Adsorpsi
NIM : 11180960000042
Kelompok :1
Laboratorium Kimia
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat, rahmat, dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan Laporan ini
dengan tepat waktu. Saya percaya bahwa semua ini karena Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa,
yang senantiasa memberikan petunjuk, kebaikan, kesehatan, kekuatan serta tuntunan-Nya.
Ada pun tujuan dari penulisan Laporan ini adalah untuk memperluas wawasan Penulis,
selama proses penulisan Laporan ini saya dapat mengetahui apa yang tidak saya ketahui. Oleh
karena itu, dengan penuh ketulusan, kerendahan hati dan rasa hormat, saya sampaikan terima
kasih yang tak terhingga kepada dosen, yang telah memberikan saya tugas Laporan ini yang
berjudul Adsorpsi. Mungkin Laporan ini belum sempurna, untuk itu saya mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari ibu dosen.
Akhir kata semoga Laporan ini dapat memberikan manfaat bagi diri saya pribadi
khususnya, dan semua pembaca. Waassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Penulis
Riyan Ardhiansyah
NIM. 11180960000042
BAB I
PENDAHULUAN
Adsorpsi merupakan fenomena yang melibatkan interaksi fisik, kimia dan gaya
elektrostatik antara adsorbat dengan adsorben pada permukaan adsorben. Gaya tarikmenarik
dari suatu padatan dibedakan menjadi dua jenis yaitu: gaya fisika dan gaya kimia yang
masing-masing menghasilkan adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Peristiwa adsorpsi
merupakan suatu fenomena permukaan, yaitu terjadinya penambahan konsentrasi komponen
tertentu pada permukaan antara dua fasa. Adsorpsi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
adsorpsi fisis (physical adsorption) dan adsorpsi kimia (chemical adsorption). Adsorpsi fisika
yaitu adsorpsi yang disebabkan oleh gaya van der waals yang ada pada permukaan adsorben.
Panas adsorpsi fisika lebih rendah dan lapisan yang terjadi pada permukaan adsorben lebih
dari satu molekul. Sedangkan adsorpsi kimia terjadi karena adanya reaksi antara zat yang
diserap dengan adsorben, panas adsorpsi tinggi, lapisan molekul pada permukaan
adsorbennya hanya satu lapis (Sukardjo, 1990).
Untuk hampir semua proses adsorpsi fisik, kapasitas suatu adsorben menurun sebagai
suhu sistem meningkat. Sebagai suhu meningkat, molekul teradsorpsi memperoleh
memperoleh energi yang cukup untuk mengatasi daya tarik van der waals, menahan mereka
ke fase terkondensasi dan bermigrasi kembali ke fase gas. Adsorpsi adalah proses eksotermik
(Basu, 2002).
Adsorben adalah zat yang mengadsorpsi zat lain, sedangkan adsorbat adalah zat yang
teradsorpsi zat lain, adsorben dapat dibagi dalam jenis polar dan non polar. Penyerap polar
lebih lanjut dapat dibagi dalam adsorben bersifat asam dan adsorben bersifat basa, adsorben
asam meliputi silika dan klorosil, sedangkan adsorben basa adalah amina dan magnesia
( kecuali telah diperlakukan asam ). Adsorben basa lebih menahan asam, misalnya turunan
fenol, perol, trofenol dan asam karboksilat (Daintith, 1994).
Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari adsorbat maupun
adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan komponen mana yang diadsorpsi
lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan adsorbatnya. Apabila adsorbennya bersifat
polar, maka komponen yang bersifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan
komponen yang kurang polar. Kekuatan interaksi juga dipengaruhi oleh sifat keras-lemahnya
dari adsorbat maupun adsorben. Sifat keras untuk kation dihubungkan dengan istilah
polarizing power cation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam
suatu ikatan. Kation yang mempunyai polarizing power cation besar cenderung bersifat
keras. Sifat polarizing power cation yang besar dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran
(jari-jari) kecil dan muatan yang besar. Sebaliknya sifat polarizing power cation yang rendah
dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran besar namun muatannya kecil, sehingga
diklasifikasikan ion lemah. Sedangkan pengertian keras untuk anion dihubungkan dengan
istilah polarisabilitas anion yaitu, kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi akibat
medan listrik dari kation. Anion bersifat keras adalah anion berukuran kecil, muatan besar
dan elektronegativitas tinggi, sebaliknya anion lemah dimiliki oleh anion dengan ukuran
besar, muatan kecil dan elektronegatifitas yang rendah. Ion logam keras berikatan kuat
dengan anion keras dan ion logam lemah berikatan kuat dengan anion lemah (Atkins at al. ,
1990).
Karakteristik adsorpsi ditentukan dengan bantuan analisis primer. Studi desorpsi sebagai
fungsi pH dilakukan untuk menganalisis kemungkinan menggunakan kembali adsorben
untuk adsorpsi lebih lanjut dan untuk membuat proses lebih ekonomis (Ramachandran,
2011).
Dalam proses adsorpsi dikenal dengan adanya istilah isoterm adsorpsi yang
menggambarkan hubungan antara zat yang teradsopsi oleh adsorben dengan tekanan atau
konsentrasi pada kesetimbangan dan temperatur tetap (Barrow, 1998).
Ada beberapa tipe isoterm adsorpsi yang dikembangkan untuk mendeskripsikan interaksi
antara adsorben dan adsorbat antara lain:
Isoterm freundlich menggambarkan adsorpsi jenis fisika dimana adsorpsi terjadi pada
beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat. Isoterm freundlich juga mengasumsikan bahwa
tempat adsorpsi bersifat heterogen. Cara konvensional untuk menyatakan isoterm
freundlich diberikan persamaan sebagai berikut, (Sawyer dkk, 1994):
𝑄𝑒 = 𝐾𝑓. 𝐶𝑒1/𝑛
Dimana: Qe = jumlah adsorbat pada permukaan (mg/ g)
𝐾𝑓 dan n = konstanta .
Ln (Qe) = ln 𝐾𝑓 + 1/n ln Ce
Dari data percobaan laboratorium yang diperoleh diplot dengan ln (Qe) sebagai
sumbu y dan ln C sebagai sumbu x. Grafik yang diperoleh adalah garis linear dengan
slope = 1/n dan intercept = ln 𝐾𝑓 (Sawyer dkk, 1994).
2. Isoterm Langmuir
d. Tidak ada interaksi antara molekul yang teradsorpsi dengan site sekitarnya. Dalam
bentuk yang umum, persamaan isoterm langmuir adalah sebagai berikut (Siswoyo,
2014):
𝑪𝒆 𝟏 𝟏
= 𝑪𝒆 +
𝒒𝒆 𝒒𝒆 𝑲𝑳 .𝒒𝒎
Qm = kapasitas absorpsi.
Pada grafik isotherm langmuir dengan 1/Qe sebagai sumbu y dan 1/Ce sebagai
sumbu x akan diperoleh persamaan garis (y = bx+a) yang akan menentukan nilai Qm dan
KL, dimana Qm adalah 1/a sedangkan KL adalah nilai b.
1.2.Prinsip Percobaan
Prinsip pada percobaan absorpsi ini adalah didasarkan pada teori freundlich dan
langmuir, yaitu banyaknya zat yang diadsorpsi pada temperatur tetap oleh suatu adsorban
pada percobaan ini tergantung dari konsentrasi dan kereaktifan adsorbat mengadsorpsi
zat-zat tertentu.
2. Bagaimana cara menetapkan data dan membuktikan isoterm adsorpsi suatu senyawa
adsorban?
1.4.Tujuan Percobaan
1.5.Metode Percobaan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah 6 buah labu erlenmeyer berpulir
100mL, 8 buah labu erlenmeyer 250mL, 2 buah pipet ukur 10mL, 1 set buret 50mL beserta
klem&statif, 6 buah corong, 1 buah masing-masing gelas ukur 100mL, 50mL, 25mL, dan 6 buah
labu ukur 100mL. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu karbon aktif, asam oksalat 1N, asam
asetat, larutan NaOH 0,5 N, larutan indikator fenolftalein, kertas saring. Prosedur penelitian:
BAB II
PEMBAHASAN
Adsorben adalah suatu media penyerap, sedangkan adsorbat adalah substansi yang akan
terserap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya. Pada percobaan ini yang digunakan
sebagai absorben adalah karbon aktif dan sebagai adsorbat adalah asam asetat. Karbon aktif
merupakan karbon diaktifkan dengan cara diaktivasi yaitu dipanaskan (aktivasi fisik) dan
ditambahkan dengan larutan kimia (aktivasi kimia). Karbon aktif memiliki struktur berpori dan
luas permukaan yang sangat besar sehingga sangat efektif dalam melakukan penyerapan. Jika
dihubungkan dengan luas permukaan, semakin luas permukaan karbon aktifnya, maka semakin
banyak substansi asam asetat (adsorbat) yang diserap pada permukaan karbon aktif tersebut.
Karbon aktif yang digunakan juga berbentuk serbuk sehingga memiliki luas permukaan yang
lebih besar dibandingkan dengan bentuk bongkahan atau batangan. Asam asetat memiliki
polaritas yang rendah sehingga kemampuan adsorpsi molekulnya lebih rendah dibandingkan
dengan larutan yang memiliki polaritas yang tinggi. Konsentrasi asam asetat yang digunakan
adalah 1 N, 0,8N, 0,6N dan 0,4N. Perbedaan perlakuan konsentrasi pada percobaan bertujuan
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap adsorpsi.
Volume Asam
Skala Bu ret (mL NaOH yang terpakai) Konsentrasi Asam
Oksalat yang
Oksalat (N)
dititrasi Awal Akhir Selisih
10mL 0mL 1mL 1mL 0,1N
10mL 0mL 1mL 1mL 0,1N
Rata-rata 0mL 1mL 1mL 0,1N
Pada percobaan ini dilakukan beberapa tahapan, yaitu penentuan konsentrasi awal asam
asetat sebelum adsorpsi dan penentuan konsentrasi akhir asam asetat sesudah absorpsi. Sebelum
penentuan konsentrasi awal asam asetat, dilakukan standarisasi larutan NaOH yang akan
digunakan. NaOH merupakan larutan baku sekunder yang apabila ingin digunakan sebagai
larutan pentitrasi harus diketahui konsentrasinya terlebih dahulu dengan distandarisasi
menggunakan larutan baku primer. Larutan baku primer yang digunakan adalah asam oksalat.
Asam oksalat merupakan larutan baku primer karena sifat yang stabil, diketahui rumus
kimianya, memiliki berat ekuivalen (BE) yang besar sehingga tidak mudah terpengaruh
kemurniannya, dan tidak bersifat higroskopis (mempunyai kemampuan menyerap molekul yang
baik). Pada standarisasi larutan NaOH ini diperlukan indikator untuk menentukan titik ekivalen
yang ditandai dengan adanya perubahan warna pada larutan karena sudah mencapai titik akhir
titrasi di mana ion H+ dan OH- berada dalam fase kesetimbangan sehingga titrasi harus
dihentikan. Indikator yang digunakan adalah indikator PP (fenolftlaein). Perubahan warna yang
terjadi saat mencapai titik ekivalen yaitu yang awalnya larutan berwarna bening menjadi warna
merah muda yang konstan. Standarisasi NaOH harus dilakukan dengan cepat. Hal ini
dikarenakan NaOH dapat bereaksi dengan CO2 yang terdapat di udara sehingga dapat
mempengaruhi konsentrasi NaOH tersebut. Apabila konsentrasi NaOH berubah atau terganggu
maka berdampak pula pada konsentrasi asam asetat yang ingin dicari. Persamaan reaksi:
Pada saat pemilihan indikator harus dilihat dari trayek pH kedua larutan. Asam oksalat
dan NaOH menggunakan indikator PP karena trayek pH-nya mendekati pH asam oksalat dan
NaOH yaitu 8,3-10. Titrasi dilakukan dengan dua kali pengulangan (duplo) agar didapat hasil
yang lebih akurat dan teliti saat terjadi titik akhir titrasi. Volume NaOH yang diperlukan pada
titrasi pertama yaitu 1 mL, dan pada titrasi yang kedua yaitu 1mL. Sehingga didapat konsentrasi
NaOH yaitu 1N.
Tahap pertama yaitu penentuan konsentrasi awal asam asetat dengan titrasi. Titrasi
dilakukan dengan menggunakan NaOH 1N yang sudah di standarisasi. Titrasi ini bertujuan untuk
memperoleh data volume NaOH yang diperlukan untuk mentitrasi asam asetat yang belum di
adsorpsi oleh karbon aktif sehingga didapatkan konsentrasi asam asetat yang sebenarnya
sebelum penambahan karbon aktif. Hasil titrasi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
asam asetat maka semakin bertambah pula jumlah volume NaOH yang digunakan untuk
mencapai titik akhir titrasi.
Hal ini sesuai sebagaimana menurut Petrucci (2007) dalam grafik titrasi asam poliprotik
dengan NaOH menunjukkan bahwa volume NaOH untuk mencapai titik ekuivalen meningkat
seiring meningkatnya konsentrasi asam poliprotik. Sehingga didapati konsentrasi asam asetat
yang sebenarnya sebelum penambahan karbon aktif yaitu sebesar 1,0240N, 0,8180N, 0,5820N,
dan 0,3760N. Persamaan reaksi:
Tahap yang kedua yaitu menentukan konsentrasi asam asetat setelah diadsorpsi. Karbon
aktif dengan larutan asam asetat dari berbagai konsentrasi pada masing-masing labu erlenmeyer
ditutup dengan plastik dan diikat kuat. Hal ini bertujuan agar karbon aktif tidak menyerap
molekul lain seperti udara atau zat-zat pengotor dari luar. Pengocokan kemudian dilakukan
bertujuan agar terjadi reaksi antara karbon aktif dengan zat terlarut asam asetat di mana reaksi
yang terjadi yaitu adanya gaya tarik menarik antar molekul. Molekul-molekul asam asetat yang
ada disekitar molekul-molekul karbon akan ditarik oleh molekul-molekul karbon tersebut pada
permukaan. Jika tidak dilakukan pengocokan (keadaan diam), maka penyerapan molekul asam
asetat pada molekul karbon aktif akan berjalan dengan lambat. Kemudian larutan didiamkan agar
asam asetat dapat terserap sempurna di dalam karbon aktif.
Pada percobaan ini termasuk adsorpsi fisik, karena adanya gaya van der waals antara
adsorben dengan adsorbat yang digunakan sehingga proses adsorpsi hanya terjadi di permukaan
larutan. Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan, semakin tinggi konsentrasi asam asetat
maka semakin banyak zat yang akan teradsorpsi oleh absorben sehingga volume titran yang
dibutuhkan untuk mentitrasi juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi
tumbukan antara absorben dengan absorbat yang cepat secara maksimal. Dapat dilihat pula
konsentrasi asam asetat sebelum diadsorpsi lebih tinggi dari konsentrasi asam asetat yang telah
diadsorpsi. Hal ini dikarenakan asam asetat telah teradsorpsi oleh karbon aktif sehingga
menurunkan konsentrasi asam tersebut.
Dari data tersebut dapat menentukan nilai n, k sesuai persamaan Freundlich dan nilai α
dan β sesuai dengan persamaan Langmuir. Pada nilai n dan k didapat dari grafik antara log (x/m)
terhadap log C:
Sehingga dari
persamaan regresi grafik tersebut didapat nilai k sebesar -1,295 dan nilai n sebesar 8,278.
Sedangkan untuk nilai
α dan β didapat
dari grafik antara
C/(x/m) terhadap C:
Dari persamaan tersebut didapat nilai α sebesar 48,30 dan nilai β sebesar 0,47334. Pada
nilai R2 = 0,9923 untuk isothermal Freundlich lebih besar daripada nilai R2=0,9328 untuk
isothermal Langmuir. Sehingga dapat ditentukan bahwa model Freundlich adalah model yang
sesuai untuk adsorpsi zat yang menyatakan bahwa adsorben setiap permukaan yang heterogen
dan tiap molekul mempunyai potensi penyerap yang berbeda-beda.
Faktor yang dapat mempengaruhi absorpsi suatu absorben pada percobaan ini adalah luas
permukaan adsorben, ukuran partikel adsorben, distribusi ukuran pori, temperatur dan
konsentrasi adsorbat . Menurut Srining Peni (2001):
a. Waktu Kontak
Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses adsorpsi.
Waktu kontak memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih
baik.
b. Karakteristik Adsorben
Ukuran partikel merupakan syarat yang penting dari suatu arang aktif untuk digunakan
sebagai adsorben. Ukuran partikel arang mempengaruhi kecepatan dimana adsorpsi terjadi.
Kecepatan adsorpsi meningkat dengan menurunnya ukuran partikel.
c. Luas Permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang diserap, sehingga
proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter adsorben maka semakin
luas permukaannya. Kapasitas adsorpsi total dari suatu adsorbat tergantung pada luas permukaan
total adsorbennya.
d. Kelarutan Adsorbat
Agar adsorpsi dapat terjadi, suatu molekul harus terpisah dari larutan. Senyawa yang
mudah larut mempunyai afinitas yang kuat untuk larutannya dan karenanya lebih sukar untuk
teradsorpsi dibandingkan senyawa yang sukar larut. Akan tetapi ada perkeculian karena banyak
senyawa yang dengan kelarutan rendah sukar diadsorpsi, sedangkan beberapa senyawa yang
sangat mudah larut diadsorpsi dengan mudah. Usaha-usaha untuk menemukan hubungan
kuantitatif antara kemampuan adsorpsi dengan kelarutan hanya sedikit yang berhasil.
f. pH
pH di mana proses adsorpsi terjadi menunjukkan pengaruh yang besar terhadap adsorpsi
itu sendiri. Hal ini dikarenakan ion hidrogen sendiri diadsorpsi dengan kuat, sebagian karena pH
mempengaruhi ionisasi dan karenanya juga mempengaruhi adsorpsi dari beberapa senyawa.
Asam organik lebih mudah diadsorpsi pada pH rendah, sedangkan adsorpsi basa organik terjadi
dengan mudah pada pH tinggi. pH optimum untuk kebanyakan proses adsorpsi harus ditentukan
dengan uji laboratorium.
g. Temperatur
Temperatur di mana proses adsorpsi terjadi akan mempengaruhi kecepatan dan jumlah
adsorpsi yang terjadi. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan meningkatnya temperatur, dan
menurun dengan menurunnya temperatur. Namun demikian, ketika adsorpsi merupakan proses
eksoterm, derajad adsorpsi meningkat pada suhu rendah dan akan menurun pada suhu yang lebih
tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adsorpsi merupakan fenomena yang melibatkan interaksi fisik, kimia dan gaya
elektrostatik antara adsorbat dengan adsorben pada permukaan absorben di mana banyaknya
zat yang diadsorpsi pada temperatur tetap oleh suatu adsorban pada percobaan ini tergantung
dari konsentrasi dan kereaktifan adsorbat mengadsorpsi zat-zat tertentu.
Pada percobaan didapati nilai k sebesar -1,295, nilai n sebesar 8,278, nilai α sebesar
48,30 dan nilai β sebesar 0,47334. Hasil tersebut didapat dari adanya percobaan adsorpsi
isoterm freundlich dan langmuir.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisik Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Basu, S, Paul F, dkk. 2002. Prediction Of Gas-Phase Adsorption Isotherms Using Neural Nets.
Civil and Environmental Engineering: University of Windsor, Canada.
Daintith, J, 1994. Kamus Lengkap Kimia. Alih bahasa : Suminar Achmadi. Erlangga. Jakarta.
Petrucci, dkk. 2007. Kimia Dasar Prinsip-Prinsip dan Aplikasi Modern Edisi Kesembilan Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Ruthven, D. M., 1984. Principle of adsorption and Adsorption Process. John Wiley dan Sons:
New York, 124-141.
Sawyer,Clair N,et al.1994. Chemistry for Environmental Engineering Fourth Edition. McGraw-
Hill,Inc.Singapura.
Siswoyo, E., Nozomi E., Yoshihiro & M., Shunitz T. 2014. Agar-Encapsulated Adsorbent Based
on Leaf Platanus sp. To Adsorb Cadmium Ion in Water. Water Science & Technology,
70(1):89-94.
Srining Peni, 2001. Perbedaan penurunan kadar zat warna dengan media adsorbsi karbon
aktif tempurung kelapa, Kulit Kacang Pada Industri Batik Roro Djonggrang.
Yogyakarta : Universitas Sebelas Maret.
INTERNET: