Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN TERNAK POTONG

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah


Manajemen Ternak Potong pada Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar

Oleh:

ADI WIRA PRATAMA


60700121022

JURUSAN ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDINMAKASSAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manajemen ternak potong adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan

pemeliharaan yang menyangkut pemberian pakan, kandang, kesehatan, segala

aspek yang berkaitan dengan ternak yang nantinya dapat memenuhi permintaan

pasar serta kualitas daging yang akan di produksi.

Sapi potong mempunyai peranan penting dalam mendukung ketahanan

pangan nasional, termasuk menyediakan daging sebagai sumber protein hewani

bagi masyarakat Indonesia. Fenomena penyediaan daging sapi nasional masih

menjadi polemic yang sangat menarik untuk dikaji dalam dunia penelitian.

Permintaan daging sapi meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertumbuhan

jumlah penduduk. Pengembangan sektor peternakan sapi potong merupakan

bagian integral dari upaya memajukan pertanian di wilayah pedesaan. Di banyak

negara, termasuk Indonesia, peternakan sapi potong memiliki peran strategis

dalam memperkuat ekonomi lokal, menyediakan lapangan pekerjaan, dan

memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat.

Saat ini kebutuhan daging dalam negeri masih belum diimbangi dengan pasokan

yang mencukupi (Hastang, 2023).


Namun kenyataannya produksi sapi potong di Indonesia masih rendah

berarti pasokan daging sapi masih belum seimbang dengan permintaan saat ini.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan keamanan pangan produk peternakan, kita

perlu meningkatkan produksi daging sapi. Produksi dapat ditingkatkan melalui

penambahan skala usaha peternakan, hal ini dapat dicapai dengan sistem

kelembagaan dengan pola pengembangan dan kemitraan (Azhar, 2019).

Produktivitas sapi potong dipengaruhi oleh beberapa hal seperti

manajemen pakan¸ manajemen perkandangan¸ manajemen pemeliharaan dan

manajemen kesehatan. Kesehatan sapi potong yang terganggu di suatu feedlot

akan menurunkan produktivitasnya seperti konsumsi ransum menurun, penurunan

bobot badan, penurunan kualitas produksi, dan menyebabkan kematian pada

ternak. Kesehatan ternak merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

keberhasilan usaha peternakan sapi potong (Saputra, 2022).

Berdasarkan latar belakang diatas maka penting dilakukan praktikum

lapangan untuk mengatahui lebih dalam tentang bagaimana manajemen

pemeliharaan sapi potong yang baik dan benar sehingga dapat menghasilkan

produktivitas yang optimal.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari praktikum manajemen ternak potong dan

kerja ini yaitu bagaimana manajemen penilaian dengan pendugaan terhadap umur

ternak dengan melihat susunan gigi ternak, manajemen pertumbuhan dan

perkembangan dengan pendugaan bobot badan ternak, manajemen perkandangan,

manajemen pakan, manajemen pengolahan limbah dan manajemen kesehatan?


C. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum manajemen ternak potong dan kerja yaitu

untuk mengetahui manajemen penilaian dengan pendugaan terhadap umur ternak

dengan melihat susunan gigi ternak, untuk mengetahui manajemen pertumbuhan

dan perkembangan dengan pendugaan bobot badan ternak, untuk mengetahui

manajemen perkandangan, manajemen pakan, manajemen pengolahan limbah,

dan manajemen kesehatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Al Qur’an

Allah menciptakan berbagai jenis hewan ternak sebagai salah satu

manifestasi kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya. Dalam Al-Quran, Allah sering

mengajak manusia untuk merenungi penciptaan-Nya dan mengetahui tanda-tanda

kebesaran-Nya melalui berbagai makhluk, termasuk hewan ternak. Al-Quran

menekankan bahwa manusia bertanggung jawab terhadap makhluk-makhluk yang

berada di bawah kekuasaannya, termasuk hewan ternak. Manusia diminta untuk

menjadi khalifah (pengelola) di bumi dan ini mencakup tanggung jawab terhadap

keberlanjutan dan kesejahteraan hewan ternak.

Allah Swt. berfirman dalam QS. An-Nahl/16:5

٥ ‫َو اَاْلْنَع اَم َخ َلَقَها َلُك ْم ِفْيَها ِد ْف ٌء َّو َم َناِفُع َو ِم ْنَها َتْأُك ُلْو َن‬
Terjemahnya
Dia telah menciptakan hewan ternak untukmu. Padanya (hewan ternak itu)
ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, serta sebagian
(daging)-nya kamu makan.
Menciptakannya bagi kalain (wahai sekalain manusia) dan Dia menjadikan

pada bulu domba dan bulu unta sumber kehangatan dan manfaat-manfaat lainnya

yang berasal dari air susu, kulit dan sebagi tunggangan dan sebagian kalian

konsumsi. tafsir ayat ini dapat mencakup pemahaman bahwa Allah menciptakan

segala sesuatu di dunia ini dengan tujuan dan hikmah tertentu dan manusia

diberikan tanggung jawab untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut

dengan bijak dan bertanggung jawab (Tafsir Al-Muyassar 2020).


Makna ayat diatas Allah memberi karunia kepada hamba-hamba-Nya

berupa apa yang telah Dia ciptakan bagi mereka seperti unta, sapi, kambing,

domba dan segala hal yang dapat mereka manfaatkan darinya. Mereka dapat

membuat pakaian dan karpet dari bulu dan rambut hewan-hewan tersebut, dapat

meminum air susunya dan memakan dagingnya; mereka juga dapat menikmati

keindahan ketika mereka kembali memasukkan hewan-hewan tersebut ke dalam

kandangnya dari tempat penggembalaan pada sore hari, dan ketika mereka

mengeluarkannya pada pagi hari.

B. Kajian Teoritis

1. Jenis Sapi Potong

Kebutuhan akan sapi potong terus bertambah dari tahun ke tahun

bersamaan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat yang menjadikan permintaan komoditas hasil ternak

terkhusus daging mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, meskipun

ketersediaan sapi lokal yang siap untuk dikonsumsi belum cukup di pasar.

Kesempatan usaha ini amat disayangkan jika tidak dimanfaatkan secara baik.

Sebuah upaya untuk menaikan penyediaan daging sapi dari segu kualitasdan

jumlah adalahpenampungan semen sapi limousine (Mustafidah et al., 2023).

Sistem pemeliharaan sapi potong di Indonesia dibedakan menjadi tiga,

yaitu: intensif, ekstensif, dan usaha campuran (Mixed farming). Pada

pemeliharaan secara intensif, sapi dikandangkan secara terus-menerus atau hanya

dikandangkan pada malam hari dan pada siang hari ternak digembalakan. Pola

pemeliharaan sapi secara intensif banyak dilakukan peternak di Jawa, Madura,


dan Bali. Pada pemeliharaan ekstensif, ternak dipelihara di padang

penggembalaan dengan pola pertanian menetap atau di hutan. Pola tersebut

banyak dilakukan peternak di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan Sulawesi.

Dari kedua cara pemeliharaan 6 tersebut, sebagian besar merupakan usaha rakyat

dengan ciri skala usaha rumah tangga dan kepemilikan ternak sedikit,

menggunakan teknologi sederhana, bersifat padat karya, dan berbasis azas

organisasi kekeluargaan (Erliana, 2022).

a. Sapi Bali

Sapi bali merupakan salah satu jenis sapi potong asli Indonesia. Sapi bali

merupakan hasil domestikasi dari banteng (bibos banteng) yang habitat aslinya

berada di Pulau Bali. Populasinya saat ini ditaksir sekitar 526.031 ekor. Sapi bali

(Bos sondaicus) telah mengalami proses domestikasi yang terjadi sebelum 3.500

SM di wilayah Pulau Jawa atau Bali dan Lombok. Sapi bali dikenal juga dengan

nama Balinese cow yang kadang-kadang disebut juga dengan nama Bibos

javanicus, meskipun Sapi Bali bukan satu subgenus dengan bangsa Sapi Bos

taurus atau Bos indicus (Syarbini, 2020).

Sapi bali merupakan hasil domestikasi banteng (Bos bibos) adalah jenis

sapi yang unik, dan hingga kini masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat,

Taman Nasional Baluran, dan Taman Nasional Ujung Kulon di ujung barat Pulau

Jawa. Sapi bali termasuk salah satu jenis sapi potong yang disukai oleh para

peternak karena berfungsi dwiguna, yakni sebagai sapi pekerja dan juga sapi

pedaging, serta mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan sapi jenis

lainnya. Bobot lahir anak sapi bali yaitu antara 10,5 kg sampai dengan 22 kg
dengan rata-rata 18,9±1,4 kg untuk anak sapi jantan. Sementara anak sapi betina

memiliki kisaran bobot lahir antara 13 kg sampai dengan 26 kg dengan rataan

17,9±1,6 kg (Fania, 2020).

Sapi bali memiliki khas warna kulit merah bata, warna putih pada empat

kaki bagian bawah, dimulai dari tarsus atau carpus ke bawah. Pada bagian pantat

memiliki warna putih berbentuk oval dengan batas yang jelas, sedangkan pada

bagian punggung terdapat garis belut berwarna hitam. Bentuk tanduk meruncing,

melengkung ke arah tengah dengan warna hitam. Peternak menyukai sapi Bali

karena beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain daya adaptasi terhadap

lingkungan yang sangat bagus, dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas yang

rendah (Andoyo et al., 2023).

Gambar 1. Sapi bali (Bos sondaicus) (Syarbini, 2020).

b. Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole (PO) sering disebut sebagai sapi lokal, sapi Jawa

atau sapi putih, merupakan hasil persilangan antara pejantan Sumba Ongole (SO)

dengan betina Jawa berwarna putih. Sapi PO mempunyai ciri-ciri antara lain,

tubuh besar, kaki panjang dan kuat, tanduk pendek tumpul, telinga panjang
menggantung, gelambir lebar bergantung, memiliki gumba dan berwarna kelabu

hingga putih (Sumiyanti et al., 2023).

Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan hasil persilangan antara sapi

Ongole dan sapi lokal betina putih, yang terkenal dengan keunggulannya

dibandingkan dengan jenis sapi. Beberapa keunggulan sapi PO yang tidak dimiliki

oleh sapi-sapi lain yang ada di Indonesia adalah tahan akan cuaca yang panas dan

mampu beradaptasi dengan kondisi yang minim dan memiliki aktivitas reproduksi

induk yang cepat dan memiliki tingkat kebuntingan yang lebih mudah

dibandingkan sapi keturunan sub tropis (Kobandaha, 2022).

Sapi Peranakan Ongole (PO) sering disebut sebagai sapi lokal, sapi Jawa

atau sapi putih, merupakan hasil persilangan antara pejantan Sumba Ongole (SO)

dengan betina Jawa berwarna putih. Sapi PO mempunyai ciri-ciri antara lain,

tubuh besar, kaki panjang dan kuat, tanduk pendek tumpul, telinga panjang

menggantung, gelambir lebar bergantung, memiliki gumba dan berwarna kelabu

hingga putih (Sumiyanti et al., 2023).

Gambar 2. Sapi Peranakan Ongole (Setyawan, 2020)


c. Sapi Aberdeen Angus

Sapi aberdeen Angus Berasal dari daerah dataran tinggi Abardeen Shire

dan Aungushire di Skotlandia, kemudian popular dengan sebutan Aberdeen

Angus. Ciri khas sapi ini berkulit hitam pekat sehingga namanya mudah diingat

dengan sebutan sapi Angus karena dalam bahasa Indonesia Angus = hangus,

gosong. Bangsa sapi ini banyak digunakan pada crossbreeding dan grading up

untuk menghasilkan sapi potong yang baik. Jika sesame bangsa sapi angus

dikawinkan dengan seperempat dari keturunannya, warna tubuhnya akan berubah

menjadi merah dan tidak bertanduk (red angus) (Ramadhani, 2023).

Sapi angus merupakan sapi tipe pedaging yang berasal dari dataran tinggi

Abardeen Shire dan Aungushire di Skotlandia dengan ciri khasnya yang berwarna

hitam, telinga pendek, leher pendek, berpunggung lurus, badan padat dan kompak,

kepala besar, dan kaki-kaki kuat dan kekar. Bobot sapi jantan mencapai 800-1.000

kg. Daging sapi angus ini dipercaya mempunyai kandungan rendah lemak, serta

serat yang padat, sehingga jenis sapi satu ini sangat populer sebagai sapi potong

yang banyak dimanfaatkan untuk hidangan steak. Keunggulan sapi ini yaitu

memiliki daya tahan tubuh yang tinggi sehingga mampu beradaptasi dengan baik

Karakteristik sapi Angus, yaitu warna hitam legam, polled, leher pendek,

kaki pendek kuat dan kokoh telinga kecil dan pendek. Sapi Angus meriliki

persentase karkas tinggi dengan pola marbling dan lemak intramuskular yang

banyak dan memiliki kualitas daging yang baik. . Bobot lahir sapi Angus

mencapai 43,0 kg, bobot lepas sapih mencapai 200 kg dan sapi jantan umur 18
bulan bobot mencapai 511,00 kg dan 537,00 kg. Sapi Angus memiliki PBBH

yang bervariasi yaitu berkisar antara 1.061-1,170 kg (Mayulu, 2023).

Gambar 3. Sapi Angus (Ramadhani, 2023).

d. Sapi Lemousin

Jenis sapi ini mempunyai ciri-ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna

merah bata dan putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh

berukuran besar dan mempunyai tingkat produksi daging yang baik. Sapi

lemousin merupakan salah satu jenis sapi potong yang sedang dikembangkan di

Indonesia. Sapi Lemousin berasal dari benua Eropa yang banyak ditemukan di

negara Perancis. Sapi 4 Lemousin yang dipelihara peternak Indonesia adalah

Peranakan Lemousin yang merupakan hasil persilangan dengan Peranakan Ongole

(PO), Brahman, Hereford dan jenis sapi lainnya (Ramadhani, 2023).

Sapi Limosin merupakan jenis sapi yang pertama kali dikembangkan di

Perancis, dengan daging bernutrisi tinggi, memiliki kualitas daging yang empuk

dan rendah lemak. Karakteristik sapi Limosin yaitu memiliki tanduk berwarna

kuning kegelapan dan tipis, warna bulu berwarna emas-merah yang warnanya

lebih terang di bawah perut, paha dalam, sekitar mata dan moncong, di sekitar

anus, dan ujung ekor, bentuk kepala pendek ke bawah, kaki agak pendek, telinga
besar dan tegak kesamping, sapi pejantan menunjukan birahi pada umur 12 bulan,

dan dikawinkan sebaiknya pada umur 18 bulan. Berat tubuh sapi pejantan

limousin mencapai 1000 kg, tingkat fertilitasnya mencapai 47,79% (Yurike,

2022).

Sapi Limousin sebanyak 18ekor dengan umur 1,5-2 tahun dengan rata-

rata bobot awal sekitar 369 ± 41,31 kg. Sapi dipelihara di kandang ganda tipe

head to head difasilitasi dengan tempat makan dan tempat minum. Pemberian

pakan berupa konsentrat yang dicampur dengan ampas tahu dan probiotik pada

pagi dan sore hari, setelah 2 jam pemberian ransum lalu diberi rumput gajah

(Denia et al., 2023).

Sapi limousin merupakan keturunan bos taurus yang berkembang

diprancis. Karakteristik dari sapi limousin adalah pertambahan badan yang cepat

perharinya sekitar 1,1 kg, tinggi mencapai 1,5 m, bulu tebal yang menutupi

seluruh tubuh warnanya mulai dari kuning sampai merah keemasan, tanduknya

berwarna cerah, bobot lahir tergolong kecil sampai medium (sapi betina dewasa

mencapai, fertilitasnya cukup tinggi, mudah melahirkan, mampu menyusui, dan

mengasuh anak dengan baik serta pertumbuhannya capat (Perdana, 2022).


Gambar 4. Sapi Limosin (Yurike, 2022).

2. Manajemen Pendugaan Umur

Sapi dengan berat lahir yang besar dan lahir secara normal akan lebih

mampu mempertahankan hidupannya. Ukuran-ukuran tubuh sapi Bali jantan dan

betina pada umur pedet memiliki perbedaan pada parameter tinggi badan, panjang

badan, tinggi pinggul, lingkar dada, dan lebar kepala (Juniar, 2022).

Menurut Meutiya (2020), menyatakan pendugaan umur pada sapi potong

dapat dilakukan dengan cara melihat perubahan jumlah gigi seri, mengamati

kondisi/keadaan bulu pada ternak, melihat lingkar tanduk dan recording cara/

metode umur ternak:

a. Mengamati Gigi Ternak

Umumnya metode ini sudah sangat dikenal oleh peternak di Indonesia.

Istilah yang biasa dikenal dalam metode ini adalah “poel”. Poel menunjukkan

adanya pergantian gigi ternak, sehingga seberapa banyak tingkat pergantian gigi

yang bisa menjadi dasar untuk menduga umur ternak. Semakin banyak gigi yang

“poel” maka umur ternak juga semakin tua. Gigi ternak mengalami pergantian dan

mengalami kuatnya keterasahan secara kontinyu. Pola pergantian gigi pada ternak

memiliki karakteristik tertentu sehingga dapat digunakan untuk menduga umur

ternak. Gerakan mengunyah makanan yang dilakukan oleh ternak akan

mengakibatkan kuatnya asahan dari gigi tersebut (Prasetyo et al., 2019).

b. Recording pada ternak

Hal utama yang paling membantu dalam penentuan umur yaitu dengan

ketersediaan catatan atau recording dari ternak itu sendiri. Misalnya tanggal lahir,
dikawinkan, beranak pertama kali dan seterusnya. Waktu kelahiran, catatan ini

penting, untuk mengetahui umur ternak yang dilahirkan secara tepat dan akurat,

selain itu berguna untuk menentukan umur penyapihan dan waktu mengawinkan

kembali domba induk setelah beranak. Dengan adanya pencatatan tersebut,

peternak dapat memperoleh keuntungan seperti: peternak dapat membuat

beberapa perencanaan diantaranya menentukan waktu mengawinkan setelah

beranak agar jarak beranak dapat diperpendek, mengamati jika ada induk berahi

kembali setelah dikawinkan.

c. Mengamati Bulu Ternak

Pendugaan umur dapat dilakukan dengan cara pengamatan

keadaan/kondisi bulu ternak sapi potong. Ternak muda memiliki bulu yang

panjang dan kasar, sedangkan pada ternak tua bulu lebih pendek dan halus. Bulu

yang kasar juga dapat disebabkan oleh keadaan ternak yang sedang sakit ataupun

faktor pakan. Sapi tropis umumnya memiliki bulu yang panjang dan kasar sebagai

penjaga suhu internal hewan, sedangkan sapi tropis umumnya pendek dan halus.

d. Mengamati Lingkar Tanduk Ternak

Pendugaan umur ternak yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan

pengamatan terhadap pertumbuhan lingkar cincin pada tanduk, namun cara ini

tidak akurat dibandingkan dengan cara yang lain hal tersebut dikarenakan faktor

pakan serta faktor musim.

3. Manajemen Pertumbuhan Bobot Badan

Bobot badan merupakan salah satu tujuan akhir dari pemeliharaan sapi

potong, penimbangan bobot badan biasanya dilakukan dengan timbangan ternak,


ada juga menggunakan rumus tertentu. Normalnya semakin bertambahnya umur

ternak, bobot badan ternak juga ikut naik. Sapi Bali yang digunakan memiliki

umur 2-3 tahun dengan rataan nilai bobot badannya sebesar 258,5 kg. Bobot

badan terendah sebesar 198 kg dan bobot badan tertinggi sebesar 345 kg (Sultan

et al., 2023).

Bobot badan merupakan salah satu parameter produktivitas sapi. Bobot

badan umumnya digunakan untuk menentukan nilai jual ternak. Selain itu, bobot

badan juga diperlukan untuk dijadikan acuan perhitungan dosis obat-obatan yang

diberikan. Penentuan bobot badan yang ideal akan memberikan efek terapi yang

tepat pada ternak. Oleh karena itu, penentuan bobot badan yang akurat penting

dilakukan. Penentuan bobot badan ternak dapat diketahui dengan dua cara yaitu

dengan penimbangan menggunakan alat timbangan dan pendugaan melalui

pengukuran beberapa ukuran tubuh seperti lingkar dada, panjang badan, lebar

dada (Desya, 2022). Berat potong ternak diperoleh dengan cara mengukur lingkar

dada dan panjang badan sapi menggunakan meteran dan kemudian data yang

didapatkan dihitung menggunakan rumus Lambourne (Marino, 2020).

Pendugaan bobot badan sapi di Merauke dilakukan secara manual oleh

pembeli atau peternak sendiri dengan cara mengamati postur tubuh sapi, namun

secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan alat pita ukuratau rumus.

Pita ukur yang biasa digunakan untuk menduga bobot badan yaitu pita ukur merek

Rondo. Rumus yang sering digunakan untuk menduga bobot badan adalah

Denmark di Indonesia telah banyak dikembangkan rumus modifikasi diantaranya

adalah rumus Lambourne. Selain itu, prediksi bobot badan juga dapat dilakukan
secara otomatis. Kedua alat untuk menduga bobot badan tersebut masih memiliki

kekurangan yaitu selisih cukup tinggi dan bervariasi untuk jenis sapi diIndonesia

(Irianto, 2023).

4. Manajemen Kandang

Kandang adalah salah satu unsur penting dalam pemeliharaan. kandang

berfungsi sebagai tempat berlindung dari panas sinar matahari dan hujan yang

dapat mempengaruhi pertumbuhan dan Kesehatan. Kandang dibangun beberapa

meter dari rumah atau dekat lahan pertanian dan jauh dari pemukiman penduduk.

Lokasi ideal untuk membangun kandang adalah 11 daerah yang letaknya cukup

jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan (Ari, 2022).

Syarat Kandang yang baik yaitu jauh dari pemukiman penduduk, ventilasi

dan suhu udara kandang yang baik, kuat dan tahan lama, tidak berdampak pada

lingkungan sekitar serta memudahkan petugas dalam proses produksi seperti

pemberian pakan, pembersihan kandang dan penanganan Kesehatan. Kandang

memiliki fungsi yang sangat penting dalam usaha sapi potong yaitu melindungi

ternak dari perubahan cuaca atau iklim yang buruk, melindungi ternak dari

pencurian dan mencegah ternak terjangkit oleh suatu penyakit (Jaya, 2022).

Tipe kandang konvensional ganda yaitu head to head, dimana sapi saling

berhadapan dan tempat pakan yang menjadi penengahnya. Sistem kandang ini

sangat mendukung dalam usaha penggemukan sapi potong untuk melindungi

ternak dari perubahan cuaca atau iklim yang ekstrim (panas, hujan, dan angin),

mencegahdan melindungi ternak dari penyakit, menjaga keamanan ternak dari

pencurian, memudahkan pengelolaan ternak dalam proses produksi seperti


pemberian pakan, minum, pengelolaan kompos dan perkawinan dan juga kandang

dapat meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja (Utama, 2022).

Kandang Head to head merupakan salah satu tipe kandang yang umum

digunakan dalam pemeliharaan kambing perah. Tipe kandang ini mengacu pada

penempatan ternak yang saling berhadapan dan dapat memberikan keuntungan

dalam pengawasan dan manajemen ternak serta memungkinkan untuk pengaturan

pakan dan pemeriksaan kesehatan yang lebih efisien. Kandang tipe ini mengacu

pada penempatan ternak yang saling berhadapan. Tipe kandang ini dapat

memberikan keuntungan dalam pengawasan dan manajemen ternak serta

memungkinkan untuk pengaturan pakan dan pemeriksaan kesehatan yang lebih

efisien (Ja’far, 2019).

Ada beberapa tipe model atap pada kandang yaitu tipe monitor,

semimonitor dan gable. Ketiga tipe model atap ini merupakan model atap yang

sering digunakan pada kandang yang memiliki dua sisi ruang atau kandang yang

berhadapan. Sedangkan tipe atap shade merupakan tipe atap yang sering

digunakan pada kandang yang memiliki satu sisi kandang saja atau kandang

tunggal (Ubayanti, 2023).

5. Manajemen Pakan

Pakan merupakan faktor yang sangat penting pada usaha penggemukan

sapi, baik hijauan maupun konsentrat. Kontinuitas penyediaan pakan sangat

menentukan bagi keberhasilan usaha penggemukan sapi kereman. Karena hampir

sepanjang hidup sapi selalu berada di dalam kandang. Pemberian pakan yang

tidak kontinu dapat menimbulkan stres dan akan berakibat sapi menjadi peka
terhadap berbagai jenis penyakit dan terganggunya pertumbuhan. Bahan pakan

ternak rumiansia meliputi pakan dasar, pakan konsentrat dan pakan aditif. Pakan

dasar terdiri dari rumput, legum dan hijauan. Pakan konsentrat merupakan pakan

untuk melengkapi kebutuhan nutrisi, yang pada umumnya mengandung protein

lebih dari 20% dan serat kasar kurang dari 18%. Konsentrat biasanya diberikan

bersama hijauan untuk meningkatkan keseimbangan gizi dari keseluruhan pakan.

Pakan aditif antara lain bioplus, ditujukan untuk 7 meningkatkan kualitas zat

pakan yang dapat digunakan oleh ternak serta meningkatkan efisiensi zat pakan

dalam mencapai jaringan produksi (Erliana, 2022).

Rumput gajah merupakan rumput yang tumbuh tegak dengan tinggi

kurang lebih 2m yang digunakan untuk pakan ternak. Ternak merupakan hewan

yang dipelihara manusia, selain sebagai sumber bahan baku industri, hewan ternak

juga bisa digunakan sebagai sumber bahan pangan. Ternak yang dimaksud disini

adalah ternak hewan sapi. Oleh karena itu, setiap harinya harus disediakan rumput

gajah sebagai pakan utama sapi (Wicaksono, 2022).

Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya

dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan

kepada ternak, baik dalam bentuk segar maupun kering. Pemanfaatan jerami

jagung adalah sebagai makanan ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing

dan domba. Nilai nutrisi dari hasil samping tanaman jagung sangat bervariasi,

kulit jagung mempunyai nilai kecernaan bahan kering in vitro yang tertinggi

(68%) sedangkan batang jagung merupakan bahan yang paling sulit untuk dicerna

dalam rumen (51%). Nilai kecernaan kulit jagung dan tongkol (60%) ini hampir
sama dengan nilai kecernaan rumput Gajah sehingga kedua bahan ini dapat

menggantikan rumput gajah sebagai sumber hijauan (Syaiful, 2020).

Penyediaan pakan ruminansia secara kontinyu, berkualitas dan praktis

merupakan kebutuhan bagi peternak. Kendala bagi peternak dalam penyediaan

pakan terutama hijauan pakan diantaranya yaitu keterbatasan jumlah sumber

pakan, jarak antara sumber pakan dan peternakan sehingga menyulitkan

transportasi, kualitas nutrisi rendah, musim kemarau dan pakan yang bersifat

Kamba. Salah satu satu alternatif bahan pakan yang dapat digunakan untuk

mengatasi kendala tersebut yaitu penggunaan limbah agroindustri. Limbah

agroindustri berpotensi besar sebagai pakan ternak (Mukminah, 2019).

Ampas tahu merupakan limbah industri pengolahan tahu. Ampas tahu

memiliki kadar air dan serat yang cukup tinggi, sehingga pemanfaatannya belum

optimal dan masa simpannya relatif pendek. Namun, ampas tahu dapat dijadikan

sumber protein. Ampas tahu dapat dijadikan sebagai pakan sumber protein karena

mengandung protein kasar cukup tinggi yaitu 27,55% dan kandungan zat nutrien

lain adalah lemak 4,93%, serat kasar 7,11%, BETN 44,50%, selain itu harga

bahan, biaya produksi, dan proses produksinya terbilang murah (Bouk, 2022).

Dedak padi adalah hasil luaran dari olahan padi menjadi beras, dimana

kualitas dedak padi akan bermacam-macam tergantung dari jenis padi. Dedak padi

merupakan salah satu hasil pada pabrik penggilingan padi dalam memproduksi

beras. Dedak padi juga biasa digunakan dalam penyusunan ransum ternak.

Ransum adalah gabungan pakan ternak yang sudah diramu dan secara umum
terdiri dari beberapa jenis bahan pakan dengan takaran tertentu. Dedak padi dapat

digunakan untuk bahan pakan ternak (Mila, 2021).

6. Manajemen Pengelolaan Limbah

Penggunaan sampah kotoran sapi menjadi biogas atau sumber energi ini

merupakan salah satu teknologi tepat guna untuk mengelola limbah perternakan

khususnya limbah kotoran sapi. Dalam kaitannya sebagai sumber energi

alternative pengganti energi fosil, “biogas merupakan sumber energi yang

mampu mengurangi produksi emisi gas rumah kaca dan sumber bahan bakar

alternatif ketika harga bahan bakar minyak naik akibat meningkatnya harga

minyak dunia. Selain itu, dengan pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi

biogas ini juga tidak mengurangi jumlah pupuk organik yang bersumber dari

kotoran ternak sapi. Hal ini karena pada pembuatan biogas, kotoran ternak sapi

yang sudah diproses akan dikembalikan ke kondisi semula, yang diambil hanya

gas metana (CH4) yang akan digunakan sebagai bahan bakar. Kotoran ternak

sapi yang sudah diproses pada pembuatan biogas dipindahkan ke tempat lebih

kering, dan bila sudah kering dapat disimpan dalam karung untuk penggunaan

selanjutnya, seperti halnya pupuk organic (Sarwani, 2020).

Dalam bidang peternakan limbah merupakan zat sisa atau bahan buangan

dari usaha peternakan yang berupa gas, cair dan padat. Limbah gas yang

dihasilkan oleh usaha peternakan merupakan salah satu penyumbang dari emisi

gas rumah kaca. Gas metan yang diperoleh merupakan salah satu gas yang

terbanyak diproduksi oleh usaha peternakan yang merupakan penyebab emisi gas

rumah kaca. Limbah peternakan yang tidak diperlakukan dengan benar dapat
mempengaruhi keadaan lingkungan disekitarnya. Pada dasarnya limbah yang

dihasilkan masih dapat digunakan kembali dan hal tersebut dapat meningkatkan

nilai kegunaan dari limbah tersebut. Bentuk-bentuk hasil pengolahan limbah yakni

biogas, biourin dan kompos. Dimana hal-hal tersebut dapat meningkatkan dan

menambah nilai guna dari limbah dan dapat digunakan oleh masyarakat (Jannah,

2022).

7. Manajemen Reproduksi

Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan, dengan

mempertemukan antara sel sperma dan sel telur secara tidak alami yang dilakukan

pada ternak betina (unggas dan ruminansia) dengan bantuan tangan manusia.

Teknik IB merupakan teknik untuk memasukkan semen yang telah dicairkan dan

telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan kedalam saluran alat

kelamin betina. Perkawinan ternak melalui IB diharapkan dapat membantu

peternak untuk meningkatkan kualitas mutu genetik ternak yang lebih cepat

karena menggunakan semen dari pejantan unggul, serta dapat menghemat biaya

pemeliharaan pejantan lain dan penularan penyakit kelamin dari ternak yang

diinseminasi dapat dibatasi atau dicegah. Keberhasilan teknik IB dipengaruhi oleh

tiga faktor utama yaitu; ternak, semen dan manusia. Faktor manusia seperti

peternak dan inseminator merupakan faktor yang sangat penting dalam

keberhasilan program IB, karena memiliki peran sentral dalam kegiatan pelayanan

IB, peternak dan inseminator merupakan ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus

sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keberhasil program IB di

lapangan. Usaha mensukseskan program IB dengan jalan penampungan,


penanganan, dan pengolahan semen yang baik akan gagal bila cara inseminasi

tidak dilakukan dengan tepat. Semen harus disemprotkan kedalam saluran alat

kelamin sapi betina ditempat yang benar, serta ketetapan waktu inseminasi

mempunyai arti yang penting begitu juga dengan pengamatan birahi yang perlu

dilakukan secara intensif. Sapi memiliki panjang siklus birahi antara 17-25 hari

(Argus, 2023).

Kemampuan reproduksi pada jenis ternak sapi, bisa dilihat dengan

penampilan reproduksi ternak tersebut. Adapaun untuk umur ternak dikawinkan

mulai dari umur10-15 bulan sebanyak 5 peternak 5 peternak. bangsa sapi tropis

mengalami dewasa kelamin pada usia 1,5-2 tahun dan mencapai dewasa tubuh 2-

2,5 tahun, maka sapi dapat dikawinkan secara tepat sistem kawin suntikatau

inseminasi buatan (IB). disebabkan padaternak sapi jantan dewasa yang di

peliharahanya dijadikan pemancing dan ternak sapi (Brata, 2020).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen reproduksi sapi

potong adalah deteksi estrus atau pengamatan birahi, waktu perkawinan yang

tepat, serta jarak antara kelahiran dan kawin kembali. Sebagian besar peternak

sudah mengetahui ciri sapi betina birahi tetapi belum memahami waktu terbaik

dilakukan inseminasi buatan sehingga pemberian pemahaman kepada peternak

terkait rekording kebuntingan dan kelahiran, gejala birahi, pelaksanaan inseminasi

buatan, dan pemantauan gangguan reproduksi, sehingga dengan adanya

peningkatan manajemen reproduksi sapi potong dapat menurunkan kejadian

gangguan reproduksi. Tampilan reproduksi sapi dapat dicapai dengan


mempertahankan skor kondisi tubuh induk >3, deteksi birahi yang tepat, waktu

perkawinan 60-90 hari (Qisthon, 2023).

8. Manajemen Kesehatan dan keselamatan kerja (K3)

Pemeliharaan ternak memiliki tiga komponen penting yaitu Breeding,

Feeding dan Manajemen. Dalam manajemen ternak ada salah satu bagian yang

penting yaitu pengendalian penyakit. Penyakit yang menyerang ternak dapat

mengurangi produktivitas ternak dan mengakibtkan kerugian. Masih banyak

peternak yang belum paham cara penanganan penyakit sehingga ketika muncul

penyakit peternak mengalami kesulitan dalam penanganannya. Kesehatan ternak

merupakan kondisi dimana tubuh hewan dengan dengan seluruh sel yang

menyusun dan cairan tubuh yang terkandung secara fisiologis berfungsi normal.

Sebagian peternak masih ada yang belum mampu melakukan pengamatan

terhadap ternak yang sakit. Ini menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi

peternak (Maskur, 2023).

Manajemen kesehatan hewan berhubungan erat dengan usaha pencegahan

infeksi dari agen-agen infeksi melalui upaya menjaga biosekuriti dengan menjaga

higienitas dan sanitasi kandang, manajemen pakan yang baik, dan peningkatan

daya tahan tubuh ternak melalui pemberian obat cacing dan multivitamin.

Biosekuriti melalui pelaksanaan higienitas dan sanitasi merupakan aspek penting

untuk dijalankan di peternakan ada atau tidak adanya penyakit. Secara umum

terdapat dua jenis peternak dalam hal penerapan manajemen kesehatan ternak,

yaitu peternak yang tidak menerapkan biosekuriti tanpa keinginan untuk


menerapkan biosekuriti di masa depan, serta peternak yang hanya menjalankan

dalam waktu singkat (Nuraini, 2020).

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah pedoman wajib untuk

diketahui dan di implementasikan oleh setiap pelaku kerja pada industry di

berbagai bidang seperti kedokteran, teknik, medis, bahkan dibidang

agroindustri. Undang-Undang Keselamatan Kerja No.1 Tahun 1970, Peraturan

Menteri Tenaga Kerja Per.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan

dan Keselamatan Kerjatelah mengatur program K3. Secara internasional K3

juga diatur dengan International Labour Organization (ILO) Code of Practise,

Prevention of Major Industrial Accidents. Peraturan K3 baik secara

nasional maupun internasional tersebut ditetapkan di seluruh bidang industri

sebagai langkah pencegahan dan pengendalian terjadinya K3 akibat adanya

kenaikan produksi, penggunakan peralatan, proses penyimpanan maupun

penggunaan material berbahaya (Atmoko, 2021).

Vaksinasi adalah tindakan memasukkan antigen berupa virus atau agen

penyakit yang telah dilemahkan ke dalam tubuh sehat dengan maksud untuk

merangsang pembentukan kekebalan. Kekebalan tersebut diharapkan dapat

melindungi individu yang bersangkutan terhadap infeksi penyakit di alam. Vaksin

secara umum adalah mikroorganisme atau parasit baik hidup maupun yang telah

dimatikan. Mikroorganisme tersebut dapat merangsang pembentukan kekebalan

tubuh terhadap penyakit tertentu. Ada beberapa jenis vaksin yaitu vaksin aktif,

inaktif, rekombinan sub unit, dan DNA. Vaksin inaktif berisi antigen mati,
sedangkan yang aktif berisi antigen hidup. Vaksin inaktif biasanya dibuat dari

virus virulen yang kemudian diinaktifkan secara fisik maupun dengan

menggunakan bahan-bahan kimia, tanpa merusak imunogenitas virus tersebut

(Kurniawan, 2019).

Penerapan vaksinasi dapat mengurangi kepekaan infeksi terhadap

shedding virus, baik dari waktu dan jumlah. Kekebalan diperoleh setelah 7 hari

dan bertahan pada tingkat pada 21 hari setelah vaksinasi. Meskipun demikian,

virus masih tetap bereplikasi dalam tubuh unggas yang divaksin yang secara klinis

terlihat sehat. Itu sebabnya, sangat ditekankan bahwa vaksinasi saja tidak akan

berhasil untuk mencapai tahapan pemberantasan (Dako, 2022).


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan pada praktek lapang ini yaitu dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabe l. Hasil Pengamatan Umur Ternak Berdasarkan Susunan Gigi


No Kode Dugaan Umur Hasil Pengamatan
Ternak

1. Sapi 1 Usia sapi 4,5-5


Tahun

1. Sapi 2 Usia sapi 1,5-2


Tahun

2. Sapi 3 Usia sapi 1-1,5


Tahun

3. Sapi 4 Usia sapi 2-2,5


Tahun

4. Sapi 5 Usia sapi 3,5-4


Tahun

5. Sapi 6 Usia sapi 3-3,5


Tahun

6. Sapi 7 Usia sapi 2-2,5


Tahun

7. Sapi 8 Usia sapi 3-3,5


Tahun
Sumber: Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Terang-terang,
Desa Popo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, 2023.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Bobot Badan Ternak


No Kode Ternak Lingkar Dada Panjang Badan Dugaan Bobot
(cm) (cm) Badan (kg)

1. Sapi 4 190 194

2. Sapi 5 132 115

3. Sapi 6 180 112

4. Sapi 7 130 147

5. Sapi 8 129 94

Sumber: Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Terang-terang,


Desa Popo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, 2023.
a. Sapi 4
LD² XPB
BB¿
10840
2
190 x 194
BB¿
10840
=
b. Sapi 5
LD² XPB
BB¿
10840
2
132 X 115
BB¿
10840
=
c. Sapi 6
LD² XPB
BB¿
10840
2
180 X 112
BB¿
10840
=
d. Sapi 7
LD² XPB
BB¿
10840
2
130 X 147
BB¿
10840
=
e. Sapi 8
LD² XPB
BB¿
10840
2
129 X 94
BB¿
10840
=

Tabel 3. Hasil Pengamatan Kondisi Kandang


No Variabel Yang Diamati Hasil Pengamatan

1. Kondisi umum kandang (lokasi dan Berdasarkan hasil pengamatan


tata letak, dll) pada kondisi umum kandang
yakni lokasi yang cukup strategis
dan tata letak kandang yang
cukup rumit karena tata letak
mesin Copper berdekatan dengan
jalan kelur masuknya sehingga
dapat mengganggu jalan bagi
pekerja maupun ternak yang akan
di keluarkan dari kandang.

2. Konstruksi kandang (permanen/semi Berdasarkan hasil pengamatan


permanen) pada konstruksi kandang yang
terbuat dari bahan dengan rangka
kayu dan atap yang terbuat dari
seng, untuk lantai dan tempat
pakan terbut dari beton sehingga
kandang tersebut dapat diktakan
kandang permanen.
3. Model kandang (individu/koloni) Po- Berdasarkan hasil pengamatan
pada model kandang yakni
sisi ternak (tail to tail atau head to kandang kelompok dan posisi
head/koloni dll) ternak head to head dan ada yang
individu.

4. Luas kandang dibanding jumlah Berdasarkan hasil pengamatan


ternak yang dipelihara (m²/ekor) luas kandang dibanding jumlah
ternak yang dipelihara suduh
cukup luas untuk jumlah ternak
sebanyak 8 ekor.

5. Kondisi lantai (kemiringan, bahan dll) Berdasarkan hasil pengamatan


pada kondisi lantai kandang yakni
terbuat dari bahan semen serta
kemiringan yang cukup miring.

6. Kondisi dinding (bahan, konstruksi Berdasarkan hasil pengamatan


dll) dinding kandang yakni terbuat
dari bahan bambu untuk batasan
antara satu ternak dengan ternak
lain.

7. Kondisi atap (bahan, konstruksi dll) Berdasarkan pengamatan pada


kondisi atap kandang yakni
berbahan dasar besi yaitu seng.

8. Kondisi sirkulasi udara Berdasarkan hasil pengamatan


kondisi sirkulasi udara cukup
bagus karena kandang yang
terbuka.

9. Tempat pakan dan minum (letak, Berdasarkan hasil pengamatan


bahan, ketinggian, sistem pemberian pada tempat pakan dan minum
pakan dan cara membersihkan) kandang yakni berbentuk persegi
panjang dan berbahan dasar
semen dengan ketinggian ±50 cm
dan sistem pemberian pakannya
2x sehari serta dibersihkan
dengan sekop.
10
.

11 Jumlah tenaga kerja Jumlah tenaga kerja P4S Terang-


. Terang milik bapak H.Abd. Haris
Nai memiliki jumlah tenaga kerja
5 orang.

12 Sistem pemeliharaan (drylot/pasture/ Berdasarkan hasil pengamatan


. pada siste pemeliharaan ternak
Kombinasi) menggunakan sistem drylot
ternak ful dikandangkan.

Sumber: Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Terang-terang,


Desa Popo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, 2023.

Tabel 4. Hasil Evaluasi Manajemen Perkandangan


No Variabel Yang Diamati Hasil Pengamatan

1. Kondisi umum kandang (lokasi dan Berdasarkan hasil pengamatan


tata letak, dll) pada kondisi umum kandang
yakni lokasi yang cukup strategis
dan tata letak kandang yang
cukup rumit karena tata letak
mesin Copper berdekatan dengan
jalan kelur masuknya sehingga
dapat mengganggu jalan bagi
pekerja maupun ternak yang akan
di keluarkan dari kandang.

2. Konstruksi kandang (permanen/semi Berdasarkan hasil pengamatan


permanen) pada konstruksi kandang yang
terbuat dari bahan dengan rangka
kayu dan atap yang terbuat dari
seng, untuk lantai dan tempat
pakan terbut dari beton sehingga
kandang tersebut dapat diktakan
kandang permanen.

3. Model kandang (individu/koloni) Po- Berdasarkan hasil pengamatan


pada model kandang yakni
sisi ternak (tail to tail atau head to kandang kelompok dan posisi
head/koloni dll) ternak head to head dan ada yang
individu.

4. Luas kandang dibanding jumlah Berdasarkan hasil pengamatan


ternak yang dipelihara (m²/ekor) luas kandang dibanding jumlah
ternak yang dipelihara suduh
cukup luas untuk jumlah ternak
sebanyak 8 ekor.

5. Kondisi lantai (kemiringan, bahan dll) Berdasarkan hasil pengamatan


pada kondisi lantai kandang yakni
terbuat dari bahan semen serta
kemiringan yang cukup miring.

6. Kondisi dinding (bahan, konstruksi Berdasarkan hasil pengamatan


dll) dinding kandang yakni terbuat
dari bahan bambu untuk batasan
antara satu ternak dengan ternak
lain.

7. Kondisi atap (bahan, konstruksi dll) Berdasarkan pengamatan pada


kondisi atap kandang yakni
berbahan dasar besi yaitu seng.

8. Kondisi sirkulasi udara Berdasarkan hasil pengamatan


kondisi sirkulasi udara cukup
bagus karena kandang yang
terbuka.

9. Tempat pakan dan minum (letak, Berdasarkan hasil pengamatan


bahan, ketinggian, sistem pemberian pada tempat pakan dan minum
pakan dan cara membersihkan) kandang yakni berbentuk persegi
panjang dan berbahan dasar
semen dengan ketinggian ±50 cm
dan sistem pemberian pakannya
2x sehari serta dibersihkan
dengan sekop.

10
.

11 Jumlah tenaga kerja Jumlah tenaga kerja P4S Terang-


. Terang milik bapak H.Abd. Haris
Nai memiliki jumlah tenaga kerja
5 orang.

12 Sistem pemeliharaan (drylot/pasture/ Berdasarkan hasil pengamatan


. pada siste pemeliharaan ternak
Kombinasi) menggunakan sistem drylot
ternak ful dikandangkan.

Sumber: Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Terang-terang,


Desa Popo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, 2023.

Tabel 5. Hasil Pengamatan Manajemen Pakan


No Variabel Yang Diamati Hasil Pengamatan/wawancara

1. Jenis pakan yang diberikan Rumput lapang, jerami jagung danampas


tahu.

2. Hijauan a. Rumput lapang


b. Jerami jagung
3. Konsentrat a. Ampas tahu
b. Kecap
c. Molases
d. Garam
4. Metode pemberian pakan Berdasarkan hasil pengamatan metode
(dibawa ke kandang/di gem- pemberian pakan diberikan pada ternak
langsung dibawa ke kandang.
balakan)

5. Frekuensi pemberian pakan Berdasarkan hasil pengamatan frekuensi


pemberian pakan diberikan 2x sehari yaitu
pada pagi dan sore hari.

6. Jumlah pakan yang diberi- Adlibitum

kan (kg/ekor/hari)

7. Pemberian pakan fermentasi Tidak ada

(ada/tidak) jika ada tuliskan


jenisnya

8. Kondisi dan konstruksi tem- Berdasarkan hasil pengamatan pada


kondisi tempat pakan sudah cukup baik
pat pakan karena sesuai dengan jumlah ternak dan
ukuran tubuh ternak sehingga ternak
dengan mudah mengambil pakannya.

9. Kondisi dan konstruksi tem- Berdasarkan hasil pengamatan pada


pat minum. kondisi tempat minum ternak sama dengan
tempat pakan dimana pakan dan minum
dicampurkan.

Sumber: Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Terang-terang,


Desa Popo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, 2023.

Tabel 6. Kuesioner Wawancara Pengolahan Limbah


No Variabel Yang Diamati Sering Kadang- Tidak
kadang Pernah

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Sumber: Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Terang-terang,


Desa Popo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, 2023.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di (P4S) Terang-Terang

pendugaan umur pada ternak dengan melihat perubahan pada gigi sapi tersebut

telah mengalami pergantian gigi seri dalam menjadi gigi seri permanen dengan itu

sapi dapat diduga umurnya sesuai dengan jumlah gigi yang berganti. Hal ini

sesuiai dengan pendapat Meutiya (2022), gigi ternak mengalami pergantian dan

mengalami kuatnya keterasahan secara kontinyu. Pola pergantian gigi pada ternak
memiliki karakteristik tertentu sehingga dapat digunakan untuk menduga umur

ternak.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di (P4S) Terang-

Terang pendugaan bobot padan pada ternak dapat dilakukan dengan menggunakan

pita ukur yakni mengukur panjang badan sapi dan tinggi badan sapi lalu

dilakukaan penghitungan dengan rumus Lambourne. Hal ini sesuai dengan

pendapat Nurcholis et al. (2023), pendugaan bobot badan sapi dengan

menggunakan pita ukur dan rumus. Ukuran tubuh memiliki hubungan yang positif

terhadap bobot badan sapi, panjang badan dan tinggi badan, juga dapat

digunakan dalam pendugaan bobot hidup sapi dengan menggunakan rumus

Lambourne.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di (P4S) Terang-

Terang manajemen perkandangannya yaitu secara intensif sapi ful dikandangkan

dan konstruksi kandang yang cukup kuat dan dibersihkan setiap harinya serta

sirkulasi kandang yang cukup bagus. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra (2021),

secara umum kontruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, bersikulasi udara

baik. Oleh karena itu, sehubungan dengan kontruksi ini yang perlu mendapat

perhatian.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di di (P4S) Terang-Terang

manajemen pakan yaitu diberikan secara Adlibitum dimana ternak diberi pakan

hijaun dan konsentrat untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan sapi

dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Anwar et al. (2021), manajemen

pakan ternak merupakan hal yang menunjang berkembang atau tidaknya suatu
peternakan, Pakan yang diberikan kepada sapi potong pada umumnya terdiri dari

hijauan dan konsentrat.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di di (P4S) Terang-

Terang manajemen pengelolaan limbah yang dilakukan yaitu dengan

mengumpulkan kotoran dan urin sapi lalu diubah menjadi biogas dan dijadikan

sebagai pupuk kompos. Hal ini sesuai dengan pendapat Jannah (2022),

pengolahan limbah sapi potong hampir dapat ditangani sesuai dengan standar.

Bentuk pemanfaatan limbah yang dilakukan yaitu dengan mengubah kotoran

ternak menjadi pupuk kompos dan biogas. Sedangkan untuk Urine sapi digunakan

sebagai Biourine.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di di (P4S) Terang-Terang

manajemen reproduksi yaitu dilakukan pengelolaan yang cukup baik dengan

pemberian obat-obatan pada sapi ketika ada sapi yang sakit. Hal ini sesuai dengan

pendapat Unsunnidhal et al. (2021), dalam upaya peningkatan tingkat reproduksi

dari ternak sapi potong dibutuhkan pengelolaan atau manajemen kesehatan

reproduksi yang baik. Manajemen kesehatan reproduksi ternak merupakan proses

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian faktor-faktor

reproduksi melalui optimalisasi sumber daya dan kesehatan ternak dapat

dioptimalkan dan kualitas reproduksi ternak dapat ditingkatkan sesuai dengan

standar yang diinginkan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di di (P4S) Terang-

Terang manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yaitu dengan

menggunakan peralatan yang dapat melindungi yaitu menggunakan sepatu boots,


sarung tangan untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Dewi dan Wahyuningsih. (2023), perlindungan tenaga kerja memiliki

beberapa aspek salah satunya adalah perlindungan terhadap keselamatan saat

bekerja. Perlindungan kesejahteraan fisik dengan tujuan mencegah terjadinya

kecelakaan cedera terkait dengan pekerjaan, keselamatan kerja adalah

keselamatan yang berkaitan dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses

pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara

melakukan pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA

Argus, A., & Suhra, I. (2023). Studi Manajemen Perkawinan Ternak Dengan
Teknik Inseminasi Buatan (IB) Pada Sapi Madura Di UPT Pembibitan dan
Kesehatan Hewan. Jurnal Ilmiah Biosaintropis (Bioscience-Tropic), 9(1),
118-127.
Hastang, H., Siregar, A. R., Rohani, S., Sirajuddin, S. N., Mustabi, J., Nirwana
dan Astaman, P. (2023). Analysis of Beef Marketing Channels in
Makassar City Slaughterhouses, South Sulawesi Province, Indonesia.
Journal of Advanced Zoology, 44(02), 133–136.
Sarwani, S., Sunardi, N., AM, E. N., Marjohan, M., & Hamsinah, H. (2020).
Penerapan Ilmu Manajemen dalam Pengembangan Agroindustri Biogas
dari Limbah Kotoran Sapi yang Berdampak pada Kesejahtraan Masyarakat
Desa Sindanglaya Kec. Tanjungsiang, Kab. Subang. Jurnal Abdi
Masyarakat Humanis, 1(2).
Marino, F. A., Lomboan, A., Pudjihastuti, E., & Sondakh, E. H. B. (2020). Berat
potong, berat karkas dan persentase karkas ternak sapi potong lokal yang
dipotong di rumah potong hewan Manado. Zootec, 40(1), 191-195.
Desya, U., Hasan, M., Gholib, G., Mutia, N., Hambal, M., Gani, F. A., &
Masyitha, D. (2022). PENYIMPANGAN BOBOT BADAN SAPI ACEH
JANTAN MENGGUNAKAN RUMUS LAMBOURNE TERHADAP
BOBOT BADAN AKTUAL. JURNAL ILMIAH MAHASISWA
VETERINER, 6(2).
Yurike, A. (2022). TA: MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PEJANTAN DI BALAI
BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI MALANG (Doctoral dissertation,
Politeknik Negeri Lampung).
Meutiya, F. S. (2022). TA: SISTEM SELEKSI BAKALAN SAPI POTONG DI PT.
SUPERINDO UTAMA JAYA, BANJAR SARI, METRO UTARA (Doctoral
dissertation, Politeknik Negeri Lampung).
Azhar, M. N., Gandasasmita, K dan Abdullah, L. (2019). Pengembangan Sapi
Potong Berbasis Sumber Daya Lahan dan Kelembagaan di Kabupaten
Gorontalo. Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah, 6(2), 1-7.
Mustafidah, N. I., Hari, S dan Husain, L. (2023). Uji Abnormalitas Spermatozoa
Sapi Limousin (Bos Taurus) Berdasarkan Umur Kedewasaan di Balai
Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Malang. Jurnal Ilmiah Sains
Alami. 5(2), 10-17.
Nuraini, D. M., Sunarto, S., Widyas, N., Pramono, A., & Prastowo, S. (2020).
Peningkatan kapasitas tata laksana kesehatan ternak sapi potong di
Pelemrejo, Andong, Boyolali. PRIMA: Journal of Community
Empowering and Services, 4(2), 102-108.
Andoyo, S., Iwung S. S dan Sientje, D. R. (2023). Performans Sapi Bali yang
dipelihara secara Ekstensif oleh Peternak di Distrik Bintuni dan Manimeri
Kabupaten Teluk Bintuni. Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun
Nusantara. Seminar Nasional Pertanian. 1-4.
Ramadhani, R. (2023). TA: PERAWATAN SAPI PEJANTAN DI BALAI INSEMINASI
BUATAN (BIB) LEMBANG, BANDUNG JAWA BARAT (Doctoral dissertation,
Politeknik Negeri Lampung).
Sumiyanti., Lentji, R. N dan Umar, P. (2023). Penampilan reproduksi sapi betina
Peranakan Ongole di Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara.
Fakultas Peternakan, University Sam Ratulangi, Manado. Korespondensi.
4(3), 280-290.
Juniar, A.Z. (2022). Hubungan Tinggi Pundak Dan Bcs (Body Condition Score)
Induk Terhadap Berat Lahir Pedet Sapi Bali Pada Pembibitan Sapi Potong
Model Breeding Partisipatif Di Kabupaten Barru. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin Makassar.
Hartatik, T. (2019). Analisis Genetik Ternak Lokal. Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press.
Sultan, M. Z dan Fitriana, S. (2023). Identifikasi Karakteristik Sapi Bali Sebagai
Hewan Kurban Di Desa Galung, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Jurnal Gallus-Gallus.1(3), 10-16.
Denia, I. D., Caribu, H. P dan Imbang, H. (2023). Pengaruh penambahan Level
Probiotik yang berbeda terhadap Pbbh, Konversi dan Efisiensi Pakan Pada
Sapi Limousin. Journal Of Animal Sciens and Technolog. 5(1), 1-7.

Anda mungkin juga menyukai