PENYAKIT GLOBAL
Dosen Pembimbing:
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
TUBERKULOSIS
PENYAKIT GLOBAL
Oleh
KELOMPOK 2/ GLOBAL B
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dengan judul
Tuberkulosis dengan baik dan tepat waktu. Dalam penulisan makalah ini, kami selaku
penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingannya kepada :
Kami menyadari bahwa tugas makalah ini banyak kekurangannya, baik dalam
penulisannya maupun dalam isinya, untuk itu kami menerima kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini. Semoga dengan
terselesaikan tugas ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan bermanfaat
pula untuk kedepannya.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................iv
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.2 Epidemiologi........................................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................7
TINJAUAN TEORI.......................................................................................................7
2.3.2 Internasional................................................................................................18
iv
2.4.2 Tindakan yang dilakukan..........................................................................20
BAB 3..........................................................................................................................24
PENUTUP...................................................................................................................24
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................24
3.2 Saran..................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Epidemiologi
Secara global, diperkirakan 10,0 juta (kisaran, 9,0-11,1 juta) 2 orang jatuh
sakit dengan TB pada tahun 2018, jumlah yang memiliki relatif stabil dalam
beberapa tahun terakhir. Beban penyakit sangat bervariasi di antara negara-
negara, dari yang lebih sedikitdari lima hingga lebih dari 500 kasus baru per
100.000 penduduk per tahun, dengan rata-rata global sekitar 130. Diperkirakan
ada 1,2 juta (kisaran, 1,1-1,3 juta) kematian TB di antara orang HIV-negatif pada
tahun 2018 (27% pengurangan dari 1,7 juta pada tahun 2000), dan 251.000
kematian tambahan (kisaran, 223.000–281.000) 3 di antara orang HIV-positif
(pengurangan 60% dari 620.000 pada tahun 2000). TB mempengaruhi orang dari
kedua jenis kelamin di semua kelompok umur tetapi beban tertinggi adalah pada
pria (usia ≥15 tahun), yang bertanggung jawab untuk 57% dari semua kasus TB
pada 2018. Sebagai perbandingan, perempuan menyumbang 32% dan anak-anak
(berusia <15 tahun) sebesar 11%. Di antara semua kasus TB, 8,6% adalah orang
yang hidup dengan HIV (ODHA).
Secara geografis, sebagian besar kasus TB pada tahun 2018 ada di
Wilayah WHO di Asia Tenggara (44%), Afrika (24%) dan Pasifik Barat (18%),
dengan persentase lebih kecil di Mediterania Timur (8%), Amerika (3%) dan
Eropa (3%). Delapan negara menyumbang dua pertiga dari total global: India
(27%), Cina (9%), Indonesia (8%), Filipina (6%), Pakistan (6%), Nigeria (4%),
Bangladesh (4%) dan Afrika Selatan (3%). Ini dan 22 lainnya negara dalam daftar
WHO dari 30 negara dengan beban TB tinggi menyumbang 87% dari kasus
dunia.4 TB yang resistan terhadap obat terus menjadi kesehatan masyarakat
ancaman. Pada 2018, ada sekitar setengah juta kasus baru TB yang resistan
terhadap rifampisin (78% di antaranya memiliki TB multidrugresisten) .6 Tiga
negara dengan proporsi terbesar dari beban global adalah India (27%), Cina
(14%) dan Federasi Rusia (9%). Secara global, 3,4% TB baru kasus dan 18% dari
kasus yang diobati sebelumnya memiliki TB multi-resistan atau rifampisin
resistan (MDR / RR-TB), dengan proporsi tertinggi (> 50% pada pengobatan
sebelumnyakasus) di negara-negara bekas Uni Soviet.
3
tidak hanya berasal dari wilayah DKI Jakarta namun dari wilayah luar Povinsi
DKI Jakarta (Jabodetabek). Provinsi dengan kasus tuberkulosis (per 100.000
penduduk) terendah yaitu Provinsi Bali (89), DI Yogyakarta (99) dan Nusa
Tenggara Barat (129). CNR semua kasus tuberkulosis tertinggi yaitu Provinsi
DKI Jakarta (410), Sulawesi Selatan (357) dan Papua (347) Bila dibandingkan
antara tahun 2017 dengan 2018 CNR semua kasus tuberkulosis yang mengalami
kenaikan 28 Provinsi (82,4%) dan yang mengalami penurunan 6 provinsi (17,6%)
yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Maluku,
Maluku Utara dan Papua.
Kepala Dinkes Jatim mengungkapkan, banyaknya kasus TB positif dapat
mempercepat penambahan kasus baru TB di Jatim. Dengan
penanganan dan pencegahan yang benar diharapkan kasus TB di Jatim tidak berta
mbah.. Sampai saat ini kasus TB di Jatim sebanyak 40 ribu orang, sedangkan pasi
en yang berhasil diobati mencapai 28 ribu orang.Sementara daerah penyumbang T
B terbanyak diduduki Surabaya dengan 3.569 kasus, disusul Jember 2.325 kasus,
Sidoarjo 1.638 kasus, Malang 1.385 kasus dan Gresik 1.294 kasus. jumlah
penderita TB di Surabaya sebanyak 4.000. Dari jumlah tersebut, penderita baru
yang masuk pendataan sekitar 2.000 penderita. Dan sisanya merupakan penderita
lama. Di Provinsi Jawa Timur memiliki kasus TB terbanyak kedua setelah
Provinsi Jawa Barat (Kemenkes, 2011). Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur tahun 2011 menunjukkan kasus TB mencapai 41.404 kasus, sementara
Jawa Barat mencapai 62.563 kasus. Kota Surabaya memiliki kasus TB terbanyak
di Provinsi Jawa Timur yaitu 3990 kasus, diikuti Kabupaten Jember dengan 3334
kasus. Kematian TB di Kota Surabaya diperkirakan mencapai 10.108 penderita
BTA positif.
6
1.3 Tujuan
Pembahasan tentang tuberkulosis dalam makalah ini memiliki tujuan
sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui penyakit tuberkulosis
b. Untuk mengetahui karakter dari virus tuberkulosis
c. Untuk mengetahui cara penularan dari penyakit tuberkulosis
d. Untuk mengetahui adanya tanda dan gejala penyakit tuberkulosis
BAB II
TINJAUAN TEORI
Faktor penjamu adalah keadaan manusia yang bisa mnejadi resiko untuk
terjangkitnya penyakit yaitu:
1. Umur: umur yang rentan terkena TB adalah umur 23-45 tahun
2. Tingkat pendidikan: faktor ini adalah faktor yang sangat dominan karena
tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi tentang TB paru. Dengan
adanya pengetahuan yang baik seseorang akan terhindar dari TB paru
3. Keadaan sosail ekonomi
4. Status gizi
5. Faktor lingkungan : lingkungan yang kotor biasanya menjadi faktor
pendukung sesorang terserang penyakit TB
6. Jenis kelamin: penderita TB terbanyak adalah laki-laki dibanbandingkan
dengan perempuan
ronchi pasien TB masih terdengar keras, namun setelah terapi ACBT hari
keempat dan kelima, suara ronchi menurun. Selain itu, dengan ACBT status
pernapasan pasien TB paru menjadi lebih baik yang mana pada terapi hari
pertama hingga kedua sesak napas masih dirasakan, pada hari ketiga sesak
napas menurun, dan terpai hari keempat hingga kelima sesak napas terus
menurun (Sukartini & Sasmita, 2008). Berdasarkan hasil tersebut, ACBT
dapat diterapkan pada pasien TB paru dikarenakan dapat mengurangi sesak
napas, membantu pengeluaran sputum atau mukus, meningkatkan eskpansi
thorax, dan mempertahankan fungsional paru.
b. Terapi Inhalasi Daun Mint (Mentha piperita)
Pasien TB paru memiliki gejala salah satunya, yaitu sesak napas. Sesak
napas akan mulai dirasakan oleh penderita TB paru ketika Mycrobacterium
tuberculosis telah menginfiltrasi setengah bagian dari paru-paru (Handayani,
2019). Terapi komplementer lain pada pasien TB paru, yakni dapat
menggunakan terapi inhalasi daun mint. Daun mint (Mentha piperita)
memiliki kandungan bahan aktif minyak atsiri pada ujung daunnya (1%),
mentol bebas (78%), mentol dengan ester (2%), dan sisanya berupa tannin,
resin, dan asam cuka (Tjitrosoepomo, 2010). Terapi inhalasi dengan daun
mint diterapkan dengan inhalasi sederhana, seperti penguapan.
Sebuah penelitian melakukan perlakuan kepada 29 pasien TB paru di
Puskesmas Desa Pon Kecamatan Sei Bamban. dengan cara memberikan
minyak esensial aromaterapi daun mint sebanyak 2-3 tetes ke dalam diffuser.
Diffuser tersebut dijadikan sebagai alat bagi responden untuk menghirup
aromaterapi daun mint dengan durasi 15 menit selama 3 kali dalam sehari.
Perlakuan tersebut diimplementasikan selama satu minggu. Setelah perlakuan
tersebut diperoleh perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah
pemberian aromaterapi daun mint. Hasilnya ialah sebelum perlakuan jumlah
responden yang mengalami sesak napas dengan skala sangat berat sebanyak 4
orang, skala berat sebanyak 14 orang, skala sedang sebanyak 8 orang, dan
skala ringan sebanyak 3 orang. Setelah perlakuan, jumlah responden pada
13
skala sesak napas sangat berat dan sedang tetap dalam jumlah yang sama,
namun pada skala berat menjadi hanya satu orang, dan pada skala ringan
menjadi 16 orang (Hutabarat, Sitepu, & Sinambela, 2019)
c. Posisi Semi Fowler dan Orthopnea
Pasien TB paru identik dengan gejala sesak napas. Ketika sesak napas
timbul, pasien belum tentu mengerti posisi yang dapat menurunkan frekuensi
pernapasannya. Terdapat posisi yang merupakan intervensi non farmakologi
atau komplementer yang dapat membantu mengontrol pernapasan pasien TB
paru, yakni posisi semi fowler dan orthopnea. Posisi semi fowler merupakan
posisi dengan sudut ketinggian tempat tidur pada bagian kepala dinaikkan 15-
45 derajat. Posisi tersebut akan membantu pasien TB paru untuk mengatasi
kesulita bernapas. Sementara itu, posisi orthopnea memiliki kesamaan dengan
fowler tinggi yang mana klien duduk dengan posisi 90 derajat ke arah depan
dengan meja atau bantalan di atas tempat tidur. Hal ini bertujuan untuk
memaksimalkan ekspansi dada dan paru, menurunkan upaya dalam bernapas,
meningkatkan ventilasi pernapasan, dan meningkatkan pergerakan sputum
agar dapat dikeluarkan.
b. Kebijakan
1. Pemerintahan pusat, daerah, dan masyarakat beertanggung jawab dapat
penyelenggaraan penanggulangan infeksi TB
2. Penyelenggaraan dan penanggulangan infeksi TB dilaksanakan dengan upaya
kesehatan masyarakat dan perorangan
3. Penanggulangan infeksi TB harus dilakukan dengan program upaya yang
tinggi dengan penanggulangan dari program kesehatan yang saling berkaitan
seperti program HIV/AIDS, diabetes melitus, dan program kesehatan lainnya
17
14. Melibatkan peran masyarakat dalam promosi, penemuan kasus, serta dukungan
pengubatan infeksi TB
15. Pemberdayaan masyarakat melalui integrasi TB dalam upaya kesehatan
berbasis keluarga dan masyarakat
2.3.2 Internasional
Merujuk pada General Of Work WHO ke 13 pada tahun 2018 tentang strategi
menghentikan Tb didapati hasil:
Target Yang diharapkan
40 juta termasuk 3,5 juta penderita TB dan 1,5 juta TB yang resisten terhadap obat
dapat dikurangi per tahun , untuk tahun 2023 diharapkan terdapat tiga milyar
kelompok tujuan yang artinya padat ahun tersebut terdapat 1 milyar ornag terlindungi
dari kondisi darurat kesehatan, 1 milyar orang memiliki kesehatan dan kesejahteraan
serta yang terakhir banyak masyarakat yang kesehatannya meningkat melalui strategi
Universal health coverage (UHC) dari WHO. Untuk mencapai ketiga tujuan
tergantung pada kepeduliaan bersama dengan upaya oleh Negara-negara Anggota,
WHO dan mitra lainnya.
a. Strategi yang dilakukan
(1) Pemeliharaan atau penguatan informasi kesehatan nasional dan sistem
pendaftaran yang mudah melalui kampanye media dan mobilisasi sosial
Era globalisasi pada saat ini dapat dimanfaatkan dengan mudahnya akses
internet dan pertukaran data , hal ini juga yang mendasari perlunya kampanye
sosial oleh Negara tentang dampak dan cara penanggulangan TB , Negara
perlu memberikan informasi kesehatan ke setiap kalangan agar dapat
mencegah maraknya kasus TB dan terdapat akses data untuk pengaduan
apabila terkena atau mengalami gejala-gejala Tuberkolosis dan segera
merehabilitasi setiap pelapor yang telah melaporkan kondisinya pada media
yang dipakai.
(2) Strategi UHC untuk memberantas TB
19
bulan minimal 2 minggu di rumah singgah agar bakteri tidak menyebar yang
selama disana penderita akan terus dipantau mengkonusmsi obatnya.
24
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan demikian, bahwa penyakit tuberkulosis ini disebabkan karena adanya
bakteri mikobakterium tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah penularan
penyakit ini sebaiknya harus menjaga kesehatan dan kebersihan diri dari lingkungan.
TBC ini juga merupakan penyakit yang harus di tangi dengan cepat.
3.2 Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis ini yaitu
meningkatkan daya tahan tubuh karena TBC yaitu penyakit yang bisa di sembuhkan.
Untuk mencapai hal hal tersebut, penderita dituntut untuk meminum obat secara
benar sesui yang di anjurkan olleh tenaga kesehatan serta memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, R. T., M.Khoirul, A., & Nurul, P. 2018. Manajeme nnm,n Penanganan Post
Traumatik Stress Disorder (PTSD) Berdasarkan Konsep dan Peneitian Terkini.
Magelang: UNIMMA Press.Handayani, H. 2019. Metode Deteksi Tuberculosis.
Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia.
Bumbunan, sitorus. 2016. Peran PMO terhadap pengobatan penderita Tuberkulosisdi
wilayah kerja unit paru-paru. Pontianak
Aditama Yoga, Priyanti (2000) Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya,
Edisi III, Lab. Mikobakteriologi RSUP Persahabatan/ WHO Collaborating
Center for Tuberculosis. Jakarta.
“TB DAY” 24 Maret 2000. Amin (2006) Tuberculosis Diagnosis Therapy dan
Masalahnya, Edisi ke empat. Jakarta Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia
Alsagaf, H & Mukty, A. (2005) Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Surabaya: Airlangga
University Press
Departement of Health. 2017. Fakta Tuberkulosis. Queensland Government.
Hutabarat, V., Sitepu, S. A., & Sinambela, M. (2019). Pengaruh Inhalasi Sederhana
Menggunakan Aromaterapi Daun Mint (Mentha Piperita) Terhadap Penurunan
Sesak Nafas Pada Pasien Tubercolosis Paru Di Puskesmas. Jurnal Penelitian
Kebidanan & Kespro, 2(1), 11–16. https://doi.org/10.36656/jpk2r.v2i1.173
Kusnanto, K., Pradanie, R., & Alifi Karima, I. (2016). Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) terhadap Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis Paru. Jurnal
Keperawatan Padjadjaran, 4(3): 213–224.
Rachma, A., & Irma, A. (2014). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi
Tuberkulosis Paru Dengan Modalitas Infrared Dan Active Cycle of Breathing
Technique (Acbt) Di Bbkpm Surakarta. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan Dan
Teknologi, 31(1), 37–43.
Sukartini, T., & Sasmita, I. W. (2008). Active Cycle of Breathing Menurunkan
Keluhan Sesak Nafas. Jurnal Ners, 3(1), 21–25.
26