Anda di halaman 1dari 18

JURNAL AWAL

PRAKTIKUM FTS STERIL

FORMULASI DAN PENGEMASAN SEDIAAN TETES MATA KLORAMFENIKOL

DOSEN PENGAMPU:

Putu Sanna Yustiantara, S.Farm., M.Si., Apt.

OLEH

KELOMPOK 4

GOLONGAN II

Putu Elsabella Putri Utami (1908551073)

Luhde Manik Sugiantina (1908551074)

Ni Luh Putu Taksayani Putri (1908551075)

Putu Ayuning Dinda Nirmalayanthi (1908551076)

G.A. Desya Pradnyaswari (1908551077)

Ni Putu Dinda Mirayanti (1908551078)

I Gusti Agus Tusan Wira Darma (1908551079)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2022
I. PRAFORMULASI

A. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat

1. Farmakokinetika

Kloramfenikol diabsorpsi melalui cairan mata untuk penggunaannya secara topikal pada mata. Selanjutnya kloramfenikol terabsorpsi

melalui aqueous humour dan berdifusi baik pada cairan mata. Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada mata katarak

memberikan hasil yang baik namun hasil ini sangat dipengaruhi oleh dosis dan cara aplikasi sediaan tersebut. Jumlah obat yang terpenetrasi

bervariasi bergantung pada bentuk sediaan dan frekuensi aplikasi (McEvoy, 2002). Kloramfenikol lebih banyak digunakan secara oral.

Penyerapan obat melalui saluran pencernaan cukup cepat dan baik yaitu 75-90%, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2-3 jam, dan di dalam

darah kloramfenikol berikatan dengan protein plasma (albumin) sebesar 50%.

Kloramfenikol berdifusi dan terdistribusi baik di berbagai jaringan tubuh termasuk cairan serebrospinal otak dan mata. Kloramfenikol

dimetabolisme di hati sebesar 90% yang mana kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asam glukoronat yang dikatalisis oleh enzim

glukuronil transferase. Waktu paruh kloramfenikol pada orang dewasa adalah lebih kurang tiga jam sedangkan pada bayi di bawah satu bulan

adalah 12-24 jam. Bentuk tak terkonjugasinya diekskresikan melalui urin. Dalam 24 jam, ekskresi kloramfenikol sebagian besar melalui

ginjal yakni 80-90%, 5-10% sisanya dalam bentuk aktif, dan sebagian kecil terdapat dalam bentuk konjugasi glukuronat atau hidrolisat lain

yang tidak aktif diekskresikan melalui empedu. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrasi glomerulus sedangkan

metabolitnya melalui sekresi tubulus (Indijah dan Fajri, 2016; Siswandono dan Soekardjo, 2008).

2. Mekanisme Kerja

Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis protein pada tingkat ribosom. Obat

ini mengikatkan dirinya pada situs-situs terdekat pada subunit 50S dari ribosom RNA 70S. Kloramfenikol menyekatkan ikatan persenyawaan

aminoacyl dari molekul tRNA yang bermuatan ke situs aseptor kompleks mRNA ribosom. Ikatan tRNA pada kodon-nya tidak terpengaruh.

Kegagalan aminoacyl untuk menyatu dengan baik dengan situs aseptor sehingga menghambat reaksi transpeptidase yang dikatalisasi oleh

peptidyl transferase. Peptida yang ada pada situs donor pada kompleks ribosom tidak dapat ditransfer ke asam amino aseptornya, sehingga

sintesis protein pada bakteri terhenti (Katzung, 2006).

3. Indikasi

Kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik yang bersifat bakteriostatik spektrum luas. Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk

pengobatan demam tifoid akut yang disebabkan oleh Salmonella sp., infeksi berat lain yang disebabkan oleh bakteri Gram positif dan Gram

negatif yang mana bersifat bakteriostatik terhadap Enterobacter sp. dan Staphylococcus aureus; bersifat bakterisidal terhadap Haemophilus

influenzae, Neisseria meningitidis, dan Streptococcus pneumoniae; abses serebral, mastoiditis, ganggren, septikemia, dan pengobatan empiris

meningitis (BPOM RI, 2014). Kloramfenikol juga efektif terhadap riketsia dan konjungtivitis akut yang disebabkan oleh mikroorganisme

termasuk Pseudomonas sp. kecuali Pseudomonas aeruginosa. Sifat spektrum luas kloramfenikol membuat antibiotik ini dapat digunakan

secara topikal untuk mengobati infeksi mata akibat bakteri.

4. Kontraindikasi

Kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk pengobatan infeksi yang bukan indikasinya seperti influenza, infeksi kerongkongan, atau

pencegahan infeksi. Kontraindikasi kloramfenikol lainnya adalah pada wanita hamil, ibu menyusui dan pasien porfiria (BPOM RI, 2014).

1
5. Efek Samping

Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada mata. Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi termasuk

konjunctivitas, terbakar, angioheurotic edema, urticaria vesicular/maculopapular dermatitis (jarang terjadi) (Mc Evoy, 2002).

B. Tinjauan Sifat Fisiko-kimia Bahan Obat

1. Kloramfenikol Natrium Suksinat

a. Rumus molekul : C15H15Cl2N2NaO8

b. BM : 445,18 g/mol

c. Pemerian : Serbuk, kuning terang

d. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol

e. Titik lebur : Antara 149°C dan 153°C

f. Stabilitas dan kondisi penyimpanan :


o
Sediaan kloramfenikol stabil selama 2 tahun jika disimpan pada suhu 20 -

o
25 C. pH stabil kloramfenikol natrium suksinat adalah berkisar antara 6,4 dan

7.

g. Inkompatibilitas : Kloramfenikol sodium suksinat dilaporkan inkompatibilitas dengan adanya

kandungan seperti Aminophyline, Ampicillin, Ascorbic acid, Calcium chloride,

Carbenicillin sodium, Chlorpromazine HCl, Erythromycin salts, Gentamicin

sulfat, Hydrocortisone sodium, succinate, Hydroxyzine HCl, Methicilin

sodium, Methylprednisolone sodium succinate, Nitrofurantoin sodium,

Novobiocin sodium, Oxytetracycline, Phenytoin sodium, Polymixin B sulphate,

Prochlorperazine salts, Promazine HCl, Prometazine HCl, Vancomycin HCl,

Vitamin B complex

(Kemenkes RI, 2014; Lund, 1994; Reynolds, 1982)

2. Kalium Hidrogen Fosfat

a. Rumus molekul : KH2PO4

b. BM : 136,09 g/mol

c. Pemerian : Berbentuk serbuk hablur; putih

d. Kelarutan : Mudah larut dalam air

e. Titik lebur : 252,6°C

f. Stabilitas dan kondisi penyimpanan :


0
Keasaman / alkalinitas: pH 4,5 untuk larutan air 1% w / v pada 258 C.

(Depkes RI, 1979; Kemenkes RI, 2014; Rowe et al., 2009)

3. Natrium Hidroksida

a. Rumus molekul : NaOH

b. BM : 40 g/mol

2
c. Pemerian : Putih atau praktis putih, keras, rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur. Jika

terpapar di udara akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab. Massa

melebur, berbentuk pellet kecil, serpihan atau batang atau bentuk lain

d. Kelarutan : Pada suhu 20°C dapat larut pada 0,9 bagian air dan 0,3 bagian air pada suhu

0
100 C, mudah larut dalam air; pada suhu 20°C dapat larut pada etanol dalam

7,2 bagian; mudah larut dalam etanol;

e. Titik lebur : 318 °C

f. Stabilitas dan kondisi penyimpanan : Disimpan pada tempat yang terhindar dari metal dan pada suhu rendah serta

pada tempat yang kering; Apabila kontak langsung pada udara maka secara

cepat akan mengabsorpsi kelembaban

g. Inkompatibilitas : Natrium hidroksida adalah basa kuat dan tidak sesuai dengan senyawa apa pun

yang siap mengalami hidrolisis atau oksidasi. Ini akan bereaksi dengan asam,

ester, dan eter, terutama dalam larutan air

(Kemenkes RI, 2014; Rowe et al., 2009)

4. Metil Paraben

a. Rumus molekul : C8H8O3

b. BM : 152,15 g/mol

c. Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih: tidak berbau atau berbau

khas lemah; sedikit rasa terbakar

d. Kelarutan : larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih; sukar larut dalam air;

larut dalam 3,5 bagian etanol 95%; mudah larut dalam etanol; mudah larut

dalam 3 bagian aseton P sukar larut dalam benzen dan dalam karbon

tetraklorida; mudah larut dalam eter

e. Titik lebur : 125°C sampai 128°C

f. Stabilitas dan kondisi penyimpanan : Larutan metilparaben dalam air pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf

pada 1208C selama 20 menit, tanpa penguraian.

g. Inkompatibilitas : Kelarutan metilparaben pengawet antimikroba berkurang dalam larutan natrium

klorida

(Depkes RI, 1979; Kemenkes RI, 2014; Rowe et al., 2009)

5. Natrium Klorida

a. Rumus molekul : NaCl

b. BM : 58,44 g/mol

c. Pemerian : Hablur bentuk kubus; tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin

3
d. Kelarutan : Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam etanol air mendidih; sukar larut

dalam etanol; larut dalam gliserin

e. Titik lebur : 101°C

f. Stabilitas dan kondisi penyimpanan : Bahan padat stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup, ditempat yang sejuk dan

kering

(Kemenkes RI, 2014; Rowe et al., 2009)

6. Aquadest

a. Rumus molekul : H2O

b. BM : 18,02

c. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.

d. Kelarutan : Larut dengan sebagian besar pelarut polar

e. Titik didih :
o
100 C

f. Titik lebur :
o
0 C

g. Wadah dan kondisi penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau plastic, tidak lebih besar dari 1 liter.

Wadah kaca sebaiknya dari kaca tipe I atau tipe II

h. Inkompatibilitas : Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-obat dan eksipien lain

yang rentan terhadap hidrolisis (penguraian dengan adanya air atau uap air)

pada suhu sekitar dan tinggi. Air dapat bereaksi dengan keras terhadap logam

alkali dan dengan cepat dengan logam oksida dan magnesium oksida. Air juga

bereaksi dengan garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai

komposisi, dan dengan bahan organik dan kalsium karbida tertentu

(Kemenkes RI, 2014; Rowe et al., 2009)

C. Bentuk Sediaan, Dosis, dan Cara Pemberian

1. Bentuk Sediaan

Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan jernih atau suspensi, bebas partikel asing, digunakan untuk mata dengan cara

meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata (Syamsuni, 2006). Obat tetes mata kloramfenikol 0,5%.

Sediaan tetes mata merupakan larutan steril, yang dalam pembuatannya memerlukan pertimbangan yang tepat terhadap pemilihan formulasi

sediaan, seperti penggunaan bahan aktif, pengawet, isotonisitas, dapar, viskositas, dan pengemasan yang cocok (Ansel, 1989).

2. Dosis

Untuk sediaan tetes mata, Dewasa: 1 tetes setiap 2 jam, dosis awal 0,5%. Dosis dapat ditingkatkan setelah kondisi membaik.

Disarankan perawatan tetap dilanjutkan selama 48 jam bahkan setelah kondisi membaik 3-4 kali sehari (MIMS, 2020). Kloramfenikol

digunakan sebanyak 0,5% dalam sediaan yang digunakan untuk infeksi permukaan mata akibat mikroorganisme (Ansel, 1989).

3. Cara Pemberian

4
Obat tetes mata kloramfenikol digunakan untuk mata yang mengalami infeksi dengan cara menetskan obat pada selaput lendir mata

di sekitar kelopak mata dan bola mata sesuai dosis dan aturan pakai yang dianjurkan (Syamsuni, 2006).

5
II. FORMULASI

A. Formula

1. Formula Acuan

Formula I

R/ Polyethylene Glycol 0,1327 mL

Polyoxil 40 Stearate 70 mg

Chloramphenicol 6,2 mg

Disodium Edetate 0,127 mg

Phenylmercuric Nitrate 0,04 mg

Hydrochloric Acid qs

Sodium Hydroxide qs

Water Purified qs

(Niazi, 2004)

Formula II

R/ Chloramphenicol 0.5 g

Acidum boricum 15 g

Sodium tetraborate 0,3 g

Phenyl mercury nitrate 0,02 g

Aquadestilata ad 100 g

(Kurniawansyah dkk., 2017)

Formula III

R/ Chloramphenicol 30 mg/mL

Collidon 150 mg/mL

Preservatives qs

Water Purified qs

(Niazi, 2004)

Formula IV

R/ Chloramphenicol 0,50 %

Boric acid 1,50 %

Sodium tetraborate 0,30 %

Sterile aqua pro injection Ad 100 %

(Abdassah and Kusuma, 2019)

2. Formula yang Digunakan

R/ Kloramfenikol Natrium Suksinat 68,9 mg

6
Kalium Hidrogen Fosfat 0,2 M

Natrium Hidroksida 0,2 M

Metil Paraben 0,02 %

NaCl 0,9 %

Aquadest ad 10 mL

B. Permasalahan dan Pencegahan Masalah dalam Formulasi

No. Permasalahan Pencegahan

1. Kloramfenikol memiliki kelarutan yang sukar larut dalam Kloramfenikol dapat diganti dengan menggunakan kloramfenikol

air (Kemenkes RI, 2014). natrium suksinat. Berdasarkan Kemenkes RI (2014), kloramfenikol

natrium suksinat memiliki kelarutan yang mudah larut dalam air.

2. Sediaan tetes mata ini memiliki pelarut utama yg Untuk mencegah sediaan tetes mata ini ditumbuhi oleh mikroba dan

digunakan yaitu air, dimana air sangat rentan untuk jamur dapat dilakukan dengan menambahkan bahan pengawet metil

ditumbuhi oleh mikroba dan jamur. paraben dengan rentang konsentrasi antara 0,015%- 0,2%.

3. Sediaan tetes mata harus memiliki sifat isotonis, dimana Penambahan NaCl diperlukan terhadap sediaan obat tetes mata karena

cairan yang akan diaplikasikan tersebut harus isotonis NaCl dapat berfungsi sebagai zat pengisotonis ke dalam sediaan.

dengan cairan mata. Apabila sediaan yang dibuat sudah dalam kondisi hipertonis, maka

penambahan NaCl tersebut tidak diperlukan.

3. Sediaan tetes mata harus memiliki sifat isohidris, dimana Penambahan dapar dengan pH 7.4 yaitu KH3PO4 yang dapat berfungsi

cairan yang akan diaplikasikan tersebut harus isohidris sebagai buf ering agent untuk menyamakan pH sediaan yang dibuat

dengan cairan mata. dengan pH cairan biologis. Sehingga sediaan tetes mata tersebut

menjadi isohidris.

5. Sediaan tetes mata yang dibuat harus dalam keadaan steril. Untuk membuat sediaan tetes mata dalam keadaan steril, yaitu dalam

pengerjaanannya dilakukan dengan metode aseptis atau dapat juga

dengan mencampurkan secara aseptik larutan obat steril dengan larutan

dapar steril. Lalu disterilisasi dengan metode filtrasi steril, dan

sterilisasi akhir menggunakan autoklaf pada suhu 121°C tekanan 15 psi

selama 1 jam (Niazi, 2004).

III. PRODUKSI

A. Perhitungan Bahan

Sediaan tetes mata Kloramfenikol dibuat sebanyak 5 botol (1 botol = 10 mL), sehingga perhitungan bahan dibuat sebagai berikut:

1. Kloramfenikol Natrium Suksinat

7
Berdasarkan formula acuan digunakan menggunakan kloramfenikol tetapi digunakan kloramfenikol natrium suksinat kerena

kloramfenikol sukar larut dalam air maka dilakukan perhitungan untuk kloramfenikol natrium suksinat. Sehingga dilakukan

perhitungan untuk kloramfenikol natrium suksinat sebagai berikut:

BM Kloramfenikol = 323,13 gram/mol

BM Kloramfenikol Natrium Suksinat = 445,18 gram/mol

(Kemenkes RI, 2020)

Jumlah kloramfenikol dalam 1 sediaan = 50 mg

= 0,05 gram

BM kloramfenikol
Massa kloramfenikol natrium suksinat = × massa kloramfenikol
BM KNS
445,18
= × 0,0 5 gram
323,13
= 0,0689 gram

Penambahan bobot 10% = 0,0689 gram + 10%

= 0,0758 gram

Untuk 5 sediaan = 0,0758 gram × 5

= 0,3789 gram

2. Metil Paraben

0,02 gram
Massa Metil Paraben = x 10 mL
100 mL
= 0,002 gram

Penambahan bobot 10% = 0,002 gram + 10%

= 0,0002 gram

Untuk 5 sediaan = 5 x 0,0002 gram

= 0,001 gram

3. Dapar Fosfat pH 7,4

Pembuatan dapar fosfat pH 7,4 diperlukan kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) 0,2 M sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam labu

ukur 200 mL, lalu ditambah 39,1 mL natrium hidroksida (NaOH) 0,2 M dan dicukupkan volumenya dengan aquadest bebas karbon

dioksida, lalu pH dapat dicek dengan pH meter pada nilai 7,4 (Kemenkes RI, 2014).

Diketahui:

- Volume dapar KH2PO4 = 10 mL

- pH dapar KH2PO4 = 7,4

- M larutan KH2PO4 = 0,2 M

- BM KH2PO4 = 136,09 g/mol

8
- Volume larutan KH2PO4 pada pustaka = 50 mL dalam 200 mL

- Volume larutan NaOH pada pustaka = 39,1 mL dalam 200 mL

- M larutan NaOH = 0,2 M

- BM NaOH = 40 gram/mol

Ditanya:

- Massa KH2PO4 yang ditimbang = …?

- Massa NaOH yang ditimbang = ...?

Jawab:

a. Perhitungan massa KH2PO4

- Volume KH2PO4

50 mL
=
200 mL
Volume KH 2 PO 4 yang diperlukan (x)
10 mL
50 mL
x = x 10 mL
200 mL
= 2,5 mL

- Massa KH2PO4

Untuk membuat 200 mL larutan dibutuhkan volume larutan KH2PO4 sebesar 50 mL, sehingga untuk membuat 10 mL

larutan:

massa 1000
M = x
BM Vol (mL)
M x BM x Vol
massa =
1000
0,2 M x 136,09 g/mol x 2,5 mL
=
1000
= 0,068 gram

Jadi, massa KH2PO4 yang ditimbang untuk membuat larutan dapar fosfat dengan pH 7,4 sebanyak 10 mL adalah 0,068

gram. Untuk membuat 5 sediaan maka KH2PO4 yang ditimbang, yaitu:

Untuk 5 sediaan = 5 x 0,068 gram

= 0,34 gram

b. Perhitungan massa NaOH

- Volume NaOH

9
39,1 mL
=
200 mL
Volume NaOH yang diperlukan (x)
10 mL
39,1 mL
x = x 10 mL
200 mL
= 1,955 mL

- Massa NaOH

Untuk membuat 200 mL larutan dibutuhkan volume larutan NaOH sebesar 39,1 mL, sehingga untuk membuat 10 mL

larutan:

massa 1000
M = x
BM Vol (mL)
M x BM x Vol
massa =
1000
0,2 M x 40 g/mol x 1,955 mL
=
1000
= 0,01564 gram

Jadi, massa NaOH yang ditimbang untuk membuat larutan dapar fosfat dengan pH 7,4 sebanyak 10 mL adalah 0,01564

gram. Untuk membuat 5 sediaan maka NaOH yang ditimbang, yaitu:

Untuk 5 sediaan = 5 x 0,01564 gram

= 0,0782 gram

4. NaCl

a. Perhitungan tonisitas

- Kesetaraan NaCl yang diperlukan untuk 11 mL larutan isotonik:

Kesetaraan NaCl = 11 mL × 0,9 % b/v

= 0,099 gram

- Kesetaraan NaCl untuk Kloramfenikol Natrium Suksinat (E = 0,14):

0,5 gram
Jumlah kloramfenikol natrium suksinat = × 11 mL
10 mL
= 0,055 gram

Jumlah NaCl = 0,055 gram × (E)

= 0,055 gram × 0,14

= 0,0077 gram

- Kesetaraan NaCl untuk KH2PO4 (E = 0,48):

Jumlah KH2PO4 = 0,068 gram

Jumlah NaCl = 0,068 gram × (E)

10
= 0,068 gram × 0,48

= 0,03264 gram

Jumlah NaCl yang ditambahkan = Kesetaraan NaCl – (Kesetaraan NaCl untuk kloramfenikol +

Kesetaraan NaCl untuk KH2PO4)

= 0,099 – (0,0077 + 0,3264) gram

= 0,05866 gram

b. Massa NaCl untuk 5 sediaan

Berdasarkan pada hasil perhitungan tonisitas, massa NaCl yang diperlukan:

Untuk 1 sediaan = 0,05866 gram

Untuk 5 sediaan = 0,05866 gram × 5

= 0,2933 gram

5. Tabel Penimbangan

Tabel 2. Massa bahan yang ditimbang

Nama Bahan Kegunaan Bobot 1 sediaan Bobot 5 sediaan

Kloramfenikol Natrium Bahan Aktif 0,0758 gram 0,3789 gram

Suksinat

Natrium Hidroksida Dapar pH 7,4 0,01564 gram 0,0782 gram

Kalium Hidrogen Fosfat Dapar pH 7,4 0,068 gram 0,34 gram

NaCl Pengisotonis 0,05866 gram 0,2933 gram

Metil Paraben Pengawet 0,0002 gram 0,001 gram

Aqua destillata Pelarut Ad 10 mL Ad 50 mL

B. Alat dan Bahan

1. Alat

 Autoklaf  Gelas ukur

 Oven  Indikator universal

 Batang Pengaduk  Botol tetes mata

 Beaker glass 50 mL  Pipet tetes

 Erlenmeyer 50 mL  Sendok tanduk

 Kaca arloji  Beaker glass

 Corong  Neraca analitik

 Kertas saring  Kertas coklat

11
 Spuit  pH meter

 Pinset  Kertas perkamen

 Gunting  Aluminium foil

 Labu ukur

2. Bahan

 NaOH

 KH2PO4

 Akuades

 Metil paraben

 Kloramfenikol natrium suksinat

 NaCl

 Water for injection

C. Cara sterilisasi

No Nama Alat Ukuran Cara sterilisasi Suhu (°C) Waktu (menit)

1. Pipet tetes - Autoklaf 121 15

2. Sendok tanduk - Oven 170 30

3. Karet pipet tetes - Autoklaf 121 15

4. Batang pengaduk - Autoklaf 121 15

5. Erlenmeyer 50 mL Autoklaf 121 15

6. Bobot tetes mata 10 mL Autoklaf 121 15

7. Gelas beaker 50, 100, 250 mL Autoklaf 121 15

8. Pinset - Dicelupkan di alkohol 70% lalu dilewatkan diatas lampu bunsen

9. Gunting - Dicelupkan di alkohol 70% lalu dilewatkan diatas lampu bunsen

10. Gelas ukur 5, 25, 50 mL Autoklaf 121 15

11. Labu ukur 10, 50 mL Autoklaf 121 15

12
12. Kaca arloji - Autoklaf 121 15

13. Corong gelas - Autoklaf 121 15

14. Kertas saring - Oven 170 30

15. Kertas perkamen - Oven 170 30

16. pH meter - Oven 170 30

D. Cara Kerja

1. Pembuatan Dapar Fosfat

Ditimbang NaOH sebanyak 78,2 mg dan KH2PO4 sebanyak 340 mg

KH2PO4 sebanyak 340 mg dilarutkan dengan aquades yang telah disaring sebelumnya, ke dalam labu ukur 20 mL kemudian di ad

hingga 20 mL

NaOH sebanyak 78,2 mg dilarutkan dengan air bebas CO2 ke dalam labu ukur 20 mL kemudian di ad hingga 20 mL

Dipipet sebanyak 1,955 mL larutan NaOH 0,2 M ke dalam labu ukur 50 mL dan 2,5 mL larutan KH2PO4 0,2 M ke dalam labu ukur 50

mL

Kemudian ditambahkan air bebas CO2 hingga tanda batas, digojog hingga homogen

Dimasukkan larutan dapar ke gelas beker dan diukur pH menggunakan pH meter (dipastikan pH larutan dapar fosfat 7,4). Sehingga

didapatkan buffer fosfat dengan pH 7,4

Selanjutnya larutan dapar fosfat disimpan dengan ditutupi aluminium foil

2. Pembuatan Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol

Disterilkan alat dan wadah yang akan digunakan terlebih dahulu

Ditimbang semua bahan untuk membuat 5 jumlah sediaan

Dimasukkan metil paraben yang sudah ditimbang kedalam larutan dapat fosfat pH 7,4 secara aseptic

Ditambahkan kloramfenikol sodium suksinat 378,9 mg sedikit demi sedikit, aduk hingga larut di dalam campuran

Dilarutkan NaCl dengan WFI secukupnya hingga diperoleh larutan NaCl

13
Larutan NaCl kemudian ditambahkan ke dalam campuran metilparaben dan kloramfenikol sodium suksinat

Ditambahkan aquades ke dalam campuran hingga 50 mL

Difiltrasi steril larutan dengan menggunakan corong gelas yang sudah dilapisi kertas saring yang sudah dibasahi dengan akuades ke

dalam gelas beaker

Filtrat diambil sebanyak 10 mL lalu dimasukkan ke dalam spuit injeksi 10 mL dan dimasukkan ke dalam wadah botol drop tetes mata

secara aseptic

Ditutup wadah dan dibungkus dengan kertas coklat tembus uap air 2 rangkap dan plastik kiloan

Disterilisasi akhir menggunakan autoklaf dengan pengaturan suhu 121℃ dan tekanan 15 psi selama 1 jam

Sediaan tetes mata diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kemasan sekunder beserta brosurnya

14
IV. PENGEMASAN

A. Kemasan Primer

B. Kemasan Sekunder

C. Etiket

15
D. Brosur

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdassah, M and Kusuma, S. A. F. 2019. Comparison of Thimerosal Effectiveness in The Formulation of Eye Drops Containing Neomycin Sulfate and

Chloramphenicol. Int J App Pharm. 11(1): 130-135.

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI Press.

BPOM RI. 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Indijah, S.W. dan P. Fajri. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi: Farmakologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Katzung, B. G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology. 10th Edition. San Fransisco: McGraw Hill.

Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indoenesia

Kurniawansyah, I. S., Kusuma, S. F., dan Widodo, N. K. 2017. Antibacterial Effectiveness of Chloramphenicol Ophthalmic Hydrogel Against Pseudomonas

Aeruginosa ATCC 9027 and Streptococcus Pyogenes ATCC 19615. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. 8(1):

121-128.

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, Twelfth Edition. London :PhP

McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America: American Society of Health System Pharmcists.

MIMS. 2020. MIMS Online. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/cefat?lang=id. Diakses Tanggal 23 Maret 2022.

Niazi, S.K. 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Sterile Products. Volume 6. Florida: CRC Press.

Reynolds, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopea Twenty-eight. Edition Book 1. London: Pharmaceutical Press.

Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.

Syamsuni, H.A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC

Tjay, T. H., K. Rahardja. 2015. Obat-Obat Penting. Edisi VII. Jakarta:Gramedia.

17

Anda mungkin juga menyukai