Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

REVIEW JURNAL

“New drugs for the treatment of Mycobacterium tuberculosis infection”

Disusun oleh :
Thiara Eka Agustin (152210101016)
Lilis Sapta Eka Lestari (152210101017)
Irawati Firdiansari (152210101018)
Zidni Khafizah (152210101019)
Livia Primarahayu (152210101020)
Weka Pretesya (152210101021)
Alwi Robyanto (152210101022)
Fitri Nurussani (152210101023)
Zulaikha Permata Swardini (152210101024)
Khusnul Khotimah (152210101025)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, berkat rahmad,
hidayah, dan karunia-Nya, kami dapat menyusun Makalah “New drugs for the
treatment of Mycobacterium tuberculosis infection” ini, dengan baik dan lancar.
Makalah ini kami susun mengacu pada jurnal “New drugs for the treatment
of Mycobacterium tuberculosis infection” yang kami review . Kami tidak mungkin
dapat menyelesaikan makalah ini tanpa ada pihak lain yang membantu. Maka dari
itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat,
khususnya kepada:
1. Indah Purnamasari S.Farm.,Apt. sebagai dosen pembimbing mata kuliah
Kimia Medisinal yang dengan sabar memberikan  motivasi bimbingan.
2. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada
kami.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Kami mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
dijadikan perbaikan dalam pembuatan laporan selanjutnya.

Jember, 25 Mei 2017

Penyusun

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1 Latar belakang....................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................5
1.3 Tujuan............................................................................................................5
BAB II..........................................................................................................................6
PEMBAHASAN...........................................................................................................6
2.1 Penyakit Tuberkulosis........................................................................................6
2.2 Metode pengobatan Tuberkulosis saat ini..........................................................6
2.3 Obat baru antituberculosis..................................................................................8
2.3.1 Bedaquiline..................................................................................................8
2.3.2 Delamanid..................................................................................................10
2.3.3 Pretomanid.................................................................................................11
2.4 F 420 Jalur Biosintesis......................................................................................13
2.4.1 Sutezolid....................................................................................................14
2.4.2 SQ109........................................................................................................14
2.4.3 Sudoterd.....................................................................................................15
2.4.4 Q203..........................................................................................................15
2.5 Terapi Pengarahan Host Untuk TB...................................................................15
2.5.1. Pembuatan tujuan kembali obat untuk menawarkan strategi pengobatan
TB yang menjanjikan..........................................................................................16
2.5.2 Aptamers dan teknologi antisense terhadap TB.......................................19
2.5.3 Novel obat target terhadap M. TBC..........................................................20
2.5.4 Novel Pengobatan Rejimen......................................................................22
BAB III.......................................................................................................................24
PENUTUP..................................................................................................................24
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................24
3.2 Saran.................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................25

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang
sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di
seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah
kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit
(morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta
orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah
penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan
bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian,
sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun
1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000
penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau
insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis /
TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC
paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap
empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Sehingga kita
harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.
Pendekatan oleh WHO pada tahun 2015 ada 10,4 juta kasus TB (mulai
8.700.000-12.200.000), menyamai 142 kasus untuk setiap 100.000 orang. Perkiraan
1,4 juta kematian (mulai 1.200.000-1.600.000) yang disebabkan oleh TB
didokumentasikan di tengah orang HIV-negatif selama tahun 2015, dengan lebih

5
0.390.000 kematian (mulai 1.200.000-1.600.000) yang disebabkan oleh TB di tengah
orang HIV-negatif . TB terdiri dari salah satu dari 10 penyebab umum kematian
secara global, dan menghasut lebih kematian dibandingkan dengan HIV / AIDS
selama tahun 2015

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa itu penyakit TBC?
1.2.2 Bagaimana metode terkini pengobatan TBC?
1.2.3 Apa obat baru anti TBC?
1.2.4 Bagaimana jalur biosintesis F 420 ?
1.2.5 Bagaimana pengararahan terapi pada host TBC?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dati TBC.
1.3.2 Untuk mengetahui metode terkini pengobatan TBC.
1.3.3  Untuk mengetahui obat baru TBC.
1.3.4 Untuk mengetahui jalur biosintesis F420.
1.3.5 Untuk mengetahi pengarahan terapi pada host TBC.

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis menimbulkan tantangan berat dalam bidang kesehatan, secara
umum mengakibatkan 1,5 juta kematian setiap tahunnya. Tuberkulosis adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang
sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Mycobacterium tuberculosis termasuk
basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-
glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Umumnya Mycobacterium
tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini
mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai
untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan
Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan
tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul
berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit.

Tuberkulosis paru (Tb paru) merupakan penyakit infeksius, yang terutama


menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang
berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun
tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb
paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk,
bersin atau bicara.

2.2 Metode pengobatan Tuberkulosis saat ini


Terapi anti-TB bermaksud untuk menghindari komplikasi dan kematian,
menyembuhkan individu, mencegah kekambuhan, dan menurunkan penyebaran
bakteri strain yang resistan terhadap obat. Untuk memenuhi semua Persyaratan ini,
metode pengobatan untuk TB mengharuskan penggunaan beberapa obat. Terapi
harus mencakup tahap komprehensif yang dimaksudkan untuk mengurangi bakteri
dengan periode umum minimal enam bulan.Terapi Lebih diperpanjang bisa

7
diperlukan dalam keadaan tertentu, seperti untuk pasien memiliki inklusi tulang yang
cukup atau yang mengalami Tuberkuloma serebral. Diagnosis tuberkulosis telah
mengalami perkembangan cepat dari sepuluh tahun yang lalu. Meskipun Budaya
masih menjadi standar diagnosis serta sensitivitas obat, diagnostik molekuler dengan
basis DNA menjadi mudah diakses dan memungkinkan diagnosis cepat selain
Penilaian primer sensitivitas obat.Metode seperti itu memungkinkan dimulainya
Rejimen dengan cepat pengobatan TB dan dapat diantisipasi secara efisien untuk
pasien tunggal.

Regimen pengobatan reguler untuk obat-obatan TBC meliputi tahap induksi yang
terdiri dari isoniazid, rifampisin dan pirazinamida, di mana etambutol sebagai
perlindungan terhadap perlawanan dari tiga obat utama. Begitu sensitivitas terhadap
pirazinamida, Rifampisin dan isoniazid diverifikasi, etambutol dapat dihentikan.
Untuk pediatri, obat ini tidak direkomendasikan jika terjadi infeksi sensitivitas
tuberculosis, mengidentifikasi dampak racun etambutol sulit dalam anak-anak. Tahap
induksi digantikan oleh tahap konsolidasi terdiri dari isoniazid dan rifampisin selama
empat bulan dengan tambahan terapi.

Regimen pengobatan 6 bulan untuk obat-obatan terlarang TBC adalah rejimen


pengobatan yang sangat berbeda dengan periode terapi untuk bakteri penyakit
menular. Regimen diperpanjang menghadirkan dua kunci masalah untuk
keberhasilan: mengontrol obat obat berbahaya dan memastikan ketersediaan obat
dalam keseluruhan perawatan. Toksisitas obat cukup besar, Sebuah penilaian
terhadap studi retrospektif yang kira-kira 3 sampai 13 persen Individu memiliki
pengaruh hepatoksik. Berbagai macam laporan menunjukkan yang paling banyak
terdiri dari efek hepatoksik, gangguan gastrointestinal, artralgia dan respons alergi.
Secara umum, 16% sampai 49% pasien tidak menyelesaikan pengobatan. Penyebab
hal itu mencakupefek samping, biaya pengobatan, stigma, dan kepercayaan pasien
bahwa penyembuhan itu telah tercapai jika gejalanya telah mereda dan bakteri tidak
tersedia dalam dahak.

8
2.3 Obat baru antituberculosis
Akhir-akhir ini usaha penemuan dan kemajuan obat anti-TB baru, ada beberapa
kemungkinan obat dalam berbagai tahap penemuan, praklinis Serta kemajuan klinis
(Gambar 1).

2.3.1 Bedaquiline
Diarylquinolones merupakan urutan paling berkembang dari obat
antitubercular baru. Bedaquiline termasuk dalam kategorisasi ini. Bedaquiline sangat
selektif dan khususnya batas krusial operasi sintase ATP di duplikasi dan laten
mikobakteri meskipun tidak dalam sel prokariotik atau eukariotik alternatif. Dengan
cara mengembangkan mutan yang resistan terhadap obat, terungkap bahwa cincin
rotor dari organisme F0F1 ATP synthase adalah target, terutama mengikat dengan c
subunit. Mtb bertahan dalam keadaan tidak beriplikasi dengan ATP yang digunakan
untuk mempertahankan energi membran yang dihasilkan dari sintase F0F1 ATP. Hal
ini membuat bedaquiline senjata utama dalam membunuh aktif Mtb subpopulasi.
Menggunakan sistem tindakan dibedakan dari RIF dan INH, bedaquiline terdiri dari
inklusi efisien dalam rejimen MDR TB. Ditemukan dalam rejimen fenotipik
dilakukan oleh Janssen, bedaquiline menampilkan aksi unggul tahan isolat dan
resistan terhadap obat, dengan konsentrasi hambat minimum (MIC) yang terdiri dari
0,03 mg / ml untuk obat- strain resisten, selain tindakan luar biasa dalam model
vivomurin. Meskipun demikian, kompetensi bedaquiline di tikus belum begitu jelas
dalam manusia, mungkin dihasilkan dari distribusi terbatas di granuloma manusia.

9
Tiga penilaian klinis (CT) menggunakan bedaquiline dalam multidrug-resistant
TB paru telah dilakukan(C208, C208-2, dan C209). Penilaian klinis C208 terdiri dari
tahap II penelitian acak, double blinded placebo berhasil. Berbeda bedaquiline
terhadap plasebo bila diikutsertakan dalam bentuk biasa. Pengobatan anti-
tuberkulosis linier lima pengobatan untuk MDRTB. Percobaan dilakukan dalam dua
tahap berikut: awalnya, Tahap eksplorasi (dengan dasar terapi bedaquiline 8 minggu
Berhasil dengan terapi rutin untuk MDR-TB) berhasil dengan fase Penilaian efisiensi
(dengan dasar terapi bedaquiline 24 minggu Berhasil menjalani terapi rutin untuk
MDR-TB hingga 104 minggu). Semua fase dianalisis secara individual. Menyusul
kesimpulan dari Fase buta ganda, peserta masih diberi TB-MDR terapi.

Toleransi, kompetensi mikrobiologis, farmakokinetik Dan keamanan semua


didirikan 96 minggu setelah diberikan dosis terakhir plasebo atau bedaquiline.
Diduplikasi dengan spesimen yang lebih besar dari 161 pasien yang mencakup
negara-negara baru dan menilai reaksi klinis pada 24, 72 serta 120 minggu. Periode
perubahan dahak negatif serta laju konversi kultur diteliti. Informasi dari percobaan
ini (C208-2) telah diterbitkan akhir-akhir ini. Selama uji coba C209, open-label
single Studi lengan, 205 pasien yang menderita TB-MDR atau TB-XD didiagnosis
ex-novo atau diobati sebelumnya, tercakup. Berbeda dengan percobaan sebelumnya,
C209 menyingkirkan individu HIV + dengan CD4 <250 sel / mL. Dosis bedaquiline
serupa dengan sebelumnya percobaan. Terapi rutin bersifat individual sesuai dengan
nasional Arahan, dengan luas 72-96 minggu dan minimal 12 Bulan setelah konversi
budaya. Percobaan tahap II menggunakan 600 Individu dengan TB-MDR atau TB-
XDR (ketahanan terhadap fluoroquinolones Atau bahan suntik, meski tidak untuk
keduanya), noda dahak disaring, Telah dibatalkan akhir

Bedaquilie adalah obat lipofilik yang lebih besar yang dipengaruhi oleh
metabolisme CYP3A4 dan telah diamati terdiri dari respon obat-obat PK dalam RIF
CYP3A4 inducer, yang mengurangi operasinya. Bedaquiline telah berhubungan
dengan QT-ekstensi dan harus hati-hati terintegrasi dengan obat alternatif yang juga
memiliki bahaya ini, meliputi fluoroquinolones, klofazimin, makrolida, dan obat-
obatan yang membatasi CYP3A4, yang dapat meningkatkan eksposur. Oleh karena
itu, upaya terus membangun diarylquinolones generasi kedua yang akan

10
meningkatkan fitur physiochemical obat dan ekstrak kewajiban jantung nya. Upaya
ini telah akhir-akhir telah dibantu melalui pengaturan co-kristal bedaquiline terikat
ke wilayah operasional dalam ATP sintase yang dapat mempermudah penataan
struktur-dibantu dari analog kuat dan kurang beracun.

2.3.2 Delamanid
Delamanid dianggap membatasi sintesis mycolic methoxy- serta asam
ketomycolic, yang terdiri dari unsur dinding sel mikobakteri; berbeda dengan
isoniazid, obat tidak membatasi alpha-mycolic acid. Mirip dengan pretomanid,
delamanid adalah prodrug yang memerlukan stimulasi metabolisme untuk operasi
anti-TB untuk diterapkan. Intermediet reaktif dalam saluran metabolisme dari
nitromidazoles bisiklik bisa menawarkan sistem surplus operasi, meliputi gangguan
respirasi selular. Stimulasi delamanid dianggap dikontrol melalui struktur F420
koenzim mikobakteri.

Delamanid menunjukkan aktivitas yang kuat in vitro terhadap standar serta


klinis Mtb isolat, tanpa resistensi silang terhadap rifampisin, etambutol, streptomisin
atau isoniazid, dan tidak ada aktivitas nistic antago- untuk obat-obat ini. MIC dari
delamanid bervariasi antara 0,006-0,024 g / mL Mtb bisa menghindari tekanan
melalui perlindungan intraseluler dalam makrofag. Tindakan bakterisida dari
delamanid adalah sebanding dengan rifampisin. Di tengah mycobacteria
nontuberculous, delamanid terdiri dari tindakan in vitro terhadap M. kansasii dan M.
bovis, meskipun tidak M. avium, M. abscessus, M. fortuitum atau M. chelonae.
Dalam model TB kronis murine, delamanid disorot penurunan dosis-tergantung di
M. jumlah tuberculosis koloni; itu hanya sebagai kompeten untuk
immunocompromised (telanjang BALB / c) tikus, terhadap kontrol aktif. Dosis obat
dikaitkan dengan penurunan dari 95% di CFU adalah 0,625 mg / kg untuk
delamanid, 40 mg / kg untuk streptomisin, 5 mg / kg untuk isoniazid, 3,5 mg / kg
untuk rifampisin, dan 160 mg / kg untuk ethambutol. Untuk menilai pengoperasian
delamanid terintegrasi dengan agen antituberkulosis biasa, rejimen 6 bulan
delamanid, isoniazid dan rifampicin itu kontras dengan perawatan rutin quadruple
(ethambutol, isoniazid, rifampisin dan pirazinamid) dalam model tikus. Berikut 6

11
bulan, 0/6 tikus dalam divisi delamanid memiliki koloni dapat dilacak dari M.
tuberculosis, melawan 4/5 dalam kelompok terapi biasa.

TB akhir, A5343 dan penilaian MDR-end akan menawarkan lebih banyak arah
pada kerja delamanid dalam pengobatan terpadu. Penilaian MDR-end dibiayai oleh
pusat manajemen penyakit Korea terdiri dari rejimen yang terdiri dari delamanid,
levofloxacin, linezolid dan PZA.Sidang A5343 menganggap kerja delamanid dan
linezolid di MDR TB.Penilaian VTEU yang dibiayai oleh Divisi Mikrobiologi dan
Penyakit Infeksi di NIH sedang mempertimbangkan delamanid Àconsisting suntik
bebas rejimen TB-MDR dengan standar perawatan. Akhir-akhir ini, keamanan enam
bulan, kompetensi dan farmakokinetik penilaian dari delamanid dalam pasien
pedriati sudah dimulai tahan TB kebal multidrug. Penelitian ini dibiayai oleh Otsuka
Pharmaceuticals

2.3.3 Pretomanid
Pretomanid terdiri dari nitromidazofuran bisiklik yang saat ini dalam tahap III
penilaian klinis sebagai sebuah divisi dari rejimen obat yang terdiri linezolid dan
bedaquiline. Akhir-akhir ini, penelitian untuk menilai keamanan, kompetensi dan
akseptabilitas pretomanid dikombinasikan dengan linezolid dan bedaquiline telah
dimulai. Penelitian ini meliputi terapi enam bulan untuk terapi XDR-TB paru, terapi
untuk non-bereaksi atau tidak ditermanya MDR-TB individu. Selama penelitian
sebelumnya, PA-824 digambarkan akan beroperasi terhadap tipe liar dan beberapa
obat-tahan strain. Sampai saat ini tidak ada resistansi silang untuk alternatif obat anti-
tuberkulosis telah diamati. Selain itu, operasional terhadap bakteri non-duplikasi,
rendering itu obat layak untuk terapi LTB.

Pretomanid berlaku aksi bakterisida terhadap mycobacteria melalui dua cara:


sebagai donor oksida nitrat dengan kurangnya ATP intraseluler dan dengan
membatasi biosintesis asam mycolic dari dinding sel. Pretomanid telah diamati untuk
menerapkan aksi antibakteri dalam aerobik serta keadaan anaerobik, dan dalam
konteks duplikasi serta mycobacteria non-duplikasi, mungkin dihasilkan dari sistem
tindakan yang bervariasi. Meskipun saat ini tidak didukung untuk pekerjaan klinis
oleh lembaga pengawas kunci, temuan menjanjikan telah disediakan oleh pretomanid
dalam penelitian awal.Mungkin temuan yang paling menarik telah ditarik dari

12
penelitian menjelajahi pretomanid sebagai unsur dari rejimen TB baru, yang terdiri
dari pretomanid, pirazinamid (PaMZ pendek) dan moxifloxcin. Janji PaMZ awalnya
diamati dalam model murine TB, di mana tikus yang diobati menggunakan PaMZ
sembuh lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang dirawat menggunakan
isoniazid biasa, pirazinamid dan rejimen rifampisin. Akibatnya, sebuah penelitian
acak, prospektif, aksi bakterisida awal dilakukan untuk paten memiliki TB paru
pengobatan-naif untuk mengeksplorasi beberapa campuran obat TB baru, dan
mencakup pengobatan PaMZ dalam salah satu lengan terapi. The PaMZ rejimen
ditemukan memiliki paling ampuh pengaruh bakterisida awal di tengah campuran
obat baru, dengan pengaruhnya yang contrastable dengan campuran biasa
pirazinamid, rifampisin, isoniazid dan etambutol.Sebuah panggung 2 uji coba operasi
bakterisida saat menawarkan pengalaman terkuat dalam rejimen PaMZ, dan dengan
pretomanid pada umumnya. Dalam multicenter ini, open-label, trail klinis sebagian
acak, 207 individu yang memiliki obat- sensitif, TB paru BTA positif secara acak
menerima 8 minggu salah satu rejimen berikutnya: (1) PaMZ dengan pretomanid
dosis 100 mg setiap hari (Pa100MZ); (2) PaMZ dengan pretomanid tertutup pada
200 mg setiap hari (Pa200MZ); atau (3) reguler pengobatan kombinasi menggunakan
isoniazind, pirazinamid, tol ethambu- dan rifampisin. Selain itu, 26 individu dengan
MDR-TB yang nonrandomly dialokasikan untuk menerima Pa200MZ.Di tengah
individu dengan TB yang peka terhadap obat, Pa200MZ ditampilkan aksi bakterisida
yang lebih besar berbeda dengan perawatan rutin.Selain itu, jauh lebih individu yang
diberi salah satu perawatan PaMZ mencapai sputum negatif budaya dalam medium
cair setelah delapan minggu, berbeda dengan mereka yang mencapai perawatan rutin.
Di tengah pasien dengan MDR-TB, rejimen Pa200MZ juga ditampilkan aksi
bakterisida efisien, mirip dengan yang dicapai dalam individu dengan TB yang
sensitif terhadap obat yang mencapai perawatan rutin.Hasil terakhir ini yang tersirat
bahwa rejimen baru bisa efisien untuk terapi cepat dari MDR-TB adalah menarik.
Studi PRACTECAL dilakukan oleh Medecins Sans Frontiers (MSF) meneliti
penggunaan berbagai kombinasi bedaquiline, pretomanid, linezolid, moksifloksasin
dan klofazimin selama periode enam bulan terhadap MDR-TB dan etika akhir telah
menerima dan dukungan regulasi. Hingga kini, pretomanid masih agen baru yang

13
potensial dengan kemungkinan mengubah pendekatan TB yang resistan terhadap
obat, terutama bila digunakan sebagai komponen dari rejimen pengobatan baru

2.4 F 420 Jalur Biosintesis


Digambarkan sebagai kofaktor, telah diidentifikasi di methanogenic Archaea
pada tahun 1972, meskipun senyawa dengan sifat kimia yang mirip telah ditandai
sebelumnya di Mycobacteria pada tahun 1960. F dan FO prekursor telah diakui
dalam keragaman organisme seperti bakteri, Archaea dan spesies eukariotik .F
bernama berdasarkan absorbansi atau fluoresensi pada 420 nm, yang merupakan
redoks-tergantung dan hilang pada pengurangan kofaktor. Telah didokumentasikan
bahwa F cincin deazaflavintampaknya disintesis dari riboflavin prekursor 5-amino-6-
ribityla-mino-2,4(1H, 3H)-pyrimidinedione melalui 14C-label pengalaman di
Methanobacterium thermoautotrophicum. Kondensasi L-tirosin prekursor
(pyrimidinedione dengan hydroxyphenylpyruvate) dilakukan oleh cofH dan cofG
homo logues dari methanococcus. Kedua cofH dan cofG telah menunjukkan untuk
sesuai dengan domain N-terminal dan C-terminal FO synthase (FBIC, Rv1173 di
MTB; Mb1206c di M. bovis BCG) dari mikobakterium. Biosintesis dari laktat bagian
dan fosfodiester obligasi Fadalah dilakukan melalui GTP-diaktifkan (S) -2-
phospholactate untuk membentuk F-0.Langkah-langkah pematangan F terdiri
beberapa glutamat kondensasi dihubungkan oleh ikatan amida dengan g-karbon.
Dalam Methanococcus jannaschii, obligasi amida terbentuk antara 3 glutamat dan a-
karbon.

Biosintesis dari F telah dipelajari di M. bovis dengan menggunakan pendekatan


genetic. Pembentukan FO membutuhkan gen FBIC dalam langkah-langkah dari F
biosintesis tengah pyrimidinedione dan hidroksifenil piruvat. gen fbiAB biosintesis
berpartisipasi dalam F dari prekursor FO, yang meliputi kondensasi glutamat dan
penambahan kelompok phospholaktat di FO. M. tuberculosis, M. bovis, M. avium, M.
leprae, Nocardia farcinica, Streptomyces coelicolor, S. avermatilis, Thermobifida
fusca, dan Rubrobacter xylanophilus tampaknya memiliki protein dengan homologi
tinggi untuk panjang penuh FBIC. Namun, dua pasang polypeptida (terletak
berdekatan atau tidak berdekatan) yang mengkode FBIC telah ditemukan di

14
Archaeoglobus fulgidus, Methanobacterium thermoautotrophicum, Methanococcus
jannaschii, Halobacterium sp., Synecho- cystis sp., Dan Nostoc sp.

2.4.1 Sutezolid
Sutezolid terdiri dari analog linezolid.Sutezolid berlaku aksi bakterisida
melalui membatasi sintesis protein bakteri. In vitro penelitian mengungkapkan
bahwa itu adalah operasional terhadap M. tiberculosis dan M. avium. In vitro adalah
serta in vivo menunjukkan sutezolid memiliki aktivitas antimycobacterial yang lebih
besar dan profil keamanan kontras dengan linezolid. Sutezolid telah terbukti aman
dan diterima dengan baik, dan sutezolid tertutup pada 600 mg dua kali sehari telah
ditemukan untuk memiliki seluruh darah aksi bakterisida yang lebih besar berbeda
dengan apa yang dicapai menggunakan dosis reguler linezolid. Dalam studi pertama
sutezolid pada pasien dengan TB paru, sutezolid diadministrasikan untuk 50 pasien
dengan TB paru yang sensitif terhadap obat pada dosis 600 mg dua kali sehari atau
1.200 mg sekali sehari selama dua minggu. Rejimen pengobatan yang aman secara
keseluruhan dan diterima dengan baik, dan kedua disebabkan aksi bakterisida mudah
dilacak dalam darah dan sputum.Sutezolid adalah saat dalam tahap II Serupa dengan
obat potensial alternatif dalam fase awal kemajuan, sutezolid belum cocok untuk
pasien, dan kebutuhan kemajuan mahal dan dukungan sebelum membantu dalam
menyembuhkan TBC.

2.4.2 SQ109
SQ109 terdiri dari 1,2-ethylenediamine yang diambil dari pharmacophore dari
ethambutol. Pilihannya bedasar pada in vitro dan in vivo dimana ditampilkan aksi
tahan jenis M. tuberculosis selain MDR dan XDR-TB. Obat telah ditampilkan positif
dalam pengaruh vitro bila digunakan bersamaan dengan sutezolid dan bedaquiline.
SQ109 saat ini menjalani tahap uji coba II. Dalam pengawasan awal SQ109 dalam
pasien yang menderita TB paru, SQ109 diuji pada dosis yang berbeda mencapai 300
mg setiap hari, dengan atau tanpa co-administrasi rifampisin selama 14 hari. SQ109
didirikan untuk diamankan dan secara keseluruhan dapat ditoleransi dengan baik
pada dosis ditiadakan, dengan ringan sampai sedang masalah pencernaan yang terdiri
dari terjadinya negatif yang paling biasa didokumentasikan.Meskipun demikian,
intensitas plasma SQ109 tinggal di bawah MIC, tanpa pengaruh bakterisidal SQ109

15
mencatat, apakah tunggal atau bila dikombinasikan dengan rifampisin. SQ109
memiliki sistem tindakan yang jelas dari ethambutol, dan menopang tindakan
terhadap strain yang resisten ethambutol- dari M. tuberculosis. SQ109 berlaku aksi
antimycobacterial melalui intrusi dalam pembentukan dinding sel oleh bertujuan
molekul angkut MmpL3.

2.4.3 Sudoterd
Sudoterd di kombinasikan dengan anti TB untuk untuk membersihkan MTB
(Mycobacterium tuberculosis) dari paru-paru dan limfa lebih cepat dari waktu terspi
kovensional (terapi akubuntur dll). Mekanisme kerja obat ini belum di ketahui.

2.4.4 Q203
Q203 yang terdiri dari novel imidazopiridin yang telah di ketahui berpotensi
baik sebagai pengobatan TB dalam sebuah penelitian praklinis. Q203 aktif di suasana
aerob dan anaerob. Q203 di ketahui adanya anti Tb yang sangat kuat. Secara invitro
pertumbuhan mtb berkurang (meliputi mdr dan strain xdp) kurangnya intensitaspada
obat nanomolar dan efektifitas murine Tb untuk dosis di bawah 1 mg per kg bb.
Target q203 adalah pasda pernafasan bc1 kopleks di mana dia membatasi sisntesis
adenisin adewnosin trifosfat (atp). Sehingga menonaktifkan penyampaiaan energy.
2.5 Terapi Pengarahan Host Untuk TB
Layanan kesehatan di seluruh dunia menghadapi hambatan besar untuk
mencapai hasil-hasil optimal dari rejimen pengobatan TB saat ini. Hambatan ini
meliputi: penyebaran TB-MDR (MDRTB) dan resistensi ekstensif terhadap obat TB
(XDR-TB); pengobatan yang kompleks dan rejimen beracun untuk MDR-TB; co-
infeksi HIV; interaksi farmakokinetik antara obat TB dan obat antiretroviral;
penyakit yang kambuh kembali; kerusakan paru-paru permanen dan jaringan lainnya;
cacat fungsional jangka panjang; rekontruksi inflamatori imun terhadap M. TBC atau
membangkitkan pertahanan imun yang baru. Karena terapi host menargetkan protein
host, hal tersebut jauh lebih kecil kemungkinannya bahwa bakteri akan menghasilkan
mutasi yang langsung mengikat senyawa abrogates. Terapi langsung pada host
(HDTs) bertujuan untuk meningkatkan mekanisme imun terhadap infeksi M.
tuberculosis dan / atau langsung mengurangi kelebihan peradangan, mencegah
kerusakan jaringan organ, perbaikan jaringan yang rusak, memelihara fungsi paru-

16
paru atau meningkatkan fungsi paru-paru tersebut untuk efektivitas terapi obat TB
dalam menghilangkan infeksi. HDTs juga mungkin memiliki keuntungan tambahan
untuk pasien dengan TB yang disertai co-infeksi HIV, seperti HDTs dapat
mengurangi risiko interaksi dengan obat antiretroviral dan risiko berkembangnya iris
dan kematian. Hal ini juga diharapkan kombinasi HDTs dengan rejimen obat anti-TB
akan mengurangi durasi terapi, mencapai hasil pengobatan yang lebih baik,
menurunkan risiko pengembangan obat resistensi berlanjut dan mengurangi
kemungkinan kambuh atau infeksi ulang.

M. TBC secara alamiah bersifat intraseluler, sehingga pertumbuhannya


menjadi terbatas, adanya kebutuhan untuk respon sel T lengkap (CD8 sitotoksik
limfosit, T-helper-1 [Th1] CD4 sitotoksik limfosit, dan pembunuh alami sel T) serta
produksi interferon alfa. Sebuah kerusakan jaringan yang cukup, patologi lapisan
pembungkus paru, dan pelindung anti-M TBC, respon yang telah dicatat pada pasien
dengan TB yang terutama dipengaruhi oleh tumor necrosis factor (TNF) - Sebuah-
dimediasi di fl inflamasi.
2.5.1. Pembuatan tujuan kembali obat untuk menawarkan strategi pengobatan
TB yang menjanjikan
Terdapat sejumlah obat yang telah menunjukkan potensi untuk
repurposing(pembuatan tujuan kembali) dan penggunaan selanjutnya sebagai HDTs.
Sebagian besar obat ini juga telah diuji untuk keselamatan. Proses penelitian
sekarang siap untuk diuji secara klinis dalam pengaturan kedua secara cak dan
terkontrol sehingga dapat ditentukan seberapa efektif mereka dalam pengobatan
berbagai bentuk TB dan TB yang co-morbiditas dengan penyakit lain pada pasien.
Kemungkinan-kemungkinan yang ditimbulkan oleh NSAID dalam terapi anti-TB
sejauh ini yang bersangkutan baru saja diakui. NSAID terbentuk ketika molekul yang
dikumpulkan dari famili dengan struktur kimia yang berbeda dengan tujuan
menghentikan perkembangan pembentukan prostaglandin. Hal tersebut memiliki
kemampuan untuk membatasi siklooksigenase enzim COX-1 dan COX-2 yang
bertanggung jawab untuk sintesis prostaglandin dan prostanoids lainnya. NSAID
melakukan pekerjaan mereka dengan menghalangi enzim (COX-1 dan COX-2).
Meskipun mereka cenderung memblokir kedua enzim yang lebih baru COX-2
inhibitor seperti celecoxib.

17
Oleh karena itu, hal ini menunjukkan kurangnya iritasi lambung sebagai efek
samping. Ini adalah alasan mengapa mereka cenderung lebih populer. Bukti yang
mendukung gagasan bahwa beberapa NSAID juga memiliki kemampuan untuk
memodulasi respon imun melalui jalur otonom dari jalur siklooksigenase-
prostaglandin. Dalam bentuk TB parah, kedua deksametason dan prednison telah
digunakan di sejumlah cobaan dan telah menjadi standar perawatan. Kedua obat ini
menawarkan harga yang lebih murah dan solusi tersedia untuk meminimalkan di fl
inflamasi yang terjadi yang menjadi penyebab utama penyakit dan kematian.

Pendekatan pengobatan ini telah terbukti lebih efektif dalam pengobatan TB


radang selaput tersebut ,dan telah diadopsi sebagai standar perawatan untuk kedua
TB pericarditis dan meningitis. Pada analisis data baru yang dikumpulkan dari 41 uji
klinis di mana kortikosteroid yang digunakan menunjukkan penurunan angka
kematian dari 17%. Dalam TB meningitis terapi, thalidomide telah digunakan di
trails dan dapat menyimpulkan bahwa pembatasan produksi TNF adalah diduga
menjadi kunci. Namun, adanya tantangan dengan thalidomide, karena sangat
teratogenik dan dapat menimbulkan bahaya bagi pasien. Ini merupakan alasan lain
mengapa control patologi TNF lebih sesuai. Selain itu, telah juga menunjukkan
bahwa thalidomide analog CC-3052, memiliki cara meningkatkan efisiensi isoniazid
pada model tikus melalui penurunan TNF produksi. Baru-baru ini, hal tersebut juga
menunjukkan bahwa ketika percobaan IL-1 b dengan Zileuton, obat yang digunakan
untuk pengobatan klinis asma, adalah diaktifkan selama TB patogenesis
menyebabkan stimulasi siklooksigenase 2 (COX-2). Hasilnya berupa pelepasan
prostaglandin E2 (PGE2). Hal ini dapat membantu mengembalikan fungsi organ
sementara pada saat yang sama meminimalkan beban M. TBC.Keyakinan bahwa
vitamin D memiliki efek resmi pada TB adalah salah satu hal yang populer.Konversi
25-hydroxyvitamin D3 (25 (OH) D3) ke bioaktif 1, 25-dihydroxyvitamin D3 pada
manusia disebabkan oleh mediasi TLR2 atau aktivasi INF-g-dimediasi cyp27b .

Hal ini kontrak untuk model tikus. Stimulasi TLR, dalam hal ini, terletak
pada produksi peptida antimikroba. Aktivasi CYP27B1 dapat digunakan untuk
memediasi aktivitas antimikroba IFN-g. Baru-baru ini telah menunjukkan bahwa 1,
25-dihydroxyvitaminD (1,25D) dapat meningkatkan transkripsi IL-1b dalam

18
makrofag dan juga meminta produksi suatu peptida antimikroba di paru-paru
cocultured sel epitel . Ini juga telah membuktikan bahwa vitamin D memiliki
kemampuan untuk mendorong autophagy dalam sel melalui produksi LL-37 . link ke
kontrol bakteri in vivo disebabkan oleh proses dari melindungi host. Analisis klinis
percobaan menunjukkan bahwa vitamin D dapat berkontribusi untuk hasil yang lebih
baik dan meminimalkan respon hyperin inflamasi melalui antimikroba pada
pengaruh pada host makrofa.

Obat lain yang memiliki membuktikan kemampuannya untuk mengalahkan


intraseluler M. tuberculosis di makrofag dan monosit adalah metformin, yang
digunakan untuk memperlakukan diabetes . Di paru-paru tikus dengan M.
tuberculosis yang dirawat dengan menggunakan obat, pengurangan dalam fl
inflamasi respon dalam paru-paru tercatat. Cara lain untuk mengobati pasien dengan
TB yang resistan terhadap obat komplikasi seperti penyakit paru yang parah di
Radang adalah penggunaan terapi seluler yangmana tulang sumsum diambil dari sel
mesenchymal stroma digunakan. Perawatan lain yang menjanjikan termasuk asam
valproik (VPA) dan vorinostat.

Kedua obat mulai digunakan dalam uji klinis besar individu yang terinfeksi
HIV ketika mereka ditampilkan untuk mengaktifkan virus laten waduk di sel CD4 T.
Mereka juga menunjukkan peningkatan kerentanan virus terhadap ART dan serangan
kekebalan tubuh. VPA juga dapat menginduksi up-regulasi MHC kelas 1 antigen
presentasi. Ini mungkin memiliki efek memfasilitasi aktivitas sel disesuaikan CD8 +
T terhadap sel yang terinfeksi oleh M. tuberculosis. ABL, dikenal komersial sebagai
Gleevec adalah tirosin yang kinase zat yg mencegah pertumbuhan imatinib mesylate.
Hal ini sebelumnya telah terbukti bahwa imatinib memiliki kemampuan untuk
menghambat poxvirus patogenesis melalui pembatasan motilitas aktin dari
menyelimuti sel-terkait virion. Pada infeksi mikobakteri dengan M. Marium dan M.
tuberculosis, sepertinya terdapat sel otonom dan sel bene nonautonomous yang
menimbulkan dampak inhibisi ketika ABL diperkenalkan. Hal ini mengakibatkan
peningkatan promosi dan penghapusan phagosome mikobakteri.

19
2.5.2 Aptamers dan teknologi antisense terhadap TB
Asam nukleat aptamers mengacu terhadap ligan yang dihasilkan melalui
metode in vitro skrining disebut evolusi sistematis ligan oleh pengayaan
eksponensial (SELEX). aptamers ini memiliki kapasitas untuk mengikat target
dengan afinitas besar dan pembedaan karena struktur tiga dimensi khusunya. Hal
yang membbuat aptamers cocok untuk pengembangan agen terapi adalah bahwa
murah dan memiliki toksisitas rendah . Untai pendek (30-mer) tunggal aptamers
DNA telah diasingkan sebagai kategori inovatif Mtb-AHAS inhibitor kuat yang
dapat digunakan melalui teknik in vitro DNASELEX. Dari semua pengujian
aptamers, dua calon aptamers (Mtb-Apt1 dan Mtb-Apt6), menunjukkan bahwa
mereka memiliki kemungkinan penghambatan ketika digunakan terhadap aktivitas
MtbAHAS dengan nilai-nilai IC50 dalam nanomolar (28,94 0,002 dan 22,35 0.001
nM masing-masing).

Chen et al. memilih aptamers DNA sebagai target SELEX dengan


menggunakan bakteri yang hidup secara keseluruhan. Hal itu membuktikan bahwa
satu suntikan dari NK2 sebanyak 0,8 mg, menyebabkan penurunan kadar
mycobacteria pada tikus yang terinfeksi. M. tuberculosis. Hal ini juga menunjukkan
penurunan kadar manifestasi penyakit dan mengarah ke tingkat kelangsungan hidup
yang lebih tinggi. Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa semua aptamers
ditemukan memiliki afinitas ikatan yang tinggi. Aptamer NK2 terbukti menjadi
pengikat paling efektif (Kd 1/4 31 nM). Hal ini juga menunjukkan kemampuan untuk
melawan invasi M. tuberculosis menjadi makrofag. Aptamers terbukti menjadi agen
dan juga gambaran dalam pengembangan probe molekuler dalam studi tentang
bagaimana invasi bakteri terjadi pada sel.

Shum et al. juga telah mengembangkan pendekatan lain yang dapat digunakan
untuk memperoleh aptamers anti-tuberkulosis. Pendekatan ini menggunakan
polifosfat kinase 2 (PPK2) sebagai target SELEX. PPK2 memainkan peran signifikan
yang tidak bisa dalam sintesis asam mycolic dan polisakarida permukaan lain yang
penting untuk kelangsungan hidup bakteri yang tumbuh. Aptamer G9 dan versi
pendeknya menunjukkan afinitas pengikatan (Kd 1/4 870 nM). Aptamer ini mampu
menekan aktivitas enzim hingga 50% pada konsentrasi hingga 39,3 nM. Setelah

20
sistem efisien telah dikembangkan untuk pengiriman selnya, hal ini bisa menjadi
agen terapi yang potensial. Sebuah eksperimen awal yang mengkonfirmasi RNA
antisense pendek di mycobacteria dirilis pada 2009. Mengungkapkan 5 trans-akting
dan 4 cis bertindak Sirnas di M. tuberculosis H37Rv dalam konteks pH dan stres
oksidatif . Pada akhir 2013 lebih dari 200 RNA antisense endogen yang diidentifikasi
melalui eksperimen di mycobacteria yang berbeda. Studi termasuk 70 di M.
tuberculosis , 90 di M. Bovis, 9 di M. Avium, Dan 44 di M. smegmatis. Penelitian
tersebut menunjukkan hubungan yang lebih kuat antara tingkat ekspresi dari RNA
antisense dan patogenesis mikobakteri. Namun, pertanyaan yang berkaitan dengan
kemungkinan patogen terhadap peran host masih membutuhkan jawaban.

Pendekatan dari ko-presipitasi yang sedang terhambat oleh adanya identifikasi


kation dari homolog Hfq. Hal ini membuat studi tentang peran RNA antisense
menjadi lebih menantang dalam genusnya tersebut. Sebuah alternative baru telah
diajukan oleh Pandey et al; protein, Rv2367 sebagai chaperon RNA potensial di
tempat Hfq. Namun, studi yang masih berlangsung pada arah ini dilakukan untuk
menemukan cchaperon fungsional yang setara. RNA antisense dapat digunakan
dalam mengendalikan dan menekan gen tertentu menggunakan mekanisme yang
berbeda termasuk degradasi oleh endokapilar atau exobuklease, transkripsi
antarmuka dan atenuasi. Hal ini juga dapat tercapai melalui penghalangan pengikatan
ribosom. Dalam proses penunjukkan gangguan transkripsi, RNA antisense dari satu
promoter menghambat RNA polymerase tidak hanya mengikat tetapi juga
memperluas target gen transkrip dari untai berlawanan.

2.5.3 Novel obat target terhadap M. TBC


Terdapat banyak jalur metabolic, termasuk sintesis dinding sel, produksi
energy, dan sintesis protein yang memunculkan target obat baru. Munculnya TB
yang resisten terhadap obat menekankan urgensi perlunya novel agen TB dengan
modus aksi baru. Digambarkan sebagai tetramik AC id zat yag diperoleh dari
Mlophlus sarassinorum. Melhopin tampaknya memiliki antimikobakteri. Melophin
tersebut merupakan turunan dari melophin yang menunjukkan kemampuan mengikat
GTpase dalam sel HEla. M. TBC yang dormansi ini disebabkan terjadinya
kekurangan nutrisi yang mengakibatkan rendahnya produksi Rv1026 yang mengarah

21
untuk modifikasi permeabilitas sel dinding dan melambatkankan pertumbuhan M.
TBC. Oleh karena itu, Melophin ABCG1018 protein dari exopolyphospatase dan
BCG1321 diadenosine 5’’, 5’’’-P 1, P 4-tetraphospate phosphorylase. Griselimisin
yang telah diisolasi dari Streptomyces, telag diganti karena toksisitas yang tinggi.
Turunan sikloheksil dari griselimisin telah menunjukkan modifikasi jalur metabolic
melalui alkilasi prolin.

Untuk emndukung situs menengah polymerase DNA dan pergeseran


penjepitnya, sikloheksil derivative tampaknya mengasisiasikan dengan hidrofobik
pada bagian tengah oenjepit domain II dan II. Akhir-akhir ini, aktivitas anti mikroba
griselimisin terhadap jenis mycobacterium telah terungkap. Efek griselimisin tersebut
pada M. Tuborculosis menggambarkan fitur penting yang diinginkan untuk agen
anti-TB baru. Griselimisin tersebut serta turunannya menunjukkan aktivitas besar
melawan M. TBC melalui penghambatan DNA N sebagai target bau. Studi lebih
lanjut tentang tindakan dari griselimisin dan derivatnya masih perlu untuk dilakukan.

Teixobactin telah menunjukkan tindakan terhadap beberapa starin yang resisten


terhadap obat serta gram positif pathogen. Teixobactin muncul untuk menghambat
biosintesis dinding sel melalui ikatan terhadap lipid II dan III sebagai motif yang
terjaga keberadaannya. Teixobactin menghambat sintesis peptidoglikan tanpa efek
jelas pada label integrasi ke dalam DNA seluler, RNA dan protein telah
menunjukkan berkurangnya toksisitas dengan cara diilakukan pemberian sebanyak
100 mg/ml terhadap mamalia HepG2 dan NIH/3T3 sel. Sampai saat ini teixobactin
memiliki kemampuan untuk emmbunuh M. TBC dan bukan strain M. TBC yang
resisten terhadap teixobactiin yang belum terisolasi. Sebuah strategii yang
menjajnjikan untuk mencegah pertumbuhan M. TBC tersedia melalui kombinasi
trimetropim dan sulfametoksazol yang bereaksi pada sisi yang berbeda dari asam
tetrahidrofilik yang diperlukan selama biosintesis nukleat AC id. Dengan demikian,
kombinasi sulfametoksazol dan trimetropim bias mengurangi munculnya resistensi
obat.

2.5.4 Novel Pengobatan Rejimen


Novel campuran obat dapat mencakup satu atau beberapa baru agen, yang
mungkin memberikan paradigma baru dalam kontrol penyakit yang resistan terhadap

22
obat. Percobaan OFLOTUB l yang kontras selama 6 bulan, rejimen dengan rejimen
yang terdiri dari tahap selama 2 bulan melibatkan gati oxacin untuk menggantikan
ethambutol, digantikan oleh tahap 2 bulan mempertahankan isoniazid, gati oxacin
dan rifampisin. TRUNCATETB yang merupakan penelitian yang terdiri dari 4
rejimen selama 2 bulan dan kontras dengan terapi DS-TB biasa pada saat-saat
terakhir diperoleh etika dan protocol pendukung.

Percobaan ini dijadwalkan akan dimulai berdasarkan kesimpulan dari tahun


2016. Salah satu lengan terdiri dari dosis tinggi dari RIF, linezolid, INH,
EThambutol dan PZA ; lengan keduan terdiri dari perlakuan yang sama meskipun
dilakukan penggantian linezolid dengan klofazimin, lengan ketiga menggunakan
rifapentin, linezolid, PZA dan levo fi oxacin, dan lengan keempat terdiri dari
linezolid, ethambuthol, obedaquilin, PZA dan INH. Perawatan rutin REMox TB
selama 6 bulan dengan dua rejimen studi (2 bulan Moxi fl oxacin, riampicin,
pirazinamid dan isoniazid digantikan oleh 2 bulan rifampisin, Moxi oxacin dan
isoniazid berhasil oleh lebih 2 bulan dari rifampisin dan Moxi oxacin). STREAM-1
melibatkan Moxi oxacin dikombinasikan dengan sejumlah obat anti-Tb hadir di
samping pemberian suntik dan clofazimin .

Berbeda dengan Moxi oxacin, levo oxacin telah menunjukkan pengaruh untuk
menurunkan perpanjangan QT . Saat ini, penelitian Opti-Q didanai oleh Institut
Nasional Alergi dan Penyakit Infeksi (NIAID) sedang dalam proses untuk
menetapkan dosis levo oxacin terbaik terhadap Mtb. Klofazimin yang dianggap
sebagai analog riminophezine, adalah obat yang telah di repurposed untuk terapi TB.
Awalnya obat antileprotic, obat tersebut saat ini sedang digunakan dalam kombinasi
dengan obat anti-TB alternatif dalam uji klinis yang berbeda- PRACTECAL,
STREAM-I, STREAM-II dan studi akhir TB. Linezolid terdiri dari bagian dari
percobaan NiX-TB yang saat ini dalam tahap III uji klinis. obat ini telah menjadi
yang semakin penting dalam terapi MDR serta XDRTB. Penelitian terbaru oleh
Dawson et al. menyoroti sudut pandang baru tentang perawatan apa yang dapat
direncanakan menggunakan obat anti-TB yang baru diakses.

Tahap Novel IIb ini memiliki aktivitas kontras bakterisidal rejimen 8 minggu
meliputi prematonid dan Moxi fl oxacin (100 atau 200 mg) serta pirazinamid

23
terhadap pengobatan standar anti-TB untuk mengatasi dahak BTA positif dengan
obat-sensitif dan obat- TB yang resistan. Pengumuman TB sebagai penyakit darurat
di seluruh dunia oleh WHO, diikuti dengan pertumbuhannya di seluruh dunia dalam
terjadinya MDRTB di tahun saat ini, mengungkapkan peluang baru dan dimintanya
persyaratan untuk pembentukan novel dan obat yang lebih efisien untuk pengobatan
TB. Inovasi dan kerja dari obat lini pertama merupakan prestasi yang cukup dalam
menangani TB yang sensitif terhadap obat. Meskipun demikian, karakter tahan lama
dari bakteri dan kemampuan untuk menerapkan kondisi aktif atau membuat resistensi
telah ditanamkan TB sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit menular.

Menanggapi masalah ini, beberapa obat TB baru telah dibuat. Obat baru yang
signifikan yang berfokus pada obat yang berfungsi melawan bakteri resisten, aktif
dan ditekan telah diterima yang merangsang sebuah usaha internasional dalam
pencarian obat baru meningkat. Kategori yang berbeda dan sistem operasi dari agen
baru telah menciptakan harapan bahwa bencana besar resistensi TB dapat diatasi.
Dua dari agen baru, delamanid dan bedaquiline, telah mencapai dukungan regulasi
bersyarat dan mulai digunakan secara terbatas untuk terapi TB yang resistan terhadap
obat. Agen alternatif telah ditampilkan berpotensi besar di fase yang berbeda dari
penelitian klinis dan praklinis.

Program studi pada TB harus dipromosikan di negara berkembang, terutama di


mana beban TB ditinggikan. Layanan terapi dan diagnostik dari fasilitas kesehatan
harus ditingkatkan, sebagai diagnosis dan pengobatan untuk semua kasus TB dapat
menurunkan infeksi. Untuk penilaian yang sesuai dan kemajuan cepat, dan peneliti
berusaha untuk pengembangan obat TB harus berkolaborasi dengan divisi penelitian
alternatif untuk menyelesaikan kesenjangan dan membuat obat TB tersebut dapat
diakses untuk studi penelitian TB.

24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Inovasi dan penggunaan obat merupakan hal utama untuk pencapaian
yang cukup besar dalam menangani TB.
2. Pentingnya obat baru yang berfokus pada obat-obatan yang berfungsi
melawan bakteri yang resisten, tidak aktif dan tertekan merangsang upaya
internasional untuk meningkatkan penemuan obat baru.
3. Dua dari agen baru, delamanid dan bedaquiline telah mendapatkan
dukungan dan mulai dipekerjakan dengan cara yang terbatas untuk terapi
TB yang resistan terhadap obat.
4. Agen alternatif telah menunjukkan potensi besar pada fase penelitian
klinis dan praklinis yang berbeda, oleh karena itu Program studi tentang
TB harus dipromosikan dalam pengembangan Negara, terutama di mana
beban TB meningkat.

3.2 Saran
Diharapkan agar penemuan obat baru khususnya untuk penyakit TB akan
terus berkembang.

25
DAFTAR PUSTAKA

L.S. Feng, M.L. Liu, B. Wang, Y. Chai, X.Q. Hao, S. Meng, H.Y. Guo,
Synthesis and in vitro antimycobacterial activity of balofloxacin
ethylene isatin derivatives, Eur. J. Med. Chem. 45 (2010) 3407–3412.

W.H. Organization, Global tuberculosisreport 2016, 2016.

R.S. Wallis, M. Maeurer, P. Mwaba, J. Chakaya, R. Rustomjee, G.B. Migliori,


B. Marais, M. Schito, G. Churchyard, S. Swaminathan, Tuberculosis—
advances in development of new drugs, treatment regimens, host-directed
therapies, and biomarkers, Lancet Infect. Dis. 16 (2016) e34–e46.

J.M. Clain, P. Escalante, Novel treatments for drug-Resistant tuberculosis:

clinical medicine insights, Therapeutics 8 (2016) 21–28.

W.H. Organization, S.T. Initiative, Treatment of Tuberculosis: Guidelines,


World Health Organization, 2010.

R. Clark, Treatment of tuberculosis: guidelines for national programmes,


Perspect. Public Health 130 (2010) 240.

Y. Hayashi, D.L. Paterson, Strategies for reduction in duration of antibiotic


use in hospitalized patients, Clin. Infect. Dis. 52 (2011) 1232–1240.

J.J. Saukkonen, K. Powell, J.A. Jereb, Monitoring for tuberculosis drug


hepatotoxicity: moving from opinion to evidence, Am. J. Respir. Crit.
Care Med. 185 (2012) 598–599.

X. Lv, S. Tang, Y. Xia, X. Wang, Y. Yuan, D. Hu, F. Liu, S. Wu, Y.


Zhang, Z. Yang, Adverse reactions due to directly observed treatment
strategy therapy in Chinese tuberculosis patients: a prospective study,
PLoS One 8 (2013) e65037.

J. Volmink, P. Garner, Directly observed therapy for treating tuberculosis, The


Cochrane Library, 2007. 4–998.

26

Anda mungkin juga menyukai