Oleh:
DARSON
L1A1 16 127
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
daging sapi terutama sapi lokal. Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap daging
sapi tidak seimbang dengan jumlah stok sapi yang ada mengakibatkan sebagian
besar pemerintah melakukan kegiatan impor yang secara tidak langsung dapat
mematikan usaha peternakan rakyat. Oleh karena itu, sangat diperlukan upaya
peningkatan populasi dan produksi ternak sapi potong pada peternakan rakyat.
karena didukung dengan ketersediaan lahan pertanian yang cukup luas terutama di
Muna Barat pada tahun 2018 berjumlah 29.292 ekor dan pada tahun 2019
sapi.
Hijauan makanan ternak merupakan lahan yang ditanami rumput unggul atau
legum sebagai sumber makanan yang berkualitas bagi ternak dan meningkatkan
ternak . peternak umumnya menggunakan rumput yang berasal dari kebun rumput
mereka untuk pemberian pakan pada ternak yang dikangangkan Tetapi masi
ternak khususnya pada waktu waktu tertentu yang sulit memeperoleh pakan.
menyebar, kurang memiliki jiwa kewirausahaan dan sistem beternak yang masi
Muna Barat.
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat penelitian
A. Deskripsi Teori
1. Karakteristik Sapi Bali
Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil
domestikasi dari Banteng (Bos-bibos banteng) dan merupakan sapi asli Pulau
Bali. Sapi bali menjadi primadona sapi potong di Indonesia karena mempunyai
sawah dan ladang, persentase karkas tinggi, daging tanpa lemak, heterosis positif
tinggi pada persilangan, daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan
Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia, hasil domestikasi banteng
(bibos banteng). Sapi bali berukuran sedang, memiliki dada dalam, tidak
berpunuk, berkaki ramping. Cermin hidung, kuku, dan ujung bulu ekornya
berwarna hitam. Kaki dibawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit
berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantat dan paha bagian dalam,
garis hitam (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor. Warna bulu
sapi bali jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam
legam setelah sapi mencapai dewasa kelamin, tetapi bagian yang berwarna putih
tetap tidak ada perubahan, sedangkan sapi betina tetap berwarna merah bata
(Utomo, 2012).
Ciri fisik sapi bali adalah berukuran sedang, berdada dalam dengan kaki yang
bagus. Warna bulu merah bata dan coklat tua. Pada punggung terdapat garis hitam
di sepanjang punggung yang disebut “garis belut” (Wiliamson dan Payne, dalam
Purnomoadi dan Dartosukarno, 2012). Syafrial dkk. (2007) menambahkan bahwa
sapi bali mempunyai ciri khas yaitu tidak berpunuk, umumnya keempat kaki dan
Menurut Guntoro (2002), sapi bali sebagai salah satu bangsa sapi memiliki
ciri-ciri spesifik yang berbeda dengan bangsa sapi lainnya. Sapi bali memiliki
warna dan bentuk tubuh persis seperti banteng liar. Sapi bali jantan dan betina
memiliki warna kaki putih dan memiliki “telau”, yakni bulu putih pada bagian
pantatnya dan terdapat “garis belut” (bulu hitam) di sepanjang punggungnya. Sapi
bali tidak memiliki punuk seperti halnya banteng, bentuk badannya kompak, dan
dadanya dalam. Dibandingkan dengan sapi-sapi lain, sapi bali lebih agresif (galak)
Di samping ciri-ciri umum tersebut di atas, sapi bali jantan dan betina juga
memiliki ciri khas. Fikar dan Ruhyadi, (2010) menyatakan ciri khas sapi bali di
antaranya rambut berwarna merah keemasan pada jantan akan menjadi lebih
hitam setelah dewasa, dari lutut ketangkai bawah berwarna putih seperti memakai
kaus kaki, bagian pantat berwarnh putih membentuk setengah lingkaran, ujung
ekor berwarna hitam, serta terdapat garis belut warna hitam di punggung
betina,sapi Bali memiliki kepala pendek dengan dahi datar, sapi Bali jantan
memiliki tanduk panjang dan besar yang tumbuh kesamping belakang, Tubuhnya
relatif lebih besar dibanding kan dengan sapi betina, berat sapi dewasa rata-rata
350 kg–450 kg, dan tinggi badan 130 cm–140 cm. Sedankan sapi Bali betina
memiliki tanduk yang lebih pendek dan kecil. warna bulu badan merah bata
(kecuali kaki dan pantat). tanduk agak di bagian dalam dari kepala, mengarah
latero-dorsal dan membelok dorsa-medial. tubuh relatif lebih kecil dibandingkan
dengan sapi jantan dan berat sapi dewasa 250 kg – 350 kg Fikar dan Ruhyadi,
(2010).
Sapi bali betina mencapai pubertas pada umur sekitar 1,5 tahun dan sudah
siap dikawinkan pada umur 2 tahun dengan lama kebuntingan sekitar 280 – 290
hari. Dengan demikian sapi bali akan melahirkan anak pertama pada saat berumur
sekitar 3 tahun (Handiwirawan & Subandriyo, 2004). Calon induk betina sapi bali
dapat dipilih yang masih muda (belum pernah kawin/beranak) hingga yang sudah
beranak 3 – 4 kali. Untuk memperoleh keturunan yang baik, induk sapi bali betina
hendaknya dipertahankan paling tua hingga umur 11 tahun atau setelah 7 kali
beranak. Penurunan kualitas anak terjadi pada kelahiran ke-8 dan seterusnya,
maka apabila induk betina melahirkan lebih dari 7 kali, anak yang dihasilkan
kualitasnya menurun dan berdampak pada pertumbuhan anak tersebut yang juga
lainnya karena mempunyai fertilitas yang tinggi, angka kebuntingan dan angka
kelahiran yang tinggi (lebih dari 80%) dan potensial sebagai penghasil daging.
Pertambahan bobot badan dengan pakan yang baik dapat mencapai 0,7 kg/hari
pada jantan dewasa dan 0,6 kg/hari pada betina dewasa. Persentase karkas
(Siregar,.2008).
Sapi bali memegang peranan penting sebagai sumber daging dalam negeri,
eksploitasi ternak seperti di atas akan berakibat pada penurunan mutu genetik
(Samarianto, 2004).
antar raja-raja pada zaman dahulu. Sapi bali telah tersebar hampir di seluruh
beberapa keunggulan. Sapi bali mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap
lingkungan yang buruk seperti daerah yang bersuhu tinggi, mutu pakan yang
rendah dan lain-lain. Tingkat kesuburan (fertilitas) sapi bali termasuk amat tinggi
dibandingkan dengan sapi lain, yaitu mencapai 83%, tanpa terpengaruh oleh mutu
pakan. Tingkat kesuburan (fertilitas) yang tinggi ini merupakan salah satu
2. Populasi
dan sex (rasio, anak, individu muda, dewasa dengan jenis kelamin betina atau
jantan). Sifat-sifat ini dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengetahui kondisi
merupakan cerminan ukuran populasi (jumlah total individu) yang hidup untuk
umum tidak akan lebih baik bila didasarkan pada keanekaragaman (Tobing,
2008).
hidup dan besarnya potensi kemampuan penyediaan bibit (Budiarto dkk., 2013).
sapi sebagai ternak potong ternyata cukup tinggi, meskipun kerbau tak sepopuler
sapi karena dagingnya berwarna lebih tua dan keras dibandingkan dengan daging
sapi, seratnya lebih kasar dan lemaknya berwarna kuning. Usaha pengembangan
ternak sapi, memang masih banyak ditemui kendala, diantaranya yang cukup
performa sapi. Oleh sebab itu, perlu adanya peningkatan produktifitas sapi melalui
oleh efisisensi reproduksi dan kesuburan yang rendah akan kematian prenatal.
disebabkan oleh faktor internal atau sifat-sifat alamiah ternak sapi itu
Disamping itu juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keterbatasan bibit
campur tangan manusia dan teksnologi yang digunakan masih minim, sehingga
campur tangan manusia dan teksnologi yang digunakan masih minim, sehingga
adalah memelihara sapi untuk digemukan dengan cara digembalakan dan pakan
semi ekstensif adalah sapi-sapi di kandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh
mendapatkan bibit sapi bali yang baik sebaiknya dipelihara secara semi intensif
disertai dengan pemberian pakan yang optimal sesuai dengan kebutuhan fisiologi
Umumnya para petani ternak didalam usaha pemeliharaan ternak sapi masi
Pemeliharaan sapi yang mereka lakukan hanyalah sebsgai usaha sampingan saja
(Sugeng, 2007).
populasi sapi pedaging adalah sumber daya yang tersedia. Seperti sumber daya
bibit,ekologi dan teknologi serta lingkungan yang strategis yang secara langsung
2007).
merupakan selisih antara angka kelahiran dengan angka kematian pada suatu
wilayah tertentu dan waktu tertentu yang umumnya diukur selama satu tahun.
terutama betina tua atau yang telah melahirkan tujuh kali. Perhitungan
persentase kelahiran, persentase kematian anak maupun sapi tua. Persentase betina
terhadap populasi yang semakin besar kemungkinan dapat meningkatkan
kelahiran pedet terhadap populasi maka nilai pertambahan alami akan meningkat.
kematian dari suatu populasi. Nilai pertambahan alamiah akan lebih bermakna
baik. Pertambahan alamiah sapi Bali yaitu 61,39% betina dewasa yang tersedia,
mencapai 2,32% maka nilai pertambahan alamiah di wilayah sumber bibit tahun
2011 sebesar 27,40%. Pertambahan populasi sapi Bali secara alami tersebut dapat
pemotongan sapi betina produktif terus berlangsung tanpa pengawasan yang ketat
dan sanksi yang berat maka sumber penghasil sapi bakalan akan menjadi
betina produktif dan mengeluarkan betina tidak produktif terutama betina tua atau
kematian anak maupun sapi tua. Persentase betina terhadap populasi yang
5. Penelitian Terdahulu
dan Distribusi Angka Kelahiran Sapi Bali Di Kota Baubau” memperoleh hasil
penelitian bahwa nilai persentase kelahiran sapi bali sebesar 45,40% tahun,
persentase kematian sapi bali sebesar 7,86% tahun, pertambahan alamiah populasi
37,54% tahun.
penelitian bahwa komposisi sapi potong 533 ekor jantan (34,88%) dan 995 ekor
betina (65,12%). Jumlah pedet jantan, jantan muda dan jantan dewasa masing-
masing 93,100 dan 340 ekor, sedangkan pedet betina, betina muda dan betina
dewasa masing-masing 135,130 dan 738 ekor. Nilai natural increase diperoleh
sebesar 12,13%, yang diperoleh dari tingkat kelahiran 14,83% terhadap populasi
potensi dan komposisi sapi bali yang dapat dikeluarkan setiap tahun tanpa
mengganggu populasi yang ada sebesar 13,11% setara dengan 354 ekor terdiri
dari sisa jantan muda sebesar 4,27% setara dengan 115 ekor, ternak afkir masing-
masing jantan 3,18 setara dengan 86 ekor dan betina 5,67% setara dengan 153
ekor.
6. Persentase kelahiran
satu kali kawin. Oleh karena kesukaran- kesukaran dalam penentuan kebuntingan
reproduksi yang mutlak dari seekor betina dapat ditentukan setelah kelahiran
kosong dan jarak beranak, berhasil tidaknya perkawinan pada sapi induk yang
jumlah anak yanh lahir per tahun dibagi dengan jumlah betina dewasa atau
kelahiran anak sapi per tahun sebesar 1,7 juta ekor, sedangkan kebutuhan sapi
potong 2,1 juta ekor/tahun, saat ini populasi sapi potong 10,5 juta-11 juta ekor.
Tingkat kelahiran rata rata per tahun atau angka kelahiran per tahun anak sapi di
wilayah penyebaran ialah 38,58% (dataran rendah), 49,99% (berbukit) dan 31,40
(dataran tinggi). Hasil ini menunjukan bahwa untuk daerah pegunungan tingkat
kelahiran pedet lebuh rendah dari pada yang lainnya (Thalib, 1985).
ternak.Dari total impor sapi hidup yang dilakukan oleh para pengusaha
penggemukan sekitar 30% ternyata terdapat sapi betina yang produktif yang masi
sapi bali adalah 80%. Pastika dan Darmaja (2008), penggemukan hasil
7. Persentasi Kematian
Menurut Tanari (2007), kematian (mortalitas) anak anak sapi di pengaruhi
oleh umur induk, pengaruh jenis kelamin, berat lahir dan pengaruh makanan.
Dalam perkembangan sapi bali telah diperoleh beberapa kemajuan terutama dalam
menekan angka kematian pedet sapi bali sebesar 10-80%. Hasil penelitian lainnya
diperoleh kematian pedet sebesar 7,33% dan lebih rendah lagi sebesar 7,26% pada
lokasi yang sama memperoleh terhadap kelahiran atau sebesar 1,84% dari
populasi.
angka kematian (Mortality rate) pedet prasapi juga tinggi, bahkan ada
yang mencapai 50% (Hadi dan Ilham,2000). Masalah ini biasanya bersumber dari
kualitas pakan induk yang baik, terutama pada saat bunting tua dan menyusui,
bakalan bermutu tinggi belum dapat terpenuhi, hal tersebut juga mencerminkan
Berbagai jenis penyakit yang sering terjangkit pada sapi berupa penyakit
menular dapat menimbulkan kerugian yang besar bagi peternak dari tahun ke
tahun, ribuan ternak menjadi korban penyakit. Beberapa penyakit yang sering
terjadi pada sapi potong adalah anthrax ( radang limpa), penyakit ngorok,
menular), kuku busuk, cacing hati, cacing perut, dan lain lain (Anonim, 2006).
Anak anak sapi jantan lebih banyak yang mati dari pada anak anak sapi
betin.suatu hasil penelitian menunjukan bahwa anak sapi jantan yang mati pada
waktu lahir adalah 62% sedang anak sapi betina yang mati dari lahir sampai
disapih hanya 52%. Data yang lain menunjukan bahwa anak sapi jantan yang mati
rata rata 26,5 kg akibat terjadinya perkawinan pada betina muda dan belum
Tingginya fertilitas pada induk sapi bali ternyata diimbangi dengan tingginya
tingkat kematian pada pedet. Jumlah kematian dini pada pedet sapi bali mencapai
30%. Tingginya angka kematian pedet sebelum disapih merupakan faktor utama
kematian pedet sebelum disapih, maka dilakukan penyapihan dini. Pada umumnya
pedet sapi bali disapih pada umur 7 bulan ( Bamualim dan Wirdahayati,2002).
Sapi Bali merupakan salah satu sapi asli Indonesia yang sejak lama menyebar
dan Napano Kusambi Barat Kabupaten Muna Barat. Sapi bali yang dipelihara
produktivitas ternak sapi bali rendah serta berdampak langsung terhadap jumlah
populasi sapi bali. Jumlah populasi sapi bali di suatu wilayah akan tinggi jika
populasi sapi Bali sehingga bagus untuk di jadikan Lokasi penelitian. Salah satu
indikator untuk mengukur pertambahan jumlah populasi sapi bali adalah dengan
pada Gambar 1.
Sapi Bali
Di Kabupaten Muna Barat
Karakteristik Peternak
Sistem Pemeliharaan
Kecamatan Napano Kusambi dipilih desa yang memiliki populasi ternak sapi bali
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data
kuesioner. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-
instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Peternakan, Badan Pusat Statistik
penelitian.
E. Variabel Penelitian
5. Angka Kelahiran
N ( awal ) + N (akhir)
2
N (awal) = N (akhir) + Di + G – Bi – E
Keterangan
N = jumlah populasi
N (awal) = jumlah populasi awal (ekor)
N (akhir) = jumlah populasi akhir (ekor)
Di = jumlah pengeluaran selama setahun (ekor)
G = jumlah kematian dalam populasi selama setahun(ekor)
(jual,potong,digaduhkan,menghibahkan)
Bi = jumlah kelahiran pedet dalam populasi setahun (ekor)
E = jumlah pemasukan dalam setahun (ekor)
(beli,menggaduhkan,dapat hadiah/hibah)
NI = B – D
Keterangan
5. Angka kelahiran yaitu menghitung jumalh ternak sapi bali yang lahir
F. Analisis Data
Data yang diperoleh selama penelitian yaitu jumlah populasi ternak sapi
alamiah, dan angka kelahiran sapi bali setiap bulan selama tahun 2018 di tabulasi
1. Persentase kelahiran adalah persentese jumlah anak yang lahir dalam satu
peternak/responden.
2. Pesentase kematian yaitu persentase jumlah ternak yang mati dalam kurun
perbandingan jumlah anak dan jumlah induk dalam kurun waktu Januari
5. Pedet pra sapih adalah anak sapi yang berumuran 0-6 bulan
6. Pedet pasca sapih adalah anak sapi yang berumuran 7-12 bulan
8. Sapi dewasa adalah sapi yang telah berumur lebih dari 2 tahun
10. Pemeliharaan ekstensif adalah ternak sapi dibiarkan mencari pakan sendiri
tertentu.
13. Populasi ternak adalah sekelompok ternak yang dipelihara dan dibiarkan
dihasilkan.
14. Jumlah induk adalah jumlah betina dara,betina bunting dan memiliki anak
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Populasi Sapi Bali dan Pemenuhan Kebutuhan Daging.
Peternakan UIN, Riau.
Ayuni, N., 2005. Tata Laksana Pemeliharaan dan Pengembangan Ternak Sapi
Potong Berdasarkan Sumber Daya Lahan di Kabupaten Agam, Sumatera
Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institusi Pertanian Bogor
Fikar, S dan Ruhyadi, D. 2010 Buku Pintar Beternak dan Berbisnis Sapi Potong.
PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Payne WJA androllinson DHL. 2000. Bali cattle. World anim. Rev. 7:13-21.
Thalib, C. 1985. Kekhsan Sapi Bali Di Sulawesi Selatan. Balai Penelitian Ternak.
Buletin Teknik Dan Pengembangan Peternakan. 4(16). 21-25.
Tanari, M 2007 Usaha Pengembangan Sapi Bali Sebagai Ternak Lokal Dalam
Bali Di Daerah Transmigrasi Dan Non Transmigrasi Kabupaten Konawe.
Fakultas Menunjang Pertumbuhan Proterin Asal Hewani Di Indonesia.
http://rudyet.250x.com/sem1 012/m tanari.htm. Kendari.
Tobing, Isl. 2008. Teknik Estimasi Ukuran Populasi Suatu Spesies Primata.
Fakultas Biologi Universitas Nasional. Jakarta. Usvitalis. 01.(1)
Tjeppy, D. soedjana. 2009. RUU Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Direktur
Jendral Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Utomo, B.N. dan E. Widjaja. 2016. Pengkajian Integrasi Sapi Potong dengan
Perkebunan Kelapa Sawit Dengan Pola Breeding di Kalimantan
Tengah. Laporan Akhir Hasil Pengkajian.Balai pengkajian Teknonogi
Pertanian Kalimantan Tengah,Palangkaraya.
Wello, B. 2003. Bahan Ajar Manajemen Ternak Potong Dan Kerja. Jurusan
Prodoksi Ternak Fakultas Peternakan Unifersitas Hasanudin, Makasar.