Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II

LARUTAN

NAMA

: DINDA ANJANI

NPM

: 260110140002

HARI/TANGGAL PRAKTIKUM

: SENIN , 23 MARET 2015

ASISTEN

: 1. ANUGRAH RAHMAWAN

2. FERSTY ANDINI

LABORATORIUM FARMASI FISIKA II


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015

ABSTRAK
Kosolven merupakan suatu pelarut dalam bentuk campuran yang dapat menaikkan
kelarutan suatu zat. Telah dilakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh pelarut
campur terhadap sampel senyawa asam salisilat dan asam benzoate dengan metode
kosolvensi. Kosolven yang digunakan pada percobaan ini adalah etanol, air, gliserin
dan propilenglikol.Penentuan kelarutan dilakukan dengan mentitrasi filtrate sampel
dengan NaOH. Kelarutan sampel tertinggi ketika menggunakan kosolven air dan
etanol sedangkan kelarutan sampel terendah ketika menggunakan kosolven air dan
propilenglikol.
Kata kunci :Etanol, kelarutan, kosolven, propilenglikol,titrasi
ABSTRACT
Co- solvent is a mixed solvent which can increase the solubility of a compound.
Experiment has been conducted to determine the effect of mixed compound for
sample salicylate acid and benzoate acid with co solvency method. The Cosolvent
that used in this experiment was ethanol, aquadest, glycerin, and propylene glycol.
Titration with NaOH was performed to determine the solubility. The highest
solubility was reached by the co solvent that contained aquadest and ethanol , and the
lowest solubility was reached by the co solvent that contained aquadest and propylene
glycol
Keywords : Cosolvent, ethanol, propylene glycol, solubility, titration

I.TUJUAN
1. Membuat larutan Natrium Hidroksida (NaOH) yang dibakukan dengan
larutan asam oksalat (H2C2O4) dengan indikator fenolftalein
2. Membuat pelarut campur dari etanol, air, gliserin dan propilenglikol
3. Menentukan kelarutan asam benzoate dan asam salisilat dari berbagai
macam pelarut campur
4. Membuat grafik hubungan konsentrasi dengan presentase campuran
pelarut
II.PRINSIP
1. Azas Le Chatelier
Bila pada system kesetimbangan diadakan aksi, maka system akan
mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi
sekecil-kecilnya (Ratna,2009).
2. Kelarutan
Kelarutan digunakan untuk menyatakan jumlah maksimal zat yang dapat larut
dalam sejumlah tertentu larutan (Suyatno, 2006)
3. Titrasi Asam-Basa
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu
larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut terhadap
sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya sudah diketahui. Titrasi
yang melibatkan asam dan basa disebut titrasi asam basa (Muchtaridi,2007)

4. Like Dissolve Like


Suatu senyawa akan larut pada senyawa yang mempunyai struktur kimia yang
sama polar dengan polar dan non-polar dengan non-polar (Arsyad,2001)
5. Reaksi Netralisasi
Reaksi yang terjadi dengan pembentukan garam dan H2O netral (ph=7) hasil
reaksi antara H+ dari suatu asam dan OH- dari suatu basa (Sumardjo, 2006)
6. Pengenceran
Prosedur untuk menyiapkan larutan yang kurag pekat dari larutan yang kebih
pekat disebut pengenceran. Dalam melakukan proses pengenceran, perlu
diingat bahwa penambahan lebih banyak pelarut ke dalam sejumlah tertentu
larutan stok akan mengubah (mengurangi)konsentrasi larutan tanpa mengubah
jumalh mol zat terlarut yang terdapat dalam larutan(Chang,2005).
7. Stoikiometri
Stoikiometri reaksi adalah penentuanperbandingan massa unsur-unsur dalam
senyawa dalam pembentukan senyawanya (Alfian,2009).
III.REAKSI
H2C2O4 + 2 NaOH Na2C2O4 + 2H2O

(Vogel,1990)

IV.TEORI DASAR
Dalam istilah kimia fisik , larutan dapat dipersiapkan dari campuran yang
mana saja dari tiga macam keadaan yaitu padat, cair dan gas. Bagaimanapun
dalam farmasi perhatian terhadap larutan sebagian besar terbatas pada pembuatan
larutan dari suatu zat padat, zat cair, dalam suatu pelarut cair dan tidak

didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air yang karena bahan-bahannya ,
cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan ke dalm golongan produk
lainnya (Ansel,1989).
Sifat larutan. Sifat fisik zat dapat dikelompokkan dalam sifat koligatif, aditif,
dan konstitutif. Dalam bidang termodinamika, sifat termodinamika dari system
digolongkan dalam sifat ekstensif, bergantung pada jumlah zat dalam system
(misalnya massa dan volume) dan sifat intensif yang tidak bergantung pada
jumlah zat dalam system (misalnya temperature, tekanan kerapatan, tegangan
permukaan dan viskositan dari cairan murni). Larutan dapat digolongkan sesuai
dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan pelarut dank arena ada tiga wujud (gas,
cair dan padat), ada Sembilan kemungkinan sifat campuran homogeny antara zat
terlarut dan pelarut (Martin,1990).
Kelarutan mengacu pada jumlah bahan yang mampu dilarutkan dalam pelarut
tertentu. Misalnya garam dapur (NaCl) yang ditempatkan dalam air pada akhirnya
akan larut. Namun jika garam dapur terus ditambahkan, alrutan akan mencapai
titik dimana tidak ada lagi garam dapur yang bisa dilarutkan. Dengan kata lain,
larutan jenuh dan garam dapur telahefektif mencapai batas kelarutannya (Sontani,
2014).
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi kelarutan zat padat adalah
temperature, sifat dari pelarut dan juga kehadiran ion-ion lainnya dalam larutan
tersebut. Termasuk dalam kategori terakhir ini adalah ion-ion yang mungkin dan
mungkin juga tidak tergabung dalam ion-ion benda padat, seperti juga ion-ion
atau molekul molekul yang membentuk molekul-molekul yang sedikit terurai
atau ion-ion kompleks dengan ion-ion dari benda padat tersebut (Day, 2001).
Titrasi netralisasi adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam
dengan basa. Dalam titrasi berlaku hubungan jumlah ekuivalen asam (H3O+)

sama dengan jumlah ekivalen basa (OH-). Larutan baku yang digunakan pada
titrasi netralisasi adalah asam kuat atau basa kuat, karena zat-zat tersebut bereaksi
lebih sempurna dengan analit dibandingkan dengan jika dipakai asam atau basa
yang lebih lemah (Dwi,2014).
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut,yaitu
oleh dipol momennya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar
lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan
dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi yang lain. Kelarutan zat juga
bergantung pada gambaran struktur seperti perbandingan gugus polar terhadap
gugus nonpolar dari molekul. Apabila panjang rantai nonpolar dari alcohol alifatik
bertambah, kelarutan seyawa tersebut dalam air akan berkurang. Rantai lurus
alkohol monohidroksi, aldehida, keton, dan asam yang mengandung lebih dari 4
atau 5 karbon, tidak dapat memasuki struktur ikatan hidrogen dari air dan oleh
karena itu hanya larut sedikit.
Apabila ada gugus polar tambahan dalam molekul, seperti pada
propilenaglikol, gliserin, dan asam tartrat, kelarutan dalam air naik banyak).
Sebaliknya, aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon berbeda
dengan zat polar. Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik
antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang
rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang
berionisasi lemah karena pelarut nonopolar termasuk dalam golongan pelarut
aprotik, yakni pelarut yang tidak menerima juga tidak memberi proton, dan dalam
keadaan ini dapat menjadinetral (Martin,dkk,1990)
Bahan tambahan yang digunakan dalam formulasi sediaan farmasiseringkali
mempengaruhi sifat kimia fisika bahan aktif. Propilenglikoladalah bahan yang
banyak digunakan dalam formulasi sediaan semipadat,sediaan cair dan
transdermal sebagai kosolven, penambahnviskositas dan plastizier. Hasil

penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa keberadaan propilenglikol dalam


medium meningkatkan kelarutan semu beberapa zat,misalnya teofilin dan kofein
(Nugroho dkk,2000).
Kosolven merupakan pelarut atau solven organic yang dapat bercampur
dengan air, digunakan dalam formulasi sediaan cair untuk meningkatkan
kelarutan bahan yang memiliki kelarutan rendah dalam air atau untuk
meningkatkan stabilitas kimiawi-nya. Kosolven dengan signifikan
dapat meningkatkan kelarutan suatu bahan aktif obat, bisa mencapai 500 kali lipat
bahkan lebih. Pemakaian kosolven dalam formulasi sediaan cair sangat disukai
karena sederhana dan efektif. Kerugian kosolven terkait dengan efek biologisnya
sehingga pemakaian kosolvendibatasi untuk menghindari toksisitas, iritasi
jaringan, respon tonisitas padamembran biologis. Di samping itu, kemungkinan
dapat terjadi pengendapan bahan aktif obat pada sediaan yang perlu diencerkan
sebelum diaplikasikan, contohnya untuk sediaan injeksi. Pertimbangan lain
ketika menggunakan kosolven adalah viskositas, tonisitas, rasa, kelarutan dan
stabilitas kosolven terhadap komponen selain bahan aktif obat. (Florence, 1988)

V. ALAT DAN BAHAN


5.1 Alat
5.1.1 Buret
5.1.2. Gelas Kimia
5.1.3. Gelas ukur
5.1.4. Kertas Saring
5.1.5. Labu ukur
5.1.6. Pipet ukur
5.2. Bahan
5.2.1. Air
5.2.2. Asam Benzoat
5.2.3. Asam Oksalat
5.2.4. Asam Salisilat
5.2.5. Etanol 90%
5.2.6. Fenolftalen
5.2.7. Gliserin
5.2.8. NaOH
5.2.9. Propilenglikol

5.3. Gambar Alat

BURET

GELAS

GELAS

LABU

KIMIA

UKUR

UKUR

KERTAS SARING

PIPET UKUR

VI. PROSEDUR
6.1. Pembakuan NaOH
Pertama- tama pellet NaOH 2 gr ditimbang pada neraca analit diatas kaca
arloji, kemudian NaOh dilarutkan dalam 500 ml aquades pada beaker glass, aduk
hingga NaOH larut , larutan NaOH ditutup dengan plastic wrap. Sebagai baku primer
digunakan asam oksalat . 6,3 gram asam oksalat ditimbang kemudian dilarutkan
dalam 50 ml aquades. Pembakuan NaOH dilakukan sebanyak tiga kali (triplo), pada
buret diisi larutan NaOH , pada erlenmeyer diisi larutan asam oksalat 2 N sebanyak 1
ml, kemudian teteskan 3 tetes fenolftalen pada Erlenmeyer , volume NaOH yang
keluar dicatat ketika tercapai titik akhir titrasi, kemudian tentukan konsentrasinya.
6.2. Membuat Larutan Sampel
Dibuat 4 jenis pelarut campur. Yang pertama terdiri dari 20 ml air, yang kedua
terdiri dari 15 ml air dan 5 ml etanol, yang ketiga terdiri dari 18 ml air dan 2 ml
gliserin, yang keempat dibuat dari 18 ml air dan 2 ml propilenglikol. Kemudia asam
benzoate dan asam salisilat distimbang masing-masing 100 mg yang kemudiaan
dilarutkan dalam masing-masing pelarut campuran.
6.3. Penetuan Kelarutan
Larutan jenuh sampel dipipet 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer. Indikator fenolftalen ditambahkan ke dalam Erlenmeyer sebanyak 3
tetes, lalu lakukan titrasi dengan titran NaOH yang telah dibakukan , titrasi dilakukan
2 kali (duplo).

VII. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


7.1. Pembakuan NaOH
Volume Asam Oksalat

Volume NaOH

1 ml

13 ml

1 ml

14,8 ml

1 ml

15,5 ml

7.2. Pembuatan Pelarut Campur


Bahan Uji

No. Pelarut

Volume (ml)
Etanol

Air

Gliserin

Propilenglikol

Asam

20

Benzoat

15

Asam

18

Salisilat

18

7.3. Penentuan Kelarutan


7.3.1. Asam Benzoat

Pelarut campur

Vol. sampel (ml)


1

Vol. NaOH (ml)


1

Kelarutan (gr/ml)
1

Ratarata

1(air)

10

10

2,6

2,9

4,4229

4,9337

4,67805

2(etanol)

10

10

3,7

3,6

6,2942

6,124

6,2091

3(gliserin)

10

10

1,8

1,5

3,062

2,5517

2,8069

4(propilenglikol

10

10

1,7

1,5

2,8919

2,5517

2,7218

7.3.2. Asam Salisilat


Pelarut campur

Vol. sampel (ml)


1

Vol. NaOH (ml)


1

Kelarutan (gr/ml)
1

Ratarata

1(air)

10

10

0,95

2,3

1,8278

4,4252

3,1265

2(etanol)

10

10

2,8

2,4

5,3872

4,6176

5,0024

3(gliserin)

10

10

1,4

1,3

2,6936

2,5012

2,5974

4(propilenglikol

10

10

0,7

0,8

1,3468

1,5392

1,443

7.4. Perhitungan
7.4.1. Perhitungan Pembakuan NaOH

Pembakuan NaOH 1

Pembakuan NaOH 2

Pembakuan NaOH 3

0,129
7.4.2

Perhitungan Kelarutan Asam Salisilat


Asam Salisilat + Air

Asam salisilat + Etanol + Air

Asam Salisilat + Gliserin

Asam Salisilat + Propilenglikol

7.4.3 Perhitungan Kelarutan Asam Benzoat


Asam Benzoat + air

Asam benzoat + Etanol + Air

Asam benzoat + Gliserin

Asam benzoat + Propilenglikol

VIII. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini diujikan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan asam
benzoate dan asam salisilat, pelarut campur yang digunakan terdiri dari air, etanol,
gliserin dan propilenglikol. Pertaman-tama yang dilakukan pada percobaan ini adalah
pembuatan NaOH , pellet NaOH ditimbang sebanyak 2 gr diatas kaca arloji ,
digunakan kaca arloji karena sifat dari NaOH yang higroskopis dimana NaOH dengan
mudah menyerap molekul air dari udara sehingga akan mudah mencair, kemudian
NaOH dilarutkan dengan menggunakan air bebas CO2 sebanyak 500 ml, digunakan
air bebas CO2 karena dalam air NaOH akan bereaksi dengan CO2 membentuk
Na2CO3 dan akan terjadi endapan ,endapan ini dapat menyebabkan turunnya kadar
NaOH. Aduk NaOH hingga larut sempurna dalam air,kemudian larutan NaOH
dibakukan dengan baku primer larutan asam oksalat (H2C2O4). Larutan Asam
oksalat dibuat dengan cara melarutkan 6,3 gr kalium biftalat dalam 50 ml aquades,
terbentuklah asam oksalat 2 N . Setelah dilarutkan,lakukan pembakuan NaOH dengan
cara masukkan larutan NaOH sebagai analit pada buret sedangkan pada Erlenmeyer
masukkan 1 ml asam oksalat sebagai titran dan tambahkan 2 tetes indikator
fenolftalen , menggunakan fenolftalen (rentang pH 8,00 10,00) karena titran yang
digunakan bersifat asam, pada ph asam (< 8,00) fenolftalen tidak memberikan warna
sedangkan pada ph basa (>10,00) fenolftalen akan memberikan warna merah rosa
sehingga akan memudahkan pengamatan. Titrasi dilakukan sebanyak 3 (triplo) kali
untuk menambah keakuratan. Setelah titrasi tentukan konsentrasi NaOH berdasarkan
volume NaOH yang keluar , pada pembakuan ini diperoleh konsentrasi NaOH
sebesar 0,139 N . Larutan NaOH dalam percobaan ini digunakan sebagai penentu
kelarutan yang telah diketahui konsentrasinya.
Setelah dibakukan dibuat 4 pelarut campur , dimana pada pelarut 1 diisi oleh
air sebanyak 20 ml, pada pelarut 2 diisi oleh 5 ml etanol dan 15 ml air, pada pelarut 3
diisi oleh 18 ml air dan 2 ml gliserin , sedangkan pelarut 4 diisi oleh 18 ml air dan 2
ml propilenglikol.Setelah masing- masing pelarut campur dibuat, kemudian
ditimbang sampel yang akan dilarutkan yaitu asam salisilat sebanyak 0,1 gram untuk

1 pelarut , kemudian dilarutkan pada tiap pelarut . Asam salisilat menurut farmakope
IV sukar larut dalam air dan mudah larut dalam etanol, maka pada pelarutan ini akan
terjadi pengendapan, endapan ini kemudian disaring menggunakan kertas saring,
kertas saring dilipat dan dibentuk menjadi kerucut dan diletakkan di corong, pelipatan
kertas saring dilakukan selain untuk menyesuaikan bentuk corong tetapi juga dapat
mencegah endapan terbawa ke dalam filtrat , setelah filtrat terpisah dari endapan,
ambil 10 ml filtrat menggunakan pipet ukur agar volume yang diambil lebih akurat
dan tuangkan dalam Erlenmeyer kemudian tambahkan 2 tetes indikator fenolftalen,
lakukan kembali titrasi dengan NaOH yang telah dibakukan , titrasi dilakukan
masing-masing 2 kali(duplo) pada 1 pelarut agar hasil yang didapatkan lebih akurat.
Setelah titrasi tentukan kelarutan asam salisilat pada tiap pelarut , kelarutan diperoleh
dengan cara mengalikan volume NaOH yang keluar dengan konsentrasi NaOH dan
Berat ekivalen dari asam salisilat kemudian dibagi volume asam salisilat.
Volume NaOH yang keluar dari buret mempengaruhi nilai kelarutan.
Banyaknya volume titran (NaOH) yang keluar dipengaruhi oleh kelarutan dari asam
salisilat tersebut. Dengan etanol , asam salisilat sangat mudah larut sehingga jika
kandungan alkohol pada pelarut campur lebih banyak asam salisilat yang terlarut pun
semakin banyak dan ikatannya semakin kuat, sehingga pada saat dititrasi dengan
NaOH ikatan akan sulit dipisahkan sehingga dibutuhkan volume NaOH yang lebih
banyak. Berbeda dengan kandungan aquadest lebih banyak maka volume NaOH
yang dibutuhkan lebih sedikit karena asam salisilat yang terkandung dalam pelarut
lebih sedikit, terlebih lagi sebelum dilakukan titrasi, penyaringan dilakukan untuk
mendapatkan larutan jenuh, dimana asam salisilat yang tidak larut akan tertinggal
dikertas saring sehingga asam salisilat berada dalam bentuk asam bebas. Dengan
demikian titrasi yang terjadi hanya antara NaOH dan aquadest.

Pada percobaan ini diperoleh rata-rata kelarutan pada pelarut 1 kelarutannya


3,123 gr/ml , pada pelarut 2 kelarutannya 5,002 gr/ml , pada pelarut 3 kelarutannya
2,597 gr/ml , dan pada pelarut 4 kelarutannya 1,443 gr/ml , dari data tersebut nilai
kelarutan yang tertinggi dari pelarut 2 hal ini menunjukan bahwa banyak asam
salisilat yang terlarut dalam pelarut 2, hal ini terjadi karena terdapat etanol pada
pelarut campur yang mengakibatkan asam salisilat mudah larut dalam etanol,
sedangkan kelarutan terkecil terdapat pada pelarut 4 (air dan propilenglikol) ,
propilenglikol menurunkan kepolaran larutan karena propilenglikol bersifat nonpolar,
berdasarkan prinsip like dissolve like maka asam salisilat yang bersifat polar
cenderung sukar larut dalam pelarut tersebut.
Setelah penentuan kelarutan asam salisilat dalam pelarut campur selesai ,
lakukan perlakuan yang sama terhadap asam benzoate. Sebanyak 0,1 gr asam
benzoate dimasukan ke dalam masing-masing pelarut , kemudian diaduk , menurut
farmakope IV asam benzoate akan mudah larut dalam etanol dan sukar larut dalam
air, sehingga akan terbentuk endapan , endapan tersebut kemudian diasaring
menggunakan kertas saring , filtrat kemudian di ambil sebanyak 10 ml menggunakan
pipet ukur dan tuangkan dalam Erlenmeyer, teteskan 2 tetes fenolftalen ke dalam
Erlenmeyer dan lakukan titrasi dengan NaOH yang telah dibakukan , hentikan titrasi
ketika telah tercapai titik akhir titrasi dimana timbul warna merah rosa , kemudian
catat volume NaOH yang keluar dan hitung kelarutannya. Berdasarkan percobaan,
diperoleh rata-rata nilai kelarutan asam benzoat pada pelarut 1 kelarutannya 3,127
gr/ml , pada pelarut 2 kelarutannya 5,002 gr/ml , pada pelarut 3 kelarutannya 2,597
gr/ml , dan pada pelarut 4 kelarutannya 1,443 gr/ml . Dapat disimpulkan bahwa
kelarutan tertinggi diperoleh pelarut 2 (air dan etanol) , hal ini menunjukan
banyaknya asam benzoate yang terlarut pada pelarut tersebut, yang menyebabkan
terlarutnya asam benzoate adalah adanya etanol pada pelarut tersebut yang bersifat
polar , kepolaran etanol disebabkan adanya gugus hidroksi (-OH) pada etanol,
sedangkan kelarutan terendah terdapat dalam pelarut 4 (air dan propilenglikol) , hal

ini disebabkan adanya propilenglikol yang bersifat non polar akibatnya dapat
menurunkan kepolaran pelarut, karena pelarut kepolarannya menurun, maka asam
benzoate yang bersifat polar akan sukar larut dalam pelarut tersebut.
Berdasarkan percobaan kelarutan dapat disimpulkan bahwa penambahan
pelarut campur dapat meningkatkan atau menurunkan kelarutan suatu zat , tergantung
daripada kepolaran dari pelarut dan sampel , jika sampel bersifat polar maka akan
mudah larut pada pelarut polar begitu juga sebaliknya jika sampel bersifat non polar
maka akan mudah larut pada senyawa non polar. Fenomena naiknya suatu kelarutan
karena adanya pelarut campur disebut peristiwa co-solvency , sedangkan pelarut yang
mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatuzat diseut co-solvent.
Pada bidang farmasi pemilihan pelarut sangat penting,bahan tambahan yang
digunakan dalam formulasi sediaan farmasi seringkali mempengaruhi sifat kimia
fisika bahan aktif. Propilenglikol adalah bahan yang banyak digunakan dalam
formulasi sediaan semipadat, sediaan cair dan transdermal sebagai kosolven,
dan plastizier. Gliserin digunakan sebagai zat tambahan, bertindak sebagai
humektan, mencegah krim dan salep dari kering, sebagai pemanis, agen emulsifying
baik itu memiliki kemampuan untuk menjaga partikel larut dari campuran berseragam
dispersi. Etanol sering digunakan sebagai zat pembantu dalam sediaan farmasi selain
itu juga etanol memili daya kerja adstringen, oleh karena itu bisa digunakan dalam
lotion anti-keringat. Etanol, gliserin dan propilen glikol merupakan pelarut campur
(co solvent) yang biasa digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.

IX. SIMPULAN
1. Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) dapat dibakukan dengan asam oksalat
dengan indikator fenolftalen
2. Pelarut campur dapat dibuat dari etanol, air, gliserin dan propilenglikol
3. Kelarutan asam benzoate dan asam salisilat dari berbagai macam pelarut
dapat ditentukan
4. Grafik hubungan konsentrasi dengan presentase campuran pelarut dapat
dibuat

X. LAMPIRAN
HUBUNGAN KONSENTRASI DENGAN PRESENTASE PELARUT CAMPURAN

DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Zul.2009. Kimia Dasar. Medan : USU Press.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press.
Arsyad, N. 2001. Kamus Kimia Anti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Day, R.A. 2001. Analisi Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Dwi, Krisna.2014. Titrasi Asam Basa (Netralisasi). Tersedia online di
http://bisakimia.com/2014/09/05/titrasi-asam-basa-netralisasi/ [Diakses pada
tanggal : 14 Maret 2015]
Florence, Alexander. 1988. Physicochemical Principles of Pharmacy. Michigan :
Chapman and Hall.
Martin, Alfred.1990. Farmasi Fisik. Jakarta : UI Press.
Muchtaridi.2007. Kimia 2 . Jakarta : Yuhistira.
Nugroho, Akhmad Kharis.2000. Pengaruh Propilenglikol Terhadap Kelarutan Semu
Teofilin dan Kofein.Majalah Farmasi Indonesia.Vol.3. No.11,Hal 161
Ratna. 2009. Azas Le Chatelier. Tersedia online di
http://www.chem-is-try.com/mater_kimia/kimia-smk/kelas_x/azas-lechatelier/ [ Diakses pada tanggal : 14 Maret 2015]
Sontani, Tatang. 2014. Pengaruh Ion Sejenis pada Kelarutan. Tersedia online di

http://www.sridianti.com/pengaruh-ion-sejeni-pada-kelarutan.html
[Diakses pada tanggal : 14 Maret 2015].
Sumardjo. 2006. Pengantar Kimia. Jakarta : EGC.
Suyatno. 2006. Kimia. Jakarta : Grasindo.
Vogel. 1990. Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi V. Jakarta
: PT Kalman

Anda mungkin juga menyukai