Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Tanaman

Vaccinium varingieafolium (Bl.) Miq. Diklasifikasikan sebagai berikut : (4)


Klasifikasi
Kingdom
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Plantae (Tumbuhan)
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
: Dilleniidae
: Ericales
: Ericaceae
: Vaccinium
: Vaccinium varingiaefolium (Bl.) Miq

Cantigi (Vaccinium sp.) adalah tumbuhan khas pegunungan yang tumbuh alami di
pulau Jawa (Sadiyah dan Kodir, 2012).
Menurut buku Flora Pegunungan Jawa karya van Steenis (2010)
V. varingiaefolium (Bl) Miq. : Ujung cabang berbunga. Habitus berupa perdupohon, sering berbentuk sapu, kebanyakan benjol-benjol dan bengkok. Tinggi
mencapai 10m, diameter batang 50cm. Kayu sangat keras dengan panjang daun
2.5-6cm dan lebar daun 1-2.5cm. Buah buni dapat dimakan tetapi agak hambar.
Berada di atas ketinggian 1350mdpl, terutama banyak terdapat di ketinggian
1800-3340mdpl. Merupakan penyusun utama hutan elfin dan hutan lumut, pada
punggung bukit, lereng, dan puncak. Dominansi spesies ini mudah terlihat bila

daun muda merona merah di hutan puncak. Bersama Rhododendron retusum,


Myrsine, Histiopteris incisa, Selligna, Dianella javanica merupakan tumbuhan
yang tahan terhadap asap beelerang dan tanah kawah beracun.
Secara umum, cantigi hidup di sekitar kawah gunung berapi. Backer &
Bakhuizen van den Brink (1965) mengungkapkan bahwa tumbuhan ini dapat di
temukan di seluruh pulau Jawa pada ketinggian antara 1500-3300mdpl. Buah
cantigi berwarna hitam kebiruan. Menurut Andersen dan Markham (2006) dalam
Sadiyah dan Kodir (2012), warna merah, ungu, biru, biru-hitam/ungu-hitam dari
buah cantigi disebabkan oleh karena tumbuhan ini mengandung senyawa
antosianin. Antosianin adalah senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan dan
berperan pada kesehatan mata (Lila, 2004 dalam Sadiyah dan Kodir, 2012).
Menurut Backer dan Bakhuizen van den Brink (1965), cantigi memiliki habitus
berupa perdu atau pohon kecil dengan tinggi 0.1-10m. Tumbuhan ini memiliki
bunga dan buah yang dapat dijumpai sepanjang tahun. Daun mudanya berwarna
merah keunguan dengan tangkai berwarna merah. Bunganya majemuk dengan
helaian mahkota berwarna merah keunguan. Buah cantigi merupakan buah buni,
berwarna hijau pada saat muda dan akan berubah menjadi biru-ungu kehitaman
pada saat matang.
Bagian dalam buah cantigi terdapat kulit buah yang dilanjutkan dengan daging
buah (mesokarp). Daging buah cantigi berwarna lebih terang (ungu kemerahan).
Buah cantigi tidak beraroma khas, tapi memiliki rasa yang manis kesat.
Permukaan buah cantigi memiliki rambut penutup yang tampak seperti lapisan
putih-pucat.
Uji fitokimia yang dilakukan oleh Setiawati dan Wulan, (2011), didapatkan hasil
bahwa daun tanaman cantigi memiliki kandungan kimia berupa: glikosida
saponin, flavonoid, senyawa polifenol, dan minyak atsiri, sedangkan pada
batangnya mengandung saponin, flavonoid, dan senyawa polifenol.
Daun dan buah cantigi berkhasiat sebagai antipiretik dan menyegarkan badan.
(Departemen Kehutanan, 1997 dalam Setiawati dan Wulan, 2011), Daun dan
buah cantigi juga dapat dimakan sebagai lalapan. Sedangkan batang cantigi ungu
digunakan untuk arang (Heyne, 1987; Ogata, 1986 dalam Wikipedia, 2015). Nah,

ketika mencari informasi seputar cantigi ini, tertulis dalam halaman Wikipedia
bahwa :
Walaupun tumbuhan ini mendominasi sekitar kawah pegunungan di pulau
Jawa, penelitian yang dilakukan untuk mengungkap potensinya masih sangat
minim. Dengan demikian, berbagai aspek tumbuhan ini, mulai dari aspek
botani sampai kepada penggunaannya untuk kepentingan manusia masih
terbuka luas dan memiliki prospek yang menjanjikan.
Bagaimana ekofisiologi dalam tubuh cantigi sehingga mampu bertahan di tempattempat ekstrem sepanas dan segersang puncak gunung dengan asap belerang dan
tanah beracun? Pertahanan semacam apa yang tumbuhan ini punyai?

Referensi :
Backer, C.A dan van den Brink, R.C.B. 1965. Flora of Java (Spermatophytes
Only) Volume II. Groningen-Netherland: N.V.P. Noordhoff.
Sadiyah, E.R dan Kodir, R.A. 2012. Studi awal kandungan antosianin pada buah
cantigi ungu (Vaccinium varingiaefolium (Bl.) Miq.) yang berpotensi sebagai
suplemen antioksidan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM.
Setiawati dan Wulan, P. 2011. Studi makroskopis, mikroskopis, dan skrining
fitokimia daun dan batang Vaccinium varingiaefolium (Blume) Miq. L. Thesis
Universitas Airlangga.
Van Steenis, C.G.G.J. 2010. Flora Pegunungan Jawa (The Mountain Flora of
Java). Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor : Indonesia. pp: 253.

Ceremai kerap ditanam sebagai tanaman hias taman. Merupakan dari


sedikit anggota suku Euphorbiaceae yang buahnya bisa dimakan. Secara
kekerabatan taksonomi tidak memiliki kaitan dengan tanaman gooseberry,
kecuali buahnya yang sama-sama asam. Tanaman diduga kuat berasal dari
Madagaskar. Banyak ditemukan di daerah Asia Tenggara terutama Indonesia,
Vietnam Selatan, dan Laos. Tanaman ini menyenangi kondisi panas,
3

kelembapan rendah, dengan ketinggian lokasi tumbuh hingga 1.000 m dpl


(Trubus Infokit,11: 170).

2.1.1 Klasifikasi Tanaman


Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Euphorbiales

Suku

: Euphorbiaceae

Marga

: Phyllanthus

Jenis

: Phyllanthus acidus (L.) Skeels

(Hutapea dkk., 1994)


2.1.2 Deskripsi Tanaman
Habitus : Pohon, tinggi 10 cm.
Batang : Tegak, bulat, berkayu, mudah patah, kasar, percabangan
monopodial, coklat muda.
Daun

: Majemuk, lonjong, berseling, panjang 5-6 cm, lebar 2-3 cm, tepi
rata, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, halus,
tangkai silindris, panjang 2 cm, hijau muda.

Bunga

: Majemuk, bulat, di ranting, tangkai silindris, panjang 1 cm,


hijau muda, kelopak bentuk bintang, halus, mahkota merah muda.

Buah

: Bulat, permukaan berlekuk, kuning keputih-putihan.

Biji

: Bulat pipih, coklat muda.

Akar

: Tunggang, coklat muda (Hutapea dkk., 1994).

2.1.3 Nama
a. Sinonim
P. distichus Muell. Arg., P. cicca Muell. Arg., Cicca disticha Linn.,
C. nodiflora Lamk., C.acida (L.) Merr., Averrhoa acida L.
b. Nama Daerah
Sumatera : Ceremoi (Aceh), crme (Gayo), ceramai (Melayu), camincamin (Minangkabau).
Jawa : careme, crme (Sunda), crme (Jawa).
Nusa Tenggara : Carmen, cermen (Bali), careme (Madura), sarume
(Bima).
Sulawesi : Lumpias aoyok, tili (Gorontalo), lombituko bolaano (Buol),
caramele (Makassar, Bugis), carameng.
Maluku : Ceremin (Ternate), selemele, selumelek (Roti), salmele,
cermele (Timor).
c. Nama Asing
Cheramelier (P), country gooseberry (I).
d. Nama Simplisia
Phyllanthi acidi Folium (daun ceremai)
(Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1)
2.1.4 Kandungan Kimia

Daun, kulit batang dan kayu Phyllanthus acidus mengandung


saponin, flavonoida, tanin dan polifenol, di samping itu kayunya juga
mengandung alkaloida (Hutapea dkk., 1994).
Kandungan kimia dalam daun ceremai antara lain :
1.

Senyawa Fenol
Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari
tumbuhan. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya
mereka sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida. Flavonoid
merupakan golongan terbesar, beberapa golongan bahan polimer penting dalam
tumbuhan- lignin, melanin, dan tanin adalah senyawa polifenol ( Harborne,
1984:47).
2. Saponin
Merupakan suatu glikosida dalam tanaman dan terdiri atas gugus
sapogenin (steroid; CG27) atau triterpenoid (C30), gugus heksosa, pentose, atau
asam uronat (Kiki, 2010). Saponin dapat mengakibatkan sel mikroba lisis yaitu
dengan mengganggu stabilitas membrane (Sari, 2013).
3. Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Di dalam
tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila
jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan
dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan
pencernaan hewan. Pada kenyataannya, sebagian besar tumbuhan yang banyak
bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat
(Harborne,1984:102).
4. Flavonoid
Flavonoid mempunyai rumus molekul C15H5O4. Merupakan kelompok
pigmen tanaman yang memberikan warna pada buah-buahan (Kiki, 2010)

2.1.5 Khasiat
7

Daun Phyllanthus acidus berkhasiat untuk urus-urus dan obat


mual, akarnya untuk obat asma dan daun muda untuk obat
sariawan (Hutapea dkk., 1994).
2.2 Metode Ekstraksi
Metode dasar dari ekstraksi obat adalah maserasi (Poses M) dan
perkolasi (Proses P)
2.2.1 Maserasi
Istilah maceration berasal dari bahasa Latin macerare,
yang artinya merendam. Merupakan proses paling tepat di mana
obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam
menstruum sampai meresap dan melunakkan susunan sel,
sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut. Dalam proses
maserasi, obat yang akan diekstraksi biasanya ditempatkan pada
wadah atau bejana yang bermulut lebar, bersama menstruum yang
telah ditetapkan, bejana ditutup rapat, dan isinya dikocok
berulang-ulang lamanya biasanya berkisar dari 2-14 hari. Maserasi
biasanya dilakukan pada temperatur 150-200C dalam waktu selama
3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut. (Ansel, H C : 606609)
2.2.2 Perkolasi
Istilah perkolasi berasal dari bahasa Latin per yang artinya
melalui dan colare yang artinya merembes, secara umum
dapat dinyatakan sebagai proses di mana obat yang sudah halus,
zat yang larutnya diekstraksi dalam pelarut yang cocok dengan
cara melewatkan perlahan-lahan melalui obat dalam suatu kolom.
Obat dimampatkan dalam alat ekstraksi khusus disebut percolator,
dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat. Dalam
proses perkolasi mengalirnya menstruum melalui kolom obat

umumnya dari atas ke bawah menuju ke celah untuk keluar ditarik


oleh gaya berat seberat cairan dalam kolom. Dalam percolator
yang khusus dan lebih canggih, penambahan tekanan pada kolom,
didesak oleh tekanan udara yang ditiupkan pada lubang masuk dan
pengisapan pada ubang keluar (Ansel, H C : 606-609)
2.3 Larutan
Larutan adalah sistem campuran homogen molekular,
terdiri dari dua komponen atau lebih. Komponennya dapat berupa
cairan, gas, atau padatan. Umumnya, yang disebut larutan jika
pelarutnya berupa cairan.
2.4 Obat Kumur (Mouthwash)
Gargarisma/Gargle/Obat kumur adalah sediaan berupa
larutan, umumnya dalam larutan pekat yang harus diencerkan
lebih dahulu sebelum digunakan, dimaksudkan untuk digunakan
sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan atau
jalan napas (Syamsuni,2006:101)
Fungsi obat kumur adalah untuk membersihkan bagian
dalam mulut, mencegah halitosis dan menyegarkan mulut.
Beberapa bahan yang digunakan dalam obat kumur adalah etanol
dan pelarut lainnya, humektan, pelarut, penyedap agen, pengawet
dan regulator pH. dalam jenis bubuk, natrium bikarbonat dan agen
menipiskan lainnya digunakan di tempat bahan cair (T. Mitsui :
487-488).

2.5 Bakteri

Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang


berkembang biak dengan pembelahan menjadi dua sel. Bakteri
dibagi menjadi kelas-kelas meurut bentuknya yaitu kokus
(berbentuk bulat), basil (batang lurus), kokobasil (bentuk antara
kokus dan basil), vibrio (batang lempeng) dan spiroceta (spiral).
Berdasarkan sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram, bakteri dapat
digolongkan menjadi Gram positif dan Gram negatif. Contoh
bakteri Gram positif adalah Staphylococcus aureus (Yuliani dan
Indrayudha, 2010).
2.5.1 Klasifikasi Staphylococcus aureus :
Divisio

: Schizomycota

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Famili

: Micrococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus
(Yuliani dan Indrayudha, 2010).
Staphylococcus adalah sel-sel berbentuk bola dengan garis

tengah sekitar 1m dan tersusun dalam kelompok-kelompok tak


beraturan. Staphylococcus tidak bergerak dan tidak membentuk
spora.

Staphylococcus

mudah

tumbuh

pada

kebanyakan

perbenihan bakteri dalam keadaan aerobic atau mikroaerofilik.


Bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu 370C, tetapi
membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-250C).
Koloni pada perbenihan [adat membentuk bundar, halus, menonjol

10

dan berkilau. S. aureus membentuk koloni berwarna abu-abu


sampai kuning emas tua (Jawetz et al, 1995).
2.5.2 Patogenisitas
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh sa adalah:
a. Infeksi superficial : agen umum bisul, bisul, pustula, abcesses,
conjungtivitis dan infeksi luka; jarang menyebabkan infeksi; dapat
menyebabkan cheilitis sudut (bersama-sama dengan ragi candida)
di sudut mulut.
b. Keracunan Makanan : (mual dan diare) disebabkan oleh
enterotoksin.
c. Sindrom shock toksik : juga disebabkan oleh enterotoksin
d. Infeksi dalam : osteomielitis, endokarditis, septicaemia,
pneumonia (Samaranayake, 2006).
2.6 Media
Media

merupakan

suatu

substrat

yang

diperlukan

untuk

menumbuhkan dan mengembangbiakan mikroba.


Syarat media :
a. Terkandung semua unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme
b. Memiliki pH yang sesuai
c. Tidak mengandung zat penghambat
d. Steril
2.6.1 Jenis Media Berdasarkan Sifatnya :
1. Media Umum ( Media Nutrient Agar)
Merupakan media yang umum digunakan pada prosedur
a.
b.
c.
d.

bakteriologi untuk :
Uji biasa dari air dan produk pangan
Media transport untuk stok kultur
Untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri
Untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni
Media ini merupakan media sederhana yang dibuat dari
ekstrak beef,pepton dan agar (Margie dkk,2011)

11

2. Media Diperkaya
Merupakan media yang ditambah zat-zat tertentu
(misalnya : serum, darah, ekstrak tumbuhan) sehingga dapat
digunakan untuk menumbuhkan mikroba tertentu (Margie dkk,
2011)
3. Media Selektif
Merupakan media yang ditambah zat-zat tertentu yang
bersifat selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba lain.
Misal : Kristal violet (Margie dkk,2011)
4. Media Diferensiasi
Merupakan media yang ditambah zat kimia tertentu,
sehingga suatu mikroba membentuk pertumbuhan tertentu dan
dapat untuk membedakan tipe-tipenya. Contoh : Media Agar
Darah dapat membedakan bakteri hemolitik dan bakteri non
hemolitik, yang ditandai oleh adanya zona (halo) disekitar
koloni (Margie dkk,2011)
5. Media Penguji
Merupakan media dengan susunan tertentu yang
digunakan untuk pengujian vitamin-vitamin, asam amino,
antibiotik dan sebagainya. Contoh : Mueller Hinton Agar
(Margie dkk,2011).

2.7 Teknik Inokulasi (Penanaman) Bakteri


1. Metode Gores
Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni
yang terpisah, inokulum digoreskan di permukaan media agar
nutrient dalam cawan petri dengan jarum pindah (lup inokulasi). Di
antara garis-garis goresan akan terdapat sel-sel yang cukup terpisah
sehingga dapat tumbuh menjadi koloni. Ada beberapa teknik dalam
metode goresan, antara lain:
a. Goresan T
b. Goresan Kuadran
c. Goresan Radian
d. Goresan Sinabung

12

2. Metode Tebar
Setetes inokulum diletakkan dalam sebuah medium agar
nutrien dalam cawan petri dan dengan menggunakan batang kaca
yang bengkok dan steril. Inokulasi itu disebarkan dalam medium
batang yang sama dapat digunakan untuk menginokulasikan
pinggan kedua yang dapat menjamin penyebaran bakteri yang
merata dengan baik. Pada beberapa pinggan akan muncul kolonikoloni yang terpisah-pisah.
3. Metode Tuang
Isolasi menggunakan media cair dengan cara pengenceran.
Dasar

melakukan

pengenceran

adalah

penurunan

jumlah

mikroorganisme sehingga pada suatu saat hanya ditemukan satu


sel di dalam tabung.

4. Metode Tusuk
Yaitu dengan cara meneteskan atau menusukan ujung jarum
ose yang di dalamnya terdapat inokulum, kemudian dimasukkan
kedalam media (Margie dkk,2011).
2.8 Karakteristik Bahan Tambahan
1. Asam Sitrat
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih; tidak
berbau; rasa sangat asam; agak higroskopik;
merapuh dalam udara kering dan panas
Kelarutan : Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam
1,5 bagian etanol (95%) P, sukar larut dalam eter
P (Anonim, 1979. Halaman 50).
Kegunaan : Buffering Agent
Range
: 0,1-2,0 % (HOPE 6th , Pages 181).
13

2. Natrium Benzoat
Pemerian : Butiran atau serbuk hablur; putih; tidak berbau
atau hampir tidak berbau.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian
etanol (95%) P (Anonim,1979. Halaman 395 ).
Kegunaan : Antimicrobial Preservative
Range
: 0,02-0,5% (HOPE 6th , Pages 627)
3. Natrium Sakarin
Pemerian : Serbuk kristal; putih; berasa
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan propylene glycol,
sukar larut dalam etanol (95%), sangat sukar
larut dalam etanol dan praktis tidak larut dalam
propan-2-al
Kegunaan : Sweetening Agent
Range
: 0,075-0,6% (HOPE 6th , Pages 609).
4. Gliserin
Pemerian : Cairan seperti sirop; jernih. Tidak berwarna; tidak
berbau; manis diikuti rasa hangat. Higroskopik.
Jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah
dapat memadat membentuk massa hablur tidak
berwarna yang tidak melebur hingga suhu
mencapai 200.
Kelarutan : Dapat campur dengan air dan dengan etanol
(95%)P; praktis tidak larut dalam kloroform P
dalam eter P dan dalam minyak lemak.
(Anonim, 1979. Halaman 271).
Kegunaan : Humektan
Range : 30% (HOPE 6th , Pages 283).
5. Peppermint Oil
Pemerian : Cairan, tidak berwarna, kuning pucat atau kuning
kehijauan, bau aromatik, rasa pedas dan hangat,
kemudian dingin.
Kelarutan : Larut dalam 4 bagian etanol (70%)
Kegunaan : Pemberi rasa sejuk, pengaroma

14

Konsentrasi : 0,1-2,0% (Sari, 2013).


6. Aquadestillata
Pemerian : Tidak berwarna, tidak mempunyai bau, dan tidak
berasa (Anonim, 1979. Halaman 96).
Kegunaan : Pelarut
Range : ad 100% (HOPE 6th , Pages 766).

15

Anda mungkin juga menyukai