Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL

SEMESTER GANJIL 2016 - 2017

IODOFORM

Hari / Jam Praktikum : Kamis / pukul 07.00-10.00

Tanggal Praktikum : 18 November 2016

Kelompok : B-1

Asisten : 1. Ayu Brillany Firsty

2. Hazrati Ummi

3. Masayu Puji Maharani

SAQILA ALIFA RAMADHAN

260110160047

LABORATORIUM KIMIA MEDISINAL

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2016
IODOFORM

I. Tujuan

1.1 Mengenal proses halogenasi (iodisasi)

1.2 Memahami cara rekristalisasi dengan pelarut tunggal

II. Prinsip

2.1 Iodoform

Iodoform adalah senyawa organoiodine dengan rumus CHI3 yang


berwarna kuning pucat, kristal, mudah menguap, berbau tajam dan mirip
kloroform (Irwandi, 2014).

2.2 Emulsi

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfraktan yang cocok (Lachman, 1994).

2.3 Iodisasi

Iodisasi adalah reaksi dari suatu senyawa yang mengandung ion I- dengan
suatu garam sehingga terbentuk garam beryodium (Steven, 2011).

2.4 Titik Leleh

Titik leleh adalah temperatur melelehnya suatu zat dalam tekanan 1


atmosfer (Tim Laboratorium Kimia Dasar, 2007).

2.5 Rekristalisasi

Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat dari pengotornya dengan


cara mengkristalkan zat tersebut setelah dilarutkan dengan prinsip
perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya
(Underwood, 1996).
III. Reaksi

(Reksohadiprojo, 1976)

IV. Teori Dasar

Iodoform sering disebut juga tri iodomethana yaitu haloform padat


berbaumanis, atsiri, berwarna kuning. Senyawa ini dibuat melalui reaksi
haloform. Reaksi haloform adalah reaksi untuk membuat haloform dari
metil keton (Daintith, 1994).

Iodroform merupakan senyawa organik yang dalam bidang


kedokteran gigi masih kadang-kadang digunakan sebagai antiseptik dan
desinfektan. Desinfektan adalah zat-zat yang bekerja bakterisid yang
digunakan untuk membebaskan ruang dan pakaian dari mikroba, tetapi
juga dipakai pada produk eksresi orang sakit. Zat ini juga bekerja
mematikan pada hampir semua sel hidup lainnya. Sedangkan antiseptik
umumnya bekerja bakteriostatik. Biasanya dipakai pada infeksi bakteri
pada kulit, mukosa dan melawan infeksi pada luka (Ebel, 1992).

Iodoform menunjukkan interaksi halogen ikatan yang meningkat


relatif pentingnya ikatan hydrogen dengan kebiasaan pelarut. Halogen
ikatan adalah dominan untuk solusi dari iodoform di amina (Betran,
1979).

Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau


pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah
dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah
perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan
zat pencampur atau pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu
sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan
cara menjenuhkannya. Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses
pelarutan. Kristalisasi dari zat akan menghasilkan kristal yang identik
dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat kristal senyawanya. Dan
pembentukan kristal ini akan mencapai optimum bila berada dalam
kesetimbangan (Rozi, 2016).

Kristalisasi dari larutan dikategorikan sebagai salah satu proses


pemisahan yang efisien. Secara umum, tujuan dari proses kristalisasi
adalah menghasilkan produk kristal dengan kualitas seperti yang
diharapkan. Kualitas kristal yang dihasilkan dapat ditentukan dari
parameter-parameter produk yaitu distribusi ukuran kristal, kemurnian
kristal dan bentuk kristal. Salah satu syarat terjadinya kristalisasi adalah
terjadinya kondisi supersaturasi. Kondisi supersaturasi adalah kondisi
dimana konsentrasi larutan berada di atas harga kelarutannya. Kondisi
supersaturasi ini dapat dicapai dengan cara penguapan, pendingin atau
gabungan keduanya (Setyopratomo, 2003).

Reaksi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Telah


ditemukan bahwa kecepatan halogenasi suatu keton berbanding langsung
dengan konsentrasi asam yang ditambahkan, tetapi tidak bergantung
pada konsentrasi atau jenis halogen yang digunakan (Fessenden,1986).

V. Alat dan Bahan

5.1 Alat

a. Beaker gelas

b. Cawan petri

c. Corong Buchner
d. Corong kaca

e. Corong panas

f. Kertas saring

g. Oven

h. Pemanas listrik

i. Pipet tetes

j. Spatula

5.2 Bahan

a. Air suling

b. Aseton

c. Etanol

d. Iodium

e. NaOH

5.3 Gambar Alat

Beaker gelas Cawan petri Corong Buchner


Corong kaca Corong panas Kertas saring

Oven Pemanas Listrik Pipet tetes

Spatula

VI. Prosedur

6.1 Iodisasi

Ke dalam labu erlenmeyer ukuran 200 ml dimasukkan 5 gram


aseton dan 5 ml air suling dan terakhir dimasukkan 5 gram iodium
kemudian dikocok. Ditambahkan larutan NaOH 2N sedikit demi sedikit
(digunakkan pipet tetes untuk penambahan NaOH) dengan terus menerus
dikocok sampai endapan iodium melarut. Setelah itu segera masukkan
125 ml air ke dalam Erlenmeyer dan endapan yang terbentuk
diperhatikan kemudian endapan yang terbentuk tersebut disaring dengan
corong Buchner. Setelah itu, endapan yang tersaring dicuci dengan
menggunakan aquadest agar bebas NaOH.

6.2 Rekristalisasi

Endapan kuning iodoform yang telah terbentuk dimasukan ke


dalam erlenmeyer lain untuk rekristalisasi. Alkohol (sebagai pengganti
etanol) ditambahkan melalui corong kaca. Campuran endapan kuning
iodoform dan etanol dipanaskan di atas pemanas air sambil dikocok.
Kemudian, corong panas dan kertas saring digunakan untuk penyaringan
larutan panas yang telah dikocok.

Setelah itu, larutan didinginkan dengan cara menutup erlenmeyer


selama 15 menit. Aqudest sebanyak 12,5ml ditambahkan dan larutan di
aduk. Kristal-kristal iodoform di saring kembali menggunkan corong
buchner dan kristal dicuci dengan alkohol. Kristal yang terbentuk di
taburkan pada kertas saring kering dan dimasukkan ke dalam oven. Hasil
kristal yang diperoleh kemudian ditimbang.

VII. Data Pengamatan

No. Perlakuan Hasil Gambar

Pembuatan NaOH

Dilakukan pembuatan
NaOH dengan
melarutkan16 gram NaOH Didapatkan NaOH
dalam 200 ml aquadest 2N untuk 1 shift
yang telah dipanaskan
sebelumnya
Pembuatan Iodoform

Didapatkan kristal
Ditimbang 5 gram iodium
1. iodium sebanyak 5
dalam kaca arloji
gram

Ditimbang 5 gram aseton Didapatkan 5 gram


2.
di dalam cawan aseton

Dimasukkan 5 gram aston Dihasilkan larutan


dan 5 ml air ke dalam coklat gelap dan
3. erlenmeyer. Kemudian masih tersisa kristal
ditambahkan 5 gram iodium yang tidak
iodium lalu dikocok. larut

NaOH 2 N ditambahkan
sedikit demi sedikit ke Dihasilkan larutan

4. dalam campuran larutan coklat muda dengan


sambil dikocok sesekali. endapan kuning
Kemudian ditambahkan pada dasar larutan
dengan aquadest
Didapatkan
Endapan yang terbentuk
5. endapan iodoform
disaring dengan corong
yang berwarna
Buchner
kuning tersaring

Didapatkan
Mencuci endapan
6. endapan kuning
iodoform menggunakan
iodoform yang
aquadest
bebas NaOH

Proses Rekristalisasi

Endapan iodoform yang


telah didapat dimasukkan
ke dalam erlenmeyer baru Endapan kuning
1. dan ditambahkan dengan sedikit melarut
beberapa ml alkohol dan melarut
hangatkan campuran
tersebut diatas

Larutan yang telah panas

2. disaring dengan Endapan kuning


manggunakan corong yang ada tersaring
panas dan kertas saring
Larutan yang telah
dasaring didiamkan

3. selama 15 menit agar Terbentuk kembali


dingin lalu ditambahkan endapan iodoform
12,5 ml aquadest melalui
corong
Endapan yang terbentuk
disaring kembali dengan

4. menggunakan corong Tersaring endapan


buchner. Kemudian dicuci iodoform
dengan menggunakan
alkohol dingin

Endapan yang terbentuk di Endapan berada di


5. pindahkan ke kertas saring kertas baru dan siap
baru untuk dipanaskan

Iodoform yang telah


berada di kertas saring Kristal iodoform
6. baru dan diletakkan di atas masuk ke dalam
kaca arloji dimasukkan ke oven
dalam oven

Endapan iodoform
7. Iodoform di dalam oven
menguap dan tidak
dipanaskan
dihasilkan kristal
kering iodoform
VIII. Perhitungan

Pembuatan larutan NaOH 2 N

Diketahui: N= 2 N

V= 200 mL,

Mr=40,


BE= = 40

Ditanyakan: Massa NaOH?

1000
N= x

1000
2 =
40 200

massa = 16 gram

IX. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pembuatan iodoform


dengan mereaksikan iodium, aseton dan NaOH. Percobaan ini
bertujuan untuk mengenal proses halogenasi. Proses halogenasi sendiri
adalah proses dengan reaksi substitusi dimana pada saat proses ini
terjadi, posisi atom hidrogen dalam struktur akan digantikan oleh atom
halogen. Selain itu, tujuan dari praktikum ini adalah memahami cara
melakukan rekristalisasi dengan pelarut tunggal. Pelarut tunggal adalah
zat yang memiliki daya melarutkan yang tinggi dan mudah melarutkan
dalam keadaan panas. Sedangkan rekristalisasi adalah pemurnian zat
padat dari campuran atau pengotornya dengan cara mengkristalkan
kembali zat setelah zat tersebut dilarutkan dalam pelarut yang cocok
atau dapat disebut sebagai pemurnian kristal kembali.
Iodoform adalah senyawa organo iodin dengan rumus CHI3 .
Iodoform memiliki bentuk kristal berwarna kuning, merupakan zat
volatile pucat (mudah menguap) , memiliki bau tajam (sering disebut
dengan bau rumah sakit), dan mirip dengan kloroform. Iodoform
merupakan suatu zat kimia yang banyak digunakan dalam bidang
farmasi sebagai desinfektan dan antiseptik.

Prinsip dari reaksi pembentukan iodoform adalah reaksi halogenasi


yaitu proses yang dimulai dengan pembentukan atom radikal bebas
dari halogen. Reaksi pembuatan iodoform merupakan reaksi reduksi
oksidasi (redoks) yakni melibatkan kenaikan dan penurunan bilangan
oksidasi. Pembuatan iodoform dilakukan dengan mereaksikan iodium,
aseton dan NaOH. Iodium dan aseton disini berfungsi sebagai reaktan,
dimana aseton yang direaksikan dengan iodium dalam suasana basa
akan teroksidasi dan diubah menjadi iodoform dan kalium asetat.

Iodium merupakan zat yang berbahaya. Iodium merupakan salah


satu dari zat bakterisid terkuat yang merupakan antiseptikum yang
bersifat sangat efektif untuk kulit utuh. Efek sampingnya adalah
sifatnya yang merangsang (nyeri bila digunakan pada luka terbuka)
warnanya coklat dan kadang terjadi dermatitis (alergi kulit), hampir
semua kuman patogen termasuk fungi, dan virus dimatikan oleh
iodium. Karena itu, penggunaan sarung tangan sangat diperlukan pada
saat pengambilan iodium dalam praktikum kali ini untuk menghindari
kontak langsung dengan kulit.

Sementara itu, NaOH dalam reaksi pembentukan iodoform


berperan sebagai katalisator yang akan mempercepat terbentuknya
endapan juga sebagai pembentuk suasana basa. NaOH dipilih sebagai
katalisator karena merupakan basa kuat, dimana basa kuat dapat
menurunkan energi aktivasi dari pembentukan iodoform dan
mengakibatkan reaksi berlangsung lebih cepat. Selain itu, NaOH juga
berfungsi sebagai nukleofil yang menyerang atom karbonil sehingga
membentuk keton yang terhalogenasi. NaOH bereaksi dengan aseton
sehingga larutan yang berwarna merah kecoklatan karena iodium
perlahan berubah menjadi kristal berwarna kuning.

Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan iodoform adalah


mengencerkan aseton dengan air terlebih dahulu. Hal ini dilakukan
karena aseton merupakan senyawa yang mudah menguap, sehingga
perlu ditambahkan aquadest dengan harapan mampu mengurangi
penguapan aseton, supaya volume aseton yang digunakan pada reaksi
tidak berkurang. Setelah itu iodium dimasukkan ke dalam erlenmeyer
dan dikocok agar larutan dapat bercampur homogen. Kemudian, mulai
ditambahkan NaOH secara perlahan lahan dengan pengocokkan
sampai terbentuk endapan kuning. Penambahan NaOH sedikit demi
sedikit sambil dilakukan pengocokkan tujuannya agar terjadi tumbukan
antar molekul yang terdapat dalam campuran sehingga reaksi berjalan
sempurna. Setelah muncul endapan kuning, tambahkan aquadest 125
ml. Penambahan segera aquadest setelah terbentuk kristal kuning
maksudnya adalah untuk mengencerkan NaOH yang menguning
berlebihan dan untuk mencegah kecepatan terhidroplisisnya iodoform
yang terbentuk. Setelah itu, endapan disaring dengan corong buchner,
dipilihnya corong buchner sebagai alat penyaring karena penyaringan
menggunakan corong ini relatif cepat.

Kristal harus segera disaring agar filtrat tidak bereaksi alkalis lagi,
karena dengan adanya suasana alkalis maka pada rekristalisasi dengan
alkohol maka iodoform akan terurai. Setelah endapan tersaring,
endapan dicuci dengan menggunakan aquadest dengan tujuan agar
endapan bebas dari NaOH. Air (aquadest) digunakan dalam proses
pencucian iodoform karena air merupakan pelarut inert yaitu pelarut
yang tidak menimbulkan reaksi apapun pada suatu sistem dan tidak
merusak reaksi didalamnya Endapan dibuat bebas NaOH karena sisa
NaOH pada endapan dapat menyebabkan penguraian iodoform pada
saat kristalisasi dengan etanol. Setelah dicuci dengan aquadest,
dihasilkan lah iodoform yang sudah bebas NaOH. Dengan
dihasilkannya iodoform, maka percobaan ini sesuai dengan teori yang
menyatakan reaksi antara iodium dan metil keton (aseton) , dengan
penambahan NaOH akan menghasilkan iodoform yang berupa kristal
atau endapan kuning.

Proses yang dilakukan selanjutnya adalah proses rekristalisasi.


Proses ini bertujuan agar kristal iodoform menjadi lebih murni lagi.
Pertama, iodoform yang sudah terbentuk dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer baru dan ditambahkan dengan sedikit alkohol sebagai
pengganti etanol yang merupakan zat berbahaya. Tujuan penambahan
alkohol ini untuk melarutkan dengan sempurna kristal iodoform.
Alkohol dipilih karena alkohol merupakan pelarut yang kritis dimana
alkohol dapat melarutakan iodoform dalam kondisi panas dan tidak
dapat melarutkan iodoform dalam kondisi dingin. Dan karena sifatnya
sebagai pelarut kritis maka alkohol sangat cocok untuk digunakan
dalam proses rekristalisasi.

Kemudian, kocok campuran tersebut di atas penangas air dengan


tujuan mempercepat pelarutan dengan panas yang ada dari penangas
air, akan tetapi penangas air tidak boleh dalam keadaan ada nyala api.
Hal ini karena tidak boleh ada nyala api pada jarak 2m dari larutan
dikhawatirkan terjadi kebakaran karena sifat alkohol yang mudah
terbakar. Setelah iodoform larut sempurna, dilakukan penyaringan
menggunakan kertas saring dengan memakai corong panas. Corong
panas digunakan tujuannya agar pada saat penyaringan tidak terjadi
proses rekristalisasi pada iodoform. Corong panas dapat menyaring
dalam keadaan panas lebih dari 60o .

Larutan yang diperoleh dari hasil penyaringan yang berwarna


oranye kekuningan selanjutnya didinginkan serta ditutup dengan
plastik wrap agar tidak terjadi penguapan. Setelah 15 menit
ditambahkan aquadest sebanyak 12,5 ml. Penambahan air setelah
reaksi berfungsi untuk menurunkan kelarutan dari kristal iodoform
yang terbentuk sehingga diperoleh kembali endapan kristal pada
larutan. Setelah itu, dilakukan penyaringan kembali dengan
menggunakan corong buchner seperti pada proses pembuatan
iodoform. Kristal yang diperoleh kemudian dicuci dengan beberapa
tetes alkohol dingin. Alkohol dingin yang digunakan untuk mencuci
berfungsi untuk menghilangkan pengotor yang larut tanpa
menyebabkan kristal iodoform ikut larut (karena alkohol tidak dapat
melarutkan kristal iodoform dalam keadaan dingin). Kristal yang telah
dicuci kemudian dipindahkan ke kertas saring yang baru lalu
dimasukkan ke dalam oven yang bertujuan untuk mempercepat proses
pengeringan dengan mengurangi kadar air yag masih terkandung
dalam kristal iodoform.

Pada tahap pengeringan kristal ini, dialami kegagalan dalam


pemanasan dalam oven. Dimana kristal kuning yang seharusnya
dihasilkan pada praktikum menguap. Hal ini terjadi dikarenakan suhu
pada pemanasan kristal terlalu tinggi dimana suhu yang dipakai adalah
150o pada percobaan pertama dan 110o pada percobaan kedua.

Pada percobaan pertama, endapan iodoform dikeringkan dengan


suhu 150o selama semalaman. Suhu yang terlalu tinggi (melebihi batas
titik lebur iodoform) dan waktu pengeringan yang terlalu lama
membuat kristal iodoform yang seharusnya terbentuk menjadi
menguap. Penguapan ini juga dikarenakan sifat dari iodoform yang
mudah menguap. Kemudian, pada percobaan kedua endapan iodoform
dikeringkan pada suhu 110o dalam waktu 10 menit. Waktu yang
dipakai pada percobaan kali ini memang relatif singkat, namun karena
suhu yang tetap terlalu tinggi untuk pengeringan iodoform maka kristal
iodoform pada percobaan ini menguap seperti pada percobaan pertama.
Dimana pada saat oven dibuka, tidak terdapat kristal iodoform namun
terdapat gas ungu yang menandakan bahwa iodoform telah menguap.
Karena, menurut teori, iodoform yang menguap akan menjadi gas
berwarna ungu yang berbau menyengat. Seharusnya, temperatur
pengeringan iodoform tidak boleh terlalu tinggi dan tidak boleh
melebihi titik leleh iodoform yang berada di sekitar suhu 120o C.
Pengaturan suhu merupakan hal yang sangat penting, karena suhu
merupakan salah satu faktor yang akan membuat peguapan suatu zat
menjadi lebih cepat karna suhu akan mempercepat tumbukan molekul
dalam suatu senyawa.

X. Kesimpulan

Dari praktikum yang dilakukan, dapat diketahui salah satu proses


halogenasi yang melibatkan iodium yaitu proses pembuatan iodoform.
Serta dapat memahami rekristalisasi dengan pelarut tunggal, yang dalam
hal ini pelarut yang digunakan adalah alkohol karena alkohol merupakan
perlarut kritis yang dapat melarutkan iodoform pada suhu tinggi dan tidak
dapat melarutkan iodoform pada suhu rendah. Endapan iodoform yang
dihasilkan adalah 0,5 gram dan tidak dihasilkan kristal kering iodoform.
Daftar Pustaka

Betran, Jose. 1979. Detection of Halogen Bond Formation by Corellation

of Proton Solvent. Journal Magnetic Resonance. Vol 12 No.2

Daintith, J (Editor). 1994. Kamus Lengkap Kimia. Terjemahan Suminar

Achmadi. Jakarta: Erlangga.

Ebel, Siegrfried.1992.Obat Sintetik. Buku Ajar Dan Buku Pegangan.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga

Jilid II. Jakarta : Erlangga

Irwandi, Dedi. 2014. Experiments of Organic Chemistry. Jakarta : P.IPA

FTIK Press

Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI

Press

Reksohadiprojo, Samboedi. 1976. Kuliah dan Praktika Kimia Farmasi

Preparatif. Yogyakarta : UGM Press

Rozi, Fachrur. 2016. Pengertian Rekristalisasi. Tersedia online di

http://www.zeevorte.com/2016/01/pengertian-rekristalisasi.html[diakses
pada 20 November 2016]

Setyopratomo, Puguh. 2003. Studi Ekperimental Pemurnian Garam NaCl

Dengan Cara Rekristalisasi. Jurnal Unitas. Vol 11 (2). pp. 17-28.

Steven, M. 2001. Kimia Polimer. Jakarta : PT. Pradnya Paramita


Tim Laboratorium Kimia dasar. 2007. Penuntun Praktikum Kimia Dasar I. Bali:

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana.

Underwood, A. L, Day, R. A. 1996. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi ke 5.

Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai