Anda di halaman 1dari 16

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN TANIN

(Ekstrak Psidium guajava)

I. TUJUAN
Mahasiswa mampu untuk melakukan identifikasi senyawa golongan polifenol dan tannin
tanaman.

II. TINJAUAN
A. Tanaman Jambu (Psidium guajava)
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan,
salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai obat yaitu tanaman jambu biji. Di
Indonesia terdapat beberapa macam jambu biji. Bagian daun jambu biji mengandung
golongan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, tannin, terpenoid (Nofita et al., 2020).
Daun jambu biji kaya akan senyawa flavonoid, khususnya kuersetin. Senyawa
flavonoid memiliki aktivitas antioksidan yang dapat mereduksi radikal bebas.
Senyawa flavonoid terdiri dari kalkon, flavon, flavonon, flavonol, isoflavon dan
katekin yang memiliki aktivitas antioksidan (Sari et al., 2021).
Masyarakat menggunakan daun jambu ini antara lain untuk obat diare, dan
digunakan juga sebagai sabun muka untuk mencegah atau mengobati infeksi kulit.
Berkenaan dengan penggunaan daun jambu tersebut, maka daun jambu dapat
berperan sebagai antibiotik alami (Afifi, 2018).
1. Klasifikasi Jambu Biji (Psidium guajava)

Gambar 1. Jambu Biji (Psidium guajava)


Adapun klasifikasi dari tumbuhan jambu biji (Psidium guajava) adalah sebagai
berikut (Harahap et al., 2021) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava

2. Nama Daerah
Tanaman ini berasal dari Brazilia Amerika Tengah, menyebar ke Thailand
kemudian ke negara Asia lainnya seperti halnya di Negara Indonesia. Sampai saat
ini telah dibudidayakan dan menyebar luas, di daerah-daerah Jawa. Jambu biji
mempunyai banyak nama, sering disebut juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu
batu. Jambu tersebut kemudian dilakukan persilangan melalui stek atau okulasi
dengan jenis jambu lain, sehingga akhirnya mendapatkan hasil yang lebih besar
dengan keadaan biji yang lebih sedikit bahkan tidak berbiji yang diberi nama jambu
Bangkok karena proses terjadinya di Bangkok (Purwandari et al., 2018).
3. Morfologi tanaman

Tanaman jambu biji memiliki habitus berupa semak atau perdu, dengan tinggi
pohon dapat mencapai 9 meter. Tanaman jambu biji memiliki batang muda
berbentuk segiempat, sedangkan batang tua berkayu keras berbentuk gilig dengan
warna cokelat. Permukaan batang licin dengan lapisan kulit yang tipis dan mudah
terkelupas. Bila kulitnya dikelupas akan terlihat bagian dalam batang yang
berwarna hijau. Arah tumbuh batang tegak lurus dengan percabangan (Fadhilah et
al., 2018).
Daun pada jambu biji memiliki struktur daun tunggal dan mengeluarkan aroma
yang khas jika diremas. Kedudukan daunnya bersilangan dengan letak daun
berhadapan dan pertulangan daun menyirip. Terdapat beberapa bentuk daun pada
tanaman jambu biji, yaitu : bentuk daun lonjong. Perbedaan terdapat pada bentuk
daun dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (Fadhilah et al.,
2018).
Bunga jambu biji memiliki tipe benang sari polyandrous yang artinya benang
sari saling bebas tidak berlekatan. Benang sari berwarna putih dengan kepala
sari yang berwarna krem. Putik berwarna putih kehijauan dengan bentuk kepala
putik yang bercuping (lobed). Benang sari memiliki panjang antara 0,5–1,2 cm,
sedangkan jumlah benang sari antara 180–600. Tipe perlekatan kepala sari terhadap
tangkai sari bersifat basifix yang artinya perlekatan terdapat di bagian pangkal
kepala sari. Kedudukan bakal buah pada jambu biji adalah inferior (tenggelam)
dengan tipe plasentasi bakal buah axile. Ada keterkaitan antara diameter bunga
dengan jumlah benang sari. Semakin besar diameter bunga, maka semakin
banyak jumlah benang sarinya (Fadhilah et al., 2018).
Buah jambu memiliki tipe buah tunggal dan termasuk buah buni, yaitu buah
yang daging buahnya dapat dimakan. Buah jambu memiliki kulit buah yang tipid
dan permukaannya halus dampai kasar. Buah jambu memiliki variasi baik dalam
bentuk buah, ukuran buah, warna daging buah maupun rasanya, bergantung pad
varietasnya. Buah jambu memiliki warna daging buah yang bervariasi (Fadhilah et
al., 2018).
4. Kandungan Jambu Biji (Psidium guajava)
Daun jambu biji kaya akan kandungan senyawa bioaktif misalnya asam galat,
katekin, epikatekin, rutin, naringenin, dan kaemferol (Rahmadi Pratama et al.,
2021). Daun jambu biji mengandung flavonoid, tannin (17,4 %), fenolat (575,3
mg/g), polifenol, karoten dan minyak atsiri. Adapun salah satu senyawa dari
flavonoid yang terkandung dalam daun jambu biji adalah kuersetin, yang
memiliki titik lebur 310⁰C, sehingga kuersetin tahan terhadap pemanasan
(Ratna Purwandari et al., 2018).
5. Manfaat Jambu Biji (Psidium guajava)
Sebagian output riset telah membuktikan bahwa daun jambu biji mempunyai
banyak sekali aktivitas farmakologi, diantaranya sebagai analgesic, antiinflamasi,
antimikroba, hepatoprotektif, antikanker, antihiperglikemik, dan antioksidan. Daun
jambu biji diketahui dapat menghambat aktivitas beberapa virus yaitu IHNV
(infection haematopoietic necrosis virus), OMV (oncorhyncus masou virus), dan
YHV (yellow-head virus) (Rahmadi Pratama et al., 2021).
B. Senyawa Polifenol dan Tannin
Senyawa polifenolat merupakan kelompok senyawa metabolit sekunder
terbesar dalam tanaman, memiliki struktur yang berbeda-beda mengandung
satu atau lebih cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil menyertainya.
Beberapa penelitian menunjukkan senyawa polifenolat memiliki aktivitas kuat dalam
menghambat aktivitas enzim dan antioksidan.
Senyawa polifenol adalah salah satu senyawa yang mampu menyumbangkan
atom hidroksilnya kepada radikal bebas. Ciri- ciri senyawa polifenol memiliki cincin
aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil (OH). Senyawa fenol yang memiliki
gugus hidroksil lebih dari satu disebut polifenol. Senyawa polifenol sebagian besar
cenderung bersifat polar, karena memiliki gugus hidroksil (Baihakki, Feliatra, 2011).
Dalam tumbuhan, kelompok senyawa ini memiliki beberapa fungsi yaitu :
pembangun dinding sel (lignin), pigmen bunga (antosianin), pengendali tumbuh
(flavonol), pertahanan (flavonoid), menghambat dan memacu perkecambahan (fenol
sederhana) serta untuk bau-bauan (vanilin, metil salisilat) (Baihakki, Feliatra, 2011).
Senyawa fenolik dibagi menjadi menjadi beberapa kelompok yaitu fenol
sederhana dan asam fenolat, fenilpropanoid, flavonoid, dan tannin :
1. Fenol sederhana dan asam folat
Senyawa fenolik dapat dalam bentuk paling sederhana namun jarang terdapat
terdapat dalam tumbuhan. Hidrolisis jaringan membebaskan asam fenolat larut
dalam eter. Fenol bebas jarang terdapat dalam tumbuhan, kecuali hidrokuinon
(Julianto, 2019).

Gambar 1. Senyawa Fenol Sederhana dan Asam Folat


2. Fenilpropanoid
Fenilpropanoid merupakan senyawa fenolik yang memiliki kerangka dasar
karbon yang terdiri dari cincin benzene (C6) yang terikat pada ujung rantai karbon
propana (C3). Kelompok senyawa ini banyak ditemukan di tumbuhan tingkat tinggi.
Senyawa ini merupakan turunan asam amino protein aromatis yaitu fenil alanin.
Senyawa asam hidroksisinamat merupakan senyawa golongan fenil propanoid yang
paling banyak tersebar di alam. Contoh senyawa fenil propanoid lainnya adalah
hidroksikumarin, fenil propona, dan kumarin (Julianto, 2019).
Gambar 2. Senyawa Fenilpropanoid
3. Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenolik terbesar di alam.
Banyaknya senyawa flavonoid ini karena banyaknya jenis tingkat hidroksilasi,
alkoksilasi dan glikosilasi pada strukturnya. Flavonoid mempunyai kerangka dasar
karbon yang terdiri dari 15 atom karbon yang membentuk susunan C6-C3-C6
(Julianto, 2019)
Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan tumbuhan telah
diidentifikasi, diantaranya senyawa antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin
(dari bahasa Yunani anthos=bunga, kyanos, biru tua) adalah pigmen berwarnayang
umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga
terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun dan
bahkan akar. Flavonoid sebagian besar terhimpun dalam vakuola sel tumbuhan
walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola (Julianto, 2019).
4. Tanin
Tanin merupakan suatu senyawa fenolik yang memberikan rasa pahit dan
sepat/kelat, dapat bereaksi dan menggumpalkan protein atau senyawa organic
lainnya yang mengandung asam amino dan alkaloid. Tanin (dari bahasa inggris
tannin, dari bahasa Jerman Hulu Kuno tanna, yang berarti “pohon ek” atau “pohon
berangan” pada mulanya merujuk pada penggunaan bahan tannin nabati dari pohon
ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan agar menjadi masak yang awet
dan lentur (penyamakan) (Julianto, 2019).
Namun kini pengertiannya meluas, mencakup berbagai senyawa polifenol
berukuran besar yang mengandung cukup banyak gugus hidroksil dan gugus lainnya
yang sesuai (misalnya gugus karboksil) membentuk ikatan kompleks yang kuat
dengan protein dan makromolekul yang lain. Senyawa-senyawa Tanin ditemukan
pada banyak jenis tumbuhan. Senyawa ini berperan penting untuk melindungi
tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta sebagai agen pengatur
dalam metabolisme tumbuhan. Tanin memiliki berat molekul berkisar antara 500
sampai 3000 (ester asam galat) dan lebih besar dari 20.000 (proantosianidin)
(Julianto, 2019).
Tanin dikelompokkan menjadi dua bentuk senyawa yaitu :
a) Tannin Terhidrolisis
Tanin dalam bentuk ini adalah tannin yang terhidrolisis oleh asam atau
enzim menghasilkan asam galat dan asam elagat. Secara kimia, tannin
terhidrolisis dapat merupakan ester atau asam fenolat. Asam galat dapat
ditemukan dalam cengkeh sedangkan asam elagat ditemukan dalam daun
Eucalyptus. Senyawa tannin bila direaksikan dengan feri klorida akan
menghasilkan perubahan warna menjadi biru atau hitam (Julianto, 2019).

Gambar 3. Tanin Terhidrolisis


b) Tannin Terkondensasi
Tanin jenis ini resisten terhadap reaksi hidrolisis dan biasanya diturunkan
dari senyawa flavonol, katekin, dan flavan-3,4-diol. Pada penambahan asam atau
enzim, senyawaan ini akan terdekomposisi menjadi plobapen. Pada proses
destilasi, tannin terkondensasi berubah menjadi katekol, oleh karenanya sering
disebut sebagai tannin katekol. Tanin jenis ini dapat ditemukan dalam kayu pohon
kina dan daun teh. Tanin terkondensasi akan menghasilkan senyawa berwarna
hijau ketika ditambahkan dengan ferri klorida (Julianto, 2019).

Gambar 4. Tannin Terkondensasi


C. Metode Identifikasi Senyawa Polifenol dan Tannin
a. Uji Gelatin
Uji gelatin digunakan untuk mengidentifikasi adanya kandungan senyawa tannin
pada ekstrak daun, bunga, akar dan batang tumbuhan. Hasil positif ditunjukkan
dengan adanya putih (Majid et al., 2020).
b. Uji Ferri Klorida
Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan tetapi setelah
ditambahkan larutan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi biru hingga hitam,
menunjukkan adanya senyawa polifenol (Majid et al., 2020).
c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analisis dengan menggunakan KLT merupakan pemisahan komponen kimia
berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi yang ditentukan oleh fase diam (adsorben)
dan fase gerak (eluen) (Alen et al., 2017). Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
merupakan teknik pemisahan menggunakan fase stasioner berupa lapisan tipis
seragam yang disalutkan pada permukaan bidang datar berupa lempeng kaca, pelat
aluminium, atau pelat plastik. Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase
gerak tertapis melewati adsorben. KLT digunakan secara luas untuk analisis solut-
solut organik terutama dalam bidang biokimia, farmasi, klinis, forensik, baik
untuk analisis kualitatif dengan cara membandingkan nilai retention factor (Rf)
solut dengan nilai Rf senyawa baku atau untuk analisis kualitatif (Karima,
2019).
➢ Fase Diam
Kromatografi Lapis Tipis dilakukan dengan menggunakan sepotong kaca,
logam atau plastik kaku yang dilapisi lapisan tipis silika gel atau alumina.
Silika gel (atau alumina) adalah fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis
tipis juga sering mengandung zat yang berfluoresensi dalam sinar UV. Fase
gerak adalah pelarut cair yang cocok atau campuran pelarut. Fase diam untuk
kromatografi lapis tipis juga sering mengandung zat yang berfluoresensi dalam
sinar UV. Fase diam biasa juga disebut dengan suatu lapisan adsorbent, yang
khusus dipilih untuk memberikan efek pada pemisahannya (Rosamah, 2019).
➢ Fase Gerak
Fase gerak adalah pelarut cair yang cocok atau campuran pelarut. Dalam
kromatografi, molekul dipisahkan dengan melarutkan campuran dalam fase
gerak (misalnya, buffer) dan melewatkannya melalui fase diam (misalnya,
manik-manik kromatografi). Mereka semua memiliki fase diam (padat, atau
cair yang didukung pada padat) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen campuran
dengannya (Rosamah, 2019).
➢ Nilai Rf
Jarak yang ditempuh spot-spot pada permukaan plat diukur dan dengan
menggunakan persamaan dapat dihitung besarnya nilai Rf, sebagai berikut :
𝐉𝐚𝐫𝐚𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐭𝐞𝐦𝐩𝐮𝐡 𝐳𝐚𝐭
Nilai Rf = 𝐉𝐚𝐫𝐚𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐭𝐞𝐦𝐩𝐮𝐡 𝐩𝐞𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭

III. PROSEDUR
a. Preparasi Sampel
1. 0,3 gram ekstrak ditambah 10 ml aquadest panas, diaduk dan dibiarkan sampai
temperatur kamar, lalu tambahkan 3-4 tetes 10 % NaCl, diaduk dan disaring.
2. Filtrat dibagi menjadi tiga bagian masing-masing ± 3 ml dan disebut sebagai
larutan IVA, IVB, dan IVC.
b. Uji Gelatin
1. Larutan IVA digunakan sebagai blanko, larutan IVB ditambah dengan sedikit
larutan gelatin 2 gtt dan 5 ml larutan NaCl 10%.
2. Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin.
c. Uji Ferri Klorida
1. Sebagai larutan IVC diberi beberapa tetes larutan FeCl3, kemudian diamati
terjadinya perubahan warna.
2. Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
3. Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan putih, tetapi setelah
ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi hijau biru
hingga hitam, menunjukkan adanya senyawa polifenol.
FeCl3 positif, uji gelatin positif tanin (+)
FeCl3 positif, uji gelatin negatif polifenol (+)
FeCl3 negatif polifenol (-), tannin (-)
d. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1. Sebagian larutan IVC digunakan untuk pemeriksaan dengan KLT.
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : Metanol-Etil asetat-Asam formiat (0,5 : 9 : (II gtt))
Penampak noda : Pereaksi FeCl3
2. Jika timbul warna hitam menunjukkan adanya polifenol dalam sampel.

BAGAN ALIR

a. Preparasi Sampel

Ditimbang ekstrak Psidium guajava 0,3 gram

Ditambah 10 ml aquadest panas, diaduk dan dibiarkan


sampai temperature kamar

Ditambah 3-4 tetes 10 % NaCl, diaduk dan disaring

Filtrat dibagi menjadi tiga bagian masing-masing ± 3 ml dan


disebut larutan IVA, IVB, IVC

b. Uji gelatin

Larutan IV A digunakan sebagai blanko

Larutan IV B ditambah dengan sedikit larutan gelatin 2 tetes dan 5 ml


larutan NaCl 10%.

Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya senyawa tanin.


c. Uji Ferri klorida

Larutan IVC diberi beberapa tetes larutan FeCl3 lalu diamati terjadinya
perubahan warna.

Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin

Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan putih, tetapi
setelah ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan warna menajdi
hijau biru hingga hitam, menunjukkan adanya senyawa polifenol.

FeCl3 positif, uji gelatin positif : tanin (+)


FeCl3 positif, uji gelatin negatif : polifenol (+)

FeCl3 negatif : polifenol (-), tanin (-)

d. Kromatografi Lapis Tipis

Sebagian larutan IV C digunakan untuk pemeriksaan KLT.


Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : Kloroform-Etil asetat-Asam formiat (0,5 : 9 : (II gtt))
Penampak noda : Pereaksi FeCl3

Jika timbul warna hitam menunjukkan adanya polifenol dalam sampel


DAFTAR PUSTAKA
Afifi, R. (2018). Uji Anti Bakteri Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L) Terhadap
Zona Hambat Bakteri JerawatPropionibacterium acnes Secara In Vitro. Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan dan
Farmasi, 17(2), 321-330.

Alen, Y., Agresa, F., Klinis, Y. Y.-J. S. F. undefined. (2017). Analisis Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) dan Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Rebung Schizostachyum
brachycladum Kurz (Kurz) pada Mencit Putih Jantan. Jsfkonline.Org. Retrieved March
18, 2022, from http://jsfkonline.org/index.php/jsfk/article/view/141

Baihakki, Feliatra, T. W. (2011). EXTRACTION OF POLYPHENOL FROM Sargassum sp.


AND ITS ENTRAPMENT IN THE NANOCHITOSAN By. 27(02), 477–482.

Fadhilah, A., Susanti, S., & Gultom, T. (2018). KARAKTERISASI TANAMAN JAMBU BIJI
(Psidium guajava L) DI DESA NAMORIAM PANCUR BATU KABUPATEN DELI
SERDANG SUMATERA UTARA. 12. http://digilib.unimed.ac.id/id/eprint/35471

Harahap, S., Pendidikan, N. S.-E. J., & 2021, undefined. (n.d.). Skrining Fitokimia Dari
Senyawa Metabolit Sekunder Buah Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.).
Ejournal.Uki.Ac.Id. Retrieved April 3, 2022, from
http://ejournal.uki.ac.id/index.php/edumatsains/article/view/2204

Julianto, T. S. (2019). Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan Skrining Fitokimia. In


Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).

Karima, N., Pratiwi, L., Apridamayanti, P., Prof, J., & Nawawi, H. H. (n.d.). Identifikasi
Senyawa Kuersetin Ekstrak Etil Asetat Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.)
dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Jurnal.Untan.Ac.Id. Retrieved March
18, 2022, from
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfarmasi/article/viewFile/37078/75676583665

Majid, A., Journal, N. M.-C. A. S., & 2020, undefined. (n.d.). IDENTIFIKASI SENYAWA
ANTIBAKTERI PADA EKSTRAK AKAR HERBA Acalypha indica L. ASAL KOTA
KUPANG. Cyber-Chmk.Net. Retrieved April 10, 2022, from http://cyber-
chmk.net/ojs/index.php/sains/article/view/910
Nofita, N., Ulfa, A., Lampung, M. D.-J. J. F., & 2020, undefined. (2020). Uji Toksisitas
Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji Australia (Psidium Guajava L) Dengan Metode BSLT
(Brine Shrimp Lethality Test). Jurnal.Utb.Ac.Id, 9(1).
https://jurnal.utb.ac.id/index.php/jfl/article/view/326

Rahmadi Pratama, R., Nashihah, S., Farmasi, F., Muhammadiyah Banjarmasin Jl Gubernur
Sarkawi, U., Bakti, H., & Selatan, K. (2021). SENYAWA FLAVONOID DAUN
JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) TERHADAP SARS-CoV-2 3CL PROTEASE:
MOLECULAR DOCKING STUDY OF FLAVONOID ….
Ojs.Stfmuhammadiyahcirebon.Ac.Id, 6(1).
http://ojs.stfmuhammadiyahcirebon.ac.id/index.php/iojs/article/view/216

Rosamah, E. (2019). Kromatografi lapis tipis: metode sederhana dalam analisis kimia
tumbuhan berkayu.
https://repository.unmul.ac.id/bitstream/handle/123456789/6733/3. Kromatografi lapis
tipis ?sequence=1

Sari, F., Kurniaty, I., KONVERSI, S. S.-J., & 2021, undefined. (n.d.). AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L) SEBAGAI
ZAT TAMBAH PEMBUATAN SABUN CAIR. Jurnal.Umj.Ac.Id. Retrieved April 3,
2022, from https://jurnal.umj.ac.id/index.php/konversi/article/view/10239

Anda mungkin juga menyukai