Anda di halaman 1dari 35

LABORATORIUM FITOKIMIA

JURUSAN FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

STUDI LITERATUR IDENTIFIKASI KOMPONEN SENYAWA KIMIA

EKSTRAK JAMBU BIJI (Psididum Guajava. L) DENGAN METODE

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

NAMA MAHASISWA : HESTI

NIM : PO714251181023

KELAS/KLP : D4/1

PEMBIMBING : NUR AMALINA DWI LESTARI A.Md., Farm

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN FARMASI

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

obat di dunia. Wilayah hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman

hayati tertinggi ke-2 di dunia setelah Brazil. Sebanyak 40.000 jenis flora yang

ada di dunia, 30.000 jenis dapat di jumpai di Indonesia dan 940 jenis

diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat dan telah dipergunakan dalam

pengobatan tradisional secara turun – temurun oleh berbagai etnis di Indonesia.

Jumlah tumbuhan obat tersebut sekitar 90% dari jumlah tumbuhan obat yang

terdapat di kawasan Asia (Masyhud, 2010).

Hampir segala jenis tumbuhan dapat tumbuh di wilayah Indonesia.

Sebagian besar sudah dimanfaatkan sejak nenek moyang kita untuk mengobati

berbagai penyakit. Tumbuhan-tumbuhan tersebut dalam penggunaannya

dikenal dengan obat tradisional. Salah satunya yang terdapat di daerah

Sulawesi Selatan, Desa Bollangi, Kec. Patalassang, Kab. Gowa.

Dalam dunia farmasi, mahasiswa dituntut untuk mempelajari ilmu

tumbuh-tumbuhan yaitu fitokimia. Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari

berbagai senyawa organic yang dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu

tentang struktur kimia, biosintetis, perubahan dan metabolism, penyebaran

secara alami dan fungsi biologis dari senyawa organic. Fitokimia atau kadang

disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien
yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan.

Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit.

Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang

ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh,

tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran

aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini berbeda dengan apa

yang diistilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa

mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-

zat ini tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam

jangka waktu yang normal untuk defisiensi tersebut.

Salah satu bahan alam yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional

adalah jambu biji (Psidium guajava L.). Berdasarkan informasi tersebut, sangat

perlu untuk melakukan ekstraksi dan identifikasi kandungan kimia dari jambu

biji (Psidium guajava L.). Dari proses ekstraksi akan didapatkan isolat-isolat

suatu senyawa atau kumpulan senyawa sehingga dapat mempermudah untuk

melakukan identifikasi senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia.

Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan dengan menggunakan

simplisia buah jambu biji (Psidium guajava L.) untuk mengetahui dan

memahami cara mengekstraksi sampel jambu biji (Psidium guajava L.) dengan

menggunakan metode ekstraksi soxhletasi.


B. Maksud dan Tujuan Percobaan

1. Maksud Percobaan

Untuk mengetahui komponen senyawa kimia ekstrak jambu biji

(Psidium guajava L.) berdasarkan studi literatur menggunakan jurnal-

jurnal yang dipublikasikan.

2. Tujuan Percobaan

a. Untuk menemukan metode ekstraksi yang sesuai pada sampel jambu

biji (Psidium guajava L.) berdasarkan studi literatur menggunakan

jurnal-jurnal yang dipublikasikan.

b. Untuk menemukan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak

jambu biji (Psidium guajava L.) berdasarkan studi literatur

menggunakan jurnal-jurnal yang dipublikasikan.

c. Untuk menentukan noda kromatogram pada ekstrak jambu biji

(Psidium guajava L.) berdasarkan studi literatur menggunakan jurnal-

jurnal yang dipublikasikan.

C. Prinsip Percobaan

Mengumpulkan berbagai jurnal yang dipublikasikan kemudian menarik

kesimpulan.
BAB II

TINJAUAN PUSATAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi Jambu Biji (Psidium guajava L.) (Yuzami et al, 2010)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L.

2. Morfologi

Tumbuhan ini berbentuk pohon, Batang jelas terlihat, berkayu (lignosus),

silindris, permukaanya licin dan terlihat lepasnya kerak (bagian kulit yang

mati), batang berwarna coklat muda, percabangan dikotom. Arah tumbuh

cabang condong keatas dan ada pula yang mendatar. Jambu biji memiliki

cabang sirung pendek (virgula atau virgula sucre scens) yaitu cabang-cabang

kecil dengan ruas-ruas yang pendek.

Daun jambu biji tergolong daun tidak lengkap karena hanya terdiri dari

tangkai (petiolus) dan helaian (lamina) saja disebut daun bertangkai. Dilihat
dari letak bagian terlebarnya jambu biji bagian terlebar daunya berada

ditengah-tengah dan memiliki bangun jorong karena perbandingan panjang :

lebarnya adalah 1½ - 2 : 1 (13-15 : 5,6-6cm).

Daun jambu biji memiliki tulang daun yang menyirip (penninervis) yang

mana daun ini memiliki satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung

dan merupakan terusan tangkai daun dari ibu tulang kesamping, keluar tulang-

tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan kita kepada susunan sirip-

sirip pada ikan. Jambu biji memiliki ujung daun yang tumpul. Pangkal daun

membulat (rotundatus), ujung daun tumpul (obtusus). Jambu biji memiliki tepi

daun yang rata (integer), daging daun (intervinium) seperti perkamen

(perkamenteus). Pada umumnya warna daun pada sisi atas tampak lebih hijau

licin jika di bandingkan dengan sisi bawah karena lapisan atas lebih hijau,

jambu biji memiliki permukaan daun yang berkerut (rogosus). Tangkai daun

berbentuk silindris dan tidak menebal pada bagian pangkalnya (Yuzami et al,

2010).

3. Komponen Kimia

Dalam 100 g buah jambu biji merah menyediakan 5204 mcg lycopene,

hampir dua kali lipat dari pada tomat. (100 g tomat mengandung 2573 mcg

lycopene). Studi menunjukkan bahwa lycopene dalam jambu biji merah

mencegah kerusakan kulit dari sinar UV dan menawarkan perlindungan

terhadap kanker prostat.


Selanjutnya, buah ini juga merupakan sumber vitamin B kompleks seperti

asam pantotenat, niasin, vitamin B6 (piridoksin), vitamin E dan K, serta

mineral seperti magnesium, tembaga, dan mangan.

Tubuh manusia menggunakan mangan sebagai co-factor untuk enzim

antioksidan, superoxide dismutase . Tembaga juga dibutuhkan untuk produksi

sel darah merah.

Dalam 100 gram buah jambu biji, terkandung zat-zat gizi sebagai berikut

(Sumber: USDA National Nutrient data base):

Kandungan Nilai Gizi Presentase RDA

Karbohidrat 14.3 g 11.5%

Protein 2.55 g 5%

Lemak total 0.95 g 3%

Kolesterol 0 mg 0%

Serat makanan 5.4 g 14%

Vitamin

Folat 49 mg 12.5 %

Niasin 1.084 mg 7%

Asam Pentatonat 0.451 mg 9%

Pridoksin 0.110 mg 8.5 %

Ribovlavin 0.040 mg 3%

Thiamin 0.067 mg 5.5%

Vitamin A 628 IU 21%


Vitamin C 228 mg 396%

Vitamin E 0.73 mg 5%

Vitamin K 2.6 mcg 2%

Elektrolit

Sodium 2 mg 0%

Kalium 417 mg 9%

Mineral

Kalsium 18 mg 2%

Tembaga 0.230 mg 2.5 %

Besi 0.26 mg 3%

Magnesium 22 mg 5.5%

Mangan 0.150 mg 6.5%

Fosfor 11 mg 2%

Selenium 0.6 mcg 1%

Seng 0.23 mg 2%

Phyto-nutrient

Carotene-B 374 mcg -

Crypto-xanthin-B 0 mcg -

Likopen 5204 mcg -

*RDA = Recommended Daily Allowance (jumlah nutrisi harian yang

direkomendasikan untuk kesehatan tubuh optimal)


4. Khasiat

Jambu biji memiliki kandungan vitamin A yang sangat tinggi. Seperti yang

kita ketahui bahwa vitamin A sangat bermanfaat untuk kesehatan mata atau

penglihatan. Selain itu, kadar vitamin C alami yang tinggi dalam jambu biji,

lima kali lebih tinggi daripada jeruk, sehingga dapat memberikan sistem

kekebalan tubuh yang sangat besar melalui antioksidan.

Jambu biji juga terkenal dengan kemampuannya untuk menghambat

pertumbuhan dan metastasis sel kanker. Jambu biji kaya akan lycopene,

antioksidan kuat yang terbukti sangat berhasil dalam mengurangi risiko kanker

prostat . Antioksidan yang sama juga terbukti dapat menghambat pertumbuhan

sel kanker payudara.

B. Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang

diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat,

menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari

pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya

(Marjoni R, 2016).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa

aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam

golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya

senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut

dan cara ekstraksi yang tepat (Marjoni R, 2016).


Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi anatar lain yaitu ukuran bahan

baku, pemilihan pelarut, waktu proses ekatrasi suhu ektrasi. Ukuran bahan

baku yang kecil baku yang kecil akan menghasilkam hasil yang rendah.

Pemilihan pelarut akan mempengaruhi suhu ekstraksi dan waktu proses

ekstraksi. Jika suhu tinggi, maka akan menghasilkan sisa pelarut yang tinggi

pula (Anam.2010:74).

Proses ekstraksi untuk skala laboratorium biasanya menggunakan alat

ekstraktor soxhlet. Dalam prosesnya, padatan halus sampel ditempatkan dalam

selonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa. Pelarut

dipanaskandalam labu alas sehingga menguap dan dikondensasikan oleh

kondensor menjadi molekul-molekul cairan pelarut yang jatuh ke dalam

selonsong dan melarutkanzat aktif dalam sampel. Jika pelarut telah mencapai

permukaan sifon, seluruhc airan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui

pipa kapiler sehingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan

dalam selonsong tidak lagi berwarna, atau sirkulasi telah mencapai lebih dari

20 kali (Bresnick, 2012).

C. Metode Ekstraksi (Soxhletasi)

1. Pengertian Soxhletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilarutkan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin

balik. Biomasa ditempatkan dalam wadah soklet yang dibuat dengan

kertas saring, melalui alat ini pelarut akan terus direfluks. Alat soklet akan
mengosongkan isinya ke dalam labu dasar bulat setelah pelarut mencapai

kadar tertentu. Setelah pelarut segar melewati alat ini melalui pendingin

refluks, ekstraksi berlangsung sangat efisien dan senyawa secara efektif

ditarik ke dalam pelarut karena konsentrasi awalnya rendah dalam pelarut

(Hamdani, 2011).

2. Prinsip Kerja

Prinsipnya adalah penyarian yang dilakukan berulang - ulang sehingga

penyarian lebih sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila

penyarian telah selesai maka pelarutnya dapat diuapkan kembali dan

sisanya berupa ekstrak yang mengandung komponen kimia tertentu.

Penyarian dihentikan bila pelarut yang turun melewati pipa kapiler tidak

berwarna dan dapat diperiksa dengan pereaksi yang cocok.

Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni

sejenis ekstraksi dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang-

ulang dan menjaga jumlah pelarut relatif konstan, dengan menggunakan

alat soklet. Minyak nabati merupakan suatu senyawa trigliserida dengan

rantai karbon jenuh maupun tidak jenuh. Minyak nabati umumnya larut
baik dalam pelarut organik, seperti benzen dan heksan. Untuk

mendapatkan minyak nabati dari bagian tumbuhan dapat dilakukan metode

sokletasi dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

Proses sokletasi digunakan untuk ekstraksi lanjutan dari suatu

senyawa dari material atau bahan padat dengan pelarut panas. Alat yang

digunakan adalah labu didih, ekstraktor dan kondensor. Sampel dalam

sokletasi perlu dikeringkan sebelum disokletasi. Tujuan dilakukannya

pengeringan adalah untuk mengilangkan kandungan air yang terdapat

dalam sample sedangkan dihaluskan adalah untuk mempermudah senyawa

terlarut dalam pelarut. Didalam sokletasi digunakan pelarut yang mudah

menguap. Pelarut itu bergantung pada tingkatannya, polar atau non polar

(Hamdani, 2011).

3. Kekurangan dan Kelebihan (Marjoni R, 2016)

a. Kekurangan

1. Tidak cocok untuk senyawa- senyawa yang tidak stabil

terhadap panas (senyawa termobil), contoh : Beta karoten.

2. Penggunaannya hanya terbatas pada ekstraksi dengan pelarut

murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan

utnuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya campuran

pelarut heksan dan diklorometana, atau pelarut yang diasamkan

atau dibasakan, karena komposisinya saat berupa uap akan

berbeda dengan komposisi saat berupa pelarut cair dalam

wadah
b. Kelebihan

1. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan

tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung

2. Digunakan pelarut yang lebih sedikit

3. Pemanasannya dapat diatur

4. Pelarut dapat didapatkan kembali setelah proses ekstraksi

selesai dilakukan

5. Hasil ekstraksi menggunakan soxhlet juga memiliki tingkat

kemurnian yang tinggi, sebab susunan alat membuat proses

berjalan efektif

D. Ekstraksi Cair-cair

1. Pengertian

Dikatakan ekstraksi cair-cair apabila substansi yang diekstraksi

terdapat di dalam campurannya yang berbentuk cair. Pada ekstraksi cair-

cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan

dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila

pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan

(misalnya karena pembentukan azeotrop atau karena kepekaannya

terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi

cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara

intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu

sesempurna mungkin.
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu

campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama

digunakan apabila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak

mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan azeotrop atau karena

kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Ekstraksi cair-cair

selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif

bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu

sesempurna mungkin. Pada ekstraksi cair-cair, zat terlarut dipisahkan dari

cairan pembawa (diluen) menggunakan pelarut cair. Campuran cairan

pembawa dan pelarut ini adalah heterogen, jika dipisahkan terdapat 2 fase

yaitu fase diluen (rafinat) dan fase pelarut (ekstrak). Perbedaan konsentrasi

zat terlarut di dalam suatu fase dengan konsentrasi pada keadaan

setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan) zat

terlarut dari larutan yang ada. Gaya dorong (driving force) yang

menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan dengan

mengukur jarak sistem dari kondisi setimbang (Indra Wibawa, 2012).

2. Prinsip Kerja

Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute

dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair.

Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen (immiscible, tidak saling

campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan

fase solven (ekstrak). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu

fasedengan konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong


terjadinya pelarutan (pelepasan) solute dari larutanyang ada. Gaya dorong

(driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat

ditentukan dengan mengukur jarak system dari kondisi setimbang.

3. Kekurangan dan Kelebihan (Indra Wibawa, 2012)

a. Kekurangan

1. Jumlah ekstrak yang dihasilkan sedikit

2. Kehilangan komponen yang mudah menguap

3. Waktu ekstraksi yang panjang

4. Sisa pelarut yang bersifat toksik

5. Tekanan yang dibutuhkan harus tinggi, jika tekanannya ridak

tinggi maka rendemennya akan turun dan aku proses

penyulingannya akan lebih lama

b. Kelebihan

1. Kekuatan solven dapa diatur sesuai keperluan

2. Daya larut solven tinggi karena bersifat seperti cairan

3. Difusi padatan dapat berlangsung cepat


4. Temperatur operasinya bisa rendah meskipun tekanannya

tinggi

E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

1. Pengertian

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan

campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui

kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan

analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap

maupun cuplikannya.

KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai

selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif,

kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki system

pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi

kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (Gandjar dan Rohman,

2011).

2. Prinsip Kerja

Kromatografi lapis tipis tergolong sistem kromatografi cair-padat, fase

gerak berupa cairan dan fase diam berupa lapisan tipis (dapat berupa

padatan, atau kombinasi cairan-padatan). Proses pemisahan terjadi pada

suatu permukaan bidang datar (planar) sehingga tergolong teknik

kromatografi planar sebagaimana kromatografi kertas. Cara melakukan

kromatografi lapis tipis juga sama dengan kromatografi kertas. Perbedaan


dengan kromatografi kertas terlihat pada fase diamnya, yaitu digunakan

lapisan tipis adsorben halus (kromatoplat) sebagai pengganti kertas.

Fase diam pada kromatografi lapis tipis terbuat dari serbuk halus yang

berukuran5–40 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan

semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja

kromatografi lapis tipis dalam hal efisiensi dan resolusinya. Serbuk halus

tersebut dapat berupa adsorben, resin penukar ion, molecule sieve, atau

penyangga yang dilapisi cairan. Adsorben dapat berupa silika gel, alumina

poliamida, kieselghur atau selulosa. Silika gel dan alumina mengandung

gugus hidroksil pada permukaannya sehingga dapat berikatan hidrogen,

gaya van der Waals atau gaya tarik dipol-dipol dengan berbagai molekul-

molekul polar. Namun harus dihindari terikatnya molekul air karena akan

mengganggu proses pemisahan. Hal ini dapat diatasi melalui proses

aktivasi sebelum digunakan, kecuali apabila air yang terserap berlaku

sebagai fase diam. Alumina seringkali digunakan untuk memisahkan

senyawasenyawa yang sedikit polar, sedangkan silika gel untuk senyawa-

senyawa non polar, seperti asam-asam amino dan gula. Bahan adsorben

lain yang juga sering digunakan adalah magnesium silikat, kalsium silikat

atau karbon aktif. Adsorben juga dapat dimodifikasi unuk meningkatkan

resolusi. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara: menambahkan asam

borak untuk pemisahan isomer-isomer gula, impregnasi dengan komplek

khelat untuk pemisahan kation-kation anorganik dan asam-asam


karboksilat, serta impregnasi dengan perak nitrat untuk pemisahan

komponen-komponen berikatan rangkap (Gandjar dan Rohman, 2011).

3. Kekurangan dan Kelebihan (Gandjar dan Rohman, 2011)

a. Kekurangan

1. Butuh ketekunan dan kesabaran ekstra untuk mendapatkan

bercak atau noda yang diharapakan

2. Butuh sistem trial dan error untuk menentukan sistem eluen

yang cocok

3. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara

tidak tekun

b. Kelebihan

1. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis

2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan

pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan

sinar uv

3. Dapat dilakukan dengan elusi secara mekanik (ascending),

menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi

4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen

yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak

5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut

6. Biaya yang dibutuhkan terjangkau

7. Jumlah perlengkapan sedikit

8. Preparasi sampel mudah


9. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan

hidrokarbon) yang dengan metode kertas tidak bisa


BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Alat untuk membuat simplisia yaitu pisau untuk merajang, oven

dengan suhu rendah yang konstan. Alat penyari untuk buah jambu biji

yang digunakan antara lain adalah alat – alat gelas, timbangan analitik,

peralatan sokletasi dan vacuum evaporator. Alat untuk uji skrining

fitokimia dan KLT adalah pipet kapiler, pipet tetes, plat silika gel GF254,

rak tabung dan tabung reaksi.

2. Bahan yang digunakan

Bahan sampel berupa buah jambu biji (Psidium guajava L.) yang

diperoleh dari Desa Bollangi, Kec. Pattallasang, Kab. Gowa, Makassar.

Selain sampel, bahan kimia yang digunakan pada praktikum ini adalah

etanol 96% , n-Butanol dan n-Heksan sebagai larutan penyari. Untuk uji

skrining fitokimia digunakan alkohol, anhidrida asam asetat, kloroform,

asam sulfat, HCl 2N, methanol 50%, serbuk magnesium, amil alkohol,

xylene, asam klorida, besi (III) klorida dan air suling.

B. Cara Kerja

1. Pengambilan Sampel

Buah (fructus) diambil dengan cara dipetik dengan tangan dan diambil

buah yang tidak terlalu masak. Lalu sampel disimpan dalam kantong

plastik.
2. Penyiapan Sampel

Buah jambu biji (Psidium guajava L.) disortir lalu dicuci dengan

menggunakan air agar kotoran yang menempel pada buah hilang,

kemudian buah jambu biji yang sudah bersih dioven pada temperatur

40oC.

3. Ekstraksi

Disiapkan perangkat ekstraksi soxhlet. Ditimbang sampel (jambu biji)

sebanyak 70g. Dimasukkan kertas saring ke dalam tempat sampel,

kemudian masukkan sampel. Sampel yang diisi jangan sampai

melebihi tinggi siphon. Pasang perangkat soxhlet dan tuang ethanol

melewati sampel hingga satu setengah sirkulasi (±600 ml).

Dinyalakan pemanas dan proses ekstraksi akan berjalan. Dilakukan

ekstraksi sebanyak 24 siklus.

4. Skrinning Fitokimia

a. Identifikasi Flavonoid

Sejumlah tertentu ekstrak dilarutkan ke dalam 5 ml etanol,

kemudian ditambahkan HCl 0,1N sebanyak 1 ml dan serbuk Mg 0,2

gram. Adanya senyawa flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya

warna merah atau jingga.

b. Identifikasi Tanin

Sejumlah tertentu ekstrak ditambahkan 20 ml air panas kemudian

dididihkan selama 15 menit, kemudian disaring setelah dingin diambil

filtrat sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian


ditambahkan pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika positif akan terbentuk

warna hijau violet setelah direaksikan dengan larutan besi (III) klorida

1%.

c. Identifikasi Saponin

Sejumlah tertentu ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi

kemudian ditambahkan air lalu dikocok kuat – kuat selama 10 detik.

Hasilnya dikatakan positif apabila terbentuk buih mantap selama tidak

kurang dari 10 menit setinggi 1 – 10 cm. Buih yang terbentuk tidak

hilang jika ditambahkan dengan HCl secukupnya.

d. Identifikasi Alkaloid

Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan dengan 5 tetes ammonia pekat. Setelah itu, disaring

kemudian ditambahkan dengan kloroform dan 2 ml HCl 1N lalu

dikocok hingga memberi lapisan atas dan bawah. Larutan dibagi

menjadi 3 bagian, pada tabung pertama ditambahkan 1 tetes larutan

mayer, adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih

keruh, jika pada tabung kedua ditambahkan 1 tetes pereaksi

Dragendorf dan terbentuknya endapan menandakan adanya alkaloid.

5. Ekstraksi Cair-cair

a. Ekstraksi Cair – Cair dengan Pelarut n-Heksan

Ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava L. ) ditimbang

sebanyak 2g kemudian disuspensikan dengan air sebanyak 20 ml,

setelah larut kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian


ditambahkan dengan n-Heksan sebanyak 40 ml, dikocosk sampai

merata dengan sekali – kali membuka kran corong pisah. Di diamkan

sampai terjadi pemisahan dari fase air dan fase n- Heksan, lalu

dipisahkan fase air dan fase n-Heksan. Kemudian fase air dimasukkan

kembali ke dalam corong pisah dan diekstraksi lagi dengan n-heksan

sebanyak 30 ml dan dilakukan hingga jernih (sebanyak 3 kali).

Ekstrak n-Heksan yang diperoleh dari beberapa kali penyarian

disatukan kemudian diuapkan sampai mendapatkan ekstrak kental.

b. Ekstraksi Cair – Cair dengan pelarut n-Butanol

Lapisan air dari hasil ekstraksi dengan n-Heksan dimasukkan

kedalam corong pisah kemudian ditambahkan dengan n-Butanol

sebanyak 30 ml lalu dikocok sampai merata dengan sekali – kali

membuka kran corong pisah. Setelah itu didiamkan sampai terjadi

pemisahan dari fase air dan fase n-Butanol, lalu dipisahkan fase air

dan fase n-Butanol. Kemudian fase air dimasukkan ke dalam corong

pisah dan diekstraksi lagi dengan n-Butanol sebanyak 30 ml dan

dilakukan sampai jenih (sebanyak 3 kali). Ekstrak n-Butanol yang

diperoleh dari beberapa kali penyarian disatukan kemudian diuapkan

sampai mendapatkan ekstrak kental.

6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

a. Identifikasi Flavonoid

Identifikasi flavonoid digunakan KLT dengan fase diam silika gel

GF254 dan fase geraknya menggunakan kloroform : etil asetat (6 : 4)


setelah plat/lempeng KLT terelusi, kemudian dikeringkan dan

dideteksi dibawah sinar UV 254 nm dan UV 366 nm yang

berfluoresensi biru atau kuning dengan pereaksi citro borat.

b. Identifikasi Tanin

Identifikasi tannin digunakan KLT dengan fase diam silika gel

GF254 dan fase geraknya menggunakan kloroform : etil asetat : asam

formiat (0,5 : 9 : 0,5) dengan pembanding tannin 10mg/1 ml etanol.

Bercak disemprot dengan FeCl3. Kemudian bercak diamati dibawah

lampu UV 366 nm. Hasil positif menunjukkan warna hijau coklat

kehitaman.

c. Identifikasi Saponin

Identifikasi saponin digunakan KLT dengan fase diam silika gel

GF254 dan fase geraknya menggunakan kloroform : metanol :

aquadest (6 : 3 : 1). Hasil positif jika bercak diamati dibawah lampu

UV 254 nm berwarna gelap dan UV 366 nm berwarna hijau. Untuk

memperjelas bercak disemprot dengan larutan Anisaldehid kemudian

dipanaskan dan menunjukkan bercak coklat kehitaman di lempeng

KLT.

d. Identifikasi Alkaloid

Identifikasi alkaloid digunakan KLT dengan fase diam silika gel

GF254 dan fase geraknya menggunakan kloroform : etil asetat : asam

formiat (0,5 : 9 : 0,5). Setelah plat/lempeng KLT terelusi,

plat/lempeng dikeringkan kemudian dideteksi dibawah sinar UV 366


nm yang memberikan hasil bercak berwarna hijau. Selanjutnya untuk

uji penegasan disemprot dengan pereaksi yang sering digunakan untuk

identifikasi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorf.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Tabel hasil skrinning fitokimia

Pemeriksaan Pereaksi Hasil Pustaka


Flavonoid Ekstrak + 5 ml Terbentuk warna Positif apabila
etanol + 1 ml merah tua terbentuknya
HCl + 0,2 gram warna merah atau
serbuk Mg jingga
Tannin Ekstrak + besi Terbentuknya Positif apabila
(III) klorida warna hijau terbentuk warna
violet hijau violet
Saponin Ekstrak + 10 ml Terbentuk buih Terbentuknya
aquadest panas, yang mantap buih yang
kocok kuat selama tidak mantap selama ±
kurang dari 10 dari 10 menit
menit sampai setinggi 1 cm
setinggi 1 cm sampai 10 cm.
sampai 10 cm
Alkaloid Ekstrak + Terbentuk Positif apabila
larutan endapan dan terbentuk
ammonia 10% kekeruhan endapan
diekstraksi berwarna putih kekeruhan
dengan berwarna putih
kloroform +
HCl 1N,
disaring, Filtrat
+ pereaksi
dragendorf
2. Tabel hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Senyawa Pembanding UV 245 UV Rf Rf Hasil


366 Pembanding ekstrak
Flavonoid Kuersetin Meredam biru 0,74 0,71 Positif
(bercak
kuning)
Tannin - Meredam Biru - 0,74 Positif
(bercak
ungu)
Saponin Saponin Meredam Biru 0,69 0,67 Positif
(bercak
coklat)
Alkaloid - Meredam Biru - 0,67 Positif
(bercak
coklat)

Sumber: Indo. J. Chem., 2008, Activity Test of Guava (Psidium guajava


L.) Leaf Methanol Extract as Contraception Antifertility to White Mice
(Rattus norvegicus). Chemistry Study Program, Faculty of Educations,
Sebelas Maret University. Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta.

B. Pembahasan

Buah jambu biji (Psidium guajava L.) dikenal sebagai buah yang

memilki banyak manfaat. Oleh karena itu, maka dilakukan praktikum ini

untuk mengidentifikasi komponen ekstrak buah jambu biji (Psidium

guajava L.) menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

Pengolahan sampel di mana sampel terlebih dahulu disortasi basah

lalu dirajang kasar kemu ian ikerin kan en an u u 40 elan utn a

sampel diekstraksi menggunakan metode sokletasi yang merupakan


metode panas. Metode ini cocok untuk sampel yang memiliki tekstur

lunak.

Pada praktikum ini, buah jambu biji yang telah dikeringkan

ditimbang sebanyak 500 gram kemudian diekstraksi dengan metode

sokletasi menggunakan etanol 96% sebagai penyari. Setelah prose

ek trak i ele ai lalu ek trak iuapkan men unakan rotar vacuum

evaporator an ipana kan pa a u u 40 e in a i apatkan ek trak

kental.

Setelah didapatkan ekstrak kental, dilakukan uji skrinning

fitokimia yang berfungsi untuk mengetahui kandungan senyawa kimiawi

yang terdapat didalam ekstrak buah jambu biji dan dilakukan dengan

menggunakan pereaksi warna secara metode tabung. Pada tabung reaksi

pertama, dilakukan pengujian identifikasi flavonoid dengan melarutkan

sejumlah tertentu ekstrak ke dalam 5 ml etanol kemudian ditambahkan

HCl 0,1N sebanyak 1 ml dan serbuk Mg 0,2 gram, hasil pada pengujian ini

terbentuk warna merah tua yang menyatakan hasil positif bahwa ekstrak

buah jambu biji mengandung senyawa flavonoid. Pada tabung reaksi

kedua, dilakukan pengujian identifikasi tannin dengan melarutkan

sejumlah tertentu ekstrak dengan 20 ml air panas kemudian di didihkan

selama 15 menit, kemudian disaring setelah dingin diambil filtrate

sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan pereaksi besi (III) klorida 1%, hasil pada pengujian ini

terbentuk warna hijau violet yang menyatakan hasil positif bahwa ekstrak
buah jambu biji mengandung senyawa tannin. Pada tabung reaksi ketiga,

dilakukan pengujain identifikasi saponin dengan memasukkan sejumlah

tertentu ekstrak ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air lalu

dikocok kuat – kuat selama 10 detik, hasil pada pengujian ini terbentuk

buih yang mantap setinggi 1 cm sampai 10 cm selama 10 menit yang

menyatakan hasil positif bahwa ekstrak buah jambu biji mengandung

senyawa saponin. Pada tabung reaksi keempat, dilakukan pengujian

identifikasi alkaloid dimana sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke

dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 5 tetes ammonia pekat.

Setelah itu, disaring kemudian ditambahkan dengan kloroform dan 2 ml

HCl 1N lalu dikocok sampai membentuk lapisan atas dan bawah, larutan

ini kemudian dibagi menjadi 3 bagian, kemudian pada tabung pertama

ditambahkan 1 tetes larutan mayer dan pada tabung kedua ditambahkan 1

tetes pereaksi Dragendorf, hasil pada pengujian ini terbentuk endapan

kekeruhan berwarna putih yang menyatakan bahwa hasil positif bahwa

ekstrak buah jambu biji mengandung senyawa alkaloid.

Setelah dilakukan uji skrinning fitokimia, selanjtunya kandungan

kimia dalam ekstrak buah jambu biji juga diuji secara kualitatif dengan

menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis. Senyawa yang

diidentifikasi antara laib flavonoid, tannin, saponin dan alkaloid. Fase

diam pada identifikasi ini dengan menggunakan silica gel GF254 yang

bersifat polar dan penggunaan fase gerak yang berbeda – beda tergantung

pada sifat kepolaran senyawa tersebut. Ekstrak yang telah di totolkan pada
lempeng KLT menggunakan pipa kapiler kemudian dielusi dengan cairan

pengelusi yang sesuai didalam chamber, lempeng kemudian dikeluarkan

dari chamber dan diangin – anginkan sehingga cairan pengelusi menguap,

kemudian kromatogram yang dihasilkan diamati nodanya. Pada

identifikasi flavonoid, fase diam silica gel GF254 yang telah ditotolkan

dengan ekstrak buah jambu biji dielusi dengan fase gerak kloroform : etil

asetat (6 : 4) setelah lempeng KLT terelusi, kemudian dikeringankan noda

yang dihasilkan adalah bercak kuning yang menunjukkan hasil positif,

setelah itu lempeng KLT ditetesi dengan pereaksi citro borat kemudian

dideteksi dibawah sinar UV 245 befluoresensi meredam dan pada sinar

UV 366 berfluoresensi biru dengan nilai Rf ekstrak 0,71. Pada identifikasi

tannin, fase diam silica gel GF254 yang telah ditotolkan dengan ekstrak

buah jambu biji dielusi dengan fase gerak kloroform : etil asetat : asam

formiat : (0,5 : 9 : 0,5) setelah lemepeng KLT terelusi, kemudian

dikeringkan noda yang dihasilkan adalah bercak ungu yang menunjukkan

hasil positif, setelah itu lempeng KLT ditetesi dengan FeCl3 kemudian

dideteksi dibawah sinar UV 245 befluoresensi meredam dan pada sinar

UV 366 berfluoresensi biru dengan nilai Rf ekstrak 0,74. Pada identifikasi

saponin, fase diam silica gel GF254 yang telah ditotolkan dengan ekstrak

buah jambu biji kemudian dielusi dengan fase gerak kloroform : methanol

: aquadest (6 : 3 : 1) setelah lempeng terelusi, kemudian dikeringkan noda

yang dihasilkan adalah bercak coklat yang menunjukkan hasil positif,

setelah itu lempeng disemprot dengan larutan Anisaldehid kemudian


dipanaskan kemudian dideteksi dibawah sinar UV 245 berfluoresensi

meredam dan pada sinar UV 366 berfluoresensi biru dengan nilai Rf

ekstrak 0,67. Pada identifikasi alkaloid, fase diam silica gel GF254 yang

telah ditotolkan dengan ekstrak buah jambu biji kemudian dielusi dengan

fase gerak kloroform : etil asetat : asam formiat (0,5 : 9 : 0,5) setelah

lempeng terelusi, kemudian dikeringkan noda yang dihasilkan adalah

bercak coklat yang menunjukkan hasil positif, setelah itu lempeng

disemprot dengan pereaksi Dragendorf kemudian dideteksi dibawah sinar

UV 245 berfluoresensi meredam dan pada sinar UV 366 berfluoresensi

biru dengan nilai Rf ekstrak 0,67.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan jurnal yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada pengujian skrinning fitokimia ekstrak buah jambu biji (Psidium

guajava L.) yang dilakukan dengan pereaksi warna menggunakan

metode tabung, maka dapat disimpulkan bahwa :

a. Ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava L.) positif mengandung

senyawa flavonoid dengan terbentuknya warna merah tua.

b. Ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava L.) positif mengandung

senyawa tannin dengan terbentuknya warna hijau violet.

c. Ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava L.) positif mengandung

senyawa saponin dengan terbentuknya buih mantap setinggi 1 – 10

cm selama 10 menit.

d. Ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava L.) positif mengandung

senyawa alkaloid dengan terbentuknya endapan dan kekeruhan

berwarna putih.

2. Pada pengujian identifikasi komponen kimia ekstrak buah jambu biji

(Psidium guajava L.) dengan menggunakan metode Kromatografi

Lapis Tipis, maka dapat disimpulkan bahwa :

a. Ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava L.) positif mengandung

senyawa flavonoid dengan terbentuknya bercak coklat pada

lempeng KLT dengan fluoresensi meredam saat diamati dengan


UV 245 dan fluoresensi biru saat diamati dengan UV 366 serta

dengan nilai Rf ekstrak 0,71.

b. Ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava L.) positif mengandung

senyawa tannin dengan terbentuknya bercak ungu pada lempeng

KLT dengan fluoresensi meredam saat diamati dengan UV 245 dan

fluoresensi biru saat diamati dengan UV 366 serta dengan nilai Rf

ekstrak 0,74.

c. Ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava L.) positif mengandung

senyawa saponin dengan terbentuknya bercak coklat pada lempeng

KLT dengan fluoresensi meredam saat diamati dengan UV 245 dan

fluoresensi biru saat diamati dengan UV 366 serta dengan nilai Rf

ekstrak 0, 67.

d. Ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava L.) positif mengandung

senyawa alkaloid dengan terbentuknya bercak coklat pada lempeng

KLT dengan fluoresensi meredam saat diamati dengan UV 245 dan

fluoresensi biru saat diamati dengan UV 366 serta dengan nilai Rf

ekstrak 0,67.
DAFTAR PUSTAKA

Anam, Choirul. 2010. Ekstraksi Oleoresin Jahe. Jurnal Pertanian MAPETA. Vol.

XII, No.2, p: 72-144 , ISSN: 1411-2817.

Azizah, Khindyarti Rifki. 2017. Formulasi Sediaan Gel Antioksidan Ekstrak

Daun Jamblang (Syzigium Cumini L.) SkeelBerbasis Aqupec 505 Hv.

Fakultas Farmasiuniversitas Setia Budi. Surakarta.

Brescnick. 2012. Intisari Biologi. Jakarta: Hipokrates.

Gandjar, I.G. dan Rohman, A. 2011. Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Hamdani. 2011. Metode Ekstraksi. Universitas Lampung.

Indo. J. Chem., 2008, Activity Test of Guava (Psidium guajava L.) Leaf Methanol

Extract as Contraception Antifertility to White Mice (Rattus norvegicus).

Chemistry Study Program, Faculty of Educations, Sebelas Maret

University. Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta.

Krisdiawati A. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Eter, Etil Asetat, Air dan

Ekstrak Metanolik.

Marjoni, R. 2016. Dasar-dasar Fitokimia. Jakarta Timur : CV.Trans Info Media

Masyhud. 2010. Tanaman Obat Indonesia. http://www.dephut. go.id/indexphp?

=id /node/54 (diakses tanggal 12 Mei 2020)

Rahardjo, Tri Joko. 2013. Kimia Hasil Alam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wibawa, Indra. 2012. Ekstraksi Cair-cair. Universitas Lampung.

Yuzami et al, 2010. Ensiklopedia Flora 2. Bogor : PT karisma Ilmu. Hlm 22.
LAMPIRAN

Gambar 1. Kromatogram Kromatografi Kertas Fase n-butanol Jambu Biji


Pita 1 berwarna orange , pita 2 berwarna kuning, dan pita 3 berwarna coklat kekuningan

Gambar 2. Spektrum serapan UV—Vis kromatogram pita 1 Jambu Biji

Gambar 3. Spektrum serapan UV—Vis kromatogram pita 2 Jambu Biji

Gambar 4. Spektrum serapan UV - Vis kromatogram pita 3 Jambu Biji

Anda mungkin juga menyukai