Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASTHMA

OLEH :
YUSTINA PRIMA MATUR
21203005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
TAHUN 2021/2022

1
A. PENGERTIAN
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah
ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. Penderita asma
bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti
debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala
kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datanzg
secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko
kematian bisa datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran
adanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan bagian
bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernafasan,
pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang
berlebih. (Nurarif & Kusuma, 2015)

Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu


alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya
kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada
bronkriolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi
mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan
penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan
menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi),
distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru,
gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien
dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula
adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan
klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik
(idiopatik) sering ditemukan adnya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas,
faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat
memacu serangan asma.

2
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Menurut Andarmoyo (2012) Anatomi Fisiologi Pernafasan dibagi atas


beberapa bagian, antara lain :
1. Hidung = Naso =Nasal
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang yang
disebut kavum nasi dan dipisahkan oleh sekat hidung yang disebut septum
nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu hidung yang berfungsi untuk
menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk didalam lubang hidung.
Fungsi hidung, terdiri dari:
a.Sebagai saluran pernafasan
b. Sebagai penyaring udara yang dialakukan oleh bulu-bulu hidung
c.Menghangatkan udara pernafasan melalui mukosa
d. Membunuh kuman yang masuk melalui leukosit yang ada dalam
selaput lendir mukosa hidung.
2. Tekak = Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan. Terdapat di bawah dasar tulang tengkorak, dibelakang rongga
hidung dan mulut sebelah dalam ruas tulang leher. Hubungan faring dengan
organ-organ lain; ke atas berhubungan dengan rongga hidung, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut, ke bawah depan berhubungan dengan
laring, dan ke bawah belakang
berhubungan dengan esophagus.

3
Rongga tekak dibagi dalam tiga bagian
a.Bagian sebelah atas sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
b. Bagian tengah yang sama tingginya dengan itsmus fausium disebut
dengan orofaring.
c.Bagian bawah sekali dinamakan laringofarin mengelilingi mulut, esofagus,
dan laring yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya
3. Pangkal Tenggorokan (Faring)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan
suara. Laring (kontak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Pada
tenggorokan ini ada epiglotis yaitu katup kartilago tiroid. Saat menelanm
epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya
makanan dan cairan. Batang Tenggorokan (Trakea)
4. Trakea (pipa udara)
Adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan diameter 2,5
cm serta terletak di atas permukaan anterior esofagus yang memisahkan
trakhea menjadi bronkhus kiri dan kanan. Trakea dilapisi epitelium
fespiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak sel
goblet. Sel-sel bersilia ini berfungsi untuk mengelurkan benda-benda asing
yang masuk bersam-sama dengan udara saat bernafas.
5. Cabang Tenggorokan (Bronkhus)
Merupakan kelanjutan dari trakhea, yang terdiri dari dua bagian bronkhus
kana dan kiri. Bronkus kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih
lurus dibandingkan bronkus primer sehingga memungkinkan objek asing
yang masuk ke dalam trakea akan ditempatkan dalam bronkus kanan.
Sedangkan bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping, bronkus bercabang
lagi menjadi bagianbagian yang lebih kecil lagi yang disebut bronkhiolus
(bronkhioli).
6. Paru-paru
Paru-paru merupan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli).

4
Pembagian paru-paru
a.Paru kanan: terdiri dari 3 lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media
dan lobus inferior. Masing-masing lobus ini masih terbagi lagi menjadi
belahan-belahan kecil yang disebut segtment. Paru-paru kanan memiliki 10
segment, 5 buah pada lobus superior, 2 buah pada lobus medialis, dan 3
buah pada lobus inferior.
b. Paru kiri: terdiri atas 2 lobus, lobus pulmo sinistra superior, dan lobus
inferior. Paru-paru kiri memiliki 10 segment, 5 buah pada lobus superior,
dan 5 buah pada lobus inferior.
C. KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi


3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor


pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotic danaspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanyasuatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktorpencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan
asma ini menjadilebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.

5
D. ETIOLOGI

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi


timbulnya serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi

Genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun


belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit
alergi. Karenaadanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asmabronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

2) Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan

3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam
dan jam tangan
b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering


mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim,seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami

6
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan


asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika


melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
E. TANDA DAN GEJALA

Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari


wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada
penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah,
duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma
yaitu :
1. Tingkat I :

Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.

Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :

Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru


menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai
pada klien setelah sembuh serangan.

7
3. Tingkat III

Tanpakeluhan. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya


obstruksi jalan nafas. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak
diteruskan mudah diserang kembali.

. Tingkat IV :

Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.


Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5. Tingkat V :

Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai.
Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi
otot- otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak
letih, takikardi.
F. KOMPLIKASI

a. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas

b. Bronchiolitis

c. Pneumonia

d. Emphysema.

e. Hipoksemia

f. Pneumothoraks

g. Emfisema

h. Deformitas thoraks
i. Gagal nafas

8
G. PATOFISIOLOGI

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus


yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi
yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
mmeningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek
gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal
pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam
lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada
asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi
paksa 3 menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan
baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest.

9
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium.
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal


eosinopil.
 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

 Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat


mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah.

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3


dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
3. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.

10
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
 Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
 Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.

4. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen


yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
5. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi


menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
 Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation.
 Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block).
 Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
6. Scanning Paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi


udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
7. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang


paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon
aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja

11
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
I. PENATALAKSANAAN

Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronkhiale :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas.

2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.

3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara


pengobatan maupun penjelasan penyakit.

Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :

1. Pengobatan dengan obat-obatan, seperti :

a.Beta agonist(beta adrenergik agent)

b. Methylxanlines (enphy
bronkodilator)

c.Anti kolinergik (bronkodilator)

d. Kortikosteroid

e.Mast cell inhibitor(lewat inhalasi)

2. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :

a. Oksigen 4-6 liter/menit.2)

b. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10mg)


inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1
jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam
larutandextrose 5% diberikan perlahan.
c. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat
inidalam 12 jam
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon

12
segeraatau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan
sangat berat
3. Pengobatan non farmakologik .

a. Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang


penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.

b. Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada


pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c. Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini


dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2021. Asuhan keperawatan pada pasien asthma.

http://nursecerdas.wordpress.com/.

Anoni .2011. Laporan pendahulua asthma. Anonim.


2011. Asuhan keperawatan pada pasien asthma.
http://nursecerdas.wordpress.com/. 27oktober
2021

Anonim.2011.asthma.http://nursecerdas.wordpres
.com/. 27 oktober 2021.

14
15
16
17
18
19
20
21
22

Anda mungkin juga menyukai