Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Provinsi Papua merupakan wilayah yang terletak paling timur dari Negara
Kesatuan Repblik Indonesia dan saat ini terdiri dari 28 Kabupaten dan satu kota.
Wilayah Papua berbatasan secara langsung dengan negara Papua New Guinea di
sebelah Timur, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Papua Barat,
sebelah Selatan dengan Laut Arafuru dan di sebelah Utara berbatasan dengan
Samudra Pasifik. Papua dengan luas`wilayah 421.981 km2, tertutup hutannya yang
menghijau yang dikenal dengan nama tropical rainforest wilderness area, hanya dapat
dibandingkan dengan kekayaan yang ada di hutan Congo di Afrika dan di wilayah
Amazon Amerika Selatan. Kekayaan bioversitas yang terdapat dalam hutan-hutan
Papua tersimpan dalam bentuk keanekaragaman hewan antara lain burung
cenderawasih, kupu-kupu sayap burung, landak Irian, serta jenis-jenis lainnya.
Keanekaragaman tanaman diwakili oleh melimpahnya species pohon, spesies
anggrek, serta species pandan. Keanekaragaman ini berkaitan erat dengan dengan
ekowisata yang dimiliki oleh Provinsi Papua. Sungai berair deras, danau dengan
pemandangan yang indah, pantai dengan air yang jernih dan surga bagi snorkling dan
diving, maupun hutan dan tebing-tebingnya yang menantang untuk untuk dijelajahi
dan di panjat, tersebar bagaikan mutiara di seluruh wilayah Papua. Kekayaan
biodiversitas dan ekowisata, ternyata belum cukup, Papua dikarunia juga dengan
banyaknya suku-suku bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan itulah yang
membentuk Asmat dengan ukiran kayunya, Biak dengan barapen dan juga Jayawijaya
dengan mumminya. Kekayaan biodiversitas dan ekowisata serta keanekaragaman adat
budaya itulah yang menyebabkan Papua di bagi mejadi tujuh wilayah adat (Profil
Provinsi Papua, 2019)

Papua terbagi dalam dari lima wilayah (sedang wilayah Papua Barat hanya
terbagi dalam dua wilayah adat yaitu wilayah Domberai dan wilayah adat Bomberai).
Ke lima wilayah adat Papua dimaksud yaitu Mamta, La Pago, Me Pago, Saireri, Ha
Anim.

B. Tujuan

1
C. Manfaat

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah Adat Mamta

Wilayah adat yang menjadi tempat Ibu kota Jayapura adalah wilayah adat
Mamta. Wilayah Adat Mamta meliputi Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura,
Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya. Salah satu
ciri yang membedakan wilayah adat Mamta dengan wilayah adat yang lain yaitu pada
sistem politik tradisional mereka seperti pada sistem kepemimpinan tradisional
mereka yang mengenal sistem Ondoafi, walaupun beberapa suku yang terlihat hanya
pada penggunaan sebutan saja namun pada prakteknya yang terlihat adalah tipe
bigman seperti mereka yang ada dalam suku besar Oktim. Salah satu ciri utama dalam
sistem ondoafi adalah adalah pewarisan kepemimpinan. Sebagai contoh bila seorang
ondoafi meninggal maka jabatan diwariskan kepada salah seorang dari anak-anaknya
dan biasanya anak laki-laki yang tertua.

Gambar 1. Wilayah Adat Papua

3
Kabupaten Jayapura yang termasuk dalam wilayah adat budaya Tabi terdiri
dari beberapa kelompok suku besar atau wilayah adat yaitu:

1) Sentani/Bhuyakha/La,
2) Dafonsero Utara,
3) Moi,
4) Yokari,
5) Jouwari,
6) Oktim dan
7) Demutru.

Masing-masing kelompok suku besar ini terbagi lagi dalam beberapa sub suku
besar seperti Demutru yang terdiri dari kelompok suku Nambluong, kelompok
suku Klisi, kelompok suku Kemtuk, dan kelompok suku Elseng.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa masyarakat Sentani berasal dari Timur


lalu menyeberang ke Barat dan menemukan danau Sentani atau Phuyakha yang
berarti air tenang. Penduduk Sentani tersebar di tiga wilayah yaitu:

1) Di bagian barat terkonsentrasi di Yonokhom dan menyebar di beberapa kampung.


2) Di bagian timur terkonsentrasi di pulau Asei dan menyebar di beberapa kampung
3) Di bagian tengah terkonsentrasi di pulau Ajau dan menyebar di beberapa
kampung.

Orang Sentani adalah kelompok masyarakat pejuang yang tangguh


mempertahankan identitas etnisnya. Sebelum menetap di tepian danau dan pulau-
pulau di danau Sentani, mereka berasal dari Honong Yo Walkhau Yo, di seputar
daerah Nyoa dan Moso di sebelah Papua New Guinea. Ketika terjadi migrasi besar-
besaran secara bergelombang, terjadi gesekan-gesekan antar kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain sehingga masuk ke danau Sentani secara terpisah-pisah
dan dalam waktu yang tidak bersamaan.

Kelompok pertama adalah kelompok Asatou yang digabungi oleh sub-sub


kelompok Bebuho, Asabo, Phouw, Khele, Phualo, bermigrasi dari Honong Yo
melewati Wutung, menyeberang ke Rolowabu-wabu Yomo, bermukim disana,
kemudian berangkat melewati Aukhone-Khone, Dobon Fere, dan membuat kampung
di Horoli. Dari Horoli, pindah ke Yomokho-Waliau Yo melewati Mekhenewai. Dari
Yomokho-Waliau Yo, mereka pindah dan menetap di Oheikoi-Yo (kampung Asei).

4
Dari Oheikoi pindah ke Raid Au Kleu dan membuat kampung Kleubulouw. Rouboto
pindah ke Waena. Kelompok Pui, Soro, Makanuai, Youwe ditinggal di sekitar
Rolowabu-wabu Yomo (Kayu Batu).

Pada migrasi kedua, berangkat dari Honong Yo, kelompok Razing Kleubeu
mengambil arah selatan dengan menggunakan perahu melewati kampung Eha (Nafri),
mendaki gunung  dan membuat pemukiman sementara di Umabo Besar dan Umabo
Kecil. Dari Umabo turun ketepian Phuyakha bhu, menyeberang ke Yomokho-
Waliau-Yo bergabung dengan kelompok Asatou, mengangkat ondofolo. Kemudian
bersama-sama menyeberang ke kampung Oheikoi. Pindah ke Ebuheal ke Ayapo dan
membentuk kampung Ayapo. Dari Ayapo, kelompok Mebli Iyme ke Yokha dan
membuat kampung Hebeaibulu di lokasi bekas kampung Hebeaibulu yang telah
punah. Kelompok ketiga adalah kelompok yang di pimpin oleh Yokhu Mokho,
berangkat dari Honong Yo-Walakhau-Yo, melewati Wanimo, Wutung, lewat
Mabouw, masuk teluk Yotefa bermukim di Endukha Yo, kemudian berangkat
menyeberang naik gunung Rey Humungga, terus melewati Hokhom-Hisili, Ma Khele,
Robhomfere, Atam dan masuk danau Sentani bagian tengah dan membentuk
kampung Remfale yang disebut kampung Ifale sekarang.

Kelompok yang lebih awal dari kelompok pertama, kedua dan ketiga adalah
kelompok Heaiseai. Arus migrasi terjadi Walakhau Yo, melewati dataran Ebum Fau,
terus berhenti di Yokha Wau dan mendirikan kampung Yokha Wau. Dari Yokha Wau
Yo, di sponsori oleh Ibo, Khabey dan Monim menyeberang ke Ajau, kemudian dari
Ajau menjadi pusat persebaran. Dari Ajau pindah ke Khabeite Olow dan membentuk
kampung Khabetlouw yang sekarang disebut Ifar Besar. Kemudian Monim pindah
dan mendirikan kampung Putali, dan Ibo mendirikan kampung Atamali. Rokhoro
pindah dari Ajau lebih ke arah barat daya dan mendirikan kampung Hemfolo.
Kelompok migrasi berikutnya berjalan terus kearah barat danau Sentani, tiba di Yo
Waliau Yo, di atas gunung kampung Donday. Dari Yo Waliau Yo turun ke tepian air
dan menyeberang ke pulau Yonokhom dan membentuk kampung Yo Nokhom Yo.
Dari Yonokhom pindah sebagian masyarakat kembali ke sekitar Yo Waliau Yo dan
membentuk kampung Donday, yang lain pindah kea rah barat dan membentuk
kampung Yakonde dan Sosiri.

Bagian masyarakat lainnya pindah membentuk empat kampung do Do Yo.


Pulau dan kampung Yonokhom atau Kwadeware menjadi pusat penyebaran

5
kebudayaan di Sentani Barat. Di seluruh Sentani terdapat tiga pusat penyeberan yaitu,
di Sentani Timur pulau Asei dikenal sebagai pusat persebaran kebudayaan, di bagian
tengah pulau Ajau menjadi pusat persebaran kebudayaan, dan pulau Yonokhom
(Kwadeware) dikenal sebagai pusat persebaran kebudayaan di bagian barat Sentani.

Sebagai wilayah yang berada di daerah pusat pemerintahan Provinsi Papua,


maka pemerintah Provinsi menetapkan wilayah Mamta sebagai daerah pengembangan
sektor industri, perkebunan dan pariwisata. Di Kabupaten Keerom dikembangkan
Perkebunan Sawit, Coklat, Peternakan Sapi, Perikanan Budidaya, Tanaman Pangan.
Untuk Kota Jayapura dikembangkan Hortikultura dan Peternakan Ayam. Saat ini di
Kabupaten Sarmi dikembangkan Perkebunan Kelapa (361 Ha), Coklat dan Perikanan.
Di Kabupaten Mambramo Raya dikembangkan Sagu (60.000 Ha), Pisang dan
Perikanan. Sedangkan untuk Kabupaten Jayapura dikembangkan Coklat (13.342),
Hortikultura, Peternakan Ayam.

Di wilayah Mamta ini banyak dikembangkan daerah wisata yang menarik


untuk dikunjungi oleh wisatawan, baik domestik maupun wisatawan dari luar negeri.
Dengan aksesibiltas yang memadai pemerintah menjadikan beberapa kegiatan festival
di wilayah inbi menjadi festival yang di masukkan dalam kalender wisata nasional,
seperti Festival Danau Sentani yang setiap tahun nya dilaksanakan. Festival Danau
Sentani diramaikan denga pameran industri kreatif Papua seperti produk kerajinan
kulit kayu, batik Papua, produk olahan cokelat, kopi, sagu, dan buah merah.
Masyarakat Sentani hidup di danau, ada upacara-upacara adat baik di kampung, antar
kampung. Selain itu ditampilkan juga tari-tarian di atas perahu, baik saat panen atau
ketika bawa hasil buruan. Karena mereka sudah terbiasa pergi kembali dengan perahu
maka masyarakat yang hidup di sekitar danau sentani sudah terbiasa menari di atas
perahu.

Kalender wisata lainnya adalah Festival Teluk Humboldt, yang dilaksankaan


setiap tahunnya oleh Pemerintah Kota Jayapura. Teluk Humboldt atau nama lainnya
Teluk Yos Sudarso merupakan teluk yang menaungi Kota Jayapura dan menjadi
rumah bagi penduduk asli Port Numbay. Teluk tersebut merupakan laut yang
menjorok jauh ke daratan di bagian utara Pulau Papua. Bentuk teluknya menyerupai
huruf U dengan pantai berair tenang dan tingkat sedimentasi  rendah. Air lautnya
tenang, bersih, dan berwarna biru cerah serta masih banyak terdapat ikan di
sekitarnya.

6
Pada Pestival ini banyak ditampilkanpentas seni budaya, lomba menyajikan
masakan khas Port Numbay, stand-stand pameran kerajinan tangan masyarakat Port
Numbay dari 14 kampung, tarian khas Port Numbay, suling tambur dari Kampung
Skouw Yambe, ukiran batik, serta kuliner khas Port Numbay.

B. Gambaran Umum Kabupaten Wilayah Adat Mamta

Wilayah Adat Mamta meliputi Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura,


Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya. Sebagai
wilayah yang berada di daerah pusat pemerintahan Provinsi Papua, maka pemerintah
Provinsi menetapkan wilayah Mamta sebagai daerah pengembangan sektor industri,
perkebunan dan pariwisata.

a. Kabupaten Jayapura

Kabupaten Jayapura adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua,


Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Sentani, 33 km dari Kota Jayapura.
Jumlah penduduk kabupaten ini berjumlah 125.975 jiwa (2017), dimana jumlah
penduduk laki-laki 66.307 jiwa dan perempuan 59.668 jiwa (Wikipedia, 2019).

a) Kondisi Geografis

Kabupaten Jayapura dengan Luas wilayah 17.516.6 Km² yang terbagi


dalam 19 Distrik 139 Kampung dan 5 Kelurahan terletak diantara 139°-140°
Bujur Timur dan 2° Lintang Utara dan 3° lintang Selatan. Distrik Kaureh
dengan luas Wilayah 4.537,9 Km² merupakan Distrik terluas di Kabupaten
Jayapura atau sekitar 24,88 % dari keseluruhan luas Kabupaten Jayapura dan
Distrik Sentani Barat Distrik merupakan distrik yang luasnya terkecil dengan
luas wilayah 129,2 M² atau sekitar 0,74 % dari luas Wilayah Kabupaten
Jayapura.

Batas-batas wilayah:

- Sebelah Utara  Samudera Pasifik dan Kabupaten Sarmi.


- Sebelah Selatan Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo
dan Kabupaten Tolikara.
- Sebelah Timur  dengan Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom.
- Sebelah Barat  dengan Kabupaten Sarmi.

7
Keadaan topografi dan lereng umumnya relatif terjal dengan
kemiringan 5%-30% serta mempunyai ketinggian aktual 0,5m dpl -1500m dpl.
Daerah pesisir pantai utara berupa dataran rendah yang bergelombang dengan
kemiringan 0%-10% yang ditutupi dengan endapan aluvial. Secara fisik, selain
daratan juga terdiri dari rawa (13.700 Ha). Sebagian besar wilayah Kabupaten
Jayapura (72,09%) berada pada kemiringan diatas 41%, sedangkan yang
mempunyai kemiringan 0-15% berkisar 23,74% Berdasarkan hasil pencatatan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah V Jayapura untuk
wilayah Sentani tahun 2015 suhu udara rata-rata berkisar antara 22,8 o–
24,3oCelcius. Kelembapan udara rata-rata pada 73 dan 76 persen. Curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Januari 426.8 mm dan terendah pada bulan 
Agustus 75.5 mm untuk Genyem. Untuk Sentani curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan Januari 222.9 mm dn terendah pada bulan Agustus 45.2 mm.

b) Mata Pencaharian

Mata pencarian masyarakat di Kabupaten Jayapura umumnya masih


bekerja di bidang pertanian, perternakan dan perikanan. Komoditi perkebunan
lebih dominan pada Kakao, Kelapa, Pinang, Kopi dan Pala. Khusus pada
komoditi Kakao dan Kelapa menjadi produksi perkebunan unggulan yang
tersebar di semua distrik. Potensi pertanian tanaman pangan dan holtikultura
yang dikelola oleh petani selama ini telah mampu menghasilkan beberapa
jenis komoditi dengan luas panen dan jumlah produksi yang cukup memadai,
seperti; ubi kayu, ubi jalar, kacang hijau dan kacang tanah.

Hasil produksi komoditi buah-buahan lebih  dominan adalah Mangga,


Rambutan, Dukuh, Jeruk, Durian, Pisang, Salak, dan Pepaya. Komoditi buah-
buahan mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan di Kabupaten
Jayapura. Rata-rata produksi komiditi buah-buahan (ton/Ha).

Kabupaten Jayapura sangat potensi untuk pengembangan peternakan.


Ternak yang  telah di budidayakan dan dikembangkan selama ini adalah sapi,
babi, kambing dan unggas. Sistem peternakan yang dilakukan adalah semi
intensifikasi karena kawasan/lahan tersedia sangat luas untuk
pengembangannya.

8
Di Kabupaten Jayapura lokasi potensial untuk peternakan terletak di
Distrik Nimbokrang, Nimboran, Namblong, Kemtuk, Kemtuk Gresi, Yapsi,
Unurum Guay, Sentani Barat dan Sentani Timur. Ternak sapi sebagai
komoditas unggulan dalam pengembangannya diarahkan pada pengembangan
yang menyatu dengan kawasan pertanian (baik lahan basah ataupun kering),
disertai pembuatan ranch dengan ”System Paddock” yang baik sehingga
ternak sapi tidak mengganggu lahan. Ketersedian rumput sebagai pakan ternak
yang cukup melimpah sehingga relatif mudah dan cepat diperoleh serta
dengan biaya yang sangat rendah. Peternakan yang lebih dominan dipelihara
masyarakat adalah sapi potong, kambing dan babi. Sementara usaha ternak
yang dikelola oleh masyarakat di tahun 2015.

Pengembangan kawasan perikanan terutama diarahkan untuk


peningkatan teknologi penangkapan hasil-hasil laut untuk jenis perikanan
umum dan  peningkatan pengelolaan produksi yang baik terhadap jenis
budidaya perikanan. Pengembangan kawasan budidaya perikanan keramba
potensial dikembangkan pada Distrik Nimbokrang, Sentani, Sentani Barat, dan
Sentani Timur. Pengembangan kawasan perikanan kolam dapat dikembangkan
di Distrik Nimbor. Luas lahan potensial untuk pengembangan kawasan
perikanan ini seluas 3,015,56 Ha. Sementara luas lahan yang sudah tergarap.

b. Kota Jayapura

Kota Jayapura merupakan ibukota Provinsi Papua yang terletak di ujung


timur Indonesia. Secara astronomis. Di sebelah utara Kota Jayapura dibatasi
Lautan Pasifik, sedangkan di sebelah selatan dibatasi Distrik Arso, Kabupaten
Keerom. Di bagian barat, Kota Jayapura berbatasan dengan Distrik Depapre,
Kabupaten Jayapura sedangkan di bagian timur berbatasan dengan Negara Papua
New Guinea. Kota Jayapura memiliki luas 940 km2, dan merupakan wilayah
terkecil dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Papua.

Selain berstatus sebagai ibukota provinsi, Kota Jayapura merupakan satu-


satunya wilayah administrasi di Provinsi Papua yang berstatus sebagai
Kotamadya. Kota Jayapura terbagi menjadi 5 distrik, yaitu Distrik Muara Tami,
Distrik Abepura, Distrik Heram, Distrik Jayapura Selatan, dan Distrik Jayapura
Utara. Terdapat 25 kelurahan dan 14 kampung di wilayah Kota Jayapura. Distrik

9
Abepura merupakan wilayah dengan jumlah kelurahan terbanyak (8 kelurahan),
sedangkan Distrik Heram memiliki jumlah kelurahan terkecil (3 kelurahan).
Jumlah kampung terbanyak terdapat di wilayah Distrik Muara tami (6 kampung),
sedangkan Distrik Jayapura Utara hanya memiliki 1 kampung.

a) Kondisi Geografis

Kota Jayapura memiliki luas 940 km2atau 0,30 persen dari luas wilayah
Provinsi Papua dan merupakan daerah terkecil di Provinsi Papua. Kota
Jayapura terbagi menjadi 5 distrik. Distrik Muara Tami (626,7 km 2)
merupakan distrik terluas yang mencapai 50 persen lebih dari total luas Kota   
Jayapura, sebaliknya Distrik Jayapura  Selatan merupakan distrik terkecil
dengan luas hanya 43,4 km2.

Kota Jayapura terletak pada 137°34’10,6”- 141°0’8’22” Bujur Timur


dan 1o27’-3o49’ Lintang Selatan. Wilayah Kota Jayapura umumnya
merupakan dataran rendah. Selama tahun 2016, suhu udara rata-rata di Kota
Jayapura berkisar antara 25,50⁰C – 31,50⁰C. Kelembaban udara bervariasi
antara 80,0-5,3 persen. Sementara itu, hari hujan yang terjadi selama tahun
2016 sebanyak 212 hari. Curah hujan terendah tercatat 98,4 mm pada bulan
Mei dan yang tertinggi tercatat 384,1 mm pada bulan Januari. Kecepatan angin
yang tercatat rata-rata 4,1 knot sepanjang tahun 2016.

Wilayah Kota Jayapura umumnya merupakan dataran rendah. Selama


tahun 2016, suhu udara rata-rata di Kota Jayapura berkisar antara 25,50C –
31,50C. Kelembaban udara bervariasi antara 80,0–85,3 persen. Sementara itu,
hujan yang terjadi selama tahun 2016 sebanyak 212 hari. Curah hujan terendah
tercatat 98,4 mm pada bulan Mei dan yang tertinggi tercatat 384,1 mm pada
bulan Januari. Kecepatan angin yang tercatat rata-rata 4,1 knot sepanjang
tahun 2016.

b) Mata pencaharian

Mata pencarian masyarakat di Kabupaten Jayapura umumnya masih


bekerja di bidang pertanian, perternakan dan perikanan. Produksi bahan
makanan pada tahun 2016 mengalami peningkatan dibanding tahun
sebelumnya. Tanaman bahan makanan yang mengalami peningkatan adalah

10
padi sawah (83,72 persen), ubi kayu (388,58 persen), ubi jalar (313,11
persen),  jagung (350,47 persen), dan kacang tanah (258,49 persen).
Peningkatan ini terjadi karena adanya peningkatan luas panen dari tanaman-
tanaman tersebut.

Kota Jayapura pada tahun 2016 memiliki luas panen tanaman padi
mencapai 1.140 ha dan mampu menghasilkan padi sebanyak 4.119 ton padi.
Daerah penghasil padi adalah Distrik Muara Tami. Ubi Kayu merupakan
tanaman pangan yang dihasilkan terbesar kedua setelah padi. Pada tahun 2016,
dengan luas panen ubi kayu sebesar 105 ha mampu menghasilkan ubi kayu
sebanyak 2.609 ton. Distrik Muara Tami merupakan penghasil ubi kayu
terbesar mencapai 870 ton.

Tanaman kacang kedelai merupakan satu-  satunya tanaman yang


mengalami penurunan   produksi, yaitu sebesar 75 persen (dari 5 ton pada
tahun 2015 menjadi 1,25 ton pada tahun 2016).  Secara umum, produksi
sayur-sayuran di Kota  Jayapura mengalami peningkatan sebesar 7,08 persen
pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015. Tahun 2016, jumlah
produksi sayuran terbesar berasal dari tomat (750 ton) diikuti dengan sawi dan
kacang panjang masing-masing 560 ton dan 504 ton. Tahun 2016, produksi
mangga tercatat 99.000 ton dan merupakan tanaman yang paling besar
produksinya di Kota Jayapura. Produksi buah terbanyak kedua adalah
rambutan yang dihasilkan  sebanyak 58.000 ton.

Tahun 2015, produksi hutan terbesar berasal dari kayu bulat yaitu
sebanyak 2.773,53 m3. Kayu gergajian merupakan produksi kehutanan yang  
dihasilkan terbesar kedua setelah kayu bulat. Pada tahun 2015, kayu gergajian
di produksi sebanyak 1.617,26 m3.

Tiga jenis ternak yang paling banyak dipelihara oleh penduduk Kota
Jayapura pada tahun 2016 adalah ayam pedaging (95,35 persen), ayam petelor
(1,87 persen), dan ayam kampung (1,84 persen). Babi merupakan hewan
ternak terbanyak di Kota Jayapura. Pada tahun 2016 populasi ternak di Kota
Jayapura tercatat ada 21.901 ekor, dimana 58,64 persen merupakan babi,
31,68 persen merupakan sapi potong, dan sisanya adalah kambing. Sementara
itu, ternak yang paling sedikit diminati oleh peternak di Kota Jayapura adalah

11
itik dengan jumlah populasi sebesar 820 ekor atau hanya sebesar 0,03 persen
dari total populasi ternak di Kota Jayapura. Pada tahun 2016, produksi daging
di Kota Jayapura menurun sebesar 6,24 persen dari pada tahun 2015. Produksi
daging paling banyak diperoleh dari jenis ternak ayam pedaging (2.090.599
kg), sedangkan produksi daging paling sedikit diperoleh dari jenis ternak itik
(516 kg).

Sektor perikanan merupakan sektor dengan peranan paling besar di


sektor pertanian.Pada tahun 2016, produksi perikanan di Kota Jayapura
meningkat sebesar 76,27 persen yaitu dari 32.116,32 ton pada tahun 2015
menjadi 56.612,43 ton pada tahun 2016 baik untuk perikanan laut maupun
perikanan darat. Adanya peningkatan produksi perikanan pada tahun 2016,
diikuti dengan peningkatan jumlah rumah tangga perikanan. Rumah tangga
perikanan pada tahun 2015 sebanyak 2.151 rumah tangga, dengan rumah
tangga perikanan laut sebesar 1.001 rumah tangga dan rumah tangga
perikanan darat sebesar 1.150 rumah tangga. Sedangkan pada 2016, rumah
tangga perikanan sebanyak 2.182 rumah tangga, dengan rumah tangga
perikanan laut sebesar 1.012 rumah tangga dan rumah tangga perikanan darat
sebesar 1.170 rumah tangga. Di Kota Jayapura, rumah tangga perikanan paling
banyak terdapat di Distrik Muara Tami dan Distrik Jayapura Utara.

Terdapat banyak lokasi wisata di Kota Jayapura, baik itu untuk wisata
pantai, wisata sejarah, wisata baharí, wisata rohani maupun wisata budaya.

c. Kabupaten Keerom

Kabupaten Keerom merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua


yang sebelum berdiri menjadi kabupaten merupakan bagian dari Kabupaten
Jayapura. Hingga dengan payung hukum UU RI No. 26 Tahun 2002, Keerom
resmi menjadi kabupaten yang berdiri sendiri. Pada awal pembentukannya
Kabupaten Keerom terdiri dari 5 (lima) distrik (Distrik Arso, Skanto, Waris,
Senggi dan Web) dengan 48 kampung. Pada tahun 2007 berkembang menjadi 7
(tujuh) distrik dan 61 kampung dengan tambahan Distrik Arso Timur dan Towe,
serta pada tahun 2014 dicanangkan untuk pemekaran distrik menjadi 11 (sebelas)
distrik dan 91 kampung dengan penambahan Distrik Arso Barat, Mannem, Yaffi,
dan Kaisenar yang realisasinya baru dilaksanakan di tahun 2015 akhir.

12
a) Keadaan Geografis

Menempati wilayah seluas 9.365 Km2, Kabupaten Keerom memiliki


letak geografis yang berbatasan langsung dengan negara  Papua New Guinea
(PNG) di sebelah timur. Sedangkan wilayah sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Pegunungan Bintang, di sebelah utara berbatasan dengan Kota
Jayapura, dan Kabupaten Jayapura di sebelah barat. Secara geografis
kabupaten ini berada antara 140015’ – 14100’ Bujur Timut dan 2037’0’’ –
400’0’’ Lintang Selatan dengan ketinggian berkisar antara 0 – 2000 meter di
atas permukaan laut (Mdpl), wilayah Kabupaten Keerom merupakan lereng
dengan kemiringan lebih dari 40%. Sebagian besar wilayah yakni seluas
5.722,96 Km2(61,11% dari total wilayah) berada pada ketinggian 400 – 1500
Mdpl. Distrik Arso, Dkanto, dan Arso Timur merupakan wilayah terendah
dengan ketinggian diantara 0 – 1.000 Mdpl. Suhu berkisar antara 22,40C –
34,20C, menjadikanKabupaten Keerom memiliki suhu yang cukup panas
dengan kelembapan yang cukup tinggi (75,6% – 83,9%). Panasnya suhu di
Kabupaten Keerom diimbangi dengan curah hujan yang cukup tinggi, sebesar
1.017,0 mm dan hari hujan sebanyak 108 hari. Kecepatan maksimum angin
berkisar antara 13,0 – 21,0 Knot. Sedangkan tekanan udara antara 1.007,8 –
1.035,0 mbps.

b) Mata Pencaharian

Potensi pertanian tanaman pangan dan holtikultura yang dikelola oleh


petani selama ini telah mampu menghasilkan beberapa jenis komoditi dengan
luas panen dan jumlah produksi yang cukup memadai, seperti; padi, jagung,
ubi kayu, ubi jakar, kacang kedelai dan kacang tanah.

Berdasarkan tabel diatas, bahwa data sector pertanian tanaman pangan


memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan. Dengan
demikian, Pemerintah Kabupaten Keerom diupayakan mengambil kebijakan
untuk mengembangkan usaha tani sesuai komoditi tersebut diatas. Sehingga
program kegiatan tersebut dapat terlaksana secara efisien dan efektif dalam
rangka mewujudkan peningkatan pendapatan masyarakat dan perluasan
lapangan pekerjaan.

13
Komoditi Sayuran

- Bawang Merah, luas panen 110,00 Ha (2011), 130,00 Ha (2012), 130,00


Ha (2013), 115,00 Ha (2014)
- Kubis/Kol, luas panen 93,5 Ha (2011), 182,00 Ha (2012), 171,00 Ha
(2013), 151,00 Ha (2014)
- Cabe, luas panen 199,00 Ha (2011), 304,00 Ha (2012), 304,00 Ha (2013),
163,00 Ha (2014)
- Tomat, luas panen 177,00 Ha (2011), 165,00 Ha (2012), 165,00 Ha (2013),
141,00 Ha (2014)
- Kacang Panjang, luas panen 169,00 Ha (2011), 170,00 Ha (2012), 170,00
Ha (2013), 198,00 Ha (2014)
- Ketimun, luas panen 74,00 Ha (2011), 82,00 Ha (2012), 82,00 Ha (2013),
151,00 Ha (2014)

Komoditi buah-buahan lebih dominan adalah pisang, rambutan, nanas


dan jeruk. Komoditi buah-buahan mampu memberikan kontribusi yang cukup
signifikan di Kabupaten Keerom. Rata-rata produksi komiditi buah-buahan
(ton/Ha) pada tahun 2014, sebagai berikut :

- Pisang, mencapai 7,00%


- Nanas mencapai, 5,61%
- Rambutan mencapai, 4,00%
- Jeruk mencapai, 5,20%

Penghasil komoditi buah-buahan tersebar hanya pada beberapa distrik


yaitu, Arso, Arso Barat, Arso Timur, Mannem, Skanto, Waris dan Senggi.

Pada subsektor pertanian tanaman pangan, pada tahun 2016 tercatat


produksi padi sebesar 1.413,9 ton atau menurun sebesar 65,83 persen
dibandingkan tahun 2014 yang tercatat sebanyak 4.137,5 ton. Penurunan
produksi yang terjadi disebabkan menurunnya luas panen padi dari 1.219,0 Ha
pada tahun 2014 menjadi 370,0 Ha pada 2016. Tercatat rata-rata produksi per
hektar pada tahun 2016 mencapai 3,82 Ton/Ha. Kondisi yang sama terjadi
pada produksi tanaman palawija yang menunjukkan penurunan produksi.
Produksi jagung menurun 33,28 persen pada 2016, sedangkan produksi ubi

14
jalar menurun 40,56 persen. Sementara itu produksi ubi kayu meningkat
sebesar 21,05 persen pada tahun 2016.

Produksi kacang kedelai pada tahun 2016 tercatat mencapai 316,4 ton.
Pada tanaman buah-buahan, tercatat produksi pisang masih menjadi komoditi
unggulan. Pada tahun 2016 produksinya mencapai 1.183 ton. Produksi buah
jeruk menempati urutan kedua. Produksinya sebesar 421 ton. Selain itu,
beberapa buah-buahan lain yang dihasilkan di Kabupaten Keerom diantaranya
pepaya, salak, nanas, kedondong, dan nangka. Komoditi perkebunan lebih
dominan pada Kelapa Sawit, Kakao, Pinang dan Sagu. Khusus pada komoditi
Kelapa Sawit tersebar di distrik Arso, Arso Barat, Skanto, Arso Timur, dan
Mannem. Sedangkan komoditi Kakao, Pinang dan Sagu tersebar diseluruh
distrik Kabupaten Keerom.

Perkembangan luas tanam komoditi Kelapa Sawit, Kakao, Pinang dan


Sagu pada tahun 2014, antara lain,sebagai berikut:

- Kelapa Sawit Luas Tanam 17,795,00(Ha), Persentase 24,93(%)


- Kakao Luas Tanam 7,754,00(Ha), Persentase 6,25(%)
- Pinang Luas Tanam 984,00(Ha), Persentase 382,35(%)
- Sagu Luas Tanam 1,675,00(Ha), Persentase 37,18(%)

Kabupaten Keerom juga memiliki area hutan dengan berbagai


pemanfaatan. Total hutan pada tahun 2016 seluas 942.160,31 hektar. Hutan
lindung merupakan pemanfaatan dengan areal lahan terluas (34,96%). Hutan
yang digunakan untuk kawasan suaka alam menempati area terkecil, seluas
0,26 persen dari total hutan.

Keberhasilan dalam meningkatkan produkstivitas sangan


tmembutuhkan teknik bercocok tanam yang baik. Hal ini berkaitan dengan
pemilihan varietas bibit yang tepat dan pengelolaan lahan dengan pemupukan
yang terpadu. Sebagian besar petani menanam variietas padi unggul,
sedangkan pada tanaman jagung dan kedelai petani kebanyakan menanam
jenis lokal.

Potensi peternakan merupakan sektor yang memiliki peran dalam


perekonomian di Kabupaten Keerom. Ketersedian rumput sebagai pakan

15
ternak yang cukup melimpah sehingga relatif mudah dan cepat diperoleh serta
dengan biaya yang sangat rendah. Peternakan yang lebih dominan dipelihara
masyarakat adalah sapi, kambing dan babi.

Populasi ternak sapi, kambing, dan ayam buras telah mengalami


perkembangan. Populasi ternak babi mengalami penurunan. Keadaan ini
menunju- kan bahwa para peternak lebih cenderung memilih untuk
memelihara dan mengembangkan usaha ternaknya pada jenis komoditi sapi
dan ayam, dengan pertimbangan mudah memelihara dan memasarkan di pasar
lokal terutama dengan kehadiran para pedagang sentra produksi para peternak.
Selain subsektor tan man pertanian dan perkebunan, peternakan juga
meupakan subsektor yang memiliki peranan penting di Kabupaten Keerom.
Hal ini didorong dengan adanya ketersediaan rumput sebagai pakan ternak
yang mencukupi di kabupaten ini. Ternak yang banyak dipelihara oleh
masyarakat Keerom antara lain sapi, kambing, dan babi.

Para petani di Kabupaten Keerom juga mengembangkan usaha


perikanan darat. Ikan mas, nila, mujair, dan lele, merupakan jenis ikakn yang
banyak diusahakan di kabupaten ini. Pengembangan perikanan darat
inisebagian besar dikembangkan di Distrik Skanto dan Arso.

Potensi perikanan di Kabupaten Keerom pada komoditi perikanan


darat yaitu, ikan mas, nilla, mujair, lele dan belut. Potensi pengembangan
komoditi perikanan darat tersebar diseluruh distrik, kecuali distrik towe.
Perikanan darat lebih banyak dikembangkan di distrik Skanto, dikarenakan
adanya ketersediaan sumber mata air serta minat masyarakat untuk mengelola
usaha perikanan darat ini sebagai memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga.
Pemukiman masyarakat Ketersediaan sumber daya manusia yang cukup
terampil, Produksi ikan mujair dan lele menunjukkan penurunan. Produksi
ikan mujair pada tahun 2016 sebesar 0,75 ton. Peningkatan produksi terjadi
pada ikan nila dan mas. Produksi ikan nila naik menjadi 68,88 ton dan ikan
mas naik menjadi 14,72 ton.

Pada tahun 2016 nilai produksi perikanan darat sebesar 5,97 milyar
rupiah. Peningkatan produksi perikanan darat pada 2016 dipengaruhi oleh
bertambahnya jumlah kolam pada tahun 2016 naik 0,51 persen menjadi 597

16
kolam. Sementara jumlah rumah tangga perikanan darat pada tahun 2016
sebanyak 555 rumah tangga atau meningkat dibanding tahun 2014.

Ada beberapa potensi wisata di Kabupaten Keerom yang menarik dan


sebenarnya bisa dikembangkan. Potensi wisata tersebut meliputi wisata
budaya, wisatasejarah, wisata alam, maupun wisata buatan. Selain itu ada pula
potensi budaya seperti rumah adat, suku, maupun tarian daerah yang
mencirikan wilayah keerom.

d. Kabupaten Sarmi

SARMI sebenarnya lebih sesuai ditulis dengan huruf besar, SARMI, yang
merupakan singkatan dari nama suku-suku besar, yakni Sobey, Armati, Rumbuai,
Manirem, dan Isirawa. Keberadaan mereka telah lama menjadi perhatian
antropolog Belanda, Van Kouhen Houven, yang kemudian memberikan nama
Sarmi. Singkatan Sarmi sebenarnya belum mencerminkan suku-suku di sana
mengingat di wilayah ini terdapat 87 bahasa yang dipergunakan. Dari bahasa yang
ada, paling tidak bisa disimpulkan terdapat 87 suku, dan setiap suku mempunyai
bahasa sendiri-sendiri.

Sebelumnya, Sarmi lebih dikenal sebagai nama sebuah distrik, di


Kabupaten Jayapura. Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2002 yang dikeluarkan
pada tanggal, 11 Desember 2002 memekarkan Kabupaten Jayapura menjadi tiga
kabupaten, yaitu Jayapura, Keerom, dan Sarmi.

a) Kondisi Geografis

Kabupaten Sarmi memiliki luas wilayah 17.740 km2, terletak pada


posisi 1°35’ dan 3°35’ Lintang Selatan serta 138°05’ dan 140°30’ Bujur
Timur. Distrik Tor Atas merupakan Distrik terluas yaitu 4.499 km 2atau 25,36
persen. Sedangkan Distrik Sarmi (ibukota Kabupaten Sarmi) merupakan
Distrik terkecil yakni 471 km2atau 2,66  persen dari keseluruhan wilayah
Kabupaten Sarmi.

Wilayah yang memiliki ketinggian di atas permukaan laut tertinggi


adalah Distrik Apawer Hulu dengan ketinggian 90 meter di atas permukaan
laut. Sedangkan Distrik Pantai Timur merupakan wilayah paling rendah

17
dengan ketinggian 1 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Sarmi
bagian utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, bagian timur berbatasan
dengan Kabupaten Jayapura, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten
Mamberamo Tengah, dan bagian barat berbatasan Kabupaten Mamberamo
Raya.

Selama tahun 2015 rata-rata suhu udara maksimum di Kabupaten


Sarmi adalah 31,1°C dan suhu udara minimum adalah 23,4°C. Rata-rata
kelembaban udara maksimum dan minimum adalah sebesar 93 persen dan
78.9 persen. Ratarata tekanan udara permukaan di atas landasan (QFF)
Kabupaten Sarmi tahun 2015 sebesar 1.009,7 mb dan rata-rata tekanan udara
permukaan di atas laut (QFE) sebesar 1.009,1 mb. Dengan penyinaran
matahari sebesar 62,5 persen dan memiliki kecepatan angin rata-rata sebesar
2,9 knot. Seperti halnya kabupaten lain di Papua, Kabupaten Sarmi juga
memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh musim hujan dan musim
kemarau. Akan tetapi, seperti tahun-tahun sebelumnya, Kabupaten Sarmi
selama tahun 2015 hujan turun setiap bulannya dengan curah hujan rata-rata
sebesar 184,4 mm. Jumlah hari hujan selama tahun 2015 sebanyak 200 hari
dengan rata-rata setiap bulannya terjadi hujan sebanyak 17 hari.

b) Mata Pencaharian

Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan,


hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Masing-
masing sub sektor tersebut mempunyai andil dalam pembangunan khususnya
di Kabupaten Sarmi. Produksi tanaman bahan makanan paling besar pada
tahun 2015 berasal dari tanaman ubi kayu yaitu sebesar 218 ton. Disusul oleh
produksi tanaman kacang kedelai dan tanaman ubi jalar yang masing-masing
sebanyak 136 ton dan 118 ton. Padi sawah di Kabupaten Sarmi tahun 2015
hanya terdapat di Distrik Bonggo dan Bonggo Timur. Produktivitas tanaman
bahan makanan merupakan perbandingan antara produksi tanaman bahan
makanan yang dihasilkan dengan luas panen. Selama tahun 2015, tanaman
padi sawah di Kabupaten Sarmi memiliki produktivitas yang paling besar
yaitu 33,04 kw/ha. Hal ini menunjukkan bahwa dalam satu hektar luas panen
tanaman padi sawah menghasilkan produksi sebanyak 33,04 kw. Disusul oleh

18
tanaman ubi kayu dan ubi jalar dengan produktivitas masing-masing sebesar
26,91 kw/ha dan 24,58 kw/ha. Produktivitas yang paling rendah terjadi pada
tanaman kacang hijau yaitu 7,12 kw/ha.

Komoditi tanaman perkebunan di Kabupaten Sarmi terdiri dari


tanaman kakao, kelapa, pinang, dan cengkeh. Produksi tanaman perkebunan
pada tahun 2015 paling banyak berasal dari komoditi kelapa dengan produksi
sebanyak 1.422 ton. Petani perkebunan di Kabupaten Sarmi paling banyak
menanam kakao, akan tetapi produksinya tidak sebanyak kelapa. Pada tahun
2015, produksi tanaman kakao sebanyak 354,55 ton. Produksi tanaman pinang
dan cengkeh tahun 2015 masing-masing sebanyak 300 ton dan 7,50 ton.
Produksi tanaman kelapa di Kabupaten Sarmi paling besar, tetapi
produktivitasnya tidak sebesar tanaman pinang. Produktivitas tanaman kelapa
tahun 2015 sebesar 750 kg/ha. Produktivitas tanaman pinang merupakan yang
paling besar dibanding produktivitas tanaman perkebunan lainnya yaitu 5.000
kg/ha. Produktivitas tanaman cengkeh di Kabupaten Sarmi tahun 2015 sebesar
500 kg/ha, sedangkan produktivitas tanaman kakao sebesar 350 kg/ha.

Populasi ternak yang paling banyak di Kabupaten Sarmi tahun 2015


yaitu ternak ayam kampung dengan populasi sebanyak 11.765 ekor. Disusul
oleh populasi sapi potong yaitu sebanyak 3.140 ekor dan babi sebanyak 2.307
ekor. Untuk hewan ternak kambing pada tahun 2015 tercatat sebanyak 832
ekor, dan kuda tercatat ada 1 ekor. Sementara untuk ternak kerbau, ayam
petelur, ayam pedaging dan itik pada tahun 2015 tidak tercatat. Meskipun
populasi ayam kampung di tahun 2015 adalah yang terbanyak, namun
jumlahnya menurun dari tahun sebelumnya. Tidak demikian untuk populasi
lainnya seperti sapi potong, babi, dan kambing yang justru mengalami
kenaikan pada tahun 2015. Untuk populasi kambing, jumlahnya tidak
mengalami kenaikan atau penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.

e. Kabupaten Mamberamo Raya

Kabupaten Mamberamo Raya adalah salah satu kabupaten di provinsi


Papua, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Burmeso. Kabupaten ini
merupakan pemekaran dari Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Waropen,

19
berdasarkan UU No. 19 Tahun 2007 yang disahkan pada tanggal 15 Maret 2007.
Kabupaten Mamberamo Raya mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Utara Samudera Pasifik,


- Selatan Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Tolikara,
- Barat Kabupaten Waropen dan Kabupaten Kepulauan Yapen,
- Timur Kabupaten Sarmi

a) Kondisi Geografis

Luas wilayah Kabupaten Mamberamo Raya 28.034.87 Km2atau 8,86%


dari luas wilayah Provinsi Papua secara keseluruhan. Jumlah
kecamatan/distrik sebanyak 9 distrik dan terdiri atas 59 desa/kampung.
Kondisi topografi di kabupaten ini bervariasi mulai dari dataran, perbukitan,
hingga pegunungan dan memiliki elevasi antara 0 m hingga lebih dari 2.000 m
di atas permukaan laut (dpl). Topografi dataran terletak di utara dan selatan
kabupaten ini yang dipisahkan oleh Pegunungan Foja dan Rouffaer. Dataran
utara merupakan dataran rendah yang terletak antara garis pantai dan
pegunungan tersebut yang membentang di bagian tengah kabupaten dengan
pola memanjang timur barat dan mempunyai puncak tertinggi 2.164 m dpl.
Dataran selatan terletak di suatu cekungan antar pegunungan, yaitu antara
Pegunungan Foya dan Pegunungan Nassau hingga Pegunungan Jayawijaya.

Pegunungan yang terakhir ini merupakan pegunungan tengah dari Pulau


Papua yang mempunyai ketinggian sekitar 5.000 m dan tertutup oleh es abadi.
Dataran selatan seperti tersebut di atas sering disebut sebagai Dataran
Lakustrin (Lake Plain) yang terletak di jantung DAS Mamberamo dan dialiri
oleh sungai-sungai besar, seperti Sungai Tariku (Sungai Rouffaer) yang
mengalir dari barat ke timur dan Sungai Taritatu (Sungai Idenburg) yang
mengalir dari timur ke barat. Kedua sungai tersebut kemudian bergabung
menjadi satu dan menjadi Sungai Memberamo yang mengalir ke arah utara
membelah Pegunungan Foja-Rouffaer.

20
C. Data Sepuluh Besar Penyakit
a. Kabupaten Jayapura

Tabel Jumlah Kasus Kesakitan pada Puskesmas


Kabupaten Jayapura Tahun 2017
N PENYAKIT JUMLAH %
O
1 ISPA 62.533 42,5
2 MALARIA 22.140 14.89
3 PENY. PD SIS OTOT DAN JARINGAN 15.987 10.75
4 PENY. KULIT INFEKSI 11.440 7.69
5 GASTRITIS 9.797 6.59
6 TEKANAN DARAH TINGGI 4867 3.27
7 INFEKSI PENY USUS 4.766 3.20
8 DIARE 4.402 2.96
9 KECELAKAAN DAN RUDA PAKSA 3.302 2.22
10 PENYAKIT KULIT KARENA JAMUR 3.204 2.15
PENYAKIT LAINNYA 6.278 4.22
TOTAL 128.174 100,00
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kab. Jayapura, 2017.

b. Kota Jayapura
10 Besar Penyakit di Kota Jayapura Tahun 2018

N PENYAKIT JUMLAH
O
1 ISPA 89.049
2 MALARIA 19.049
3 PENY. PD SIS OTOT DAN JARINGAN PENGIKAT 17.429
4 PENYAKIT TEKANAN DARAH TINGGI 15.086
5 PENYAKIT KULIT INFEKSI 12.763
6 PENYAKIT PULPA DAN JARINGAN PERIAPIKAL 12.436
7 GASTRITIS 11.146
8 DIARE 8.887
9 PENYAKIT KULIT ALERGI 7.712
10 FEBRIS 7.054
TOTAL 111.562
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Jayapura, 2019.

21
c. Kabupaten Keerom
Jumlah Kasus 10 Besar Penyakit Kabupaten Keerom Tahun 2012

N PENYAKIT JUMLAH %
O
1 INFEKSI AKUT PADA SPBA (ISPA) 30.898 30,1
2 MALARIA 29.816 29
3 PENY. PD SIS OTOT DAN JARINGAN 13.509 13,1
PENGIKAT
4 GASTRITIS 5.280 5,1
5 PENYAKIT LAIN PADA SPBA 4.818 4,7
6 PENYAKIT KULIT INFEKSI 4.623 4,5
7 DIARE 4.139 4
8 KECELAKAAN DAN RUDA PAKSA 4.119 4
9 PENYAKIT KULIT KARENA ALERGI 2.941 2,9
10 PENYAKIT KULIT KARENA JAMUR 2.636 2.6
TOTAL 102.779 100,00
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kab. Keerom, 2012.

d. Kabupaten Sarmi
Jumlah Kasus 10 Besar Penyakit Kabupaten Sarmi Tahun 2011

N PENYAKIT JUMLAH
O
1 MALARIA KLINIS 2.078
2 ISPA 1.416
3 PENY. PD SIS OTOT DAN JARINGANNYA 1382
4 GASTRITIS 835
5 PENYAKIT KULIT INFEKSI 785
6 KECELAKAAN DAN RUDA PAKSA 784
7 PENYAKIT KULIT KARENA JAMUR 741
8 PENYAKIT KULIT KARENA ALERGI 612
9 ASMA 432
10 SCABIES 427
TOTAL 9.492
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kab. Sarmi, 2012.

e. Kabupaten Mamberamo Raya

D. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah Pesisir Mamta

Menurut Nontji (2002), wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara


daratan dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh

22
sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan ke arah
laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang ada di
darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta daerah yang dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 27
tahun 2007, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut
yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

Banyak masyarakat berpikir bahwa laut termasuk di dalamnya wilayah pesisir


merupakan tempat sampah yang ideal. Laut yang luas diperkirakan mampu
menghancurkan atau melarutkan setiap bahan-bahan yang dibuang ke perairan laut.
Faktanya, laut merupakan suatu sistem ekologis yang mempunyai kemampuan daya
urai yang terbatas. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan manusia
dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan ini menghasilkan produk-
produk yang diperlukan bagi kehidupannya dan menghasilkan produk sisa (limbah)
yang dapat menjadi bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian
akan sampai ke daerah pesisir dan laut. Hal ini dapat menyebabkan masalah pada
lingkungan dan masalah kesehatan masyarakat khususnya masyarakat pesisir dan laut
(Supriharyono, 2002; Misran, 2002).

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks. Hal ini
saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Demikian pula
pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya
sendiri tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah
"sehat-sakit". Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu
maupun kesehatan masyarakat. Hendrik L. Blum seorang pakar di bidang
kedokteran pencegahan mengatakan bahwa status kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh 4 hal yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan
genetik (keturunan) (Notoatmodjo, 2011).

Faktor-faktor ini, berpengaruh langsung pada kesehatan dan saling


berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan dapat tercapai secara optimal jika
keempat faktor ini secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal. Salah satu
faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal) maka status
kesehatan dapat tergeser ke arah di bawah keadaan optimal (Sarudji, 2006).

23
Kondisi laut yang demikian luas dengan sumber daya laut yang berlimpah
seharusnya mampu membawa masyarakat pesisir hidup makmur dan sejahtera, namun
sebaliknya masyarakat pesisir kurang berkembang dan terus dalam posisi marjinal.

Masalah kesehatan di wilayah pesisir juga kompleks. Masalah kesehatan


lingkungan yang paling utama di daerah pesisir yaitu bahwa adanya pembuangan air
limbah rumah tangga ke sungai-sungai menyebabkan tercemarnya air sungai dan air
laut di daerah pesisir, sehingga diduga menyebabkan gangguan lingkungan seperti
mengganggu jaring makanan pada ekosistem sungai dan pesisir.

Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi menjadi daya dukung lingkungan


terhadap kehidupan masyarakat menjadi berkurang, seperti ketersediaan air bersih,
udara berkualitas, dan lainnya sehingga penularan penyakit berbasis lingkungan lebih
cepat dan luas.

Ada banyak hal yang diduga menjadi penyebab tingginya masalah kesehatan
di wilayah adat mamta. Penulis mengelompokkannya dalam 3 kelompok yaitu
lingkungan, perilaku dan sosial Ekonomi Kesehatan yang disebut sebagai
determinan kesehatan.

a. Determinan Lingkungan

Masalah lingkungan yang makin mengkhawatirkan di wilayah adat mamta


yaitu kerusakan lingkungan pada berbagai komponen ekosistem, seperti sungai,
mangrove, hutan, pencemaran air, sampai kerusakan padang lamun. Mayoritas
pencemaran air,  terutama di daerah padat penduduk. Kondisi ini, tidak hanya
membahayakan kesehatan juga mengancam keberlanjutan sumber daya hayati.

Masalah banjir di wilayah adat mamta menjadi salah satu masalah


lingkungan. Curah hujan tinggi juga menyebabkan luapan air yang berbuntut
banjir di sejumlah tempat. Tanah longsor juga terjadi saat hujan.

Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan ruang yang semakin


sempi menyebabkan wilayah resapan air berkurng hingga muda banjir. Belum lagi
banyak perusahaan bahan galian baik kelola masyarakat maupun perusahaan di
banyak titik di Kota Jayapura. Luas galian, bikin rusak lingkungan, daerah

24
tangkapan hujan kurang, sedimentasi memperparah banjir di di wilayah adat
mamta.

b. Determinan Perilaku

Rendahnya perilaku masyarakat khususnya yang berhubungan dengan


Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yaitu:
1) Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi
dasar (jamban).
2) Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan
yang aman di rumah tangga.
3) Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas
(seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal)
tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga
semua orang mencuci tangan dengan benar.
4) Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
5) Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar

c. Determinan Sosial Ekonomi Kesehatan

Salah satu indikator dalam determinan sosial yaitu tingkat pendapatan.


Tingkat pendapatan menentukan pada tinggi rendahnya tingkat kemiskinan atau
tingginya jumlah keluarga miskin. Kemiskinan juga menjadi salah satu masalah di
daerah pesisir. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa penilaian status
kesehatan masyarakat salah satunya dinilai dari tingkat pendapatan. Hal ini
disebabkan karena dengan tingginya tingkat pendapatan maka akses terhadap
layanan kesehatan yang prima akan mudah diperoleh. Selain itu, tingginya
pendapatan dapat membuat masyarakat memodifikasi lingkungan rumah dan
sekitarnya (termasuk jamban dan sumur) sehingga sesuai dengan syarat yang
ditentukan.

Determinan sosial-ekonomi kesehatan merupakan kondisi-kondisi sosial


dan ekonomi yang melatari kehidupan seorang, yang mempengaruhi kesehatan.

25
Cabang epidemiologi yang mempelajari hal ini yaitu epidemiologi sosial.
Epidemiologi sosial mempelajari karakteristik spesifik dari kondisi-kondisi
sosial dan mekanisme dari kondisi-kondisi sosial itu dalam mempengaruhi
kesehatan. Epidemiologi sosial mempelajari peran variabel di tingkat individu,
misalnya, gender, umur, pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, status sosial,
posisi dalam hirarki sosial. Selain itu, epidemiologi sosial juga mempelajari peran
variabel-variabel sosial, seperti kondisi kerja, pendapatan absolut wilayah,
distribusi pendapatan, kesenjangan pendapatan, perumahan, ketersediaan pangan,
modal sosial, eksklusi sosial, isolasi sosial, kebijakan kesehatan tentang
penyediaan pelayanan kesehatan (misalnya, akses universal terhadap
pelayanan kesehatan), dan pembiayaan pelayanan kesehatan (misalnya,
ketersediaan jaring pengaman sosial) (Murti, 2010).

Determinan sosial kesehatan, seperti kemiskinan, ketiadaan akses


terhadap pelayanan kesehatan, kekurangan akses terhadap pendidikan, stigma,
rasisme, bias gender, merupakan beberapa di antara faktor-faktor penting yang
melatari dan menyumbang terjadinya ketimpangan kesehatan. Sebagai contoh,
kebijakan publik yang tidak pro masyarakat miskin, ketidakadilan akses
kepada pendidikan, dan ketiadaan skema jaminan kesehatan yang melindungi
risiko finansial dari pengeluaran kesehatan katastrofik, merupakan faktor-faktor
sosial di tingkat makro yang menyebabkan keluarga mengalami kemiskinan
struktural. Kemiskinan selanjutnya akan memaksa masyarakat miskin untuk
hidup di lingkungan tempat tinggal yang buruk, lingkungan hidup yang seadanya
dan tidak sehat, lingkungan tempat tinggal yang meningkatkan risiko terkena
penyakit (Solar & Irwin, 2007).

E. Prioritas Masalah Kesehatan di Wilayah Adat Mamta

Penyakit yang menjadi prioritas diwilayah adat mamta adalah penyakit


berbasis lingkungan menular seperti penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) dan
Malaria. Contoh manajemen penyakit ISPA berbasis wilayah yaitu :

a) Melakukan pendekatan Manajemen Pemberantasan Penyakit Menular Berbasis


Wilayah yang dilakukan untuk menanggulangi secara komprehensif faktor-faktor
yang berhubungan dengan ksakitan dan kematian balita dan penanganan kasus
yang dilakukan secara terpadu dengan mitra kerja terkait yang didukung oleh

26
surveilans yang baik serta tercemin dalam perencanaan dan penganggaran
kesehatan secara terpadu (P2KT).
b) Tatalaksana Kasus dan Pengobatan
c) Pengendalian Faktor Risiko

Manajemen penyakit berbasis wilayah yang harus dilakukan secara terpadu,


harus pula mengacu kepada teori Simpul, yaitu adanya keterpaduan antara
pengendalian sumber penyakit, media transmisi, dan pengendalian faktor risiko
kependudukan serta penyembuhan kasus penyakit pada suatu wilayah komunitas
tertentu. Keterpaduan juga dimaksudkan dalam hal perencanaan, pengumpulan data
dasar bagi perencanaan, serta penyusunan prioritas pembiayaan. Untuk itu,
diperlukan  mekanisme integrated planning and budgetting berdasarkan informasi
dan fakta.

1) Teori simpul penyakit ISPA di wilayah mamta :


Simpul 1 è sumber penyebab bakteri, virus, atau polutan udara (berasal dari
lingkungan rumah, dari penderita ISPA, dari aktivitas manusia yang
mempengaruhi lingkungan ; memasak, merokok, obat nyamuk; atau aktivitas luar
rumah manusia; emisi kendaraan, emisi pabrik, gas buang dari tempat sampah
atau kanang ternank yang mempengaruhi kualitas udara.
Simpul 2 è percikan air liur (droplet) dari penderita, bisa dengan kontak langsung.
Simpul 3 è droplet yang mengandung mikroorganime jika tersembur dalam jarak
< 1m di udara akan masuk melalui mata, mulut, hidung tenggorokan atau faring
yang akan menyerang sistem pernapasan manusia.
Simpul 4 è reaksi atas agen yang masuk è peradangan dengan gejala panas,
demam, tenggorokan sakit, nyeri telan, pilek, dan batuk. Jika masuk lebih dalam ,
menyerang paru dan menimbulkan nana dan cairan yg memenuhi alveoli sehingga
terjadi seask napas krn kesulitan penyerapan oksigen (ISPA Pneumonia), jika
infeksi menyeluruh bisa berujung kemarian
Simpul 5 è Iklim ; curah hujan rendah daerah kering dan curah hujan tinggi
membuat daerah menjadi dingin, topografi wilayah pesisir.
2) Manajemen Kasus ISPA

Salah satu penyebab tingginya angka kematian yang disebabkan oleh


pneumonia yaitu tidak tertanganinya penderita secara maksimal, hal ini

27
disebabkan karena hanya sebagian kecil saja kasus yg terlaporkan dan tertangani
dengan baik. Program penanggulangan yang harus dilakukan yaitu MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sehat).

3) Surveilans Sentinel Pneumonia


a. Mengetahui gambaran kejadian pneumonia dalam distribusi epid (WTO)
b. Mengetahui jumlah kematian, angka fatalitas kasus (CFR) pneumonia usia 0 –
59 bulan (Balita) dan > 5 tahun
c. Tersedianya data dan informasi FR untuk kewaspadaan adanya sinyal epid
pandemi influensa
d. Terpantaunya pelaksanaan program ISPA
4) Manajemen Faktor Risiko
a. Mengurangi faktor risiko seperti polusi udara ambien, polusi udara dalam
rumah terutama pada penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak,
kondisi ventilasi rumah yg tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian maupun
kepadatan penduduk, status gizi yg rendah, dan penyakit campak
b. Advokasi dan sosialisasi, penemuan dan tatalaksana pneumonia balita,
ketersediaan logistik, supervisi, pencatatan dan pelaporan, kemitraan dan
jejaring, pengembangan program, autopsi verbal, serta monitoring dan
evaluasi
5) Faktor Risiko ISPA
a) Faktor Risiko Balita
a. Usia : balita dan anak berada pada masa sistem kekebalan tubuh belum
stabil
b. Status gizi : mempengaruhi kekebalan tubuh manusia
c. ASI Eksklusif : mempengaruhi kekebalan tubuh manusia
d. Status Imunisasi : melindungi bayi dan anak dari penyakit dengan
memberikan kekebalan
b) Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah
a. Luas ventilasi : ventilasi kurang menyebabkan kurangya cahaya,
pergerakan udara, dan suhu yg rendah, agent penyebab ISPA dapat
berkembang biak
b. Jenis lantai : berisiko jika lantai yg lembab

28
c. Jenis dinding : celah-celah pada dinding dapat menjadi tempat
berkembangbiakan agen penyebab ISPA
d. Kepadatan hunian : kontak antar penderita lebih cepat
e. Suhu dan kelembapan : uhu optimal berkisar 18-20 derajat C dan
kelembapan ruangan 40-70%
f. Pencemaran udara : rumah yg memasak dengan bahan bakar kayu atau
minyak tanah akan menghasilkan polutan udara yang lebih tinggi;
penggunaan obat nyamuk, dan anggota keluarga yang merokok.
c) Faktor Risiko Lingkungan Fisik Luar rumah
a. Suhu dan kelembapan : suhu udara yg rendah dan kelembapan udara yang
tinggi menjadi berkembangbiakan mikroorganisme penyebab ISPA
b. Pencemaran udara ambien : polutan dari penggunaan kendaraan bermotor,
aktivitas pabrik atau industri, memelihara ternah di sekitar tempat tinggal,
sampai aktivitas pembuangan sampah ; sulfur dalam bahan bakar
menyebabkan gangguan sistem pernapasan, peradangan hebat terjadi pada
paparan yang lama; keberadaan kandang ternak dan TPA juga menjadi
sumber pencemar udara, di sekitar TPA banyak ditemukan mikroba ISPA
Streptococcus, Staphylococus, dll
d) Faktor Risiko Lingkungan Sosial Ekonomi
a. Kepadatan penduduk : jarak antar rumah yang terlalu dekat menyebabkan
penularan ISPA menjadi lebih mudah ; pencemaran udara meningkat dari
aktivitas menggunakan kayu bakar, merokok, membakar sampah, emisi
kendaraan, hingga mempengaruhi suhu dan kelembapan
b. Jenis pekerjaan : bekerja di tempat yang mengandung banyak pencemaran
udara (pabrik, jalan raya) lebih berisiko terkena ISPA
c. Kemiskinan : penduduk miskin cenderung tinggal di rumah yang tidak
memenuhi syarat ; wilayah dekat pesisir kebanyakan berprofesi sebagai
nelayan, beda dengan wilayah pesisir yg dekat pusat kota keadaan
ekonomi lebih baik

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masalah kesehatan di wilayah adat mamta sebagai salah satu kota pesisir
negara berkembang dapat dibagi dalam 3 bagian besar yaitu determinan lingkungan,
perilaku dan sosial ekonomi kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya
peran serta pemerintah dan masyarakat dalam upaya mengatasi masalah kesehatan
masyarakat.

B. Saran

30

Anda mungkin juga menyukai