Anda di halaman 1dari 5

Fortifikasi Vitamin A pada Minyak Goreng

Kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin A masih menjadi masalah di Indonesia. Meskipun vitamin A ada pada buah dan sayuran, tetapi jumlah yang dikonsumsinya harus dalam jumlah banyak. Beberapa solusi yang dapat yang dapat dilakukan untuk penanggulangan kekurangan vitamin A adalah diversifikasi pangan, suplementasi vitamin A dosis tinggi dan fortifikasi pangan. Pemberian suplemen atau kapsul vitamin A masih tergolong mahal bagi masyarakat, salah satu solusi yang dapat digunakan adalah fortifikasi vitamin A. Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi mikro dalam bahan makanan. Permasalahannya adalah mencari vehicle atau kendaraan yang tepat untuk difortifikasi. Kandidat bahan pangan yang dapat digunakan untuk fortifikasi saat ini adalah minyak goreng. Pemerintah menetapkan tahun 2011 merupakan awal pelaksanaan program nasional fortifikasi minyak goreng dengan vitamin A. Pelaksanaan di tingkat nasional ini merupakan kelanjutan dari proyek percobaan di Makassar tahun 2007-2008, yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan dengan bantuan hibah dari Pemerintah Jepang dan Bank Pembangunan Asia. Dengan fortifikasi vitamin A pada minyak goreng di sejumlah negara dapat menurunkan 25 persen angka kematian bayi dan anak balita akibat infeksi. Hal itu karena kekurangan vitamin A dapat melemahkan daya tahun tubuh terhadap penyakit yang dapat mematikan, seperti diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan malaria. Vitamin A juga melindungi anak, khususnya anak keluarga miskin, dari gangguan penglihatan, bahkan dari kebutaan akibat kekurangan vitamin A. Di Indonesia, menurut Kementerian Kesehatan, sekitar 9 juta anak balita dan 1 juta remaja putri kekurangan vitamin A - Program lanjutan. Pilihan pada minyak goreng sebagai pembawa vitamin A melalui perjalanan panjang. Minyak goreng yang mengandung provitamin A sehingga berwarna merah pernah dicoba disosialisasikan pada 1960-an, tetapi tak berhasil karena membuat warna makanan jadi merah. Beberapa tahun lalu, sebuah perusahaan swasta gagal memasarkan minyak goreng sawit dengan provitamin A tinggi. Selain warna makanan jadi merah, rasa makanan juga getir. Fortifikasi tak akan membuat penumpukan berlebihan di tubuh karena dosisnya sudah dihitung hati-hati. Vitamin A bersifat stabil sehingga tahan panas hingga 160 derajat celsius, seperti saat menggoreng dan penggorengan hingga tiga kali masih menyisakan 60 persen vitamin A. Kelemahannya, tak tahan sinar ultraviolet matahari sehingga penyimpanan harus baik. Selain itu, vitamin A masih impor.

Fortifikasi minyak goreng tidak berbahaya dan tidak akan menyebabkan keracunan karena bentuknya berupa liquid (cairan) serta sudah disesuaikan dengan standar yang berlaku. Dosis fortifikasi vit A pada minyak goreng sudah diperhitungkan secara internasional, yakni sekitar 15 (ppm), atau misalnya dalam 8 ton minyak hanya mengandung 0,5 Kg Vit A, berbeda dengan vitamin A yang berbentuk suplemen yang penggunaannya harus diatur serta tidak diperkenankan untuk dikonsumsi secara berlebihan. Fortifikasi vitamin A pada minyak goreng tidak berbahaya, juga tidak akan mengganggu pola makan yang dapat menyebabkan obesitas.

Di Indonesia yang dianggap cocok untuk Fortifikasi Vitamin A adalah minyak goreng, karena: 1. Hampir semua keluarga menggunakan minyak goreng dengan pola makan sehari-hari, termasuk keluarga miskin. (minyak goreng merupakan komoditas kedua setelah beras yang dikonsumsi oleh lebih dari 90% penduduk, konsumsi minyak goreng per kapita yang mencapai lebih ndari 23 gram (lebih dari 10 gram jumlah minimum utnuk fortifikasi), rumah tangga rata-rata menggunakan 1-3 kali minyak goreng utnuk penggorengan stabilitas vitamin A selama penyimpanan dan penggorengan juga telah teruji retensi selama penggorengan tinggi). 2. Pabrik minyak goreng di Indonesia jumlahnya terbatas + 77 diantaranya 5 besar yang sudah mensupply kebutuhan minyak goreng 70 % penduduk. 3. Telah tersedia teknologi Fortifikasi Vitamin A secara universal yang dapat menjamin: tidak merubah rasa, warna dan konsistensi minyak. 4. Fortifikasi minyak ternyata tidak menambah harga secara significant, sehingga masih terjangkau pembeli, khususnya untuk minyak curah yang banyak dikonsumsi keluarga miskin.

Evaluasi
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), kebutuhan vitamin A (g Retinol) anak/hari 375-500 g, untuk orang dewasa membutuhkan 600 g, sedangkan ibu hamil dan menyusui 300-350 g. Bahan baku minyak goreng adalah CPO (Crude Palm Oil) atau minyak sawit merah. Jumlah beta karoten (pro-vitamin A) di CPO mencapai 500-1000 ppm karotenoid atau 1 ml CPO mengandung karotenoid vitamin A sebesar 600 g retinol. Ini artinya 1 ml CPO dapat memenuhi kebutuhan vitamin A satu orang dewasa selama satu hari. Bayangkan jika 1 L CPO yang sama dengan 1000 ml artinya dapat memenuhi kebutuhan vitamin A 1000 orang per hari. Namun pada kenyataannya beta karoten dalam 1 L CPO dihilangkan ketika proses pemurnian (purifying), pemucatan (bleaching), dan penghilangan dari busukan (deodorizing). Warnanya kuning keemasan seperti yang kita kenal selama ini sehingga hampir semua karotenoidnya hilang. Dengan adanya kebijakan fortifikasi vitamin A, produsen harus menambahkan vitamin A sintetik ke dalam minyak goreng setelah penghilangan provitamin A dalam dalam CPO. Hal ini justru termasuk dalam pemborosan. Indonesia merupakan produsen terbesar penyumbang CPO dunia, yaitu diprediksi mencapai 47,2 persen atau 22,2 juta ton per tahun. Namun sangat disayangkan sekitar 60% dari produk CPO Indonesia diekspor ke luar negeri, sementara sisanya diserap untuk konsumsi di dalam negeri. Untuk penggunaan lokal, industri minyak goreng merupakan penyerap CPO dominan, mencapai 29,6% dari total produksi, sedang sisanya dikonsumsi oleh industri kimia, sabun dan margarine atau shortening.

Evaluasi dari sisi konsumen. Trimulyono, Handaru. 2008. Judul Penelitian : Penerimaan Konsumen Terhadap Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi Vitamin A. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Lebih dari separuh responden (58,9%) menyatakan suka terhadap warna minyak goreng curah baik yang difortifikasi vitamin A maupun minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A. Kurang dari separuh jumlah responden (44,6%) menyatakan suka terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara kesukaan responden terhadap warna dan aroma kedua jenis minyak goreng yang diujikan (p=0,586). Skor modus tingkat kesukaan warna dan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A adalah 5 (suka) dengan persentase penerimaan sebesar 89,3 persen. Lebih dari separuh jumlah responden (58,9%, 64,3% dan 69,6%) menyukai warna pisang goreng, tahu goreng, dan roti lasuna yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap warna pisang goreng (p=0,194), tahu goreng (p=0,750), dan roti lasuna (p=0,121). Skor modus tingkat kesukaan warna produk gorengan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifkasi vitamin A adalah 5 (suka) untuk pisang goreng, tahu goreng, dan roti lasuna. Lebih dari separuh jumlah responden (57,1%) menyukai aroma tahu goreng yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Kurang dari separuh jumlah responden (48,2%) menyukai aroma pisang goreng dan roti lasuna yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Uji KruskalWallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma pisang goreng (p=0,019), dan roti lasuna (p=0,050). Tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma tahu goreng (p=0,934). Skor modus tingkat kesukaan warna produk gorengan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifkasi vitamin A adalah 5 (suka) untuk ketiga jenis produk gorengan. Kurang dari separuh jumlah responden (41,1%, 42,9%, dan 41,1%) menyatakan suka terhadap rasa pisang goreng, tahu goreng, dan roti lasuna yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap rasa pisang goreng (p=0,000). Tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma tahu goreng (p=0,629) dan roti lasuna (p=0,312). Skor modus tingkat kesukaan warna produk gorengan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifkasi vitamin A adalah 5 (suka) untuk ketiga jenis produk gorengan. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap warna dan aroma minyak goreng curah yang diuji pada satu kali penggunaan, serta terhadap warna minyak goreng curah yang diuji pada dua kali penggunaan (p>0,05). Terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang diuji pada penggunaan pertama, kedua, dan ketiga, serta terhadap aroma minyak goreng curah yang diuji pada penggunaan pertama dan ketiga (p<0,05). Skor modus pada kesukaan warna dan aroma minyak goreng serta rasa makanan yang diolah dengan pengulangan pemakaian minyak goreng berkisar antara 3 (biasa) hingga 5 (suka). Jumlah keluhan mengenai minyak goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A lebih rendah dibanding jumlah keluhan mengenai minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Hal ini disebabkan pada saat pengujian minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A, responden lebih banyak menggoreng bahan pangan yang dapat merusak sifat fisik minyak goreng, misalnya minyak akan berbuih saat digunakan untuk menggoreng telur atau menjadi hitam saat menggoreng ikan yang berbumbu. Keluhan-keluhan mengenai minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A tergantung pada cara pemakaian dan kondisi penyimpanan minyak tersebut.

Anda mungkin juga menyukai