat 1. Memastikan pasien adalah benar orang.


2. Mencuci tangan.
1. Payudara pasien
2. Kom berisi air hangat
Alat dan Bahan 3. Waslap
4. Kapas
1. Fase Orientasi:
1. Salam Terapeutik
Prosedur dan langkah 2. Evaluasi/Validasi kondisi pasien
pengerjaan 3. Kontrak:topic/waktu/tempat

Cara Kerja:

1. Siap kan alat


2. Lepas sarung tangan
3. Mencuci tangan

4. Berikan salam terapeutik kepada pasien

5. Perkenalkan kembali nama perawat serta validasi identitas pasien

6. Jelaskan tindakan apa yang akan dilakukan beserta tujuannya (termasuk


rasa tidak nyaman yang kemungkinan akan dialami pasien ketika

42
tindakan berlangsung)

1. Pelaksanaan :
a. Cuci tangan
b. Persiapan alat
c. Jaga privasi
d. Pemberian ASI oleh ibu langsung
i. Anjurkan ibu untuk cuci tangan terlebih dahulu dan membersihkan area
areola mamae dengan waslap hangat atau dengan air bersih tanpa
menggunakan sabun
ii. Jika ibu sudah siap pindahkan bayi ke gendongan ibu, pastikan bayi
digendong dalam posisi yang nyaman:
1. Kepala bayi tersanggah oleh lengan atas ibu
2. Bedongan dibuka supaya ada kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi
3. Hadapkan muka bayi ke payudara ibu lalu sentuh pipi bayi dengan
putting ibu
4. Saat bayi membuka mulut segera masukkan putting susu sampai
semua areola masuk kedalam mulut
5. Perhatikan bahwa telinga dan lengan bayi berada pada satu garis
lurus untuk memastika posisi menyusui sudah benar
6. Sanggah payudara dengan empat jari tangan dan ibu jari pada bagian
atas payudara
7. Awasi agar payudara ibu tidak menutupi hidung bayi
8. Susukan kedua payudara secara bergantian selama 10-15 menit pada
setiap payudara
9. Sendawakan bayi dengan cara : Menyandarkan bayi di pundak ibu
lalu ditepuk – tepuk punggungnya pelan – pelan atau Bayi
ditengkurapkan di pangkuan ibu sambil digosok – gosok
punggungnya.
10. Bersihkan areola dan putting susu dengan kapas basah dan di
keringkan sebelum memakai BH untuk mencegah lecet
11. Anjurkan ibu cuci tangan kembali

Evaluasi

1. Evaluasi perasaan ibu


2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Atur kembali posisi bayi senyaman mungkin
4. Akhiri kegiatan
5. Perawat cuci tangan

43
Dekomentasi

Catat hasil tindakan di catatan perawat (tanggal, jam, paraf, nama terang,
kegiatan dan hasil pengamatan)

Unit Terkait Bidang Keperawatan,Dokter

SOP TEKHNIK MENYUSUI


Cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan
bayi dengan benar
Pengertian

1. Puting susu tidak lecet.


2. Perlekatan menyusu pada bayi kuat
Tujuan
3. Bayi menjadi tenang
Ibu perinatal/baru mempunyai bayi

Indikasi
Ada luka terbuka dan ada benjolan di daerah payudara si ibu

Kontra indikasi

Persiapan perawat 3. Memastikan pasien adalah benar orang.


4. Mencuci tangan.
5. Kursi yang rendah agar kaki tidak menggantung dan punggung bersandar pada
kursi
Alat dan Bahan 6. Lap bersih / tissue
7. Air hangat
Fase Orientasi:

Prosedur dan langkah a. Salam Terapeutik


pengerjaan b. Evaluasi/Validasi kondisi pasien
c. Kontrak:topic/waktu/tempat

44
Cara Kerja:

2. Siap kan alat


3. Lepas sarung tangan
4. Mencuci tangan

5. Berikan salam terapeutik kepada pasien

6. Perkenalkan kembali nama perawat serta validasi identitas pasien

7. Jelaskan tindakan apa yang akan dilakukan beserta tujuannya (termasuk


rasa tidak nyaman yang kemungkinan akan dialami pasien ketika
tindakan berlangsung)

Teknik Menyusui dengan Benar

A. Posisi

Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyususi yang tergolong


biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring

a. Posisi dekapan / klasik / Cradle Hold

Ibu duduk tegak, kepala bayi disangga oleh tangan yang satu sisi
dengan payudara yang disusukan. Posisi ini paling umum
digunakan, tapi bukan berarti semua orang nyaman dengan posisi

45
ini.
b. Posisi Cross – Cradle hold

Kepala bayi disangga oleh tangan yang berlawanan arah terhadap


payudara yang disusukan. Posisi ini bisa digunakan untuk bayi kecil
atau sakit.

c. Posisi Football Hold / Posisi Bawah Lengan

Posisi bayi ada dibawah lengan ibu yang satu sisi dengan payudara. Jika
bayi agak sulit melekat, posisi ini juga bisa dicoba. Juga cocok
digunakan saat menyusui bayi kembar atau jika saluran ASI

46
tersumbat.
d. Posisi Side-Lying / Tidur Menyamping

Posisi ini bisa digunakan saat ibu ingin menyusui sambil istirahat, atau
setelah operasi Caesar.

e. Posisi Double Football / Double Cradle (bisa keduanya)

Untuk ibu yang memiliki anak kembar, bisa menyusui dua anak
sekaligus dengan posisi double football atau double cradle, atau
kombinasi keduanya, saat menyusui bayi kembar, pada awalnya
mungkin bunda perlu bantuan anggota keluarga lain, dan perlu
menyiapkan bantal-bantal untuk memudahkan.

47
B. Langkah-langkah menyusui yang benar
Adapun langkah menyusui dengan benar menurut Hendri yaitu:
1. Cuci tangan dan bersihkan payudara sebelum menyusui
2. Pilih posisi menyusui yang nyaman (duduk / berbaring). Pastikan
kaki ibu tidak menggantung dan punggung ibu bersandar pada
kursi dalam posisi duduk.
3. Keluarkan ASI sedikit dan dioleskan pada putting dan sekitar areola
(sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban putting susu).
4. Posisikan bayi pada satu lengan, kepala bayi pada lengkung siku ibu
dan punggung serta pantat bayi berada pada lengan bawah ibu
5. Tempelkan perut bayi pada perut ibu dengan meletakkan salah
satu lengan bayi dibelakang badan ibu dan lengan lainnya di depan
dengan kepala bayi menghadap payudara ibu.
6. Posisikan telinga dan lengan bayi pada satu garis lurus
7. Memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari lainnya
menopang dibawah
8. Merangsang mulut bayi untuk membuka dengan menyentuh sudut
mulut bayi
9. Setelah membuka mulutnya dekatkan kepala bayi ke payudara dan
masukkan putting susu serta sebagian areola ke mulut bayi
10. Bila selesai, lepas isapan bayi dengan cara masukkan jari kelingking
ibu ke mulut bayi atau tekan dagu bayi ke bawah
11. Oleskan sedikit ASI pada putting dan sedikit areola biarkan
mongering dengan sendirinya
12. Menyendawakan bayi: bayi digendong tegak dengan bersandar
pada bahu ibu lalu punggung ditepuk perlahan sampai bayi

48
bersendawa (bila tidak bersendawa, tunggu sampai ± 15 menit
atau bayi ditengkurapkan di pangkuan ibu

Evaluasi

1) Evaluasi perasaan ibu


2) Simpulkan hasil kegiatan
3) Akhiri kegiatan
4) Perawat cuci tangan

Dekomentasi

Catat hasil tindakan di catatan perawat (tanggal, jam, paraf, nama terang,
kegiatan dan hasil pengamatan)

Unit Terkait Bidang Keperawatan,Dokter

SOP PERAWATAN PAYUDARA

Perawatan payudara adalah pearawatan yang dilakuakan pada payudara


agar dapat menyusui dengan lancar dan mencegah masalah-masalah yang
Pengertian
sering timbul pada saat menyusui.
1. Menjaga kebersihan payudara, terutama kebersihan putting susu agar
terhindar dari infeksi.
Tujuan
2. Merangsang kelenjar air susu, sehingga produksi ASI lancar.
3. Mempersiapkan psikologis ibu untuk menyusui.
4. Melenturkan dan menguatkan puting susu
5. Mengatasi puting susu yang datar atau tenggelam supaya dapat
menyembul keluar

49
6. Mencegah terjadinya bendungan ASI.

Ibu yang mempunyai bayi dan dapat memberikan ASI secara eksklusif

Indikasi

Ada luka terbuka dan ada benjolan di daerah payudara si ibu

Kontra indikasi

1. Dilakukan pada hari ke 1-2 setelah melahirkan.


2. Dilakukan minimal 2 kali dalam sehari.
Waktu pelaksanaan

1. Minyak sayur yang bersih / baby oil.


2. Kapas
Alat dan Bahan
3. Gelas yang bersih
4. Dua buah kom sedang yang berisi air hangat dan air dingin.
5. Dua buah washlap
6. Handuk

Fase Orientasi:

Prosedur dan langkah d. Salam Terapeutik


pengerjaan e. Evaluasi/Validasi kondisi pasien
f. Kontrak:topic/waktu/tempat

Cara Kerja:

8. Siap kan alat


9. Lepas sarung tangan
10. Mencuci tangan

11. Berikan salam terapeutik kepada pasien

12. Perkenalkan kembali nama perawat serta validasi identitas pasien

13. Jelaskan tindakan apa yang akan dilakukan beserta tujuannya (termasuk
rasa tidak nyaman yang kemungkinan akan dialami pasien ketika

50
tindakan berlangsung)

a. Cara perawatan puting susu datar atau masuk ke dalam

1) Puting susu diberi minyak


2) Letakkan kedua ibu jari diatas dan dibawah puting
3) Pegangkan daerah areola dengan menggerakan kedua ibu jari kearah
atas dan kebawah ± 20 kali (gerakannya kerah luar)
4) Letakkan kedua ibu jari disamping kiri dan kanan puting susu

1. Pengurutan payudara
1. Licinkan telapak tangan dengan sedikit minyak/baby oil
2. Kedua tangan diletakkan diantara kedua payudara ke arah atas,
samping, bawah, dan melintang sehingga tangan menyangga payudara
3. Lakukan 30 kali selama 5 menit
2. Pengurutan kedua
4. Licinkan telapak tangan dengan minyak/baby oil
5. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan
kanan saling dirapatkan
6. Sisi kelingking tangan kanan memegang payudara kiri dari pangkal
payudara kearah puting, demikian pula payudara kanan
7. Lakukan 30 kali selama 5 menit
3. Pengurutan ketiga
8. Licinkan telapak tangan dengan minyak
9. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri
10. Jari-jari tangan kanan dikepalkan, kemudian tulang kepalan tangan
kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting susu
11. Lakukan 30 kali selama 5 menit
12. Rangsang payudara dengan menggunakan air hangat dan dingin
13. Siram/kompres payudara dengan air hangat terlebih dahulu kemudian
air dingin
14. Kompres bergantian selama 5 menit
15. Membersihkan puting susu dengan minyak/baby oil agar kotoran-
kotoran keluar tidak bertumpuk dan tidak terhisap oleh bayi yang ingin
menetek, minyak ini juga dapat melemaskan puting susu sehingga
kulitnya tidak mudah lecet

51
Evaluasi

5) Menanyakan kepada ibu tentang seberapa ibu paham dan mengerti


tehnik refleksi oksitosin (perawatan payudara)
6) Evaluasi perasaan ibu
7) Simpulkan hasil kegiatan
8) Lakukan kontrak kegiatan selanjutnya
9) Akhiri kegiatan
10) Perawat cuci tangan
Dekomentasi

Catat hasil tindakan di catatan perawat (tanggal, jam, paraf, nama terang,
kegiatan dan hasil pengamatan)

Unit Terkait Bidang Keperawatan,Dokter

SOP PIJAT OKSITOKSIN

Menjaga kebersihan dan menjaga kelancaran aliran ASI


Pengertian

Tujuan 1. Menjaga atau memperlancar ASI


2. Mencegah terjadinya infeksi
Ibu yang mempunyai bayi dan memberikan ASI secara eksklusif

Indikasi
1. Ada luka terbuka

Kontra Indikasi 2. Terdapat abses di daerah payudara

52
A. Persiapan alat

Persiapan ,Alat dan  Kursi


Bahan  Meja
 Minyak kelapa
 Handuk
B. Persiapan perawata
 Menyiapkan alat dan mendekatkanya ke pasien
 Membaca status pasien
 Mencuci tangan
C. Persiapan lingkungan
 Menutup ordien atau pintu
 Pastikan prifaci pasien terjaga

Fase Orientasi:

Prosedur a. Salam Terapeutik


b. Evaluasi/Validasi kondisi pasien
c. Kontrak:topic/waktu/tempat

Cara Kerja:

1. Siap kan alat


2. Lepas sarung tangan
3. Mencuci tangan

4. Berikan salam terapeutik kepada pasien

5. Perkenalkan kembali nama perawat serta validasi identitas pasien

6. Jelaskan tindakan apa yang akan dilakukan beserta tujuannya (termasuk


rasa tidak nyaman yang kemungkinan akan dialami pasien ketika

53
tindakan berlangsung)

7. Menstimulir puting susu : menarik puting susu dengan pelan-pelan


memutar puting susu dengan perlahan dengan jari-jari
8. Mengurut atau mengusap ringan payudara dengan ringan dengan
menggunakan ujung jari
9. Ibu duduk, bersandar ke depan, melipat lengan diatas meja di depanya
dan meletakan kepalanya diatas lenganya. Payudara tergantung lepas,
tanpa baju, handuk dibentangkan diatas pangkuan pasien. Perawat
menggosik kedua sisi tulang belakang, dengan menggunakan kepalan
tinju kedua tangan dan ibu jari menghadap kearah atas atau depan.
Perawat menekan dengan kuat, membentuk gerakan lingkaran kecil
dengan kedua ibu jarinya. Perawat menggosok kearah bawah kedua sisi
tulang belakang, pada saat yang sama, dari leher kearah tulang belikat,
selama 2 atau 3 menit.
10. Amati respon ibu selama tindakan

Evaluasi

 Menanyakan kepada ibu tentang seberapa ibu paham dan mengerti


tehnik refleksi oksitosin (perawatan payudara)

 Evaluasi perasaan ibu


 Simpulkan hasil kegiatan
 Lakukan kontrak kegiatan selanjutnya
 Akhiri kegiatan
 Perawat cuci tangan
Dekomentasi

Catat hasil tindakan di catatan perawat (tanggal, jam, paraf, nama terang,
kegiatan dan hasil pengamatan)

54
Unit Terkait Bidang Keperawatan,Dokter

55

Anda mungkin juga menyukai