Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian keamanan pangan

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda

lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan

manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat

penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan

derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Saparinto &

Hidayati, 2006).

Keamanan pangan melingkupi semua tahapan proses makanan mulai

penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan, sampai penyajian

kepada konsumen harus terhindar dari bahaya. Keamanan pangan dapat

berupa pengendalian bahaya yang mengancam. keamanan pangan harus

diidentifikasi dan dikenal di tiap titik atau tahapan. Misalnya, larangan

penggunaan bahan makan berbahaya, seperti borak dan formalin pada

makanan atau minuman karena dapat menimbulkan penyakit bagi

konsumen (Anwar, 2010).

Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering mengakibatkan

terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari

keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyiapan dan

6
7

penyajian sampai resiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan

bahan tambahan makanan yang berbahaya jika berlebihan digunakan

(BPOM 2017). Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor

18 Tahun 2012 tentang pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan

upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan

cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,

merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga

aman untuk dikonsumsi.

Keamanan pangan pada dasarnya adalah higienie sanitasi makanan,

nilai gizi dan keamanan. Salah satu langkah pengawasan mutu adalah

dengan menerapkan sistim HACCP (Hazard Analysis Critical Control

Point) atau analisa bahaya dan pengendalian titik kritis. HACCP adalah

suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis

mengidentifikasi potensi-potensi bahaya tertentu serta cara-cara

pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan (Hermansyah, 2013).

B. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Dalam buku Pangan dan Gizi karangan Sagung Seto tahun 2001,

konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pertama kali

dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di Amerika Serikat bersama-

sama dengan US Army Nautics Research and Development Laboratories,

The National Aeronautics and Space Administration serta US Air Force


8

Space Laboratory Projec Group diminta untuk mengembangkan makanan

untuk dikonsumsi astronot pada gravitasi nol. Misi yang paling utama

dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk agar

para astronot tidak jatuh sakit. Jadi, perlu dikembangkan pendekatan yang

dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.

Tim tersebut akhirnya menyimpulkan cara terbaik untuk

mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan

penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai

HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik

yang memungkinkan menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini didekati

dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di

lapangan sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan

adalah bahaya patogen, logam berat, toksin, bahaya fisik, dan kimia serta

perlakuan yang mungkin dapat mengurangi cemaran itu (Seto, 2001).

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu

program pengawasan, pengendalian, dan prosedur pengaturan yang

dirancang untuk menjaga agar makanan tidak tercemar sebelum disajikan.

Sistem ini merupakan pendekatan sistematis terhadap identifikasi, evaluasi

pengawasan keamanan pangan secara bermakna (Arisman, 2009).

Sistem HACCP terutama diterapkan dalam industri makanan besar,

tetapi WHO telah membuktikan bahwa sistem ini dapat diterapkan hingga

ke tingkat rumah tangga. Konsep HACCP merupakan penggabungan dari


9

mikrobiologis makanan, pengawasan mutu, dan penilaian risiko. Sistem

HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero-risk

atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya

keamanan.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu

sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau

penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau

tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk

mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi

bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada

tindakan pencegahan daripada mengendalikan pengujian produk akhir.

Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan

untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap

kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik (Winarno, 2004).

Berdasarkan SNI HACCP 1998, HACCP adalah suatu piranti untuk

menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan

pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk

akhir. Setiap sistem HACCP mampu mengakomodasi perubahan seperti

kemajuan dalam rancangan peralatan, prosedur pengolahan atau

perkembangan teknologi. Penerapan HACCP sesuai dengan pelaksanaan

sistem manajemen mutu seperti ISO seri 9000 dan merupakan sistem

yang dipilih untuk manajemen keamanan pangan.


10

Menurut Winarno, definisi dari batasan dalam HACCP :

a. Bahaya (hazard) : Merupakan penyebab atau ancaman yang

potensial terhadap keselamatan dan keamanan konsumen atau

yang dapat mendatangkan kerusakan pada produk.

b. Analisis (Analysis) : Sistem apa saja yang dapat digunakan untuk

menganalisis adanya hazard yang berkaitan dengan keselamatan

konsumen (atau penerimaan produk).

c. Batas kritis (Critical Control) : Suatu lokasi, tingkat atau proses

yang bila tidak dikendalikan dengan baik dapat memberikan

ancaman bagi konsumen. Contohnya bahan mentah/segar

merupakan critical control point bila tidak ada tahap yang

dilakukan membebaskan makanan dari mikroba patogen yang

terdapat dalam bahan mentah tersebut.

d. Monitoring: Suatu verifikasi bahwa proses pengolahan atau cara

penanganan pada setiap control poin telah dilaksanakan dengan

benar

e. Resiko: Suatu kemungkinan bahwa hazard akan dirasakan

Tujuan dari penerapan HACCP dapat dikelompokkan menjadi dua

yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penerapan HACCP

adalah memelihara kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau

mengurangi kasus keracunan pangan (Haryadi, 2001).


11

Adapun tujuan khususnya adalah:

1) Mengevaluasi cara produksi pangan untuk mengetahui bahaya

yang mungkin timbul dari pangan.

2) Memperbaiki cara produksi pangan dengan memberikan

perhatian khusus terhadap tahap-tahap proses yang dianggap

kritis

3) Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan

pengolahan pangan serta penerapan sanitasi dalam memproduksi

pangan

4) Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh

operator dan karyawan

C. Sejarah HACCP

Konsep HACCP dimulai pada awal tahun 1960-an oleh Pillsbury

Company bekerja sama dengan The National Aeronautic and Space

Administration (NASA) dan Laboratorium Angkatan Bersenjata Amerika

Serikat. Sistem ini didasarkan pada konsep teknis analisis kegagalan, cara,

dan analisis dampak (failure, mode and effect analysis, FMEA) yang

mengkaji potensi kesalahan yang mungkin muncul di setiap tahapan

pelaksanaan, dan penempatan mekanisme pengendalian yang efektif secara

tepat. Konsep mendapatkan pengakuan dunia internasional, penerapannya di

dalam produksi makanan yang aman telah diakui. Badan Kesehatan Dunia
12

(WHO) sebagai metode yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit

bawaan makanan (foodborne disease) (Mortimore & Wallace, 2004).

D. Prinsip HACCP

HACCP merupakan suatu pendekatan sistematis untuk menjamin

keamanan makanan, yang diterangkan dalam buku karangan Thaheer tahun

2005, yaitu sistem HACCP terdiri dari 7 prinsip sebagai berikut:

Analisis Bahaya

Mengidentifikasi titik
kendali kritis (CCP)

Menentukan batas kritis

Membuat sistem
pemantauan CCP

Melakukan tindakan koreksi


terhadap penyimpanan

Menetapkan prosedur
verifikasi

Melakukan dokumentasi
Seluruh prosedur

Gambar 2.1 Tujuh Prinsip Sistem HACCP


13

1. Analisa Bahaya

Bahaya (hazard) : agen biologis, kimia atau agen fisik atau

faktor yang berpotensi untuk menimbulkan efek yang merugikan bagi

kesehatan (WHO, 2005). Bahaya yang ada harus ditiadakan atau

dikurangi sehingga produksi pangan dinyatakan aman. Penentuan

adanya bahaya berdasarkan tiga pendekatan yaitu keamanan pangan,

sanitasi, dan penyimpangan secara ekonomi seperti penggunaan bahan

yang tidak dibenarkan. Analisis bahaya adalah kemungkinan adanya

risiko bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala

macam aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima

karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan.

Bahaya tersebut meliputi keberadaan yang tidak dikehendaki

dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik pada bahan mentah

(Nurliana, 2004).

a. Bahaya kimia terjadi apabila bahan pangan terkontaminasi

pestisida dan pupuk kimia saat di lahan pertanian, logam

berbahaya. Bahaya kimia juga dapat berasal dari bahan tambahan

terlarang atau bahan tambahan pangan yang melebihi takaran

maksimum yang diizinkan dalam penggunaannya. Selain itu dapat

juga berasal dari bahan pangan atau makanan yang tercemar racun

kapang, misalnya biji-bijian atau kacang-kacangan seperti kacang

kedelai yang disimpan pada kondisi yang salah.


14

b. Bahaya mikrobiologi meliputi: bakteri patogen (kontaminasi,

pertumbuhan, ketahanan) beserta toksin-toksin yang dihasilkannya,

virus, jamur dan mikotoksin, protozoa.

c. Potensi bahaya fisik seperti: serpihan gelas atau logam dari mesin

atau wadah, benda-benda asing seperti pasir, kerikil atau potongan

kayu, rambut, tulang, atau bagian tubuh dari serangga dan hewan

lainnya yang mencemari pangan.

Analisis potensi bahaya adalah proses pengumpulan informasi

dan evaluasi potensi bahaya pada bahan pangan untuk dijadikan bahan

pertimbangan apakah potensi bahaya tersebut signifikan dan harus

dikendalikan pada perencanaan HACCP. Salah satu tahap analisis bahaya

adalah penentuan kelompok bahaya dari bahan baku, produk antara, dan

produk akhir yang dibagi menjadi 6 kelompok bahaya, yaitu bahaya A,

B, C, D, E, dan F. Berikut tabel pengelompokan bahaya:


15

Tabel 2.1. Pengelompokan Bahaya

Kelompok
Keterangan
Bahaya
Makanan non-steril untuk golongan berisiko tinggi
A seperti bayi, balita, pasien, lansia, ibu hamil, ibu
menyusui.
Makanan yang tersusun atas bahan yang sensitif
B
terhadap potensi bahaya biologi, kimia atau fisik.
Dalam pengolahan tidak terdapat tahap yang dapat
C menghilangkan atau mengurangi bahaya biologi,
kimia, atau fisik hingga batas yang dapat diterima.
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran
D kembali setelah pengolahan dan sebelum
pengemasan penyajian.
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran
E kembali atau penanganan yang kurang tepat selama
distribusi hingga diterima konsumen.
Makanan yang tidak mengalami proses pemanasan
setelah pengemasan hingga disantap oleh
konsumen untuk menghilangkan bahaya biologi.
F
Tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi,
menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya
kimia dan fisik.
Sumber: Rauf, 2013
16

Setiap produk diidentifikasikan terhadap kemungkinan

mengandung bahaya A sampai F, kemudian dikelompokkan berdasarkan

kategori risiko. Kategori risiko terbagi menjadi tujuh, yaitu kategori 0

sampai VI. Pengelompokkan kategori risiko dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 2.2. Kategori Penetapan Resiko

Kategori Karakteristik
Keterangan
Resiko Bahaya

0 0 (tidak ada Tidak mengandung bahaya A sampai F

bahaya)

I (+) Mengandung satu bahaya A sampai F

II (++) Mengandung dua bahaya A sampai F

III (+++) Mengandung tiga bahaya A sampai F

IV (++++) Mengandung empat bahaya A sampai F

V (+++++) Mengandung lima bahaya A sampai F

VI A+ (kategori Kategori resiko paling tinggi (semua

khusus) produk yang mempunyai bahaya A)

tanpa/dengan

bahaya A

sampai F
17

2. Mengidentifikasi Titik Kendali Kritis

Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi titik-titik atau

tahapan- tahapan proses mana saja yang dapat dikontrol guna

mencegah, menghilangkan, atau mengurangi terjadinya bahaya-bahaya

tersebut, sehingga dihasilkan produk yang aman. Dari hasil identifikasi

ini, maka akan didapatkan apa yang disebut Titik Kendali Kritis atau

Critical Control Point (CCP). CCP dapat didefinisikan sebagai titik,

atau tahapan atau prosedur dalam pengolahan makanan yang dapat

dikendalikan sehingga bahaya dapat dicegah atau diturunkan pada

tingkat yang dianggap aman. Untuk menetapkan apakah suatu tahapan

proses dapat dikategorikan sebagai titik kritis atau bukan, maka

digunakan Bagan Logika atau Pohon Keputusan (Decision Tree)

sebagai berikut.
18

P1 Apakah bahan mentah mungkin


MENGANDUNG/ SENSITIF bahan
berbahaya (mikrobiologi/kimia/ fisik)

YA TIDAK BUKAN CCP

Apakah PENANGANAN / PENGOLAHAN


(termasuk cara mengkonsumsi) dapat
menghilangkan atau mengurangi bahaya

YA TIDAK CCP

Gambar 2.2 Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP untuk Bahan Baku.

Sumber : (Juni G.L, STP, M.Kes)

Apakah formulasi atau komposisi adonan atau campuran penting


untuk mencegah terjadinya peningkatan bahaya?

Ya
Tidak Bukan CCP

CCP

Gambar 2.3 Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP untuk

formulasi/komposisi.

Sumber : (Nurhidayat, 2014)


19

Apakah tahap ini KHUSUS ditunjukan untuk


menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman

TIDAK YA CCP

Apakah KONTAMINASI bahaya dapat


terjadi / meningkat sampai melebihi batas

YA TIDAK BUKAN CCP

Apakah pada tahap selanjutnya dapat menghilangkan atau


mengurangi bahaya sampai batas aman

YA BUKAN CCP TIDAK CCP

Gambar 2.4 Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP untuk Proses Pengolahan

Sumber: (Juni G.L, STP, M.Kes)

3. Menentukan Batas Kritis

Batas kritis adalah nilai maksimum atau nilai minimum bahaya

biologi, kimia, atau fisik yang teridentifikasi yang harus dikendalikan

pada titik kritis untuk mencegah, menghilangkan, atau mengurangi

bahaya ke tingkat yang dianggap aman. Setiap CCP akan memiliki satu

atau lebih tindakan pencegahan yang harus dikontrol dengan baik untuk

memastikan pencegahan, penghapusan, atau pengurangan bahaya ke

tingkat yang dapat diterima. Agar efektif setiap batas kritis harus

(Surono, Sudibyo, & Waspodo, 2016):


20

a. Berdasarkan informasi yang telah terbukti. Sumber informasi

tentang batas kritis dapat diperoleh dari berbagai sumber,

misalnya, peraturan pemerintah, literatur ilmiah, dan konsultasi

dengan para ahli.

b. Ukuran batas kritis biasanya adalah kombinasi dari faktor-faktor

yang dapat diukur pada saat proses produksi berjalan, yaitu

seperti paparan suhu dan waktu pada proses sterilisasi, pH,

ukuran benda fisik dan sebagainya.

c. Nilai batas kritis harus memenuhi persyaratan peraturan

pemerintah dan atau standar perusahaan yang didukung dengan

data ilmiah analisis risiko (misalnya persyaratan suhu dan waktu

untuk proses termal seperti pasterisasi, memasak, dan

sebagainya).

4. Membuat Sistem Pemantauan CCP

Monitoring atau pemantauan batas kritis merupakan serangkaian

pengamatan atau pengukuran yang telah direncanakan untuk

memastikan bawa suatu CCP beroperasi di bawah kendali dan untuk

menyediakan catatan yang akurat untuk digunakan dikemudian hari

(Rauf, 2013). Dalam monitoring perlu juga dicantumkan frekuensi

pemantauan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan praktis. Lima

macam pemantauan yang penting dilaksanakan antara lain:

pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian


21

kimia, pengujian mikrobiologi (Sudarmadji, 2005).

Pelaksanaan monitoring atau pemantauan batas kritis

didasarkan pada 4 panduan, yaitu:

a) Apa yang dimonitor : biasanya batas kritis dari suatu CCP, seperti

suhu, waktu, pH, kadar air dan aktivias air (aw).

b) Bagaimana : umumnya dilakukan pengukuran fisik dan kimia (untuk

batas kritis kuantitatif) atau pengamatan (untuk batas kritis kualitatif).

c) Frekuensi : bisa secara kontinyu atau waktu-waktu tertentu.

d) Siapa : orang yang terlatih untuk melakukan aktivitas monitoring.

5. Melakukan Tindakan Koreksi Terhadap Penyimpanan

Tindakan koreksi adalah kegiatan yang dilakukan bila

berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpangan

dalam CCP pada batas kritis tertentu/ nilai target tertentu atau ketika hasil

pemantauan menunjukkan kecenderungan kurangnya pengendalian

(Sudarmadji, 2005). Tindakan perbaikan harus diambil pada saat batas

kritis terlampaui. Tindakan tersebut terencana, sehingga prosedur

perbaikan telah ditetapkan sebelumnya dan terdokumentasi pada rencana

HACCP. Prosedur perbaikan yang akan dilakukan telah dipastikan tidak

ada dampak bagi keamanan produk (Rauf, 2013).

Data tentang pemantauan harus diperiksa secara sistematis

untuk menentukan titik dimana pengendalian harus ditingkatkan atau

apakah modifikasi lain diperlukan. Dalam hal ini, sistem dapat beradaptasi
22

terhadap perubahan kondisi dengan cara penyesuaian yang

berkesinambungan (Sudarmadji, 2005).

6. Menetapkan Prosedur Verifikasi

Verifikasi adalah pemastian bahwa tindakan pengendalian telah

dilakukan selama proses. Berbeda dengan tindakan pemantauan atau

monitoring, verifikasi merupakan tindakan untuk memastikan bahwa

seluruh prosedur dalam rancangan HACCP telah dijalankan dengan

benar, memastikan setiap tahapan kritis dalam proses produksi telah

benar-benar terkendali, memenuhi standar kritis yang telah ditetapkan

dan memastikan bahwa tujuan menghasilkan produk yang aman sudah

tercapai (Surono, Sudibyo, & Waspodo, 2016). Contoh : catatan

membenarkan bahwa kue keju dipanggang selama 55 menit pada suhu

144℃. Kegiatan verifikasi mencakup audit terhadap sistem HACCP,

serta peninjauan dan analisis data seperti catatan CCP untuk

memastikan ketaatan terhadap program, pengambilan sampel dan

pengujian produk secara mikrobiologis dan kimiawi, pengkajian

laporan keluhan konsumen dan kalibrasi peralatan.

a. Audit secara teratur

Audit merupakan suatu kegiatan pokok yang harus

mencakup inspeksi terhadap laporan produksi, penyimpangan,

tindakan yang dilakukan serta pengkajian terhadap pelaksanaan dan


23

prosedur yang digunakan untuk mengendalikan CCP. Jika audit

internal diselenggarakan–audit dilakukan oleh usaha itu sendiri –

penting kiranya audit dilaksanakan oleh karyawan yang tidak

terlibat dalam kajian HACCP ini atau tidak terlibat dalam

manajemen harian rancangan HACCP karena orang yang tidak

berhubungan dengan proses tersebut pendekatannya lebih objektif.

Audit eksternal juga merupakan kegiatan verifikasi dan

kemungkinan dapat dilakukan oleh konsumen, peninjau dari

pemerintah atau pihak ketiga yang dipekerjakan baik oleh

konsumen maupun oleh usaha itu sendiri. Audit secara teratur

menghasilkan bukti bahwa rancangan HACCP tetap berjalan

dengan efektif. Manfaat dilakukannya audit terhadap sistem

HACCP antara lain.

1) Kesinambungan kepercayaan terhadap keefektifan sistem

dan kesadaran akan manajemen keamanan makanan.

2) Perbaikan sistem melalui identifikasi area yang lemah.

3) Pemberian bukti terdokumentasi bahwa keamanan makanan

telah terkelola.

b. Analisis data

Kegiatan ini memastikan bahwa rancangan HACCP tetap

berjalan dengan efektif, tren yang terbentuk dapat dianalisis dan

tindakan perbaikan dapat dilaksanakan. Mengingat adanya

kebutuhan akan praktik higiene yang baik yang menjadi prasyarat,


24

catatan tersebut juga harus dikaji di tempat asalnya. Jenis data yang

perlu dikaji secara teratur sangat beragam dan mungkin meliputi:

1) HACCP : buku laporan harian HACCP, hasil uji, bagan

kendali proses, laporan audit HACCP, dan keluhan

konsumen.

2) Prasyarat : laporan kontrol hama, laporan audit rumah tangga

atau higiene

7. Melakukan Dokumentasi Seluruh Prosedur

Catatan harian sejak penerimaan bahan baku, proses pengolahan

hingga menjadi produk, selalu tersimpan dengan baik. Hal ini untuk

mengantisipasi jika suatu saat ada pengaduan dari konsumen, pihak

produsen akan lebih mudah dan dalam waktu singkat dapat mendeteksi

kapan dan pada tahap apa terjadinya penyimpangan. Makin cepat

sumber penyimpangan terdetesi, semakin cepat proses evaluasi,

tindakan perbaikan dan verifikasi dilakukan (Rauf, 2013).

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Penerapan Sistem HACCP

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, faktor-faktor yang akan diuji

pengaruhnya terhadap efektifitas penerapan HACCP, dan mengacu pada hasil

penelitian Fotopoulos et.al dalam Hilman dan Sari (2014) mengatakan faktor-

faktor tersebut meliputi Atribut Manusia (Human Attributes), Atribut Sistem

(Sistem Atributes), Atribut Eksogen (Exogenous Attributes), Atribut

Perusahaan (Company Attributes).


25

a. Atribut Manusia

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam

Hilman dan Sari (2014), atribut manusia direfleksikan oleh beberapa

indikator yaitu pengetahuan karyawan, pelatihan karyawan, dan

perilaku karyawan. Hasil Penelitian Mensah et.al (2011) penerapan

HACCP dipengaruhi motivasi karyawan, dan resistensi karyawan

terhadap perubahan. Penerapan HACCP dipengaruhi pengetahuan

yang dimiliki Tim HACCP.

b. Atribut Sistem

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam

Hilman dan Sari (2014), atribut sistem direfleksikan oleh beberapa

indikator yaitu sumber daya keuangan, waktu implementasi, dan

penggunaan kertas kerja. Hasil Penelitian Taylor dan Kane (2005),

penerapan HACCP dipengaruhi kurangnya penanganan rekaman dan

dokumentasi (Lack of documentation and record keeping). Mensah

et.al (2011) juga menyatakan bahwa penerapan HACCP dipengaruhi

oleh biaya pengembangan dan implementasi sistem HACCP, hasil ini

didukung oleh penelitian Karaman et.al (2012) bahwa hambatan

penerapan HACCP adalah biaya yang tinggi.

c. Atribut Eksogen

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam

Hilman dan Sari (2014), atribut eksogen direfleksikan oleh beberapa

indikator yaitu technical consultant, goverment and autorities, legal


26

requirement dan expanding foreign market. Hasil Penelitian Ehir et.al

(2005), penerapan HACCP pengetahuan dari regulator dalam

melakukan inspeksi.

d. Atribut Perusahaan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam

Hilman dan Sari (2014), atribut perusahaan direfleksikan oleh

beberapa indikator yaitu PRP, commitment management, involvement

of all employee dan validation dan verification HACCP Plan. Hasil

penelitian Fotopoulos et.al dalam Hilman dan Sari (2014), terdapat

persamaan dengan penelitian Karaman et.al (2012), faktor yang

menjadi hambatan penerapan HACCP adalah Aplikasi PRP. Hasil

Penelitian Bas et.al (2007), hambatan penerapan HACCP adalah lack

of PRP, Staf turn over dan lack of communication.


27

F. Kerangka Teori

Faktor yang mepengaruhi


 Atribut Manusia
 Atribut Sistem
 Atribut Eksogen
 Atribut Perusahaan

Diterapkan

Produk Gadon
daging sapi Prinsip HACCP
Cincang Tidak
Diterapkan

Keterangan :

: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 2.5. Kerangka Teori


28

G. Kerangka Konsep

Diterapkan
Produk Gadon
Daging Sapi Prinsip
Cincang HACCP

Tidak Diterapkan

Gambar 2.6. Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai