Anda di halaman 1dari 32

PRAKTIKUM FORMULASI SEDIAN STERIL

SEDIAN TETES MATA KLORAMFENIKOL

Disusun Oleh:
NABILA AZIZAH (12019032)
Kelas
Farmasi A (semester 4)

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRIMA INDONESIA
2021

i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
• A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
• B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2
• C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 2
• D. Manfaat Penulisan ......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 3


• A. PRAFORMULASI ......................................................................................................... 3
• B. FORMULASI ................................................................................................................ 6
• C. PELAKSANAAN ......................................................................................................... 8

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 11


• A. HASIL .......................................................................................................................... 11
• B. PEMBAHASAN .......................................................................................................... 11
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................... 14

• A. KESIMPULAN ...................................................................................................... 14
• B. SARAN ................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sediaan untuk mata terdiri dari bermacan-macam tipe produk yang


berbeda.Sediaan ini bisa berupa larutan (tetes mata/pencuci mata), suspensi atau salep.
Kadang-kadang injeksi mata digunakan dalam kasus khusus. Sediaan mata sama dengan
sediaan steril lainnya yaitu harus steril dan bebas dari bahan partikulat. Dengan
pengecualian jumlah tertentu dari injeksi mata, sediaan untukmata adalah bentuk sediaan
topikal yang digunakan untuk efek lokal dan karenaitu tidak perlu untuk bebas pirogen.
Syarat-syarat harus dipertimbangkan dalampembuatan dan kontrol terhadap produk
optalmik yaitu sterilitas pengawet,kejernihan bahan aktif, buffer viskositas, pH
stabilitas, dan isotonisitas(Rgmaisyah, 2009).
Tetes mata adalah cairan steril atau larutan berminyak atau suspensi yangditujukan
untuk dimasukkan ke dalam mata subkonjungtiva. Dapat mengandungbahan-bahan
antimikroba seperti fisostigmin sulfat atau obat midriatik sepertiatropin sulfat (Syamsuni,
2006).Obat tetes mata biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada
pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya, di mana yang paling
sering dipakai adalah larutan dalam air. Karena kapasitas mata untukmenahan atau
menyimpan cairan terbatas, pada umumnya obat mata diberikanpada volume yang kecil.
Volume sediaan cair yang lebih besar dapat digunakanuntuk menyegarkan atau mencuci
mata (Ansel, 1989).
Kloramfenikol merupakan antibiotik bersifat bakteriostatik dan mempunyai
spektrumluas. Kloramfenikol efektif terhadap riketsia dan konjungtivitis akut yang
disebabkan olehmikoroorganisme, termasuk Pseudomonas sp kecuali Pseudomonas
aeroginosa. Senyawa inijuga efektif untuk pengobatan infeksi berat yang disebabkan oleh
bakteri gram positif dangram negative

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara membuat sediaan Tetes Mata kloramfenikol yang baik dan benar?
2. Bagaimana cara membuat sediaan Tetes Mata kloramfenikol secara steril dalam skala
industri?

1
C. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui dan memahami formulasi sediaan steril
2. Untuk mengetahui dan memehami formulasi sediaan tetes mata kloramfenikol
sebagai salah satu sediaan steril
3. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi sediaan Tetes Mata serta membuat dan
mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
4. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, sterilisasi dan
penyerahan suatu sediaan steril mata

D. Manfaat Percobaan
Manfaat dalam Laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Mampu membuat sediaan Tetes Mata kloramfenikol yang baik dan benar.
2. Memahami cara pembuatan sediaan Tetes Mata kloramfenikol secara steril dalam skala
industri.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Praformulasi
I. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat
1. Farmakokinetik
Setelah administrasi kloramfenikol melalui mata, obat terabsorpsi melalui
aqueous humour. Jumlah obat yang terpenetrasi bervariasi tergantung sediaan dan
frekuensi aplikasi (McEvoy, 2002). Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang
memiliki mekanisme kerja menghambat sisntesis protein pada tingkat ribosom.
Obat ini mengikatkan dirinya pada situssitus terdekat pada subunit 50S dari ribosom
RNA 70S. Kloramphenikol menyekatkan ikatan persenyawaan aminoacyl dari
molekul tRNA yang bermuatan ke situs aseptor kompleks mRNA ribosom. Ikatan
tRNA pada kodon-nya tidak terpengaruh. Kegagalan aminoacyl untuk menyatu
dengan baik dengan situs aseptor menghambat reaksi transpeptidase yang
dikatalisasi oleh peptidyl transferase. Peptida yang ada pada situs donor pada
kompleks ribosom tidak ditransfer ke asamamino aseptornya, sehingga sintesis
protein terhenti (Katzung, 2004).
Untuk penggunaan secara topikal pada mata, kloramfenikol diabsorpsi
melalui cairan mata. Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada
penyakit mata yaitu katarak memberi hasil yang baik namun hasil ini sangat
dipengaruhi oleh dosis dan bagaimana cara mengaplikasikan sediaan tersebut. Jalur
ekskresi kloramfenikol utamanya melalui urine. Perlu diingat untuk penggunaan
secara oral, obat ini mengalami inaktivasi di hati. Proses absorsi, metabolisme dan
ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat bervariasi, khususnya pada anak dan
bayi. Resorpsinya dari usus cepat dan agak lengkap. Difusi kedalam jaringan,
rongga, dan cairan tubuh baik sekali, kecuali kedalam empedu. Kadarnya dalam
CCS tinggi sekali dibandingkan dengan antibiotika lain, juga bila terdapat
meningitis. Plasma-t1/2-nya rata-rata 3 jam. Didalam hati, zat ini dirombak 90%
menjadi glukoronida inaktif. Bayi yang baru dilahirkan belum memiliki enzim
perombakan secukupnya maka mudah mengalami keracunan dengan akibat fatal.
Ekskresinya melalui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10
% secara utuh (Tjay dan Rahardja, 2008).

2. Indikasi
Untuk terapi infeksi superficial pada mata dan otitis eksterna yang
disebabkan oleh bakteri, blepharitis, katarak, konjungtifitis bernanah, traumatik
karatitis, trakhoma dan ulcerative keratitis (McEvoy, 2002).

3. Kontraindikasi
Pada pasien yang hipersensitif terhadap kloramfenikol (McEvoy, 2002).

4. Efek Samping
Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada
mata. Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi termasuk konjunctivitis, terbakar,
angioneuro edema, urtikaria vesicular/ maculopapular dermatitis (jarang terjadi).
3
II. Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Obat
1. Chloramphenicol
Sinonim : Chloramfenikol; Chloramfenikolis; Chloramphenicolum;
Chloranfenicol;Cloranfenicol; Klóramfenikol; Kloramfenikol; Kloramfenikoli;
Laevomycetinum
Rumus Molekul : C11H12Cl2N2O5
Bobot Molekul : 323,1
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang:
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit;
larutan praktis netral terhadap lakmus: stabil dalam larutan netral atau larutan agak
asam. (FI Edisi IV)
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian
etanol (95 %) dan dalam 7 bagian propilenglikol; sukar larut dalam kloroform dan
dalam eter. (FI Edisi III)
Khasiat dan Penggunaan : Antibiotikum
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.

2. Acidum Boricum
Sinonim : Asam borat, Borofax, Boron trihydroxide, E284, Asam
orthoboric, trihydroxyborone.
Rumus Molekul : H3BO3
Bobot Molekul : 61,83
Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak
berwarna, kasar, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit kemudian manis.
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih,
dalam 16 bagian etanol (95 %) dan dalam 5 bagian gliserol. (FI Edisi II)
Inkompabilitas : Asam borat inkompatibel dengan air, basa kuat dan besi
alkali. Bereaksi kuat dengan potassium dan asam anhydrida.Juga membentuk
kompleks dengan glyserin dimana asam lebih kuat dibanding asam borat.
Khasiat : Pengawet antimikroba, Antiseptikum eksternal.
Penyimpanan : Asam borat adalah hygroskopik dan sebaiknya disimpan
dalam kedap udara, wadah tertutup. Kemasan ditandai dengan "Bukan untuk
penggunaan Internal".

4
3. Natrii Tetraboras
Sinonim : Sodium borat, Borax, E285, Borax decahydrate, Sodium
tetraboras decahydrate.
Rumus Molekul : Na2B4O7.10H2O
Bobot Molekul : 381,37
Pemerian : Serbuk hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur
putih; tidak berbau; rasa asin dan basa. Dalam udara kering merapuh.
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 0,6 bagian air endidih dan
dalam lebih kurang 1 bagian gliserol; praktis tidak larut dalam etanol (95 %). (FI
Edisi III)
Inkompabilitas : Sodium borat inkompatibel dengan asam dan dengan besi
dan garam alkaloid.
Khasiat dan Penggunaan : Agen pengalkali, pengawet antimikroba, agen buffer,
desinfectant, agen pengemulsi, agen penstabil. Antiseptikum eksternal.
Penyimpanan : Sodium borat sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik
dalam tempat yang sejuk, kering.

4. Phenylhydrargyri Nitras
Sinonim : Fenilraksa (II) Nitras /Fenilmerkuri Nitras.
Rumus Molekul : C12H11Hg2NO4
Bobot Molekul : 634,45
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan
dalam gliserin, lebih mudah larut dalam dengan adanya asam nitrat atau alkali
hidroksida.
Fungsi : Preservatif pada sediaan mata
Persen konsentrasi : 0,002%

5. Aqua Pro Injection


Fungsi : Sebagai bahan pembawa sediaan iv
Pemerian : Cairan jernih / tidak berwama, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar dan elektrolit
OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat
tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis (mudah terurai dengan adanya air atau
kelembaban).
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang sesuai

5
III. Bentuk Sediaan, Dosis, dan Cara Pemberian
1. Bentuk Sediaan
Tetes mata Kloramfenikol 0,5%
2. Dosis
Diteteskan sebanyak 2 tetes 3-4 kali sehari.
3. Cara Pemakaian
Diteteskan pada mata

B. Formulasi
I. Permasalahan
1. Kloramfenikol sukar larut dalam air
2. Cairan yang diaplikasikan pada mata harus isotonis dengan cairan mata.
3. Cairan yang diaplikasikan pada mata harus isohidris dengan cairan mata.
4. Pelarut utama dalam sediaan ini adalah air sehingga mudah ditumbuhi mikroba dan
jamur.
5. Sediaan tetes mata harus dalam keadaan steril.

II. Pengatasan Masalah


1. Kloramfenikol memilki sifat yang sukar larut dalam air. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka terlebih dahulu kloramfenikol dibuat menjadi sedikit


basa dengan cara dilarutkan dalam pelarut dengan pH 7- 9. Larutan yang digunakan
adalah dapar KH3PO4 pH 7,4.
2. Agar sediaan tetes mata yang dibuat isotonis dengan cairan mata maka ditambahkan

NaCl yang berfungsi sebagai zat pengisotonis ke dalam sediaan. Jika sediaan yang
dibuat sudah dalam kondisi hipertonis, maka NaCl tidak perlu lagi ditambahkan.
3. Agar sediaan tetes mata yang dibuat isohidris, maka digunakan dapar pH 7,4 yaitu

KH3PO4 yang berfungsi sebagai buffering agent yang berguna untuk menyamakan
pH sediaan dengan pH cairan biologis.
4. Untuk mengatasi sifat air yang mudah ditumbuhi mikroba dan jamur maka

6
digunakan bahan pengawet metil paraben dengan rentang konsentrasi antara 0,015%
- 0,2%.
5. Karena sediaan tetes mata tidak bisa disterilisasi akhir, mengingat wadah yang

digunakan terbuat dari plastik maka untuk menjaga agar sediaan tetes mata tetap
dalam keadaan steril, pengerjaan dilakukan dengan metode aseptis.

III. Formula yang Diajukan


Tiap 10 ml mengandung:
R / Chloramphenicolum 50 mg
Acidum Boricum 150 mg
Natrii Tetraboras 30 mg
Phenylhydrargyri Nitras 200 µg
Aqua destilata hingga 10 ml

Usul Penyempurnaan Sediaan


1. Zat aktif tidak larut dalam air sehingga perlu dilarutkan dalam pelarut netral atau
agak asam jadi dilarutkan dalam natrii tetraboras dan dikombinasikan dengan asam
borak karena merupakan larutan asam yang tidak terlalu kuat. Asam borak
ditambahkan untuk meningkatkan efektifitas natrii tetraboras.
2. Harus Isohidris digunakan dapar pH 7 Natrii tetraboras. Selain itu Natrii tetraboras
juga berfungsi sebagai buffering agent
3. Air mudah ditumbuhi jamur digunakan bahan pengawet Phenylhydrargyri Nitras.

IV. Formula Akhir


R / Kloramfenikol 50 mg
Acidum Boricum 150 mg
Natrii Tetraboras 30 mg
API ad 10 ml

7
V. Perhitungan
ΔTf = Liso x berat x 1000
BM x V
• Kloramfenikol 0,5 %
ΔTf = 1,86 x 500/1000 x 1000
= 323,13 x 10
= 0,02878 = 0,03
• Acidum Boricum 1,5 %
ΔTf asam borat 1% = 0,28
1,5 %
ΔTf asam borat 1,5% = × 0,28 = 0,42
1%

• Natrii Boras 0,5%


ΔTf natrii borat 1% = 0,24
0,3 %
ΔTf natrii borat 0,3% = × 0,24 = 0,07
1%

B = 0,52 – (0,03 + 0,42 + 0,07) = 0 (isotonis)

VI. Penimbangan Bahan


Volume yang dibuat = (n x v) + 6
= (2 x 10,5 ml) + 6
= 27 ml ≈ 35 ml
Volume yang dibuat untuk total sediaan tetes mata adalah 20 ml, untuk antisipasi maka
volumenya dilebihkan menjadi 35 ml.

C. Pelaksanaan
I. Alat dan Bahan
a. Alat
- Beaker glass
- Erlenmeyer
- Gelas ukur
- Kaca arloji
- Cawan penguap
- Batang pengaduk
8
- Spatel logam
- Pinset
- Corong gelas
- Kertas saring
- Timbangan
- Botol tetes mata berwarna gelap
b. Bahan
- Chloramphenicol
- Acidum Boricum
- Natrii tetraboras
- API

II. Cara Kerja


a. Cara kerja
1. Diasiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Disiapkan Aqua Pro Injeksi bebas O2.
3. Ditimbang masing-masing bahan yang akan digunakan pada neraca timbangan
dengan kaca arloji yang sebelumnya telah disterilkan secara aseptis.
4. Dikalibrasi beaker glass dan botol tetes mata yang akan digunakan (10,5 ml).
5. Dilarutkan masing-masing bahan dalan API.
6. Larutkan asam borat dan natrii borat pada masing-masing beaker. Kemudian
dicampur untuk digunakan dalam melarutkan kloramfenikol sedilit demi sedikit
dimasukkan ke larutan tersebut. Kemudian dimasukkan sisa API. Lakukan
pengecekan pH (pH yang diinginkan yaitu 7).
7. Melapisi corong dengan kertas saring dan dibasahi dengan API kemudian
pindahkan corong ke beaker glass yang sudah dikalibrasi. Kemudian disaring
larutan ke dalam Erlenmeyer.
8. Sisa 2/5 bagian API digunakan untuk membilas kemudian disaring lagi ke dalam
beaker glass yang berisi filtrate.
9. Ditambahkan API sampai batas kalibrasi.
10. Diambil sebanyak 10,5 ml untuk tiap wadah dan mengisikan larutan ke dalam
wadah, ditutup dengan penutupnya.
9
11. Lakukan sterilisasi akhir.
12. Diberi etiket dan dilakukan evaluasi.

10
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Hasil Pengamatan Evaluasi Obat Tetes Mata Kloramfenikol
No. Uji Hasil
1. Kejernihan dan Warna Jernih
2. Partikulat Tidak terdapat partikulat
3. pH pH 7,0

B. Pembahasan
Sediaan obat mata dalam USP didefinisikan sebagai bentuk sediaan steril yang harus bebas
dari partikel-partikel asing, tercampur dengan baik dan dikemas untuk diteteskan ke dalam
mata. Sediaan obat mata adalah sediaan steril berupa salep, larutan atau suspensi, digunakan
pada mata dengan jalan meneteskan, mengoleskan pada selaput lendir mata di sekitar kelopak
mata dan bola mata.
Pada formulasi pembuatan obat tetes mata ini menggunakan bahan buffer yaitu asam borat
dan natrii tetraborat. Bahan pembuffer digunakan untuk meningkatkan kenyamanan mata dan
stabilitas umur pakai yang cukup. Nilai pH produk obat mata cair harus dicapai pada pH 7,4±
0,1 yaitu nilai pH alami air mata, untuk meminimalkan ketidaknyamanan dan gangguan
terhadap sistem buffer alami cairan mata. Pemilihan sistem buffer berpengaruh pada potensi
iritasi. Iritasi mata menyebabkan refleks keluarnya mata dimana pada gilirannya mempercepat
pembuangan sediaan obat mata dan menurunkan bioavailabilitasnya. Pemilihan sistem buffer
juga tergantung pada pH bahan obat yang secara optimal stabil dan larut. Pemilihan pKa buffer
harus sedekat mungkin dengan pH target karena kapasitas buffer adalah maksimum ketika pH
sama dengan pKanya
Kloramfenikol adalah salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling stabil
dalam segala pemakaian dan memiliki stabilitas yang sangat baik pada suhu kamar dan kisaran
pH 2- 7, stabilitas maksimumnya dicapai pada pH 6. Pada saat yang sama, kloramfenikol juga
peka terhadap katalisis asam-umum/basa-umum yang diakibatkan oleh bahan-bahan yang ada
dalam dapar. Dalam kebanyakan sistem yang penting untuk farmasi, dapat digunakan untuk

11
mempertahankan pada pH tertentu, sebagai tambahan efek pH terhadap laju reaksi, sering
menjadi kemungkinan reaksi dikatalisis oleh satu atau beberapa komponen penyusun dapar.
Reaksi yang demikian disebut katalis asam umum atau basa umum tergantung pada apakah
omponen katalisis tersebut asam atau basa (Martin, 1993). Untuk sterilisasi larutan
kloramfenikol, metode yang terpilih adalah pemanasan bersama bakterisida pada suhu 100'C
selama 30 menit, diikuti dengan pendinginan cepat. Dengan metode ini berlangsungnya
hidrolisis hanya terjadi sebesar 3 4% saja, sedangkan apabila menggunakan cara autoklaf (suhu
115°C dengan waktu yang sama) dihasilkan degradasi sebesar kira-kira 10 15%. Reaksi-reaksi
fotolisis mudah dicegah dengan cara menghindari cahaya, hal ini dapat dilakukan dengan
pengemasan hasil obat di dalam wadah yang tidak tembus cahaya, di sini seluruh cahaya akan
terhalang atau digunakan filter yang akan menghilangkan seluruh cahaya yang panjang
gelombangnya dapat mengkatalisis reaksi. Botol gelas warna diketahui mampu bertindak
sebagai pelindung cahaya yang paling baik, karena diketahui bahwa kloramfenikol juga peka
terhadap cahaya (Connors, 1992).
Pada umumnya untuk tetes mata dicantumkan pembatasan daya tahannya yang secara
internasional terletak antara 4-6 minggu setelah pemakaian. Pembatasan waktu ini diperlukan,
oleh karena bahan pengawet sering mengalami kehilangan aktivitasnya pada tingkat
kontaminasi mikroorganisme yang tinggi (Voigt, 1994).
Dengan metode sterilisasi yang menggunakan proses pemanasan dari sediaan tetes mata
terjadi proses degradasi atau penurunan kadar yang lebih cepat dari kloramfenikol
dibandingkan terhadap metode sterilisasi yang tidak menggunakan pemanasan (bakteri filter).
Kloramfenikol mempunyai rumus kimia yang cukup sederhana yaitu 1-(p-nitrofenil)-2-
dikloroasetamido-1,3-propandiol.
Antibiotik ini bersifat unik diantara senyawa alam karena adanya gugus nitrobenzen dan
antibiotik ini merupakan turunan asam dikloroasetat. Bentuk yang aktif secara biologis yaitu
bentuk levonya Zat ini larut sedikit dalam air (1:400) dan relatif stabil. Kloramfenikol
diinaktivasi oleh enzim yang ada dalam bakteri tertentu. Disini terjadi reduksi gugus nitro dan
hidrolisis ikatan amida; juga terjadi asetilasi. Berbagai turunan kloramfenikol berhasil
disintesis akan tetapi tidak ada senyawa yang khasiatnya melampaui khasiat kloramfenikol.
Kloramfenikol adalah salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling stabil
dalam segala pemakaian. Kloramfenikol memiliki stabilitas yang sangat baik pada suhu kamar
dan kisaran pH 2 sampai 7, stabilitas maksimımnya dicapai pada pH 6. Pada suhu 25C dan pH
12
6, memiliki waktu paruh hampir 3 tahun. Yang menjadi penyebab utama terjadinya degradasi
kloramfenikol dalam media air adalah pemecahan hidrolitik pada lingkaran amida. Laju
reaksinya berlangsung di bawah orde pertama dan tidak tergantung pada kekuatan ionik media
(Connors., 1992).
Berlangsungnya hidrolisis kloramfenikol terkatalisis asam umum basa umum. tetapi pada
kisaran pH 2 sampai 7, laju reaksinya tidak tergantung pH. Spesies pengkatalisasi adalah asam
umum atau basa umum yang terdapat pada larutan dapar yang digunakan; khususnya pada ion
monohidrogen fosfat, asam asetat tidak terdisosiasi, serta ion asam monohidrogen dan
dihidrogen sitrat dapat mengkatalisis proses degradasi. Di bawah pH 2, hidrolisis terkatalisis
ion hidrogen spesifik memegang peranan besar pada terjadinya degradasi kkoramfenikol. Obat
ini sangat tidak stabil dalam suasana basa, dan reaksinya terlihat terkatalisis baik asam maupun
basa spesifik (Connors, 1992).
Jalur utama degradasi kloramfenikol adalah hidrolisis ikatan amida, membentuk amida yang
sesuai dan asam dikloroasetat.
Degradasi kloramfenikol lewat dehalogenasi tidak menjadi bagian yang berperan dalam
gambaran degradasi total, setidaknya di bawah pH 7(Connors, 1992).
Laju degradasi tergantung secara linier pada konsentrasi dapar, spesies dapar beraksi
sebagai asam umum dan basa umum. Laju hidrolisis kloramfenikol tidak tergantung kekuatan
ionik, dan tidak terpengaruh oleh konsentrasi ion dihidrogen fosfat, dengan demikian aktivitas
katalisisnya dianggap berasal dari aksi ion monohidrogen fosfat sebagai katalisis basa umum
(Connors, 1992).

13
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Obat tetes mata adalah obat tetes steril, umumnya isotoni dan isohidri, digunakan
dengan carameneteskan ke dalam lekuk mata atau ke permukaan selaput bening mata,
umumnya mengandung pengawet yang cocok, disterilkan dengan cara A atau C atau
dibuat secara aseptis, atau larutan encer steril atau larutan minyak steril dari senyawa
alkaloid, antibiotika atau zat aktif lain yang digunakan dengan meneteskannya pada
mata, larutan sebaiknya dibuat isotoni.
2. Peranan kloramfenikol sebagai obat tetes mata adalah antibiotik yang mempunyai
aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya
dengan menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat ribosom subunit 50S, yang
merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida.
3. Evaluasi pada obat tetes mata, yaitu pH sediaan akhir yaitu 7, dan jernih.

B. Saran
Fasilitas laboratorium sebaiknya dilengkapi lagi demi kelancaran proses
praktikum.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI Press.
Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III, Jakarta.
Departemen kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1978. Formularium Nasional, edisi II, Jakarta.
Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drud Information. USA : American Society of Health
System Pharmacist.
Niazi. 2004. Hand book of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Sterile Products Volume
4. Washington DC: CRC Press
Rgmaisyah. 2009. Tetes mata. (cited 2011, April 9).
Available at : http://rgmaisyah.wordpress.com/2009/06/06/tetes-mata/
Tjay, T. H. dan Rahardja K. 2008. Obat-Obat Penting. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

15
PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI
SEDIAAN STERIL
SALEP MATA KLORMFENIKOL

Nama : Nabila Azizah


NIM : 12019032
Kelas : Farmasi A (Reguler)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PRIMA INDONESIA
BEKASI
2021
16
Daftar isi

Daftar isi ……………………………………………………………………….. i - ii


Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………. 1
C. Tujuan Penulisan ……...………………………………………………... 1
D. Manfaat Penulisan ………………………………………………………. 2

Bab II Tinjuan Pustaka


A. Praformulasi …………………………………………………………….... 2
I. Tinjauan farmakologi bahan obat
1. Farmakokinetika ………………………………………...……. 2
2. Indikasi ……………………………………………………….. 2
3. Kontraindikasi …………………………………………….….. 2
4. Efek samping …………………………………………………. 2
II. Tinjauan sifat fisiko-kimia bahan obat …………………..………. 2
a. kloramfenikol …………………………………………….….. 2 - 3
b. cetyl alkohol ……………………………………………......... 3
c. vaselin kuning …………………………………………….…. 3
d. paraffin cair …………………………………………………... 4
e. adeps lanae …………………………………………………… 4 - 5
III. Bentuk sediaan, dosis dan cara pemberian ……………………… 5
a. Bentuk sediaan ………………………………………………. 5
b. Dosis ………………………………………………………… 5
c. Cara pemberian ……………………………………………… 5
B. Formulasi ……………………………………………...………………… 6
I. Permasalahan …………………………………………………….. 6
II. Formula standar ……………………..…………………………... 6
III. Formula yang diajukan …………………………………………. 6
IV. Data penimbangan ………………………………………………. 7
C. Pelaksanaan ……………………………………………………………. 7
I. Alat-alat yang digunakan ….……..…………………………….. 7 - 8
II. Cara kerja ………………..……………………………………… 8

Bab III Pembahasan


A. Hasil ……………………………………………………………………... 9 - 10
B. Pembahasan ………………………………………………………………. 10

17
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan ………………………………………………………………. 11
B. Saran ……………………………………………………………………... 11

Daftar Pustaka ………………………………………………………………... 12

18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan salep mata
harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan
dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas (Anonim,
1995, hal : 12). Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan
aseptik yang ketat serta memnuhi syarat uji sterilitas. Bila bahan tertentu yang
digunakan dalam formulasi salap mata tidak dapat disterilkan dengan cara biasa, maka
dapat digunakan bahan yang yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan
secara aseptik. Salap mata mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk
mecegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak
sengaja bila wadah dibuka pada waktu aplikasi penggunaan, kecuali dinyatakan lain
dalam monografi, atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik. (Goeswin
Agus, Sediaan Farmasi Steril)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahapan preformulasi sediaan salep mata kloramfenikol ?
2. Bagaimana cara merancang formula salep mata kloramfenikol ?
3. Bagaimana cara membuat sediaan salep mata kloramfenikol dalam skala
laboratorium sesuai dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan ?
4. Bagaimana cara untuk melakukan evaluasi sediaan salep mata kloramfenikol ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami preformulasi sediaan salep mata kloramfenikol
2. Mahasiswa dapat merancang formula salep mata kloramfenikol
3. Mahasiswa dapat membuat salep mata kloramfenikol dalam skala laboratorium sesuai
dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan.
4. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi sedian salep mata kloramfenikol

D. Manfaat
1. Memahami tahapan preformulasi sediaan salep mata kloramfenikol
2. Merancang formula salep mata kloramfenikol
3. Membuat sediaan salep mata kloramfenikol dalam skala laboratorium sesuai
dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan.
4. Melakukan evaluasi sediaan salep mata kloramfenikol

19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PRAFORMULASI
I. TINJAUAN FARMAKOLOGI BAHAN OBAT

1. Farmakokinetika
Farmakokinetik chloramphenicol bergantung pada jenis sediaan yang digunakan.
Chloramphenicol dapat terdistribusi luas pada tubuh, termasuk ke plasenta dan
ASI.

2. Indikasi
infeksi pada mata seperti takoma, blefaritis, keratitis, konjungtivitis

3. Kontraindikasi
Hipersensitifitas untuk penggunaan sistemik dan adanya riwayat toksisitas
terhadap kloramfenikol

4. Efek samping
iritasi lokal, rasa gatal,reaksi hipersensitifitas, anemia aplasia, nyeri kepala,
delirium.

II. TINJAUAN SIFAT FISIKO-KIMIA BAHAN OBAT

a. Kloramfenikol

1. Sinonim : Chloramphenicol

2. Rumus kimia : C11H12Cl2N2O5

3. Berat molekul : 323,13

4. Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang;putih

sampai putih kelabu atau putih kekuning-kuningan; tidak bebrbau; rasa

sangat pahit.

5. kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian

etanol (95 %) dan dalam 7 bagian propilenglikol; sukar larut dalam

kloroform dan dalam eter. (FI Edisi III)

6. Khasiat dan penggunaan : antibiotikum

7. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya

20
b. Cetyl alcohol

1. Rumus molekul : C16H34O

2. Berat molekul : 242,44

3. Pemerian : bahan dari lilin, serpih putih, granul,kotak, sedikit bau danrasa

sedikit lunak.

4. Kelarutan : Mudah larut dalam etanol (95%) dan eter, dapat meningkatkan

kelarutan dengan penignkatan suhu, praktis tidak larut dalam air.

5. Titik peleburan : 45 – 52°C

6. Peggunaan : Coating agent, emulsifying agent, stiffening agent.

7. Konsentrasi penggunaan : Emollient 2-5%, Emulsifying agent 2 – 5 %,

stiffening agent 2 – 10% dan water absorption 5%

c. Vaselin kuning

1. Pemerian : Massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah;

berfluoresensi sangat lemah walaupun setelah melebur, dalam lapisan tipis

transparan, tidak atau hampir tidak berbau dan berasa.

2. Kelarutan : Tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam

karbon disulfida, dalam kloroform dan dalam miny terpentin; larut dalam

eter, dalam heksana, dan umumnya dalam minyak lemak dan minyak

atsiri; praktis tidak larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam

etanol mutlak dingin.

3. Penggunaan : Sebagai basis hidrokarbon.

21
d. Paraffin cair

Parafin adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang diperoleh dari

minyak tanah.

1. Pemerian : hablur tembus cahaya atau agak buram, tidak berwarna atau

putih, tidak berbau, tidak berasa, agak berminyak.

2. Kelarutan : tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam

kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis

minyak lemak hangat, sukar larut dalam etanol mutlak.

3. Penggunaan : Basis salep hidrofilik

4. Konsentrasi penggunaan : Ophthalmic ointments : 3 – 60%, Topical

ointments 0,1 – 95 %.

e. Adeps lanae

Lanolin adalah zat serupa lemak yang dimurnikan diperoleh dari bulu domba

yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak

lebih dari 0,25%.Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari

0,02%. Penambahan air dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan

pengadukan.

1. Pemerian : massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.

2. Kelarutan : tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang

2 kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam

etanol panas, mudah larut dalam eter dalam kloroform.

3. Jarak lebur : antara 38° dan 44°

22
4. Inkompatibilitas : Lanolin mungkin mengandung prooxidant yg bisa

mempengaruhi zat aktif tertentu.

5. Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada

suhu Kamar terkendali.

III. BENTUK SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PENGGUNAAN

a. Bentuk sediaan

Salep mata

b. Dosis

3 – 4 kali seharidioleskan pada mata yang sakit, setidaknya pemakaian diteruskan

48 jam sesudah bagian yang sakit kembali normal

c. Cara penggunaan

1. Cucilah tangan anda.

2. Jangan menyentuh ujung tube salep.

3. Tengadahkan kepala sedikit miring ke belakang.

4. Pegang tube salep dengan satu tangan dan tariklah pelupuk mata yang

sakit ke arah bawah dengan tangan yang lain sehingga akan membentuk

“kantung”.

5. Dekatkan ujung tube salep sedekat mungkin dengan “kantung” tanpa

menyentuhnya (lihat gambar).

6. Bubuhkan salep sesuai dengan yang tertulis di etiket.

7. Pejamkan mata selama 2 menit.

8. Bersihkan salep yang berlebih dengan tissue.

9. Bersihkan ujung tube dengan tissue lain

23
B. FORMULASI
I. PERMASALAHAN DAN PENYELESAIAN

▪ pH sediaan harus dibuat ,mendekati pH fisiologis untuk mencegah iritasi

harga pH mata sama dengan pH darah yaitu 7,4.

▪ Harga pH tetes mata kloramfenikol antara 7-7,5 pada larutan dapar (FI

IV,1995 ). Sehingga pada sediaan mata kloramSehingga pada sediaan

mata ditambahkan buffer berat yang memiliki rentang pH 6,8 – 9,1 agar

dihasilkan pH sesuai cairan fisilogis mata.

II. FORMULA STANDAR

R/ Kloramfenikol 1%

Setil alkohol 2,5%

Adeps lanae 6%

Paraffin cair 40 %

Vaselin kuning add 10 gram

III. FORMULA AKHIR

R/ Kloramfenikol 1%

Setil alkohol 2,5%

Adeps lanae 6%

Paraffin cair 40 %

Vaselin kuning add 10 gram

24
IV. DATA PENIMBANGAN

1. Kloramfenikol = 1% x 10 gram = 1 gram Basis = 100% - % zat aktif 100% -

1% = 99% x 10 gram = 9,9 gram

= 9,9 gram x 50% = 4,95 gram = 9,9 gram + 4,95 gram = 14,85 gram

2. Setil alkohol = 2,5 % x 14,85 gram 0,371 gram

3. Adeps lanae = 6 % x 14,85 gram = 0,891gram

4. Paraffin cair = 40% x 14,85 gram = 5,94 gram

5. Vaselin album = 9,9 – (0,371 + 0,891 + 5,94) gram

= 10 gram – 7,202 = 2,8 gram

C. PELAKSANAAN
I. ALAL-ALAT YANG DIGUNAKAN DAN CARA STERILISASINYA

No. Nama alat jumlah Cara sterilisasi waktu

1. Erlenmeyer 2 Oven 170°C 30 menit

2. Beaker glass 2 Oven 170°C 30 menit

3. Kaca arloji 4 Oven 170°C 30 menit

4. Botol infus 1 Oven 170°C 30 menit

5. Batang pengaduk 1 Oven 170°C 30 menit

6. Pinset 1 Oven 170°C 30 menit

7. Spatula 1 Oven 170°C 30 menit

8. Gelas ukur 1 Autoklaf 115°C 30 menit

9. Corong 1 Autoklaf 115°C 30 menit

10. Kertas saring 2 Autoklaf 115°C 30 menit

25
11. Tutup karet infus 1 Autoklaf 115°C 30 menit

12. Botol infus 1 Oven 170°C 30 menit

II. CARA KERJA

1. Menyiapkan alat dan bahan pada pembuatan salep mata kloramfenikol

2. Menimbang zat aktif (kloramfenikol),

3. Melapisi atas cawan penguap dengan 2 lembar kain kasa untuk menimbang

basis salep (vaselin kuning, paraffin cair dan Adeps Lanae) di timbangan

analitycal balance, setiap mengganti menimbang harus menara dahulu

timbangan analitycal balance.

4. Mensterilkan alat – alat praktikum ke dalam oven dengan suhu oC selama

5. Menstrilkan basis dengan memasukkan basis ke dalam oven selama suhu oC

selama 30 menit sehingga basis dapat melebur

6. Menstrilkan kloramfenikol (dispensasi dianggap steril)

7. Memasukkan alat – alat praktikum, zat aktif dan basis ke dalam ruangan white

area

8. Memeras basis yang telah melebur yang telah dilapisi kain kasa.

9. Menimbang kembali basis

10. Memasukkan basis ke dalam lumpang kemudian menggerus basis

11. Masukkan zat aktif gerus sampai homogen

12. Masukkan sediaan salep pada tube

13. Memberi etiket

26
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL DAN EVALUASI


a. Evaluasi fisik
1. Homogenitas (FI III, hal 33)
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen. Pada salep mata setelah dilakukan uji
homogenitas terlihat partikelnya homogen pada kaca objek.
2. Konsistensi, dengan penetrometer
Tujuan: mudah dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan. Konsistensi/rheologi
dipengaruhi suhu. Sediaan non Newtonian dipengaruhi oleh waktu istirahat,
oleh karena itu harus dilakukan pada keadaan identic.
3. Bau dan warna: untuk melihat terjadinya perubahan fasa.
Bau : Tidak tercium bau tengik dan seminggu kemudian bau salep mata tidak
berubah.
4. pH: berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet, keadaan
kulit.
5. Isi Minimum (FI IV, hal 997) <861>
Netto 10 sediaan lebih atau sama dengan 100% netto yang tertera pada etiket.
Berkaitan tidak langsung dengan dosis atau jumlah zat aktif dalam basis.
6. Pengujian difusi bahan aktif dari sediaan salep (Tugas Akhir Sriningsih,
Kecepatan Difusi Kloramfenikol Dari Sediaan Salep)
(Jika dipersyaratkan dalam monografi/pustaka sediaan)
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan salep menggunakan suatu sel
difusi dengan cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima
pada selang waktu tertentu.
Prosedur :
• Sejumlah salep dioleskan pada pelat difusi sampai rata, ditutup dengan
membran, diusahakan tidak terjadi rongga udara, antara permukaan
salep dan membran
• Pelat dipasang pada penyangga bawah dan ditutup dengan cincin,
kemudian dihubungkan dengan penyangga atas.
• Sel difusi dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 37°C,
dihubungkan dengan pompa peristaltic, wadah penerima dan tabung
pencegah masuknya udara dengan memakai selang
• Cairan penerima disirkulasikan dengan kecepatan 10mL per menit
memakai pompa peristaktik
• Cairan penerima dipipet pada waktu-waktu tertentu dan diganti dengan
cairan yang sama bersuhu 37°C
• Kadar zat aktif ditentukan dengan metode yang sesuai. Pada uji tidak
dilakukan

27
b. Evaluasi Kimia
• Identifikasi zat aktif
• Penetapan kadar zat aktif.
Pada uji ini tidak dilakukan
c. Evaluasi Biologi
• Uji penetapan potensi antibiotik (FI IV, hal 891-899) <131>
• Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara topikal.
Pada uji ini tidak dilakukan.

B. PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi steril kali ini membuat salep mata kloramfenikol, salep
mata merupakan sediaan salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan salap
mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah
disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memnuhi syarat uji sterilitas.
Keuntungan salep mata penambah waktu hubungan anatara obat dengan obat dengan
mata, dua sampai empat kali lebih besar apabila dipakai salep dibandingkan jika
dipakai larutan garam.
Salep mata kloramfenikol digunakan sebagai mengatasi infeksi pada mata dan
dosis yang diberikan adalah 1%. Formulasi salep mata mengikuti formulasi pada
fornas dengan memodifikasi sesuai dengan jumlah salep yang akan kita buat. Pada
penimbangan basis pada chawan penguap harus dilapisi dengan kain kasa 2 lapis dan
penimbangan dilebihkan 50% karena setelah strilisasi di oven selama 30 menit
dengan suhu oCdan kemudian diperas kain kasanya takut sebagian basis menempel
pada kain kasa sehingga penimbangan basis dilebihkan 50%.
Sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi akhir yaitu strilisasi dilakukan lebih
awal. Setelah alat – alat yang digunakan praktikum disterilisasi, basis salep
distrilisasi dan zat aktif disterilisasi maka selanjutnya pengerjaan steril dilakukan
pada white area. Basis yang terdapat pada lapisan kain kasa di chawan penguap
diperas dan setelah itu ditimbang untuk mengetahui apakah jumlah basis yang hilang
tidak menggangu perhitungan jumlah basis sebelumnya. Basis dimasukkan lebih
dahulu di lumpang dan digerus homogen kemudian dimasukkan zat aktif ke dalam
lumpang dan setelah itu digerus sampai homogen. Sediaan salep yang telah jadi
dimasukkan ke dalam tube dengan cara memilit sediaan salep pada kertas dan
dimasukkan pada tube dan setelah itu diberi etiket.

28
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
a. Salep mata merupakan sediaan yang dapat digunakan untuk menghantarakan obat
ke mata dan jaringan di sekitarnya tanpa melalui pencucian oleh air mata.
b. Uji evaluasi sediaan pada praktikum ini adalah uji organoleptis
▪ Bau dan warna: untuk melihat terjadinya perubahan fasa.
▪ Bau : Tidak tercium bau tengik dan seminggu kemudian bau salep mata
tidak berubah

B. SARAN
Diharapkan untuk selanjutnya, percobaan ini dipraktekkan agar praktikum dapat
mengetahui bagaimana cara membuat sediaan salep mata kloramfenikol yang baik
dan benar.

29
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III, Jakarta.


Departemen kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV, Jakarta.
Martindale, The Extra Pharmacopeia Twenty-eight Edition. The Parmaceutical Press,
London. 1982.
LACHMAN, Leon. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press), 1989.
ANSEL, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press),1989.
ISO Indonesia. Jakarta: PT Anem Kosong Anem (AKA), 1979.
MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta: PT Infomaster.
Agoes, Goeswien, 2009. Sediaan Farmasi Steril. Bandung : Penerbit ITB.
Sulistiawati, Farida, 2009. Formulasi Sediaan Steril. Jakarta : Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30

Anda mungkin juga menyukai