Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

ILMU PEMULIAAN TERNAK

Oleh:
Farashyella Lumintang Ragazasusilo
D1A019162
Ditya Anggraini Putri

LABORATORIUM PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM


ILMU PEMULIAAN TERNAK

Oleh:

Farashyella Lumintang Ragazasusilo


D1A019162

Diterima dan Disetujui


Pada Tanggal: 5 Desember 2020

Koordinator Ilmu Pemuliaan Ternak Penanggung jawab Kelas

Tofik Adri Purnawan Ditya Anggraini Putri


NIM. D1A017118 NIM. D1A018065
Koordinator Umum

Enggar Wilardi
NIM. D1A017048
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan akhir Ilmu Pemuliaan
Ternak. Laporan ini disusun berdasarkan hasil praktikum Ilmu Pemuliaan Ternak, sebagai
salah satu persyaratan kurikuler dan kelulusan praktikum mata kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.
Atas dukungan moral yang diberikan dalam penyusunan laporan akhir ini, maka
penyusun mengucapkan terima kasih banyak yang sebesar-besarnya kepada:
1. Seluruh dosen mata kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman.
2. Para asisten dan khususnya asisten pendamping mata kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.
3. Kedua orang tua dan seluruh rekan yang telah membantu dan mengarahkan
penyusun dalam penyusunan laporan akhir ini.
Semoga laporan ini dapat menambah wawasan yang lebih luas lagi bagi para
pembaca. Penyusun menyadari bahwa laporan yang telah disusun ini masih memiliki banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran
dari para pembaca guna penulisan dan penyusunan yang lebih baik untuk kedepannya. Besar
harapan dari penyusun, semoga Laporan Akhir Ilmu Pemuliaan Ternak dapat dijadikan
sebagai jembatan dalam kegiatan belajar.

Purwokerto, Desember 2020

Penyusun
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
PEWARISAN SIFAT KUANTITATIF

Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri

ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
I. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil
1.2 Pembahasan
Pewarisan sifat merupakan proses penggabungan kombinasi gen tetua jantan dan
betina pada anak atau keturunannya. Pewarisan sifat terjadi pada saat terjadi peristiwa
bertemunya gamet jantan dan gamet betina. Sehingga terbentuk genotipa pada anak. Hal
tersebut sesuai dengan Arumingtyas (2016), yang menjelaskan bahwa dalam hasil penelitian
Mendel disebutkan anak akan memiliki sifat gabungan dari kedua tetuanya. Tetuanya yang
mengandung banyak alel terekspresi maupun yang mengandung alel resesif, keduanya akan
sama-sama mewariskan sifat kepada anaknya.
Sifat-sifat yang terdapat pada ternak merupakan ekspresi dari gen-gen yang dimiliki
suatu individu ternak. Gen-gen atau kombinasi gen yang dimiliki individu ternak berasal dari
gen-gen yang dimiliki tetua jantan dan betina. Hal tersebut sependapat dengan Sutarno
(2016), bahwa gen merupakan materi genetik yang bertanggung jawab terhadap semua sifat
yang dimiliki oleh makhluk hidup. Gen mengendalikan sifat-sifat yang terdapat pada makhluk
hidup.
Praktikum kali ini menggunakan perkawinan trihibrid. Contoh dimana terjadi
perkawinan antara ternak jantan yang memiliki kombinasi gen AaBbCc dengan ternak betina
dengan kombinasi gen yang sama akan menghasilkan masing-masing 8 macam gamet. Maka
dari itu akan terdapat sejumlah 64 macam kemungkinan kombinasi gen. Hal tersebut sesuai
dengan Irawan (2019), yang menjelaskan bahwa jenis gamet yang dihasilkan akan dibentuk
menjadi lebih banyak. Monohibrid ada 2 macam, dihibrid ada 4 macam, dan trihibrid ada 8
macam dengan perbandingan fenotip yang teratur.
Suatu kombinasi gen yang dimiliki ternak akan berpengaruh pada produksi. Kombinasi
gen dapat memberikan pengaruh pada produksi setelah dibantu dengan pengaruh
lingkungan sekitar. Pengaruh lingkungan memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan
dengan genetik. Hal tersebut sependapat dengan Rasyad (2010), bahwa sifat sifat dan
produksi akan lebih dominan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibanding genetik dengan
interaksi GE.
Sama halnya dengan produksi susu yang akan dihitung, menggunakan data nilai efek
gen rata-rata dan nilai sebaran lingkungan. Nilai efek gen rata-rata untuk produksi susu
memakai nilai dari tetua induk. Hal tersebut sependapat dengan Krisnamurti dkk (2019),
bahwa Kemampuan produksi susu dan reproduksi sapi perah merupakan sifat yang
dikendalikan oleh banyak gen (kuantitatif), sehingga ekspresinya merupakan akumulasi dari
pengaruh genetik, lingkungan, dan interaksi keduanya. Sifat produksi susu lebih bersifat
heritable atau memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mewariskan sifat keunggulannya
kepada keturunan dibandingkan sifat reproduksi.

II. KESIMPULAN
1. Pewarisan sifat merupakan kombinasi gen dari tetua baik jantan maupun indukyang
diturunkan kepada anak.
2. Kombinasi gen mengendalikan sifat-sifat pada makhluk hidup.
3. Perkawinan trihibrid akan menghasilkan 8 gamet dengan 64 macam genotype.
4. Kombinasi gen bekerja sama dengan lingkungan agar dapat memberikan pengaruh pada
produsi.
5. Produksi susu dihitung dengan menghitung data nilai EGR betina dan nilai sebaran
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Arumingtyas, E. L. 2016. Genetika Mendel: Prinsip Dasar Pemahaman Ilmu Genetika.
Universitas Brawijaya Press.
Irawan, B. 2019. Genetika: Penjelasan Mekanisme Pewarisan Sifat. Airlangga University Press
Krisnamurti, E., Purwanti, D., & Saleh, D. M. 2019. Penaksiran Heritabilitas Karakteristik
Produksi dan Reproduksi Sapi Perah Friesen Holstein di BBPTU-HPT Baturraden. Ternak
Tropika Journal Of Tropical Animal Production. 20(1): 8-15.
Rasyad, A. 2010. Interaksi Genetik X Lingkungan Dan Stabilitas Komponen Hasil Berbagai
Genotipe Kedelai Di Provinsi Riau. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal Of
Agronomy): 38(1): 25-29.
Sutarno, S. 2016. Rekayasa Genetik dan Perkembangan Bioteknologi di Bidang Peternakan.
In Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and
Learning. 13(1): 23-27.

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
KOREKSI DATA PRODUKSI DAN VARIANSI

Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri

LABORATORIUM ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
I. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil

1.2 Pembahasan
Data produksi dari ternak-ternak dalam suatu populasi yang dapat diukur merupakan
cerminan dari pengaruh faktor genetik dan lingkungan yang diterima oleh ternak maupun
lingkungan internal dari ternak itu sendiri. Sama halnya dengan pernyataan Komala dkk
(2015), bahwa reproduksi dan produksi susu sapi perah merupakan sifat yang dikendalikan
oleh banyak gen (kuantitatif), sehingga ekspresi tersebut merupakan akumulasi dari
pengaruh genetik, lingkungan dan interaksi kedua faktor tersebut. Faktor genetik merupakan
hal yang lebih penting dan memperoleh perhatian pada program pemuliaan ternak karena
unsur ini akan diwariskan tetua kepada keturunannya. Produktivitas sapi betina dapat
dievaluasi dengan mengkaji parameter-parameter genetik yang digunakan sebagai indikator
produktivitas ternak tersebut.
Kemampuan genetik ternak tidak dapat diukur secara langsung, tetapi dapat ditaksir
dari fenotipa. Penaksiran kemampuan genetik memerlukan upaya untuk menyeragamkan
pengaruh lingkungan sehingga variansi lingkungan akan mendekati nol. Upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan mengkoreksi data ke suatu basis tertentu. Hal tersebut sependapat
dengan Santosa dkk (2014), bahwa penggunaan faktor koreksi akan meningkatkan
kecermatan pendugaan kemampuan genetik ternak. Meningkatnya kecermatan tersebut
karena produksi sudah diseragamkan ke basis tertentu sehingga variasi yang disebabkan oleh
faktor non genetik berkurang. Penggunaan faktor koreksi penting dilakukan karena akan
memperkecil kesalahan dalam penaksiran mutu genetik ternak.
Koreksi data dapat menurunkan perbedaan-perbedaan pada ternak dan
mempengaruhi produksi ternak. Koreksi dilakukan dengan menggunakan faktor koreksi yang
dihasilkan dari hasil-hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi.
Faktor koreksi terbaik dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari lingkungan ternak-ternak
dimana ternak tersebut dikembangkan. Hal tersebut sesuai dengan Susanto dkk (2014),
bahwa Agar kesalahan yang terjadi sekecil mungkin maka pengkoreksian diusahakan
menggunakan faktor koreksi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat. Penelitian ini
dilakukan untuk mendapatkan faktor koreksi yang disusun berdasarkan data produksi dari
daerah setempat atau lokal.
Berdasarkan hasil praktikum, produksi susu sapi FH pada laktasi I, II, dan III memiliki
nilai yang beragam namun perbedaan nilai laktasi I, II, dan III tersebut semakin meningkat.
Nilai tersebut didapatkan dari perhitungan produksi dan produksi terkoreksi dari masing-
masing laktasi. Hal tersebut sesuai dengan Rahman (2015), yang menjelaskan bahwa Apabila
dilihat dari koefisien variasi, sapi perah keturunan FH impor pada laktasi dua lebih tinggi
dibandingkan laktasi satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa lama laktasi pada laktasi dua
lebih beragam daripada laktasi satu. Lama laktasi sangat berhubungan dengan performa
reproduksi sapi perah. Biasanya reproduksi sapi perah akan mengalami masalah terutama
dalam hal perkawinan yang sulit untuk menghasilkan kebuntingan sehingga angka
kebuntingan akan menurun dan akibatnya lama kosong akan semakin panjang dan
memperpanjang lama laktasi. Hal ini tampaknya berhubungan dengan manajemen
reproduksi yang diterapkan oleh perusahaan, sehingga perlu adanya evaluasi untuk
memperbaiki hal-hal yang masih sedikit bermasalah.
Menurut Awan dkk (2016), masa laktasi adalah masa atau lama waktu yang terjadi
saat induk sapi perah memproduksi air susu dimulai setelah beranak sampai dengan sapi
perah tersebut dihentikan pemerahannya (masa kering). Hasil analisis masa laktasi 300,55
hari atau 10,02 bulan. Suhu lingkungan dan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan sapi
laktasi menurunkan performa dan menyesuaikan kondisi fisiologinya. Sejalan dengan Blakely
dan Bade (1991), bahwa masa laktasi mengalami sedikit lebih pendek dari yang di sarankan
yaitu 305 hari masa laktasi normal.
Perbedaan nilai laktasi I, II, dan III yang semakin meningkat bisa dipengaruhi oleh
beberapa faktor internal maupun eksternal. Menurut Sudono (2003), bahwa masa istirahat
yang normal berlangsung sekitar 40-60 hari, panjang pendeknya masa kering kandang akan
sangat mempengaruhi produksi dalam satu masa laktasi. Kering kandang atau masa istirahat
yang terlalu singkat menyebabkan produksi air susu pada masa laktasi berikutnya menjadi
rendah.

II. KESIMPULAN
1. Pengukuran produktivitas sapi dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan.
2. Koreksi data dilakukan untuk menyeragamkan pengaruh lingkungan sehingga
variansi lingkungan akan mendekati nol dan memperkecil kesalahan dalam
penaksiran mutu genetik ternak.
3. Faktor koreksi terbaik dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari lingkungan
ternak-ternak tersebut.
4. Nilai laktasi I, II, dan III diperoleh dengan nilai yang beragam dan semakin
meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Awan, J. S., Atabany, A., & Purwanto, B. P. 2016. Pengaruh Umur Beranak Pertama Terhadap
Performa Produksi Susu Sapi Friesian Holstein di BBPTU-HPT Baturraden. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 4(2): 306-311.
Blakely, J., Bade, D. H. 1991. Ilmu Peternakan. Ed ke-4. Srigandono B. Jogyakarta (ID) : UGM
Press.
Komala, I., Arifiantini, I., & Tumbelaka, L. I. T. A. 2015. Hubungan Produksi Susu Berdasarkan
Grade MPPA dengan Performa Reproduksi. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, 3(1): 33-39.
Rahman, M. T. 2015. Evaluasi Performa Produksi Susu Sapi Perah Friesholland (Fh) Keturunan
Sapi Impor (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat). Students e-
Journal, 4(3): 1-8.
Santosa, S. A., Sudewo, A. T. A., & Susanto, A. 2014. Penyusunan Faktor Koreksi Produksi
Susu Sapi Perah. Jurnal Agripet, 14(1): 1-5.
Sudono, A, R.R. Fina, dan S.B. Susilo. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Penerbit
Agromedia Pustaka, Jakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
PENAKSIRAN HERITABILITAS

Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri

LABORATORIUM ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
I. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil

1.2 Pembahasan
Heritabilitas merupakan salah satu parameter genetik terpenting dalam aplikasi
pemuliaan ternak. Heritabilitas menunjukkan bagian dari keragaman total yang disebabkan
karena pengaruh genetik. Sependapat dengan Krisnamurti dkk (2019), yang menyatakan
bahwa sifat produksi susu lebih bersifat heritable atau memiliki kemampuan yang lebih baik
untuk mewariskan sifat keunggulannya kepada keturunan dibandingkan sifat reproduksi.
Heritabilitas dapat dijadikan sebagai petunjuk bagi upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan penampilan suatu sifat ternak salah satunya melalui peningkatan manajemen
atau perbaikan kondisi lingkungan selain melakukan seleksi genetik. Pendugaan parameter
genetik sudah digunakan secara luas pada program pembibitan sapi perah.
Penggunaan penaksiran heritabilitas dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar
ragam fenotip menggambarkan keturunannya. Sesuai dengan Baiduri dkk (2012), bahwa
heritabilitas merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman
total dari sifat kuantitatif pada ternak (yang diukur dengan beragam dan variansi) dari suatu
sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Heritabilitas merupakan suatu proporsi dari
ragam genetik terhadap ragam fenotip. Bergantung pada cara menghitung proporsinya maka
secara statistik, angka pewarisan dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk persamaan, dalam
arti luas dapat dinyatakan dengan H = σg² / σp² yang berarti proporsi dari ragam genetik
terhadap ragam fenotip dan dalam arti sempit dinyatakan dengan h² = σa² / σp² yaitu dapat
didefinisikan sebagai proporsi dari ragam aditif terhadap ragam fenotip.
Penaksiran heritabilitas dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya
metode regresi antara catatan produksi tertua dengan produksi anaknya, analisis variansi,
dan metode korelasi saudara tiri sebapak atau Paternal Correlation Half Sib. Metode yang
paling banyak digunakan adalah metode korelasi saudara tiri sebapak. Sesuai dengan Baiduri
dkk (2012), bahwa pendugaan angka pewarisan atau heritabilitas dilakukan dengan analisis
variansi dengan menggunakan metode korelasi saudara tiri sebapak (paternal halfsib
correlation). Pemisahan komponen ragam untuk menduga nilai heritabilitas dilakukan
dengan analisis ragam menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola searah. Pemisahan
komponen ragam untuk menduga heritabilitas dilakukan dengan analisis ragam
menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Searah (Completely Randomized Design One-
Way Classification) (Putra dkk., 2014).
Berdasarkan praktikum, perhitungan heritabilitas dilakukan dengan mencari bop atau
koefisien regresi anak-tetua dengan menghitung pembagian antara Cov op atau peragam
antara anak-tetua dengan Var p atau ragam tetua. Menurut Putra dan Hartatik (2014),
heritabilitas bukan suatu konstanta tetapi hanya berlaku pada populasi tertentu, waktu
tertentu dan metode perhitungan tertentu. Keragaman lingkungan, metode analisis dan
jumlah sampel yang digunakan dan heritabilitas berubah menurut jenis ternak, sifat,
populasi, bangsa, waktu, dan daerah. Beberapa lingkungan dapat menyebabkan ekspresi
perbedaan genetik yang lebih besar yang memperbesar keragaman genetik dan heritabilitas.
Perhitungan nilai heritabilitas sesuai dengan Nurgiartiningsih (2017), bahwa nilai heritabilitas
yang diestimasi dengan metode regresi anak pada salah satu tetua dapat dihitung dengan
rumus:
Cov op ½ σ²G
bop = ꟷꟷꟷꟷ = ꟷꟷꟷꟷꟷ = ½ h²
σ²p σ²p
h² = 2bop
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa nilai heritabilitas bernilai 0,30, SE bop
bernilai 0,21 dan SE heritabilitas bernilai 0,42. Data yang sudah tertera menunjukkan bahwa
nilai heritabilitas lebih besar daripada nilai SE bop. Namun, nilai heritabilitas lebih kecil
daripada nilai SE heritabilitas. Hal tersebut kurang sesuai dengan Krisnamurti dkk (2019),
yang menjelaskan bahwa semakin kecil SE heritabilitas suatu sifat tertentu maka akan
semakin akurat nilai heritabilitasnya. Besarnya nilai SE tersebut dapat dipengaruhi oleh
keragaman lingkungan yang berbeda pada masing-masing sifat dan perbedaan jumlah data
karena masing-masing sifat memiliki variasi jumlah keturunan yang berbeda. Tingginya nilai
heritabilitas disebabkan oleh pengaruh genetik aditif terhadap keragaman sifat tersebut lebih
tinggi dibandingkan dengan pengaruh non aditif dan lingkungan. Sifat dengan angka
pewarisan (heritabilitas) yang tinggi memberikan indikasi besarnya kemungkinan keunggulan
sifat tersebut akan diwariskan pada keturunannya. Sebaliknya jika nilai heritabilitas suatu
sifat kecil maka keragaman genetik sifat tersebut juga akan kecil sehingga seleksi
berdasarkan sifat tersebut kurang memberikan respon terhadap peningkatan performan
pada sifat tersebut, sehingga proses seleksi pada ternak tersebut kurang efektif. Nilai
heritabilitas yang diperoleh belum termasuk handal karena memiliki nilai standard error (SE)
yang lebih tinggi dari nilai heritabilitas. Tingginya nilai standard error (SE) pada penelitian ini
disebabkan karena jumlah sampel (anak) dan pejantan (sire) yang diestimasi jumlahnya
sangat sedikit dan besarnya variasi fenotipe antar individu (Sari dkk., 2016). Menurut Noor
(2010), sifat yang berhubungan dengan reproduksi memiliki nilai heritabilitas lebih rendah
dibandingkan sifat produksi. Heritabilitas rendah ini lebih banyak karena dipengaruhi faktor
lingkungan.
II. KESIMPULAN
1. Heritabilitas merupakan salah satu parameter genetik terpenting pemuliaan ternak
yang dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar ragam fenotip menggambarkan
keturunannya.
2. Penaksiran heritabilitas dapat dilakukan dengan beberapa metode regresi, analisis
variansi, dan metode korelasi saudara tiri sebapak atau Paternal Correlation Half Sib.
3. Nilai heritabilitas didapatkan dengan menghitung bop.
4. Nilai heritabilitas yang lebih kecil dari nilai SE heritabilitas disebabkan karena faktor
keragaman lingkungan dan perbedaan jumlah data.
DAFTAR PUSTAKA
Baiduri, A. A., Sumadi, S., & Ngadiyono, N. 2012. Pendugaan Nilai Heritabilitas Ukuran Tubuh
Pada Umur Sapih Dan Umur Setahun Sapi Bali Di Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi
Bali, Jembrana, Bali. Buletin Peternakan. 36(1): 1-4.
Krisnamurti, E., Purwanti, D., & Saleh, D. M. 2019. Penaksiran Heritabilitas Karakteristik
Produksi dan Reproduksi Sapi Perah Friesen Holstein di BBPTU-HPT Baturraden. Ternak
Tropika Journal of Tropical Animal Production. 20(1): 8-15.
Noor, R. 2010. Genetika Ternak (6th ed.). Jakarta. Penebar Swadaya.
Nurgiartiningsih, V. M. A. 2017. Pengantar Parameter Genetik pada Ternak. Malang: UB
Press.
Putra, W. B., Hartatik, T., & Saumar, H. 2014. Perbandingan Hasil Uji Performans Calon Induk
(Heifer) Sapi Aceh dengan Metode Indeks Seleksi (IS) dan Nilai Pemuliaan (NP). Sains
Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan. 12(2): 61-68.
Putra, W. P. B., & Hartatik, T. 2014. Estimasi Nilai Pemuliaan dan Most Probable Producing
Ability Sifat Produksi Sapi Aceh di Kecamatan Indrapuri Provinsi Aceh. Buletin
Peternakan. 38(1): 1-7.
Sari, E. M., Abdullah, M. A. N., & Hasnani, C. 2016. Estimasi Nilai Heritabilitas Sifat Kuantitatif
Sapi Aceh. Jurnal Agripet. 16(1): 37-41.
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
PENAKSIRAN REPITABILITAS

Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri

LABORATORIUM ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
I. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil

1.2 Pembahasan
Repitabilitas merupakan salah satu parameter genetik penting dalam aplikasi
Pemuliaan Ternak. Repitabilitas menunjukkan bagian dari keragaman total yang disebabkan
karena pengaruh lingkungan permanen. Sesuai dengan Morristiana (2017), bahwa
ripitabilitas atau repetability merupakan kemampuan dalam pengulangan suatu sifat pada
ternak. Ripitabilitas dapat dikatakan sebagai ukuran tingkat hubungan antara produksi
periode pertama dengan produksi pada periode berikutnya dari seekor ternak yang sudah
lebih dari satu catatan produksi dan juga dapat menduga pengaruh lingkungan yang bersifat
permanen. Ripitabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara produksi
pertama dengan berikutnya pada satu individu. Ripitabilitas merupakan bagian ragam total
suatu populasi yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan antar individu yang bersifat
permanen. Ripitabilitas meliputi semua pengaruh genetik ditambah pengaruh lingkungan
yang bersifat permanen. Lingkungan yang bersifat permanen adalah semua pengaruh faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi performa individu dalam waktu yang relatif lama
(Novienara, 2015).
Repitabilitas sangat erat hubungannya dengan heritabilitas. Konsep repitabilitas
berguna untuk sifat-sifat yang dapat diukur berulang kali selama hidup ternak. Sejalan
dengan Pratama dkk (2020), bahwa nilai ripitabilitas performa tinggi menunjukkan
kemampuan ternak dalam menghasilkan anak dengan performa keragaman yang rendah
atau performa yang hampir sama pada paritas pertama dan paritas selanjutnya.
Menurut Macrejowski dan Zie (1982), ripitabilitas adalah salah satu parameter
genetik yang dapat digunakan untuk menduga nilai maksimal heritabilitas (h2). Ripitabilitas
dapat menggambarkan tingkat penyesuaian antara catatan berulang yang berurutan dari
ternak yang sama. Nilai ripitabilitas yang tinggi adalah bukti dari determinasi sifat yang
diamati. Syarat untuk menghitung daya produksi susu, terlebih dahulu harus diketahui nilai
ripitabilitas produksi susu. Untuk maksud tersebut ripitabilitas produksi susu dianalisis
dengan rancangan acak lengkap pola korelasi dalam kelas (intra class correlation) dengan
jumlah pengamatan yang berbeda per individu. Daya produksi susu seekor sapi perah
dihitung menggunakan rumus. Nilai korelasi genetik dan fenotipik produksi susu laktasi
pertama dengan daya produksi susu yang diduga menggunakan rancangan acak lengkap
dengan analisis keragaman dan peragam.
Nilai taksiran repitabilitas didapatkan dengan beberapa cara perhitungan, yaitu
dengan analisis variansi dan korelasi. Praktikum kali ini menggunakan perhitungan korelasi,
sehingga nilai repitabilitas didapatkan dari masing-masing koefisiensi korelasi sapi FH.
Sependapat dengan Awalia dkk (2019), bahwa data bobot lahir yang sudah terkoreksi dapat
dianalisis mengguanakan metode analisis variansi. Menduga nilai repitabilitas menggunakan
analisis variansi dianggap paling mudah jika catatan yang dimiliki oleh tiap individu yang akan
diamati lebih dari dua catatan. Menurut Putra dan Hartatik (2014), rumus repitabilitas (r)
pada suatu sifat diestimasi dengan metode korelasi antar kelas (interclass correlation)
berdasarkan pada dua catatan individu
Berdasarkan hasil praktikum, nilai repitabilitas yang didapatkan sebesar 0,3999 atau
0,4. Dari materi yang diberikan, diketahui bahwa nilai repitabilitas adalah 0 sampai 1. Sesuai
dengan Novienara (2015), bahwa nilai ripitabilitas adalah 0-1, semakin mendekati angka 1
semakin menunjukkan bahwa ternak tersebut akan mengulangi prestasi produksinya saat ini,
di masa yang akan datang. Peningkatan nilai ripitabilitas diduga disebabkan oleh tingginya
keragaman genetik dan keragaman lingkungan permanen sehingga menutupi keragaman
lingkungan temporer. Nilai ripitabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa kemampuan ternak
untuk dapat mengulangi sifat produksi susu pada periode laktasi selanjutnya juga akan tinggi.
Sebaliknya, nilai ripitabilitas yang rendah menunjukkan bahwa kemampuan ternak untuk
dapat mengulangi sifat produksi susu pada periode selanjutnya juga akan rendah. Dengan
kata lain, apabila suatu ternak memiliki produksi susu rendah namun nilai ripitabilitasnya
tinggi, maka dapat diperkirakan bahwa sapi perah tersebut akan berproduksi susu rendah di
masa produksi yang akan datang. Menurut Noor (2010), dugaan nilai ripitabilitas terbagi ke
dalam 3 kategori, yaitu 0,0-0,2 (rendah); 0,2-0,4 (sedang); dan > 0,4 (tinggi).
II. KESIMPULAN
1. Ripitabilitas merupakan kemampuan dalam pengulangan suatu sifat pada ternak.
2. Ripitabilitas dapat dikatakan sebagai ukuran tingkat hubungan antara produksi
periode pertama dengan produksi pada periode berikutnya dari seekor ternak yang
sudah lebih dari satu catatan produksi dan juga dapat menduga pengaruh lingkungan
yang bersifat permanen.
3. Metode yang digunakan adalah metode korelasi antar kelas dan dalam kelas.
4. Penaksiran repitabilitas dihitung menggunakan analisis variansi dan korelasi.
5. Nilai ripitabilitas berkisar dari 0 sampai 1.
6. Nilai penaksiran ripitabilitas sebesar 0,399 dan termasuk ke dalam nilai kategori
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Awalia, R. S., Sentosa, S. A., & Yuwono, P. 2019. Pendugaan Nilai Repitabilitas dan MPPA
(Most Probable Producing Ability) Bobot Lahir Kambing Saanen di BBPTU-HPT
Baturraden. ANGON: Journal of Animal Science and Technology. 1(1): 48-56.
Macrejowski, J. And Josef Zieba, 1982. Genetics and Animal Breeding. Elvesier Scientific
Publisher Company Amsterdam. Netherland.
Morristiana, K. S. P. 2017. Pendugaan Nilai Ripitabilitas Dan Daya Produksi Susu 305 Hari Sapi
Perah Fries Holland Di Pt. Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS). Students e-
Journal. 6(2): 1-11.
Noor, R. R. 2010. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Novienara, D. 2015. Ripitabilitas Dan Mppa Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian
Holstein (FH) Yang Dihasilkan Dari Keturunan Pejantan Impor Di Bbptu Hpt
Baturraden. Students e-Journal. 4(4): 1-12.
Pratama, A. G., Dakhlan, A., Sulastri, S., & Hamdani, M. D. I. 2020. Seleksi Induk Kambing
Saburai Berdasarkan Nilai Most Probable Producing Ability Bobot Lahir Dan Bobot
Sapih. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 8(1): 33-40.
Putra, W. P. B., & Hartatik, T. 2014. Estimasi Nilai Pemuliaan dan Most Probable Producing
Ability Sifat Produksi Sapi Aceh di Kecamatan Indrapuri Provinsi Aceh. Buletin
Peternakan. 38(1): 1-7.
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
PENAKSIRAN MUTU GENETIK TERNAK (NILAI PEMULIAAN)

Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri

LABORATORIUM ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
I. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil
1.2 Pembahasan
Mutu genetik ternak dapat ditaksir dengan menggunakan data produksi yang terukur.
Mutu genetik ternak ditaksir melalui penaksiran nilai pemuliaan ternak. Penaksiran mutu
genetik atau nilai pemuliaan dilakukan dengan menggunakan data produksi individu,
produksi famili, dan produksi kombinasi. Hal tersebut sesuai dengan Santosa dkk (2018), yang
menyatakan bahwa mutu genetik ternak adalah kriteria yang dijadikan sebagai dasar
pemilihan dan penyisihan pada proses seleksi. Mutu genetik ternak tidak tampak dari luar,
yang tampak dan dapat diukur dari luar adalah performan atau produksinya. Berdasarkan
performan tersebut nilai pemuliaan (breeding value/BV) yang merupakan gambaran dari
kemampuan genetik ternak ditaksir. Nilai pemuliaan merupakan pencerminan potensi
genetik yang dimiliki seekor ternak untuk sifat tertentu yang diberikan secara relatif atas
kedudukannya didalam suatu populasi individu-individu yang memiliki potensi genetik di atas
rata-rata. Nilai pemuliaan tidak dapat diukur secara langsung, namun dapat diduga atau
ditaksir. Nilai pemuliaan dapat ditaksir dengan menggunakan informasi sumber data individu,
data famili maupun kombinasi kedua data tersebut.
Menurut Indrijani (2008), bahwa nilai pemuliaan merupakan faktor utama dalam
mengevaluasi keunggulan individu dalam suatu populasi ternak. Nilai pemuliaan sangat
diperlukan untuk bahan pertimbangan seleksi. Penaksiran NP dilakukan untuk melihat
peringkat individu dalam populasi dengan menggunakan beberapa data yaitu data produksi
individu satu catatan, dua catatan, tiga catatan, dan kombinasi data individu satu catatan
dengan data famili individu tersebut. Nilai pemuliaan yang diperoleh dari masing-masing
ternak kemudian di ranking dari nilai tertinggi ke terendah.
Kepentingan penaksiran nilai pemuliaan ternak adalah dalam hal membantu
melakukan perbandingan antar ternak, penyusunan peringkat ternak, dan lain-lain. Sesuai
dengan Santosa dkk (2018), bahwa ternak yang memiliki nilai pemuliaan tinggi
menggambarkan tingginya kemampuan genetik ternak tersebut untuk berproduksi. Nilai
pemuliaan adalah milik individu itu sendiri dan ditentukan oleh gen-gen yang diwariskan
pada keturunanya. Ternak yang memiliki nilai pemuliaan tinggi sebaiknya digunakan untuk
induk pada generasi berikutnya. Ternak yang mempunyai nilai pemuliaan lebih besar dari
yang lainnya akan lebih baik jika dijadikan tertua bila dibandingkan dengan ternak yang
memiliki nilai pemuliaan rendah. Nilai pemuliaan individu untuk sifat kuantitatif ditentukan
dengan membandingkan antara fenotip individu dengan rataan fenotip peternakan tempat
ternak tersebut dipilih. Parameter genetik sering digunakan dalam rumus pendugaan nilai
pemuliaan dan proses seleksi (Kurnianto, 2010)
Menurut Girsang dkk (2016), nilai ragam yang besar diharapkan dapat dilaksanakan
perbaikan mutu genetik terhadap ternak secara keseluruhan. Selain itu terdapat parameter
genetik yaitu heritabilitas, korelasi genetik dan nilai pemuliaan yang dapat menjadi patokan
dalam melakukan perbaikan genetik terhadap sifat tertentu didalam seleksi sehingga
diharapkan dapat meningkatkan mutu genetik ternak pada generasi selanjutnya. Makin besar
variasinya makin besar pula kemungkinan dapat dilaksanakan perbaikan mutu secara
keseluruhannya.
Mutu genetik atau nilai pemuliaan dipengaruhi oleh nilai dari heritabilitas dan
ripitabilitas. Sesuai dengan Krisnamurti dkk (2019), bahwa jika nilai heritabilitas rendah, maka
respon seleksi yang diper Tingginya nilai heritabilitas disebabkan oleh pengaruh genetik aditif
terhadap keragaman sifat tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh non aditif dan
lingkungan. oleh lebih rendah karena faktor lingkungan berperan sebagian besar variasi dan
menutupi komponen genetik. Rendahnya nilai heritabilitas pada sifat reproduksi daripada
sifat produksi mengindikasikan perlunya peningkatan mutu genetik ternak melalui perbaikan
lingkungan yang efektif.

II. KESIMPULAN
1. Nilai pemuliaan merupakan pencerminan potensi genetik yang dimiliki seekor ternak
untuk sifat tertentu yang diberikan secara relatif atas kedudukannya didalam suatu
populasi individu-individu yang memiliki potensi genetik di atas rata-rata.
2. Nilai pemuliaan merupakan faktor utama dalam mengevaluasi keunggulan individu
dalam suatu populasi ternak.
3. Penaksiran nilai pemuliaan ternak adalah dalam hal membantu melakukan
perbandingan antar ternak, penyusunan peringkat ternak, dan lain-lain.
4. Nilai pemuliaan yang memiliki nilai tinggi menggambarkan tingginya kemampuan
genetik ternak tersebut untuk berproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Girsang, M., Gurusinga, E. P., & Umar, S. 2016. Pendugaan Parameter Genetik Dan
Komponen Ragam Sifat Pertumbuhan Pada Bangsa Babi Yorkshire: Estimation Of
Genetic Parameter And Variance Components Of Growth Traits In Yorkshire
Swine. Jurnal Peternakan Integratif. 4(3): 261-275.
Indrijani H. 2008. Pendugaan Catatan Produksi Susu 305 Hari dan Catatan Produksi Susu Test
Day Untuk Menduga Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah (kasus di PT. Taurus
Dairy Farm, BPPT Cikole, Bandung Dairy Farm dan BPTU SP Baturraden). Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Krisnamurti, E., Purwanti, D., & Saleh, D. M. 2019. Penaksiran Heritabilitas Karakteristik
Produksi dan Reproduksi Sapi Perah Friesen Holstein di BBPTU-HPT Baturraden. Ternak
Tropika Journal of Tropical Animal Production. 20(1): 8-15.
Kurnianto, E. 2010. Ilmu Pemuliaan Ternak. Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Santosa, S. A., Hindratiningrum, N., & Wintarsih, W. 2018. Nilai Pemuliaan Individu Sapi
Perah Yang Ditaksir Menggunakan Sumber Data Berbeda. In Prosiding Seminar
Teknologi Agribisnis Peternakan (Stap) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. 4(6): 362-368.

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
SELEKSI

Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri

LABORATORIUM ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
I. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil
1.2 Pembahasan
Seleksi merupakan cara pemilihan ternak untuk dijadikan tetua pada generasi yang
akan datang. Seleksi dilakukan untuk peningkatan mutu genetik ternak pada satu sifat atau
lebih dari satu sifat. Sependapat dengan Akbar (2016), bahwa seleksi merupakan tindakan
untuk memilih ternak yang dianggap memiliki mutu genetik berkualitas sebagai unsur
hereditas, sehingga fungsi seleksi adalah merubah frekuensi gen didalam populasi terhadap
sifat gen yang dikehendaki. Ditambahkan oleh Kurnianto (2009), seleksi adalah upaya
memilih dan mempertahankan ternak yang memiliki keunggulan dan mengeluarkan ternak
yang dianggap kurang baik. Seleksi dapat didasarkan pada nilai pemuliaan ternak.
Metode yang digunakan dalam melakukan seleksi ternak terbagi menjadi tiga metode
yang berbeda, yaitu seleksi individu satu catatan, seleksi individu dua catatan, dan seleksi
kombinasi. Menurut Putra dkk (2015), seleksi ternak berdasarkan catatan produksi ternak
merupakan salah satu metode seleksi pada ternak untuk mengetahui performans atau
penampilan pada beberapa ternak terpilih mulai dari lahir sampai dengan dewasa.
Performans ternak yang baik akan diwariskan kepada anaknya, sehingga seleksi berdasarkan
performans ternak menjadi sangat penting. Ternak yang memiliki catatan produksi yang baik
direkomendasikan untuk mengikuti tahap seleksi berikutnya, yaitu uji keturunan.
Berdasarkan praktikum, nilai heritabilitas yang digunakan untuk menghitung seleksi
ternak tersebut sebessar 0,30. Angka 0,30 menunjukkan bahwa heritabilitas dalam range
sedang. Sesuai dengan Purwantini dkk (2017), heritabilitas dikategorikan rendah 0-0,15,
sedang 0,15-0,30 dan tinggi ≥0,30. Nilai heritabilitas yang mendekati 1 menunjukkan bahwa
suatu sifat memberikan respon yang lebih baik terhadap perlakuan seleksi, sebaliknya nilai
heritabilitas rendah untuk suatu sifat menunjukkan bahwa respon seleksi akan lambat.
Seleksi diawali dengan melakukan koreksi data produksi terhadap faktor lingkungan,
penaksiran nilai pemuliaan, merangking individu berdasarkan nilai pemuliaan, memilih
ternak, dan menaksir nilai ternak. Sesuai dengan Santosa dkk (2018), bahwa proses seleksi
diawali dengan melakukan koreksi data terhadap faktor lingkungan yang diduga mempunyai
pengaruh terhadap sifat tersebut, selanjutnya dilakukan penaksiran kemampuan genetik
(Nilai Pemuliaan), merangking individu berdasarkan nilai pemuliaan, memilih ternak
berdasarkan nilai pemuliaan, dan menaksir hasil seleksi.
Menurut Prihandini dkk (2012), kegiatan seleksi dilakukan dengan memperhatikan
penampilan fenotipik ternak dan mempertimbangkan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi penampilan fenotipiknya untuk mendapatkan ternak unggul. Seleksi dapat
dilakukan dengan memilih ternak yang memiliki peringkat keunggulan lebih baik dalam
kelompoknya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, untuk dikawinkan dan
dikembangkan lebih lanjut. Seleksi yang paling praktis adalah memilih ternak berdasarkan
penampilan fenotipiknya, misalnya bentuk tubuh tetapi cara ini sering tidak akurat
mengingat tampilan fenotipik tenak tidak selalu menggambarkan potensi genetik yang
sesungguhnya. Penampilan fenotipik ditentukan secara bersama-sama oleh pengaruh genetik
dan lingkungan. Pada keadaan tertentu bisa terjadi interaksi genetik dan lingkungannya.
Untuk menjamin ketepatan dalam memilih ternak, seleksi sebaiknya dilakukan pada
kelompok ternak yang mendapat lingkungan sama termasuk umur, tipe kelahiran dan faktor
lain yang dapat mempengaruhi performans produksinya.

II. KESIMPULAN
1. Seleksi merupakan cara pemilihan ternak untuk dijadikan tetua pada generasi yang
akan datang.
2. Metode yang digunakan dalam melakukan seleksi ternak terbagi menjadi seleksi
individu satu catatan, seleksi individu dua catatan, dan seleksi kombinasi.
3. Seleksi diawali dengan melakukan koreksi data produksi terhadap faktor lingkungan,
penaksiran nilai pemuliaan, merangking individu berdasarkan nilai pemuliaan,
memilih ternak, dan menaksir nilai ternak.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A. 2016. Efisiensi Relatif Seleksi Catatan B Erulang Terhadap Catatan Tunggal Bobot
Badan Pada Domba Priangan (Kasus di SPTD-Trijaya, Kuningan, Jawa Barat). Students
e-Journal. 5(4): 1-13.
Kurnianto, E. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Prihandini, P. W., Hakim, L., & Nurgiartiningsih, V. A. 2012. Seleksi Pejantan Berdasarkan Nilai
Pemuliaan pada Sapi Peranakan Ongole (Po) Di Loka Penelitian Sapi Potong Grati–
Pasuruan. TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production. 13(1): 9-18.
Purwantini, D., Santosa, S. A., & Trioko, A. 2017. Perbaikan Mutu Genetik Melalui Seleksi
Induk Hasil Persilangan Itik Tegal Dengan Magelang. In Prosiding Seminar Teknologi
Agribisnis Peternakan (Stap) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. (5):
289-295.
Putra, W. P. B., Sumadi, S., Hartatik, T., & Saumar, H. 2015. Seleksi Awal Calon Pejantan Sapi
Aceh Berdasarkan Berat Badan. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 10(1): 7-12.
Santosa, S. A., Hindratiningrum, N., & Wintarsih, W. 2018. Nilai Pemuliaan Individu Sapi
Perah Yang Ditaksir Menggunakan Sumber Data Berbeda. In Prosiding Seminar
Teknologi Agribisnis Peternakan (Stap) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. (6): 362-368.

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK
UJI KETURUNAN
Oleh :
Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo
NIM : D1A019162
Kelas : B 2019
Penanggung Jawab : Ditya Anggraini Putri

LABORATORIUM ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
I. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil
1.2 Pembahasan
Uji keturunan adalah suatu metode evaluasi genetik ternak menggunakan informasi
produk keturunannya. Sesuai dengan Hakim dkk (2010), bahwa uji keturunan adalah
penggunaan catatan dari hasil keturunannya untuk memperkirakan nilai pemuliaan seekor
ternak. Ditambahkan oleh Kinho dkk (2015), uji keturunan (progeny test) adalah suatu
percobaan yang diberi ulangan untuk menduga susunan genetik suatu individu tetua dengan
meneliti sifat-sifat keturunannya yang berasal dari perkembangbiakan secara generatif yang
dimaksudkan untuk menduga nilai pemuliaan (breeding value) tetua dengan
membandingkan kinerja keturunannya. Selain itu, penilaian terhadap tetua (pohon induk)
akan lebih akurat karena sejumlah keturunan dari tiap tetua dievaluasi pada kondisi
lingkungan yang lebih terkendali daripada kondisi lingkungan dimana tetua berada. Uji
keturunan dikelompokkan menjadi dua, yaitu uji keturunan half-sib (jika asal usul salah satu
induknya tidak diketahui) dan uji keturunan full-sib (jika asal usul kedua induknya diketahui).
Pengujian dengan menggunakan uji keturunan dapat dilakukan baik pada ternak
jantan dan betina, tetapi pada umunya dilakukan untuk pejantan dengan sifat yang dibatasi
jenis kelamin. Hal tersebut sependapat dengan Akoso (2012), bahwa untuk menilai produksi
susu anak keturunannya dan membantu dalam seleksi sapi “Progeny testing”, yaitu kegiatan
uji kualitas genetik. Sapi calon pejantan yang akan diuji diberikan perlakuan sama dengan
sapi pembanding. Progeny testing dapat dilakukan dengan cara memilih calon pejantan
muda yang diarahkan menjadi pemacek dengan umur sekitar dua tahun. Seekor pejantan
yang telah diberikan perlakuan, kemudian dikawinkan dengan beberapa induk hasil seleksi
yang telah diketahui berproduksi tinggi. Menurut Hakim dkk (2010), prosedur penentuan
pejantan unggul melalui uji performans dan dilanjutkan dengan uji genetik, baik dengan
penelurusan kemampuan induk dan bapak maupun uji keturunan, merupakan metode yang
cukup akurat dalam memilih pejantan unggul untuk penggunaan selanjutnya dalam skala
yang lebih luas, misalnya sebagai sumber semen. Prosedur ini sangat penting dan
memberikan makna bahwa sifat individu yang diuji memberikan kesan seekor ternak seperti
yang tampak, sedangkan silsilahnya menyatakan bagaimana potensi seharusnya individu
tersebut, tetapi tampilan keturunannya menyatakan keadaan yang sebenarnya dari individu.
Ditambahkan oleh Dewi dan Wardoyo (2018), uji keturunan dilakukan untuk menilai
kemampuan genetik pejantan dengan menduga performans keturunannya.
Evaluasi genetik tetua menggunakan informasi produksi keturunannya dapat
dilakukan karena anak merupakan contoh acak dari gen-gen tetuanya. Menurut
Nugiartiningsih (2012), evaluasi potensi genetik pejantan yang dapat diidentifikasi dari
performan keturunannya merupakan salah satu program yang sangat penting untuk dapat
tercapainya mutu genetik yang optimal. Potensi genetik dapat tercermin dari beberapa sifat
produksi, diantaranya adalah bobot lahir, bobot sapih, dan pertambahan bobot badan harian
sebelum sapih. Evaluasi potensi genetik pejantan merupakan salah satu program pemuliaan
yang sangat penting dalam seleksi ternak. Seleksi berdasarkan potensi genetik akan mampu
meningkatkan efektivitas seleksi sehingga dapat meningkatkan kemajuan genetik akibat
seleksi. Potensi genetik pejantan dapat tercermin dari kualitas keturunannya yang dapat
diprediksi dari performans yang dapat diukur. Bobot lahir dan bobot sapih merupakan dua
variabel penting dalam menduga kemampuan berproduksi individu ternak.
Berdasarkan praktikum, nilai heritabilitas yang digunakan adalah 0,40. Nilai
heritabilitas tersebut berfungsi untuk menghitung mencari jumlah anak per pejantan dan
hasil seleksi. Besar kecilnya nilai heritabilitas yang digunakan tergantung dari beberapa
faktor. Sesuai dengan Haryjanto dkk (2018), bahwa semakin kecilnya proporsi komponen
varians famili akan berdampak pada kecilnya nilai heritabilitas karena taksiran nilai
heritabilitas merupakan perbandingan antara varians famili terhadap varians total fenotipe.
Estimasi heritabilitas famili menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan estimasi
heritabilitas dalam famili maupun heritabilitas individu, yang berarti bahwa potensi
perolehan genetik paling tinggi akan didapatkan pada seleksi famili.
Nilai uji keturunan didapatkan dengan menghitung Ybar dari perangkingan yang
teratas. Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa data anak dari pejantan A memiliki
nilai yang lebih unggul dibandingkan dengan pejantan B dan C. hal tersebut sependapat
dengan Baehaki dkk (2016), bahwa nilai pemuliaan bisa digunakan dalam menilai keunggulan
ternak yang akan dijadikan sebagai tetua untuk generasi selanjutnya. Penentuan tetua yang
akan dipilih dilihat dari rangking nilai pemuliaannya. Ternak yang memiliki nilai pemuliaan
yang tinggi akan dipilih sebanyak yang dibutuhkan dan akan digunakan sebagai bibit. Dugaan
nilai pemuliaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengevaluasi keunggulan
genetik seekor ternak, terutama ternak yang akan dijadikan sebagai bibit, karena setengah
dari nilai pemuliaan tetua akan diwarisikan kepada keturunannya. Besarnya nilai pemuliaan
seekor ternak merupakan keungglan potensi genetik yang dimiliki ternak itu dari rata-rata
populasi.

II. KESIMPULAN
1. Uji keturunan adalah suatu metode evaluasi genetik ternak menggunakan informasi
produk keturunannya dengan meneliti sifat-sifat keturunannya yang berasal dari
perkembangbiakan secara generatif yang dimaksudkan untuk menduga nilai
pemuliaan (breeding value) tetua dengan membandingkan kinerja keturunannya.
2. Pengujian dengan menggunakan uji keturunan dapat dilakukan dengan penentuan
pejantan unggul.
3. Evaluasi potensi genetik pejantan yang dapat diidentifikasi dari performan
keturunannya merupakan salah satu program yang sangat penting untuk dapat
tercapainya mutu genetik yang optimal.
4. Nilai heritabilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya
nilai perhitungan uji keturunan.
5. Data yang digunakan diperoleh dengan perangkingan nilai pemuliaan pejantan yang
lebih unggul.

DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 2012. Budi Daya Sapi Perah Jilid 2. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair,
Surabaya.
Baehaki, P. M., S. Bandiati K, dan P. Edianingsih. 2016. Nilai Pemuliaan Domba Garut Berdasar
Bobot Lahir Menggunakan Metode Paternal Half-SIB di UPTD BPPTD Margawati.
Students e-Journal. 5(4): 1-8.
Dewi, R., & Wardoyo, I. 2018. Keunggulan Relatif Kambing Persilangan Boer dan
Kacang. Jurnal Ternak: Jurnal Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Islam
Lamongan. 9(1): 13-17.
Hakim, L., Suyadi, S., Nuryadi, N., Susilawati, T., & Nurgiartiningsih, A. 2010. Pengembangan
Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali. Sains Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu
Peternakan, 6(1): 9-17.
Haryjanto, L., Prastyono, P., & Hadiyan, Y. 2018. Seleksi dan Perolehan Genetik pada Uji
Keturunan Nyawai (Ficus Variegata Blume) di Bantul. Jurnal Pemuliaan Tanaman
Hutan. 12(2): 95-104.
Kinho, J., J. Halawane, A. Irawan, dan Y. Kafiar. 2015. Evaluation Of Plant Growth On Progeny
Test Ebony (Diospyros Rumphii) Age One Year In The Nursery. In Prosiding Seminar
Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(4): 800-804.
Nurgiartiningsih, V. A. 2012. Evaluasi Genetik Pejantan Boer Berdasarkan Performans Hasil
Persilangannya Dengan Kambing Lokal. TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal
Production. 12(1): 82-88.

Lampiran:
Penulis bernama Farashyella Lumintang Ragazasusilo, biasa dipanggil Acel dari jaman
sekolah menengah pertama, menurut teman-teman penulis karena kalo dipanggil Farashyella
kepanjangan jadi dibuat nama panggilan seperti itu. Penulis lahir pada hari Minggu, 17
Februari 2002 di sebuah tempat bernama Purwokerto. Ya, penulis merupakan orang
Purwokerto namun dari kecil sampai sebelum kuliah bertempat tinggal di Bogor. Saat ini
penulis sudah menetap di Purwokerto. Penulis pernah mengenyam pendidikan di bangku TK
Al-Mustofa, SD Swasta Dian Pertiwi, SMP Negeri 2 Tigaraksa, dan SMA Negeri 1 Kabupaten
Tangerang. Saat ini penulis sedang berkuliah semester 3 di Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Penulis menyukai
beberapa hal dibidang seni, seperti lukisan dan musik. Penulis juga sangat mengagumi
sebuah bangunan yang bernama museum, menurutnya di dalam museum memberikan kesan
yang sangat indah. Penulis memiliki hobi membaca novel dan poem. Novel yang disukai oleh
penulis adalah novel yang ditulis oleh Tsana.
Saat ini, penulis sedang menjalankan beberapa kegiatan di bidang akademik dan
organisasi. Penulis mengikuti organisasi, diantaranya UKM UP3 dan BEM. Pada awal tahun
2020, penulis bergabung dalam BEM Fakultas Peternakan Unsoed sebagai staff dari
Kementrian Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa, dan belum lama ini penulis bergabung
dalam kepengurusan di UP3 pada divisi Informasi dan Komunikasi. Sejak duduk di bangku
Sekolah Menengah Atas, penulis sudah mencoba beberapa pengalaman di bidang
keorganisasian dan kepanitiaan. Penulis sudah mendapatkan beberapa pengalaman
kepanitiaan dari awal perkuliahan dan saat ini penulis sedang menjalankan salah satu
kepanitiaan.
Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah SWT,
kedua orang tua, teman-teman dan beberapa support system yang telah membantu dan
memberi masukkan dalam pembuatan laporan akhir ini.

Anda mungkin juga menyukai