Anda di halaman 1dari 6

Farmakoterapi penyakit hematologi, pembuluh darah dan kardiovaskuler

“Anatomi dan fisiologi system saraf, serta patofisiologinya”

Nama anggota :
1. Julius Muliawan J. P 211FF04002
2. Shyfa Djulhidziah 211FF04011
3. Missye Dayana S 211FF04039

FAKULTAS FARMASI S1 MATRIKULASI


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2022
Patofisiologi gangguan kecemasan:

Faktor Penyebab:
1. Ancaman
2. Pertentangan
3. Ketakutan
4. Kebutuhan tidak terpenuhi

Sensor Syaraf otonom

Hipotalamus
Hormon adrenalin(epinefrin)

Mengaktifkan neurotransmiter

Respon kognitif Reseptor pelaku


Respon fisiologis
1. Konsentrasi buruk 1. Gelisah
Sistem kardiovaskular 2. Pelupa 2. Ketegangan fisik
3. Hambatan berpikir 3. Reaksi terkejut
1. Palpitasi
4. Lapang persepsi menurun 4. Bicara cepat
2. Jantung “berdebar”
5. Kreativitas menurun 5. Kurang koordinasi
3. Tekanan darah meningkat
6. Bingung 6. Menarik diri
4. Rasa ingin pingsan
7. Mimpi buruk 7. Hiperventilasi
Pernapasan 8. Sangat waspada
1. Napas cepat Reseptor afektif
2. Sesak napas Neuromuskular
3. Tekanan pada dada
1. Gerakan yang janggal 1. Tidak sabar
4. Napas dangkal 2. Mudah terganggu
Gastrointestinal
5. Pembengkakan pada 1. Kehilangan nafsu makan
3. Gelisah
tenggorokan 2. Menolak makan 4. Gugup
6. Sensasi tercekik 3. Rasa tidak nyaman pada 5. Ketakutan
abdomen 6. Kekhawatiran
terengah-engah 4. Mual
7. Rasa bersalah
5. Nyeri ulu hati
Neuromuskular 6. Diare
7. Respon parasimpatik
Ansietas atau gangguan cemas adalah suatu perasaan ketakutan yang dikarakterisir oleh simptom fisikal seperti
palpitasi, berkeringat dan stress. Ansietas juga merupakan salah satu jenis gangguan jiwa non psikosis.

Faktor Predisposisi

Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan
(Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :

1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami
individu baik krisis perkembangan atau situasional.

2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan
superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.

3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga
akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa tidak berdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap
ego.

5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang
dapat mempengaruhi konsep diri individu.

6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam
berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam
keluarga.

7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons
terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.

8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin,
karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang
mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

Faktor presipitasi

Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan
(Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :

1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh,
perubahan biologis normal (misalnya : hamil).

b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan,
kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja,
penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.

b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan,
tekanan kelompok, sosial budaya.

Patofisiologi

1. Model Noradrenergik

 sistem saraf autonom penderita ansietas bersifat hipersensitif dan mempunyai reaksi yang
berlebihan terhadap berbagai jenis stimulus/rangsangan.

 LC (locus ceruleus) sebagai pusat alarm,

 Akan mengaktivasi pelepasan NE dan

 Menstimulasi sistem saraf simpatik dan parasimpatik.

2. Model Reseptor GABA

 GABA = major inhibitory neurotransmitter di CNS

 Benzodiazepin = meningkatkan efek inhibisi dari GABA

 Secara fungsional dan structural, reseptor benzodiazepin berhubungan dengan reseptor GABA
tipe A (GABAA) dan chanel ion yang dikenal sebagai GABA-BZ reseptor complex.

 Pada pasien dengan GAD, ikatan BZ pada lobus temporal bagian kiri itu menurun

3. Model Serotonin

 Ansietas berhubungan dengan transmisi 5HT yang berlebihan atau overaktivitas dari simulasi
jalur 5HT

 Mekanisme kerja 5HT terhadap anxietas belum jelas.


Patofisiologi Epilepsi

Faktor predisposisi

Trauma lahir, aspixya neonatrum, cedera kepala, penyakit infeksi,
keracunan, masalah-masalah sirkulasi gangguan metabolisme

Gangguan pada neuron/sel-sel syaraf

Pelepasan energy elektrokimia

Lepasnya muatan listrik yang berlebih di neuron syaraf pusat

Pelapasan implus abnormal secara mendadak dan berlebihan di otak

Ketidaksinkronan implus

Penurunan kesadaran

Gerakan fisik yang tidak teratur

Kejang epileptik

Epilepsi

(Sumber : Brunner & Suddarth, 2001 : 2204)

Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya perbedaan muatan
ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini
menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron
bersinapsis dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis
yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yangberlangsung
singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup
besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang
akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain, sehingga terjadilah epilepsi. Epilepsi
ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas listrik yang berlebihan pada
sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang penderita dikatakan menderita epilepsi bila
setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa provokasi. Bangkitan epilepsi disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara faktor eksitasi dan inhibisi serebral, bangkitan akan muncul pada
eksitabilitas yang tidak terkontrol. Pada sebagian besar kasus tidak dijumpai kelainan anatomi
otak, namun pada beberapa kasus epilepsi disertai oleh kerusakan struktural otak yang
mengakibatkan disfungsi fisik dan retardasi mental.
DAFTAR PUSTAKA

Nevid, Jefrey S et all.2003.Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid 1.Jakarta:Erlangga Sadock, Benjamin
J.2010.Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai