Anda di halaman 1dari 24

PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN


P OS TED BY FAH RU DD IN K URD I A P RIL 15, 2014 PO S TED
IN UN C ATEG O RIZED
Sebagian besar penyakit endokrin mudah dikenali. Akan tetapi
pengobatan pada stadium lanjut tidak mudah dibandingkan bila
penyakit ditemukan lebih dini. Manifestasi dini penyakit endokrin kadang
sulit dinilai baik dalam riwayat, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Tubuh berkompensasi terhadap defisiensi hormonal sedemikian rupa
sehingga penyakit berada pada stadium yang sangat lanjut ketika
ditemukan. Di samping itu, gambaran klinis untuk suatu keadaan
tertentu dapat berbeda tergantung pada berat ringannya penyakit dan
sifat kronisitasnya, dan pada beberapa kasus suatu keadaan defisiensi
berat kemungkinan tidak berkembang sebagai suatu manifestasi yang
nyata.

Karena alasan ini, maka merupakan hal penting untuk menggunakan


berbagai cara yang ada untuk mengoptilkan ketepatan diagnostik dan
pengobatan. Klinisi harus membuat keputusan apakah pengobatan
harus diberikan dengan segera sebelum uji yang memakan waktu untuk
diagnosis yang pasti telah selesai. Pada gangguan kronis, kadang-
kadang dimungkinkan untuk menunggu hingga terkumpul informasi yang
lengkap untuk memudahkan diagnosisi ; pada kasuskasus lain, cara ini
mungkin akan memperburuk keadaan .

Pengkajian Diagnostik Sistem Endokrin

Pemeriksaan diagnostik merupakan hal penting dalam perawatan klien


di rumah sakit. Tidak dapat dipisahkan dari rangkaian pengobatan dan
perawatan. Validitas dari hasil pemeriksaan diagnostik sangat ditentukan
oleh bahan pemeriksaan, persiapan klien, alat dan bahan yang
digunakan serta pemeriksaannya sendiri. Dua hal pertama menjadi
tugas dan tanggung jawab perawat. Oleh karena itu pemahaman
perawat terhadap berbagai pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
klien sangatlah menentukan keberhasilannya. Begitu halnya pada klien
yang diduga atau yang menderita gangguan sistem endokrin,
pemahaman perawat yang lebih baik tentang berbagai prosedur
diagnostik yang lazim sangatlah diharapkan.

Pemeriksaan Laboratorium dan Pencitraan

Evaluasi laboratorium merupakan hal yang penting untuk menegakkan


dan memperkuat diagnosis endokrin dan untuk membantu
menyingkirkan diagnosis spesifik. Kecanggihan yang semakin
meningkat telah menyebabkan ahli endokrinologi semakin
mengandalkan uji ini. Namun, uji ini tidak dapat menggantikan
keputusan klinik yang baik yang menggunakan semua informasi yang
ada untuk membuat keputusan klinik. Uji laboratorium biasanya
mengukur kadar hormon dalam cairan tubuh, gejala sisa dari hormon,
ataupun gejala sisa dari proses yang menyebabkan 3kelainan hormon.
Uji ini dapat dilakukan di bawah keadaan acak atau basal, keadaan yang
ditentukan dengan tepat, ataupun sebagai respon terhadap beberapa
rangsangan provokatif. Dalam mengukur kadar hormon, sensitivitas
mengacu pada konsentrasi terendah dari hormon yang dapat dideteksi
secara tepat, dan spesifisitas mengacu pada sifat spesies tertentu yang
bereaksi dengan uji hormon ini.

Pengukuran kadar Hormon : Kadar Basal

Assay imunologik -hidroksiprogesteron plasma, suatu prekursor dari


hormon. Dalam memeriksa feokromositoma, kadar dari metabolit
epinefrin kadang-kadang lebih informatif ketimbang kadar hormon
aktifnya, yaitu epinefrintelah menjadi teknologi dominan yang
digunakan untuk mengukur kadar dari hormon dalam cairan tubuh .
Sebagian besar pengukuran dilakukan pada sampel darah atau urin.
Hormon diukur secara langsung dari sampel atau setelah ekstraksi dan
pemurnian. Sebagian besar pengukuran adalah terhadap hormon aktif,
walaupun pengukuran dari metabolit atau prekursor hormon ataupun
zat yang dilepaskan secara serentak kadang-kadang memberikan
informasi yang terbaik. Dengan demikian, pada umumnya, dalam
menilai status vitamin D, akan lebih informatif untuk mengukur hormon
prekursor, 25-(OH)D3 walaupun hormon aktif yang utama adalah 1,25-
(OH)2D3. Pada sindroma 21-hidroksilase, masalah klinik adalah
defisiensi dari kortisol, sementara pengukuran yang paling peka adalah
kadar 17

Assay Plasma dan Urin

Assay hormon dalam sampel darah, plasma atau serum, akan


memberikan suatu indikasi dari kadar hormon pada saat itu. Untuk
hormon dengan waktuparuh yang panjang yang kadarnya tidak berubah
dengan cepat (contohnya, tiroksin), pengukuran sampel yang diambil
secara acak memberikan suatu penilaian dari status hormon. Untuk
hormon dengan paruh-hidup yang lebih pendek, seperti epinefrin atau
kortisol, assay ini hanya akan memberikan informasi untuk saat
pengumpulan sampel. Dengan demikian, pada suatu feokromositoma
yang secara episodik melepaskan epinefrin, peningkatan kadar epinefrin
plasma akan ditemukan hanya selama periode pelepasan dan tidak di
antaranya.Penyakit Cushing yang spontan dapat dikaitkan dengan suatu
peningkatan jumlah pelepasan kortisol dengan kadar kortisol plasma
normal diantara pulsa. Pada stadium awal dari perkembangan penyakit
Addison, jumlah pulsa pelepasan kortisol dapat menurun, tetapi
sewaktu-waktu dapat terjadi pelepasan di mana setelah itu kortisol
plasma dapat dalam rentang yang normal.
Assay urin mengukur kadar hormon atau metabolitnya, dan periode
pengumpulan dapat berupa suatu sampel acak atau, lebih sering, suatu
pengumpulan berkala (biasanya 24 jam). Interpretasi pengukuran urin
harus memperhitungkan kenyataan bahwa kadar urin mencerminkan
penanganan hormon oleh ginjal. Pada masa lalu malah pengukuran urin
digunakan secara lebih sering karena pada banyak kasus bisa diperoleh
jumlah hormon yang lebih besar. Namun, dengan sensitivitas yang tinggi
dari immunoassay dewasa ini, keuntungan dari urin hilang. Dengan
demikian biasanya lebih dipilih pengukuran darah. Suatu keuntungan
dari assay urin adalah bahwa pada beberapa kasus dapat memberikan
suatu penilaian yang terpadu dari status hormon. Contohnya, pada
kortisol, hanya sekitar 1-3% dari hormon yang dilepaskan oleh kelenjar
adrenal ditemukan dalam urin, tetapi pengukuran dari kortisol urin dalam
sampel “kortisol bebas urin” 24-jam memberikan penilaian yang baik
sekali dari produksi kortisol terpadu. Hal ini penting, karena kortisol
dilepaskan secara episodik, dan suatu kortisol plasma yang acak dapat
berada dalam rentang normal pada keadaan penyakit Cushing yang
ringan hingga sedang. Uji urin sering digunakan untuk mendokumentasi
kelebihan aldosteron pada aldosteronisme primer dan kelebihan
epinefrin pada feokromositoma.

Kadar Hormon Bebas

Banyak hormon beredar terikat dengan protein plasma, dan umumnya


merupakan fraksi hormon bebas yang secara biologik relevan. Dengan
demikian, penilaian dari kadar hormon bebas lebih penting ketimbang
penilaian dari kadar hormon total. Sejumlah uji untuk mengukur kadar
hormon bebas tersedia saat ini. Assay ini dapat menggunakan dialisis
keseimbangan, ultrafiltrasi, pengikatan kompetisi, dan cara-cara lain.
Namun, uji seperti ini tidak biasa digunakan. Salah satu dari uji yang
sering digunakan adalah indeks tiroksin bebas, yang digunakan untuk
mengukur hormon bebas secara tak langsung dengan menilai
kemampuan dari plasma untuk mengambil T4; hal ini berbanding terbalik
dengan penjenuhan dari ikatan protein oleh hormon endogen dan
berbanding langsung dengan fraksi hormon total yang bebas .
Pengukuran kalsium bebas daripada konsentrasi ion kalsium total juga
semakin banyak digunakan. Ada kemungkinan bahwa pada masa
selanjutnya akan terdapat peningkatan penggunaan pengukuran
konsentrasi hormon bebas. Seperti disebutkan di atas, pada beberapa
kasus-contohnya kortisol-kadar urin dari hormon dapat memberikan
suatu penilaian langsung mengenai konsentrasihormon plasma bebas
(1,3)

Immunoassay

Immunoassay hormon menggunakan antibodi dengan afinitas yang


tinggi terhadap hormon. Antibodi bisa poliklonal atau monoklonal. Jika
hormon manusia akan dihasilkan antibodi cukup berbeda dari pada
hormon pada hewan, maka hormon yang tidak dimodifikasi dapat
digunakan untuk menghasilkan antibodi.

Namun, untuk hormon yang mempunyai struktur tertentu dan homologi


tinggi dengan horman hewan, dan khususnya dengan hormon yang
sangat kecil seperti steroid atau faktor pelepas yang tidak begitu
imunogenik, maka hormon digunakan sebagai hapten dan dihubungkan
dengan molekul yang sangat imunogenik atau dengan cara lain
dimasukkan ke dalam suatu molekul besar untuk menghasilkan antibodi
(1,2) Antibodi poliklonal yang digunakan biasanya didapatkan dari
hewan yang menghasilkan sejumlah antibodi yang berbeda. Kelinci,
marmut, domba, dan kambing populer untuk tujuan ini. Pada populasi
antibodi poliklonal, bisa terdapat banyak antibodi dengan afinitas yang
sangat tinggi terhadap hormon yang dengan demikian akan memberikan
suatu tingkat kepekaan yang tinggi. Namun, dalam keseluruhan populasi
poliklonal pada hewan, antibodi terhadap antigen merupakan proporsi
yang sangat rendah dari populasi antibodi total.Antibodi monoklonal
didapatkan melalui beberapa cara; biasanya didapatkan melalui
penyuntikan antigen ke dalam tikus atau dengan menginkubasi antigen
dengan sel in vitro. Sel hewan atau sel yang diinkubasi in vitro kemudian
digabungkan melalui fusi dengan sel mieloma atau mentransformasi
mereka dengan virus tumor. Hal ini menghasilkan sejumlah klon sel
penghasil-antibodi. Klon ini kemudian disaring dengan antigen hormon
hingga ditemukan suatu klon penghasil-antibodi yang cocok. Suatu
kerugian utama dari antibodi monoklonal adalah bahwa banyak dari
antibodi memiliki suatu afinitas yang rendah terhadap hormon, dan
diperiukan banyak penyaringan untuk mendapatkan suatu antibodi
berafinitas-tinggi. Di samping itu, setiap antibodi bereaksi dengan hanya
satu epitop pada antigen, dan antibodi ini tidak berguna untuk uji
tradisional terbatasreagen.

Dalam praktek, pengukuran dari kadar hormon melalui


radioimmunoassay melibatkan inkubasi dari sampel urin atau plasma
atau suatu ekstrak dengan antibodi dan kemudian mengukur kadar dari
kompleks antigen-antibodi dengan beberapa cara. Radioimmunoassay
klasik menggunakan antibodi berafinitas-tinggi yang tak diimobilisasi
(pada konsentrasi rendah untuk memungkinkan kepekaan maksimal)
pada permukaan dari suatu tabung uji, atau partikei paramagnetik.
Antigen standar yang berikatan dengan antibodi diradiolabel,sedemikian
rupa sehingga peradiolabelan tidak menyekat ikatannya dengan
antibodi.

Sampel yang tidak diketahui dan antibodi diinkubasi, dan antigen yang
berradiolabel ditambahkan pada saat nol atau kemudian. Disiapkan
suatu kurva standar dengan menggunakan antibodi dan suatu
konsentrasi hormon yang diketahui. Dari kurva ini, luasnya inhibisi oleh
hormon yang ditambahkan dari ikatan hormon berlabel diplot, biasanya
sebagai jumlah label terikat sebagai sustu fungsi dari log,konsentrasi
antigen total, yang biasanya memberikan suatu kurva sigmoid . Sebagai
alternatif, suatu plot log dapat digunakan untuk melinierkan data . Kadar
dari hormon dalam sampel didapatkan dengan cara menghubungkan
nilai dengan kurva standar.Secara tradisional imunoassay menggunakan
hormon beradiolabel sebagai antigen. Paling sering digunakan adalah
iodium beradiolabel yang bisa didapatkan dengan suatu aktivitas spesifik
sangat tinggi.
Namun, kerugian dari radioaktivitas dari segi shelf-life dan pengeluaran
yang semakin meningkat untuk pembuangan telah menyebabkan
peningkatan penggunaan cara-cara nonisotopik untuk melakukan
imunoassay di mana antigen dihubungkan dengan suatu enzim,
label9fluoresen, atau partikel lateks yang dapat diaglutinasi dengan
antigen, atau dengan beberapa cara lain, sehingga hal ini dapat
terdeteksi. Enzyme-linked immunosorbentassay (ELISA) yang
menggunakan lempeng titer mikro berlapisantibodi dan reporter antibodi
berlabel enzim kadang-kadang peka seperti radioimmunoassay.

Suatu modifikasi mutakhir dari imunoassay adalah teknik sandwich,


yang menggunakan dua antibodi monoklonal yang berbeda masing-
masing mengenali 10suatu bagian terpisah dari hormon. Aspek ini
merupakan keterbatasan utama dari teknik ini, karena sukar untuk
menggunakan hal ini untuk molekul kecil untuk mana tidak bisa
didapatkan bidang reaktif yang dapat dipisahkan. Assay ini dilakukan
dengan menggunakan antibodi pertama, sebaiknya dilekatkan secara
berlebihan relatif terhadap jumlah hormon dalam sampel, pada suatu
matriks pendukung padat untuk mengadsorbsi hormon yang akan diuji.
Setelah pengangkatan dari plasma dan pembilasan, antibodi kedua
(berlabel) kemudian diinkubasi dengan hormon yang terikat, kompleks
antibodi pertama. Jumlah pengikatan dari antibodi kedua kemudian
sebanding dengan konsentrasi hormon dalam sampel. Penggunaan dari
dua antibodi menghasilkan suatu penurunan yang besar, dengan
demikian memperbaiki kepekaan maupun spesifisitas dari uji ini.

Assay Nonimunologik

Assay nonimunologik termasuk assay kimiawi, yang mengambil manfaat


dari gugusan yang secara kimiawi reaktif dalam molekul; bioassay, yang
menilai aktivitas dari hormon yang diinkubasi dengan sel atau jaringan in
vitro atau disuntikkan ke dalam seekor hewan; dan assay pengikatan-
reseptor dan assay lain, yang memanfaatkan afinitas tinggi hormon
untuk reseptor atau molekul lain seperti protein pengikat-plasma. Uji ini
jarang digunakan. Immunoassay umumnya unggul daripada assay
reseptor karena memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap hormon
ketimbang reseptor. Suatu contoh dari uji reseptor adalah uji yang
menggunakan biakan sel dari suatu tumor tiroid (sel FRTL-5) yang
mengandung reseptor TSH, untk mendeteksi antibodi terhadap reseptor
ini yang ditemukan pada penyakit Graves.

Pengukuran Tak Langsung Status Hormon

Pengukuran dari status hormon dapat lebih penting daripada


pengukuran kadar hormon dan pada banyak situasi memberikan
informasi pelengkap yang penting. Walaupun dilakukan pengukuran dari
kadar hormon, biasa untuk mendapatkan paling tidak satu indeks dari
efek hormon dalam mendiagnosis suatu penyakit endokrin. Kadar
glukosa darah lebih berguna ketimbang kadar insulin 11plasma dalam
mendiagnosis dan mengobati diabetes melitus. Kadar insulin plasma
dapat tinggi pada keadaan hiperglikemia nyata pada diabetes melitus
noninsulin-dependen, dan pada diabetes melitus dependen-insulin kadar
insulin merupakan suatu indeks yang kurang dapat diandalkan dari
status diabetes ketimbang glukosa darah. Pengukuran dari kadar
kalsium serum merupakan hal yang kritis untuk mengevaluasi
aldosteronisme primer. Penyebab yang paling sering dari peningkatan
kadar aldosteron adalah dehidrasi, latihan, terapi diuretika, dan
keadaan lain yang menghasilkan aldosteronisme sekunder; pada
keadaan ini, kadar renin plasma cenderung lebih tinggi.

Uji Provokatif

Pada banyak kasus, kadar hormon diinterpretasi dengan baik setelah


dilakukan tantangan provokatif, walaupun sedang dikembangkan cara
yang lebih maju untuk memintas kebutuhan akan uji seperti ini. Misalnya
, pada penyakit tiroid, uji provokatif jarang diperlukan, sementara pada
insufisiensi adrenal atau kelebihan glukokortikoid, dilakukan uji seperti
ini. Pada penyakit tiroid, bersihan yang lambat dari hormon
menghasilkan kadar basal hormon yang sangat informatif, sementara
sifat pulsasi dari pelepasan kortisol menghasilkan suatu kadar kortisol
plasma yang berfluktuasi. Masalah ini dipintas dalam evaluasi dari
insufisiensi adrenal dengan memberikan suatu analog ACTH yang
merangsang adrenal secara maksimal. Penentuan diagnosis penyakit
Cushing mempunyai masalah tersendiri . Pada kasus ini jelas terdapat
suatu hipersekresi kortisol. Klinisi mengambil manfaat dari kenyataan
bahwa mikroadenoma glukokortikoid lebih banyak ditekan oleh
glukokortikoid deksametason dari pada tumor adrenal atau tumor
ektopik penghasil-ACTH. Demikian pula, analog GnRH (yang
merangsang pelepasan FSH dan LH), TRH (yang merangsang
pelepasan prolaktin maupun TSH), dan hipoglikemia insulin (yang
merangsang pelepasan ACTH dan GH) dapat digunakan untuk
mengevaluasi cadangan hipofisis . Dalam mengevaluasi aldosteronisme
primer, rangsangan provokatif (diuresis, sikap, inhibisi dari enzim
pengkonversi) kadang-kadang digunakan untuk meningkatkan
pelepasan renin.12.

Pemeriksaan Pencitraan

Pemeriksaan pencitraan semakin banyak digunakan dalam diagnosis


dan tindak lanjut dari penyakit endokrin. Magnetic resonance imaging
(MRI) dan computed tomography (CT) khususnya penting dalam hal ini.
Prosedur-prosedur ini memungkinkan visualisasi dari kelenjar endokrin
pada suatu resolusi yang besar ketimbang dimasa yang talu. Hal ini
khususnya untuk hipofisis dan adrenal. Ahli endokrinologi juga dapat
menggunakan prosedur canggih lain yang melibatkan sampling selektif
dari tempat tertentu. Contohnya, katerisasi vena selektif dari sinus
petrosus terutama berguna dalam mendeteksi hipersekresi ACTH pada
penyakit Cushing, dan sampling selektif dari vena renalis dapat
membantu dalam diagnosis dari hipertensi renovaskular.

Interpretasi Klinik Uji Laboratorium

Pokok-pokok penting dalam interpretasi uji laboratorium dapat


diringkaskan sebagai berikut:

(1) Setiap hasil harus diinterpretasi dari segi pengetahuan klinik pasien
dengan menggunakan data dari riwayat dan pemeriksaan fisik.

(2) Kadar basal dari hormon atau efek perifer dari hormon harus
diinterpretasi dari segi cara hormon dilepaskan dan dikendalikan.

(3) Kadar hormon pada sebagian besar kasus harus diinterpretasi


bersamaan dengan informasi dari uji lain yang mencerminkan status
pasien ;kadar PTH serum dalam segi kalsium serum; kadar aldosteron
serum dalam segi kadar renin plasma; kadar gonadotropin serum dari
segi kadar estradiol atau testosteron; dll.

(4) Kadang-kadang, pengukuran urin lebih unggul dibandingkan uji


plasma untuk menguji pelepasan terpadu dari hormon.

(5) Rentang nilai normal dapat bervariasi dari satu laboratorium ke


laboratorium lainnya . Harus digunakan nilai normal yang semestinya. 13

(6) Uji laboratorium harus diinterpretasikaan dengan pengetahuan


mengenai nilai dari uji. Rentang normal yang dilaporkan untuk uji tidak
dapat digunakan sebagai hal yang absolut dan harus diinterpretasi dari
segi situasi klinik.
(7) Kadang-kadang, hasil uji laboratorium terganggu oleh zat-zat luar
atau pencemar. Misalnya , pada keadaan sakit, lipid dalam plasma
kadang-kadang mengganggu pengukuran dari kapasitas pengikatan-
hormon tiroid.

Heparin dapat melepaskan asam amino bebas ke dalam plasma,


menyebabkan pergeseran dari T3 dan T4 dari protein plasma dan
pembacaan yang palsu dari kapasitas pengikatan. Pada kehamilan, CG
dapat bereaksi-silang pada uji TSH. Antibodi yang dihasilkan ketika
hormon digunakan dalam terapi (insulin, GH, dll) dapat menyebabkan
peningkatan yang besar dari hormon total yang disebabkan oleh
sekuestrasi dari hormon.

(8) Uji provokatif kadang-kadang diperlukan.

(9) Pemeriksaan pencitraan dapat membantu diagnosis, khususnya


untuk segi sumber hipersekresi hormon.

Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Hipofise

a. Foto tengkorak (kranium)

Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau
juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun
pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.

b. Foto tulang (osteo)

Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Pada klien dengan gigantisme


akan dijumpai ukuran tulang yang bertambah besar dari ukuran maupun
panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-tulang perifer yang
bertambah ukurannya ke samping. Persiapan fisik secara khusus tidak
ada, pendidikan kesehatan diperlukan.

c. CT scan otak

Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise atau


hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara
khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam tidak
bergerak selama prosedur.

Pemeriksaan darah dan urine

a. KADAR GROWTH HORMON

Nilai normal 10 p.g ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada bayi
dibulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya. Spesimen
adalah darah vena lebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik
tidak ada.

b. KADAR TIROID STIMULATING HORMON (TSH)

Nilai normal 6-10 1.1.g/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah


gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah lebih
kurang 5 cc. Tanpa persiapan secara khusus.

c. KADAR ADRENOKARTIKO TROPIK (ACTH)

Pengukuran dilakukan dengan test supresi deksametason. Spesimen


yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urine 24 jam.
Persiapan

1. Tidak ada pembatasan makan dan minum

2. Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol atau


antagonisnya dihentikan lebih dahulu 24 jam sebelumnya.

3. Bila obat-obatan harus diberikan, lampirkan jenis obat dan dosisnya


pada lembaran pengiriman specimen

4. Cegah stres fisik dan psikologis

Pelaksanaan

1. Klien diberi deksametason 4 x 0,5 ml/hari selama-lamanya dua hari

2. Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc

3. Urine ditampung selama 24 jam

4. Kirim spesimen (darah dan urine) ke laboratorium.

Hasil Normal bila;

* ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5


ml/dl

* 17-Hydroxi-Cortiko-Steroid (17-OHCS) dalam urine 24 jam kurang dari


2,5 mg.
Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian
deksametasaon 1 mg per oral tengah malam, baru darah vena diambil
lebih kurang 5 cc pada pagi hari dan urine ditampung selama 5 jam.
Spesimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar kortisol darah
kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan eksresi 17 OHCS dalam urine 24
jam kurang dari 2,5 mg.

Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Tiroid

a. Up take Radioaktif (RAI)

Tujuan Pemeriksaan adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid


dalam menangkap iodide

Persiapan

* Klien puasa 6-8 jam

* Jelaskan tujuan danm prosedur

Pelaksanaan

* Klien diberi Radioaktoif Jodium (I131) per oral sebanyak 50 microcuri.

Dengan alat pengukur yang ditaruh diatas kelenjar tiroid diukur radio
aktif yang tertahan.

* Juga dapat diukur clearence I131 melalui ginjal dengan mengumpulkan


urine selama 24 jam dan diukur kadar radioaktiof jodiumnya.
Banyaknya I131 yang ditahan oleh kelenjar tiroid dihitung dalam
persentase sebagai berikut:

* Normal: 10-35%

* Kurang dari: 10% disebut menurun, dapat terjadi pada hipotiriodisme.

* Lebih dari: 35% disebut meninggi, dapat terjadi pada tirotoxikosis atau
pada defisiensi jodium yang sudah lama dan pada pengobatan lama
hipertiroidisme.

b. T3 dan T4 Serum

Persiapan fisik secara khusus tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan


adalah darah vena sebanyak 5-10 cc.

* Nilai normal pada orang dewasa: Jodium bebas: 0,1-0,6 mg/dl T3: 0,2-
0,3 mg/dl

Ta: 6-12 mg/dl

* Nilai normal pada bayi/anak: T3: 180-240 mg/dl

Up take T3 Resin

Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid (T3) atau tiroid binding
globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas
meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme dan menurun
pada hipotiroidisme. Dibutuhkan spesimen darah vena sebanyak 5 cc.
Klien puasa selama 6 – 8 jam.
* Nilai normal pada:

Dewasa: 25-35% uptake oleh resin Anak: Pada umumnya tidak ada

Protein Bound Iodine (PBI)

Bertujuan mengukur jodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai


normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Specimen yang dibutuhkan darah
vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan 6-8
jam.

c. Laju Metabolisme Basal (BMR)

Bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang


dibutuhkan tubuh di bawah kondisi basal selama beberapa waktu.

Persiapan

* Klien puasa sekitar 12 jam

* Hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stress

* Klien harus tidur paling tidak 8 jam

* Tidak mengkonsumsi obat-obat analgesik dan sedative

* Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan dan prosedurnya

* Tidak boleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan dilakukan.


Pelaksanaan

* Segera setelah bangun, dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi

* Dihitung dengan rumus: BMR (0,75 x pulse) + (0,74 x Tek Nadi)- 72

* Nilai normal BMR: -10 s/d 15%.

Pertimbangkan faktor umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh dengan


kebutuhan oksigen jaringan. Pada klien yang sangat cemas, dapat
diberikan fenobarbital yang pengukurannya disebut Sommolent
Metabolisme Rate. Nilai normalnya 8-13% lebih rendah dari BMR.

d. Scanning Tyroid

Dapat digunakan beberapa teknik antara lain:

Radio Iodine Scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul


tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi
atau tidak berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang
bersifat ganas. Sedangkan nodul dingin (20%) adalah ganas.
Up take Iodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan jodium dari
plasma. Nilai normal 10 s/d 30% dalam 24 jam.

Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Paratiroid

a. Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine,
sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan
dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowitch. Bila pada
percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium plasma
diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit one white cloud)
menunjukkan kadar kalsium darah normal (6 ml/d1).

Bila endapan banyak, kadar kalsium tingg:.

Persiapan

* Urine 24 jam ditampung

* Makanan rendah kalsium 2 hari herturut-turut

Pelaksanaan

* Masukkan urine 3 ml ke dalam tabung (2 tabung)

* Kedalam tabung pertama dimasukkan reagens sulkowitch 3 ml, tabung


kedua hanya sebagai control

Pembacaan hasil secara kwantitatif:

Negatif (-): Tidak terjadi kekeruhan

Positif (+): Terjadi kekeruhan yang halus

Positif (+ +): Kekeruhan sedang


Positif (+ + +): Kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang dari 20
detik

Positif (+ + + +): Kekeruhan hebat, terjadi seketika

b. Percobaan Ellwort-Howard

Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh


parathormon.

Cara Pemeriksaan

Klien disuntik dengan paratharmon melalui intravena kemudian urine di-


tampung dan diukur kadar pospornya. Pada hipoparatiroid, diuresis
pospor bisa mencapai 5-6 x nilai normal.

Pada hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak berubah.

c. Percobaan Kalsium intravena

Percobaan ini didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar


serum kalsium akan menekan pembentukan paratharmon. Normal bila
pospor serum meningkat dan pospor diuresis berkurang. Pada
hiperparatiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak berubah.
Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami perubahan
tetapi pospor diuresis meningkat.

d. Pemeriksaan radiologi

Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat


kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan osteoporosis.
Pada hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar
tengkorak. Densitas tulang bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid,
tulang meni-pis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada
tulang.

e. Pemeriksaan Elektrocardiogram (ECG).

Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk


mengidentifikasi kelainan gambaran EKG akibat perubahan kadar
kalsium serum terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan
dijumpai gelombang Q-T yang memanjang sedangkan pada
hiperparatiroid interval Q-T mungkin normal.

f. Pemeriksaan Elektromiogram (EMG)

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi


otot akibat perubahan kadar kalsium serum.

Persiapan khusus tidak ada.

Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Pankreas

a. Pemeriksaan Glukosa

Jenis pemeriksaannya adalah gula darah puasa. Bertujuan untuk menilai


kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam

Nilai normal:
Dewasa: 70-110 md/d1 Bayi: 50-80 mg/d

Anak-anak: 60-100 mg/dl

Persiapan

* Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan dilakukan

* Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan

Pelaksanaan

* Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 s/d 10 cc

* Gunakan anti koagulasi bila pemeriksaan tidak dapat dilakukan segera

* Bila klien mendapat pengobatan insulin atau oral hipoglikemik untuk


sementara tidak diberikan

* Setelah pengambilan darah, klien diberi makan dan minum serta


obatobatan sesuai program.

Gula darah 2 jam setelah makan. Sering disingkat dengan gula darah 2
jam PP (post prandial).

Bertujuan untuk menilai kadar gula darah dua jam setelah makan. Dapat
dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan gula darah puasa
artinya setelah pengambilan gula darah puasa, kemudian klien disuruh
makan menghabiskan porsi yang biasa lalu setelah dua jam kemudian
dilakukan pengukuran kadar gula darahnya. Atau bisa juga dilakukan
secara terpisah tergantung pada kondisi klien.
Prinsip persiapan dan pelaksanaan sama saja namun perlu diingat
waktu yang tepat untuk pengambilan spesimen karena hal ini dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Bagi klien yang mendapat obat-
obatan sementara dihentikan sampai pengambilan spesimen dilakukan.

Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Adrenal

a. Pemeriksaan Hemokonsentrasi darah

Nilai normal pada:

Dewasa wanita: 37-47% Pria: 45-54%

Anak-anak: 31-43%

Bayi: 30-40%

Neonatal: 44-62%

Tidak ada persiapan secara khusus. Spesimen darah dapat diperoleh


dari perifer seperti ujung jari atau melalui pungsi intravena. Bubuhi
antikoagulan ke dalam darah untuk mencegah pembekuan.

Pemeriksaan Elektrolit Serum (Na, K , CI), dengan nilai normal:

Natrium: 310-335 mg (13,6-14 meq/liter) Kalium: 14-20 mg% (3,5-5,0


meq/liter) Chlorida: 350-375 mg% (100-106 meq/liter)

Pada hipofungsi adrenal akan terjadi hipernatremi dan hipokalemi, dan


sebaliknya terjadi pada hiperfungsi adrenal yaitu hiponatremia dan
hiperkalemia. Tidak diperlukan persiapan fisik secara khusus.
b. Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)

Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine. Dibutuhkan urine


24 jam. Nilai normal 1-5 mg. Tidak ada persiapan khusus.

Stimulasi Test

Dimaksudkan untuk mengevaluasi dan menedeteksi hipofungsi adrenal.


Dapat dilakukan terhadap kortisol dengan pemberian ACTH. Stimulasi
terhadap aldosteron dengan pemberian sodium.

Kesimpulan

Diagnosis dari penyakit endokrin memerlukan keterpaduan dari suatu


kumpulan data, termasuk keterpaduan sejak dari riwayat dan
pemeriksaan fisik dan dari uji laboratorium. Dengan adanya
kecanggihan dari uji dewasa ini, biasanya diagnosis dapat dibuat
dengan pasti. Namun, terdapat banyak situasi di mana sukar untuk
mendapatkan suatu diagnosis yang jelas; dan prosedur untuk membuat
suatu diagnosis pasti lebih banyak mengandung risiko ketimbang
penyakit dalam jangka waktu pendek.

Pada kasus ini harus dibuat suatu keputusan untuk memantau pasien. ,
hal ini kadang-kadang terjadi pada sindroma Cushing dependen-ACTH,
di mana diferensiasi antara suatu tumor karsinoid yang nyata dan suatu
adenoma hipofisis yang kecil sebagai sumber dari hipersekresi ACTH
akan memerlukan prosedur invasif yang berisiko. Penghematan biaya
dan efisiensi diagnosis harus merupakan prioritas. Uji dewasa ini
memungkinkan efisiensi dari diagnosis maupun pengeluaran biaya pada
tingkat yang tak terjadi sebelumnya. Dokter dapat menghindarkan
pengeluaran yang tak diperlukan melalui penggunaan keputusan yang
baik.
REFERENSI

Vaitukaitis JL: Hormone assays. In Felig P. Endocrinology and


Metabolism, 2nd ed. McGrawHill,1987; 58-62.

Ekins R: Measurement of free hormones in blood. EndocrRev 1990;11:5

Share this:

https://fahruddinkurdi.wordpress.com/2014/04/15/pemeriksaan-penunjang-pada-gangguan-sistem-
endokrin/

Anda mungkin juga menyukai