Anda di halaman 1dari 7

Nama : Raflin Mantulangi

NIM : 1111420015

Jurusan : Budidaya Perairan

Aangkatan : 2020

Tugas : Rangkuman Cacing Tanah

Klasifikasi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)


Klasifikasi dari cacing tanah ( leiden university medical center, 2005), adalah
sebagai berikut:
Super Kingdom : Eukaryota

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Metazoa

Filum : Annelida

Kelas : Oligochaeta

Ordo : Haplotaxida

Sub Ordo : Lumbricina

Morfologi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)


Filum Annelida memiliki ciri-ciri khusus yaitu berupa segmen teratur seperti
cincin di tubuhnya (Sihombing, 2002). Cacing tanah L. rubellus memiliki bentuk tubuh
yang silindris dan pada bagian belakang memiliki bentuk yang memipih dari pada
bagian belakang atau ekor. Warna dari Lumbricus rubellus adalah kemerahan, dan pada
perut memiliki warna kekuningan dan panjang tubuhnya yaitu sekitar 2,5 – 10,5 (Ristek,
2009).
Menurut Enha (2006), cara untuk membedakan cacing tanah adalah
dengan perbedaan jumlah segmen yang dimiliki. Segmen pada tubuh Lumbricus
rubellus berjumlah sekitar 95-120 segmen. Pada saat usia dewasa akan muncul
kitelum yang berguna dalam proses perkembangbiakan. Klitelum adalah
menebalanya permukaan jaringan epitel dan terdapat sel kelenjar, dalam
pembentukan kokon melibatkan sel sekreta yang dapat melindungi dalam
perkembangan embrio, pada proses pertumbuhan dari anak cacing tanah akan
dibungkus oleh semacam selaput yang berasal dari klitelum (Garg et al, 2005).
Klitelium Lumbricus rubellus terlihat semacam pengembangan dan
perbesaran dari segmen dan warnanya agak terang dari segmen tubuh yang lain
(Edwards dan Lofty, 1977).

TEKNIK BBUDIDAYA :
1. Pemilihan Lokasi
Lokasi dapat dilakukan disembarang tempat pada semua tempat yang kosong yang
ada di sekitar kita. Pada dasarnya cacing tanah dapat hidup disembarang tempat asalkan tidak
langsung terkena curah hujan, tidak terkena langsung sinar matahari dan mudah terjangkau.
Untuk memperoleh tempat yang seperti ini, kandang sebaiknya diletakkan di bawah pohon
yang rimbun atau di bawah kandang ternak. Akan tetapi untuk skala besar harus
dibuatkan kandang yang sirkulasi udaranya lancar sehingga udara yang ada di dalam kandang
terasa segar yang memungkinkan cacing betah.

2. Pembuatan Kandang dan Media


Tempat pemeliharaan dapat dibuat beragam, misalnya: kotak kayu. bambu, ataupun
plastik. Peti kayu bekas kemasan buah atau sayuran yang sering dijumpai di pasarpun dapat
digunakan asalkan tempat bawah dan kanan kirinya tidak berlubang sehingga cacing tidak
akan keluar. Ukuran kotak tempat tidak ada standar yang pasti yang penting kotak itu tidak
mengandung bahan beracun. mudah dibuat murah harganya gampang diperoleh. dan
kapasitas tampungannya memadai, Sebagai contoh, kotak ukuran 90 cm x 90 cm x 30 cm
dengan perkiraan daya tampung dihuni 3 kg 4 kg bibit kotek ukuran 45 cm x 35 cm
menampung 250 gram bibit.

Bentuk tempat wadah cacing ini bervariasi, dapat menggali tanah dengan bawah dan
keempat sisinya diplester. model ini memerlukan lahan yang relatif luas dan tidak depat
dilakukan disembarang tempat. Kemudian cara yang lebih praktis lagi adalah dengan
memeliharanya dalam kotak yang disusun bertingkat Kotak di atas dibuat dengan menonjol
dari bawahnya agar mudah diambil. Bahan baku untuk keperluan media dan pakan pada
prinsipnya sama yaitu berupa bahan organik bedanya untuk media lebih banyak bahan yang
mengandung serat sedangkan untuk pakan bahan yang benyak mengandung nutrisi.
Bahan baku/media yang dipakai harus dari bahan yang mudah membusuk seperti
sampah, eceng gondok batang pisang, sekam padi dan sampah organik lainnya. Bahan ini
dipotong-potong sepanjang 2 -3 cm kemudian dicampur dengan kotoran ternak dengan
perbendingan antara 70% media dan 30% kotoran ternak. Campuran ini kemudian diaduk
sampai merata (homogen) komposisinya.
Apabila media dibuat dalam skala besar maka tumpukannya ± 1m³ tutup bagian atas
dengan karung basah, Seandainya tidek mencapai 1m³ dapat dimasukkan ke dalam karung
yang bahannya memungkinkan udara dapat keluar masuk misalnya karung goni atau karung
plastik. Pengadukan/permbalikan dilakukan pada hari ke 4 agar proses fermentasi dapat
berlangsung menyeluruh dengan cepat kemudian ditumpuk lagi den selanjutrya dibalik lagi
selang 3 hari sekali.
Dekomposisi berlangsung ± 2 minggu, kemudian diaduk merata dan dibiarkan terkena
udara bebas selama 5-7 hari dan bahan siap untuk digunakan sebagai media. Kriteria bahan
ideal untuk dapat digunakan sebagai bahan media cacing, antara lain: pH 6.5-7.5, suhu 20°C-
28°C dan kadar airnya berkiser antara 40%-60%. Dapat pula kompos dicampur dengan pupuk
kandang. komposisi campuran akan berbeda tergantung dari pemakaiannya perbandingan
kandang digunakan untuk produksi kokon. Sedangkan 70% kompos dan 30% pupuk
perbandingan 50% kompos dan 50% pupuk kandang digunakan untuk pembesaran.
Ketinggian media pada awal pemeliharaan 5-10 cm dan pada hari ke 3 baru diberi pakan.
3. Penyediaan dan Penaburan Bibit.
Cacing yang diternakan adalah jenis Lumbricus (Lumbricus rubbelus) jenis cacing ini
banyak dikembangkan di Indonesia. Selain ini adapula jenis lain yang biasa diternakan yatu
jenis Eisenia (Eisenia foetida) jenis ini lebih banyak dikembangkan di negara Taiwan,
Australia dan Amerika dan jenis Perethima (Pherethima asiatica) lebih banyak
dikembangkan di Philipina. Ketiga jenis cacing ini dalam teknik budidayanya tidak
ada perbedaan.
Benih cacing yang dipilih harus berumur minimal 3 s/d 10 bulan. dengan cirinya
adalah sudah terlihat klitelumnya. Disamping itu cacing yang sudah dewasa perawatannya
lebih mudah, namun tidak berarti bahwa cacing yang masih mudah tidak dapat dipakai
sebagai bibit tetapi cacing yang masih muda harus melalui perawatan terlebih dahulu supaya
menjadi dewasa. Penebaran cacing yang sudeh melewati umur 10 bulan dianggap sudeh uzur
karena produksinye sudah senget menurun.
Pada saat cacing akan ditaburkan biasanya gumpalan cacing mengeluarkan buih yang
berwarna putih. Keadaan ini terjadi karena dipergunakan untuk melindungi dirinya dari
serangan hama penggenggu. Namun bila cairan yang dikeluarkan berwana kuning. bisa seja
telah mengalami gangguan yang berat dan dapat mematikan cacing.
Cacing tanah ditebarkan di atas media yang siap pakai, penebaran pertama jangan
terlalu benyak karena belum tentu media yeng digunakan cocok untuk hidup cacing.
Perhatikan cacing yang ditebarkan. apakah mereka masuk ke dalam media dan tidak keluar
lagi. Bila cacing tidak keluar sampai 12 jam lemanya berarti mereka sudah nyaman di dalam
media. Untuk itu, penaburan yang sesungguhnya perlu dilakukan. Optimun kepadatan
penaburan belum diketahui dengan pasti, namun dapat dilakukan dalam 1 kg. cacing
membutuhkan 20 s/d. 40 liter media.

4. Pemeliharaan
Perlakuan yang harus diperhatikan adalah seringnya membalikan media karena cacing
cacing tanah sangat memerlukan oksigen dengan terpenuhinya oksigen di dalam tanah maka
cacing dapat melakukan aktivitasnya bila oksigen kurang maka cacing berusaha mencari
kepermukaan. Frekuensi pengadukan tidak perlu sering dilakukan, tetapi minimal 2 hari
sekali.
Pakan harus selalu diberikan, banyaknya tergantung dari berat cacing yang
ditaburkan. Sebagei patokan, 1 cacing mengkunsumsi makanan ½ dari bobot tubuhnya dalam
sehari, bila berat penaburan 1 kg. cacing maka dalam 1 hari diberikan pakan sebanyak ½ kg.
Pemberian pakan jangan terlalu banyak/melebihi berat badan karena akan menimbulkan bau
tidak sedap disekitarnya. Biarkan cacing menghabiskan pakan yang diberikan terdahulu,
kemudian baru ditambah lagi.
Jenis pakan yang diberikan bervariasi, sebagai cotoh dapat diberikan dengan memakai
perbadingan 50% kompos dan 50% pupuk kandang atau 30% kompos dan 70% pupuk
kandang. Cara pemberian pakan dapat dilakukan dengan dengan 2 cara, cara pertama yaitu
memasukan pakan kedalam media kemudian ditutup kembali, tetapi cara ini tidak dapat
mengetahui apakah pakan sudah habis atau belum, cara ke 2 adalah dengan menebarkannya
tipis-tipis di permukaan media. Tebaran pakan kemudian ditutup dengan bahan tidak tembus
cahaya agar cacing mau merayap ke permukaan media yang gelap gulita.
Peternak yang berskala komersial perlu memisahkan wadah berisi anak cacing. dan
induk Induk cacing mengeluarkan kokon. Setelah cacing menghasilkan kokon, sang induk
perlu dipindahkan ke wadah lain dengan media yang baru. Pemindahan induk ke tempat yang
baru dapat dilekukan 1 bulan setelah induk ditebarkan.
Kokon di wadah bekas induk akan menetes dalam waktu 2 - 3 minggu kemudian.
Setelah waktu 3 bulan semenjak induk dipindahkan atau kira-kira umur anak cacing sudah
menjadi dewasa yang ditandai dengen keluarnya klitelum. Itulah saat yang paling tepat untuk
dijadikan indukan baru.
Hama cacing yang sering mengganggu adalah semut, unggas, tikus, dan ular. Untuk
menghindari hama ini letak kandang perlu diproteksi agar hama-hama ini tidak akan dapat
mendekat ke kandang. Selain itu media harus diperhatikan agar selalu dalam keadaan
lembab den apabila kering perlu dilakukan penyiraman. Untuk menghindari kering dapat juga
media ditutup dengan daun pisang atau sejenisnya.

5. Pemanenan
Panen disini dapat diartikan dengan memindahkan induk dari kokon dan ini ± 1 bulan
setelah penebaran dan ini terjadi apabila induk yang digunakan berumur 3 bulan (dewasa),
bila cacing yang digunakan berukuran kecil maka dalam waktu 4 bulan bibit ini sudah cukup
dewasa dan siap untuk dipanen. Sedangkan panen besar dilakukan bila cacing untuk dijual,
yang dijual adalah cacing yang sudah mencapai umur 10 bulan.
Cara panen yang gampang dilakukan adalah dengan menyinari dengan cahaya
lampu/petromak. Dengan ada sinar terang maka sensor cahaya yang ada di kulit cacing akan
menerimanya kemudian cacing berusaha mencari ketempat yang gelap atau ke bawah,
selanjutnya menyisihkan media sedikit demi sedikit maka pada akhirnya terlihat cacing yang
sedang menggerombol dan siap panen atau dipindahkan ke media lain.
Cara lain dengan memancing kedatangan cacing. Tumpukan pekan diletakkan pada
tempat terpisah yang jauh dari gerombolan kemudian ditutup dengan bahan kedap cahaya.
Cacing akan menyerbu ke makan kemudian diperjalanan cacing-cacing ditangkap dan
dimasukkan kewadah panen/media baru.
Daftar Pustaka

UVA-1 cold light therapy in the treatment of atopic dermatitis: 61 patients treated in the
Leiden University Medical Center.

Rusmini, R., Kusumawati, N., Prahara, M. A., & Wikandari, P. R. (2016). Pelatihan Budidaya
Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) Bagi Para Tani Desa Sumberdukun, Ngariboyo,
Magetan. Jurnal ABDI: Media Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(2), 114-120.

RUSMINI, Rusmini, et al. Pelatihan Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) Bagi Para
Tani Desa Sumberdukun, Ngariboyo, Magetan. Jurnal ABDI: Media Pengabdian Kepada
Masyarakat, 2016, 1.2: 114-120.

Anda mungkin juga menyukai