Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ILMU TERNAK UNGGAS


“Pengaruh Kondisi Microclimate Inkubator terhadap Keberhasilan Penetasan”

Disusun Oleh:
1. Nur Aminatu Zahro D1A021016
2. Elia Nur Aisya D1A021031
3. Ulfa Husnul Mardiah D1A021035
4. Albert Marcellino D1A021106
5. Milati Shounia Dzilali D1A021116
6. M. Aulia Syafriawan D1A021151
7. Annurul Atiyatun T. D1A021191
Group D

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Telur ayam merupakan salah satu komoditas penting dalam industri peternakan.
Keberhasilan penetasan telur menjadi anak ayam yang sehat dan kuat memiliki dampak
langsung terhadap produktivitas dan keberlanjutan usaha peternakan. Dalam proses
penetasan telur, faktor-faktor lingkungan, termasuk kondisi mikroklimate di dalam
inkubator, dapat mempengaruhi perkembangan embrio dan akhirnya keberhasilan
penetasan.
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang harus diatur dengan baik dalam
inkubator. Suhu yang tepat mempengaruhi perkembangan embrio, termasuk tingkat
penetasan, laju pertumbuhan, dan kualitas anak ayam yang menetas. Perubahan suhu yang
signifikan dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan embrio dan bahkan
menyebabkan kematian.
Kelembaban juga memiliki peran penting dalam keberhasilan penetasan telur ayam.
Kelembaban yang tepat menjaga keseimbangan kelembaban embrio dan mencegah
dehidrasi atau kondisi terlalu lembab yang dapat menghambat pertumbuhan embrio.
Tingkat kelembaban yang tidak sesuai dapat menyebabkan masalah perkembangan, cacat
fisik, atau kematian embrio.
Ventilasi udara yang baik dalam inkubator sangat penting untuk menyediakan pasokan
oksigen yang cukup dan menghilangkan karbondioksida yang terakumulasi. Ventilasi yang
buruk dapat mengganggu kualitas udara di dalam inkubator dan berdampak negatif pada
perkembangan embrio, mempengaruhi keberhasilan penetasan.
I.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui faktor lingkungan di dalam inkubator yang menentukan
keberhasilan penetasan
2. Mahasiswa dapat mengetahui mengapa hasil dapa mesin tetas I lebih rendah
dibandingkan dengan mesin tetas II
3. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab mengapa induk dan telur yang dihasilkan
mempengaruhi tingkat keberhasilam penetasan
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan interaksi antar kualitas telur dengan
kondisi microclimate inkubator
II. PERTANYAAN UMUM

II.1 Skenario kasus


Embrio ayam/unggas bersifat ektotermik artinya tidak dapat menyeimbangkan suhu
tubuh (Piestun et al., 2008; Walter dan Seebacher, 2009) sehingga suhu penetasan menjadi
salah satu kriteria terpenting dalam penetasan (Lourens et al., 2005). Suhu di dalam
inkubator meningkat seiring dengan perkembangan embrio, ukuran telur dan tingkat
kesuburan/fertilitas (French, 1997). Pengaturan suhu inkubator sangat penting dilakukan
pengaturan sesuai dengan kondisi telur yang ditetaskan.Selama inkubasi kadar CO 2 dan O2
dalam inkubator sangat penting untuk perkembangan embrio dan dapat mempengaruhi
kinerja penetasan serta pasca penetasan. Daya tetas menurun seiring dengan penurunan
kadar O2 di udara. Peningkatan kandungan O2 di dalam inkubator dari 21,5 menjadi 23,4%
meningkatkan daya tetas. telah ditemukan hasil yang berbeda tentang pengaruh kadar CO 2
dalam inkubator terhadap kinerja. Kadar CO2 yang melebihi 1% pada tahap awal
mengakibatkan penurunan daya tetas.Suatu industri hatcery menetasan telur yang diambail
dari breeding farm, dengan sex ratio 1:10 ( 1jantan mengawini 10 ekor betina). Telur yang
ditetaskan pada mesin tetas I: diperoleh dari induk yang berumur 24-30 minggu (periode
awal produksi) dan pada mesin tetas II diperoleh dari induk yang berumur 32-40 minggu.
Mesin tetas I setting suhu 36,5°C dan kelembaban 60%; sedangkan mesin tetas II setting
suhu 37,5°C dan kelembaban 70%, ventilasi pada mesin tetas I dan II disetting sama. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa kematian embrio (7%) pada mesin tetas I lebih tinggi
dibandingkan dengan mesin tetas II (3%), sedangkan daya tetas yang dihasilkan dari mesin
tetas I sebesar 85 % dan pada mesin tetas II (95%). Jumlah dan performan anak ayam yang
dihasilkan pada mesin tetas I juga lebih rendah dibandingkan dengan mesin tetas II, hal ini
terlihat dari data grade out mesin tetas I sebanyak 3% dan mesin tetas hanya 1%.
II.2 Pertanyaan umum
1. Faktor lingkungan didalam inkubator apa saja yang menentukan keberhasilan
penetasan?
Penetasan telur unggas merupakan proses yang sangat penting dalam industri
peternakan ayam. Keberhasilan penetasan sangat bergantung pada faktor lingkungan di
dalam inkubator. Salah satu faktor lingkungan yang paling penting adalah suhu. Suhu di
dalam inkubator harus dijaga agar sesuai dengan kondisi telur yang ditetaskan. Telur unggas
bersifat ektotermik, sehingga tidak dapat menyeimbangkan suhu tubuhnya. Oleh karena itu,
suhu di dalam inkubator sangat penting untuk menjaga suhu embrio agar tetap stabil.
Selama perkembangan embrio, suhu di dalam inkubator harus meningkat sesuai dengan
tahapan perkembangan embrio. Jika suhu terlalu rendah, maka perkembangan embrio akan
terhambat begitu juga sebaliknya, jika suhu terlalu tinggi, maka embrio dapat mati (Ahya
dan Akuba, 2018).
Kelembaban juga merupakan faktor lingkungan yang penting dalam penetasan telur
unggas. Kelembaban di dalam inkubator harus dijaga agar telur tidak mengalami kekeringan
atau kelembaban yang berlebihan. Kelembaban yang terlalu rendah dapat membuat telur
mengalami kekeringan, sehingga embrio tidak dapat berkembang dengan baik. Berlaku juga
sebaliknya jika kelembaban yang terlalu tinggi dapat membuat telur terlalu lembab,
sehingga embrio dapat mati. Kelembaban di dalam inkubator harus dijaga dengan baik agar
embrio dapat berkembang dengan optimal. Kadar oksigen dan karbon dioksida di dalam
inkubator juga sangat penting untuk mendukung perkembangan embrio. Kadar oksigen
yang cukup dapat meningkatkan daya tetas embrio (Hasanah et al., 2019)
Penetasan telur tidak hanya mementingkan kualitas telur yang digunakan namun,
mikroklimate di dalam inkubator sangat penting dalam penetasan telur unggas. Telur yang
memiliki kualitas yang baik akan memiliki kemampuan untuk mengatur suhu tubuh dan
mengatur kadar oksigen dan karbon dioksida di dalam inkubator. Kualitas telur juga
mempengaruhi kelembaban di dalam inkubator. Telur yang berukuran besar cenderung
membutuhkan kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur yang berukuran
kecil. Oleh karena itu, pengaturan kondisi mikroklimat di dalam inkubator harus disesuaikan
dengan kondisi telur yang digunakan.
2. Mengapa penetasan pada mesin tetas I hasilnya lebih rendah dibandingkan dengan
mesin tetas II?
Penetasan telur pada mesin tetas dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kegagalan
penetasan dapat terjadi karena adanya faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi
telur. Setting suhu pada mesin tetas I sebesar 36,5°C, sementara telur yang digunakan
berasal dari induk yang berumur 24-30 minggu. Pada umur tersebut, telur memerlukan suhu
yang lebih tinggi untuk mendukung perkembangan embrio yang optimal. Kelembaban pada
mesin tetas I sebesar 60% juga mungkin terlalu rendah untuk menjaga keseimbangan air
pada telur. Kondisi ini dapat menyebabkan kekeringan pada telur, sehingga mempengaruhi
perkembangan embrio dan kesehatan embrio. Hal terseut sesuai dengan pernyataan Krista
dan Harianto (2020) yang menyatakan bahwa iklim di lingkungan sekitar (iklim incubator)
akam berpengaruh pada daya tetas telur.
Kematian embrio pada mesin tetas I juga lebih tinggi dibandingkan dengan mesin tetas
II. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
telur. Kondisi suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mempengaruhi
perkembangan embrio, dan dapat menyebabkan kematian embrio pada tahap awal
perkembangan. Kondisi kelembaban yang tidak tepat juga dapat mempengaruhi kesehatan
embrio dan dapat menyebabkan kematian embrio.
Peningkatan daya tetas dan performa anak ayam pada mesin tetas II mungkin
disebabkan oleh setting suhu dan kelembaban yang lebih sesuai dengan kondisi telur. Telur
yang digunakan pada mesin tetas II berasal dari induk yang berumur 32-40 minggu, sehingga
mungkin memerlukan suhu dan kelembaban yang berbeda untuk mendukung
perkembangan embrio yang optimal. Dengan demikian, setting suhu dan kelembaban pada
mesin tetas II mungkin lebih sesuai dengan kebutuhan telur dan dapat mendukung
perkembangan embrio yang lebih baik.
Kondisi lingkungan pada inkubator saat proses penetasan telur sangat penting dan
harus diatur dengan baik. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan kebutuhan telur
dapat mempengaruhi perkembangan embrio dan kesehatan anak ayam yang dihasilkan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan kondisi lingkungan pada inkubator
untuk mendukung keberhasilan penetasan telur.
3. Mengapa induk dan telur yang dihasilkan berpengaruh terhadap keberhasilan
penetasan?
Menurut Aqila et al. (2021) kondisi kesehatan dan usia induk dapat mempengaruhi
kualitas telur yang dihasilkan. Telur yang dihasilkan oleh induk yang lebih tua cenderung
memiliki kualitas yang lebih rendah dan daya tetas yang lebih rendah. Selain itu, induk yang
kurang sehat atau mengalami stres dapat menghasilkan telur dengan kualitas yang buruk
dan berdampak pada daya tetas yang rendah. Kualitas telur yang baik sangat penting untuk
keberhasilan penetasan. Telur yang memiliki kualitas yang baik dan segar memiliki daya
tetas yang tinggi, sehingga penting untuk memilih telur yang segar dan berkualitas untuk
dijadikan bahan penetasan.
Penanganan telur sejak awal harus dilakukan dengan baik untuk memastikan kualitas
telur tetap terjaga sampai saat penetasan. Metode pengambilan telur juga sangat penting
untuk memastikan kualitas telur yang baik. Pengambilan telur yang tidak tepat dapat
menyebabkan telur tergores atau retak, yang akan berdampak pada kualitas telur. Nutrisi
yang diberikan pada induk juga dapat mempengaruhi kualitas telur yang dihasilkan.
Pemberian nutrisi yang tepat dan seimbang dapat meningkatkan kualitas telur dan daya
tetasnya. Oleh karena itu, penting untuk memberikan pakan yang seimbang dan nutrisi yang
cukup untuk induk (Rasyaf, 2011).
Pemilihan jenis ayam juga dapat mempengaruhi kualitas telur dan daya tetasnya.
Beberapa jenis ayam memiliki kemampuan produksi telur yang lebih baik daripada jenis
ayam lainnya. Oleh karena itu, dalam pemilihan induk ayam untuk dijadikan bahan
penetasan, perlu diperhatikan jenis ayam yang dipilih agar dapat menghasilkan telur dengan
kualitas yang baik dan daya tetas yang tinggi.
4. Jelaskan interaksi antar kualitas telur dengan kondisi mikroklimate inkubator?
Kualitas telur memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan penetasan di
dalam inkubator. Telur yang memiliki kerusakan pada kulitnya dapat menyebabkan
kebocoran gas di dalam inkubator, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kadar oksigen
dan karbondioksida. Kadar oksigen dan karbondioksida yang tidak stabil dapat menghambat
perkembangan embrio dan dapat menyebabkan kematian embrio yang lebih tinggi.
Kerusakan kerabang telur biasanya dipengaruhi oleh metode pengambilan telur. Telur yang
diambil dengan cara yang kurang baik dapat mengalami kerusakan pada kulitnya atau
bahkan mengalami kerusakan internal yang tidak terlihat. Hal ini dapat mempengaruhi
kualitas telur dan keberhasilan penetasan (Hasrawati et al., 2020).
Ukuran telur juga dapat mempengaruhi suhu di dalam inkubator. Telur yang lebih
besar memerlukan waktu lebih lama untuk mengeluarkan panasnya, sehingga suhu di
sekitar telur tersebut akan lebih tinggi. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan suhu
di dalam inkubator dan mempengaruhi perkembangan embrio secara keseluruhan. Oleh
karena itu, pengaturan suhu pada inkubator harus diperhatikan dengan baik untuk
memastikan suhu yang merata di seluruh bagian incubator (Wndanto et al., 2021).
Usia telur juga dapat mempengaruhi keberhasilan penetasan di dalam inkubator. Telur
yang diambil dari induk yang lebih tua cenderung memiliki kualitas yang lebih rendah dan
daya tetas yang lebih rendah. Pemilihan telur berdasarka usia induk perlu untuk dilakukan
karena telur yang berasal dari induk dengan usia lebih tua memiliki struktur dan kualitas
telur yang berbeda dengan telur yang berasala dari induk dengan usia yang lebih muda
(Manggiasih, 2015).
III. PENUTUP

III.1 Kesimpulan
1. Faktor mikroklimate inkubator yang mempengaruhi proses penetasan telur diantaranya
adalah suhu, kelembaban, dan kadar oksigen dan karbondioksida.
2. Tingkat penetasan dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti iklim di dalam incubator,
induk telur, jenis ayam, dan faktor internal telur seperti keadaan telur.
3. Induk telur berpengaruh terhadap daya tetas karena induk telur berpengaruh terhadap
kualitas telur. Kondisi induk, nutrisi yang diberikan kepada induk juga akan berpengaruh
terhadap telur yang dihasilkan.
4. Kondisi telur akan berpengaruh terhadap iklim di dalam incubator hal ini ditunjukan bila
terjadi keretakan pada telur maka kadar udara di dalam incubator akan berubah.
DAFTAR PUSTAKA

Ahya, R., & Akuba, S. (2018). Rancang bangun alat penetas telur semi otomatis. Jurnal
Teknologi Pertanian Gorontalo (JTPG), 3(1), 44-44.
Aqilla, H. R., Latif, H., & Daud, M. (2021). Pengaruh Penggunaan Tepung Maggot (Hermetia
illucens) dan Sprouted Fodeer for Chicken (SF2C) Dalam Pakan Fermentasi Terhadap
Produksi dan Kualitas Telur Ayam Hibrida. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 6(3),
79-87.
Hasanah, N., Wahyono, N. D., & Marzuki, A. (2019). Teknik manajemen penetasan telur
tetas ayam kampung unggul kub di kelompok gumukmas jember. Jurnal Ilmiah Fillia
Cendekia, 4(1), 13-22.
Hasrawati, A., Hardianti, H., Qama, A., & Wais, M. (2020). Pengembangan Ekstrak Etanol
Limbah Biji Pepaya (Carica papaya L.) Sebagai Serum Antijerawat. Jurnal Fitofarmaka
Indonesia, 7(1), 1-8.
Krista, B., & Harianto, B. (2010). Buku Pintar Beternak dan Bisnis Ayam Kampung.
AgroMedia.
Manggiasih, N. N. (2015). Susut telur, lama dan bobot tetas itik lokal (Anas sp.) berdasarkan
pola pengaturan temperatur mesin tetas. Students e-Journal, 4(3).
Rasyaf, I. M. (2011). Beternak ayam kampung. Penebar Swadaya Grup.
Wendanto, W., Prasetyo, O. B., Praweda, D. R., & Arbi, A. R. K. (2021). Alat Pengontrolan
Suhu Penetas Telur Otomatis Menggunakan ESP8266 Wemos D1 Mini Berbasis
Internet of Things. Go Infotech: Jurnal Ilmiah STMIK AUB, 27(2), 167-176.

Anda mungkin juga menyukai