Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

SELEKSI TERNAK

Oleh:
Nama : Ilhan Mansiz
NIM : D0A020027
Penanggung Jawab Kelas: Dika Setiawan

LABORATORIUM PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
laporan akhir praktikum seleksi ternak dapat tersusun hingga selesai. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa kami ucapkan
terima kasih terhadap dosen dan tim pengajar praktikum serta semua pihak yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan laporan akhir ini, baik dari segi moral maupun
material.
Kami sangat berharap laporan akhir praktikum mata kuliah “Seleksi Ternak” dapat
menambah pengetahuan dan juga diharapkan dapat menjadi manfaat bagi pembaca.
Kami jga berharap laporan akhir yang kami tulis dapat diaplikasikan dalam kehidupan,
sehingga menjadi panduan yang baik untuk masa depan peternakan Indonesia.
Semoga dalam laporan akhir ini para pembaca dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan. Pada penyususnan laporan akhir ini penulis merasa bahwa masih banyak
kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan serta pengalaman yang kami miliki. Untuk
itu sangat diharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari para pembaca demi
perbaikan karya laporan selanjutnya. Sekian, kurang lebihnya mohon dimaafkan dan
terima kasih banyak.
Purwokerto, 19 November 2021
Penulis,

Ilhan Mansiz
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM


SELEKSI TERNAK

Oleh:
Ilhan Mansiz
D0A020027

Diterima dan Disetujui


Pada Tanggal: 25, November 2021

Koordinator Seleksi Ternak Penanggung jawab

Dafa Stefan Tigama


Kelas
NIM. D1A018170

Dika Setiawan NIM.


D1A018136
Koordinator Umum

Dika Setiawan
NIM. D1A018136

SELEKSI TERNAK
PRAKTIKUM ACARA 1 “PEWARISAN SIFAT”

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Nama : Ilhan Mansiz
NIM : D0A020027
Kelas :G

LABORATORIUM ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERISTAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
1. Hasil dan Pembahasan
1.1 Hasil
1.2 Pembahasan
Pewarisan sifat antara kombinasi gen yang tercipta dari hasil persilangan induk jan-
tan dengan genotip AaBbCc dan betina AaBbCc akan menghasilkan 8 variasi kombinasi ga-
met sepert, ABC, ABc, AbC, aBC, Abc, aBc, abC, abc. Kedelapan variasi gamet tersebut da-
pat membentuk mata persilangan dalam 64 kemungkinan. Berdasarkan hasil praktikum,
kedelapan gamet tersebut di variasikan secara acak seperti mengacak variasi kartu dalam
permainan poker, dengan metode tersebut didapat 64 kombinasi gen anak. Hal tersebut
telah sejalan dengan Pierce (2016), yang menyatakan bahwa hasil persilangan antara in-
duk jantan dan betina dengan kombinasi gen dominan dan resesif yang seimbang akan
menghasilkan kombinasi gamet pada anak atau keturunannya sesuai dengan jumlah
perbedaan gen tersebut. Berdasarkan hasil praktikum ditegaskan pada genotipe AaBbCc
memiliki 3 pasang gen berpasangan yang berbeda antara dominan dan resesif dalam jum-
lah seimbang, maka dari itu di dapat jumlah kombinasi gamet yang didapat sebanyak
3
2 =8. Hal tersebut telah sejalan Effendi (2020), bahwa dengan rumusan tersebut kita
mampu menentukan jumlah variasi genetik pada sebuah gamet dan genotipe makhluk
hidup dan hal tersebut berlaku pada semua jenis kombinasi genotipe, rumusan dapat dis-
impulkan sebagai 2n .
Kombinasi gen anak yang didapat pada acara praktikum satu dapat dirumusksan
dengan rumus yang telah kita bahas pada paragraf sebelumnya, maka dari 8 kombinasi
yang telah didapat dari rumus 2n, kemudian di pangkatkan kembali hingga di dapat 64
kombinasi gamet. Berdasarkan hasil praktikum, setiap gen yang didapat memiliki nilai
yang disebut sebagai EGR (Efek Gen Rata-rata), setiap gen resesif memiliki nilai yang sama
yaitu 1, sedangkan untuk gen A dominan (gen plus) bernilai 168, gen B dominan bernilai
121, dan nilai gen C dominan 89. Hal tersebut telah sejalan dengan Prabowo et al., (2021),
bahwa setiap gen yang di bawa oleh sapi perah memiliki nilai genetik yang dapat di-
jadikan ukuran produksi susu sapi perah tersebut, walaupun belum secara keseluruhan
sebab kita masih perlu mencari nilai sebenarnya secara pasti, terlebih metode ini dapat
membantu perhitungan produksi sapi melalui asumsi.
Asumsi di ciptakan dalam praktikum acara satu “pewarisan sifat”, dengan tujuan un-
tuk mengetahui serta mencari nilai gen, nilai sebaran lingkungan, serta jumlah produksi
susu sapi perah. Nilai gen dipengaruhi oleh kombinasi gen anak yang kemudian dapat di
akumulasikan. Pengaruh gen yang terdapat pada setiap kombinasi gen anak sapi perah
dapat dikukur berdasarkan nilai sebaran lingkungan yang telah dibagi berdasarkan jumlah
gen plus (gen dominan) dalam distribusi nilai yang telah ditentukan sebagai berikut:
Jumlah
Sebaran nilai lingkungan (E)
Gen Plus
6 3768
5 3501 3573 3573 3645
3213 3242 3271 3300 3329
4
3358 3387 3416 3445 3474
3011 3033 3055 3077 3099 3121 3143
3
3143 3165 3187 3209 3231 3253 3275
2 2812 2841 2870 2899 2928
1 2641 2713 2713 2785
0 2498

distribusi nilai diambil secara acak sebagai nilai sebaran untuk di asumsikan dalam perhi-
tungan produksi susu sapi perah. Jumlah produksi susu sapi perah dapat diukur dengan
menjumlah semua nilai gen pada setiap kombinasi gen sapi perah dengan nilai perse-
baran nilai lingkungan (E).
Jumlah produksi susu sapi yang telah dihitung berdasarkan nilai sebaran lingkungan
dan nilai gen kemudian di cari nilai rata – rata produksi tersebut, nilai tersebut yang ke-
mudian akan dipakai dalam perhitungan simpangan baku dan koefisien keragaman.
Menurut Krisnamurti et al., (2019), penaksiran heritabilitas nilai ragam serta simpangan
baku dan karakteristik produksi susu sapi perah FH didapat dengan menggunakan rumus
2 2
Σ Y −( Σy ) /n
2
ragam terlebih dahulu: σ = , kemudian di substitusikan dalam rumus
n−1
2
σ =√ σ . Berdasarkan hasil praktikum, jumlah produksi susu sapi rata-rata adalah sebesar
3428,5 liter/ekor, jumlah produksi susu sapi masuk dalam rentang kategori menengah.
Hal tersebut telah sejalan dengan Makin dan Suharwanto (2012), bahwa jumlah produksi
sapi perah kelas menengah berada dalam rentang 2490,7 – 5701,25 liter, semua sapi hasil
persilangan memiliki performans yang cukup baik. Nilai simpangan baku dari jumlah pro-
duksi susu sapi kemudian dapat dicari, dengan menggunakn rumus “=STDEV” pada
Microsoft Excel maka kita dapat menemukan nilai simpangan baku dari kesemua hasil
produksi susu spai perah betina. Pencarian nilai simpangan baku dilakukan dengan men-
jabarkan semua data produksi sapi perah dan mengkuadratkannya, lalu nilai total kuadrat
dan nilai total produksi di substitusikan dalam rumus ragam dan simpangan baku, berikut
merupakan tabel pendataan dari produksi sapi perah:
No. Yi Yi 2
1 3480 12.110.400
2 2814 7.918.596
3 2504 6.270.016
4 3360 11.289.600
5 3081 9.492.561
6 3221 10.374.841
7 3859 14.891.881
8 3680 13.542.400
9 3131 9.803.161
10 3612 13.046.544
11 4162 17.322.244
12 3932 15.460.624
13 3492 12.194.064
14 3471 12.047.841
15 4169 17.380.561
16 4241 17.986.081
17 3993 15.944.049
18 3625 13.140.625
19 3598 12.945.604
20 3113 9.690.769
21 3455 11.937.025
22 3867 14.953.689
23 3772 14.227.984
24 3468 12.027.024
25 3433 11.785.489
26 2836 8.042.896
27 2767 7.656.289
28 2807 7.879.249
29 3131 9.803.161
30 3102 9.622.404
31 3392 11.505.664
32 3152 9.935.104
Σ 109.720 382.228.440
Rat 3428,75 -
a

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas kita dapat menemukan ragam dan sim-
pangan baku dengan mensubstitusikan nilai – niliai tersebut, dengan rumusan sebagai
( Σy )2
Σ Y 2−
berikut: 2 n
σ =
n−1
( 109.720 )2
382.228 .440−
2 32
σ =
32−1
12.038 .478 .400
382.228 .440−
32
σ 2=
31
2 382.228 .440−376.202.450
σ =
31
6.025 .990
σ 2=
31
2
σ =194.386,77 .
Maka nilai simpangan bakunya adalah:
σ =√ 194.386,77
σ =440,89
Koefisien keragaman merupakan nilai yang menunjukkan derajat kejituan atau pre-
sisi pada suatu percobaan yang dilakukan dan dihitung, data tersebut di dapat dari sam-
pel penelitian atau praktikum. Koefisien keragaman dapat ditemukan menggunakan ru-
σ
mus: KK = ×100 %
Y
440,89
KK = ×100 %
3428,75
KK =0.12859 ×100 %
KK =0.12859 atau 12,859% .
Dengan begitu nilai ragam sebesar 440,89, dan koefisien keragaman dari seluruh sapi
perah adalah 0.12859 atau 12,859%. Sapi perah juga dibagi dalam 6 kelas produksi, di-
mana kelas A merupakan kelas terendah dari penilaian tersebut dengan kelas F sebagai
kelas tertinggi. Masing – masing kelas memiliki frekuensi 2 untuk kelas A, 8 pada kelas B,
10 pada kelas C, 5 pada kelas D, 6 pada kelas E, dan 1 pada kelas F. Hampir keseluruhan
sapi termasuk dalam sapi dengan performans sedang dan produktivitas cukup baik.
Berdasarkan hasil praktikum, dapat terlihat bahwa sapi dengan jumlah gen plus atau
dominan memiliki nilai gen dan nilai E yang lebih tinggi, memiliki produktivitas lebih baik
dibandingkan dengan yang memiliki kombinasi gen resesif. Hal tersebut telah sejalan den-
gan Putra et al., (2014), bahwa nilai gen dan sebaran lingkungan (E) menentukan keung-
gulan gen sapi perah dalam suatu alur genetik ternak, sehingga dapat mempengaruhi per-
formans dan produktivitas sapi tersebut, sapi dengan gen plus lebih banyak sudah tentu
memiliki performans yang lebih tinggi dibandingkan sapi dengan gen resesif dalam kombi-
nasi gennya.
2. Kesimpulan
 Pewarisan sifat antara kombinasi gen yang tercipta dari hasil persilangan induk
jantan dengan genotip AaBbCc dan betina AaBbCc akan menghasilkan 8 variasi
kombinasi gamet sepert, ABC, ABc, AbC, aBC, Abc, aBc, abC, abc. Kedelapan variasi
gamet tersebut dapat membentuk mata persilangan dalam 64 kemungkinan.
 Berdasarkan hasil praktikum, jumlah produksi susu sapi rata-rata adalah sebesar
3428,5 liter/ekor, jumlah produksi susu sapi masuk dalam rentang kategori
menengah. Jumlah produksi sapi perah kelas menengah berada dalam rentang
2490,7 – 5701,25 liter, semua sapi hasil persilangan memiliki performans yang
cukup baik.
 Nilai simpangan baku dapat dicari terlebih dahulu menggunakan rumus ragam
Σ Y 2−( Σy )2 /n
yaitu:σ 2= , kemudian di substitusikan dalam rumus σ =√ σ 2. Setelah
n−1
mendaptkan nilai simpangan baku kita dapat membagi nilai tersebut dengan rata-
rata produksi susu yaitu sebesar 3428,75 liter dari keseluruhan sampel,
berdasarkan rumus kita mendapatkan nilai simpangan baku sebesar 440, 89 dan
nilai koeifisien keragaman sebesar 0,12859 atau 12,859 atau 12,86 %.
 Nilai gen dan sebaran lingkungan (E) menentukan keunggulan gen sapi perah
dalam suatu alur genetik ternak, sehingga dapat mempengaruhi performans dan
produktivitas sapi tersebut, sapi dengan gen plus lebih banyak sudah tentu memi-
liki performans yang lebih tinggi dibandingkan sapi dengan gen resesif dalam kom-
binasi gennya.
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Y. 2020. Buku Ajar Genetika Dasar. Magelang: Pustaka Rumah Cinta.
Krisnamurti, E., Purwantini, D., Saleh, D.M. 2019. Penaksiran Heritabilitas Karakteristik
Produksi dan Reproduksi Sapi Perah Frisien Holstein di BBPTU-HPT Baturaden. Jur-
nal Ternak Tropika. 20 (1) : 8 - 15.
Makin, M., dan Suharwanto. 2012. Performa Sifat - Sifat Produksi Susu dan Reproduksi
Sapi Perah Fries Holland di Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak. 12 (2) : 39 - 44.
Pierce, B. 2016. Genetics Essentials Concepts and Connections. New York: W.H Freeman &
Company.
Prabowo, T.A., Indrajulianto, S., Pertiwiningrum, A., Sugiyanto, C., Priyanto, L. 2020. Per-
formen Reproduksi dan Produksi Susu Sapi Perah di Kecamatan Tegalombo Kabu-
paten Pacitan Provinsi Jawa Timur. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 10 (1) : 29 - 36.
ISSN 2303 - 1093.
Putra, W.P.B., Sumadi., Hartatik, T. 2014. Komponen Peragam dan Ragam Genetik Pater-
nal pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh. Jurnal Peternakan Indonesia. 16 (1) : 55 -
62. ISSN 1907-1760.
SELEKSI TERNAK
PRAKTIKUM ACARA 2 “KOREKSI DATA PRODUKSI SUSU”

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :

Nama : Ilhan Mansiz

NIM : D0A020027

Kelas : G
LABORATORIUM ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2021

1. Hasil dan Pembahasan


1.1 Hasil
1.2 Pembahasan
Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang mampu menghasilkan nilai in-
vestasi, sebab sapi dapat memproduksi sejumlah volume susu sapi dalam periode ter-
tentu. Dalam perkembangannya sapi perah memiliki kemampuan serta produktivitas
susu yang berbeda di antara masa, tahun, usia, lingkungan, bahkan perkembangan zaman
yang satu dengan yang lainnya, diketahui bahwa produksi susu sapi meningkat seiring
perkembangan zaman dan teknologi biologi dan peternakan, beberapa cara untuk
melakukan peningkatan kuantitas maupun kualitas produksi susu sapi perah diantaranya
dengan teknik heritabilitas. Heritabilitas merupakan suatu metode genetik yang ditujukan
untuk meningkatkan kualitas yang lebih baik dari suatu ternak dibandingkan tetuanya
atau pendahulunya. Hal tersebut telah sejalan dengan Krisnamurti et al., (2019) yang
menyatakan bahwa heritabilitas merupakan upaya peningkatan mutu genetik yang lebih
baik untuk mewariskan sifat keunggulan kepada keturunan dibandingkan sifat reproduksi.
Heritabilitas menentukan perbedaan serta variasi yang terjadi kepada produksi susu
sapi perah laktasi, setiap variasi tersebut tentunya menghasilkan hasil perhitungan
berupa koreksi data. Faktor koreksi data di ambil berdasarkan pengaruh faktor genetik
ternak, dan pengaruh lingkungan yang diterima oleh ternak maupun lingkungan internal
pada ternak itu sendiri. Berdasarkan hasil praktikum, fenotipa dari ternak sapi perah da-
pat diseragamkan dengan lingkungan hingga hasilnya mendekati nol. Hal tersebut telah
sejalan dengan Rahman et al., (2014), bahwa faktor koreksi data di maksudkan untuk
menyeragamkan genetik dengan lingkungan sekitar, supaya memiliki hasil produksi yang
merata. Faktor koreksi data di dapatkan dengan mengumpulkan semua data di lapangan
dan kemudian mencari nilai rata-rata dari hasil produksi tersebut. Faktor koreksi terbaik
adalah faktor koreksi yang dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari ternak-ternak di
lingkungan dimana ternak tersebut dikembangkan.
Pada acara praktikum faktor koreksi data, setiap jumlah produksi ternak ditam-
bahkan dengan 2 digit pada NIM masing-masing praktikan. Berdasarkan hasil praktikum
produksi susu sapi perah yang telah dikoreksi didapat dengan mengalikkan nilai faktor
koreksi umur (AKU) dan faktor jumlah hari pemerahan (AKJHP), nilai AKU dan AKJHP di
dapatkan berdasarkan jumlah hari pemerahan sapi dan usia ternak sapi perah sejak

kelahiran hingga tanggal beranak atau laktasi, yang berpatokan kepada unit satuan yang
telah ditetapkan, nilai unit satuan tersebut tertera pada tabel seperti berikut:
Menurut Santosa et al., (2014), rata-rata jumlah hari laktasi pada sapi perah adalah seki-
tar 312,7 ± 63,7 hari, kondisi tersebut tidak jauh berbeda pada sapi yang dihitung pada
praktikum acara dua, yang dimana pada ketiga periode laktasi sapi memiliki periode lak-
tasi antara 300 – 320 hari. Berdasarkan hasil praktikum sapi perah yang memiliki masa
laktasi awal dengan produksi tinggi akan menghasilkan susu dengan produktivitas rendah
pada masa laktasi selanjutnya, dan usia sapi dewasa muda akan cenderung menghasilkan
susu dengan produktivitas lebih tinggi. Hal tersebut telah sejalan dengan Lasmono et al.,
(2018), bahwa usia sapi mempengaruhi tingkat produktivitas susu yang dihasilkan, serta
pemerahan berangsur-angsur dikurangi.
Setiap nilai produksi yang telah dikoreksi di haruskan untuk mencari nilai rataan
produksi, simpangan baku, dan koefisien keragaman, hal tersebut berfungsi sebagai tolak
ukur produksi susu sapi perah serta memperkirakan lama laktasi, periode pemerahan
atau laktasi pada masa laktasi mendatang. Menurut Akramuzzein (2009), nilai simpangan
baku dari produksi ternak sapi perah laktasi adalah dengan mengakumulasikan semua
data yang tersedia (ΣΥ), serta mengkuadratkan setiap data yang tersedia dan menjum-

lahkannya (ΣΥ2), . Semua data yang telah terkalkulasikan kemudian dibagi dengan jum-
lah data yang tersedia di lapangan lalu dikurangi satu, maka kita akan menemukan for-
mulasi rumus sebagai berikut:
2 2
σ =Σ y −¿ ¿¿
Keterangan:

σ = Simpangan Baku
2
σ = Ragam
n = Jumlah data
ΣΥ = Total akumulasi data
ΣΥ2 = Kuadrat Data yang diakumulasikan

rumus tersebut merupakan cara mencari hasil simpangan baku pada faktor koreksi data,
selanjutnya nilai yang di cari adalah nilai koefisien keragaman. Menurut Anggraeni (2012),
nilai koefisien keragaman merupakan koefisien yang menunjukan derajat kejituan atau
akurasi suatu data, serta keandalan simpulan dalam suatu percobaan.
Berdasarkan hasil praktikum, koefisien keragaman sapi perah memiliki rataan nilai
antara 11 – 13% . Hal tersebut telah sejalan dengan Prabowo et al., (2020), bahwa nilai
koefisien keragman didapatkan dengan membagi nilai simpangan baku dengan nilai rata
rata produksi lalu dikalikan 100%, rata-rata koefisien keragaman pada sapi perah adalah
sebesar 10 – 13%. Koreksi data yang terjadi pada ternak sapi perah memiliki nilai variasi
yang berbeda antara ternak satu dengan ternak lainnya. Variasi nilai tersebut tidak memi-
liki perbedaan secara signifikan, sebab semua ternak yang di teliti telah mengalami peny-
eragaman, oleh karena presentase koefisien keragaman yang kecil maka penyeragaman
serta koreksi data ternak susu sapi perah telah bisa kita katakana efektif walaupun belum
memenuhi kriteria jitu yang baik sekitar 10%.

2. Kesimpulan
 Faktor koreksi data di ambil berdasarkan pengaruh faktor genetik ternak, dan
pengaruh lingkungan yang diterima oleh ternak maupun lingkungan internal pada
ternak itu sendiri. Berdasarkan hasil praktikum, fenotipa dari ternak sapi perah da-
pat diseragamkan dengan lingkungan hingga hasilnya mendekati nol.
 Faktor koreksi data di dapatkan dengan mengumpulkan semua data di lapangan
dan kemudian mencari nilai rata-rata dari hasil produksi tersebut. Faktor koreksi
terbaik adalah faktor koreksi yang dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari
ternak-ternak di lingkungan dimana ternak tersebut dikembangkan.
 Produksi susu sapi perah yang telah dikoreksi didapat dengan mengalikkan nilai
faktor koreksi umur (AKU) dan faktor jumlah hari pemerahan (AKJHP), nilai AKU
dan AKJHP di dapatkan berdasarkan jumlah hari pemerahan sapi dan usia ternak
sapi perah sejak kelahiran hingga tanggal beranak atau laktasi, yang berpatokan
kepada unit satuan yang telah ditetapkan.
 Nilai rataan produksi, simpangan baku, dan koefisien keragaman berfungsi sebagai
tolak ukur produksi susu sapi perah serta memperkirakan lama laktasi, periode
pemerahan atau laktasi pada masa laktasi mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Akramuzzein. 2009. Program Evaluasi Pemberian Pakan Sapi Perah Untuk Tingkat Pe-
ternak dan Koperasi Menggunakan Microsoft Access. Bogor: Thesis Program
Pascasarjana.
Anggraeni, A. 2012. Perbaikan Genetik Sifat Produksi Susu dan Kualitas Susu Spai Frisien
Holstein Melalui Seleksi. Jakarta: Wartazoa.
Krisnamurti, E., Purwantini, D., Saleh, D.M. 2019. Penaksiran Heritabilitas Karakteristik
Produksi dan Reproduksi Sapi Perah Friesian Holstein di BBPTU-HPT Baturaden.
Journal of Tropica Animal Production. 20(1) : 8 - 15.
Lasmono, G., Sugiharto, A.N., Respatijarti. 2018. Pendugaan Nilai Heritabilitas, Ker-
agaman Genetik, dan Kemajuan Genetik . Jurnal Produksi Peternakan. 668 -
677.
Prabowo, T. I., Indrajulianto, S., Pertiwiningrum, A., Sugiyanto, C., Priyanto, L. 2020. Per-
formen Reproduksi dan Produksi Susu Sapi Perah di Kecamatan Tegalombo
Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur P. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 10 (1) :
29 - 36.
Rahman, M.T., Hermawan., Tasripin, D.S. 2014. Evaluasi Performa Produksi Susu Sapi
Perah Friesholland Keturunan Sapi Impor di PT.UBPS, Pangalengan, Jawa Barat.
Jurnal Ilmu Ternak. 1- 8.
Santosa, S.A., Sudewo, A.T.A., Susanto, A. 2014. Penyusunan Faktor Koreksi Produksi
Susu Sapi Perah. Agripet. 14 (1) : 1 - 5.

SELEKSI TERNAK
PRAKTIKUM ACARA 3 “PENAKSIRAN HERITABILITAS”
LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Nama : Ilhan Mansiz
NIM : D0A020027
Kelas :G

LABORATORIUM ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERISTAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
1. Hasil dan Pembahasan
1.1 Hasil
l
1.2 Pembahasan
Hewan ternak merupakan makhluk hidup yang memiliki variasi yang terkandung
dalam genetik DNA. Setiap materi genetik yang dibawa dapat memberikan kemampuan
untuk mencirikan serta memunculkan karakteristik ternak tersebut antara yang satu den-
gan yang lainnya. Materi genetik tersebut mampu membawa sifat kuantitatif serta sifat
kualitatif pada masing-masing spesies makhluk hidup. Materi genetik tersebut mampu
kita ukur dalam kalkulasi rumus tertentu, yang disebut dengan parameter genetik.
Berdasarkan hasil praktikum salah satu parameter genetik yang penting dalam hewan ter-
nak adalah performans, produktivitas baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hal terse-
but telah sejalan dengan Tribudi et al., (2019), bahwa parameter genetik adalah nilai
yang berkaitan erat dengan sifat kuantitatif (berat lahir, bobot dewasa, pertumbuhan, dll)
dalam suatu populasi ternak, nilai tersebut dapat menurun kepada generasi penerus yang
membawa materi genetik secara khusus.
Berdasarkan hasil praktikum, heritabilitas merupakan parameter genetik yang
penting dalam aplikasi pemuliaan seleksi ternak, heritabilitas adalah bagian keragaman
total yang dipengaruhi oleh gen aditif. Hal tersebut telah sejalan dengan Krisnamurti et
al., (2019) ,bahwa heritabilitas merupakan perbandingan antara ragam genetik terhadap
ragam fenotipik, istilah tersebut berfungsi sebagai penunjuk bagian dari keragaman total,
yang diukur melalui nilai ragam, dari sifat yang dipengaruhi oleh materi genetik. Pola heri-
tabilitas menunjukkan bahwa, ragam fenotipa merepresentasikan ternak beserta keung-
gulan tetua yang diwariskan kepada keturunannya. Berdasarkan hasil praktikum, metode
perhitungan heritabilitas dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama yaitu metode
korelasi saudara tiri sebapak (Paterbal Correlation Half Sib). Hal tersebut telah sejalan
dengan Effendy et al., (2018), bahwa penaksiran heritabilitas yang paling umum digu-
nakan merupakan heritabilitas metode korelasi saudara tiri sebapak, dan metode regresi
produksi anak dengan produksi tetua. Metode tersebut dilakukan dengan mengasum-
sikan keragaman dua populasi tidak berbeda, maka regresi antara anak dengan rataan
tetua dapat dihitung sebagai penduga nilai heritabilitas sifat genetiknya.
Pada acara praktikum penaksiran heritabilitas, perhitungan menggunakan metode
regresi anak dengan produksi tetua. Metode tersebut dihitung dengan menjumlah semua
data produksi susu sapi perah tetua (P), yang kemudian akan dihitung nilai rata-rata pro-
duksinya, perhitungan juga berlaku pada produksi susu sapi pada generasi anakan (O). Hal
tersebut telah sejalan dengan Lasmono et al., (2018), bahwa perhitungan regresi produksi
tetua dengan produksi anak berdasarkan dengan penjumlahan sejumlah populasi dengan
data di lapangan dan dicari nilai rataan produksinya. Nilai masing-masing produksi susu
sapi perah juga dikuadratkan, baik hasil produksi tetua maupun produksi anak yang dil-
ambangkan sebagai Σ P 2∧ΣO2 . Pada data praktikum setiap jumlah masing-masing pro-
duksi susu sapi perah baik antara tetua maupun anak ditambahkan dengan dua digit ter-
akhir NIM praktikan. Meskipun begitu, hal tersebut tidak menimbulkan perbedaan dalam
cara berhitung dan tidak mempengaruhi metode itu sendiri.
Berdasarkan hasil praktikum, nilai sigma Σ dari tetua maupun anak perlu dikalikan
satu sama lain, hal tersebut dimaksudkan sebagai pembanding dalam rumus perhitungan
heritabilitas, perhitungan tersebut adalah jumlah hasil kali (JHK). Hal tersebut telah se-
jalan dengan Anggraeni (2012), bahwa metode regresi produksi anak dengan produksi
tetua dikalkulasikan dengan jumlah kuadrat masing-masing nilai produksi, kemudian diku-
rangi nilai total kuadrat produksi dibagi jumlah data. Penjabaran tersebut dapat digam-
Σ x2
barkan sebagai rumus, JKx=Σ x 2=Σ x 2− , sedangkan pada rumus jumlah hasil kali
n
2 Σx × Σy
yaitu, JKx=Σ x =Σxy− . Data hasil praktikum menunjukkan jumlah produksi to-
n
tal pada sapi tetua sebesar 75.803 liter, sedangkan pada sapi anak sebesar 70.900 liter.
Hal tersebut telah sejalan dengan Prabowo et al., (2020), bahwa perbedaan hasil produksi
memilki korelasi dengan kualitas genetik, meskipun produksi sapi anak memiliki produksi
lebih kecil, bukan berarti menandakan kualitas genetik yang menurun secara penuh.
Tetapi, lingkungan juga dapat berdampak pada produktivitas sapi perah, hal tersebut
tetap menunjukkan bahwa nilai genetik tetua tetap menurun kepada anak, melalui perhi-
tungan heritabilitas semua hal tersebut dapat diketahui, dan dikalkulasikan.
Hasil praktikum menunjukkan jumlah kuadrat produksi sapi perah tetua yaitu sebe-
sar 293.603.183, sedangkan pada produksi anak sebesar 256.249.804, serta nilai sigma OP
sebesar 269.667.202. Apabila terdapat 20 populasi sapi perah maka masing-masing nilai
rataan didapatkan dengan membagi jumlah kuadrat produksi dengan 20 ekor sapi, maka
kita dapatkan nilai 3.790,15 liter pada produksi tetua, serta 3.545 liter pada produksi
anak. Nilai tersebut kita substitusikan nilai produksi pada rumus yang telah dijabarkan
pada paragraf sebelumnya menunjukkan nilai JKP, JKO, dan JHKOP secara berturut-turtu
adalah, 6.289.442,55; 4.909.304; dan 945.567. Berdasarkan hasil praktikum, dengan
2Σ x2 2 2 Σx × Σy
menggunakan rumus JKx=Σ x =Σ x − , dan JKx=Σ x =Σxy− , kita dapat
n n
menemukan nilai dari heritabilitas. Hal tersebut telah sejalan dengan Kurnianto (2009),
Σ x2
bahwa nilai hasil JKP, JKO, dengan JHKOP berdasarkan rumus JKx=Σ x 2=Σ x 2− , dan
n
2 Σx × Σy
JKx=Σ x =Σxy− , dapat menghitung nilai heritabilitas dengan meletakkan nilai-
n
JHKOP
nilai tersebut kepada rumus koefisien regresi: b op= .Rumus tersebut membagi ni-
JKP
lai 945.567 dengan 6.298.442,55 yang menghasilkan nilai koefisien sebesar 0,15013 atau
0,150 bila dibulatkan. Heritabilitas merupakan nilai yang mengkalikan nilai koefisien re-
gresi dengan 2, sebagai satuan perhitungan pasti atau rumusan khusus, maka dari itu nilai
heritabilitas dari praktikum adalah sebesar: 2 bop =2× 0,15013=0,30026 atau 0,300 , seba-
gai nilai pembulatan. Nilai heritabilitas tersebut dikategorikan sebagai nilai heritabilitas
tinggi, yang menunjukkan sifat kuantitatif keragaman genetik begitu kuat dan baik.
2. Kesimpulan
 Heritabilitas merupakan parameter genetik yang penting dalam aplikasi pemuliaan
seleksi ternak, heritabilitas adalah bagia keragaman total yang dipengaruhi oleh
gen aditif. Pola heritabilitas menunjukkan bahwa, ragam fenotipa merepresen-
tasikan ternak beserta keunggulan tetua yang diwariskan kepada keturunannya.
 Jumlah kuadrat produksi sapi perah tetua yaitu sebesar 293.603.183, sedangkan
pada produksi anak sebesar 256.249.804, serta nilai sigma OP sebesar
269.667.202. Nilai rataan produksi 3.790,15 liter pada produksi tetua, serta 3.545
liter pada produksi anak. Nilai tersebut kita substitusikan nilai produksi pada ru-
mus yang telah ada akan menunjukkan nilai JKP, JKO, dan JHKOP secara berturut-
turtu adalah, 6.289.442,55; 4.909.304; dan 945.567.
 Nilai heritabilitas dengan meletakkan nilai-nilai tersebut kepada rumus koefisien
JHKOP
regresi: b op = .Rumus tersebut membagi nilai 945.567 dengan
JKP
6.298.442,55 yang menghasilkan nilai koefisien sebesar 0,15013 atau 0,150 bila
dibulatkan. Heritabilitas merupakan nilai yang mengkalikan nilai koefisien regresi
dengan 2, sebagai satuan perhitungan pasti atau rumusan khusus, maka dari itu
nilai heritabilitas dari praktikum adalah sebesar:
2 bop=2× 0,15013=0,30026 atau 0,300 , sebagai nilai pembulatan. Nilai heritabili-
tas tersebut dikategorikan sebagai nilai heritabilitas tinggi, yang menunjukkan sifat
kuantitatif keragaman genetik begitu kuat dan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, A. 2012. Perbaikan Genetik Sifat Produksi Susu dan Kualitas Susu Sapi Friesian
Holstein Melalui Seleksi. Jakarta: Wartazoa.
Effendy., Respatijarti., dan Waluyo, B. 2018. Keragaman Genetik dan Heritabilitas Karakter
Komponen Hasil dan Hasil Ciplukan (Physalis sp.). Jurnal Agroteknologi. 5 (1) : 30 -
38.
Krisnamurti, E., Purwantini, D., Saleh, D.M. 2019. Penaksiran Heritabilitas Karakteristik
Produksi dan Reproduksi Sapi Perah Friesian Holstein di BBPTU-HPT Baturaden.
Journal of Tropica Animal Production. 20 (1) : 8 - 15.
Kurnianto, E. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Lasmono, G., Sugiharto, A.N., Respatijarti. 2018. Pendugaan Nilai Heritabilitas, Keragaman
Genetik, dan Kemajuan Genetik . Jurnal Produksi Peternakan. 668 - 677.
Prabowo, T. I., Indrajulianto, S., Pertiwiningrum, A., Sugiyanto, C., Priyanto, L. 2020. Per-
formen Reproduksi dan Produksi Susu Sapi Perah di Kecamatan Tegalombo Kabu-
paten Pacitan, Provinsi Jawa Timur P. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 10 (1) : 29 - 36.
Tribudi, Y.A., Nurgiartiningsih, V.M.A., Prihandini, W. 2019. Pendugaan Nilai Heritabilitas
Sifat Pertumbuhan Pada Sapi Madura. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 29 (2) : 152 -
157.
SELEKSI TERNAK
PRAKTIKUM ACARA 4 “PENAKSIRAN REPIITABILITAS”

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Nama : Ilhan Mansiz
NIM : D0A020027
Kelas :G

LABORATORIUM ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERISTAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
1. Hasil dan Pembahasan
1.1 Hasil
1.2 Pembahasan
Ternak sapi perah merupakan salah satu komoditas peternakan investasi yang mampu
menghasilkan produk berupa susu dan daging. Ternak investasi tersebut tentu memiliki nilai
tambah dalam segi produk utama, produk sampingan berupa susu, daging, dan feses. Hewan
ternak tersebut memiliki keragaman variasi genetik yang terkandung dalam materi genetik
individu atau pada DNA. Setiap materi genetik dapat dipengaruhi oleh kualitas tetua maupun
lingkungan. Berdasarkan hasil praktikum, kasus repitabilitas, lingkungan menjadi penyum-
bang terbesar presentase pengaruh lingkungan terhadap materi genetik ternak. Hal tersebut
telah sejalan dengan Warmadewi et al., (2015) , bahwa repitabilitas merupakan bagian dari
keragaman total yang disebabkan pengaruh genetik yang ditambah pengaruh lingkungan.
Repitabilitas meliputi semua pengaruh genetik yang ditambah pengaruh lingkungan dan
bersifat permanen, alhasil menciptakan keseragaman antara kedua hal tersebut.
Berdasarkan hasil praktikum, pengaruh lingkungan permanen adalah semua pengaruh
yang tidak bersifat genetis. Hal tersebut telah sejalan dengan Dewi dan Wahyuni (2020),
bahwa pengaruh lingkungan mampu mempengaruhi produktivitas seekor ternak, serta kuali-
tas genetik ternak tersebut. Koefisien repitabilitas berarti, merupakan nilai pengulangan atau
besaran yang menunjukkan peluang suatu sifat untuk diulang kembali pada produksi men-
datang. Pada pengamatan repitabilitas, genotipe ternak yang sama akan terus berlaku se-
lama masa hidupnya, sedang perubahan atau keragaman akan timbul sebagai akibat faktor
perubahan lingkungan menurut waktu dan ruang. Berdasarkan hasil praktikum, ragam
pengamatan berulang dapat dijabarkan menjadi ragam dalam ternak, yang berasal dari
perbedaan antara pengamatan berulang serta komponen ragam ternak yang serupa. Hal
tersebut telah sejalan dengan Warmadewi et al., (2015), bahwa komponen ragam ternak
bersumber seluruh pada perbedaan lingkungan sementara yang terjadi saat pengukuran,
sedangkan komponen antar ternak dipengaruhi atas keragaman genotipik dan lingkungan
yang permanen.
Perhitungan repitabilitas dapat dicari dengan menggunakan metode korelasi antar ke-
las dan korelasi dalam kelas. Pada praktikum acara 4 seleksi ternak, repitabilitas dtaksir den-
gan menggunakan metode korelasi antar kelas. Pada hasil perhitungan repitabilitas saat prak-
tikum, perhitungan repitabilitas menggunakan hasil produksi yang ditambah dengan dua digit
terakhir NIM praktikan. NIM saya sendiri adalah D0A020027, maka setiap hasil produksi sapi
perah pada praktikum harus ditambahkan 27 nilai. Berdasarkan hasil praktikum, perhitungan
hasil produksi sapi perah pada 3 periode dalam populasi tertentu harus diakumulasikan
dalam bentuk Σ P . Hal tersebut telah sejalan dengan Sutisna et al., (2020), bahwa Σ P dalam
penaksiran jumlah produksi sapi perah pada periode tertentu yang dibandingkan pada peri-
ode berikutnya antara ternak satu dengan lainnya akan membimbing kita menuju hasil perhi-
tungan selanjutnya dalam menentukan nilai repitabilitas ternak.
Nilai Σ P 1 , Σ P 2 , Σ P 3 pada praktikum secara berturut - turut adalah, 69,858; 71,280;
74,835. Nilai hasil produksi sapi perah kemudian kita taksir menggunakan nilai kuadrat yang
kemudian kita akumulasikan dalam bentuk hasil akhir Σ P 2 . Nilai total taksiran produksi susu
sapi perah dalam sebuah populasi dan periode tertentu yang telah ditemukan, maka langkah
selanjutnya adalah mengkuadratkan nilai setiap hasil produksi susu per individu serta men-
gakumulasikannya kembali. Berdasarkan hasil praktikum, nilai akumulasi kuadrat setiap pro-
duksi susu sapi per individu ditaksir dalam bentuk akhir Σ P 2 . Metode tersebut menggunakan
analisis ragam sebagai korelasi dalam kelas, pada hasil praktikum nilai Σ P 12 , Σ P 22 , Σ P 32se-
cara berturut-turut adalah, 247,207,326; 256,283,190; 286,673,985. Hal tersebut telah se-
jalan dengan Kubangun et al., (2018), bahwa salah satu faktor penentu nilai repitabilitas
yaitu, dengan mengkuadratkan nilai produksi susu per individu pada periode laktasi tertentu.
Berdasarkan hasil praktikum, nilai P1, P2, P3 secara berturut-turut merepresentasikan
nilai catatan sifat produksi susu sapi perah dalam satu kali periode laktasi. Hal tersebut telah
sejalan dengan Tribudi et al., (2020), bahwa nilai catatan sifat produksi (P) merupakan hasil
produksi susu sapi perah dalam suatu periode laktasi, nilai tersebut menjadi dasar perhitun-
gan ragam repitabilitas ternak yang dipengaruhi oleh nilai genetik dengan nilai lingkungan
serta antar ternak. Berdasarkan hasil praktikum, nilai catatan produksi seekor ternak pada
periode satu dengan yang lainnya harus dikalikan satu sama lain, demi mendapatkan nilai
taksir dari Σ P 1 P2 ,dan seterusnya. Hal tersebut telah sejalan dengan Hadiansyah et al.,
(2020), bahwa nilai produksi sapi perah dalam populasi ternak saat periode laktasi pertama
harus dikalikan dengan nilai laktasi periode berikutnya, maka akan menghasilkan nilai taksir
dalam bentuk Σ P 1 P2 , Σ P 1 P 3 , dan Σ P 2 P 3.Nilai dari Σ P 1 P2 , Σ P 1 P 3 , dan Σ P 2 P 3 se-
cara berturut - turut adalah, 249,680,961; 263,555,856; dan 268,510,950.
Produksi susu sapi perah pada setiap nilai catatan produksi susu per ekor pada periode
laktasi serta dalam suatu populasi tertentu, yang telah diakumulasikan dengan nilai kuadrat
serta nilai antar periode laktasi perlu disubstitusikan. Nilai tersebut disubstitusikan pada ru-
mus perhitungan JKP serta JHKP pada setiap periodenya dan dibagi dengan nilai populasi. Hal
tersebut telah sejalan dengan Habiburahman et al., (2020), bahwa dalam penaksiran
repitibilitas diperlukan nilai akumulasi produksi susu sapi pada periode laktasi tertentu yang
dibagi dengan jumlah ternak yang dicatat serta disubstitusikan pada rumus perhitungan JKP
dan JHKP. Rumus tersebut diantaranya yaitu,

JKP=Σ P−
[ ( Σ P )2 ] , JHKP=Σ P− [ ( Σ PX )( Σ PY ) ] , jika kita substitusikan nilai hasil praktikum
N N
maka dapat disimpulkan hasil perhitunagn JKP1, JKP2, dan JKP3 secara berturut – turut
adalah 3,200,618; 2,241,270; dan 6,660,124. Pada nilai hasil perhitungan dari JHKP di setiap
periode menunjukkan hasil berturut – turut dari JHKP1P2, JHKP1P3, dan JHKP2P3 yaitu,
707,049; 2,164,684; dan 1,799, 010. Nilai dari JKP serta JKP pada periode serta antar periode
tertentu, kemudian kita substitusikan dalam rumus koefisien korelasi.
Koefisien korelasi merupakan sebuah nilai yang menunjukkan seberapa besar atau kuat
suatu hubungan linear antara dua variabel. Berdasarkan hasil praktikum nilai koefisien kore-
lasi dapat ditaksir dengan mensubstitusikan nilai JHKP yang dibagi dengan akar kuadrat dari
nilai JKP satu dengan yang lain. Hal tersebut telah sejalan dengan Wardana et al., (2015),
bahwa produksi susu sapi perah pada masa laktasi tertentu ditaksir dengan koefisien korelasi
antara ternak yang satu dengan yang lainnya serta antara periode laktasi satu dengan yang
lainnya, nilai tersebut ditaksir dengan rumusan sebagai berikut,
JHKPxPy Σ xy−(Σ x)( Σ y )
r Px PY = ataurPxPy= Hasil perhitungan JKP serta JHKP
√ JKPx √ JKPy √
[ n Σ x 2− ( Σ x ) 2 ] ¿ ¿ ¿
yang telah disubstitusikan dalam rumus koefisien korelasi kemudian akan menjadi patokan
dalam menentukan repitabilitas mutlak. Nilai dari r P1 P2 , r P1 P3 , danr P2 P 3 , pada praktikum
secara berturut – turut yaitu 0,264; 0,469; dan 0,466.
Koefisien repitabilitas berjumlah 3, yang berarti nilai repitabilitas ternak tersebut dapat
ditaksir dengan menjumlahkan semua nilai koefisien tersebut dibagi dengan jumlah koefisien
korelasi, maka akan didapatkan rumus perhitungan
(r P1 P 2+ r P1 P 3+ r P2 P3) ( 0,264+0,469+0,466)
Repitabilitas= = =0,399. Berdasarkan hasil
n 3
perhitungan praktikum, nilai repitabilitas dari populasi ternak sapi perah adalah 0,399 nilai
tersebut merupakan nilai repitabilitas sedang. Hal tersebut sejalan dengan Sutisna et al.,
(2020), yang menyatakan bahwa nilai repitabilitas 0,0 – 0,2 dikategorikan sebagai nilai
repitabilitas kecil, nilai 0,2 – 0,4 dikategorikan sebagai nilai repitabilitas sedang, dan nilai
repitabilitas lebih dari 0,4 dikategorikan sebagai nilai repitabilitas tinggi. Nilai repitabilitas
sedang, artinya kemampuan induk dalam menghasilkan bobot sapih yang relatif serupa pada
setiap paritas termasuk dalam kualitas sedang, hal tersebut juga berlaku pada kuantitas pro-
duksi sapi perah pada periode tertentu pada keturunanya kelak.
2. Kesimpulan
 Koefisien repitabilitas berarti, merupakan nilai pengulangan atau besaran yang me-
nunjukkan peluang suatu sifat untuk diulang kembali pada produksi mendatang. Pada
pengamatan repitabilitas, genotipe ternak yang sama akan terus berlaku selama masa
hidupnya, sedang perubahan atau keragaman akan timbul sebagai akibat faktor pe-
rubahan lingkungan menurut waktu dan ruang.
 Rumus perhitungan JKP dan JHKP, rumus tersebut diantaranya yaitu,

JKP=Σ P−
[ ( Σ P )2 ] , JHKP=Σ P− [ ( Σ PX )( Σ PY ) ] .
N N
 Koefisien korelasi antara ternak yang satu dengan yang lainnya serta antara periode
laktasi satu dengan yang lainnya, nilai tersebut ditaksir dengan rumusan sebagai
JHKPxPy Σ xy−( Σ x)( Σ y )
berikut, r Px PY = ataurPxPy= Nilai dari
√ JKPx √ JKPy √
[ n Σ x 2− ( Σ x ) 2 ] ¿ ¿ ¿
r P1 P2 , r P1 P3 , danr P2 P 3 , pada praktikum secara berturut – turut yaitu 0,264; 0,469;
dan 0,466.
(r P1 P 2+ r P1 P 3+ r P2 P3) (0,264+0,469+0,466)
 Perhitungan Repitabilitas= = =0,399.
n 3
Berdasarkan hasil perhitungan praktikum, nilai repitabilitas dari populasi ternak sapi
perah adalah 0,399 nilai tersebut merupakan nilai repitabilitas sedang.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, R.K., dan Wahyuni. 2020. Dasar Pemuliaan Ternak. Lamongan: LITBANG PEMAS
UNISLA.
Habiburahman, R., Darwati, S., Sumantri, C., Rukmiasih. 2020. Produksi Telur dan Kualitas
Telur Ayam IPB D-1 G7 serta Pendugaan Nilai Ripitabilitasnya. Jurnal Ilmu Produksi
dan Teknologi Hasil Peternakan. 8(2) : 97 - 101.
Hadiansyah., Mudawamah., Sumartono. 2020. Estimasi Ripitabilitas dan Most Probable Pro-
ducing Ability (MPPA) Sifat Berat Lahir Sebagai Seleksi dan Culling Kambing Peranakan
Ettawah. Jurnal Dinamika Rekasatwa. 3(2) : 164 - 166.
Kubangun, N.S., Lumatuw, S., Santoso, B. 2018. Estimasi nilai heritabilitas, ripitabilitas, kore-
lasi genetik produksi susu dan. CASSOWARY, 1(2) : 81 - 88.
Sutisna, E., Sulastri, M., Hamdani, D.I., Dakhlan, A. 2020. Estimasi Nilai Ripitabilitas dan Nilai
Most Probable Producing Ability Bobot Lahir Sapi Peranakan Ongole di Desa Wawasan
Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Riset dan Inovasi Peter-
nakan. 4 (1) : 41 - 46.
Tribudi, Y.A., Prihandini, P.W., Nurgiartiningsih, V.M.A. 2020. ESTIMASI MOST PROBABLE
PRODUCING ABILITY (MPPA) SIFAT PRODUKSI PADA SAPI MADURA. Journal of Tropi-
cal Animation Production. 21 (1) : 77 - 82.
Wardana, C.K., Karyawati, A.S., Sitompul, S.M. 2015. Keragaman Hasil, Heritabilitas dan Kore-
lasi F3 Hasil Persilangan Kedelai (Glycine max dan L.merril) Varietas Anjasmoro Den-
gan Varietas Tanggamus, Grobogan, Galur AP dan UB. Jurnal Produksi Tanaman. 3 (3) :
182 - 188.
Warmadewi, D.A., Oka, I.G.L., Sarini, N.P., Ardika, I.N., Dewantari, I.M. 2015. BAHAN AJAR:
Ilmu Pemuliaan Ternak. Denpasar: Udayana Press.
SELEKSI TERNAK
PRAKTIKUM ACARA 5 “SELEKSI 1”

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Nama : Ilhan Mansiz
NIM : D0A020027
Kelas :G

LABORATORIUM ILMU PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
1. Hasil dan Pembahan
1.1 Hasil
1.2 Pembahasan
Nilai pemuliaan ternak merupakan nilai yang di dapatkan berasal dari hasil perhi-
tungan data produksi terukur (fenotipe). Bedasarkan hasil praktikum, nilai pemuliaan ter-
nak merupakan sebuah nilai yang dapat mendeterminasi suatu mutu genetik individu ter-
nak pada suatu populasi. Hal tersebut telah sejalan dengan Saputra et al., (2021), bahwa
mutu genetik memiliki suatu ukuran atau parameter genetik yang menunjukkan nilai su-
atu performans ternak pada populasi ternak tertentu, terutama pada ternak ruminansia.
Berdasarkan hasil praktikum, mutu genetik yang telah diukur dan dihitung dapat dijadikan
suatu patokan untuk membantu perbandingan antar individu ternak. Hal tersebut telah
sejalan dengan Tribudi et al., (2021), bahwa seleksi mutu genetik merupakan nilai yang
berasal dari keunggulan individu terhadap rataan kelompoknya, metode tersebut di-
lakukan secara acak mampu menjelaskan nilai pemuliaan ternak secara pasti untuk kemu-
dian diketahui peringkat keunggulannya.
Seleksi ternak merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui
suatu peringkat, serta mutu genetik ternak pada populasi tertentu untuk diberikan per-
ingkat sesuai nilai pemuliaannya. Berdasarkan hasil praktikum, kepentingan nilai pemuli-
aan ternak berfungsi sebagai perbandingan antara ternak, penyusunan peringkat ternak,
evaluasi genetik. Hal tersebut telah sejalan dengan Safitri et al., (2019), bahwa nilai pemu-
liaan ternak tetua begitu menentukan produktivitas, performans, serta mutu genetik
penerusnya, oleh sebab itu kepentingan nilai pemuliaan dihitung sebagai dasar pe-
naksiran dalam melakukan seleksi ternak dengan nilai atau kualitas tetua terbaik. Perhi-
tungan didapat berdasarkan metode survey, yaitu dengan mengumpulkan semua fakta
data di lapangan yang kemudian di catat secara acak dari segi produktivitas per individu.
Dalam perhitungan seleksi pemuliaan ternak, terdapat serangkaian nilai konstan atau
tetap yang terlibat dalam perhitungan seleksi, diantaranya yaitu
heritabilitas ( h )=0,3 ;dan repitabilitas ( t )=0,4.
2

Berdasarkan hasil praktikum, sifat genetik ternak yang beragam pada suatu populasi
yang kemudian diambil secara acak, memungkinkan terjadinya penurunan fenotipe se-
cara proporsional dari tetua. Hal tersebut akan berdampak kepada individu generasi
penerus yang kelak akan meneruskan sifat genetik yang sama dengan tetuanya, sehingga
seleksi menjadi penting demi mendapatkan sifat genetik terbaik. Hal tersebut telah se-
jalan dengan Darmawan dan Supartini (2012), bahwa seleksi ternak merupaka metode
yang digunakan peternak dalam memilih tetua terbaik berdasarkan nilai pemuliaan yang
menjadi dasar kualitas produktivitas, mutu genetik terbaik. Dengan rumusan perhitungan
secara matematis nilai pemuliaan dapat ditaksir dengan rumus: NP=h 2 ( Pi−Pbar ) .Bila
kita jabarkan masing – masing nilai tersebut berfungsi sebagai “pencari” nilai pemuliaan
dalam satu populasi.
Nilai pemuliaan dengan jumlah catatan populasi ternak lebih dari satu akan di-
2
nh ( Pi−Pbarbar ) . Masing
jabarkan dalam rangkaian rumus sebagai berikut: NP=
1+ n−1 ) t
(
– masing huruf merepresentasikan sebagai berikut; NP merupakan nilai pemuliaan, n
merupakan jumlah individu dalam suatu populasi, h2 merupakan nilai heritabilitas konstan
0,3; t merupakan nilai repitabilitas (0,4), Pi merupakan produksi ternak ke i, dan Pbar dan
Pbarbar merupakan nilai rataan produksi per populasi. Berdasarkan hasil praktikum, pada
catatan satu populasi nilai produksi ternak per individu di kurang dengan niali rataan pro-
duksi per populasi yang kemudian dikalikan dengan nilai heritabilitas, akan kita dapatkan
nilai pemuliaan dari seekor individu ternak. Hal tersebut telah sejalan dengan Syahputra
et al., (2012), bahwa nilai pemuliaan ternak pada satu populasi didapatkan dengan men-
cari selisih antara produksi per individu dengan produksi rata-rata populasi, kemudian
dikali dengan nilai heritabilitas. Bila kita ikuti setiap langkah perhitungan berdasarkan ru-
mus yang tertera, maka akan di dapatkan hasil nilai pemuliaan berdasarkan data di lapan-
gan dengan yang ada di hasil praktikum telah sesuai.
Berdasarkan hasil praktikum, pada catatan 2 atau banyak populasi nilai produksi
ternak per individu di kurang dengan nilai rataan produksi per populasi. Pada ruas perhi-
tungan sebelah kiri kita cari terlebih dahulu nilai dari 1+ ( n−1 ) t , sebagai bilangan pem-
bagi dari nh2 .Hal tersebut telah sejalan dengan Ciptadi (2017), bahwa nilai pemuliaan ter-
nak pada populasi lebih dari satu didapatkan dengan mencari selisih antara produksi per
individu dengan produksi rata-rata populasi, kemudian dikali dengan nilai nh2 ,yang didap-
atkan dengan mengkali jumlah populasi dengan nilai heritabilitas. Dalam menghitung
pembagi bilangan penyebut tersebut kita cari terlebih dahulu nilai 1+ ( n−1 ) t , yaitu jum-
lah populasi dikurangi satu dikali nilai tetap 0,4 dari repitabilitas dengan adisi nilai 1. Kes-
impulannya akan kita dapatkan hasil dari nilai pemuliaan ternak dengan populasi lebih
dari satu. Berdasarkan hasil praktikum, menunjukkan bahwa semakin besar nilai pemuli-
aan ternak tersebut maka mutu genetiknya akan menghasilkan tetua dan keturunan den-
gan mutu genetik berkualitas dengan produktivitas tinggi. Hal tersebut telah sejalan den-
gan Tribudi et al., (2021), bahwa nilai pemuliaan yang tinggi akan menghasilkan individu
ternak tetua maupun generasi penerus tetua dengan kontributor gen unggul serta pro-
duktivitas tinggi.
Nilai pemuliaan ternak terdiri atas nilai positif dan negatif, ternak dengan nilai posi-
tif atau nilai pemuliaan di atas rata - rata lebih diunggulkan dibandingkan ternak dengan
nilai pemuliaan negatif atau dibawah rata – rata pada suatu populasi ternak. Berdasarkan
hasil praktikum, ternak dengan nilai pemuliaan besar lebih baik dijadikan sebagai ternak
bibit. Hal tersebut telah sejalan dengan Putra et al., (2015), bahwa nilai pemuliaan yang
tinggi menunjukkan potensi, kualitas, produktivitas ternak yang baik. Berdasarkan hasil
praktikum, nilai pemuliaan juga dapat dijadikan dasar patokan untuk pemilihan bakal
calon pejantan atau induk di masa mendatang atau bibit pedet sapi atau ternak ruminan-
sia. Hal tersebut telah sejalan dengan Dewi dan Wahyuni (2020), bahwa bibit individu ter-
nak yang unggul telah teruji akan menghasilkan ketrurunan yang unggul seperti tetuanya.
2. Kesimpulan
 Nilai pemuliaan ternak tetua begitu menentukan produktivitas, performans, serta
mutu genetik penerusnya, oleh sebab itu kepentingan nilai pemuliaan dihitung se-
bagai dasar penaksiran dalam melakukan seleksi ternak dengan nilai atau kualitas
tetua terbaik.
 Berdasarkan hasil praktikum, sifat genetik ternak yang beragam pada suatu popu-
lasi yang kemudian diambil secara acak, memungkinkan terjadinya penurunan
fenotipe secara proporsional dari tetua.
 Dengan rumusan perhitungan secara matematis nilai pemuliaan dapat ditaksir
dengan rumus: NP=h 2 ( Pi−Pbar ) .Nilai pemuliaan dengan jumlah catatan popu-
lasi ternak lebih dari satu akan dijabarkan dalam rangkaian rumus sebagai berikut:
nh2 ( Pi−Pbarbar ) .
NP=
1+ ( n−1 ) t
 Nilai pemuliaan yang tinggi akan menghasilkan individu ternak tetua maupun gen-
erasi penerus tetua dengan kontributor gen unggul serta produktivitas tinggi, dan
juga sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA

Ciptadi, G. 2017. Buku Petunjuk Dasar Pemuliaan Ternak. Malang: Laboratorium Genetika
dan Pemuliaan Ternak Brawijaya.
Darmawan, H., dan N. Supartini. 2012. Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Ekor
Gemuk di Kabupaten Situbondo. Buana Sains. 12 (1): 51 - 62.
Dewi, R. K., dan Wahyuni. 2020. DASAR PEMULIAAN TERNAK. Lamongan: LITBANG PEMAS
UNISLA.
Putra, W. P. B., Sumadi., T. Hartatik dan H. Saumar. 2015. Seleksi Awal Calon Pejantan
Sapi Aceh Berdasarkan Berat Badan. Jurnal Sains Peternakan Indonesia. 10 (1): 7 -
12.
Safitri, L., M. D . I, Hamdani., A. Husni dan Sulastri. 2019. ESTIMASI NILAI PEMULIAAN
BOBOT SAPIH PERANAKAN ONGOLE. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan. 3 (2): 28
- 33.
Saputra, I. I., Sulastri., M. D. I, Hamdani dan A. Dakhlan. 2021. ESTIMASI REPITABILITAS
BOBOT SAPIH DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY KAMBING SABURAI
BETINA DI KECAMATAN SUMBEREJO, GISTING, DAN KOTA AGUNG TIMUR KABU-
PATEN TANGGAMUS. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan. 5 (1): 43 - 49.
Syahputra, F., I. Harris dan Sulastri. 2012. Seleksi Calon Induk Berdasarkan Nilai Pemuliaan
Bobot Sapih Kambing Peranakan Etawah di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro.
Jurnal Peternakan UNILA. 1 - 4.
Tribudi, Y. A., Prihandini, P.W., Rahaddiansyah, M. I., dan Anitasari, S. 2021. Seleksi Calon
Pejantan dan Induk Sapi Madura Berdasarkan Nilai Pemuliaan Berat Lahir dan
Sapih. Jurnal Sains Peternakan Indonesia. 16 (1) : 1 - 7.
SELEKSI TERNAK
PRAKTIKUM ACARA 6 “SELEKSI 2”

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Nama : Ilhan Mansiz
NIM : D0A020027
Kelas :G

LABORATORIUM PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
1. Hasil dan Pembahasan
1.1 Hasil
1.2 Pembahasan
Ternak dalam suatu populasi tertentu yang dapat dihitung secara acak memiliki
serangkaian nilai pemuliaan yang dapat ditaksir dalam skala famili serta per kombinasi.
Berdasarkan hasil praktikum, setiap catatan produksi masing – masing kelompok individu
dengan tetua pejantan yang termasuk dalam satu famili. Hal tersebut telah sejalan den-
gan Widya et al., (2014), bahwa setiap nilai pemuliaan individu dalam suatu populasi
memiliki nilai pemuliaan tersendiri masing – masing, setiap populasi dengan satu pejan-
tan yang sama akan disebut sebagai kesatuan famili. Data taksiran di dapatkan dari fakta
di lapangan sesuai dengan jumlah produksi nyata suatu ternak. Data tersebut akan diaku-
mulasikan dalam sebuah tabulasi pengumpulan data, untuk kemudian di hitung melalui
serangkaian rumus secara matematis.
Berdasarkan hasil praktikum, kedua nilai pemuliaan memiliki hasil nilai positif dan
negatif, yang memiliki hubungan dengan nilai ternak tersebut terhadap famili dan popu-
lasi lainnya. Hal tersebut telah sejalan dengan Hardjosubroto (1994), bahwa nilai pemuli-
aan yang negatif menunjukkan kedudukan ternak terhadap populasi berada di bawah rata
– rata, oleh sebab itu nilai pemuliaan menentukan kualitas suatu ternak tertentu.
Berdasarkan hasil praktikum, nilai pemuliaan individu berbeda – beda meskipun dalam
satu lingkup keluarga yang sama. Hal tersbeut telah sejalan dengan Tribudi et al., (2021),
bahwa perbedaan nilai pemuliaan dalam suatu famili dapat terjadi akibat perbedaan cara
manajemen, perawatan, perlakuan, pakan, lingkungan, maupun genetik.
Dalam mencari nilai pemulian pejantan dalam suatu rumus matematis yang cukup
kompleks. Proses penaksiran dapat dirumuskan menjadi
h2 [ 1+ ( n−1 ) r ] ¯
NPfi= ( Pfi −Pfibarbar ) pada suatu famili serta kombinasi dirumuskan
1+ ( n−1 ) t

2 1−r ¯
( Pfi −Pfibarbar )+
[ 1+( n−1 ) r ] ( Pfi −Pfibarbar
¯
menjadi NPfi=h [ )]. Nilai pemuliaan
1−t [ 1+ ( n−1 ) t ]
ternak terbagi atas dua hasil taksiran seleksi, yang pertama hasil seleksi dalam suatu pop-
ulasi dengan satu pejantan yang sama yaitu dalam bentuk famili, serta dalam bentuk nilai
per satuan individu. Berdasarkan hasil praktikum, nilai rataan pejantan A dengan C memi-
liki nilai rataan minus, sedangkan pejantan B dengan D memiliki nilai positif yang tinggi.
Nilai negatif dan positif pada sebuah nilai taksir merupakan sebuah dasar seleksi. Hal
tersebut telah sejalan dengan Ciptadi (2017), bahwa pada nilai pemuliaan ternak meru-
pakan dasar pemeringkatan suatu kualitas genetik serta produktivitas ternak.

Berdasarkan hasil praktikum, sapi DI – 20 memiliki nilai pemuliaan tertinggi dengan


nilai pemuliaan 249,84 dan nilai pemuliaan terendah ada pada sapi A – 01 yaitu – 197,60.
Nilai pemuliaan induk sapi perah bernilai negatif mayoritas ditemukan pada famili dengan
nilai pemuliaan pejantan negatif. Hal tersebut telah sejalan dengan Safitri et al., (2021),
bahwa nilai pemuliaan pejantan mempengaruhi nilai rataan suatu popukasi ternak be-
serta anakannya, maka dari itu hal tersebut perlu dihindari bagi peternak yang ingin
memiliki ternak dengan nilai genetik unggul. Besarnya dugaan nilai pemuliaan ternak pro-
duksi susu sapi perah menunjukkan korelasi atau hubungan antara kualitas pemuliaan
ternak calon pejantan dengan induk.
Berdasarkan hasil praktikum, ternak dengan nilai pemuliaan yang tinggi memiliki
produktivitas serta kualitas genetik terbaik yang bisa dipilih menjadi calon tetua selanjut-
nya. Hal tersebut telah sejalan dengan Widya et al., (2014), bahwa calon pejantan sapi
dengan nilai pemuliaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi individu lain
dalam suatu famili, maka ternak tersebut layak untuk dijadikan calon tetua pengganti, jika
nilai dibawah rata – rata maka ternak tersbeut tidak layak. Berdasarkan hasil praktikum,
pejantan dalam famili dapat mempengaruhi keragaman genetik sifat individu dalam pop-
ulasi tersebut, yang menyebabkan nilai pemuliaan dan hasil produksi menjadi tidak efektif
atau semakin mengecil. Hal tersebut telah sejalan dengan Panji et al., (2016), bahwa ker-
agaman genetik dipengaruhi oelh genetik tetua pejantan yang dapat diturunkan kepada
anak – anaknya, bila pejantan tidak memiliki nilai pemuliaan yang unggul maka kemungki-
nan anaknya dipilih menjadi calon tetua amat kecil, akibat tidak adanya nilai yang lebih
tinggi dibandingkan nilai rataan NP dari suatu famili.
2. Kesimpulan
 Nilai pemuliaan yang negatif menunjukkan kedudukan ternak terhadap populasi
berada di bawah rata – rata, oleh sebab itu nilai pemuliaan menentukan kualitas
suatu ternak tertentu. Berdasarkan hasil praktikum, nilai pemuliaan individu
berbeda – beda meskipun dalam satu lingkup keluarga yang sama.
 Proses penaksiran dapat dirumuskan menjadi
h [ 1+ ( n−1 ) r ]
2
NPfi= ¯
( Pfi −Pfibarbar ) pada suatu famili serta kombinasi diru-
1+ ( n−1 ) t

2 1−r ¯
( Pfi −Pfibarbar )+
[ 1+( n−1 ) r ] ( Pfi −Pfibarbar
¯
muskan menjadi NPfi=h [ )].
1−t [ 1+ ( n−1 ) t ]
 Nilai pemuliaan pejantan mempengaruhi nilai rataan suatu popukasi ternak be-
serta anakannya, maka dari itu hal tersebut perlu dihindari bagi peternak yang in-
gin memiliki ternak dengan nilai genetik unggul. Besarnya dugaan nilai pemuliaan
ternak produksi susu sapi perah menunjukkan korelasi atau hubungan antara kual-
itas pemuliaan ternak calon pejantan dengan induk.
 Pejantan sapi dengan nilai pemuliaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pop-
ulasi individu lain dalam suatu famili, maka ternak tersebut layak untuk dijadikan
calon tetua pengganti, jika nilai dibawah rata – rata maka ternak tersbeut tidak
layak.
DAFTAR PUSTAKA

Ciptadi, G. 2017. Buku Petunjuk Dasar Pemuliaan Ternak. Malang: Laboratorium Genetika
dan Pemuliaan Ternak Brawijaya.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan Gramedia Widi-
asarana Indonesia. Jakarta.
Panji, M. B., S. Bandiati, K., dan Primiani, E. 2016. NILAI PEMULIAAN DOMBA GARUT
BERDASAR BOBOT LAHIR MENGGUNAKAN METODE PATERNAL HALF-SIB DI UPTD
BPPTD MARGAWATI. [skripsi]. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran.
Safitri, L., M. D . I, Hamdani., A. Husni dan Sulastri. 2019. ESTIMASI NILAI PEMULIAAN
BOBOT SAPIH PERANAKAN ONGOLE. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan 3 (2): 28 -
33.
Tribudi, Y. A., Prihandini, P.W., Rahaddiansyah, M. I., dan Anitasari, S. 2021. Seleksi Calon
Pejantan dan Induk Sapi Madura Berdasarkan Nilai Pemuliaan Berat Lahir dan
Sapih. Jurnal Sains Peternakan Indonesia 16 (1) : 1 - 7.
Widya, P. P. B., Sumadi., T. Hartatik dan H. Saumar. 2014. ESTIMASI NILAI PEMULIAAN
DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECA-
MATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH. Buletin Peternakan 38 (1): 1 - 7.
Widya, P. P. B., Sumadi., T. Hartatik dan H. Saumar. 2014. SELEKSI PADA SAPI ACEH
BERDASARKAN METODE INDEKS SELEKSI (IS) DAN NILAI PEMULIAAN (NP). Majalah
Ilmu Peternakan 17 (3): 100 – 106.
SELEKSI TERNAK
PRAKTIKUM ACARA 7 “SELEKSI 3”

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Nama : Ilhan Mansiz
NIM : D0A020027
Kelas :G

LABORATORIUM PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
1. Hasil dan Pembahasan
1.1 Hasil
1.2 Pembahasan
Nilai pemuliaan ternak merupakan nilai yang di dapatkan berasal dari hasil perhi-
tungan data produksi terukur (fenotipe). Bedasarkan hasil praktikum, nilai pemuliaan ter-
nak merupakan sebuah nilai yang dapat mendeterminasi suatu mutu genetik individu ter-
nak pada suatu populasi. Hal tersebut telah sejalan dengan Saputra et al., (2021), bahwa
mutu genetik memiliki suatu ukuran atau parameter genetik yang menunjukkan nilai su-
atu performans ternak pada populasi ternak tertentu, terutama pada ternak ruminansia.
Berdasarkan hasil praktikum, mutu genetik yang telah diukur dan dihitung dapat dijadikan
suatu patokan untuk membantu perbandingan antar individu ternak. Hal tersebut telah
sejalan dengan Tribudi et al., (2021), bahwa seleksi mutu genetik merupakan nilai yang
berasal dari keunggulan individu terhadap rataan kelompoknya, metode tersebut di-
lakukan secara acak mampu menjelaskan nilai pemuliaan ternak secara pasti untuk kemu-
dian diketahui peringkat keunggulannya.
Perhitungan pada praktikum respon seleksi individu didasarkan atas perhitungan in-
dividu satu serta 3 catatan dari acara praktikum “seleksi 1”. Data ternak diambil
berdasarkan pemeringkatan nilai pemuliaan dari yang terbesar hingga terkecil sebesar
75%. Dengan begitu dari 20 populasi ternak maka kita ambil ¿ 75 % × 20=15 populasi ter-
nak teratas. Berdasarkan hasil praktikum, untuk ternak dengan nilai pemuliaan kecil atau
25% populasi tidak masuk pemeringkatan maka akan di lakukan culling atau disingkirkan,
diakibatkan oleh produktivitas yang menurun serta sudah tidak mampu bereproduksi se-
cara maksimal. Hal tersebut telah sejalan dengan Warmadewi et al., (2017), bahwa ternak
yang di culling adalah induk yang sudah tidak dapat beranak lagi, yang disebabkan oleh
usia dan majir. Hal tersebut merupakan alasan individu ternak memiliki nilai pemuliaan
menurun atau kecil.
Berdasarkan hasil praktikum, nilai diferensial seleksi didapatkan dari hasil taksiran
rata – rata seleksi terbaik akan dikurangi dengan nilai rata – rata produksi total populasi
ternak. Hal tersebut telah sejalan dengan Sulastri dan Hamdani (2018), bahwa selisih an-
tara rata – rata fenotip populasi dengan rata – rata fenotipe ternak terpilih sebagai ternak
pengganti, dinyatakan sebagai diferensial seleksi. Nilai diferensial seleksi digunakan seba-
gai patokan atau dasar perhitungan nilai respon seleksi. Diferensial seleksi terdiri atas
diferensial pejantan dan betina atau induk, dengan diferensial seleksi mid parent dihitung
berdasarkan rerata diferensial seleksi jantan dengan diferensial seleksi betina.
Nilai rerata populasi total dengan rerata populasi yang dipertahankan pada prak-
tikum secara berturut – turut adalah sebesar 3685,2; 3856,5 untuk satu catatan dan
3797,8; 3959,8 untuk 3 catatan. Simpangan baku hanya dihitung berdasarkan nilai rerata
populasi total untuk satu maupun 3 catatan secara berturut – turut adalah 433,27 dan
373,81. Berdasarkan hasil praktikum, nilai standar deviasi atau simpangan baku dikate-
gorikan sebagai nilai yang tinggi, dengan demikian nilai keragaman pada populasi cukup
tinggi. Hal tersebut telah sejalan dengan Noor (2010), bahwa populasi dengan standar de-
viasi tinggi akan memiliki populasi yang lebih beragam atau memiliki tingkat keragaman
tinggi.
Rerata populasi total maupun terpilih merupakan nilai pembagi dari rumus efektivi-
tas seleksi. Nilai efektivitas seleksi ternak didapatkan dengan membagi respon seleksi
dengan rerata populasi. Berdasarkan hasil praktikum, hasil perhitungan efektivitas seleksi
menunjukkan hasil yang cukup, menunjukkan bahwa hasil respon seleksi menunjukkan ni-
lai pemuliaan sapi yang cukup alias tidak baik namun juga tidak buruk. Hal tersebut telah
sejalan dengan Prabowo et al., (2013), bahwa nilai ekeftivitas seleksi yang cukup menun-
jukkan produktivitas, serta nilai pemuliaan sapi terpilih dari populasi terpilih memiliki nilai
yang jauh dari standar pemuliaan terpilih meskipun ternak terpilih tidak memiliki per-
forma yang tidak terlalu buruk. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai efektivitas seleksi
pada satu catatan yaitu 0,74; 0,697 dan 1,033; 1,1278 pada inidvidu 3 catatan.
Respon seleksi didapatkan dengan menggunakan rumus matematis yang mengga-
likan nilai heritabilitas dengan nilai simpangan baku dan diferensial seleksi. Hasil respon
seleksi untuk satu catatan adalah 27,3 serta 39,25; dan hasil respon seleksi untuk 3
catatan adalah sebesar 25,7 serta 42,83. Berdasarkan hasil praktikum, respon seleksi
merupakan dasar perhitungan serta nilai yang menjadi patokan bagi kenaikan mutu
genetik ternak. Hal tersebut telah sejalan dengan Abrianto et al., (2017), bahwa respon
seleksi atau kenaikan mutu genetik ternak berupa keunggulan genetik dari ternak terpilih
yang dibandingkan dengan rata – rata populasi awal.
2. Kesimpulan
 Data ternak diambil berdasarkan pemeringkatan nilai pemuliaan dari yang terbe-
sar hingga terkecil sebesar 75%. Dengan begitu dari 20 populasi ternak maka kita
ambil =75%×20=15 populasi ternak teratas. Ternak dengan nilai pemuliaan kecil
atau 25% populasi tidak masuk pemeringkatan maka akan di lakukan culling atau
disingkirkan, diakibatkan oleh produktivitas yang menurun serta sudah tidak
mampu bereproduksi secara maksimal. Ternak yang di culling adalah induk yang
sudah tidak dapat beranak lagi, yang disebabkan oleh usia dan majir dengan nilai
pemuliaan menurun atau kecil.
 Selisih antara rata – rata fenotip populasi dengan rata – rata fenotipe ternak ter-
pilih sebagai ternak pengganti, dinyatakan sebagai diferensial seleksi. Nilai diferen-
sial seleksi digunakan sebagai patokan atau dasar perhitungan nilai respon seleksi.
 Nilai ekeftivitas seleksi yang cukup menunjukkan produktivitas, serta nilai pemuli-
aan sapi terpilih dari populasi terpilih memiliki nilai yang jauh dari standar pemuli-
aan terpilih meskipun ternak terpilih tidak memiliki performa yang tidak terlalu
buruk. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai efektivitas seleksi pada satu catatan
yaitu 0,74; 0,697 dan 1,033; 1,1278 pada inidvidu 3 catatan.
 Respon seleksi didapatkan dengan menggunakan rumus matematis yang mengga-
likan nilai heritabilitas dengan nilai simpangan baku dan diferensial seleksi. Hasil
respon seleksi untuk satu catatan adalah 27,3 serta 39,25; dan hasil respon seleksi
untuk 3 catatan adalah sebesar 25,7 serta 42,83. Nilai respon seleksi merupakan
dasar perhitungan serta nilai yang menjadi patokan bagi kenaikan mutu genetik
ternak. Nilai respon seleksi atau kenaikan mutu genetik ternak berupa keunggulan
genetik dari ternak terpilih yang dibandingkan dengan rata – rata populasi awal.
DAFTAR PUSTAKA

Abriano, I. M. U., Hakim, L., Nurgiartiningsih, V. M. A. 2017. Pendugaan heritabilitas rill


(realized heritability) dan kemajuan genetik produksi telur itik mojosari. Jurnal
Ilmu – Ilmu Peternakan, 27 (2): 74 – 80.
Noor, R. R. 2010. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prabowo, S., Atabany, A., I. Komala., A. Yani., Cyrilla, L., Murfi, A., dan Purwanto, B. P.
2013. AKURASI ESTIMASI PRODUKSI SUSU TEST INTERVAL METHOD SEBAGAI ALTER-
NATIF SELEKSI SAPI PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN DI AREA TROPIKA BASAH. Jur-
nal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 01 (3): 127 – 131.
Saputra, I. I., Sulastri., M. D. I, Hamdani dan A. Dakhlan. 2021. ESTIMASI REPITABILITAS
BOBOT SAPIH DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY KAMBING SABURAI
BETINA DI KECAMATAN SUMBEREJO, GISTING, DAN KOTA AGUNG TIMUR KABU-
PATEN TANGGAMUS. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan, 5 (1): 43 - 49.
Sulastri, dan Hamdani, M. D. I. 2018. DASAR PEMULIAAN TERNAK. ANUGRAH UTAMA RA-
HARJA. Bandar Lampung.
Tribudi, Y. A., Prihandini, P.W., Rahaddiansyah, M. I., dan Anitasari, S. 2021. Seleksi Calon
Pejantan dan Induk Sapi Madura Berdasarkan Nilai Pemuliaan Berat Lahir dan
Sapih. Jurnal Sains Peternakan Indonesia, 16 (1): 1 - 7.
Warmadewi, D. A., Oka, I. G. L., dan Ardika, I. N. 2017. EFEKTIVITAS SELEKSI DIMENSI
TUBUH SAPI BALI INDUK. MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN, 20 (1): 16 – 19.
SELEKSI TERNAK
PRAKTIKUM ACARA 8 “SELEKSI 4”

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Nama : Ilhan Mansiz
NIM : D0A020027
Kelas :G

LABORATORIUM PEMULIAAN TERNAK TERAPAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
1. Hasil dan Pembahasan
1.1 Hasil
1.2 Pembahasan
Nilai pemuliaan ternak merupakan nilai yang di dapatkan berasal dari hasil perhi-
tungan data produksi terukur (fenotipe). Bedasarkan hasil praktikum, nilai pemuliaan ter-
nak merupakan sebuah nilai yang dapat mendeterminasi suatu mutu genetik individu ter-
nak pada suatu populasi. Hal tersebut telah sejalan dengan Saputra et al., (2021), bahwa
mutu genetik memiliki suatu ukuran atau parameter genetik yang menunjukkan nilai su-
atu performans ternak pada populasi ternak tertentu, terutama pada ternak ruminansia.
Nilai pemuliaan tersebut merupakan hasil dari produktivitas serta potensi genetik yang
dimiliki oleh ternak. Hal tersebut telah sejalan dengan Tribudi et al., (2021), bahwa nilai
pemuliaan merupakan pencerminan potensi genetik seekor ternak untuk sifat tertentu
secara relatif.
Ternak dalam suatu populasi terdiri atas beberapa individu indukan atau betina
dengan seekor pejantan yang sama, dikategorikan sebagai populasi ternak famili atau
satu keluarga. Hal tersebut telah sejalan dengan Widya et al., (2014), bahwa setiap nilai
pemuliaan individu dalam suatu populasi memiliki nilai pemuliaan tersendiri masing –
masing, setiap populasi dengan satu pejantan yang sama akan disebut sebagai kesatuan
famili. Nilai pemuliaan ternak pada satu famili berbeda dengan nilai pemuliaan ternak
kombinasi. Kombinasi merupakan suatu individu ternak pada sebuah famili, yang nilai
pemuliaannya tidak ditafsir nilai rata-rata per jumlah anggota familinya, nilai pemuliaan
kombinasi merupakan nilai pemuliaan masing-masing per individu. Perbedaan nilai pemu-
liaan famili dan kombinasi terletak pada cara perhitungannya, nilai famili merupakan
rerata populasi, nilai kombinasi merupakan nilai per-individu.
Data ternak hasil pemuliaan diambil 75% peringkat ternak teratas berdasarkan hasil
penafsiran nilai pemuliaan famili dan kombinasi. Berdasarkan hasil praktikum, ternak
yang terpilih dari pemeringkatan seleksi merupakan ternak dengan mutu genetik yang
baik untuk dijadikan tetua pada generasi mendatang atau generasi penerus. Hal tersebut
telah sejalan dengan Safitri et al., (2019), bahwa seleksi merupakan suatu istilah untuk
memilih ternak-ternak yang secara genetik memiliki mutu baik untuk dipakai sebagai
tetua pada generasi selanjutnya. Ternak yang tidak terpilih seleksi akan disingkirkan atau
dijual dalam proses culling. Hal tersebut telah sejalan dengan Warmadewi et al., (2017),
bahwa ternak yang di culling merupakan ternak dengan nilai pemuliaan rendah, maka ter-
nak tersebut memiliki mutu genetik rendah. Mutu genetik ternak yang rendah menan-
dakan ternak tersebut sudah tidak dapat beranak atau produkitf yang disebabkan oleh
usia dan majir.
Efektivitas seleksi merupakan nilai yang didapatkan dari hasil tafsiran nilai respon
seleski dibagi dengan rerata produktivitas ternak tersebut. Berdasarkan hasil praktikum,
nilai efektivitas seleksi merupakan indikasi yang digunakan untuk mengukur seberapa
baik nilai pemuliaan respon seleksi yang telah ditafsir. Hal tersebut telah sejalan dengan
Prabowo et al., (2013), bahwa nilai efektivitas seleksi merupakan indikasi kualitas, pro-
duktivitas, serta nilai pemuliaan ternak terpilih dari populasi terpilih. Nilai efektivitas ter-
hitung pada respon seleksi diantaranya berturut – turut yaitu, 0,42%; 0,34%; 0,77%; dan
0,31%.
Respon seleksi menentukan seberapa besar nilai diferensial seleksi suatu ternak, ni-
lai respon seleksi pada dasarnya dipengaruhi oleh selisih fenotipe populasi ternak terpilih
dengan ternak pengganti. Hal tersebut telah sejalan dengan Sulastri dan Hamdani (2018),
bahwa selisih antara rata – rata fenotipe populasi dengan rata – rata fenotipe ternak ter-
pilih sebagai ternak pengganti, dinyatakan sebagai diferensial seleksi. Berdasarkan hasil
praktikum, nilai respon seleksi berturut – turut yaitu, 15,54; 28,65; 12,51; dan 11,55. Nilai
respon seleksi mmeiliki korelasi dengan peningkatan mutu genetik dan nilai heritabilitas
ternak. Hal tersebut telah sejalan dengan Ariyanto (2015), bahwa rendahnya nilai respon
seleksi dan peningkatan mutu genetik pada populasi ternak memiliki nilai heritabilitas
yang rendah pula dan begitu pula sebaiknya.
Seleksi individu atau kombinasi dengan seleksi famili, merupakan dua metode
berbeda dalam nilai pemuliaan ternak. Nilai pemuliaan individu ternak tidak efektif jika di-
aplikasi pada populasi ternak dengan nilai heritabilitas rendah, karena dapat meng-
hasilkan nilai respon seleksi yang rendah pula. Berdasarkan hasil praktikum, hasil respon
seleksi nilai pemuliaan famili, memiliki hasil mutu genetik atau nilai pemuliaan yang lebih
baik dan tinggi dibandingkan dengan hasil seleksi kombinasi individu. Hal tersebut telah
sejalan dengan Ariyanto (2015), bahwa nilai respon seleksi serta peningkatan nilai pemuli-
aan atau mutu genetik dengan nilai heritabilitas rendah pada hasil metode kombinasi da-
pat diperbaiki dengan metode seleksi famili yang dapat mengahsilkan nilai pemuliaan
yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil praktikum, nilai standar deviasi atau simpangan baku seleksi
dipengaruhi oleh keragaman populasi yang tinggi akibat pengaruh lingkungan. Hal terse-
but telah sejalan dengan Noor (2010), bahwa populasi ternak dengan sifat keragaman
tinggi diakibatkan oleh pengaruh lingkungan yang besar menutupi pengaruh komponen
genetik individu serta famili ternak tersebut.
2. Kesimpulan
 Nilai pemuliaan ternak merupakan nilai yang di dapatkan berasal dari hasil perhi-
tungan data produksi terukur (fenotipe), nilai pemuliaan merupakan pencerminan
potensi genetik seekor ternak untuk sifat tertentu secara relatif.
 Seleksi merupakan suatu istilah untuk memilih ternak-ternak yang secara genetik
memiliki mutu baik untuk dipakai sebagai tetua pada generasi selanjutnya. Ternak
yang tidak terpilih seleksi akan disingkirkan atau dijual dalam proses culling.
 Nilai efektivitas seleksi merupakan indikasi yang digunakan untuk mengukur se-
berapa baik nilai pemuliaan respon seleksi yang telah ditafsir, indikasi kualitas,
produktivitas, serta nilai pemuliaan ternak terpilih dari populasi terpilih.
 Nilai pemuliaan hasil seleksi kombinasi lebih rendah dibandingkan hasil respon se-
leksi famili, oleh karena itu seleksi famili memiliki nilai pemuliaan yang lebih tinggi
dan memperbaiki potensi genetik ternak.
 Respon seleksi menentukan seberapa besar nilai diferensial seleksi suatu ternak,
nilai respon seleksi pada dasarnya dipengaruhi oleh selisih fenotipe populasi ter-
nak terpilih dengan ternak pengganti. Nilai respon seleksi memiliki korelasi dengan
peningkatan mutu genetik dan nilai heritabilitas ternak.
 Mutu genetik dipengaruhi oleh faktor seperti, genetik, non aditif serta pengaruh
lingkungan, keragaman sifat suatu ternak dipengaruhi sebagian besar oleh
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto, D. 2015. Seleksi Yang Tepat Memberikan Hasil yang Tepat. Media Akuakultur.
10 (2): 65 – 70.
Noor, R. R. 2010. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prabowo, S., Atabany, A. I., I. Komala., A. Yani., Cyrilla, L., Murfi, A., dan Purwanto, B. P.
2013. AKURASI ESTIMASI PRODUKSI SUSU TEST INTERVAL METHOD SEBAGAI ALTER-
NATIF SELEKSI SAPI PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN DI AREA TROPIKA BASAH. Jur-
nal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasi; Peternakan. 1 (3): 127 – 131.
Safitri, L., Hamdani, M. D. I., Husni, A., dan Sulastri. 2019. Estimasi Nilai Pemuliaan Bobot
Sapih Sapi Peranakan Ongole (PO) di Desa Wawasan Kecamatan Tanjungsaru Kabu-
paten Lampung Selatan. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan. 3 (2): 28 – 33.
Saputra, I. I., Sulastri., M. D. I, Hamdani dan A. Dakhlan. 2021. ESTIMASI REPITABILITAS
BOBOT SAPIH DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY KAMBING SABURAI
BETINA DI KECAMATAN SUMBEREJO, GISTING, DAN KOTA AGUNG TIMUR KABU-
PATEN TANGGAMUS. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan, 5 (1): 43 - 49.
Sulastri, dan Hamdani, M. D. I. 2018. DASAR PEMULIAAN TERNAK. ANUGRAH UTAMA RA-
HARJA. Bandar Lampung.
Tribudi, Y. A., Prihandini, P. W., Rahaddiansyah, M. I., dan S. Anitasari. 2021. Seleksi Calon
Pejantan dan Induk Sapi Madura Berdasarkan Nilai Pemuliaan Berat Lahir dan Sapih.
Jurnal Sains Peternakan Indonesia. 16 (1): 1 – 7.
Warmadewi, D. A., Oka, I. G. L., dan Ardika, I. N. 2017. EFEKTIVITAS SELEKSI DIMENSI
TUBUH SAPI BALI INDUK. MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN. 20 (1): 16 – 19.
Widya, P. P. B., Sumadi., T. Hartatik dan H. Saumar. 2014. SELEKSI PADA SAPI ACEH
BERDASARKAN METODE INDEKS SELEKSI (IS) DAN NILAI PEMULIAAN (NP). Majalah
Ilmu Peternakan 17 (3): 100 – 106.
BIODATA PENULIS

NAMA LENGKAP : ILHAN MANSIZ


NAMA PANGGILAN : HAN, SQUIDWARD, BOB, PAUL TAKEN, YAO MING, JA-
MENG, CIZ, SIZ
NIM : D0A020027
KELAS : G ( 2020 )
TEMPAT/TANGGAL LAHIR : BEKASI, 30 JUNI 2002
ALAMAT ASAL : RAWA LUMBU, BEKASI, JAWA BARAT
ALAMAT SEKARANG : JL. TELAGA SARANGAN NO.105 RT/RW 003/008 KELURA-
HAN PENGASINAN, KEC. RAWA LUMBU KOTA BEKASI,
JAWA BARAT
EMAIL : ilhan.mansiz@mhs,unsoed.ac.id
MOTTO HIDUP : “Bangkit dari reruntuhan!!”

Anda mungkin juga menyukai