Anda di halaman 1dari 12

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Integrasi Tanaman Ternak

Pertanian terintegrasi (integrasi tanaman-ternak) adalah suatu sistem

pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan

ternak dalam suatu usahatani atau dalam suatu wilayah. Adapun ciri keterkaitan

tersebut antara lain adanya penggunaan sumberdaya yang beragam seperti

hijauan, residu tanaman, dan pupuk organik yang dihasilkan ternak dalam suatu

proses produksi. Hal terpenting yang perlu dipahami dari konsep integrasi

tanaman-ternak di mana hal ini diharapkan dapat menghentikan akibat dari

praktek-praktek pertanian yang merusak sumberdaya lahan dan menurunkan

produktivitas pertanian. Diharapkan petani dapat secara perlahan keluar dari jerat

kemiskinan (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, 2011).

Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi

rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam

jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau. Demikian juga tanaman-ternak,

diharapkan semakin memperkuat ketahanan pangan, selain itu integrasi tanaman-

ternak dalam kerangka konsep yang lebih luas bertujuan untuk (Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Bali, 2011).

1. Melindungi dan memperbaharui kesuburan lahan

2. Pemanfaatan sumberdaya on farm

3. Menyediakan alternatif sumber pendapatan bagi petani

4. Memberi peluang kesempatan kerja di sektor pertanian

8
9

Ternak sapi berperan multifungsi yaitu sebagai tenaga kerja, sumber

pupuk kandang, protein, dan tabungan hidup. Dapat dikatakan sosok petani tidak

akan lengkap jika belum memelihara ternak. Program Simantri adalah bentuk

upaya nyata Pemerintah Daerah Bali dalam rangka menuju Bali organik. Badan

Litbang Pertanian dalam lima tahun terakhir sangat gencar memperkenalkan

inovasi teknologi yang berbasis integrasi tanaman-ternak. Di samping itu

dipilihnya model integrasi tanaman-ternak sebagai hubungan sinergis tanaman-

ternak akan diharapkan dapat menjadi pemicu dalam mendorong pertumbuhan

pendapatan petani dan pertumbuhan ekonomi wilayah/pedesaan (Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Bali, 2011).

2.2 Simantri dan Poktan

Sistem pertanian terintegrasi (Simantri) adalah upaya terobosan dalam

mempercepat adopsi teknologi pertanian karena merupakan pengembangan model

percontohan dalam percepatan alih teknologi kepada masyarakat perdesaan.

Simantri mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor

pendukungnya sesuai potensi masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan

pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada. Kegiatan integrasi yang dilaksanakan

juga berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah. Kegiatan utama adalah

mengintegrasikan usaha budidaya tanaman dan ternak, dimana limbah tanaman

diolah untuk pakan ternak dan cadangan pakan pada musim kemarau dan limbah

ternak diolah menjadi biogas, biourine, pupuk organik (Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Bali, 2010).

Kelompok tani (Poktan) adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang

dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial,


10

ekonomi, dan sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan

mengembangkan usaha anggota. Jumlah anggota kelompok tani 20 s.d 25 petani

atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan masyarakat dan usahataninya.

Dikemukakan bahwa fungsi kelompok tani adalah sebagai berikut (Pramita,

2011).

1. Kelas belajar

Kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta tumbuh dan

berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani, sehingga produktivitasnya

meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera.

2. Wahana kerjasama

Kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara

sesama petani dalam kelompoktani dan antar kelompoktani serta dengan pihak lain.

Melalui kerjasama ini diharapkan usaha taninya akan lebih efisien serta lebih

mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan.

3. Unit produksi

Usahatani yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota kelompok tani,

secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat

dikembangkan.

2.3 Peternakan Sapi Bali

Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan Sapi Bali asli Indonesia yang diduga

sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar, Sapi Bali menyebar ke

pulau-pulau di sekitar Pulau Bali melalui komunikasi antar raja-raja pada zaman

dahulu. Sapi Bali berkembang cukup pesat karena memiliki beberapa keunggulan
11

yaitu daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang buruk, seperti daerah

yang bersuhu tinggi dan mutu pakan yang rendah/kasar, di samping itu, tingkat

kesuburan Sapi Bali termasuk amat tinggi dibandingkan dengan jenis Sapi Bali

lain tanpa terpengaruh oleh mutu pakan. Sapi Bali sebagai salah satu bangsa sapi

memiliki ciri-ciri tersendiri (khusus) yang berbeda dengan bangsa sapi lainnya

adapun ciri-cirinya yaitu (Guntoro, 2006).

1. Ras sapi murni

Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi yang berdarah murni karena

merupakan hasil dosmetikasi (penjinakan) langsung dari banteng liar. Dengan

demikian, Sapi Bali merupakan ras atau bangsa sapi tersendiri yang asli berasal

dari Indonesia.

2. Warna dan bentuk tubuh

Sebagai Bali jantan dan betina memiliki warna kaki putih seperti banteng

liar. Sapi Bali jantan dan betina memiliki warna kaki putih dan memiliki bulu

putih pada bagian pantatnya dan terdapat garis (bulu) hitam di sepanjang

punggungnya. Sapi Bali lebih agresif (galak) terutama Sapi Bali jantan, sewaktu

lahir baik Sapi Bali jantan maupun betina, memiliki bulu berwarna merah bata.

Setelah dewasa, warna bulu Sapi Bali jantan berubah menjadi hitam karena

adanya pengaruh hormon kelamin jantan.

3. Sapi Bali yang warnanya menyimpang

Sebagaimana pada bangsa sapi yang lain, sapi Bali juga sering mengalami

penyimpangan dari ciri-cirinya yang khusus. Di beberapa tempat, sering dijumpai

Sapi-Sapi Bali yang warna bulunya tidak seperti warna bulu Sapi Bali yang

normal. Berikut merupakan ciri-ciri Sapi Bali yang warnanya menyimpang.


12

1. Sapi Bali putih (Sapi Taro)

Sapi Bali putih sering disebut Sapi Taro karena Sapi Bali yang warnanya

tidak normal ini terdapat di sekitar pura Desa Taro, Kabupaten Gianyar. Sapi Taro

memiliki kulit dan bulu putih yang disebabkan karena tidak terdapatnya pigmen

pada kulitnya. Karena itu, Sapi Taro sangat peka terhadap sinar matahari.

2. Sapi Injin (Melanism)

Sapi Bali yang normal ketika masih kecil selalu memiliki warna bulu

merah bata dan sapi jantan akan menjadi hitam ketika sudah dewasa. Namun, Sapi

Injin sejak lahir hingga dewasa, baik jantan maupun yang betina memiliki warna

bulu kehitam-hitaman. Sapi Bali jantan normal dan Sapi Injin dapat dibedakan

dengan cara mengamati bulu telinga bagian dalam dan kulit bibir bagian bawah.

Pada Sapi Injin jantan, bulu telinga bagian dalam berwarna abu-abu dan kulit bibir

bagian bawah kehitam-hitaman, sedangkan pada sapi Bali jantan normal, bibir

atas dan bibir bawah berwarna putih.

3. Sapi Poleng

Sapi poleng, di samping memiliki warna bulu merah bata, memiliki warna

bercak-bercak pada bulu di beberapa bagian tubuhnya sehingga memberi kesan

warna poleng.

4. Sapi Gading

Sapi Gading secara sepintas tidak berbeda dengan sapi Bali normal.

Namun, bila diamati secara cermat, Sapi Gading akan terlihat warna kekuning-

kuningan pada kulitnya, terutama pada moncongnya.

Masyarakat di Bali memfungsikan Sapi Bali sebagai tenaga kerja

pertanian, sumber pupuk organik, dan sebagai Sapi potong yang menghasilkan
13

daging. Oleh sebab itu, peternakan sapi Bali terus dikembangkan agar

keberadaannya tetap lestari dan meningkatkan perekonomian masyarakat Bali,

khususnya peternak sapi. Pembudidayaan sapi Bali mengacu kepada Usaha

Peternakan yaitu (Guntoro, 2006).

1. Memilih bibit yang baik

Dalam memilih bibit sapi Bali sebaiknya dipilih sapi yang memenuhi

persyaratan sebagai berikut.

1. Jantan atau betina yang produktif

2. Pertautan kulit longgar

3. Kesehatan baik (kulit mengkilat, mata bersinar, cermin hidung lembab)

4. Nafsu makan baik

5. Berat badan 275-300 kg

Dalam memilih induk sapi Bali sebaiknya dipilih sapi yang memenuhi

persyaratan sebagai berikut.

1. Induk betina yang sehat

2. Asal usul diketahui (dari keturunan produktif dan tidak inbreeding)

3. Mempunyai sifat keindukan baik, yaitu kepala leher halus dan ramping, bagian

pinggul lebih besar dibandingkan dengan bagian dada, ambing besar, putting

empat buah, sejajar dan simetris, kaki besar, kuat, berdiri tegak dan simetris

4. Maksimal dua kali beranak dan produktif

5. Tinggi kumba minimal 110 cm

6. Panjang badan minimal 115 cm


14

2. Menyediakan pakan

Dalam penyediaan pakan jenis sapi Bali dapat berupa hijauan dan

dedaunan segar, limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, kulit kakao,

kulit kopi yang dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada

sapi. Selain hijauan, sapi Bali juga diberi konsentrat seperti dedak dari padi,

jagung dan bijian lainnya. Konsetrat berupa dedak padi 1-2 kg/hari dan mineral

sesuai dengan kebutuhan, selain pakan, sapi juga memerlukan air minum yang

cukup.

3. Menyediakan kandang

Kandang yang nyaman bagi ternak adalah bersih, kering dan hangat.

Untuk itu kandang dibuat agar memenuhi kriteria sebagai berikut.

1. Cukup mendapat sinar matahari, aliran udara lancar, beratap supaya sapi tidak

kepanasan maupun kehujanan

2. Mempunyai saluran pembuangan yang lancar dan tempat pembuangan kotoran

yang memadai

3. Terbuat dari bahan yang kuat, tidak melukai sapi dan tahan lama

4. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum

5. Ukuran kandang untuk sapi dewasa panjang dua meter, lebar satu setengah

meter dan tinggi dua meter

4. Merawat kesehatan hewan

Merawat kesehatan hewan meliputi mencegah dan mengobati penyakit.

Mencegah penyakit dapat dilakukan dengan menerapkan biosekuriti yaitu

mengupayakan kandang dan lingkungannya selalu bersih, melakukan

penyemprotan kandang secara teratur, vaksinasi sapi sesuai rekomendasi Dinas


15

yang menangani peternakan setempat, memisahkan atau mengandangkan

tersendiri sapi sakit dan sapi yang baru datang dari daerah lain. Beberapa penyakit

yang umum adalah kembung perut (bloat/timpani) dan cacingan. Kedua penyakit

ini dapat dicegah dengan pelayuan hijauan yang diberikan kepada sapi. Penyakit

lain yang perlu diwaspadai adalah diare ganas menular, dan segera laporkan

kejadian yang tidak biasa pada sapi ke Dokter Hewan atau Petugas Kesehatan

Hewan terdekat.

5. Mengatur reproduksi

Sapi siap kawin pada umur 15 s.d 20 bulan untuk betina pada umur 15 s.d

24 bulan untuk jantan, yang ditandai dengan munculnya birahi. Sapi dapat

dikawinkan 12 s.d 18 jam sejak munculnya tanda-tanda birahi. Jika perkawinan

berhasil, sapi akan hamil selama 283 hari, anak sapi berumur tiga bulan sudah

dapat dipisahkan dari induknya dan induk dapat dikawinkan kembali.

2.4 Manfaat Limbah Ternak Sapi

Kotoran merupakan salah satu masalah bagi para peternak. Di peternakan

besar yang memiliki ratusan ekor sapi, bila dibiarkan kotoran tersebut lama-

kelamaan akan menggunung. Apabila tidak ditangani secara serius akan

menimbulkan bau yang menyengat dan pencemaran lingkungan. Kotoran sapi

yang belum melaui proses pengolahan disebut sebagai pupuk kandang.

Berdasarkan sifatnya limbah ada dua yaitu limbah padat dan cair (Rianto, 2010).

1. Limbah padat

Limbah padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan baik belum dikomposkan

sebagai sumber hara N bagi tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia, biologi,

dan fisik tanah.


16

2. Limbah cair

Limbah cair merupakan bentukan cair dari kotoran hewan yang masih

segar yang bercampur dengan urine hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan

dalam air dalam perbandingan tertentu. Limbah cair yang masih segar jika

dicampur dengan air dan dijadikan pupuk kandang cair memiliki kandungan hara

yang lebih baik dibanding dengan limbah padat. Terdapat unsur-unsur hara makro

dan seng yang kadarnya mencukupi.

2.5 Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan

1. Biaya

Biaya merupakan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen

yang berkaitan dengan proses produksi yang sebagai aktivitas utama untuk

menghasilkan suatu produk (Tasman, 2013).

Untuk menghitung total biaya digunakan rumus TC = VC + FC

Keterangan.
TC = Total biaya
VC = Biaya variabel
FC = Biaya tetap

2. Penerimaan

Penerimaan adalah penerimaan perusahaan dari hasil penjualan outputnya

kepada konsumen. Dan penerimaan total (total revenue=TR) adalah keseluruhan

penerimaan yang diterima perusahaan dari penjualan outputnya kepada konsumen

(Tasman, 2013).

Penerimaan total dirumuskan TR = P.Q

Keterangan.
TR = Total penerimaan
P = Harga jual output
Q = Jumlah produksi
17

3. Pendapatan

Pendapatan yaitu penerimaan dikurangi dengan biaya total (Tasman,

2013). Pendapatan perusahaan diperoleh dari penjualan output (Q) dengan harga

(P) (Tasman, 2013). Pendapatan dirumuskan Pd = TR - TC

Keterangan.
Pd = Total pendapatan
TR = Total penerimaan
TC = Total Biaya

2.6 Produktivitas

Secara umum konsep produktivitas adalah suatu perbandingan antara

keluaran (output) dan masukan (input) persatuan waktu. Produktivitas

berhubungan dengan efisiensi penggunaan sumber daya (masukan dalam

menghasilkan tingkat perbandingan antara keluaran dan masukan), artinya apabila

masukan yang diproses semakin sedikit untuk menghasilkan luaran yang semakin

besar (Sarnowo, 2014).

Produktivitas sering pula dikaitkan dengan cara dan sistem yang efisien,

sehingga proses produksi berlangsung tepat waktu atau bagaimana baiknya

sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal.

Produktivitas dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu industri

dalam menghasilkan barang atau jasa, sehingga semakin tinggi perbandingannya,

berarti semakin tinggi produk yang dihasilkan. Dalam menghitung produktivitas

tenaga kerja untuk pupuk kompos digunakan satuan kg/jam, dan untuk biourine

digunakan satuan liter/jam.

2.7 Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Poktan Satya Kencana mengelola kegiatan Simantri dengan nomor 030,

Simantri yang dikelola adalah berupa ternak sapi yang difasilitasi oleh pemerintah
18

Provinsi Bali. Selain berupa bibit sapi juga ada bangunan untuk ternak sapi,

bangunan untuk pengolahan limbah baik limbah padat maupun limbah cair.

Sumber pendapatan dari Poktan Satya Kencana diharapkan bersumber dari hasil

pengelolaan ternak sapi dan pengolahan limbah padat atau cair. Untuk

mendapatkan data menggunakan pendekatan metode kuantitatif dan metode

deskriptif kualitatif, di mana metode kuantitatif bertujuan untuk memperoleh data

berupa penerimaan, biaya, dan pendapatan dari Poktan Satya Kencana. Selain itu,

melalui metode kuantitatif diperoleh data produktivitas Simantri sehingga

memudahkan untuk mengambil sebuah kesimpulan, yang selanjutnya bisa dipakai

rekomendasi baik kepada Poktan Satya Kencana maupun kepada pemerintah.

Sedangkan, metode deskriptif kualitatif adalah bertujuan untuk melengkapi

metode kuantitatif sehingga dapat diperoleh manfaat Simantri baik bagi Poktan

Satya Kencana maupun kepada pihak pemerintah, untuk selanjutnya

menyempurnakan kesimpulan dan rekomendasi.


19

Simantri 030 (Poktan Satya Kencana)

Memperoleh
Ternak Sapi Bantuan Bibit Sapi,
Bangunan dan Alat
Pengolahan
Pengolahan Limbah Ternak Sapi Limbah Ternak
Sapi

Biaya, Penerimaan, Produktivitas Tenaga Manfaat Simantri


dan Pendapatan dari Kerja Pada bagi Poktan dan
Simantri 030 (Poktan Pengolahan Pupuk Pemerintah
Satya Kencana) Kompos dan Biourine

Metode Deskriptif
Metode Kuantitatif
Kualitatif

Kesimpulan

Rekomendasi

Gambar 2.1
Kerangka Teori Pendekatan Masalah Profil Simantri 030 Poktan Satya Kencana di
Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar.

Anda mungkin juga menyukai