Anda di halaman 1dari 11

Tugas Mata Kuliah Aneka Ternak dan Satwa Harapan

BUDIDAYA CACING TANAH (Lumbricus Rubellus)

Oleh

Kelompok : VI (Enam)
Nama : 1. Ahmad Wildan Arifudin (L1A120104)
2. Alim Abid Muin (L1A120107)
3. Arsun (L1A120119)
4. Asri Atun Sait (L1A120121)
5. Difa Nadillah (L1A120127)

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN


UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Pengaruh Topografi Lahan

Terhadap Penyediaan Hijauan Pakan Ternak ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Manajemen Pastura yang

telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai

dengan jurusan yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi

sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan

makalah ini.
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Budidaya Cacing tanah adalah salah satu upaya untuk meningkatkan produksi
cacing tanah, dengan cara meningkatkan laju pertumbuhan, jumlah dan reproduksi cacing
tanah. Cacing tanah dibudidayakan karena besarnya permintaan masyarakat dan masih
kurangnya produksi cacing tanah. Jenis cacing tanah yang sangat potensial dikembangkan
dan dibudidayakan adalah jenis Lumbricus rubellus.
Cacing merupakan salah satu satwa harapan karena termasuk salah satu bentuk
perkembangan usaha peternakan. Masyarakat sudah mulai mengembangkan ternak satwa
alternatif atau satwa harapan sebagai sumber bahan baku industri, pakan, atau hewan
laboratorium. Ternak atau satwa harapan umumnya memiliki beberapa kelebihan, antara
lain: siklus hidup pendek, jarang terkena penyakit, murah harganya, serta mudah
beradaptasi dengan lingkungan dan pakan yang diberikan. Cacing tanah memiliki panjang
3-14 cm, cacing tanah miselium. Tubuh inilah yang memiliki nilai ekonomis dan menjadi
tujuan dari budidaya cacing tanah.Teknik budidaya cacing mulai dari persiapan hingga
pasca panen sangat perlu diperhatikan agar pelaku usaha benar-benar memehami sehingga
lebih menguasai dalam pemeliharaan maupun pengendalian hama tanah
Potensi ekonomi yang dimiliki satwa harapan dapat menjadi alternatif bagi masyarakat
untuk mengisi waktu luang sekaligus sebagai alternative penghasilan keluarga. Cacing
tanah bernilai ekonomi tinggi karena bisa dijual dan mendatangkan keuntungan bagi
pembudidaya. Budidaya cacing tanah mempunyai prospek yang cukup bagus karena sangat
mudah untuk dipelajari. Untuk membudidayakan cacing tanah hanya memerlukan tanah
dan kompos sehingga bisa dikatakan relatif mudah dilaksanakan, efisien dan murah.
Budidaya cacing tanah tidak memerlukan banyak waktu karena hanya meluangkan waktu
untuk memberi makan serta waktu untuk memanen cacing. Kandang juga tidak perlu
dibersihkan secara intensif sebab kascing atau kotoran cacing merupakan salah satu jenis
pupuk organik yang berkualitas. Budidaya cacing tanah telah dilakukan oleh UKM
Bambang Sutejo dan UKM Mardi.

1.2. Tujuan
Tujuan ditulisnya makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetehui cacing
tanah merupakan salah satu hewan satwa harapan.
1.3. Manfaat

Manfaat dalam makalah ini adalah kita mahasiswa mengetahui bahwa cacing tanah
bukan hanya dapat di manfaatkan pada tumbuhan tapi dapat juga bernilai ekonomis

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Deskripsi Cacing Tanah

Cacing tanah adalah hewan yang termasuk golongan tingkat rendah yang termasuk
avertebrata atau tidak mempunyai tulang belakang, serta memiliki tubuh yang lunak.
Cacing dapat dikategorikan dalam filum Annelida sebab semua bagian tubuh tersusun atas
sejumlah ruas atau segmen yang memiliki bentuk menyerupai cincin. Disebut dengan
cacing tanah atau earthworm karena hewan ini banyak menghabiskan hidupnya di dalam
tanah. Cacing tanah memiliki fungsi sebagai berikut: (1) cacing dapat menjadi pengurai
bahan organik yang ada di dalam pengolahan limbah padat; (2) cacing sebagai sumber
penghasil pupuk limbah organik; (3) cacing merupakan bahan baku sumber protein hewani
sekitar 64% sampai 72%. Selain itu, cacing tanah juga sebagai sumber asam amino esensial
untuk berbagai hal, antara lain : (a) sebagai bahan utama di dalam pembuatan pakan ternak,
ikan, dan udang; (b) sebagai bahan utama pembuatan pangan; dan (c) sebagai bahan utama
pembuatan kosmetik dan obat-obatan (Qonita dan Riptanti, 2021).

Gambar 1. Cacing Tanah


Cacing tanah memiliki warna yang kemerahan, dan panjang tubuhnya yaitu sekitar
7,5 – 10 cm, dari jenis cacing tanah Lumbricus memiliki tubuh yang berbentuk gilig,
didalam tubuh cacing ini terdapat segmen dalam dan luar, terdapat rambut pada tubuhnya,
tidak berangka, memiliki kutikula yang berfungsi untuk melindungi tubuhnya, bergerak
menggunakan otot yang berada diseluruh tubuhnya tetapi tidak memiliki. Memiliki segmen
tubuh yang berkisar antara 90- 195 dan pada segmen ke 27-32 terdapat kitelum. Klitelum
adalah alat yang digunakan cacing untuk bereproduksi dan kitelum baru akan muncul saat
cacing memasuki usia dewasa yaitu antara umur sekitar 2 bulan (Ristek, 2009).
Pada tubuh cacing terdapat kelenjar epidermis yang dapat menghasilkan lender
yang berfungsi untuk memudahkan dalam bergerak. Terdapat rambut pada setiap segmen
tubuh dan disebut sebagai organ seta, memiliki ukuran pendek, dan daya melekat yang
kuat. Bibir cacing tanah disebut juga dengan nama prostomium yang berfungsi sebagai
organ perasa, diujung tubuh daric acing terdapat anus yang digunakan untuk membuang
dan mengeluarkan sisa-sisa makanan dan tanah yang ada didalam tubuhnya.
Cacing tanah adalah hewan dari Filum Annelida, Kelas Oligochaeta. Berikut adalah
nama ilmiah dan klasifikasi cacing tanah.
Kingdom: Animalia
Filum: Annelida
Kelas: Clitellata
Sub-Kelas: Oligochaeta
Ordo: Haplotaxida
Famili: Lumbricidae
Genus: Lumbricus 
Spesies: Lumbricus terrestris, 
……… Lumbricus rubellus, 
……….Lumbricus castaneus, 
……….Lumbricus festivus, 
……….Lumbricus badensis.
Filum Annelida memiliki ciri-ciri khusus yaitu berupa segmen teratur seperti cincin
di tubuhnya. Cacing tanah L. rubellus memiliki bentuk tubuha yang silindris dan pada
bagian belakang memiliki bentuk yang memipih dari pada bagian belakang atau ekor.
Warna dari Lumbricus rubellus adalah kemerahan, dan pada perut memiliki warna
kekuningan dan panjang tubuhnya yaitu sekitar 2,5 – 10,5.
2.2. Habitat Cacing Tanah

Cacing tanah mempunyai habitat di tempattempat dengan kondisi tanah yang


lembab dan kadar air tanah yang tinggi. Lumbricus rubellus hidup di tanah yang
mengandung bahan organik dalam jumlah besar. Bahan-bahan organik tanah dapat berasal
dari serasah (daun-daun gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati.
Kondisi tanah yang dibutuhkan Lumbricus rubellus agar dapat tumbuh dengan baik yaitu
tanah yang sedikit asam sampai netral atau pH sekitar 6 -7,2. Pada kondisi ini, bakteri
dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan atau
fermentasi. Kelembapan yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing
tanah Lumbricus rubellus adalah antara 15-30%. Suhu lingkungan yang dibutuhkan adalah
sekitar 15-250 C, suhu yang lebih tinggi dari 250 C masih baik asal ada naungan yang
cukup dan kelembapan optimal
Populasi hewan ini sangatlah bergantung pada suhu tanah, garam, kelembaban, pH,
tekstur, makanan yang tersedia, kemampuan menyebar, dan bereproduksi. Sementara untuk
sebarannya, cacing tanah sudah tersebar luas di seluruh dunia kecuali di kutub dan tanah
gersang. Cacing tanah mempunyai 7.000 spesies dan 150 di antaranya yang benar-benar
ada di seluruh dunia yaitu cacing peregrine atau kosmopolitan.
2.3. Makanan Cacing Tanah

Selain daun, cacing juga suka makan akar tanaman yang sudah membusuk dan
cacing juga suka makan makhluk kecil, misalnya, nematoda, protozoa, rotifera, dan bakteri
yang ada di dalam tanah serta suka makan jamur yang ada di dalam tanah. Pakan tambahan
yang umum diberikan antara lain : sisa nasi, limbah dapur, limbah sayur dan buah, limbah
ikan dan daging, limbah roti, ampas tahu, ampas kelapa, ampas singkong dll. Pakan
tambahan diberikan sebanyak lebih kurang 5-10% bobot cacing atau takaran dua hari
habis. Pemberian pakan bisa diberikan secara langsung akan tetapi lebih baik dicacah
terlebih dahulu atau difermentasi 2-3 hari dengan cara dipendam dalam media.
2.4. Perkembangbiakan Cacing Tanah

Pertumbuhan dan perkembangan cacing tanah di tentukan oleh berbagai faktor


lingkungan seperti temperatur, pH, kadar air tanah, dan jenis pakan. Cacing tanah dapat
tumbuh pada media seperti kotoran ayam, sayuran, dan lembah pelepah sawit. Menurut
Rukmana (1999), syarat bahan organik yang dapat digunakan sebagai media hidup cacing
antara lain mempunyai daya serap yang tinggi untuk menahan air, gembur, tidak mudah
menjadi padat, mudah terurai tidak mengandung tanin, serta tidak mengndung minyak
astiri yang berbau tajam dan bahan organik yang menjadi sumber pakan cacing tanah dapat
berasal dari hewan dan tumbuhan.
Cacing tanah merupakan hewan yang bersifat hemaprodit atau biseksual karena di
dalam tubuhnya terdapat alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Namun untuk
pembuahan cacing tanah tidak dapat melakukan pembuahan sendiri dan harus dilakukan
pembuahan oleh sepasang cacing tanah. Proses perkawinan cacing tanah dapat berlangsung
beberapa jam dan akan memisahkan diri apabila keduanya telah menerima sperma
kemudian kliteum akan membentuk kokon dan bergerak ke arah mulut. Kokon yang berisi
sel telur bergerak ke arah mulut dan keluar dari tubuh cacing tanah. Menurut Minnich
(1977) kokon yang dihasilkan dari cacing tanah akan menetas setelah berumur 7-21 hari,
cacing tanah dapat menghasilkan satu kokon dengan rata-rata setiap kokon dapat
menghasilkan empat anak cacing tanah.
2.5. Masalah Yang Dihadapi dalam Budidaya Cacing Tanah

Beberapa kendala/gangguan yang dialami oleh peternak adalah :


1. Kendala dari dalam / peternak sendiri.
Minimnya pengetahuan tentang budidaya cacing. Sehingga dalam penanganan
budidaya, perawatan atau mengatasi hama, pemberian pakan, hanya dilakukan dengan cara
coba-coba, tidak ada dasar pengetahuan yang diketahui bagaimana cara melakukannya
yang baik dan benar.
2. Kendala dari luar/hama.
Semut, khusunya semut merah, rayap, kutu tanah, ulat tanah, bekicot, tikus, kadal,
kodok, unggas serta cuaca.

BAB III. PENUTUP


3.1. Kesimpulan

Cacing tanah adalah hewan yang termasuk golongan tingkat rendah yang termasuk
avertebrata atau tidak mempunyai tulang belakang, serta memiliki tubuh yang lunak.
Cacing dapat dikategorikan dalam filum Annelida sebab semua bagian tubuh tersusun atas
sejumlah ruas atau segmen yang memiliki bentuk menyerupai cincin. Disebut dengan
cacing tanah atau earthworm karena hewan ini banyak menghabiskan hidupnya di dalam
tanah. Cacing tanah memiliki fungsi sebagai berikut: (1) cacing dapat menjadi pengurai
bahan organik yang ada di dalam pengolahan limbah padat; (2) cacing sebagai sumber
penghasil pupuk limbah organik; (3) cacing merupakan bahan baku sumber protein hewani
sekitar 64% sampai 72%. Selain itu, cacing tanah juga sebagai sumber asam amino esensial
untuk berbagai hal, antara lain : (a) sebagai bahan utama di dalam pembuatan pakan ternak,
ikan, dan udang; (b) sebagai bahan utama pembuatan pangan; dan (c) sebagai bahan utama
pembuatan kosmetik dan obat-obatan (Qonita dan Riptanti, 2021).

3.2. Rekomendasi

Selain sebagai dekomposer, cacing tanah juga bermanfaat apabila digunakan


sebagai obat-obatan sekaligus sebagai pakan ternak karena memiliki gizi yang tinggi.
Apabila digunakan untuk pakan ternak, cacing dapat diberikan pada ternak seperti unggas.
Cacing tanah juga bermanfaat sebagai obat untuk mengatasi demam serta typhus untuk
manusia. Cacing juga mulai digunakan untuk bahan-bahan kosmetik karena dipercaya
ampuh untuk melembabkan serta meremajakan kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Qonita RRA dan Riptanti EW. 2021. Peningkatan Usaha Budidaya Cacing Tanah di
Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali. Journal of Community Empowering and
Services. 5(2), 135-144
Ristek. 2009. Budidaya Cacing Tanah.
Wirosoedarmo R, Elsiana S. S, dan Anugrofo F. 2018. Pengaruh pemberian media
berbahan limbah kotoran sapi dabn blotong tebuh terhadap bobot dan kadar protein
cacing African Nigh Crawler (Eudrilus eugenia).

Anda mungkin juga menyukai