Oleh:
Farashyella Lumintang Ragazasusilo
D1A019162
Ditya Anggraini Putri
Oleh:
Enggar Wilardi
NIM. D1A017048
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan akhir Ilmu Pemuliaan
Ternak. Laporan ini disusun berdasarkan hasil praktikum Ilmu Pemuliaan Ternak, sebagai
salah satu persyaratan kurikuler dan kelulusan praktikum mata kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.
Atas dukungan moral yang diberikan dalam penyusunan laporan akhir ini, maka
penyusun mengucapkan terima kasih banyak yang sebesar-besarnya kepada:
1. Seluruh dosen mata kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman.
2. Para asisten dan khususnya asisten pendamping mata kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.
3. Kedua orang tua dan seluruh rekan yang telah membantu dan mengarahkan
penyusun dalam penyusunan laporan akhir ini.
Semoga laporan ini dapat menambah wawasan yang lebih luas lagi bagi para
pembaca. Penyusun menyadari bahwa laporan yang telah disusun ini masih memiliki banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran
dari para pembaca guna penulisan dan penyusunan yang lebih baik untuk kedepannya. Besar
harapan dari penyusun, semoga Laporan Akhir Ilmu Pemuliaan Ternak dapat dijadikan
sebagai jembatan dalam kegiatan belajar.
Penyusun
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
PEWARISAN SIFAT KUANTITATIF
Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri
II. KESIMPULAN
1. Pewarisan sifat merupakan kombinasi gen dari tetua baik jantan maupun indukyang
diturunkan kepada anak.
2. Kombinasi gen mengendalikan sifat-sifat pada makhluk hidup.
3. Perkawinan trihibrid akan menghasilkan 8 gamet dengan 64 macam genotype.
4. Kombinasi gen bekerja sama dengan lingkungan agar dapat memberikan pengaruh pada
produsi.
5. Produksi susu dihitung dengan menghitung data nilai EGR betina dan nilai sebaran
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Arumingtyas, E. L. 2016. Genetika Mendel: Prinsip Dasar Pemahaman Ilmu Genetika.
Universitas Brawijaya Press.
Irawan, B. 2019. Genetika: Penjelasan Mekanisme Pewarisan Sifat. Airlangga University Press
Krisnamurti, E., Purwanti, D., & Saleh, D. M. 2019. Penaksiran Heritabilitas Karakteristik
Produksi dan Reproduksi Sapi Perah Friesen Holstein di BBPTU-HPT Baturraden. Ternak
Tropika Journal Of Tropical Animal Production. 20(1): 8-15.
Rasyad, A. 2010. Interaksi Genetik X Lingkungan Dan Stabilitas Komponen Hasil Berbagai
Genotipe Kedelai Di Provinsi Riau. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal Of
Agronomy): 38(1): 25-29.
Sutarno, S. 2016. Rekayasa Genetik dan Perkembangan Bioteknologi di Bidang Peternakan.
In Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and
Learning. 13(1): 23-27.
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
KOREKSI DATA PRODUKSI DAN VARIANSI
Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri
1.2 Pembahasan
Data produksi dari ternak-ternak dalam suatu populasi yang dapat diukur merupakan
cerminan dari pengaruh faktor genetik dan lingkungan yang diterima oleh ternak maupun
lingkungan internal dari ternak itu sendiri. Sama halnya dengan pernyataan Komala dkk
(2015), bahwa reproduksi dan produksi susu sapi perah merupakan sifat yang dikendalikan
oleh banyak gen (kuantitatif), sehingga ekspresi tersebut merupakan akumulasi dari
pengaruh genetik, lingkungan dan interaksi kedua faktor tersebut. Faktor genetik merupakan
hal yang lebih penting dan memperoleh perhatian pada program pemuliaan ternak karena
unsur ini akan diwariskan tetua kepada keturunannya. Produktivitas sapi betina dapat
dievaluasi dengan mengkaji parameter-parameter genetik yang digunakan sebagai indikator
produktivitas ternak tersebut.
Kemampuan genetik ternak tidak dapat diukur secara langsung, tetapi dapat ditaksir
dari fenotipa. Penaksiran kemampuan genetik memerlukan upaya untuk menyeragamkan
pengaruh lingkungan sehingga variansi lingkungan akan mendekati nol. Upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan mengkoreksi data ke suatu basis tertentu. Hal tersebut sependapat
dengan Santosa dkk (2014), bahwa penggunaan faktor koreksi akan meningkatkan
kecermatan pendugaan kemampuan genetik ternak. Meningkatnya kecermatan tersebut
karena produksi sudah diseragamkan ke basis tertentu sehingga variasi yang disebabkan oleh
faktor non genetik berkurang. Penggunaan faktor koreksi penting dilakukan karena akan
memperkecil kesalahan dalam penaksiran mutu genetik ternak.
Koreksi data dapat menurunkan perbedaan-perbedaan pada ternak dan
mempengaruhi produksi ternak. Koreksi dilakukan dengan menggunakan faktor koreksi yang
dihasilkan dari hasil-hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi.
Faktor koreksi terbaik dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari lingkungan ternak-ternak
dimana ternak tersebut dikembangkan. Hal tersebut sesuai dengan Susanto dkk (2014),
bahwa Agar kesalahan yang terjadi sekecil mungkin maka pengkoreksian diusahakan
menggunakan faktor koreksi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat. Penelitian ini
dilakukan untuk mendapatkan faktor koreksi yang disusun berdasarkan data produksi dari
daerah setempat atau lokal.
Berdasarkan hasil praktikum, produksi susu sapi FH pada laktasi I, II, dan III memiliki
nilai yang beragam namun perbedaan nilai laktasi I, II, dan III tersebut semakin meningkat.
Nilai tersebut didapatkan dari perhitungan produksi dan produksi terkoreksi dari masing-
masing laktasi. Hal tersebut sesuai dengan Rahman (2015), yang menjelaskan bahwa Apabila
dilihat dari koefisien variasi, sapi perah keturunan FH impor pada laktasi dua lebih tinggi
dibandingkan laktasi satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa lama laktasi pada laktasi dua
lebih beragam daripada laktasi satu. Lama laktasi sangat berhubungan dengan performa
reproduksi sapi perah. Biasanya reproduksi sapi perah akan mengalami masalah terutama
dalam hal perkawinan yang sulit untuk menghasilkan kebuntingan sehingga angka
kebuntingan akan menurun dan akibatnya lama kosong akan semakin panjang dan
memperpanjang lama laktasi. Hal ini tampaknya berhubungan dengan manajemen
reproduksi yang diterapkan oleh perusahaan, sehingga perlu adanya evaluasi untuk
memperbaiki hal-hal yang masih sedikit bermasalah.
Menurut Awan dkk (2016), masa laktasi adalah masa atau lama waktu yang terjadi
saat induk sapi perah memproduksi air susu dimulai setelah beranak sampai dengan sapi
perah tersebut dihentikan pemerahannya (masa kering). Hasil analisis masa laktasi 300,55
hari atau 10,02 bulan. Suhu lingkungan dan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan sapi
laktasi menurunkan performa dan menyesuaikan kondisi fisiologinya. Sejalan dengan Blakely
dan Bade (1991), bahwa masa laktasi mengalami sedikit lebih pendek dari yang di sarankan
yaitu 305 hari masa laktasi normal.
Perbedaan nilai laktasi I, II, dan III yang semakin meningkat bisa dipengaruhi oleh
beberapa faktor internal maupun eksternal. Menurut Sudono (2003), bahwa masa istirahat
yang normal berlangsung sekitar 40-60 hari, panjang pendeknya masa kering kandang akan
sangat mempengaruhi produksi dalam satu masa laktasi. Kering kandang atau masa istirahat
yang terlalu singkat menyebabkan produksi air susu pada masa laktasi berikutnya menjadi
rendah.
II. KESIMPULAN
1. Pengukuran produktivitas sapi dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan.
2. Koreksi data dilakukan untuk menyeragamkan pengaruh lingkungan sehingga
variansi lingkungan akan mendekati nol dan memperkecil kesalahan dalam
penaksiran mutu genetik ternak.
3. Faktor koreksi terbaik dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari lingkungan
ternak-ternak tersebut.
4. Nilai laktasi I, II, dan III diperoleh dengan nilai yang beragam dan semakin
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Awan, J. S., Atabany, A., & Purwanto, B. P. 2016. Pengaruh Umur Beranak Pertama Terhadap
Performa Produksi Susu Sapi Friesian Holstein di BBPTU-HPT Baturraden. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 4(2): 306-311.
Blakely, J., Bade, D. H. 1991. Ilmu Peternakan. Ed ke-4. Srigandono B. Jogyakarta (ID) : UGM
Press.
Komala, I., Arifiantini, I., & Tumbelaka, L. I. T. A. 2015. Hubungan Produksi Susu Berdasarkan
Grade MPPA dengan Performa Reproduksi. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, 3(1): 33-39.
Rahman, M. T. 2015. Evaluasi Performa Produksi Susu Sapi Perah Friesholland (Fh) Keturunan
Sapi Impor (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat). Students e-
Journal, 4(3): 1-8.
Santosa, S. A., Sudewo, A. T. A., & Susanto, A. 2014. Penyusunan Faktor Koreksi Produksi
Susu Sapi Perah. Jurnal Agripet, 14(1): 1-5.
Sudono, A, R.R. Fina, dan S.B. Susilo. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Penerbit
Agromedia Pustaka, Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
PENAKSIRAN HERITABILITAS
Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri
1.2 Pembahasan
Heritabilitas merupakan salah satu parameter genetik terpenting dalam aplikasi
pemuliaan ternak. Heritabilitas menunjukkan bagian dari keragaman total yang disebabkan
karena pengaruh genetik. Sependapat dengan Krisnamurti dkk (2019), yang menyatakan
bahwa sifat produksi susu lebih bersifat heritable atau memiliki kemampuan yang lebih baik
untuk mewariskan sifat keunggulannya kepada keturunan dibandingkan sifat reproduksi.
Heritabilitas dapat dijadikan sebagai petunjuk bagi upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan penampilan suatu sifat ternak salah satunya melalui peningkatan manajemen
atau perbaikan kondisi lingkungan selain melakukan seleksi genetik. Pendugaan parameter
genetik sudah digunakan secara luas pada program pembibitan sapi perah.
Penggunaan penaksiran heritabilitas dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar
ragam fenotip menggambarkan keturunannya. Sesuai dengan Baiduri dkk (2012), bahwa
heritabilitas merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman
total dari sifat kuantitatif pada ternak (yang diukur dengan beragam dan variansi) dari suatu
sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Heritabilitas merupakan suatu proporsi dari
ragam genetik terhadap ragam fenotip. Bergantung pada cara menghitung proporsinya maka
secara statistik, angka pewarisan dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk persamaan, dalam
arti luas dapat dinyatakan dengan H = σg² / σp² yang berarti proporsi dari ragam genetik
terhadap ragam fenotip dan dalam arti sempit dinyatakan dengan h² = σa² / σp² yaitu dapat
didefinisikan sebagai proporsi dari ragam aditif terhadap ragam fenotip.
Penaksiran heritabilitas dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya
metode regresi antara catatan produksi tertua dengan produksi anaknya, analisis variansi,
dan metode korelasi saudara tiri sebapak atau Paternal Correlation Half Sib. Metode yang
paling banyak digunakan adalah metode korelasi saudara tiri sebapak. Sesuai dengan Baiduri
dkk (2012), bahwa pendugaan angka pewarisan atau heritabilitas dilakukan dengan analisis
variansi dengan menggunakan metode korelasi saudara tiri sebapak (paternal halfsib
correlation). Pemisahan komponen ragam untuk menduga nilai heritabilitas dilakukan
dengan analisis ragam menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola searah. Pemisahan
komponen ragam untuk menduga heritabilitas dilakukan dengan analisis ragam
menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Searah (Completely Randomized Design One-
Way Classification) (Putra dkk., 2014).
Berdasarkan praktikum, perhitungan heritabilitas dilakukan dengan mencari bop atau
koefisien regresi anak-tetua dengan menghitung pembagian antara Cov op atau peragam
antara anak-tetua dengan Var p atau ragam tetua. Menurut Putra dan Hartatik (2014),
heritabilitas bukan suatu konstanta tetapi hanya berlaku pada populasi tertentu, waktu
tertentu dan metode perhitungan tertentu. Keragaman lingkungan, metode analisis dan
jumlah sampel yang digunakan dan heritabilitas berubah menurut jenis ternak, sifat,
populasi, bangsa, waktu, dan daerah. Beberapa lingkungan dapat menyebabkan ekspresi
perbedaan genetik yang lebih besar yang memperbesar keragaman genetik dan heritabilitas.
Perhitungan nilai heritabilitas sesuai dengan Nurgiartiningsih (2017), bahwa nilai heritabilitas
yang diestimasi dengan metode regresi anak pada salah satu tetua dapat dihitung dengan
rumus:
Cov op ½ σ²G
bop = ꟷꟷꟷꟷ = ꟷꟷꟷꟷꟷ = ½ h²
σ²p σ²p
h² = 2bop
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa nilai heritabilitas bernilai 0,30, SE bop
bernilai 0,21 dan SE heritabilitas bernilai 0,42. Data yang sudah tertera menunjukkan bahwa
nilai heritabilitas lebih besar daripada nilai SE bop. Namun, nilai heritabilitas lebih kecil
daripada nilai SE heritabilitas. Hal tersebut kurang sesuai dengan Krisnamurti dkk (2019),
yang menjelaskan bahwa semakin kecil SE heritabilitas suatu sifat tertentu maka akan
semakin akurat nilai heritabilitasnya. Besarnya nilai SE tersebut dapat dipengaruhi oleh
keragaman lingkungan yang berbeda pada masing-masing sifat dan perbedaan jumlah data
karena masing-masing sifat memiliki variasi jumlah keturunan yang berbeda. Tingginya nilai
heritabilitas disebabkan oleh pengaruh genetik aditif terhadap keragaman sifat tersebut lebih
tinggi dibandingkan dengan pengaruh non aditif dan lingkungan. Sifat dengan angka
pewarisan (heritabilitas) yang tinggi memberikan indikasi besarnya kemungkinan keunggulan
sifat tersebut akan diwariskan pada keturunannya. Sebaliknya jika nilai heritabilitas suatu
sifat kecil maka keragaman genetik sifat tersebut juga akan kecil sehingga seleksi
berdasarkan sifat tersebut kurang memberikan respon terhadap peningkatan performan
pada sifat tersebut, sehingga proses seleksi pada ternak tersebut kurang efektif. Nilai
heritabilitas yang diperoleh belum termasuk handal karena memiliki nilai standard error (SE)
yang lebih tinggi dari nilai heritabilitas. Tingginya nilai standard error (SE) pada penelitian ini
disebabkan karena jumlah sampel (anak) dan pejantan (sire) yang diestimasi jumlahnya
sangat sedikit dan besarnya variasi fenotipe antar individu (Sari dkk., 2016). Menurut Noor
(2010), sifat yang berhubungan dengan reproduksi memiliki nilai heritabilitas lebih rendah
dibandingkan sifat produksi. Heritabilitas rendah ini lebih banyak karena dipengaruhi faktor
lingkungan.
II. KESIMPULAN
1. Heritabilitas merupakan salah satu parameter genetik terpenting pemuliaan ternak
yang dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar ragam fenotip menggambarkan
keturunannya.
2. Penaksiran heritabilitas dapat dilakukan dengan beberapa metode regresi, analisis
variansi, dan metode korelasi saudara tiri sebapak atau Paternal Correlation Half Sib.
3. Nilai heritabilitas didapatkan dengan menghitung bop.
4. Nilai heritabilitas yang lebih kecil dari nilai SE heritabilitas disebabkan karena faktor
keragaman lingkungan dan perbedaan jumlah data.
DAFTAR PUSTAKA
Baiduri, A. A., Sumadi, S., & Ngadiyono, N. 2012. Pendugaan Nilai Heritabilitas Ukuran Tubuh
Pada Umur Sapih Dan Umur Setahun Sapi Bali Di Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi
Bali, Jembrana, Bali. Buletin Peternakan. 36(1): 1-4.
Krisnamurti, E., Purwanti, D., & Saleh, D. M. 2019. Penaksiran Heritabilitas Karakteristik
Produksi dan Reproduksi Sapi Perah Friesen Holstein di BBPTU-HPT Baturraden. Ternak
Tropika Journal of Tropical Animal Production. 20(1): 8-15.
Noor, R. 2010. Genetika Ternak (6th ed.). Jakarta. Penebar Swadaya.
Nurgiartiningsih, V. M. A. 2017. Pengantar Parameter Genetik pada Ternak. Malang: UB
Press.
Putra, W. B., Hartatik, T., & Saumar, H. 2014. Perbandingan Hasil Uji Performans Calon Induk
(Heifer) Sapi Aceh dengan Metode Indeks Seleksi (IS) dan Nilai Pemuliaan (NP). Sains
Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan. 12(2): 61-68.
Putra, W. P. B., & Hartatik, T. 2014. Estimasi Nilai Pemuliaan dan Most Probable Producing
Ability Sifat Produksi Sapi Aceh di Kecamatan Indrapuri Provinsi Aceh. Buletin
Peternakan. 38(1): 1-7.
Sari, E. M., Abdullah, M. A. N., & Hasnani, C. 2016. Estimasi Nilai Heritabilitas Sifat Kuantitatif
Sapi Aceh. Jurnal Agripet. 16(1): 37-41.
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
PENAKSIRAN REPITABILITAS
Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri
1.2 Pembahasan
Repitabilitas merupakan salah satu parameter genetik penting dalam aplikasi
Pemuliaan Ternak. Repitabilitas menunjukkan bagian dari keragaman total yang disebabkan
karena pengaruh lingkungan permanen. Sesuai dengan Morristiana (2017), bahwa
ripitabilitas atau repetability merupakan kemampuan dalam pengulangan suatu sifat pada
ternak. Ripitabilitas dapat dikatakan sebagai ukuran tingkat hubungan antara produksi
periode pertama dengan produksi pada periode berikutnya dari seekor ternak yang sudah
lebih dari satu catatan produksi dan juga dapat menduga pengaruh lingkungan yang bersifat
permanen. Ripitabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara produksi
pertama dengan berikutnya pada satu individu. Ripitabilitas merupakan bagian ragam total
suatu populasi yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan antar individu yang bersifat
permanen. Ripitabilitas meliputi semua pengaruh genetik ditambah pengaruh lingkungan
yang bersifat permanen. Lingkungan yang bersifat permanen adalah semua pengaruh faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi performa individu dalam waktu yang relatif lama
(Novienara, 2015).
Repitabilitas sangat erat hubungannya dengan heritabilitas. Konsep repitabilitas
berguna untuk sifat-sifat yang dapat diukur berulang kali selama hidup ternak. Sejalan
dengan Pratama dkk (2020), bahwa nilai ripitabilitas performa tinggi menunjukkan
kemampuan ternak dalam menghasilkan anak dengan performa keragaman yang rendah
atau performa yang hampir sama pada paritas pertama dan paritas selanjutnya.
Menurut Macrejowski dan Zie (1982), ripitabilitas adalah salah satu parameter
genetik yang dapat digunakan untuk menduga nilai maksimal heritabilitas (h2). Ripitabilitas
dapat menggambarkan tingkat penyesuaian antara catatan berulang yang berurutan dari
ternak yang sama. Nilai ripitabilitas yang tinggi adalah bukti dari determinasi sifat yang
diamati. Syarat untuk menghitung daya produksi susu, terlebih dahulu harus diketahui nilai
ripitabilitas produksi susu. Untuk maksud tersebut ripitabilitas produksi susu dianalisis
dengan rancangan acak lengkap pola korelasi dalam kelas (intra class correlation) dengan
jumlah pengamatan yang berbeda per individu. Daya produksi susu seekor sapi perah
dihitung menggunakan rumus. Nilai korelasi genetik dan fenotipik produksi susu laktasi
pertama dengan daya produksi susu yang diduga menggunakan rancangan acak lengkap
dengan analisis keragaman dan peragam.
Nilai taksiran repitabilitas didapatkan dengan beberapa cara perhitungan, yaitu
dengan analisis variansi dan korelasi. Praktikum kali ini menggunakan perhitungan korelasi,
sehingga nilai repitabilitas didapatkan dari masing-masing koefisiensi korelasi sapi FH.
Sependapat dengan Awalia dkk (2019), bahwa data bobot lahir yang sudah terkoreksi dapat
dianalisis mengguanakan metode analisis variansi. Menduga nilai repitabilitas menggunakan
analisis variansi dianggap paling mudah jika catatan yang dimiliki oleh tiap individu yang akan
diamati lebih dari dua catatan. Menurut Putra dan Hartatik (2014), rumus repitabilitas (r)
pada suatu sifat diestimasi dengan metode korelasi antar kelas (interclass correlation)
berdasarkan pada dua catatan individu
Berdasarkan hasil praktikum, nilai repitabilitas yang didapatkan sebesar 0,3999 atau
0,4. Dari materi yang diberikan, diketahui bahwa nilai repitabilitas adalah 0 sampai 1. Sesuai
dengan Novienara (2015), bahwa nilai ripitabilitas adalah 0-1, semakin mendekati angka 1
semakin menunjukkan bahwa ternak tersebut akan mengulangi prestasi produksinya saat ini,
di masa yang akan datang. Peningkatan nilai ripitabilitas diduga disebabkan oleh tingginya
keragaman genetik dan keragaman lingkungan permanen sehingga menutupi keragaman
lingkungan temporer. Nilai ripitabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa kemampuan ternak
untuk dapat mengulangi sifat produksi susu pada periode laktasi selanjutnya juga akan tinggi.
Sebaliknya, nilai ripitabilitas yang rendah menunjukkan bahwa kemampuan ternak untuk
dapat mengulangi sifat produksi susu pada periode selanjutnya juga akan rendah. Dengan
kata lain, apabila suatu ternak memiliki produksi susu rendah namun nilai ripitabilitasnya
tinggi, maka dapat diperkirakan bahwa sapi perah tersebut akan berproduksi susu rendah di
masa produksi yang akan datang. Menurut Noor (2010), dugaan nilai ripitabilitas terbagi ke
dalam 3 kategori, yaitu 0,0-0,2 (rendah); 0,2-0,4 (sedang); dan > 0,4 (tinggi).
II. KESIMPULAN
1. Ripitabilitas merupakan kemampuan dalam pengulangan suatu sifat pada ternak.
2. Ripitabilitas dapat dikatakan sebagai ukuran tingkat hubungan antara produksi
periode pertama dengan produksi pada periode berikutnya dari seekor ternak yang
sudah lebih dari satu catatan produksi dan juga dapat menduga pengaruh lingkungan
yang bersifat permanen.
3. Metode yang digunakan adalah metode korelasi antar kelas dan dalam kelas.
4. Penaksiran repitabilitas dihitung menggunakan analisis variansi dan korelasi.
5. Nilai ripitabilitas berkisar dari 0 sampai 1.
6. Nilai penaksiran ripitabilitas sebesar 0,399 dan termasuk ke dalam nilai kategori
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Awalia, R. S., Sentosa, S. A., & Yuwono, P. 2019. Pendugaan Nilai Repitabilitas dan MPPA
(Most Probable Producing Ability) Bobot Lahir Kambing Saanen di BBPTU-HPT
Baturraden. ANGON: Journal of Animal Science and Technology. 1(1): 48-56.
Macrejowski, J. And Josef Zieba, 1982. Genetics and Animal Breeding. Elvesier Scientific
Publisher Company Amsterdam. Netherland.
Morristiana, K. S. P. 2017. Pendugaan Nilai Ripitabilitas Dan Daya Produksi Susu 305 Hari Sapi
Perah Fries Holland Di Pt. Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS). Students e-
Journal. 6(2): 1-11.
Noor, R. R. 2010. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Novienara, D. 2015. Ripitabilitas Dan Mppa Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian
Holstein (FH) Yang Dihasilkan Dari Keturunan Pejantan Impor Di Bbptu Hpt
Baturraden. Students e-Journal. 4(4): 1-12.
Pratama, A. G., Dakhlan, A., Sulastri, S., & Hamdani, M. D. I. 2020. Seleksi Induk Kambing
Saburai Berdasarkan Nilai Most Probable Producing Ability Bobot Lahir Dan Bobot
Sapih. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 8(1): 33-40.
Putra, W. P. B., & Hartatik, T. 2014. Estimasi Nilai Pemuliaan dan Most Probable Producing
Ability Sifat Produksi Sapi Aceh di Kecamatan Indrapuri Provinsi Aceh. Buletin
Peternakan. 38(1): 1-7.
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
PENAKSIRAN MUTU GENETIK TERNAK (NILAI PEMULIAAN)
Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri
II. KESIMPULAN
1. Nilai pemuliaan merupakan pencerminan potensi genetik yang dimiliki seekor ternak
untuk sifat tertentu yang diberikan secara relatif atas kedudukannya didalam suatu
populasi individu-individu yang memiliki potensi genetik di atas rata-rata.
2. Nilai pemuliaan merupakan faktor utama dalam mengevaluasi keunggulan individu
dalam suatu populasi ternak.
3. Penaksiran nilai pemuliaan ternak adalah dalam hal membantu melakukan
perbandingan antar ternak, penyusunan peringkat ternak, dan lain-lain.
4. Nilai pemuliaan yang memiliki nilai tinggi menggambarkan tingginya kemampuan
genetik ternak tersebut untuk berproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Girsang, M., Gurusinga, E. P., & Umar, S. 2016. Pendugaan Parameter Genetik Dan
Komponen Ragam Sifat Pertumbuhan Pada Bangsa Babi Yorkshire: Estimation Of
Genetic Parameter And Variance Components Of Growth Traits In Yorkshire
Swine. Jurnal Peternakan Integratif. 4(3): 261-275.
Indrijani H. 2008. Pendugaan Catatan Produksi Susu 305 Hari dan Catatan Produksi Susu Test
Day Untuk Menduga Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah (kasus di PT. Taurus
Dairy Farm, BPPT Cikole, Bandung Dairy Farm dan BPTU SP Baturraden). Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Krisnamurti, E., Purwanti, D., & Saleh, D. M. 2019. Penaksiran Heritabilitas Karakteristik
Produksi dan Reproduksi Sapi Perah Friesen Holstein di BBPTU-HPT Baturraden. Ternak
Tropika Journal of Tropical Animal Production. 20(1): 8-15.
Kurnianto, E. 2010. Ilmu Pemuliaan Ternak. Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Santosa, S. A., Hindratiningrum, N., & Wintarsih, W. 2018. Nilai Pemuliaan Individu Sapi
Perah Yang Ditaksir Menggunakan Sumber Data Berbeda. In Prosiding Seminar
Teknologi Agribisnis Peternakan (Stap) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. 4(6): 362-368.
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
SELEKSI
Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri
II. KESIMPULAN
1. Seleksi merupakan cara pemilihan ternak untuk dijadikan tetua pada generasi yang
akan datang.
2. Metode yang digunakan dalam melakukan seleksi ternak terbagi menjadi seleksi
individu satu catatan, seleksi individu dua catatan, dan seleksi kombinasi.
3. Seleksi diawali dengan melakukan koreksi data produksi terhadap faktor lingkungan,
penaksiran nilai pemuliaan, merangking individu berdasarkan nilai pemuliaan,
memilih ternak, dan menaksir nilai ternak.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A. 2016. Efisiensi Relatif Seleksi Catatan B Erulang Terhadap Catatan Tunggal Bobot
Badan Pada Domba Priangan (Kasus di SPTD-Trijaya, Kuningan, Jawa Barat). Students
e-Journal. 5(4): 1-13.
Kurnianto, E. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Prihandini, P. W., Hakim, L., & Nurgiartiningsih, V. A. 2012. Seleksi Pejantan Berdasarkan Nilai
Pemuliaan pada Sapi Peranakan Ongole (Po) Di Loka Penelitian Sapi Potong Grati–
Pasuruan. TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production. 13(1): 9-18.
Purwantini, D., Santosa, S. A., & Trioko, A. 2017. Perbaikan Mutu Genetik Melalui Seleksi
Induk Hasil Persilangan Itik Tegal Dengan Magelang. In Prosiding Seminar Teknologi
Agribisnis Peternakan (Stap) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. (5):
289-295.
Putra, W. P. B., Sumadi, S., Hartatik, T., & Saumar, H. 2015. Seleksi Awal Calon Pejantan Sapi
Aceh Berdasarkan Berat Badan. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 10(1): 7-12.
Santosa, S. A., Hindratiningrum, N., & Wintarsih, W. 2018. Nilai Pemuliaan Individu Sapi
Perah Yang Ditaksir Menggunakan Sumber Data Berbeda. In Prosiding Seminar
Teknologi Agribisnis Peternakan (Stap) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. (6): 362-368.
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
UJI KETURUNAN
Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri
II. KESIMPULAN
1. Uji keturunan adalah suatu metode evaluasi genetik ternak menggunakan informasi
produk keturunannya dengan meneliti sifat-sifat keturunannya yang berasal dari
perkembangbiakan secara generatif yang dimaksudkan untuk menduga nilai
pemuliaan (breeding value) tetua dengan membandingkan kinerja keturunannya.
2. Pengujian dengan menggunakan uji keturunan dapat dilakukan dengan penentuan
pejantan unggul.
3. Evaluasi potensi genetik pejantan yang dapat diidentifikasi dari performan
keturunannya merupakan salah satu program yang sangat penting untuk dapat
tercapainya mutu genetik yang optimal.
4. Nilai heritabilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya
nilai perhitungan uji keturunan.
5. Data yang digunakan diperoleh dengan perangkingan nilai pemuliaan pejantan yang
lebih unggul.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 2012. Budi Daya Sapi Perah Jilid 2. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair,
Surabaya.
Baehaki, P. M., S. Bandiati K, dan P. Edianingsih. 2016. Nilai Pemuliaan Domba Garut Berdasar
Bobot Lahir Menggunakan Metode Paternal Half-SIB di UPTD BPPTD Margawati.
Students e-Journal. 5(4): 1-8.
Dewi, R., & Wardoyo, I. 2018. Keunggulan Relatif Kambing Persilangan Boer dan
Kacang. Jurnal Ternak: Jurnal Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Islam
Lamongan. 9(1): 13-17.
Hakim, L., Suyadi, S., Nuryadi, N., Susilawati, T., & Nurgiartiningsih, A. 2010. Pengembangan
Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali. Sains Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu
Peternakan, 6(1): 9-17.
Haryjanto, L., Prastyono, P., & Hadiyan, Y. 2018. Seleksi dan Perolehan Genetik pada Uji
Keturunan Nyawai (Ficus Variegata Blume) di Bantul. Jurnal Pemuliaan Tanaman
Hutan. 12(2): 95-104.
Kinho, J., J. Halawane, A. Irawan, dan Y. Kafiar. 2015. Evaluation Of Plant Growth On Progeny
Test Ebony (Diospyros Rumphii) Age One Year In The Nursery. In Prosiding Seminar
Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(4): 800-804.
Nurgiartiningsih, V. A. 2012. Evaluasi Genetik Pejantan Boer Berdasarkan Performans Hasil
Persilangannya Dengan Kambing Lokal. TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal
Production. 12(1): 82-88.
Lampiran:
Penulis bernama Farashyella Lumintang Ragazasusilo, biasa dipanggil Acel dari jaman
sekolah menengah pertama, menurut teman-teman penulis karena kalo dipanggil Farashyella
kepanjangan jadi dibuat nama panggilan seperti itu. Penulis lahir pada hari Minggu, 17
Februari 2002 di sebuah tempat bernama Purwokerto. Ya, penulis merupakan orang
Purwokerto namun dari kecil sampai sebelum kuliah bertempat tinggal di Bogor. Saat ini
penulis sudah menetap di Purwokerto. Penulis pernah mengenyam pendidikan di bangku TK
Al-Mustofa, SD Swasta Dian Pertiwi, SMP Negeri 2 Tigaraksa, dan SMA Negeri 1 Kabupaten
Tangerang. Saat ini penulis sedang berkuliah semester 3 di Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Penulis menyukai
beberapa hal dibidang seni, seperti lukisan dan musik. Penulis juga sangat mengagumi
sebuah bangunan yang bernama museum, menurutnya di dalam museum memberikan kesan
yang sangat indah. Penulis memiliki hobi membaca novel dan poem. Novel yang disukai oleh
penulis adalah novel yang ditulis oleh Tsana.
Saat ini, penulis sedang menjalankan beberapa kegiatan di bidang akademik dan
organisasi. Penulis mengikuti organisasi, diantaranya UKM UP3 dan BEM. Pada awal tahun
2020, penulis bergabung dalam BEM Fakultas Peternakan Unsoed sebagai staff dari
Kementrian Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa, dan belum lama ini penulis bergabung
dalam kepengurusan di UP3 pada divisi Informasi dan Komunikasi. Sejak duduk di bangku
Sekolah Menengah Atas, penulis sudah mencoba beberapa pengalaman di bidang
keorganisasian dan kepanitiaan. Penulis sudah mendapatkan beberapa pengalaman
kepanitiaan dari awal perkuliahan dan saat ini penulis sedang menjalankan salah satu
kepanitiaan.
Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah SWT,
kedua orang tua, teman-teman dan beberapa support system yang telah membantu dan
memberi masukkan dalam pembuatan laporan akhir ini.