Kelas/Kelompok: B2_5
Nama Anggota:
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
2021
I. TUJUAN PERCOBAAN
Untuk memahami prinsip bekerjanya obat-obat histamin
Histamin memiliki peranan penting pada fase awal setelah kontak dengan alergen
(terutama pada mata, hidung, dan kulit). Histamin dapat menyebabkan hidung
tersumbat, berair, sesak napas, dan kulit gatal. Histamin menyebabkan kontraksi otot
polos bronkus dan menyebabkan bronkokonstriksi. Pada sistem vaskular
menyebabkan dilatasi venula kecil, sedangkan pada pembuluh darah yang lebih besar
konstriksi karena kontraksi otot polos.
Ada 3 jenis subreseptor histamin, yaitu:
Reseptor H1: memediasi efek pada otot polos yang menyebabkan
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan kontraksi otot polos
nonvaskular.
Reseptor H2: memediasi stimulasi histamin dari sekresi asam lambung dan
mungkin terlibat dalam stimulasi jantung.
Reseptor H3: penghambat umpan balik di SSP, saluran pencernaan, paru-
paru, jantung (Aron, 2016)
Histamin mempunyai efek biologis dengan cara menggabungkan reseptor seluler
spesifik yang berlokasi di dalam membran permukaan. Aktivasi reseptor H1yang
terdapat pada endotel dan sel otot polosmenyebabkan kontraksi otot polos,
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan sekresi mukus. Sebagian dari efek
mungkin diperantarai peningkatan cGMP. Juga dapat meningkatkan hidrolisis
phosphoinositol dan meningkatkan kalsium intraseluler.
Aktivasi pada reseptor H2 menyebabkan sekresi asam lambung, terdapat pada sel
otot jantung, dan beberapa sel imun, dapat meningkatkan cAMP intraseluler,
menurunkan kadar cGMP. Pada otot polos bronkus aktivasi reseptor H1 oleh histamin
menyebabkan bronkokonstriksi, sedangkan aktivasi reseptor H2 oleh agonis reseptor
H2 menyebabkan relaksasi. Reseptor H3 berfungsi sebagai penghambat umpan balik
pada berbagai sistem organ. Aktivasi reseptor H3 dapat mengurangi penglepasan
transmitter baik histamin maupun norepinefrin, serotonin, dan asetilkolin.
Antihistamin adalah obat yang bekerja sebagai antagonis reseptor histamin yang
ada, seperti reseptor histamin H1, H2, H3. Antagonis Reseptor H1 (AH1) menghambat
efek histamin di pembuluh darah, bronkus dan otot polos, selain itu AH1 juga dapat
mengobati reaksi hipersensitivitas (Anugerah, 2012).
Pada garis besarnya antihistamin dibagi dalam 2 golongan besar:
1. Menghambat reseptor H1 H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari
dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim.
Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare
reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan
timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8
kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar
kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
2. Menghambat reseptor H2 H2-blockers (Penghambat asma) obat-obat ini
menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat
histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya
adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi
dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak
lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat
pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali
bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita
reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin,
ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-
senyawa heterosiklis dari histamin.
Mekanisme kerja histamine yaitu dengan Menimbulkan efek ketika berinteraksi
dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan H3, berinteraksi dengan
H1 menyebabkan sembab, pruritik, dermatis, dan urtikaria, berinteraksi dengan H2
menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung yang menyebabkan tukak lambung,
dan reseptor H3 yang terletak pada ujung syaraf jaringan otak dan jaringan perifer
mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi, dan perdangan (Shindi,
2017).
V. DATA PENGAMATAN
1. Data Pemberian Histamin Aerosol
Bobot mencit: 27,7 gram = 0,0277 Kg
Mencit Perlakuan Gejala
Gatal-gatal, mencari O2, bronkokontriksi lebih
1 Histamin
sering.
Histamin + Gatal-gatal, bronkokontriksi, frekuensi mencari
2
Antihistamin oksigen jarang
Dosis Diphenhidramin: 15 mg/KgBB (Konsentrasi 1%) (i.p)
2. Data Efek Histamin Pada Kulit Kelinci Dengan Menggunakan Zat Warna Trypan
Blue
Bobot Kelinci
Kelompok
Kontrol CTM Diphenhidramin
B2.1 2,1 1,8 1,9
B2.3 2,1 1,8 1,9
B2.5 2,1 1,8 1,9
Diketahui:
Dosis CTM: 0,0138 mg/KgBB (Konsentrasi 0,005%) (i.v)
Dosis Diphenhidramin: 5 mg/KgBB (Konsentrasi 2%) (i.v)
Dosis Trypan Blue: 10 mg/KgBB (Konsentrasi 2%) (i.v)
Volume pemberian =
= = 0,04 mL
2. Perhitungan Efek Histamin pada Kulit Kelinci Dengan Menggunaan Zat
Warna Trypan Blue
a. Perhitungan Dosis CTM (Konsentrasi 0,005%) (i.v)
Diketahui: BB kelinci = 1,8 Kg
Volume pemberaian =
= = 0,50 mL
Volume pemberaian =
= = 0,48 mL
c. Perhitungan Dosis Trypan Blue Dosis Trypan Blue dengan Bobot Kontrol
(Konsentrasi 2%) (i.v)
Diketahui: BB kelinci = 2,1 Kg
Konsentrasi = 2% = = = 20 mg/mL
Volume pemberaian =
= = 1,05 mL
Volume pemberaian =
= = 0,9 mL
Volume pemberaian =
= = 0,48 mL
VII. PEMBAHASAN
1. Pada praktikum ini dilakukan percobaan histamin dan antihistamin untuk
mengetahui atau mengevaluasi aktivitas suatu antihistamin (antialergi) di
dalam tubuh. Metode evaluasi histamin yang digunakan pada percobaan
adalah metode in vivo yaitu memberikan histamin dan antihistamin langsung
ke dalam tubuh hewan uji. Prosedur yang dilakukan adalah pengaruh histamin
aerosol pada mencit dan efek histamin pada kulit kelinci dengan zat warna
trypan blue.
2. Pada data (seluruh kelompok) pemberian histamin aerosol diketahui mencit
pertama yang hanya diberikan histamin aerosol menimbulkan gejala antara
lain gatal-gatal, mencari oksigen, dan bronkokonstriksi lebih sering.
Gejalanya dapat diamati dari mencit yang sering menggaruk-garuk, sulit
bernafas, dan kepala mencit yang sering mendongak ke atas berusaha mencari
oksigen. Hal ini disebabkan karena histamin yang telah masuk ke tubuh
mencit menstimulasi reseptor H1.
3. Pada percobaan efek histamin terhadap kulit kelinci, diberikan zat warna
trypan blue pada ketiga ekor kelinci. Diberikan trypan blue sebagai zat warna
yang dapat mengeluarkan warna biru dari kapiler bila terdapat peningkatan
permeabilitas kapiler. Kelinci kedua diberikan klorfeniramin (CTM) sebagai
antihistamin sedangkan kelinci ketiga diberikan diphenhidramin sebagai
antihistamin.
4. Kelinci control kelompok pertama warna mata dan hidung sebelum diberikan
trypan blue berwarna merah dan berwarna putih pada punggung. Setelah
diberikan trypan blue pada mata, hidung, dan punggung berwarna biru+++
(sangat biru). Trypan blue berfungsi sebagai zat warna yang dapat terlihat
ketika peningkatan permeabilitas kapiler.
5. Kelinci pemberian CTM kelompok ketiga warna mata dan punggung sebelum
diberikan trypan blue berwarna putih dan berwarna merah muda pada hidung.
Setelah diberikan trypan blue pada mata, hidung, dan punggung berwarna
biru++ (biru). Penyuntikan antihistamin pada CTM dapat mengurangi
peningkatan permeabilitas sehingga berkurangnya warna biru.
6. Kelinci pemberian Diphenhidramin kelompok kelima warna mata dan
punggung sebelum diberikan trypan blue berwarna putih, dan berwarna merah
muda pada hidung. Setelah diberikan trypan blue pada mata berwarna biru++
(biru), pada hidung dan punggung berwarna biru+ (sedikit biru). Penyuntikan
antihistamin diphenhidramin dapat mengurangi peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga berkurangnya warna biru.
7. CTM memiliki efektivitas yang lebih kuat dibanding diphenhidram
VIII. KESIMPULAN
Dosis untuk mencit = 0,4155 mg
Volume pemberian mencit = 0,04 mL
Kelinci Kontrol = Dosis untuk kelinci = 21 mg
Volume pemberian = 1,05 mL
Kelinci CTM = Dosis untuk kelinci = 0,02484 mg
Volume pemberian = 0,50 mL
Kelinci CTM (dosis TB) = Dosis untuk kelinci = 18 mg
Volume pemberian = 0,9 mL
Kelinci Diphenhidramin = Dosis untuk kelinci = 9,5 mg
Volume pemberian = 0,48 mL
Kelinci Diphen (Dosis TB) = Dosis untuk kelinci = 19 mg
Volume pemberian = 0,95 mL
CTM memiliki efektivitas antihistamin yang lebih kuat dibanding
diphenhidramin.