Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK SAPI PERAH

“Sifat , Klasifikasi dan Pembuatan Keju”

Disusun Oleh:
Kelas F
Kelompok 1

Azky Rusdyan Fauzi 200110150047

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2017
Keju adalah produk yang dibuat dengan cara mengkoagulasikan kasein susu,
susu krim atau susu yang kaya dengan krim. Koagulasi dapat dilakukan dengan
koagulasi garam, asam atau enzim, pemekatan atau kombinasinya (Zubaidah, 1998).
Menurut Nurhidayati (2003), keju sebagai produk dengan bahan dasar susu
merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein
hewani. Selama ini produk pengolahan keju melalui fermentasi sering terkontaminasi
oleh yeast sebagai (secondary microflora). Namun telah diteliti bahwa keberadaan
mikroflora sekunder tersebut justru memberikan kontribusi yang signifikan pada
proses pematangan keju (Balia, 2006).
1. Sifat Keju
Sifat Fisik Keju Pada proses pembentukan keju akan terbentuk 2 golongan
protein, yaitu protein menggumpal disebut curd yang akan menjadi keju melalui
proses pembuatan selanjutnya dan protein terlarut yang disebut whey (Murti, 2002).
1. Curd
Curd adalah gumpalan yang terbentuk oleh aktivitas koagulan, yaitu campuran enzim
yang mempunyai aktivitas proteolitik. Koagulan biasanya disebut rennet (Johnson,
1991 . Jumlah curd yang dihasilkan akan meningkat dengan meningkatnya suhu
hingga 400C dan kemudian akan menurun pada suhu yang lebih tinggi. Namun curd
yang terbentuk pada suhu 400C kenyal seperti karet dan tidak dapat dipotong dengan
mulus apabila disimpan terlalu lama (Daulay, 1991a).
2. Whey
Whey merupakan protein yang tidak mengalami presipitasi karena asam, dan
mencerminkan sekitar 20% dari total kandungan protein (Murti, 2002). Menurut Law
(1997), pada prinsipnya whey protein pada susu sapi terdiri dari β-laktoglobulin dan
αlaktalbumin, kandungan serum albumin dan immunoglobulin yang sedikit lebih
rendah dibanding curd, sedikit laktoferin, serta protein lain dan sekitar 40 enzim.
Whey merupakan hasil samping (by product) dari pembuatan keju. Keasaman dan
komposisi whey sangat bergantung dari jenis keju dan proses pembuatan keju. Pada
bahan kering whey pada beberapa jenis keju sekitar 5,5 sampai 7%. Serum susu
merupakan larutan yang tersisa setelah lemak dan casein diambil. Serum ini sama
dengan whey, yang merupakan hasil sisa pembuatan keju, walaupun dalam whey
masih terkandung sedikit lemak dan casein susu (Berg, 1988).
Komposisi Kimia Keju Menurut Sutomo (2006), kandungan protein keju lebih
tinggi jika dibandingkan susu segar. 100 g keju rata-rata mengandung 22,8 g protein,
sedangkan susu segar hanya 3,2 g per 100 g. Begitu juga dengan kandungan kalsium,
keju mengandung 777 mg dan susu segar hanya sekitar 143 mg setiap 100 g berat
bahan. Selain kandungan nutrisi di atas, keju juga tinggi karbohidrat, lemak, zat besi,
lemak, dan fosfor. Dengan mengkonsumsi 100 g keju, kebutuhan kalsium tersuplai
20-25% dari kebutuhan kalsium sehari. Dari beberapa hasil penelitian,
mengkonsumsi keju dapat mengurangi gejala sindrom pra menstruasi dan
memperkuat tulang. Kandungan beragam mineral yang tinggi pada keju sangat baik
untuk melindungi gigi dari karies, ini dikarenakan unsur tersebut dapat memperkuat
mineralisasi email pada gigi.
2. Klasifikasi Keju
Keju dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Menurut Kasikowski
dan Mistry (1997), keju dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan
komposisisnya, yaitu keju alami, keju proses, dan keju imitasi. Keju alami adalah
keju sebenarnya, keju proses adalah keju buatan yang di dalamnya mengandung 50-
90% keju alami, sedangkan keju imitasi adalah keju buatan yang terbuat dari bahan
selain susu dan aroma keju diperoleh dari aroma buatan atau keju alami.
Menurut Sumarjono (1987), keju dapat dikelompokkan menjadi dua
berdasarkan teksturnya, yaitu keju keras dan keju lunak. Keju keras masih dapat
dikelompokan lagi menjadi sangat keras dan agak keras. Keju sangat keras ada yang
dengan lubang (keju cheddar) dan ada yang tanpa lubang (keju swiss). Sedangkan
keju agak keras ada yang dimatangkan oleh jamur (keju requofort) dan ada yang
dimatangkan oleh bakteri (keju brick). Untuk keju lunak, pengelompokan dilakukan
menjadi tiga, yaitu keju yang dimatangkan oleh bakteri (keju limburger), oleh jamur
(keju camembert), dan keju yang tanpa dimatangkan (keju cottage).
Berdasarkan kematangan, keju dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu keju
mentah dan keju matang (ripened cheese). Keju mentah merupakan keju yang
diperoleh dari pembuatan keju sampai proses perendaman garam. Keju mentah
dibedakan menjadi 3, yaitu keju cottage, keju cream, dan keju cooking / no -
melt. Keju matang merupakan keju mentah yang diperam selama beberapa bulan
(Sumarjono, 1987).
Keju dibedakan dalam beberapa kategori yang terdiri atas : umur, tekstur,
metode pembuatan, kandungan lemak, jenis susu, dan asal negara/ daerah pembuatan.
Namun pembagian tersebut tidak mutlak karena beragamnya jenis keju. Menurut ahli
makanan Barbara Ensrud, keju dibagi atas : ¾ Keju segar (fresh) ¾ Keju whey ¾
Keju pasta filata ¾ Keju semi-lunak ¾ Keju semi-keras ¾ Keju keras/ tua ¾ Keju
krim ¾ Keju setengah matang ¾ Keju blue vein (berjamur) ¾ Keju susu sapi ¾ Keju
susu kambing ¾ Keju susu domba ¾ Keju berbau kuat ¾ Keju siap olah.
Berdasarkan golongan keju segar, whey, dan stretched curd, keju dibedakan
menjadi :
a. Keju cottage, yaitu keju segar tanpa bahan tambahan yang mudah basi, harus
disimpan dalam lemari pendingin. Keju cottage merupakan keju terbaik dalam
hal nilai nutrisinya. Tinggi protein kasein, rendah karbohidrat dan lemak
(hanya 5%). Cocok untuk salad buah dan sayuran.
b. Mozzarella, keju lunak Italia yang aslinya berasal dari susu kerbau liar.
Mengandung 22% lemak dan bersifat spesifik langsung meleleh ketika
dipanggang. Cocok untuk topping pizza atau campuran fritata.
c. Ricotta, keju lunak Italia bertekstur sangat rapuh dari whey susu sapi.
Mengandung 13% lemak. Berkombinasi rasa gurih dan lezat beraroma harum.
Cocok untuk aneka masakan pasta seperti lasagna dan spaghetti.
Berdasarkan golongan keju dibedakan menjadi :
a. Edam, keju Belanda populer bertekstur keras dan beraroma mirip kacang.
Kemasannya terbungkus lapisan sejenis lilin berwarna merah. Mengandung
28% lemak. Cocok untuk campuran kue kering (cookies) atau taburan
hidangan panggang.
b. Parmesan, keju bertekstur keras dari Parma, Italia berbentuk silinder warna
kuning muda. Beraroma tajam karena proses pemeraman yang lama (14-48
bulan). Cocok sebagai keju parut, taburan pizza, sup maupun aneka pasta.
Kandungan lemak 26%.
c. Cheddar, keju Inggris paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Rasanya
lezat dengan aroma tidak terlalu tajam. Cocok untuk masakan apa saja seperti
casseroles, sup, isi sandwich dan salad. Mengandung lemak 33% dengan masa
pemeraman 9-24 bulan. Emmenthal, keju keras Swiss yang cukup populer.
Jika dipotong akan terlihat lubang-lubang yang terbentuk selama proses
fermentasi. Banyak disuka karena lembut dan kaya aroma. Cocok sebagai
table cheese dimakan dengan anggur merah.
Berdasarkan kategori blue-vein atau berdasarkan umur keju dibedakan menjadi:
a. Camembert, keju lunak Perancis dari susu sapi yang diperam dengan jamur
selama 3 minggu. Sangat lembut dan creamy dengan warna kuning pucat.
Mengandung 24% lemak. Bisa langsung dimakan dengan roti, daging, atau
red wine. Juga sebagai table cheese dan campuran omelette, isi souffle,
pancake atau apple pie.
b. Brie, keju lunak Perancis dari susu sapi yang diperam minimal 1 minggu.
Kulit luar berwarna kuning pucat, sedikit abu-abu karena lapisan jamur,
dengan bagian dalam lembut meleleh. Lapisan jamurnya dapat dimakan (tidak
untuk dibuang). Aromanya tajam dan kandungan lemaknya 28%. Cocok
untuk salad, dan dimakan dengan buah olive atau pickle.
Berdasarkan kandungan/ isi, keju dibedakan menjadi :
a. Cream Cheese yaitu keju lunak berasa sedikit asam dari susu sapi yang
diperkaya dengan cream. Cream cheese mengandung 45% lemak, double
cream cheese 60% lemak, dan triple cream cheese 75% lemak. Keju ini cocok
sebagai hidangan penutup, misalnya cheese cake, pengisi pie, atau dimakan
bersama buah-buahan.
b. Keju siap olah (processed cheese) terbuat dari keju tradisional dan garam
pengemulsi, kadang ditambah susu, garam, bahan pengawet, dan pewarna
makanan. Keju ini tergolong murah dan dapat mencair dengan lembut. Biasa
dijual dalam kemasan utuh atau lapisan dan kemasan botol semprot.
c. Tersedia juga jenis keju kedelai (soy cheese) dan keju almond (almond
cheese) yang dikonsumsi karena diet, vegetarian, penderita lactosa
intolerance atau alergi susu hewani, atau penderita saluran pencernaan. Keju
kedelai sangat rendah lemak (8%), bebas kolesterol, sumber protein kedelai
dan isoflavone. Namun beberapa merek keju kedelai tidak sepenuhnya bebas
kandungan hewani karena ada yang mengandung kasein. Keju kedelai tidak
terlalu berbau khas keju kecuali ketika sedang dimasak/ dicairkan.
3. Pembuatan Keju
3.1 Prinsip Pembuatan Keju
Di dunia terdapat beragam jenis keju. Seluruhnya memiliki prinsip dasar yang
sama dalam proses pembuatannya, yaitu:
1. Pasteurisasi susu
Pasteurisasi dilakukan pada susu dengan suhu 70°C, untuk membunuh seluruh
bakteri pathogen.
2. Pengasaman susu
Tujuannya adalah agar enzim rennet dapat bekerja optimal. Pengasaman dapat
dilakukan dengan penambahan lemon jus, asam tartrat, cuka, atau bakteri
Streptococcus lactis. Proses fementasi oleh Streptococcus lactis akan
mengubah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat sehingga derajat keasaman
(pH) susu menjadi rendah dan rennet efektif bekerja.
3. Penambahan enzim rennet
Rennet memiliki daya kerja yang kuat, dapat digunakan dalam konsentrasi
yang kecil. Perbandingan antara rennet dan susu adalah 1:5.000. Kurang lebih
30 menit setelah penambahan rennet ke dalam susu yang asam, maka
terbentuklah curd. Bila temperatur sistem dipertahankan 40 derajat celcius,
akan terbentuk curd yang padat. Kemudian dilakukan pemisahan curd dari
whey.
4. Pematangan keju (ripening)
Untuk menghasilkan keju yang berkualitas, dilakukan proses pematangan
dengan cara menyimpan keju ini selama periode tertentu. Dalam proses ini,
mikroba mengubah komposisi curd, sehingga menghasilkan keju dengan rasa,
aroma, dan tekstur yang spesifik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi
penyimpangan seperti temperatur dan kelembaban udara di ruang tempat
pematangan. Dalam beberapa jenis keju, bakteri dapat mengeluarkan
gelembung udara sehingga dihasilkan keju yang berlubang-lubang.
3.2 Pembuatan Keju

Ada lima tahapan utama dalam pembuatan keju :


1. Pasteurisasi
Pasteurisasi susu, dilakukan pada susu 70°C, untuk membunuh seluruh
bakteri pathogen.
2. Pengasaman
Susu dipanaskan agar bakteri asam laktat yaitu Streptococcus dan
juga Lactobacillus dapat tumbuh dengan baik. Bakteri - bakteri ini
memakan laktosa pada susu dan merubahnya menjadi asam laktat. Saat tingkat
keasaman meningkat, zat-zat padat dalam susu (protein kasein, lemak,
beberapa vitamin dan mineral) menggumpal dan membentuk dadih.
3. Pengentalan
Bakteri rennet ditambahkan ke dalam susu yang dipanaskan yang kemudian
membuat protein menggumpal dan membagi susu menjadi bagian cair (air dadih)
dan padat(dadih). Setelah dipisahkan, air dadih kadang-kadang dipakai untuk
membuat keju seperti Ricotta dan Cypriot hallumi namun biasanya air dadih tersebut
dibuang. Dengan bantuan sebuah alat yang berbentuk seperti kecapi, dadih keju
dihancurkan menjadi butiran-butiran. Semakin halus dadih tersebut maka semakin
banyak air dadih yang dikeringkan dan nantinya akan menghasilkan keju yang lebih
keras.
Rennet mengubah gula dalam susu menjadi asam dan protein yang ada
menjadi dadih. Jumlah bakteri yang dimasukkan dan suhunya sangatlah penting bagi
tingkat kepadatan keju. Proses ini memakan waktu antara 10 menit hingga 2 jam,
tergantung kepada banyaknya susu dan juga suhu dari susu tersebut. Sebagian besar
keju menggunakan rennet dalam proses pembuatannya. Namun zaman dahulu ketika
keju masih dibuat secara tradisional, getah daun dan ranting pohon aradigunakan
sebagai pengganti rennet.
4. Pengolahan dadih
Setelah pemberian rennet, proses selanjutnya berbeda-beda. Beberapa keju
lunak dipindahkan dengan hati-hati ke dalam cetakan. Sebaliknya pada keju-keju
lainnya, dadih diiris dan dicincang menggunakan tangan atau dengan bantuan mesin
supaya mengeluarkan lebih banyak air dadih. Semakin kecil potongan dadih maka
keju yang dihasilkan semakin padat.
5. Persiapan sebelum pematangan
a) Pencetakan
Saat dadih mencapai ukuran optimal maka ia harus dipisahkan dan dicetak.
Untuk keju-keju kecil, dadihnya dipisahkan dengan sendok dan dituang ke dalam
cetakan. Untuk keju yang lebih besar, pengangkatan dari tangki menggunakan
bantuan sehelai kain. Sebelum dituang ke dalam cetakan, dadih tersebut dikeringkan
terlebih dahulu kemudian dapat ditekan lalu dibentuk atau diiris.
b) Penekanan
Keju haruslah ditekan sesuai dengan tingkat kekerasan yang diinginkan.
Untuk kejulunak, penekanan biasanya tidak dilakukan karena berat dari keju tersebut
sudah cukup berat untuk melepaskan air dadih. Begitupun halnya dengan keju iris,
berat dari keju tersebut menentukan tingkat kepadatan yang diinginkan. } Meskipun
demikian, sebagian besar keju melewati proses penekanan. Waktu dan intensitas
penekanan berbeda-beda bagi setiap keju.
c) Pengasinan
Setelah keju dibentuk,dilakukan penambahan garam agar keju tidak terasa
tawar. Keju dapat diasinkan dengan empat cara yang berbeda. Bagi beberapa keju,
garam ditambahkan langsung ke dalam dadih. Cara yang kedua adalah dengan
menggosokkan atau menaburkan garam pada bagian kulit keju. Hal ini menyebabkan
kulit keju terbentuk dan melindungi bagian dalam keju agar tidak matang terlalu
cepat. Beberapa keju-keju yang berukuran besar diasinkan dengan cara direndam
dalam air garam. Perendaman keju bisa menghabiskan waktu berjam-jam hingga
berhari-hari. Cara yang terakhir adalah dengan mencuci bagian permukaan keju
dengan larutan garam. Selain memberikan rasa, garam juga membantu
menghilangkan air berlebih, mengeraskan permukaan, melindungi keju agar tidak
mengering serta mengawetkan dan memurnikan keju ketika memasuki
proses maturasi.
6. Pematangan
Pematangan (ripening) adalah proses yang mengubah dadih-dadih segar
menjadi keju yang penuh dengan rasa. Pematangan disebabkan oleh bakteri atau
jamur tertentu yang digunakan pada proses produkso. Karakter akhir dari keju banyak
ditentukan dari jenis pematangannya. Selama proses pematangan, keju dijaga agar
berada pada temperatur dan tingkat kelembaban tertentu hingga keju siap dimakan.
Waktu pematangan ini bervariasi mulai dari beberapa minggu untuk keju lunak
hingga beberapa hari untuk keju keras seperti Parmigiano-Reggiano.
DAFTAR PUISTAKA

Balia, R. L. 2006. Perlunya Perhatian terhadap Keberadaan Yeast dalam Produk


Makanan Kaitannya dengan Kesehatan Masyarakat. Laboratorium Pengolahan
Hasil Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Hal : 5.
Berg, J. C. T. V. D. 1988. Dairy Technology in The Tropics and Subtropics.
Natherlands: Pudoc Wageningen
Daulay, D. 1991a. Buku Monogaf Fermentasi Keju. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi. IPB
Johnson, E. L. and Stevenson. 1991. Dasar Kromatogafi Cair. Bandung: ITB
Kasikowski, F. V. and V. V. Mistry. 1997. 3rd Edition Cheese and Fermented Milk
Foods. Vol. 1: Origin and Principles Westport. Conn.
Law, B. A. 1997. Microbiology and Biochemistry of Cheese and Fermented Milk.
2nd Edition. London. UK : .Blacke and Professional. Chapman and Hall
Murti, T.W., 2002. Ilmu Ternak Kerbau. Kanisius. Yogyakarta
Nurhidayati, T. 2003. Pengaruh Konsentrasi Enzim Papain dan Suhu Fermentasi
terhadap Kwalitas Keju Cottage. KAPPA 4 (1): 13-17.
Sumarjono, H. 1987. Kapita Selekta II Susu dan Hasil Olahannya. Fakultas Pertanian.
Bogor: IPB
Sutomo, Budi. 2006. Mengenal Keju dan Manfaat Bagi Kesehatan.
http://budiboga.blogspot.com/2006/05/pernah-gagal-membuat-kue-kering-
baca.html. [29/05/2008]
Zubaidah, E. 1998. Teknologi Pangan Fermentasi . THP Universitas
Brawijaya.Malang.

Anda mungkin juga menyukai