DOSEN PENGAMPU:
OLEH
KELOMPOK 4
GOLONGAN II
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
I. PRAFORMULASI
1. Farmakokinetika
Kloramfenikol diabsorpsi melalui cairan mata untuk penggunaannya secara topikal pada mata. Selanjutnya kloramfenikol terabsorpsi
melalui aqueous humour dan berdifusi baik pada cairan mata. Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada mata katarak
memberikan hasil yang baik namun hasil ini sangat dipengaruhi oleh dosis dan cara aplikasi sediaan tersebut. Jumlah obat yang terpenetrasi
bervariasi bergantung pada bentuk sediaan dan frekuensi aplikasi (McEvoy, 2002). Kloramfenikol lebih banyak digunakan secara oral.
Penyerapan obat melalui saluran pencernaan cukup cepat dan baik yaitu 75-90%, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2-3 jam, dan di dalam
Kloramfenikol berdifusi dan terdistribusi baik di berbagai jaringan tubuh termasuk cairan serebrospinal otak dan mata. Kloramfenikol
dimetabolisme di hati sebesar 90% yang mana kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asam glukoronat yang dikatalisis oleh enzim
glukuronil transferase. Waktu paruh kloramfenikol pada orang dewasa adalah lebih kurang tiga jam sedangkan pada bayi di bawah satu bulan
adalah 12-24 jam. Bentuk tak terkonjugasinya diekskresikan melalui urin. Dalam 24 jam, ekskresi kloramfenikol sebagian besar melalui
ginjal yakni 80-90%, 5-10% sisanya dalam bentuk aktif, dan sebagian kecil terdapat dalam bentuk konjugasi glukuronat atau hidrolisat lain
yang tidak aktif diekskresikan melalui empedu. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrasi glomerulus sedangkan
metabolitnya melalui sekresi tubulus (Indijah dan Fajri, 2016; Siswandono dan Soekardjo, 2008).
2. Mekanisme Kerja
Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis protein pada tingkat ribosom. Obat
ini mengikatkan dirinya pada situs-situs terdekat pada subunit 50S dari ribosom RNA 70S. Kloramfenikol menyekatkan ikatan persenyawaan
aminoacyl dari molekul tRNA yang bermuatan ke situs aseptor kompleks mRNA ribosom. Ikatan tRNA pada kodon-nya tidak terpengaruh.
Kegagalan aminoacyl untuk menyatu dengan baik dengan situs aseptor sehingga menghambat reaksi transpeptidase yang dikatalisasi oleh
peptidyl transferase. Peptida yang ada pada situs donor pada kompleks ribosom tidak dapat ditransfer ke asam amino aseptornya, sehingga
3. Indikasi
Kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik yang bersifat bakteriostatik spektrum luas. Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk
pengobatan demam tifoid akut yang disebabkan oleh Salmonella sp., infeksi berat lain yang disebabkan oleh bakteri Gram positif dan Gram
negatif yang mana bersifat bakteriostatik terhadap Enterobacter sp. dan Staphylococcus aureus; bersifat bakterisidal terhadap Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis, dan Streptococcus pneumoniae; abses serebral, mastoiditis, ganggren, septikemia, dan pengobatan empiris
meningitis (BPOM RI, 2014). Kloramfenikol juga efektif terhadap riketsia dan konjungtivitis akut yang disebabkan oleh mikroorganisme
termasuk Pseudomonas sp. kecuali Pseudomonas aeruginosa. Sifat spektrum luas kloramfenikol membuat antibiotik ini dapat digunakan
4. Kontraindikasi
Kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk pengobatan infeksi yang bukan indikasinya seperti influenza, infeksi kerongkongan, atau
pencegahan infeksi. Kontraindikasi kloramfenikol lainnya adalah pada wanita hamil, ibu menyusui dan pasien porfiria (BPOM RI, 2014).
1
5. Efek Samping
Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada mata. Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi termasuk
konjunctivitas, terbakar, angioheurotic edema, urticaria vesicular/maculopapular dermatitis (jarang terjadi) (Mc Evoy, 2002).
b. BM : 445,18 g/mol
d. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol
o
25 C. pH stabil kloramfenikol natrium suksinat adalah berkisar antara 6,4 dan
7.
Vitamin B complex
b. BM : 136,09 g/mol
3. Natrium Hidroksida
b. BM : 40 g/mol
2
c. Pemerian : Putih atau praktis putih, keras, rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur. Jika
terpapar di udara akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab. Massa
melebur, berbentuk pellet kecil, serpihan atau batang atau bentuk lain
d. Kelarutan : Pada suhu 20°C dapat larut pada 0,9 bagian air dan 0,3 bagian air pada suhu
0
100 C, mudah larut dalam air; pada suhu 20°C dapat larut pada etanol dalam
f. Stabilitas dan kondisi penyimpanan : Disimpan pada tempat yang terhindar dari metal dan pada suhu rendah serta
pada tempat yang kering; Apabila kontak langsung pada udara maka secara
g. Inkompatibilitas : Natrium hidroksida adalah basa kuat dan tidak sesuai dengan senyawa apa pun
yang siap mengalami hidrolisis atau oksidasi. Ini akan bereaksi dengan asam,
4. Metil Paraben
b. BM : 152,15 g/mol
c. Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih: tidak berbau atau berbau
d. Kelarutan : larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih; sukar larut dalam air;
larut dalam 3,5 bagian etanol 95%; mudah larut dalam etanol; mudah larut
dalam 3 bagian aseton P sukar larut dalam benzen dan dalam karbon
f. Stabilitas dan kondisi penyimpanan : Larutan metilparaben dalam air pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf
klorida
5. Natrium Klorida
b. BM : 58,44 g/mol
c. Pemerian : Hablur bentuk kubus; tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin
3
d. Kelarutan : Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam etanol air mendidih; sukar larut
f. Stabilitas dan kondisi penyimpanan : Bahan padat stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup, ditempat yang sejuk dan
kering
6. Aquadest
b. BM : 18,02
e. Titik didih :
o
100 C
f. Titik lebur :
o
0 C
g. Wadah dan kondisi penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau plastic, tidak lebih besar dari 1 liter.
h. Inkompatibilitas : Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-obat dan eksipien lain
yang rentan terhadap hidrolisis (penguraian dengan adanya air atau uap air)
pada suhu sekitar dan tinggi. Air dapat bereaksi dengan keras terhadap logam
alkali dan dengan cepat dengan logam oksida dan magnesium oksida. Air juga
1. Bentuk Sediaan
Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan jernih atau suspensi, bebas partikel asing, digunakan untuk mata dengan cara
meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata (Syamsuni, 2006). Obat tetes mata kloramfenikol 0,5%.
Sediaan tetes mata merupakan larutan steril, yang dalam pembuatannya memerlukan pertimbangan yang tepat terhadap pemilihan formulasi
sediaan, seperti penggunaan bahan aktif, pengawet, isotonisitas, dapar, viskositas, dan pengemasan yang cocok (Ansel, 1989).
2. Dosis
Untuk sediaan tetes mata, Dewasa: 1 tetes setiap 2 jam, dosis awal 0,5%. Dosis dapat ditingkatkan setelah kondisi membaik.
Disarankan perawatan tetap dilanjutkan selama 48 jam bahkan setelah kondisi membaik 3-4 kali sehari (MIMS, 2020). Kloramfenikol
digunakan sebanyak 0,5% dalam sediaan yang digunakan untuk infeksi permukaan mata akibat mikroorganisme (Ansel, 1989).
3. Cara Pemberian
4
Obat tetes mata kloramfenikol digunakan untuk mata yang mengalami infeksi dengan cara menetskan obat pada selaput lendir mata
di sekitar kelopak mata dan bola mata sesuai dosis dan aturan pakai yang dianjurkan (Syamsuni, 2006).
5
II. FORMULASI
A. Formula
1. Formula Acuan
Formula I
Polyoxil 40 Stearate 70 mg
Chloramphenicol 6,2 mg
Hydrochloric Acid qs
Sodium Hydroxide qs
Water Purified qs
(Niazi, 2004)
Formula II
R/ Chloramphenicol 0.5 g
Acidum boricum 15 g
Aquadestilata ad 100 g
Formula III
R/ Chloramphenicol 30 mg/mL
Preservatives qs
Water Purified qs
(Niazi, 2004)
Formula IV
R/ Chloramphenicol 0,50 %
6
Kalium Hidrogen Fosfat 0,2 M
NaCl 0,9 %
Aquadest ad 10 mL
1. Kloramfenikol memiliki kelarutan yang sukar larut dalam Kloramfenikol dapat diganti dengan menggunakan kloramfenikol
air (Kemenkes RI, 2014). natrium suksinat. Berdasarkan Kemenkes RI (2014), kloramfenikol
2. Sediaan tetes mata ini memiliki pelarut utama yg Untuk mencegah sediaan tetes mata ini ditumbuhi oleh mikroba dan
digunakan yaitu air, dimana air sangat rentan untuk jamur dapat dilakukan dengan menambahkan bahan pengawet metil
ditumbuhi oleh mikroba dan jamur. paraben dengan rentang konsentrasi antara 0,015%- 0,2%.
3. Sediaan tetes mata harus memiliki sifat isotonis, dimana Penambahan NaCl diperlukan terhadap sediaan obat tetes mata karena
cairan yang akan diaplikasikan tersebut harus isotonis NaCl dapat berfungsi sebagai zat pengisotonis ke dalam sediaan.
dengan cairan mata. Apabila sediaan yang dibuat sudah dalam kondisi hipertonis, maka
3. Sediaan tetes mata harus memiliki sifat isohidris, dimana Penambahan dapar dengan pH 7.4 yaitu KH3PO4 yang dapat berfungsi
cairan yang akan diaplikasikan tersebut harus isohidris sebagai buf ering agent untuk menyamakan pH sediaan yang dibuat
dengan cairan mata. dengan pH cairan biologis. Sehingga sediaan tetes mata tersebut
menjadi isohidris.
5. Sediaan tetes mata yang dibuat harus dalam keadaan steril. Untuk membuat sediaan tetes mata dalam keadaan steril, yaitu dalam
III. PRODUKSI
A. Perhitungan Bahan
Sediaan tetes mata Kloramfenikol dibuat sebanyak 5 botol (1 botol = 10 mL), sehingga perhitungan bahan dibuat sebagai berikut:
7
Berdasarkan formula acuan digunakan menggunakan kloramfenikol tetapi digunakan kloramfenikol natrium suksinat kerena
kloramfenikol sukar larut dalam air maka dilakukan perhitungan untuk kloramfenikol natrium suksinat. Sehingga dilakukan
= 0,05 gram
BM kloramfenikol
Massa kloramfenikol natrium suksinat = × massa kloramfenikol
BM KNS
445,18
= × 0,0 5 gram
323,13
= 0,0689 gram
= 0,0758 gram
= 0,3789 gram
2. Metil Paraben
0,02 gram
Massa Metil Paraben = x 10 mL
100 mL
= 0,002 gram
= 0,0002 gram
= 0,001 gram
Pembuatan dapar fosfat pH 7,4 diperlukan kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) 0,2 M sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam labu
ukur 200 mL, lalu ditambah 39,1 mL natrium hidroksida (NaOH) 0,2 M dan dicukupkan volumenya dengan aquadest bebas karbon
dioksida, lalu pH dapat dicek dengan pH meter pada nilai 7,4 (Kemenkes RI, 2014).
Diketahui:
8
- Volume larutan KH2PO4 pada pustaka = 50 mL dalam 200 mL
- BM NaOH = 40 gram/mol
Ditanya:
Jawab:
- Volume KH2PO4
50 mL
=
200 mL
Volume KH 2 PO 4 yang diperlukan (x)
10 mL
50 mL
x = x 10 mL
200 mL
= 2,5 mL
- Massa KH2PO4
Untuk membuat 200 mL larutan dibutuhkan volume larutan KH2PO4 sebesar 50 mL, sehingga untuk membuat 10 mL
larutan:
massa 1000
M = x
BM Vol (mL)
M x BM x Vol
massa =
1000
0,2 M x 136,09 g/mol x 2,5 mL
=
1000
= 0,068 gram
Jadi, massa KH2PO4 yang ditimbang untuk membuat larutan dapar fosfat dengan pH 7,4 sebanyak 10 mL adalah 0,068
= 0,34 gram
- Volume NaOH
9
39,1 mL
=
200 mL
Volume NaOH yang diperlukan (x)
10 mL
39,1 mL
x = x 10 mL
200 mL
= 1,955 mL
- Massa NaOH
Untuk membuat 200 mL larutan dibutuhkan volume larutan NaOH sebesar 39,1 mL, sehingga untuk membuat 10 mL
larutan:
massa 1000
M = x
BM Vol (mL)
M x BM x Vol
massa =
1000
0,2 M x 40 g/mol x 1,955 mL
=
1000
= 0,01564 gram
Jadi, massa NaOH yang ditimbang untuk membuat larutan dapar fosfat dengan pH 7,4 sebanyak 10 mL adalah 0,01564
= 0,0782 gram
4. NaCl
a. Perhitungan tonisitas
= 0,099 gram
0,5 gram
Jumlah kloramfenikol natrium suksinat = × 11 mL
10 mL
= 0,055 gram
= 0,0077 gram
10
= 0,068 gram × 0,48
= 0,03264 gram
Jumlah NaCl yang ditambahkan = Kesetaraan NaCl – (Kesetaraan NaCl untuk kloramfenikol +
= 0,05866 gram
= 0,2933 gram
5. Tabel Penimbangan
Suksinat
1. Alat
11
Spuit pH meter
Labu ukur
2. Bahan
NaOH
KH2PO4
Akuades
Metil paraben
NaCl
C. Cara sterilisasi
12
12. Kaca arloji - Autoklaf 121 15
D. Cara Kerja
KH2PO4 sebanyak 340 mg dilarutkan dengan aquades yang telah disaring sebelumnya, ke dalam labu ukur 20 mL kemudian di ad
hingga 20 mL
NaOH sebanyak 78,2 mg dilarutkan dengan air bebas CO2 ke dalam labu ukur 20 mL kemudian di ad hingga 20 mL
Dipipet sebanyak 1,955 mL larutan NaOH 0,2 M ke dalam labu ukur 50 mL dan 2,5 mL larutan KH2PO4 0,2 M ke dalam labu ukur 50
mL
Kemudian ditambahkan air bebas CO2 hingga tanda batas, digojog hingga homogen
Dimasukkan larutan dapar ke gelas beker dan diukur pH menggunakan pH meter (dipastikan pH larutan dapar fosfat 7,4). Sehingga
Dimasukkan metil paraben yang sudah ditimbang kedalam larutan dapat fosfat pH 7,4 secara aseptic
Ditambahkan kloramfenikol sodium suksinat 378,9 mg sedikit demi sedikit, aduk hingga larut di dalam campuran
13
Larutan NaCl kemudian ditambahkan ke dalam campuran metilparaben dan kloramfenikol sodium suksinat
Difiltrasi steril larutan dengan menggunakan corong gelas yang sudah dilapisi kertas saring yang sudah dibasahi dengan akuades ke
Filtrat diambil sebanyak 10 mL lalu dimasukkan ke dalam spuit injeksi 10 mL dan dimasukkan ke dalam wadah botol drop tetes mata
secara aseptic
Ditutup wadah dan dibungkus dengan kertas coklat tembus uap air 2 rangkap dan plastik kiloan
Disterilisasi akhir menggunakan autoklaf dengan pengaturan suhu 121℃ dan tekanan 15 psi selama 1 jam
Sediaan tetes mata diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kemasan sekunder beserta brosurnya
14
IV. PENGEMASAN
A. Kemasan Primer
B. Kemasan Sekunder
C. Etiket
15
D. Brosur
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdassah, M and Kusuma, S. A. F. 2019. Comparison of Thimerosal Effectiveness in The Formulation of Eye Drops Containing Neomycin Sulfate and
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI Press.
BPOM RI. 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Indijah, S.W. dan P. Fajri. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi: Farmakologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Katzung, B. G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology. 10th Edition. San Fransisco: McGraw Hill.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indoenesia
Kurniawansyah, I. S., Kusuma, S. F., dan Widodo, N. K. 2017. Antibacterial Effectiveness of Chloramphenicol Ophthalmic Hydrogel Against Pseudomonas
Aeruginosa ATCC 9027 and Streptococcus Pyogenes ATCC 19615. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. 8(1):
121-128.
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America: American Society of Health System Pharmcists.
Niazi, S.K. 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Sterile Products. Volume 6. Florida: CRC Press.
Reynolds, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopea Twenty-eight. Edition Book 1. London: Pharmaceutical Press.
Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.
17