Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KEPANITRAAN

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG

UNIVERSITAS ANDALAS

HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA MENU

KALIO TELUR TAHUN 2018

Oleh:

Meicy Astuti 1611226021

Takrima Husna Erman 1411222015

Ainal Mardiah Rahmah 1411222008

Panji Maulana 1411222030

PRODI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2018
BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan salah satu kebutuhan terpenting manusia untuk

keberlansungan hidupnya. Apalagi untuk orang yang sakit, makanan merupakan

salah-satu indikator penunjang untuk kesembuhannya.tetapi makanan juga dapat

menularkan berbagai jenis penyakit. Apabila saat proses-proses pengolahannya

tidak sesuai dengan standar yang ada serta mengabaikan prinsip-prinsip hygiene

dan sanitasi.

Setiap tahun angka kejadian keracunan makanan di amerika serikat tercatat

berkisar 48 juta orang sakit, 128.000 di rawat di rumah sakit, dan 3.000 orang

meninggal dunia (CDC, 2011). Kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di

Indonesia tahun 2012 sebanyak 84 kejadian dari 23 propinsi. Jumlah orang yang

terpapar keracunan pangan sebesar 8.590 orang (BPOM, 2012). Sedangkan

ditahun 2013 KLB kercunan pangan di Indonesia mengalami penuruna 36%

dengan 48 kejadian yang berasal dari 34 propinsi. Jumlah orang terpapar dalam

KLB keracunan pangan sebesar 6.926 orang (BPOM, 2013).

Banyaknya kasus keracunan makanan menimbulkan tuntuntan akan

jaminan keamanan pangan terus bertambah sejalan meningkatnya kesadaran


masyarakat tentang pentingnya kesehatan pangan yang dikonsumsinya. Konsumen

telah menyadari bahwa produk yang aman dikonsumsi diperoleh dari bahan baku

dengan kualitas baik, ditangani secara benar, serta diolah dan didistribusikan

secara tepat sehingga pada akhirnya dihasilkan produk yang aman dikonsumsi

Keamanan makanan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah makanan dari kemungkinan cemaran biologis, kimiawi dan benda lain

yang dapat menganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan sehingga

menjadi hal yang mutlak harus dipenuhi dalam proses pengolahan makanan di

rumah sakit. Makanan yang tidak aman dapat menyebabkan food borne disease,

yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi makanan yang

mengandung atau tercemar senyawa/bahan beracun atau organism

pathogen.(PGRS,2013)

Salah satu cara untuk menjamin keamanan produk yang akan diberikan

kepada pasien yaitu menggunakan system pengendalian kualitas keamanan

pangan yang mempunyai tujuan dan tahapan jelas, yaitu metode HACCP (Hazard

Analysis Critical Control Point). Salah satu alas an mengenai HACCP itu penting

adalah karena selama proses prodeuksi memiliki peluang terjadinya pencemaran

yang dapat membahayakan konsumen. Pencemaran tersebut misalnya kontaminasi

silang yang terjadi dari pertugas penjamaah makanan yang kurang menjaga
kebersihan dan kurang memperhatikan standar-standar yang ada saat prosese

produksi.

Berdasarkan penjabaran diatas kami tertarik melakukan HACCP (Hazard

Analysis Critical Control Point) pada salah satu menu yaitu “Kalio Telur” di

Instalasi Gizi RSUP DR M.Djamil Padang.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah penerapan HACCP (Hazard Analisys Critical Control Point)

pada menu “Kalio Telur” di Instalasi Gizi RSUP DR M.Djamil Padang?

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum :

Untuk mengeva;uasi bahaya-bahaya yang terdapat selama proses produksi

kalio telur melalui penerapan prinsip-prinsip HACCP (Hazard Analysis

Critical Control Point) di Instalasi Gizi RSUP DR M.Djamil Padang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui proses produksi kalio telur di Instalasi Gizi RSUP DR

M.Djamil Padang.

b. Mengetahui penerapan HACCP pada produksi kalio telur di Instalasi

Gizi RSUP DR M.Djamil Padang.


c. Mengidentifikasi potensi bahaya selama proses produksi kalio telur

Instalasi Gizi RSUP DR M.Djamil Padang

d. Menentukan titik kendali kritis untuk bahaya-bahaya selam prose

produksi kalio telur Instalasi Gizi RSUP DR M.Djamil Padang.

1.4 Manfaat

1. Bagi rumah sakit

a. Memberikan informasi mengenai evaluasi dengan penerapan HACCP

(Hazard Analysis Critical Control Point) pada menu kalio telur Instalasi

Gizi RSUP DR M.Djamil Padang.

b. Sebagai penimbangan untuk mngadakan pelatihan dan pembinaan bagi

para penjamaah makanan guna meningkatkan pengetahuan dan perilaku

hygiene sanitasi penjamaah makanan shingga makanan aman di konsumsi

pasien.

2. Bagi Mahasiwa

Penerapan ilmu selama belajar di perguruan tinggi tentang HACCP (Hazard

Analysis Critical Control Point).


1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup materi dalam pelaporan kegiatan dibatasi pada

pembahasan mengenai evaluasi bahaya-bahaya dengan penerapan HACCP

(Hazard analysis Critical Control Point) di Instalasi Gizi RSUP DR M.Djamil

Padang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. HACCP (Hazzard Analysis and Critical Control Point)

HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian

keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis dengan tujuan

untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan

baku, selama proses produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan

bahan pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi

(Kemenperin, 2013).

Dengan demikian dalam sistem HACCP, bahan/materi yang dapat membahayakan

keselamatan manusia atau yang merugikan ataupun yang dapat menyebabkan produk

makanan menjadi tidak disukai; diidentifikasi dan diteliti dimana kemungkinan besar terjadi

kontaminasi/pencemaran atau kerusakan produk makanan mulai dari penyediaan bahan baku,

selama tahapan proses pengolahan bahan sampai distribusi dan penggunaannya. Kunci utama

HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik kendali kritis. Menurut BRYAN

(1990), sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen untuk menjamin keamanan

produk pangan dalam industri pengolahan pangan dengan menggunakan konsep pendekatan

yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluruh (komprehensif) dan

bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya yang beresiko

tinggi terhadap mutu dan keamanan produk pangan. Konsep HACCP ini disebut rasional
karena pendekatannya didasarkan pada data historis tentang penyebab suatu penyakit yang

timbul (illness) dan kerusakan pangannya (spoilage). HACCP bersifat sistematis karena

konsep HACCP merupakan rencana yang teliti dan cermat serta meliputi kegiatan operasi

tahap demi tahap, tatacara (prosedur) dan ukuran kriteria pengendaliannya. Konsep HACCP

juga 6 bersifat kontinyu karena apabila ditemukan terjadi suatu masalah maka dapat segera

dilaksanakan tindakan untuk memperbaikinya.

Disamping itu, sistem HACCP dikatakan bersifat komprehensif karena sistem

HACCP sendiri berhubungan erat dengan ramuan (ingredient), pengolah/proses dan tujuan

penggunaan/pemakaian produk pangan selanjutnya. Sistem HACCP dapat dikatakan pula

sebagai alat pengukur atau pengendali yang memfokuskan perhatiannya pada jaminan

keamanan pangan, terutama sekali untuk mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang berasal

dari bahaya mikrobiologi (biologi), kimia dan fisika dengan cara mencegah dan

mengantisipasi terlebih dahulu daripada memeriksa/menginspeksi saja. Sementara itu, tujuan

dan sasaran HACCP adalah memperkecil kemungkinan adanya kontaminasi mikroba

pathogen dan memperkecil potensi mereka untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu,

secara individu setiap produk dan sistem pengolahannya dalam industri pangan harus

mempertimbangkan rencana pengembangan HACCP.

Dengan demikian, setiap produk dalam industri pangan yang dihasilkannya akan

mempunyai konsep rencana penerapan HACCP-nya masing-masing disesuaikan dengan


sistem produksinya. Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem

penjamin keamanan pangan mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu :

(1) Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan,

(2) Mencegah penutupan pabrik,

(3) Meningkatkan jaminan keamanan produk,

(4) Pembenahan dan pembersihan pabrik,

(5) Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar,

(6) Meningkatkan kepercayaan konsumen

(7) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena masalah

keamanan produk.

Untuk memahami konsep HACCP secara menyeluruh diperlukan adanya kesamaan

pandangan terhadap beberapa istilah dan definisi yang dipakai dalam sistem manajemen

HACCP, yaitu :

Bahaya (hazard)

Bahan biologi, kimia atau fisika, atau kondisi yang dapat menimbulkan resiko

kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen. Definisi bahaya atau ”hazard” sebagai

suatu sifat-sifat biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat menyebabkan bahan pangan

(makanan) menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.


Titik Kendali (Control Point = CP)

Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang dapat

mengendalikan faktor bahaya biologi/mikrobiologi, kimia atau fisika.

Titik Kendali Kritis (Critical Control Point = CCP)

Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak

terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan atau setiap titik,

tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan benar dapat mencegah,

menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya.

Batas Kritis (Ccritical Limits)

Batas toleransi yang harus dipenuhi/dicapai yang menjamin bahwa CCP dapat

mengendalikan secara efektif bahaya yang mungkin timbul atau suatu nilai yang merupakan

batas antara keadaan dapat diterima dan tidak dapat diterima.

Resiko

Kemungkinan menimbulkan bahaya.

Penggolongan Resiko

Pengelompokkan prioritas resiko berdasarkan bahaya yang mungkin timbul/ terdapat

pada makanan.
Pemantauan (Monitoring)

Pengamanan atau pengukuran untuk menetapkan apakah suatu CCP dapat

dikendalikan dengan baik dan benar serta menghasilkan catatan yang teliti untuk digunakan

selanjutnya dalam verifikasi. Pemantauan Kontinyu Pengumpulan dan pencatatan data

secara kontinyu, misalnya pencatatan suhu pada tabel.

Tindakan Koreksi (Corrective Action)

Prosedur atau tatacara tindakan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan pada CCP.

Tim HACCP

Sekelompok orang/ahli yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan HACCP.

Validasi Rancangan HACCP

Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk menjamin bahwa semua elemen ndalam

rancangan HACCP sudah benar.

Validasi

Metode, prosedur dan uji yang dilakukan selain pemantauan untuk membuktikan bahwa

sistem HACCP telah sesuai dengan rancangan HACCP, dan untuk menentukan apakah

rancangan HACCP memerlukan modifikasi dan revalidasi.

B. PRINSIP DASAR SISTEM HACCP


Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan system HACCP pada

industri pangan. Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi

HACCP tersebut adalah:

1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara pencegahannya.

2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.

3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah teridentifikasi.

4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.

5. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan

(diviasi) pada batas kritisnya.

6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya (Record

keeping).

7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.

Prinisp I. Analisis Bahaya (Hazard Analysis) dan Penetapan Resiko beserta Cara

Pencegahannya.

Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis bahaya yang berkaitan

dengan semua aspek produk yang sedang diproduksi. Pemeriksaan atau analisis terhadap

bahaya ini harus dilaksanakan, sebagai tahap utama untuk mengidentifikasi semua bahaya

yang dapat terjadi bila produk pangan dikonsumsi. Analisis bahaya harus dilaksanakan

menyeluruh dan realistik, dari bahan baku hingga ke tangan konsumen.


Jenis bahaya yang mungkin terdapat di dalam makanan dibedakan atas tiga kelompok

bahaya, yaitu :

(1) Bahaya Biologis/Mikrobiologis,

disebabkan oleh bakteri pathogen, virus atau parasit yang dapat menyebabkan keracunan,

penyakit infeksi atau infestasi, misalnya : E. coli pathogenik, Listeria monocytogenes,

Bacillus sp., Clostridium sp., Virus hepatitis A, dan lain;

(2) Bahaya Kimia, karena tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang beracun, misalnya :

aflatoksin, histamin, toksin jamur, toksin kerang, alkaloid pirolizidin, pestisida, antibiotika,

hormon pertumbuhan, logam-logam berat (Pb, Zn, Ag, Hg, sianida), bahan pengawet (nitrit,

sulfit), pewarna (amaranth, rhodamin B, methanyl jellow), lubrikan, sanitizer, dan sebagainya

(3) Bahaya Fisik, karena tertelannya benda-benda asing yang seharusnya tidak boleh terdapat

di dalam makanan, misalnya : pecahan gelas, potongan kayu, kerikil, logam, serangga,

potongan tulang, plastik, bagian tubuh (rambut), sisik, duri, kulit dan lain-lain.

Agar analisis bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat menjamin

semua informasi mengenai bahaya dapat diperoleh, maka analisis bahaya harus dilaksanakan

secara sistematik dan terorganisasi.

Ada tiga elemen dalam analisis bahaya, yaitu :

1. Menyusun Tim HACCP.


2. Mendefinisikan produk : cara produk dikonsumsi dan sifat-sifat negatif produk yang harus

dikontrol dan dikendalikan.

3. Identifikasi bahaya pada titik kendali kritis dengan mempersiapkan diagram alir

proses yang teliti sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, untuk menghasilkan

suatu produk.

Prinisp II. Identifikasi dan Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) di dalam Proses

Produksi

Titik kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap langkah/tahap

dalam proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi) dengan baik, kemungkinan

dapat menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan (spoilage), dan resiko kerugian

ekonomi. CCP ini ditentukan setelah diagram alir proses produksi yang sudah teridentifikasi

potensi bahaya pada setiap tahap produksi dengan menjawab pertanyaan ”Apakah

pengawasan/pengendalian kritis dari bahaya (hazard) terjadi pada tahap ini atau yang lain;

apabila pengawasan/pengendalian pada tahap tertentu gagal apakah langsung menghasilkan

bahaya yang tak diinginkan, kerusakan dan kerugian secara ekonomi”. Harus diperhatikan

titik kendali (CP) tidaklah sama dengan titik kendali kritis (CCP).
Prinisp III. Penetapan Batas Kritis (Critical Limits) Terhadap Setiap CCP yang telah

Teridentifikasi.

Setelah semua CCP dan parameter pengendali yang berkaitan dengan setiap CCP

teridentifikasi, Tim HACCP harus menetapkan batas kritis untuk setiap CCP. Biasanya batas

kritis untuk bahaya biologis/mikrobiologis, kimia dan fisika untuk setiap jenis produk

berbeda satu sama lainnya. Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat

diterima untuk mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya

kesehatan secara cermat dan efektif. Batas kritis yang sudah ditetapkan ini tidak boleh

dilanggar atau dilampaui nilainya, karena bila suatu nilai batas kritis yang dilanggar dan

kemudian titik kendali kritisnya lepas dari kendali, maka dapat menyebabkan terjadinya

bahaya terhadap kesehatan konsumen. Beberapa contoh batas kritis yang perlu ditetapkan

sebagai alat pencegah timbulnya bahaya, misalnya adalah ; suhu dan waktu maksimal untuk

proses thermal, suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu tertentu

untuk proses sterilisasi komersial, jumlah residu pestisida yang diperkenankan ada dalam

bahan pangan., pH maksimal yang diperkenankan, bobot pengisian maksimal, viskositas

maksimal yang diperkenankan dan sebagainya.

Selain batas kritis untuk residu pestisida yang berasal dari komoditas pertanian, batas

kritis bahan kimia lain yang berpotensi sebagai bahaya kimia juga harus ditetapkan. Dalam

hal ini tim HACCP harus menggunakan peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan sebagai
panduan dalam menetapkan batas kritis untuk semua Bahan Tambahan Makanan (BTM),

termasuk bahan kimia yang digunakan dalam bahan pengemas yang bersentuhan dengan

produk pangan. Batas kritis untuk setiap CCP perlu didokumentasikan. Dokumentasi ini

harus dapat menjelaskan bagaimana setiap batas kritis dapat diterima dan harus disimpan

sebagai bagian dari rencana formal HACCP.

Prinisp IV. Penyusunan Prosedur Pemantauan dan Persyaratannya Untuk

Memonitor CCP-nya.

Setelah prinsip III dilengkapi dengan penetapan batas kritis untuk semua CCP, tim

HACCP harus menetapkan persyaratan monitoring untuk setiap CCP-nya. Monitoring

merupakan rencana pengawasan dan pengukuran berkesinambungan untuk mengetahui

apakah suatu CCP dalam keadaan terkendali dan menghasilkan catatan (record) yang tepat

untuk digunakan dalam verifikasi nantinya. Kegiatan monitoring ini mencakup :

(1) Pemeriksaan apakah prosedur penanganan dan pengolahan pada CCP dapat

dikendalikan dengan baik ;

(2) Pengujian atau pengamatan terjadwal terhadap efektifitas sustu proses untuk

mengendalikan CCP dan batas kritisnya ;

(3) Pengamatan atau pengukuran batas kritis untuk memperoleh data yang teliti, dengan

tujuan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin keamanan

produk.
Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi agar dapat

memberi jaminan bahwa proses pengendalian pengolahan produk pangan masih dalam batas

kritisnya dan dijamin tidak ada bahayanya. Dalam hal ini, metode, prosedur dan frekuensi

monitoring serta kemampuan hitungnya harus dibuat daftarnya pada lembaran kerja HACCP.

Prosedur dan metode monitoring harus efektif dalam memberi jaminan keamanan terhadap

produk pangan yang dihasilkan. Idealnya, monitoring pada CCP dilakukan secara kontinyu

hingga dicapai tingkat kepercayaan 100 persen. Namun bila hal ini tidak memungkinkan,

dapat dilakukan monitoring secara tidak kontinyu dengan syarat terlebih dahulu harus

ditetapkan interval waktu yang sesuai sehingga keamanan pangan benar-benar terjamin.

Biasanya agar pengukurannya dapat dilakukan secara cepat dan tepat, monitoring dilakukan

dengan cara pengujian yang bersifat otomatis dan tidak memerlukan waktu yang lama.

Oleh karena itu, pengujian dengan cara analisis mikrobiologis jarang digunakan

sebagai prosedur monitoring. Beberapa contoh pengukuran dalam pemantauan (monitoring)

adalah : observasi secara visual dan pengamatan langsung (misal : kebersihan lingkungan

pengolahan, penyimpanan bahan mentah), pengukuran suhu dan waktu proses, pH, kadar air

dsb.
Prinsip V. Melaksanakan Tindakan Koreksi yang Harus Dilakukan Bila Terjadi

Penyimpangan (deviasi) Pada Batas Kritis yang Telah Ditetapkan.

Meskipun sistem HACCP sudah dirancang untuk dapat mengenali kemungkinan

adanya bahaya yang berhubungan dengan kesehatan dan untuk membangun strategi

pencegahan preventif terhadap bahaya, tetapi kadang-kadang terjadi pula penyimpangan yang

tidak diharapkan. Oleh karena itu, jika dari hasil pemantuan (monitoring) ternyata

menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap CCP dan batas kritisnya, maka harus

dilakukan tindakan koreksi (corrective action) atau perbaikan dari penyimpangan tersebut.

Tindakan koreksi adalah prosedur proses yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius

atau kritis diketemukan dan batas kritisnya terlampaui.

Dengan demikian, apabila terjadi kegagalan dalam pengawasan pada CCP-nya, maka

tindakan koreksi harus segera dilaksanakan. Tindakan koreksi ini dapat berbeda-beda

tergantung dari tingkat resiko produk, yaitu semakin tinggi resiko produk semakin cepat

tindakan koreksi harus dilakukan

Tabel 2. Tindakan Koreksi yang harus dilakukan jika ditemukan penyimpangan dari

batas pada CCP-nya.

NO. Tingkat Resiko Tindakan Koreksi


1 Produk Beresiko Tinggi - Produk tidak boleh diproses/diproduksi
sebelum semua penyimpanan
dikoreksi/diperbaiki.
- Produk ditahan/tidak dipasarkan, dan
diuji keamanannya.
- Jika keamanan produk tidak memenuhi
persyaratan, perlu dilakukan tindakan
koreksi/perbaikan yng tepat.

2. Produk Beresiko Sedang  Produk dapat diproses, tetapi


penyimpangan harus diperbaiki dalam
waktu singkat (dalam beberapa
hari/minggu).
 Diperlukan pemantauan khusus sampai
semua penyimpangan dikoreksi
/diperbaiki.
3. Produk Beresiko Rendah - Produk dapat diproses
- Penyimpangan harus
dikoreksi/diperbaiki jika waktu
memungkinkan
- Harus dilakukan pengawasan rutin
untuk menjamin bahwa status resiko
rendah tidak berubah menjadi resiko
sedang atau tinggi.

Tindakan koreksi di sini harus dapat mengurangi atau mengeliminasi potensi bahaya

dan resiko yang terjadi, ketika batas kritis terlampaui pada CCP-nya sehingga dapat

menjamin bahwa disposisi produk yang tidak memenuhi, tidak mengakibatkan potensi

bahaya baru. Setiap tindakan koreksi dilaksanakan, harus didokumentasikan dengan tujuan

untuk modifikasi suatu proses atau pengembangan lainnya.

Prinisp VI. Membuat Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Data yang Efektif dalam

Sistem Dokumentasi HACCP.

Sistem doumentasi dalam sistem HACCP bertujuan untuk :


(1) Mengarsipkan rancangan program HACCP dengan cara menyusun catatan yang teliti dan

rapih mengenai seluruh sistem dan penerapan HACCP ;

(2) Memudahkan pemeriksaan oleh manager atau instansi berwenang jika produk yang

dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab kasus keracunan makanan.

Berbagai keterangan yang harus dicatat untuk dokumentasi sistem dan penerapan

HACCP mencakup :

 Judul dan tanggal pencatatan

 Keterangan produk (kode, tanggal dan waktu produksi)

 Karakteristik produk (penggolongan resiko bahaya)

 Bahan serta peralatan yang digunakan, termasuk : bahan mentah, bahan tambahan,

bahan pengemas dan peralatan penting lainnya.

 Tahap/bagan alir proses, termasuk : penanganan dan penyimpanan bahan,

pengolahan, pengemasan, penyimpanan produk dan distribusinya.

 Jenis bahaya pada setiap tahap

 CCP dan batas kritis yang telah ditetapkan

 Penyimpangan dari batas kritis

 Tindakan koreksi/perbaikan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan, dan

karyawan/petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan koreksi/ perbaikan.


Dalam melakukan pencatatan, beberapa hal yang dianjurkan adalah catatan harus

sistematis, rapih dan teratur. Disamping itu, bila pencatatan dan pendokumentasian dilakukan

tepat dan sesuai dengan sistem HACCP, maka berarti keefektifan sistem dokumentasi

HACCP dapat diuji atau dibuktikan.

Prinisp VII. Membuat Prosedur untuk Memverifikasi bahwa Sistem HACCP Bekerja

dengan Benar.

Prosedur verifikasi dibuat dengan tujuan :

(1) Untuk memeriksa apakah program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan

rancangan HACCP yang ditetapkan

(2) Untuk menjamin bahwa rancangan HACCP yang ditetapkan masih efektif dan benar.

Hasil verifikasi ini dapat pula digunakan sebagai informasi tambahan dalam memberikan

jaminan bahwa program HACCP telah terlaksana dengan baik.

Verifikasi mencakup berbagai kegiatan evaluasi terhadap rancangan dan penerapan

HACCP, yaitu :

 Penetapan jadwal verifikasi yang tepat

 Pemeriksaan kembali (review) rancangan HACCP


 Pemeriksaan atau penyesuaian catatan CCP dengan kondisi proses sebenarnya 

Pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi/perbaikan yang

harus dilakukan.

 Pengampilan contoh dan analisis (fisik, kimia dan/atau mikrobiologis) secara acak

pada tahap-tahap yang dianggap kritis.

 Catatan tertulis mengenai : kesesuaian dengan rancangan HACCP, penyimpangan

terhadap rancangan HACCP, pemeriksaan kembali diagram alir dan CCP.

 Pemeriksaan kembali modifikasi rancangan HACCP

Sementara itu, jadwal kegiatan verifikasi dapat dilakukan pada saat-saat tertentu, yaitu:

 Secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih

dapat dikendalikan.

 Jika diketahui bahwa produk tertentu memerlukan perhatian khusus karena

informasi terbaru tentang keamanan pangan

 Jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab keracunan

makanan.

 Jika kriteria yang ditetapkan dalam rancangan HACCP dirasakan belum mantap,

atau jika ada saran dari instansi yang berwenang.


C. Pola Penerapan Dan Pengembangan Sistem Hacc Dalam Industri Pangan

Pada dasarnya untuk merancang dan menerapkan sistem HACCP dalam industri

pangan perlu mempertimbangkan pengaruh berbagai hal terhadap keamanan pangan, misal :

bahan mentah, ingredien dan bahan tambahan, praktek pengolahan makanan, peranan proses

pengolahan dan pengendalian bahaya, cara mengkonsumsi produk, resiko masyarakat

konsumen, dan keadaan epidemiologi yang menyangkut keamanan pangan.

Kemudian untuk memperoleh program yang efektif dan menyeluruh dalam

penerapan/implementasi HACCP perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Komitmen Manajemen.

Keberhasilan penerapan / implementasi sistem HACCP sangatlah tergantung pada

manajemen sebagai penanggung jawab tertinggi. Mereka harus menyatakan komitmen tidak

hanya dalam kata-kata saja melainkan juga dalam tindakan. Seluruh karyawan dan staf

nantinya harus tahu bahwa manajemen adalah yang paling bertanggung jawab memikul

beban tugas implementasi ini. Dengan demikian segala sumber daya yang diperlukan untuk

mendukung implementasi HACCP harus disediakan baik manusia maupun peralatan, sarana,

dokumentasi, informasi, metode, lingkungan, bahan baku dan waktu.

2. Pembentukan Tim HACCP.

Setelah Pimpinan Puncak mempunyai komitmen manajemen terhadap program

keamanan pangan, maka mereka membentuk tim HACCP yang bertugas dan bertanggung
jawab dalam hal perencanaan, penerapan dan pengembangan sistem HACCP. Anggota tim

implementasi HACCP sebaiknya terdiri dari berbagai bidang disiplin ilmu (multidisiplin)

yang mempunyai pengetahuan dan keahlian spesifik yang tepat untuk produk.

Dalam hal ini anggotanya tidak perlu dibatasi dan dapat berasal dari bagian :

produksi, pengendalian mutu atau QC, jaminan mutu (QA), manufakturing, keteknikan

(engineering), R & D serta sanitasi. Mereka merupakan individu-individu yang mempunyai

pengetahuan dan pengalaman di bidang pekerjaannya masing-masing sehingga informasi

teknis dan masukan (input) dari mereka bermanfaat untuk mengembangkan system HACCP

secara efektif dan benar.

3. Pelatihan Tim HACCP.

Individu personil yang terpilih dalam tim HACCP kemudian diberi pelatihan (training)

mengenai prinsip-prinsip HACCP dan cara implementasinya (misalnya tentang hazard dan

analisisnya, peran titik kendali kritis dan batas kritis dalam menjaga keamanan pangan,

prosedur monitoring dan tindakan koreksi yang harus dilakukan seandainya ada

penyimpangan CCP, prosedur dokumentasi HACCP dan lain-lain). Pelatihan dan pendidikan

ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge) dan mengembangkan keahlian

(skill) personil yang bersangkutan guna memperlancar pelaksanaan pekerjaan yang menjadi

tanggung jawabnya. Pelatihan dapat dilakukan oleh tenaga ahli berasal dari dalam perusahaan
sendiri atau tenaga ahli dari luar perusahaan atau konsultan manajemen HACCP yang dapat

memberi bantuan dalam implementasi HACCP tersebut.

4. Diskripsi Produk.

Tim HACCP yang telah dibentuk dan disusun selanjutnya harus

mendiskripsikan/menggambarkan secara menyeluruh terhadap produk pangan yang akan

dibuat/diproduksi. Dalam hal ini keterangan atau karakteristik yang lengkap mengenai

produk harus dibuat, termasuk keterangan mengenai komposisi (ingredien), formulasi, daya

awet dan cara distribusinya. Semua informasi tersebut diperlukan oleh tim HACCP untuk

melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.

5. Identifikasi Penggunaan/Konsumennya.

Kemudian tim HACCP harus mengidentifikasi tujuan penggunaan produk. Tujuan

penggunaan produk harus didasarkan pada konsumen atau pengguna akhir dari produk

tersebut. Pada kasus, harus dipertimbangkan kelompok populasi/masyarakat beresiko tinggi.

6. Penyusunan Bagan/Diagram Alir Proses.

Bagan/diagram alir proses harus disusun oleh tim HACCP. Setiap tahap dalam proses

tertentu harus dianalisis untuk menyusun bagan alirnya. Dalam menerapkan HACCP untuk

suatu proses, pertimbangan harus diberikan terhadap tahap sebelum dan sesudah proses

tersebut. Tujuan dibuatnya alir proses adalah untuk menggambarkan tahapan proses produksi

secara dalam industri pangan yang bersangkutan serta untuk melihat tahapan proses produksi
tersebut menjadi mudah dikenali. Bagan/diagram alir proses ini selain bermanfaat membantu

tim HACCP dalam melaksanakan tugasnya, dapat pula berfungsi sebagai ”Pedoman”

berikutnya bagi orang (personil) atau lembaga lainnya (pemerintah dan pelanggan) yang

ingin mengetahui tahap proses produksi pangan yang dibuatnya sehubungan dengan kegiatan

verifikasinya.

7. Menguji dan Memeriksa Kembali Diagram Alir Proses.

Tim HACCP harus menguji dan memeriksa kembali diagram alir proses yang sudah

dibuat. Dalam hal ini, tim HACCP harus menyesuaikan kegiatan proses pengolahan yang

sebenarnya (di pabrik) dengan bagan alir proses pada setiap tahap dan waktu proses, dan jika

perlu mengubah diagram alir proses bila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai atau kurang

sempurna. Dengan demikian, bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat dan kurang

sempurna, dapat dilakukan modifikasi.

8. Menerapkan Tujuh Prinsip HACCP.

Tujuh prinsip penting HACCP yang harus diterapkan adalah :

 Penerapan prinsip 1. Membuat daftar bahaya yang mungkin timbul dan cara

pencegahan untuk mengendalikan bahaya.

 Penerapan prinsip 2. Menetapkan titik kendali kritis (CCP = Critical Control

Point).

 Penerapan prinsip 3. Menetapan batas/limit kritis untuk setiap titik kendali


kritis (CCP).

 Penerapan prinsip 4. Menetapkan sistem/prosedur pemantauan untuk setiap

CCP.

 Penerapan prinsip 5. Menetapkan tindakan koreksi terhadap penyimpangan.

 Penerapan prinsip 6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk membuktikan

bahwa sistem HACCP berjalan dengan baik dan benar.

 Penerapan prinsip 7. Membuat catatan dan dokumentasi. Catatan data yang

praktis dan teliti merupakan hal yang penting dalam penerapan sistem HACCP.

Keberhasilan dalam penerapan HACCP membutuhkan tanggung jawab penuh dan

keterlibatan manajemen serta tenaga kerja. Keberhasilan penerapan HACCP juga

membutuhkan kerjasama tim yang baik (Kemenperin, 2013).


BAB III PEMBAHASAN

3.1 Tim HACCP

1. Ketua : Meicy Astuti

2. Anggota : Ainal Mardiah Rahmah

Takrima Husna Erman

Panji Maulana

3.2 Waktu dan Tempat

Selasa 13 Maret 2018 di ruang instalasi gizi RSUP. Dr. M. Djamil Padang

3.3 Deskripsi Produk

Tabel Deskripsi Produk

a. Nama Produk Kalio Telur


b. Bahan mentah Telur

c. Bumbu Cabe halus


Laos
Jahe
Daun salam
Daun kunyit
Daun jeruk
Bawang merah
Bawang putih
Santan
Ketumbar
d Alat yang digunakan saat : Pisau
pengolahan Panci
Kuali
Talenan
Spatula

e. Konsumen Pasien makanan biasa kelas VIP, kelas I, II,


dan III

f. Cara penyimpanan Bahan 1. Telur disimpan di chiller dengan suhu


Makanan 4oC - 10oC pada hari sebelumnya
2. Bumbu yang telah diracik pada hari
sebelumnya dibungkus dengan plastik dan
disimpan di chiller dengan suhu 4oC - 10oC
3. Santan dipesan pada hari sebelumnya dan
disimpan di freezer dengan suhu -25oC
sampai -5oC
g. Cara Pengolahan 1. Telur direbus dengan suhu 100oC selama
50 menit
2. Santan di diamkan dengan suhu ruang
(Thowing)
3. Semua bumbu yang sudah dihaluskan di
campur dengan santan didalam kuali lalu
dipanaskan hingga mendidih
4. Masukan telur yang sudah dikupas dari
cangkangnya ke dalam kuali
5. Tunggu hingga semua bahan berubah
warna menjadi agak kemerahan dan
berminyak
6. Setelah masak, kalio dipindahkan ke
dalam panci besar
h. Kemasan Primer Kalio telur di sajikan ke dalam plato
makanan dan rantang untuk ruang rawat
inap ambun pagi
i. Cara Pendistribusian Sentralisasi dan desentralisasi untuk ruang
rawat inap ambun pagi

3.4 Standar Resep

Nama Komposisi Berat (gr)


Produk
Cabe halus 1 kg
Telur 141 butir
Kalio Telur Laos 150 gr
Jahe 100 gr
Daun salam 2 helai
Daun kunyit 1 helai
Daun jeruk 2 helai
Bawang Merah 250 gr
Bawang putih 250 gr
Santan 6 kg
Ketumbar 2 sdm
Garam secukupnya

3.5 Identifikasi Rencana Penggunaan

3.5.1 Cara Penerimaan

Penerimaan bahan makanan segar dilakukan di pagi hari jam 08.00 oleh panitia

penerima bahan makanan segar, satu hari sebelum menu diolah dengan spesifikasi telur

bersih dan berat 50gr perbutir. Bumbu terdiri dari 2 yaitu bumbu yang sudah digiling dan

yang belum digiling. Bumbu yang sudah digiling terdiri dari cabe halus, laos, jahe, ketumbar.
Sedangkan bumbu yang belum digiling bawang merah dan bawang putih. Santan diterima

dalam 2 jenis yaitu santan pekat dan santan tidak pekat.

3.5.2 Cara Persiapan

1. Telur diambil dibagian penyimpanan dalam kondisi segar dengan berat 55gr perbutir

kemudian dibawa kebagian pengolahan untuk dilanjutkan ke proses pengolahan

2. Bumbu diracik satu hari sebelum diolah di ruang persiapan bumbu, dan disimpan di

chiller

3. Santan dikeluarkan dari freezer lalu di thowing dan didiamkan

3.5.3 Cara Pengolahan

1. Telur direbus dengan suhu 100oC selama 50 menit

2. Santan di diamkan dengan suhu ruang (Thowing)

3. Semua bumbu yang sudah dihaluskan di campur dengan santan didalam kuali lalu

dipanaskan hingga mendidih

4. Masukan telur yang sudah dikupas dari cangkangnya ke dalam kuali

5. Tunggu hingga semua bahan berubah warna menjadi agak kemerahan dan berminyak

6. Setelah masak, kalio dipindahkan ke dalam panci besar

3.5.4 Cara Pendistribusian

Kalio daging yang telah dimasak, disajikan kedalam mangkok besar lalu disimpan

diruang pengolahan selama 14 menit sebelum disimpan diruangan distribusi. Dari ruang

distribusi, kalio telur didiamkan selama 29 menit sebelum dibagikan ke dalam plato makanan.
Pemorsian dilakukan oleh petugas distribusi yang dibantu oleh petugas pengolahan dan

petugas pencatatan les makanan pasien.

Pemorsian dilakukan sesuai dengan standar makanan yang telah ditentukan oleh ahli

gizi ruangan. Kalio telur disajikan dalam plato makanan lalu didistribusikan ke dalam

ruangan kelas I, II dan III. Sedangkan untuk ruang rawat inap ambun pagi, kalio telur

disajikan ke dalam rantang makanan.


3.6 Analisis Bahaya dan Kategori Risiko

Identifikasi bahaya dan cara pencegahannya

Nama Makanan : Kalio Telur

Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahannya pada Bahan Mentah

Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahannya

Bahaya Penyebab/ Sumber / Justifikasi Parameter yang akan Dikendalikan


No. Bahan Jenis
B(M)/K/F Bahaya
Terlalu lama disimpan. Telur  Perebusan atau melalui proses pemasakan
menjadi retak dan masuk  Memilih telur yang terlihat bersih dan tidak cacat
Salmonella Sp,
B mikroba  Memastikan tidak ada kotoran yang menempel pada telur
Pseudomonas,
 Menyimpan telur pada suhu 4-10oC
E. Coli
 Pengemasan dalam wadah tertutup
 Pengaturan kelembapan 70%
Pemenrimaan Cangkang telur,
1. F
Telur bulu ayam,
kotoran ayam,
tanah
K
Avidin

2 Penerimaan B Aspergillus Penyimpanan pada suhu yang  Memilih air kelapa yang segar
Santan niger, dan tidak tepat sebelum sampai  Digunakan langsung
Aspergillus dirumah sakit  Jika belum diolah, disimpan di dalam freezer
flavus  Hindar dari sinar matahari langsung

F Basi, bau tidak


sedap, dan
berlender
Kemasan rusak saat  Pengecekan saat penerimaan bahan makanan
diperjalanan, penyimpanan
yang terlalu lama, suhu  Membersihkan tempat penyimpanan
penyimpanan yang tidak tepat  Memilih laos yang muda dan segar
B Kapang
3 Laos, Jahe
 Mengecek suhu penyimpanan
F Rusak dan busuk

Berdebu
Ulat
Daun kunyit, B  Memilih daun yang segar dan bersih
4 Daun Jeruk,  Membersihkan tempat penyimpanan
Rusak dan
Daun Salam F  Dicuci sebelum digunakan
berdebu

Bakteri Suhu dan tempat penyimpanan Disimpan diwadah yang tertutup dan suhu penyimpanan yang
5 Garam B
Hemofilik bahan tepat
Bawang B Aspergillus Pengecekean saat penerimaan bahan makanan dan pengecekan
6 Merah, Flavus Penyimpanan terlalu lama, suhu suhu ruang penyimpanan
Bawang Putih F ruang penyimpanan rendah
Busuk
K Pestisida
Kemasan rusak saat
 Hilangkan bagian yang busuk
Busuk dan diperjalanan, penyimpanan
7 Ketumbar F  Pemilihan ketumbar harus kering
berwarna hitam yang terlalu lama, suhu
 Simpan pada tempat yang kering
penyimpanan yang tidak tepat

Identifikasi Bahaya Alat

Bahaya Parameter yang Dikendalikan


No. Bahan Jenis
B(M)/K/F
 Memastikan pisau yang digunakan bersih dan tidak
B Bakteri
berkarat
 Jika berkarat sebaiknya mengganti pisau dengan yang
1. Pisau
baru
F Berkarat

Bakteri  Memilih panic yang aman dan tidak bocor


B
 Memilih panci yang tebal
 Memilih panci yang berbahan dasar stainless
2 Panci Bocor
F

K Formalin

B Bakteri  Memilih kuali yang bersih dan terhindar dari abu


3 Kuali
F Abu kompor kompor
 Jika kuali yang digunakan sudah menghitam sebaiknya
mengganti dengan kuali yang baru

F Serbuk kayu Memakai talenan yang berbahan dasar plastik / stainless


4 Talenan

Spatula F Serbuk besi dan  Memilih spatula yang bersih dan tidak berkarat
5 berkarat  Sebelum digunakan cuci spatula sampai bersih terlebih
dahulu
3.7 Analisis Bahaya dan Kategori Risiko

Nama Makanan : Kalio telur

Analisa Bahaya Risiko

No. Kelompok Bahaya Kategori


Bahaya
A B C D E F Risiko
1 Telur + + - + + + IV
2 Santan + + - + + + IV
3 Cabe halus + + - + + - III
4 Bawang merah + + - + + - III
5 Bawang putih + + - + + - III
6 Garam - + - - - - I
7 Laos + + - + + + IV
8 Jahe + + - + + + IV
9 Daun kunyit + + - + + + IV
10 Daun salam + + - + + + IV
11 Daun jeruk + + - + + + IV
12 Ketumbar - + - - - - I

Keterangan Kelompok Bahaya (A s/d F) :

A : Makanan untuk Konsumen beresiko tinggi

B : Mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya biologis/kimia/fisik

C : Tidak ada tahap untuk mencegah/ menghilangkan bahaya

D : Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan

E : Kemungkinan penanganan yang salah selama distribusi/ konsumsi

F : Tidak ada cara mencegah/ menghilangkan bahaya oleh konsumen

Tabel Kategori Risiko Makanan

Kategori Risiko Kategori Bahaya Keterangan


0 0 Tidak mengandung bahaya A
(tidak ada bahaya) s.d F
I (+) Mengandung satu bahaya B s.d
F
II (++) Mengandung dua bahaya B s.d
F
III (+++) Mengandung tiga bahaya B s.d
F
IV (++++) Mengandung empat bahaya B
s.d F
V (+++++) Mengandung lima bahaya B s.d
F
VI A+ Kategori risiko paling tinggi
(kategori khusus) (semua makanan yang
mengandung bahaya A, baik
dengan/tanpa bahaya B s.d F
3.8 Diagram Alir Pembuatan

Penerimaan Telur Penerimaan Santan Penerimaan Bumbu


(penyotiran)

Penyortiran
Penyimpanan Penyimpanan (sehari
sebelum
pengolahanpengolah Pencucian
an
Persiapan Persiapan dan
Penggilingan
thawing

Penyimpanan (sehari
Perebusan Pencampuran Persiapan sebelum pengolahan)

pengupasan Pemasakan Kalio Telur Penyimpanan sementara Pemorsian Pendistribusian

Ruang kelas
VVIP,VIP, I, II, III
dan dokter
3.9 Verifikasi Diagram Alir

Penerimaan Telur Penerimaan Santan Penerimaan Bumbu


3.10 HACCP Plan Matrix
(penyotiran)

CCP 1 Penyortiran
Penyimpanan Penyimpanan (sehari
sebelum
pengolahanpengolah Pencucian
an
Persiapan Persiapan dan
Penggilingan
thawing

Penyimpanan (sehari
Perebusan Pencampuran Persiapan
CCP 2 sebelum pengolahan)

pengupasan Pemasakan Kalio Telur Penyimpanan sementara Pemorsian Pendistribusian

CCP 3 CCP4 CCP6


CCP 5

Ruang kelas
VVIP,VIP, I, II, III
dan dokter
3.10 HACCP Plan Matriks

Tabel 3.10 Penerapan Titik Kritis

Bahaya
Tahapan Proses P1 P2 P3 P4 P5 P6 Kesimpulan
Potensial
Penerimaan
Telur B, F √ - - - - - Bukan CCP
Santan B, F √ √ - - - - Bukan CCP
Bawang merah, B, F,K √ √ - - - - Bukan CCP
bawang putih
Daun kunyit, daun F - - - - - - Bukan CCP
jeruk, daun salam
Cabe Halus B,F,K √ √ Bukan CCP
Garam B - - - - - - Bukan CCP
Perebusan B, K √ √ - - CCP
Pencampuran B, F, K √ - √ - Bukan CCP
Pemasakan B, F, K √ √ - - CCP
Penyimpanan B, F - √ √ √ CCP
sementara
Pemorsian B, F √ √ √ - CCP
Pendistribusian B, F √ √ √ - Bukan CCP

Keterangan :
P1 : Apakah bahan mentah mengandung bahaya sampai pada tingkat yang berbahaya?
P2 : Apakah pengolahan/ penanganan selanjutnya (termasuk cara penggunaan oleh
konsumen) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai pada tingkat yang
aman?
P3 : Apakah formulasi/ komposisi atau struktur produk akhir penting untuk mencegah
meningkatnya bahaya sampai pada tingkat yang tidak dapat diterima?
P4 : Mungkinkah kontaminasi ulang terjadi? Mungkin bahaya akan meningkat?
P5 : Apakah pengolahan/ penanganan (termasuk penggunaan oleh konsumen) dapat
menghilangkan bahaya?
P6 : Apakah tahap proses ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya
sampai batas yang aman?
3.11 Penentuan CCP

Decision Tree untuk Penetapan CCP

Penetapan CCP (critical control point)

1. Telur

P.1.a apakah telur mungkin mengandung / sensitive bahan yang berbahaya

(mikrobiologis/ kimia/fisik) ? (Ya) (M,K,F)

P.1.b apakah ada penangganan / pengolahan dapat menghilangkan / mengurangi bahaya?

Ya (penyortiran, perebusan, pengupasan, pemasakan) (ya)

P.2.a apakah penyortiran dapat mengurangi /menghilangkan bahaya sampai batas yang

dapat diterima ? tidak (penyortiran = bukan ccp)

P.2.b apakah perebusan dapat mengurangi / menghilangkan bahaya sampai batas yang

dapat di terima ? ya (perebusan = CCP 2)

P.2.c apakah pengupasan cangkang dapat mengurangi / menghilangkan bahaya samapi

batas yang dapat di terima? Ya (pengupasan cangkang = CCP 3)

P.2.d apakah pemasakan dapat mengurangi / menghilangkan bahaya sampai batas yang

dapat di terima? Ya ( pemasakan = CCP 4)

2. Santan

P.1.a apakah santan mungkin mengandung / sensitive bahan yang berbahaya

(mikrobiologis/ kimia/fisik) ? (Ya) (M,F)

P.1.b apakah ada penangganan / pengolahan dapat menghilangkan / mengurangi bahaya?

Ya (penyimpanan, pemasakan) (ya)

P.2.a apakah penyimpanan dapat mengurangi /menghilangkan bahaya sampai batas yang

dapat diterima ? tidak (penyimpanan = bukan ccp)


P.2.b apakah pemasakan dapat mengurangi / menghilangkan bahaya sampai batas yang

dapat di terima ? ya (pemasakan = CCP 4)

3. bumbu ( cabe merah, bawang merah, bawang putih, daun salam)

P.1.a apakah bumbu mungkin mengandung / sensitive bahan yang berbahaya

(mikrobiologis/ kimia/fisik) ? (Ya) (M,F)

P.1.b apakah ada penangganan / pengolahan dapat menghilangkan / mengurangi bahaya?

Ya (penyortiran, pencucian, pemasakan) (ya)

P.2.a apakah penyortiran dapat mengurangi /menghilangkan bahaya sampai batas yang

dapat diterima ? Ya (penyortiran = CCP1)

P.2.b apakah pemasakan dapat mengurangi / menghilangkan bahaya sampai batas yang

dapat di terima ? ya (pemasakan = CCP 4)

3. Pencampuran

P.1 apakah pencampuran ditunjukkan untuk menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai

batas aman? Tidak (lanjutkan pertanyaan selanjutnya)

P.2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi / meningkat sangat melebihi batas? Tidak

(pencampuran = bukan ccp)

4. Penyimpanan Sementara

P.1 apakah penyimpanan sementara khusus ditunjukkan untuk menghilangkan/

mengurangi bahaya sampai batas aman? Tidak (lanjutkan pertanyaan selanjutnya)

P.2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi / meningkat sangat melebihi batas? Ya (

bahaya mikroorganisme)

P.3 apakah tahap selanjutnya dapat menghilangkan / mengurangi bahaya sampai batas

aman ?Tidak (penyimpanan sementara = CCP 5)


5. Pemorsian

P.1 apakah pemorsian ditunjukkan untuk menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai

batas aman? Tidak (lanjutkan pertanyaan selanjutnya)

P.2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi / meningkat sangat melebihi batas? Ya

(bahaya mikrorganisme)

P.3 apakah tahap selanjutnya dapat menghilangkan / mengurangi bahaya sampai batas

aman ?

Tidak (pemorsian = CCP 6)

6. Pendistribusian

P.1 apakah pendistribusian ditunjukkan untuk menghilangkan/ mengurangi bahaya

sampai batas aman? Tidak (lanjutkan pertanyaan selanjutnya)

P.2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi / meningkat sangat melebihi batas? Tidak

(pendistribusian = bukan ccp)


3.12 Penerapan HACCP
FORM PENERAPAN HACCP
Nama Produk : Kalio Telur
Tanggal Produksi : 13 Maret 2018
No Parameter Tindakan Koreksi
Tahap Jenis Cara titik Nilai Target Prosedur
CCP Batas Kritis
Proses Bahaya Pencegahan Pengendalian Pemantauan
Kritis
1 Penerimaan B CCP 1 Jaminan mutu Kandungan Kandungan Tidak ada - apa : telur, santan, Penolakan bahan
Bahan F dari pemasok, mikroba dan mikroba dan bahaya bumbu yang dicurigai
Makanan SOP aminolitik aminolitik - Siapa : petugas
penyimpanan negatif ruang penerimaan
yang baik - Dimana : Ruang
penerimaan
- Kapan : pada saat
penerimaan telur
- Bagaimana :
Pemeriksaan visual
dan memeriksa
jaminan mutu
suplier
2 Penyimpanan B - Penyimpanan Ada/tida Tidak ada Tidak ada - apa : Telur, Wadah
Bahan F CCP 1 pada suhu dan k adanya mikroba bahaya Santan, Bumbu penyimpanan
Makanan K wadah yang mikroba dan benda - Siapa : petugas dan
tepat dan asing ruang penyimpanan pengecekan
benda - Dimana : Ruang
asing penyimpanan
- Kapan : pada saat
penyimpanan bahan
makanan
- Bagaimana :
Penyimpanan pada
wadah tertutup dan
suhu yang tepat
3 Persiapan B Wadah dan bahan Adanya Pencucian Tidak - apa : Telur, Pencucian
F dicuci bersih benda ada Santan, Bumbu yang bersih
asing Bahaya - Siapa : petugas dan
dan ruang persiapan pengecekan
mikroba - Dimana : Ruang
persiapan
- Kapan : pada saat
persiapan bahan
makanan
- Bagaimana :
Pencucian dengan
air mengalir

4 Pengolahan B CCP 2 Proses Suhu dan Pengolahan dan Sesuai - apa : Bahan Memberikan
F pemasakan dan hygiene APD kematangan Makanan teguran dan
santitasi penjamah yang - Siapa : petugas pelatihan hygiene
penjamah dinginkan pengolahan
dan tidak ada - Dimana : Ruang
bahaya pengolahan
- Kapan : pada saat
Pengolahan bahan
makanan
- Bagaimana :
Masak dengan suhu
yang tepat dan APD

4. Penyimpanan B CCP 1 Kondisi Waktu dan Pemakaian Wadah tepat - Apa : Kalio Dipindahkan dalam
Makanan di penyimpanan wadah wadah dan dan waktu Telur wadah yang tepat
panci penyimpanan waktu tidak kurang dari 4 - Siapa : dan dipanaskan
Stainless lebih dari 4 jam jam petugas kembali
Steel pengolahan
- Dimana :
ruang
distribusi
- Kapan :
Setelah kalio
telur diolah
- Bagaimana :
wadah ditutup
dan mencatat
lamanya
penyimpanan

5. Pemorsian F CCP 3 Penggunaan APD Ada/tidaknya Tenaga Tidak ada apa : Kalio telur Memberikan
oleh penjamah benda asing penjamah bahaya - Siapa : petugas teguran dan
distribusi pelatihan hygiene
- Dimana : Ruang penjamah
distribusi
- Kapan : Pada saat
pemorsian kalio
telur
- Bagaimana : APD
oleh penjamah

6. Distribusi F CCP 4 Pentutupan Ada/tidaknya Tidak adanya Tidak ada apa : kalio telur Menggunakan
Makanan B wadah dan mikroba dan mikroba dan bahaya - Siapa : petugas wadah yang
penggunaan APD benda asing benda asing distribusi tertutup dan
- Dimana : Ruang pemantauan tenaga
distribusi penjamah
- Kapan : pada saat
pendistribusian
makanan hingga
sampai ke pasien
- Bagaimana :
Penyimpanan
dalam wadah
tertutup dan APD
penjamah
BAB IV PENUTUP

1.1 Kesimpulan

1. Pada proses penerimaan terdapat resiko bahaya

2. Pada proses penyimpanan tidak terdapat resiko bahaya

3. Pada proses persiapan tidak terdapat resiko bahaya

4. Pada proses perebusan telur terdapat resiko bahaya

5. Pada proses pengupasan telur terdapat resiko bahaya

6. Pada proses pemanasan terdapat resiko bahaya

7. Pada proses penyimpanan sementara terdapat resiko bahaya

8. Pada proses pemorsian terdapat resiko bahaya

1.2 Saran

1. Perlu adanya kesadaran petugas agar menggunakan APD lengkap, dan

menjaga kebersihan makanan

2. Perlu menggunakan thermometer untuk mengukur suhu pada proses

pemasakan untuk menghilangkan resiko bahaya

3. Pada proses pemorsian, plato yang digunakan harus bebas dari kuman agar

tidak terjadi kontaminasi

4. Suhu dan kelembapan untuk penyimpanan bahan segar dan kering harus

sesuai dengan spesifikasi

5. Setelah makanan diolah, alangkah baiknya makanan langsung di simpan di

ruang distribusi dan jangan di biarkan di ruang pengolahan karena ruang

distribusi merupakan ruang high hygiene.


DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Perindustrian RI. (2010). Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp)
Dan Implementasinya Dalam Industri Pangan. Nomor: 75/MIND/PER/7/2012.
Prasetyono, AT. (2000). Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality
Assurance Industri Pangan.Jurnal Teknologi Industri. Vol. IV No.3.
Badan POM RI. 2013. InfoPOM . Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp) POM RI.
7(5):1–12.
PGRS, 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Kementrian Kesehatan RI
Centers for Disease Control and Prevention. 2012. Surveillance for foodborne-disease
outbreaks-United States, Morbidity and Mortality Weekly Report 45:1-55

Anda mungkin juga menyukai