Anda di halaman 1dari 17

HUKUM DAN IMAN KATOLIK

Dosen Pengampu : Drs. Oskar Tampubolon

Oleh:

Kelompok 3: Ardianus Alexander Manik (5183131021)

Daniellito Sidauruk (5191250013)

Dicki Maher Gultom (5183121037)

Nadia Octavia Sidauruk (5183143015)

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tugas rutin ini dengan tepat waktu. Dan
penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Oscar selaku Dosen mata kuliah
agama khatolik yang telah memberikan tugas ini kepada penulis serta membimbing
hingga selesainya tugas ini. Penulis sangat berharap,makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan dan meneguhkan Iman ke-Katolikan
kita”.
Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,penulis berharap adanya saran dan kritik yang
membangun demi perbaikan makalah yang telah disusun. Akhir kata penulis
mengucapkan sekian dan terimakasih.

Medan, Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................1

1.3 Tujuan dan Manfaat.................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

2.1 Arti Hukum Bagi Gereja Ktolik...............................................................................2

2.2 Konsep Hukum Dalam Gereja Katolik....................................................................3

BAB III PENUTUP.........................................................................................................12

3.1 KESIMPULAN......................................................................................................12

3.2 SARAN..................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Aristoteles, tujuan hukum ialah untuk mencapai keadilan.


dengan kata lain,pengadaan hukum semata-mata memberikan jaminan kepada
setiap orang atau masyarakat apa yang menjadi haknya. Hukum biasanya
berisikan seperangakat aturan atau tata tertib.
Setiap hal baik itu organisasi,kelompok masyarakat,negara atau bahkan gereja
tidak dapat terlepas dari hukum.
Gereja merupakan badan hukum (Staatsblad 19927 No. 156). Dalam
peraturan tersebut dikatakan bahwa Gereja ataupun perkumpulan
Gereja,dianggap sebagai badan hukum. Sebagai Gereja yang bersifat unversal
atau umum dan memiliki Hierarki yang sistematis,sangatlah perlu bagi Gereja
Katolik memiliki tatanan Hukum yang jelas. Dan sebagai Umat yang
beragamakan-nya,sangatlah penting pula bagi kita untuk memiliki pengetahuan
akan hukum tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah yang terdapat didalam makalah ini yaitu:


1.2.1 Apa arti hukum bagi Gereja Katolik?
1.2.2 Bagaimana konsep hukum dalam Gereja Katolik?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dan manfaat dari makalah ini yaitu :

1.3.1 Menambah wawasan Mahasiswa dan pembaca terdapat dalam iman


Katolik
1.3.1.1 Menumbuhkan iman ke-Katolikkan Mahasiswa dan pembaca
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arti Hukum Bagi Gereja Ktolik

2.1.1 Hukum Bagi Gereja

Istilah hukum dalam arti umum adalah gagasan keteraturan, sehingga menjadi
norma,kaidah, patokan, ukuran, peraturan, dan memungkinkan juga prakiraan,
eksperimentasi,verifikasi dan falsifikasi. Cakupan arti umum sangat luas hampir
meliputi semua bidang.Oleh sebab itu itu berbicara mengenai “hukum gereja” akan
mengarah kepada peraturan- peraturan dalam gereja. Menurut J. L. Ch. Abineno
mengartikan hukum gereja sebagai “ilmu yang mempelajari dan menguraikan segala
peraturan dan penetapan yang digunakan oleh gereja untuk menata atau mengatur
hidup dan pelayanannya didunia". Demikian juga dengan definisi yang diberikan
oleh Dr. M. H. Bolkestein, mengatakan bahwa hukum gereja adalah " aturan tentang
perbuatan dan kehidupan gereja untuk menyatakan gereja sebagai Tubuh Yesus”.
Tetapi sesungguhnya, hukum gereja tidak hanya sekedar mengenai peraturan.
Cakupan hukum gereja lebih luas dari sekedar aturan, sebab berbicara mengenai
pertanggungjawaban teologis dari aturan gereja.

2.1.2 Istilah-Istilah Yang Dipakai Dalam Hukum Gereja

1. Ius Canonicum
Istilah “ius canonicum” sudah lazim dipakai. Sejak konsili Nicea tahun 325
dibedakan antara “kanones” (kanon: mistar, ukuran) untuk iman dan tata tertib
gerejawi dan “nomoi” (undang-undang) untuk undang-undang sipil. Pada abad
ke VIII kanonik dipakai dalam hukum gereja.
2. Ius Divinium, Ius Sacrum, Ius Pontificum

Istilah-istilah ini kurang tepat karena, menunjukkan hanya salah satu aspek
hukum gereja.
 Ius divinium adalah hanya sebagian kecil dari hukum gereja yang bersifat ius
divinium.
 Ius sacrum adalah sejauh menyangkut hal suci seperti liturgi sebagai perasaan
misteri.
 Ius pontificum adalah sejauh Paus sendiri memegang legislatif dan semua
hukum gereja merupakan himpunan-himpunan keputusan-keputusan Paus.

Sejak tahun 1917 secara substansial hukum gereja dimuat dalam kitab hukum
kanonik ( KHK ) tetapi hukum gereja dan kitab hukum kanonik tidak boleh disamakan
begitu saja, karena diluarnya juga terdapat hukum gereja yang memang dikonsepkan
yang tidak dimasukan didalamnya. Demikian juga tidak semua yang dimuat dalam kitab
hukum kanonik adalah hukum dalam arti sesungguhnya.

2.2.3 Pandangan Para Teolog Tentang Hukum Gereja

 Pada abad ke-17 seorang teolog yang sangat terkenal G. Voetius dalam
karyanya “ Pillitica Ecclesistica”, menyebut hukum gereja sebagai ilmu yang
suci tentang pemerintahan gereja yang kelihatan.
 Pada abad ke-20 H. Bouwman dalam karyanya “Gereformeerde Kerkrecht
”, ia berkata tentang ” hukum yang berlaku dan yang harus berlaku” dalam
gereja sebagai lembaga.
 Pada abad ke-20 juga seorang ahli teolog yang bernama Th. Haithjema
dalam karyanya “ Nederlands Hervormde Kerkrecht ”, dimana ia tidak mau
berkata tentang hukum gereja, tetapi tentang “orde” atau “peraturan” dalam
hidup dan pelayanan gereja.
 Juga H. berkhof dalam karyanya “Christelijk Geloof ”, dimana ia lebih suka
berkata "peraturan" atau "tata gereja" dari pada tentang hukum gereja.

2.2 Konsep Hukum Dalam Gereja Katolik

2.1.3 Pengertian Gereja

Berbicara mengenai hukum gereja, terlebih dahulu harus mengerti pengertian


gereja itu apa. Gereja berasal dari bahasa yunani yaitu disebut ”eklesia”. Istilah
yunani ”eklesia” dibentuk dari perkataan ”ek” (dari) dan ”kaleo” (memanggil), yaitu
mereka yang dipanggil keluar. Dalam perjanjian baru kata ”eklesia” dipakai kurang
lebih dari 115 kali, yakni 10 kali dalam arti gereja seluruhnya :Mat 16:18), dan
selebihnya dalam arti gereja lokal atau jemaat setempat (Mis Mat 18:17). Jadi gereja
atau ”eklesia” dapat diartikan sebagai:

 Persekutuan orang-orang yang dipilih, dipanggil dan ditempatkan didunia ini


untuk melayani Allah dan melayani manusia.
 Umat Allah yang “dipanggil keluar dari dalam kegelapan kepada terangnyaa
yang ajaib” untuk memberitakan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar (bdg 1
Petrus 2:9).

2.2.2 Sejarah Hukum Gereja

Gereja pada mulanya telah mempunyai peraturan-peraturan sendiri, dan


peraturan- peraturan itu makin lama makin berkembang. Penelitian ilmiah tentang
peraturan-peraturan itu baru dimulai kira-kira abad XII. Dibawah ini akan diketahui
secara jelas bagaimana historis perkembangan hukum gereja:

 Sampai abad ke III gereja hidup sebagai suatu persekutuan yang dimusuhi
dan disiksa. Terutama di bawah pemerintahan kaisar Diocletianus dan
penggantinya (abad 303-311). Pada saat itu gereja hampir tidak bisa
menanggung beratnya siksaan yang dialami.
 Pada tahun 312 datang perubahan dalam situasi itu. Dimana kaisar
Constantinus berhasil merampas kekuasaan disebelah barat dari iparnya
lucianus dan disebelah timur dari kerajaan Romawi. Pada tahun berikutnya
yaitu tahun 313 keduanya mengeluarkan “keputusan Milan” dengan
memberikan kebebasan penuh kepada gereja.
 Keputusan yang penting ini kemudian diikuti oleh peraturan-peraturan lain
seperti peraturan penerimaan warisan, peraturan tentang bantuan untuk
mendirikan gedung-gedung ibadah yang sangat menguntungkan gereja.
Keuntungan ini makin bertambah besar, waktu Constantinus mengalahkan
lucianus, pada tahun 324 dengan sendirian ia memegang kendali
pemerintahan.
 Akhir pada tahun 380, gereja diresmikan oleh kaisar Teodosius menjadi
gereja negara. Oleh peresmian ini gereja mulai menata (mengorganisasi)
dirinya dan perlahan-lahan menyusun suatu “hukum kanonik”, yang bukan
saja mencangkup peraturan-peraturan untuk hidup kegerejaan tetapi juga
untuk perkawinan, warisan, milik gereja, pelanggaran-pelanggaran, dll. Dari
sumber sejarah ini dapat diambil kesimpulan, bahwa gereja mula-mula sudah
memiliki peraturan-peraturannya walaupun hanya dengan sederhana, dan
dengan perubahan suasana tadi, terjadilah perubahan besar dari lembaga
yang tidak diakui menjadi lembaga yang diakui dan menjadi gereja negara
(380).
Dibawah ini dapat dilihat beberapa contoh, bahwa gereja pada mulanya
telah mempunyai peraturan sendir,antara lain :
 Selain dari pada peraturan etis (moral) dan liturgi, Didakhe (ajaran dari
kedua belas rasul) yang disusun kira-kira pada akhir abad pertama. Disitu
memuat peraturan- peraturan untuk hidup jemaat seperti peraturan
tentang nabi, penatua-penatua (tua-tua) dan diaken-diaken.
 Disamping “Didakhe” kita juga menyebut Traditio opostolica yaitu
peraturan-peraturan dari gereja lama yang disusun kira-kira tahun 215
oleh Presbiter Hipolitus di Roma yang kemudian menjadi uskup di situ.
 Peraturan-peraturan lain yang penting pada waktu itu adalah Didaskalia
(yang disusun pada bagian pertama dari abad III) dan constitutiones
apostolorum (yang disusun kira-kira tahun 380) keduanya berasal dari
timur-tengah kemungkinan dari Syria.
 Terutama konstitusi-konstitusi apostolis yang terdiri dari 8 buku adalah
himpunan peraturan-peraturan gereja yang penting. Buku-buku ini
memuat antara lain: peraturan- peraturan “apostolis” tentang pemilihan,
penahbisan dan kewajiban para roahiawan. Ciri-ciri dari peraturan ini
adalah sifatnya yang “pseodopigrafis” dengan menunjukkan kepada asal-
usul “apostolis” dari peraturan-peraturan itu, pen&usun-pen&usunn&a
berusaha memberikan (iba(a yang lebih besar kepada peraturan-
peratuuran tersebut.
Selain dari pada peraturan-peraturan “apostolis” ini, yaitu peraturan-peraturan
yangmenurut penyusun-penyusunnya berasal dari para rasul. Sinode-sinode dan konsili-
konsili mengambil keputusan-keputusan tentang ajaran, liturgi dan susunan gereja.
Keputusan-keputusan (canones) ini dikumpulkan dan disimpan gereja. Disamping
keputusan-keputusan (canones), para Paus Eropa barat mendirikan dekrit-dekrit di
bidang hukum (litteraedecretales) untuk gereja.

 Pada permulaan abad VI dionisius Exiguus dari Roma mempersatukan


keputusan-keputusan dari sinode-sinode dan dekrit-dekrit dari para kaisar
dari dua koleksi yang kemudian digabungkan menjadi satu dan disebut
Corpus Canonum atau juga Collectio Dionysiana. Dalam gereja di Spanyol,
koleksi ini yang diintrodusir oleh Paus Hadrianus, dan terkenal dengan nama
Dionysio-Handriana.
 Sebelum “Dionysio-Handriana” gereja-gereja di Spanyol telah mengenal
suatu kitab hukum yang lain dengan nama Hispana, yang menurut orang
berasal dari Uskup Isidorus dari S evilla.

2.2.3 Sistem/Susunan Yang Dipakai Dalam Organisasi Gereja

Didalam sebuah organisasi gereja ada enam bentuk sistem/susunan organisasi gereja:

1. Sistem/susunan papal

Organisasi gereja katolik roma adalah papal. Istilah papal berasal dari kata
“papas” artinya 'apa. Dari papas inilah kemudian menjadi istilah Paus. Paus
dianggap sebagai pengganti atau Vicaris dari Petrus dan Petrus dianggap sebagai
Vicaris kristus. Bentuk organisasi ini ialah hierarkis (susunan
berderajat/bertingkat), Hieros artinya Imam dan Arheim artinya memerintah.
Dibawah Paus ada majelis Kardinal, jumlahnya kurang lebih 70 orang. Untuk
memilih Paus kardinal inilah yang akan memilihnya, peraturannya 15 hari setelah
Paus wafat, majelis kardinal akan memilih Paus yang baru disebuah tempat yang
tertutup disebut coneclaaf. Paus yang terpilih jikalau hasil pemilihan itu sudah
mencapai jumlah dua pertiga dari suara yang memilihnya, kalau belum tercapai,
mereka terus memilihnya secara tertutup samapai ada yang terpilih.
Dalam roma katolik tiap-tiap provinsi dibagi atas beberapa keuskupan yang
dikepalai Uskup. Keuskupan dibagi lagi atas beberapa Dekanant yang dikepalai
oleh Pastor, dan Pastor dibantu oleh seorang Kapelan. Daerah pengkabaran Injil
Roma Katolik dikepalai oleh seorang Apostolis Vicaris atau Apostolis Prefact.
Apostolis Prefact mengepalai sebuah misi yang paling dalam pertumbuhan. Prefact
itu belum diurapi sebagai Uskup, tetapi daerah Apostolis Prefact langsung dibawah
perintah Paus. Dalam konsili vatikan I (1870-1977) ditetapkan bahwa "Paus tidak
dapat silaf apalagi salah jika dia berbicara Excatedra (secara resmi berbicara dikursi
suci di Vatican).” Inilah yang disebut “Onfeilbaarheid”, dari Paus artinya “ Paus
tidak bisa diganggu gugat kalau ia berbicara excatedra”. Gereja roma katolik
mempersatukan kuasa dan pengaruh kristus dengan kuasa dan pengaruh gereja di
dunia ini. Bentuk papal ini kelihatannya sebagai suatu bentuk organisasi duniawi
yang kuat oleh karena ia didirikan menurut pertingkatan (hierarki) sama seperti
pemerintahan dalam suatu negara.

2. Sistem/susunan Episkopal

Istilah Episkopos misalnya dalam kis 20:28, berarti gembala, penilik dan
akhirn&a penilik ini mendapat penekanan dalam pengertian roma katolik yang
akhirnya menjadi Bishop (Uskup) . Peraturan Apiskopal timbul ditengah gereja
roma katolik sebagai kritik terhadap bentuk papal. Yang mengkritik ini tidak
menerima kuasa papas (Paus) yang tidak terbatas. Tetapi pengkritik ini
menghendaki agar Paus itu tunduk kepada konsili. Dikalangan roma katolik timbul
golongan Kurialis dan Konsiliaris. Golongan kurialis menghendaki adanya bentuk
papal, sedangkan golongan konsiliaris menghendaki agar kuasa Paus dibatasi dan
tunduk kepada keputusan konsili (konsili: utusan uskup-uskup yang bersidang).
Jadi disini kuasa tertinggi ditangan rapat :persidangan uskup-uskup). Hal ini bagi
orang protestan, keputusan tertinggi ialah keputusan persidangan sinode (utusan
semua jemaat-jemaat, bukan hanya pendeta-pendeta).

3. Sistem/susunan Presyterian synodal

Istilah ini berasal dari “ presbiteros” dan “sunhodas/sunhados”. Prebiteros


adalah“ penetua&penetua”, sun artinya “bersama-sama” dan hados artinya “jalan”.
Sinode (dari Sun Hados) berarti bersama-sama mencari jalan, tidak ada totaliter
atau otoriter/kekerasan yang hendak memaksakan kehendak seseorang atau satu-
satu golongan. Penyebab disebut sinodal karena harus melalui sinode/berjalan
bersama-sama/sama-sama mencari jalan. Dan utusan dari semua gereja-gereja:
bukan hanya pendeta-pendeta yang menjadi anggota peserta sinode itu. Disebut
presbiterial sebab sesudah mulai rapat atau persidangan presbiteros (penetua-
penetua) didalam jemaat-jemaat lokal; maka majelis-majelis jemaat-jemaat lokal
congregation mengurus utusan utusannya.

4. Sistem/susunan Congregational (Independentisme)

Peraturan congregationalisme asalnya dari Robert Parker yang dipengaruhi oleh


sekte Anabaptis, ia adalah seorang Inggris. Di tanah/negeri Inggris, orang-orang
congregationalisme memisahkan diri dari gereja negara (Anglican) dan membentuk
jemaat-jemaat sebagai imbangan dari gereja keseluruhan. Setiap “congregation”
(jemaat setempat) dianggap sebagai perhimpunan orang-orang beriman yang berdiri
sendiri. Mereka mendasarkan pendiriannya kepada Matius 18:20 "dimana dua atau
tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku. ”Diantara jemaat-jemaat
congregationalisme tidak ada hubungan. Setiap jemaat setempat adalah independen
(berdiri sendiri), kekuasaan terletak ditangan jemaat setempat.

Kelemahan dan kekurangan dari pada susunan congregationalisme ialah


mengabaikan persekutuan segala orang kudus. Didalam congregationalisme, jemaat
itu sendiri yang memilih, memindahkan, mengangkat, dan memberhentikan
pejabat-pejabatnya. Walaupun ada pertemuan dengan jemaat-jemaat yang lain,
pertemuan itu dianggap musyawarah saja dan keputusan-keputusan tidak mengikat.
Setiap jemaat berwenang untuk menjalankan keputusan itu atau menolaknya.

5. Sistem-Susunan Caesaropapal Atau Caesaropapaisme

Caesaropapal adalah bentuk sistem/susunan gereja yang dalam peraturan


gerejanya memberikan kekuasaan terbesar kepada raja (kepada Caesar atau Tsar).
Peraturan ini terdapat digereja yunani yang Orthodoks. Peraturan ini disebut
sebagai peraturan Bizantium. Negara memberikan perlindungan kepada gereja,
akan tetapi negara mempunyai hak untuk mencampuri urusan gereja. Caesar
Constantinus Agung pada permulaan abad IV sudah mencobanya pada zaman
dahulu, tetapi tidak diterima sesudahnya. Dasar-dasar Caesaropapal ada juga dalam
gereja Anglican. Begitu juga terdapat di gereja Lutheran di Norwegia.

6. Sistem/Susunan Gereja Collegial

Istilah collega artinya teman. Gereja Collegial adalah berdasarkan perhubungan


teman-teman. Menurut peraturan ini, kekuasaan terletak dalam tangan anggota
gereja sendiri yang memilih pengurusnya sebagai anggota perkumpulan biasa.
Segala kepengurusan ditetapkan dengan dasar suara terbanyak, demokrasi.
Keputusan itu harus dilaksanakan walaupun bukan kehendak kristus. Dasar-dasar
keduniawian yang lazim untuk perkumpulan dipakai dalam peraturan itu untuk
gereja.

Sistem seperti ini sangat bertentangan dengan kekristenan, karena didalam


gereja Tuhan bukan demokratisein (demos krazein), tetapi Kristus-sentris (Kristus-
krazein), artinya pemerintahan kristus, tidak selalu suara terbanyak menjadi
kebenaran. Dalam gereja Collegial ini yang perlu ialah “pandai-pandai hidup” yang
dicari dan digalang. Kalau dibandingkan dengan “vox populi vox dei” (suara rakyat
adalah suara Tuhan). Hal seperti ini akan sangat berbahaya. Bagi gereja bukan
suara rakyat/demokrasi itu yang selalu menjamin kebenaran tetapi vox dei (suara
Allah). Vox die itulah yang harus kita suarakan. Jangan pandai-pandai hidup, tetapi
harus bersaksi. Menjadi hamba Tuhan yang pandai-pandai hidup , itulah yang
mudah tetapi tidak ada prinsip.

2.2.4 Dasar Iman Katolik

Gereja katolik memiliki 3 dasar iman;

1. Tradisi

Pada awalnya bahkan sebelum kristus lahir kedunia, para nabi yang diutus oleh
Allah untuk menjadi lidah dan perpanjangan tangan-nya tidak menggunakan tulisan
ataupun tulisan di blog atu gadget mereka. Mereka mewartakan kerajaan Allah dan
kebenaran-nya dari mulut ke mulut. Selanjutnya, setelah Yesus Kristus naik ke
surga, yang namanya Alkitab belum ada. Tradisi suci yang tidak bertentangan
dengan ajaran gerejalah yang dipegang teguh oleh para murid dan missionaris pada
masa awal-awal Gereja. Namun, sekalipun dimasa awal gereja katolik bertumbuh
belum ada satu kesatuan Alkitab seperti sekarang, serangan-serangan iman kepada
Gereja katolik sudah gencar dilancarkan, namun dengan tradisi suci Gereja
semuanya bisa di halau hingga Gereja katolik besar sampai sekarang.

Maka kristus Tuhan, yang menjadi kepenuhan seluruh Wahyu Allah yang
Mahatinggi (2kor 1:30;3:16-4:6), memerintahkan kepada para rasul, supaya Injil,
yang dahulu telah dijanjikan melalui para nabi dan dipenuhi oleh-Nya serta
dimaklumkan-Nya sendiri, mereka wartakan kepada semua orang, sebagai sumber
segala kebenaran yang menyelamatkan serta sumber ajaran kesusilaan, dan dengan
demikian dibagi-bagikan karunia-karunia ilahi kepada mereka.

2. Alkitab

Alkitab bukan tulisan langsung dari Tuhan semata melainkan Roh kudus lah
yang menggerakkan para nabi dan pengarang-pengarang isi alkitab. Sebelum
tersusun menjadi satu buku, ada banyak sekali karangan mengenai iman yang tidak
semuanya membangun, ada karangan yang menceritakan kisah hidup Yesus dari
lahir, masa anak-anak, remaja, hingga dewasa dan mengasosiasikan kristus sebagai
anak nakal dan “tukang sihir” yang mampu mengerakkan batu di depan teman-
teman-nya. Tentu dengan kekuasaan tidak dapat sesat-nya(infalibilitas) seorang
paus, maka dikira perlu sebuah tulisan yang tersusun demi pegangan bagi iman umat
serta pewarta sabda Allah. Maka, paus mengumpulkan seluruh tulisan yang
menyangkut keimanan kristen (saat itu ada beratus-ratus tulisan) dan disortir. Yang
terpilih adalah yang tidak menyesatkan umat Allah. Dan sisanya yang dianggap
sangat-sangat melenceng dari Alkitab dan keimanan serta fakta yang ada, di
musnahkan.

Apa hubungannya Tradisi suci dengan Alkitab?


"Tradisi suci dan kitab suci berhubungan erat sekali dan terpadu. Sebab
keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung
menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama" (DV 9). Kedua-duanya
menghadirkan dan mendayagunakan misteri Kristus di dalam gereja, yang
menjanjikan akan tinggal bersama orang-orang-nya" sampai akhir zaman" (Mat
28:20).

Ibarat seorang pria dan wanita yang dengan sempurna diciptakan oleh Allah
yang Maha kuasa di zaman Aden, Allah melihat kalau manusia itu tak baik
sendirian, maka diberikanlah seorang yang sepadan dengan pria itu yang diambil
dari tulang rusuk pria tersebut dan di persatukan oleh Allah dalam pernikahan kudus
begitu jugalah antara tradisi dan Alkitab. Alkitab lah yang membantu tradisi dan
saling menyatu.

3. Magisterium

Magisterium adalah salah satu wewenang gereja katolik yaitu mengajar. Ialah
satu produk dari Magisterium adalah katekismus gereja katolik (KGK) . Kenapa
wewenang mengajar hanya dipegang teguh oleh gereja yang satu, kudus, katolik,
dan apostolik? Agar tidak terjadi salah tafsir yang menyebabkan 39.000 lebih
denominasi kristen menyebar diseluruh dunia yang tak jelas apa dasarnya membuat
denom tersebut. Berikut dasarnya kenapa gereja yang hanya berhak menjadi
pengajar mengenai iman.

2 Petrus 1:20-21 yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat
dalam kitab suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak
pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan roh kudus
orang-orang berbicara atas nama Allah.

Tradisi, alkitab, dan magisterium ibaratkan makanan 4 sehat 5 sempurna. Jika


hanya dasar iman yaitu Tradisi, maka gereja katolik hanyalah kumpulan orang-
orang pecinta tahayul. Jika hanya Alkitab, maka gereja katolik memiliki 39.000
denominasi yang menurut data setiap minggunya 1 denominasi gereja muncul di
Amerika dan hanya bertahan 2 keturunan setelah itu musnah. Dan jika dasar gereja
katolik hanya pengajaran, maka gereja katolik berisikan orang-orang yang hanya
haus kepuasan religius intelektual. Tradisi, Alkitab, dan Magisterium adalah
“makanan dan minuman” yang utuh. Tradisi dan Alkitab bagaikan makanan diatas
piring, tanpa minuman yaitu pengajaran (magisterium), tenggorokan pasti seret.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

 Hukum gereja adalah sebagai peraturan gereja yang digunakan untuk menata
dan mengatur kehidupan pelayanan dalam gereja. Hukum gereja tidak hanya
muncul pada abad pertengahan hingga sekarang ini, tetapi sudah ada sejak
munculnya gereja didunia ini (sejak gereja mula-mula).
 Hukum gereja sangat penting untuk menyatukan dan memaksimalkan pelayanan
kepada jemaat, agar mereka dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan
apa yang diharapkan (untuk membawa kemuliaan bagi nama TUHAN).
 Para pelayan-pelayan Tuhan, tidak boleh melakukan pelayanan dengan
semaunya sendiri, harus mengikuti peraturan yang sudah ditata atau ditentukan
didalam sebuah organisasi gereja tersebut. Dan juga harus melakukan pekerjaan
atau pelayanannya sesuai dengan jabatan yang ia miliki.
 Tradisi, Alkitab, dan Magisterium adalah “makanan dan minuman” yang utuh.
Tradisi dan Alkitab bagaikan makanan diatas piring, tanpa minuman yaitu
pengajaran (magisterium), tenggorokan pasti seret.

3.2 SARAN

Mengingat arti pentingnya hukum bagi keberlangsungan Gereja,khususnya


Gereja kita,sebagai Mahasiswa hendaknya kita dapat dengan sungguh-sungguh
mengetahui bahkan menghayati hukum dalam Gereja kita. Sehingga kita dapat
melaksanakannya dengan baik dalam kehidupan kita sehari-hari. Disamping itu,sebagai
kaum terdidik,marilah kita saling berbagi infomasi atau pengetahuan dalam hal ini
pengetahuan tentang hukum dalam Gereja Katolik kepada sesama kita demi
keberlangsungan dan keberhasilan Tujuan dari pengadaan hukum tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Piet Go O. Carm, Pengantar Hukum Gereja, DIOMA Malang 1994.

Abineno J. L. Ch. Garis-Garis Besar Hukum Gereja, jakarta BPK. Gunung Mulia 2006

Kuhl Dietrich, Sejarah Gereja Mula-mula, yayasan persekutuan pekabaran Injil


Indonesia. Jaws timur 1997.

Gintings E.P, Apakah Hukum Gereja, jurnal Info Media, Bandung 2009.

Anda mungkin juga menyukai