PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Provinsi Papua merupakan wilayah yang terletak paling timur dari Negara
Kesatuan Repblik Indonesia dan saat ini terdiri dari 28 Kabupaten dan satu kota.
Wilayah Papua berbatasan secara langsung dengan negara Papua New Guinea di
sebelah Timur, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Papua Barat,
sebelah Selatan dengan Laut Arafuru dan di sebelah Utara berbatasan dengan
Samudra Pasifik. Papua dengan luas`wilayah 421.981 km2, tertutup hutannya yang
menghijau yang dikenal dengan nama tropical rainforest wilderness area, hanya dapat
dibandingkan dengan kekayaan yang ada di hutan Congo di Afrika dan di wilayah
Amazon Amerika Selatan. Kekayaan bioversitas yang terdapat dalam hutan-hutan
Papua tersimpan dalam bentuk keanekaragaman hewan antara lain burung
cenderawasih, kupu-kupu sayap burung, landak Irian, serta jenis-jenis lainnya.
Keanekaragaman tanaman diwakili oleh melimpahnya species pohon, spesies
anggrek, serta species pandan. Keanekaragaman ini berkaitan erat dengan dengan
ekowisata yang dimiliki oleh Provinsi Papua. Sungai berair deras, danau dengan
pemandangan yang indah, pantai dengan air yang jernih dan surga bagi snorkling dan
diving, maupun hutan dan tebing-tebingnya yang menantang untuk untuk dijelajahi
dan di panjat, tersebar bagaikan mutiara di seluruh wilayah Papua. Kekayaan
biodiversitas dan ekowisata, ternyata belum cukup, Papua dikarunia juga dengan
banyaknya suku-suku bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan itulah yang
membentuk Asmat dengan ukiran kayunya, Biak dengan barapen dan juga Jayawijaya
dengan mumminya. Kekayaan biodiversitas dan ekowisata serta keanekaragaman adat
budaya itulah yang menyebabkan Papua di bagi mejadi tujuh wilayah adat (Profil
Provinsi Papua, 2019)
Papua terbagi dalam dari lima wilayah (sedang wilayah Papua Barat hanya
terbagi dalam dua wilayah adat yaitu wilayah Domberai dan wilayah adat Bomberai).
Ke lima wilayah adat Papua dimaksud yaitu Mamta, La Pago, Me Pago, Saireri, Ha
Anim.
B. Tujuan
1
C. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
Wilayah adat yang menjadi tempat Ibu kota Jayapura adalah wilayah adat
Mamta. Wilayah Adat Mamta meliputi Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura,
Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya. Salah satu
ciri yang membedakan wilayah adat Mamta dengan wilayah adat yang lain yaitu pada
sistem politik tradisional mereka seperti pada sistem kepemimpinan tradisional
mereka yang mengenal sistem Ondoafi, walaupun beberapa suku yang terlihat hanya
pada penggunaan sebutan saja namun pada prakteknya yang terlihat adalah tipe
bigman seperti mereka yang ada dalam suku besar Oktim. Salah satu ciri utama dalam
sistem ondoafi adalah adalah pewarisan kepemimpinan. Sebagai contoh bila seorang
ondoafi meninggal maka jabatan diwariskan kepada salah seorang dari anak-anaknya
dan biasanya anak laki-laki yang tertua.
3
Kabupaten Jayapura yang termasuk dalam wilayah adat budaya Tabi terdiri
dari beberapa kelompok suku besar atau wilayah adat yaitu:
1) Sentani/Bhuyakha/La,
2) Dafonsero Utara,
3) Moi,
4) Yokari,
5) Jouwari,
6) Oktim dan
7) Demutru.
Masing-masing kelompok suku besar ini terbagi lagi dalam beberapa sub suku
besar seperti Demutru yang terdiri dari kelompok suku Nambluong, kelompok
suku Klisi, kelompok suku Kemtuk, dan kelompok suku Elseng.
4
Dari Oheikoi pindah ke Raid Au Kleu dan membuat kampung Kleubulouw. Rouboto
pindah ke Waena. Kelompok Pui, Soro, Makanuai, Youwe ditinggal di sekitar
Rolowabu-wabu Yomo (Kayu Batu).
Pada migrasi kedua, berangkat dari Honong Yo, kelompok Razing Kleubeu
mengambil arah selatan dengan menggunakan perahu melewati kampung Eha (Nafri),
mendaki gunung dan membuat pemukiman sementara di Umabo Besar dan Umabo
Kecil. Dari Umabo turun ketepian Phuyakha bhu, menyeberang ke Yomokho-
Waliau-Yo bergabung dengan kelompok Asatou, mengangkat ondofolo. Kemudian
bersama-sama menyeberang ke kampung Oheikoi. Pindah ke Ebuheal ke Ayapo dan
membentuk kampung Ayapo. Dari Ayapo, kelompok Mebli Iyme ke Yokha dan
membuat kampung Hebeaibulu di lokasi bekas kampung Hebeaibulu yang telah
punah. Kelompok ketiga adalah kelompok yang di pimpin oleh Yokhu Mokho,
berangkat dari Honong Yo-Walakhau-Yo, melewati Wanimo, Wutung, lewat
Mabouw, masuk teluk Yotefa bermukim di Endukha Yo, kemudian berangkat
menyeberang naik gunung Rey Humungga, terus melewati Hokhom-Hisili, Ma Khele,
Robhomfere, Atam dan masuk danau Sentani bagian tengah dan membentuk
kampung Remfale yang disebut kampung Ifale sekarang.
Kelompok yang lebih awal dari kelompok pertama, kedua dan ketiga adalah
kelompok Heaiseai. Arus migrasi terjadi Walakhau Yo, melewati dataran Ebum Fau,
terus berhenti di Yokha Wau dan mendirikan kampung Yokha Wau. Dari Yokha Wau
Yo, di sponsori oleh Ibo, Khabey dan Monim menyeberang ke Ajau, kemudian dari
Ajau menjadi pusat persebaran. Dari Ajau pindah ke Khabeite Olow dan membentuk
kampung Khabetlouw yang sekarang disebut Ifar Besar. Kemudian Monim pindah
dan mendirikan kampung Putali, dan Ibo mendirikan kampung Atamali. Rokhoro
pindah dari Ajau lebih ke arah barat daya dan mendirikan kampung Hemfolo.
Kelompok migrasi berikutnya berjalan terus kearah barat danau Sentani, tiba di Yo
Waliau Yo, di atas gunung kampung Donday. Dari Yo Waliau Yo turun ke tepian air
dan menyeberang ke pulau Yonokhom dan membentuk kampung Yo Nokhom Yo.
Dari Yonokhom pindah sebagian masyarakat kembali ke sekitar Yo Waliau Yo dan
membentuk kampung Donday, yang lain pindah kea rah barat dan membentuk
kampung Yakonde dan Sosiri.
5
kebudayaan di Sentani Barat. Di seluruh Sentani terdapat tiga pusat penyeberan yaitu,
di Sentani Timur pulau Asei dikenal sebagai pusat persebaran kebudayaan, di bagian
tengah pulau Ajau menjadi pusat persebaran kebudayaan, dan pulau Yonokhom
(Kwadeware) dikenal sebagai pusat persebaran kebudayaan di bagian barat Sentani.
6
Pada Pestival ini banyak ditampilkanpentas seni budaya, lomba menyajikan
masakan khas Port Numbay, stand-stand pameran kerajinan tangan masyarakat Port
Numbay dari 14 kampung, tarian khas Port Numbay, suling tambur dari Kampung
Skouw Yambe, ukiran batik, serta kuliner khas Port Numbay.
a. Kabupaten Jayapura
a) Kondisi Geografis
Batas-batas wilayah:
7
Keadaan topografi dan lereng umumnya relatif terjal dengan
kemiringan 5%-30% serta mempunyai ketinggian aktual 0,5m dpl -1500m dpl.
Daerah pesisir pantai utara berupa dataran rendah yang bergelombang dengan
kemiringan 0%-10% yang ditutupi dengan endapan aluvial. Secara fisik, selain
daratan juga terdiri dari rawa (13.700 Ha). Sebagian besar wilayah Kabupaten
Jayapura (72,09%) berada pada kemiringan diatas 41%, sedangkan yang
mempunyai kemiringan 0-15% berkisar 23,74% Berdasarkan hasil pencatatan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah V Jayapura untuk
wilayah Sentani tahun 2015 suhu udara rata-rata berkisar antara 22,8 o–
24,3oCelcius. Kelembapan udara rata-rata pada 73 dan 76 persen. Curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Januari 426.8 mm dan terendah pada bulan
Agustus 75.5 mm untuk Genyem. Untuk Sentani curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan Januari 222.9 mm dn terendah pada bulan Agustus 45.2 mm.
b) Mata Pencaharian
8
Di Kabupaten Jayapura lokasi potensial untuk peternakan terletak di
Distrik Nimbokrang, Nimboran, Namblong, Kemtuk, Kemtuk Gresi, Yapsi,
Unurum Guay, Sentani Barat dan Sentani Timur. Ternak sapi sebagai
komoditas unggulan dalam pengembangannya diarahkan pada pengembangan
yang menyatu dengan kawasan pertanian (baik lahan basah ataupun kering),
disertai pembuatan ranch dengan ”System Paddock” yang baik sehingga
ternak sapi tidak mengganggu lahan. Ketersedian rumput sebagai pakan ternak
yang cukup melimpah sehingga relatif mudah dan cepat diperoleh serta
dengan biaya yang sangat rendah. Peternakan yang lebih dominan dipelihara
masyarakat adalah sapi potong, kambing dan babi. Sementara usaha ternak
yang dikelola oleh masyarakat di tahun 2015.
b. Kota Jayapura
9
Abepura merupakan wilayah dengan jumlah kelurahan terbanyak (8 kelurahan),
sedangkan Distrik Heram memiliki jumlah kelurahan terkecil (3 kelurahan).
Jumlah kampung terbanyak terdapat di wilayah Distrik Muara tami (6 kampung),
sedangkan Distrik Jayapura Utara hanya memiliki 1 kampung.
a) Kondisi Geografis
Kota Jayapura memiliki luas 940 km2atau 0,30 persen dari luas wilayah
Provinsi Papua dan merupakan daerah terkecil di Provinsi Papua. Kota
Jayapura terbagi menjadi 5 distrik. Distrik Muara Tami (626,7 km 2)
merupakan distrik terluas yang mencapai 50 persen lebih dari total luas Kota
Jayapura, sebaliknya Distrik Jayapura Selatan merupakan distrik terkecil
dengan luas hanya 43,4 km2.
b) Mata pencaharian
10
padi sawah (83,72 persen), ubi kayu (388,58 persen), ubi jalar (313,11
persen), jagung (350,47 persen), dan kacang tanah (258,49 persen).
Peningkatan ini terjadi karena adanya peningkatan luas panen dari tanaman-
tanaman tersebut.
Kota Jayapura pada tahun 2016 memiliki luas panen tanaman padi
mencapai 1.140 ha dan mampu menghasilkan padi sebanyak 4.119 ton padi.
Daerah penghasil padi adalah Distrik Muara Tami. Ubi Kayu merupakan
tanaman pangan yang dihasilkan terbesar kedua setelah padi. Pada tahun 2016,
dengan luas panen ubi kayu sebesar 105 ha mampu menghasilkan ubi kayu
sebanyak 2.609 ton. Distrik Muara Tami merupakan penghasil ubi kayu
terbesar mencapai 870 ton.
Tahun 2015, produksi hutan terbesar berasal dari kayu bulat yaitu
sebanyak 2.773,53 m3. Kayu gergajian merupakan produksi kehutanan yang
dihasilkan terbesar kedua setelah kayu bulat. Pada tahun 2015, kayu gergajian
di produksi sebanyak 1.617,26 m3.
Tiga jenis ternak yang paling banyak dipelihara oleh penduduk Kota
Jayapura pada tahun 2016 adalah ayam pedaging (95,35 persen), ayam petelor
(1,87 persen), dan ayam kampung (1,84 persen). Babi merupakan hewan
ternak terbanyak di Kota Jayapura. Pada tahun 2016 populasi ternak di Kota
Jayapura tercatat ada 21.901 ekor, dimana 58,64 persen merupakan babi,
31,68 persen merupakan sapi potong, dan sisanya adalah kambing. Sementara
itu, ternak yang paling sedikit diminati oleh peternak di Kota Jayapura adalah
11
itik dengan jumlah populasi sebesar 820 ekor atau hanya sebesar 0,03 persen
dari total populasi ternak di Kota Jayapura. Pada tahun 2016, produksi daging
di Kota Jayapura menurun sebesar 6,24 persen dari pada tahun 2015. Produksi
daging paling banyak diperoleh dari jenis ternak ayam pedaging (2.090.599
kg), sedangkan produksi daging paling sedikit diperoleh dari jenis ternak itik
(516 kg).
Terdapat banyak lokasi wisata di Kota Jayapura, baik itu untuk wisata
pantai, wisata sejarah, wisata baharí, wisata rohani maupun wisata budaya.
c. Kabupaten Keerom
12
a) Keadaan Geografis
b) Mata Pencaharian
13
Komoditi Sayuran
14
jalar menurun 40,56 persen. Sementara itu produksi ubi kayu meningkat
sebesar 21,05 persen pada tahun 2016.
Produksi kacang kedelai pada tahun 2016 tercatat mencapai 316,4 ton.
Pada tanaman buah-buahan, tercatat produksi pisang masih menjadi komoditi
unggulan. Pada tahun 2016 produksinya mencapai 1.183 ton. Produksi buah
jeruk menempati urutan kedua. Produksinya sebesar 421 ton. Selain itu,
beberapa buah-buahan lain yang dihasilkan di Kabupaten Keerom diantaranya
pepaya, salak, nanas, kedondong, dan nangka. Komoditi perkebunan lebih
dominan pada Kelapa Sawit, Kakao, Pinang dan Sagu. Khusus pada komoditi
Kelapa Sawit tersebar di distrik Arso, Arso Barat, Skanto, Arso Timur, dan
Mannem. Sedangkan komoditi Kakao, Pinang dan Sagu tersebar diseluruh
distrik Kabupaten Keerom.
15
ternak yang cukup melimpah sehingga relatif mudah dan cepat diperoleh serta
dengan biaya yang sangat rendah. Peternakan yang lebih dominan dipelihara
masyarakat adalah sapi, kambing dan babi.
Pada tahun 2016 nilai produksi perikanan darat sebesar 5,97 milyar
rupiah. Peningkatan produksi perikanan darat pada 2016 dipengaruhi oleh
bertambahnya jumlah kolam pada tahun 2016 naik 0,51 persen menjadi 597
16
kolam. Sementara jumlah rumah tangga perikanan darat pada tahun 2016
sebanyak 555 rumah tangga atau meningkat dibanding tahun 2014.
d. Kabupaten Sarmi
SARMI sebenarnya lebih sesuai ditulis dengan huruf besar, SARMI, yang
merupakan singkatan dari nama suku-suku besar, yakni Sobey, Armati, Rumbuai,
Manirem, dan Isirawa. Keberadaan mereka telah lama menjadi perhatian
antropolog Belanda, Van Kouhen Houven, yang kemudian memberikan nama
Sarmi. Singkatan Sarmi sebenarnya belum mencerminkan suku-suku di sana
mengingat di wilayah ini terdapat 87 bahasa yang dipergunakan. Dari bahasa yang
ada, paling tidak bisa disimpulkan terdapat 87 suku, dan setiap suku mempunyai
bahasa sendiri-sendiri.
a) Kondisi Geografis
17
dengan ketinggian 1 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Sarmi
bagian utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, bagian timur berbatasan
dengan Kabupaten Jayapura, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten
Mamberamo Tengah, dan bagian barat berbatasan Kabupaten Mamberamo
Raya.
b) Mata Pencaharian
18
tanaman ubi kayu dan ubi jalar dengan produktivitas masing-masing sebesar
26,91 kw/ha dan 24,58 kw/ha. Produktivitas yang paling rendah terjadi pada
tanaman kacang hijau yaitu 7,12 kw/ha.
19
berdasarkan UU No. 19 Tahun 2007 yang disahkan pada tanggal 15 Maret 2007.
Kabupaten Mamberamo Raya mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
a) Kondisi Geografis
20
C. Data Sepuluh Besar Penyakit
a. Kabupaten Jayapura
b. Kota Jayapura
10 Besar Penyakit di Kota Jayapura Tahun 2018
N PENYAKIT JUMLAH
O
1 ISPA 89.049
2 MALARIA 19.049
3 PENY. PD SIS OTOT DAN JARINGAN PENGIKAT 17.429
4 PENYAKIT TEKANAN DARAH TINGGI 15.086
5 PENYAKIT KULIT INFEKSI 12.763
6 PENYAKIT PULPA DAN JARINGAN PERIAPIKAL 12.436
7 GASTRITIS 11.146
8 DIARE 8.887
9 PENYAKIT KULIT ALERGI 7.712
10 FEBRIS 7.054
TOTAL 111.562
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Jayapura, 2019.
21
c. Kabupaten Keerom
Jumlah Kasus 10 Besar Penyakit Kabupaten Keerom Tahun 2012
N PENYAKIT JUMLAH %
O
1 INFEKSI AKUT PADA SPBA (ISPA) 30.898 30,1
2 MALARIA 29.816 29
3 PENY. PD SIS OTOT DAN JARINGAN 13.509 13,1
PENGIKAT
4 GASTRITIS 5.280 5,1
5 PENYAKIT LAIN PADA SPBA 4.818 4,7
6 PENYAKIT KULIT INFEKSI 4.623 4,5
7 DIARE 4.139 4
8 KECELAKAAN DAN RUDA PAKSA 4.119 4
9 PENYAKIT KULIT KARENA ALERGI 2.941 2,9
10 PENYAKIT KULIT KARENA JAMUR 2.636 2.6
TOTAL 102.779 100,00
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kab. Keerom, 2012.
d. Kabupaten Sarmi
Jumlah Kasus 10 Besar Penyakit Kabupaten Sarmi Tahun 2011
N PENYAKIT JUMLAH
O
1 MALARIA KLINIS 2.078
2 ISPA 1.416
3 PENY. PD SIS OTOT DAN JARINGANNYA 1382
4 GASTRITIS 835
5 PENYAKIT KULIT INFEKSI 785
6 KECELAKAAN DAN RUDA PAKSA 784
7 PENYAKIT KULIT KARENA JAMUR 741
8 PENYAKIT KULIT KARENA ALERGI 612
9 ASMA 432
10 SCABIES 427
TOTAL 9.492
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kab. Sarmi, 2012.
22
sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan ke arah
laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang ada di
darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta daerah yang dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 27
tahun 2007, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut
yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks. Hal ini
saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Demikian pula
pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya
sendiri tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah
"sehat-sakit". Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu
maupun kesehatan masyarakat. Hendrik L. Blum seorang pakar di bidang
kedokteran pencegahan mengatakan bahwa status kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh 4 hal yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan
genetik (keturunan) (Notoatmodjo, 2011).
23
Kondisi laut yang demikian luas dengan sumber daya laut yang berlimpah
seharusnya mampu membawa masyarakat pesisir hidup makmur dan sejahtera, namun
sebaliknya masyarakat pesisir kurang berkembang dan terus dalam posisi marjinal.
Ada banyak hal yang diduga menjadi penyebab tingginya masalah kesehatan
di wilayah adat mamta. Penulis mengelompokkannya dalam 3 kelompok yaitu
lingkungan, perilaku dan sosial Ekonomi Kesehatan yang disebut sebagai
determinan kesehatan.
a. Determinan Lingkungan
24
tangkapan hujan kurang, sedimentasi memperparah banjir di di wilayah adat
mamta.
b. Determinan Perilaku
25
Cabang epidemiologi yang mempelajari hal ini yaitu epidemiologi sosial.
Epidemiologi sosial mempelajari karakteristik spesifik dari kondisi-kondisi
sosial dan mekanisme dari kondisi-kondisi sosial itu dalam mempengaruhi
kesehatan. Epidemiologi sosial mempelajari peran variabel di tingkat individu,
misalnya, gender, umur, pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, status sosial,
posisi dalam hirarki sosial. Selain itu, epidemiologi sosial juga mempelajari peran
variabel-variabel sosial, seperti kondisi kerja, pendapatan absolut wilayah,
distribusi pendapatan, kesenjangan pendapatan, perumahan, ketersediaan pangan,
modal sosial, eksklusi sosial, isolasi sosial, kebijakan kesehatan tentang
penyediaan pelayanan kesehatan (misalnya, akses universal terhadap
pelayanan kesehatan), dan pembiayaan pelayanan kesehatan (misalnya,
ketersediaan jaring pengaman sosial) (Murti, 2010).
26
surveilans yang baik serta tercemin dalam perencanaan dan penganggaran
kesehatan secara terpadu (P2KT).
b) Tatalaksana Kasus dan Pengobatan
c) Pengendalian Faktor Risiko
27
disebabkan karena hanya sebagian kecil saja kasus yg terlaporkan dan tertangani
dengan baik. Program penanggulangan yang harus dilakukan yaitu MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sehat).
28
c. Jenis dinding : celah-celah pada dinding dapat menjadi tempat
berkembangbiakan agen penyebab ISPA
d. Kepadatan hunian : kontak antar penderita lebih cepat
e. Suhu dan kelembapan : uhu optimal berkisar 18-20 derajat C dan
kelembapan ruangan 40-70%
f. Pencemaran udara : rumah yg memasak dengan bahan bakar kayu atau
minyak tanah akan menghasilkan polutan udara yang lebih tinggi;
penggunaan obat nyamuk, dan anggota keluarga yang merokok.
c) Faktor Risiko Lingkungan Fisik Luar rumah
a. Suhu dan kelembapan : suhu udara yg rendah dan kelembapan udara yang
tinggi menjadi berkembangbiakan mikroorganisme penyebab ISPA
b. Pencemaran udara ambien : polutan dari penggunaan kendaraan bermotor,
aktivitas pabrik atau industri, memelihara ternah di sekitar tempat tinggal,
sampai aktivitas pembuangan sampah ; sulfur dalam bahan bakar
menyebabkan gangguan sistem pernapasan, peradangan hebat terjadi pada
paparan yang lama; keberadaan kandang ternak dan TPA juga menjadi
sumber pencemar udara, di sekitar TPA banyak ditemukan mikroba ISPA
Streptococcus, Staphylococus, dll
d) Faktor Risiko Lingkungan Sosial Ekonomi
a. Kepadatan penduduk : jarak antar rumah yang terlalu dekat menyebabkan
penularan ISPA menjadi lebih mudah ; pencemaran udara meningkat dari
aktivitas menggunakan kayu bakar, merokok, membakar sampah, emisi
kendaraan, hingga mempengaruhi suhu dan kelembapan
b. Jenis pekerjaan : bekerja di tempat yang mengandung banyak pencemaran
udara (pabrik, jalan raya) lebih berisiko terkena ISPA
c. Kemiskinan : penduduk miskin cenderung tinggal di rumah yang tidak
memenuhi syarat ; wilayah dekat pesisir kebanyakan berprofesi sebagai
nelayan, beda dengan wilayah pesisir yg dekat pusat kota keadaan
ekonomi lebih baik
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah kesehatan di wilayah adat mamta sebagai salah satu kota pesisir
negara berkembang dapat dibagi dalam 3 bagian besar yaitu determinan lingkungan,
perilaku dan sosial ekonomi kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya
peran serta pemerintah dan masyarakat dalam upaya mengatasi masalah kesehatan
masyarakat.
B. Saran
30