UNIVERSITAS ANDALAS
Oleh:
PRODI GIZI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2018
BAB 1 : PENDAHULUAN
tidak sesuai dengan standar yang ada serta mengabaikan prinsip-prinsip hygiene
dan sanitasi.
berkisar 48 juta orang sakit, 128.000 di rawat di rumah sakit, dan 3.000 orang
meninggal dunia (CDC, 2011). Kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di
Indonesia tahun 2012 sebanyak 84 kejadian dari 23 propinsi. Jumlah orang yang
dengan 48 kejadian yang berasal dari 34 propinsi. Jumlah orang terpapar dalam
telah menyadari bahwa produk yang aman dikonsumsi diperoleh dari bahan baku
dengan kualitas baik, ditangani secara benar, serta diolah dan didistribusikan
secara tepat sehingga pada akhirnya dihasilkan produk yang aman dikonsumsi
mencegah makanan dari kemungkinan cemaran biologis, kimiawi dan benda lain
menjadi hal yang mutlak harus dipenuhi dalam proses pengolahan makanan di
rumah sakit. Makanan yang tidak aman dapat menyebabkan food borne disease,
pathogen.(PGRS,2013)
Salah satu cara untuk menjamin keamanan produk yang akan diberikan
pangan yang mempunyai tujuan dan tahapan jelas, yaitu metode HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Point). Salah satu alas an mengenai HACCP itu penting
silang yang terjadi dari pertugas penjamaah makanan yang kurang menjaga
kebersihan dan kurang memperhatikan standar-standar yang ada saat prosese
produksi.
Analysis Critical Control Point) pada salah satu menu yaitu “Kalio Telur” di
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum :
2. Tujuan Khusus
M.Djamil Padang.
1.4 Manfaat
(Hazard Analysis Critical Control Point) pada menu kalio telur Instalasi
pasien.
2. Bagi Mahasiwa
Padang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis dengan tujuan
untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan
bahan pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi
(Kemenperin, 2013).
keselamatan manusia atau yang merugikan ataupun yang dapat menyebabkan produk
makanan menjadi tidak disukai; diidentifikasi dan diteliti dimana kemungkinan besar terjadi
kontaminasi/pencemaran atau kerusakan produk makanan mulai dari penyediaan bahan baku,
selama tahapan proses pengolahan bahan sampai distribusi dan penggunaannya. Kunci utama
HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik kendali kritis. Menurut BRYAN
(1990), sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen untuk menjamin keamanan
produk pangan dalam industri pengolahan pangan dengan menggunakan konsep pendekatan
yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluruh (komprehensif) dan
tinggi terhadap mutu dan keamanan produk pangan. Konsep HACCP ini disebut rasional
karena pendekatannya didasarkan pada data historis tentang penyebab suatu penyakit yang
timbul (illness) dan kerusakan pangannya (spoilage). HACCP bersifat sistematis karena
konsep HACCP merupakan rencana yang teliti dan cermat serta meliputi kegiatan operasi
tahap demi tahap, tatacara (prosedur) dan ukuran kriteria pengendaliannya. Konsep HACCP
juga 6 bersifat kontinyu karena apabila ditemukan terjadi suatu masalah maka dapat segera
HACCP sendiri berhubungan erat dengan ramuan (ingredient), pengolah/proses dan tujuan
sebagai alat pengukur atau pengendali yang memfokuskan perhatiannya pada jaminan
keamanan pangan, terutama sekali untuk mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang berasal
dari bahaya mikrobiologi (biologi), kimia dan fisika dengan cara mencegah dan
pathogen dan memperkecil potensi mereka untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu,
secara individu setiap produk dan sistem pengolahannya dalam industri pangan harus
Dengan demikian, setiap produk dalam industri pangan yang dihasilkannya akan
(7) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena masalah
keamanan produk.
pandangan terhadap beberapa istilah dan definisi yang dipakai dalam sistem manajemen
HACCP, yaitu :
Bahaya (hazard)
Bahan biologi, kimia atau fisika, atau kondisi yang dapat menimbulkan resiko
kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen. Definisi bahaya atau ”hazard” sebagai
suatu sifat-sifat biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat menyebabkan bahan pangan
Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang dapat
Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak
terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan atau setiap titik,
tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan benar dapat mencegah,
Batas toleransi yang harus dipenuhi/dicapai yang menjamin bahwa CCP dapat
mengendalikan secara efektif bahaya yang mungkin timbul atau suatu nilai yang merupakan
Resiko
Penggolongan Resiko
pada makanan.
Pemantauan (Monitoring)
dikendalikan dengan baik dan benar serta menghasilkan catatan yang teliti untuk digunakan
Prosedur atau tatacara tindakan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan pada CCP.
Tim HACCP
Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk menjamin bahwa semua elemen ndalam
Validasi
Metode, prosedur dan uji yang dilakukan selain pemantauan untuk membuktikan bahwa
sistem HACCP telah sesuai dengan rancangan HACCP, dan untuk menentukan apakah
industri pangan. Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi
1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara pencegahannya.
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.
3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah teridentifikasi.
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya (Record
keeping).
Prinisp I. Analisis Bahaya (Hazard Analysis) dan Penetapan Resiko beserta Cara
Pencegahannya.
Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis bahaya yang berkaitan
dengan semua aspek produk yang sedang diproduksi. Pemeriksaan atau analisis terhadap
bahaya ini harus dilaksanakan, sebagai tahap utama untuk mengidentifikasi semua bahaya
yang dapat terjadi bila produk pangan dikonsumsi. Analisis bahaya harus dilaksanakan
bahaya, yaitu :
disebabkan oleh bakteri pathogen, virus atau parasit yang dapat menyebabkan keracunan,
(2) Bahaya Kimia, karena tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang beracun, misalnya :
aflatoksin, histamin, toksin jamur, toksin kerang, alkaloid pirolizidin, pestisida, antibiotika,
hormon pertumbuhan, logam-logam berat (Pb, Zn, Ag, Hg, sianida), bahan pengawet (nitrit,
sulfit), pewarna (amaranth, rhodamin B, methanyl jellow), lubrikan, sanitizer, dan sebagainya
(3) Bahaya Fisik, karena tertelannya benda-benda asing yang seharusnya tidak boleh terdapat
di dalam makanan, misalnya : pecahan gelas, potongan kayu, kerikil, logam, serangga,
potongan tulang, plastik, bagian tubuh (rambut), sisik, duri, kulit dan lain-lain.
Agar analisis bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat menjamin
semua informasi mengenai bahaya dapat diperoleh, maka analisis bahaya harus dilaksanakan
3. Identifikasi bahaya pada titik kendali kritis dengan mempersiapkan diagram alir
proses yang teliti sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, untuk menghasilkan
suatu produk.
Prinisp II. Identifikasi dan Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) di dalam Proses
Produksi
Titik kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap langkah/tahap
dalam proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi) dengan baik, kemungkinan
dapat menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan (spoilage), dan resiko kerugian
ekonomi. CCP ini ditentukan setelah diagram alir proses produksi yang sudah teridentifikasi
potensi bahaya pada setiap tahap produksi dengan menjawab pertanyaan ”Apakah
pengawasan/pengendalian kritis dari bahaya (hazard) terjadi pada tahap ini atau yang lain;
bahaya yang tak diinginkan, kerusakan dan kerugian secara ekonomi”. Harus diperhatikan
titik kendali (CP) tidaklah sama dengan titik kendali kritis (CCP).
Prinisp III. Penetapan Batas Kritis (Critical Limits) Terhadap Setiap CCP yang telah
Teridentifikasi.
Setelah semua CCP dan parameter pengendali yang berkaitan dengan setiap CCP
teridentifikasi, Tim HACCP harus menetapkan batas kritis untuk setiap CCP. Biasanya batas
kritis untuk bahaya biologis/mikrobiologis, kimia dan fisika untuk setiap jenis produk
berbeda satu sama lainnya. Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat
diterima untuk mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya
kesehatan secara cermat dan efektif. Batas kritis yang sudah ditetapkan ini tidak boleh
dilanggar atau dilampaui nilainya, karena bila suatu nilai batas kritis yang dilanggar dan
kemudian titik kendali kritisnya lepas dari kendali, maka dapat menyebabkan terjadinya
bahaya terhadap kesehatan konsumen. Beberapa contoh batas kritis yang perlu ditetapkan
sebagai alat pencegah timbulnya bahaya, misalnya adalah ; suhu dan waktu maksimal untuk
proses thermal, suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu tertentu
untuk proses sterilisasi komersial, jumlah residu pestisida yang diperkenankan ada dalam
Selain batas kritis untuk residu pestisida yang berasal dari komoditas pertanian, batas
kritis bahan kimia lain yang berpotensi sebagai bahaya kimia juga harus ditetapkan. Dalam
hal ini tim HACCP harus menggunakan peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan sebagai
panduan dalam menetapkan batas kritis untuk semua Bahan Tambahan Makanan (BTM),
termasuk bahan kimia yang digunakan dalam bahan pengemas yang bersentuhan dengan
produk pangan. Batas kritis untuk setiap CCP perlu didokumentasikan. Dokumentasi ini
harus dapat menjelaskan bagaimana setiap batas kritis dapat diterima dan harus disimpan
Memonitor CCP-nya.
Setelah prinsip III dilengkapi dengan penetapan batas kritis untuk semua CCP, tim
apakah suatu CCP dalam keadaan terkendali dan menghasilkan catatan (record) yang tepat
(1) Pemeriksaan apakah prosedur penanganan dan pengolahan pada CCP dapat
(2) Pengujian atau pengamatan terjadwal terhadap efektifitas sustu proses untuk
(3) Pengamatan atau pengukuran batas kritis untuk memperoleh data yang teliti, dengan
tujuan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin keamanan
produk.
Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi agar dapat
memberi jaminan bahwa proses pengendalian pengolahan produk pangan masih dalam batas
kritisnya dan dijamin tidak ada bahayanya. Dalam hal ini, metode, prosedur dan frekuensi
monitoring serta kemampuan hitungnya harus dibuat daftarnya pada lembaran kerja HACCP.
Prosedur dan metode monitoring harus efektif dalam memberi jaminan keamanan terhadap
produk pangan yang dihasilkan. Idealnya, monitoring pada CCP dilakukan secara kontinyu
hingga dicapai tingkat kepercayaan 100 persen. Namun bila hal ini tidak memungkinkan,
dapat dilakukan monitoring secara tidak kontinyu dengan syarat terlebih dahulu harus
ditetapkan interval waktu yang sesuai sehingga keamanan pangan benar-benar terjamin.
Biasanya agar pengukurannya dapat dilakukan secara cepat dan tepat, monitoring dilakukan
dengan cara pengujian yang bersifat otomatis dan tidak memerlukan waktu yang lama.
Oleh karena itu, pengujian dengan cara analisis mikrobiologis jarang digunakan
adalah : observasi secara visual dan pengamatan langsung (misal : kebersihan lingkungan
pengolahan, penyimpanan bahan mentah), pengukuran suhu dan waktu proses, pH, kadar air
dsb.
Prinsip V. Melaksanakan Tindakan Koreksi yang Harus Dilakukan Bila Terjadi
adanya bahaya yang berhubungan dengan kesehatan dan untuk membangun strategi
pencegahan preventif terhadap bahaya, tetapi kadang-kadang terjadi pula penyimpangan yang
tidak diharapkan. Oleh karena itu, jika dari hasil pemantuan (monitoring) ternyata
menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap CCP dan batas kritisnya, maka harus
dilakukan tindakan koreksi (corrective action) atau perbaikan dari penyimpangan tersebut.
Tindakan koreksi adalah prosedur proses yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius
Dengan demikian, apabila terjadi kegagalan dalam pengawasan pada CCP-nya, maka
tindakan koreksi harus segera dilaksanakan. Tindakan koreksi ini dapat berbeda-beda
tergantung dari tingkat resiko produk, yaitu semakin tinggi resiko produk semakin cepat
Tabel 2. Tindakan Koreksi yang harus dilakukan jika ditemukan penyimpangan dari
Tindakan koreksi di sini harus dapat mengurangi atau mengeliminasi potensi bahaya
dan resiko yang terjadi, ketika batas kritis terlampaui pada CCP-nya sehingga dapat
menjamin bahwa disposisi produk yang tidak memenuhi, tidak mengakibatkan potensi
bahaya baru. Setiap tindakan koreksi dilaksanakan, harus didokumentasikan dengan tujuan
Prinisp VI. Membuat Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Data yang Efektif dalam
(2) Memudahkan pemeriksaan oleh manager atau instansi berwenang jika produk yang
Berbagai keterangan yang harus dicatat untuk dokumentasi sistem dan penerapan
HACCP mencakup :
Bahan serta peralatan yang digunakan, termasuk : bahan mentah, bahan tambahan,
sistematis, rapih dan teratur. Disamping itu, bila pencatatan dan pendokumentasian dilakukan
tepat dan sesuai dengan sistem HACCP, maka berarti keefektifan sistem dokumentasi
Prinisp VII. Membuat Prosedur untuk Memverifikasi bahwa Sistem HACCP Bekerja
dengan Benar.
(1) Untuk memeriksa apakah program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan
(2) Untuk menjamin bahwa rancangan HACCP yang ditetapkan masih efektif dan benar.
Hasil verifikasi ini dapat pula digunakan sebagai informasi tambahan dalam memberikan
HACCP, yaitu :
harus dilakukan.
Pengampilan contoh dan analisis (fisik, kimia dan/atau mikrobiologis) secara acak
Sementara itu, jadwal kegiatan verifikasi dapat dilakukan pada saat-saat tertentu, yaitu:
Secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih
dapat dikendalikan.
Jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab keracunan
makanan.
Jika kriteria yang ditetapkan dalam rancangan HACCP dirasakan belum mantap,
Pada dasarnya untuk merancang dan menerapkan sistem HACCP dalam industri
pangan perlu mempertimbangkan pengaruh berbagai hal terhadap keamanan pangan, misal :
bahan mentah, ingredien dan bahan tambahan, praktek pengolahan makanan, peranan proses
1. Komitmen Manajemen.
manajemen sebagai penanggung jawab tertinggi. Mereka harus menyatakan komitmen tidak
hanya dalam kata-kata saja melainkan juga dalam tindakan. Seluruh karyawan dan staf
nantinya harus tahu bahwa manajemen adalah yang paling bertanggung jawab memikul
beban tugas implementasi ini. Dengan demikian segala sumber daya yang diperlukan untuk
mendukung implementasi HACCP harus disediakan baik manusia maupun peralatan, sarana,
keamanan pangan, maka mereka membentuk tim HACCP yang bertugas dan bertanggung
jawab dalam hal perencanaan, penerapan dan pengembangan sistem HACCP. Anggota tim
implementasi HACCP sebaiknya terdiri dari berbagai bidang disiplin ilmu (multidisiplin)
yang mempunyai pengetahuan dan keahlian spesifik yang tepat untuk produk.
Dalam hal ini anggotanya tidak perlu dibatasi dan dapat berasal dari bagian :
produksi, pengendalian mutu atau QC, jaminan mutu (QA), manufakturing, keteknikan
teknis dan masukan (input) dari mereka bermanfaat untuk mengembangkan system HACCP
Individu personil yang terpilih dalam tim HACCP kemudian diberi pelatihan (training)
mengenai prinsip-prinsip HACCP dan cara implementasinya (misalnya tentang hazard dan
analisisnya, peran titik kendali kritis dan batas kritis dalam menjaga keamanan pangan,
prosedur monitoring dan tindakan koreksi yang harus dilakukan seandainya ada
penyimpangan CCP, prosedur dokumentasi HACCP dan lain-lain). Pelatihan dan pendidikan
(skill) personil yang bersangkutan guna memperlancar pelaksanaan pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya. Pelatihan dapat dilakukan oleh tenaga ahli berasal dari dalam perusahaan
sendiri atau tenaga ahli dari luar perusahaan atau konsultan manajemen HACCP yang dapat
4. Diskripsi Produk.
dibuat/diproduksi. Dalam hal ini keterangan atau karakteristik yang lengkap mengenai
produk harus dibuat, termasuk keterangan mengenai komposisi (ingredien), formulasi, daya
awet dan cara distribusinya. Semua informasi tersebut diperlukan oleh tim HACCP untuk
5. Identifikasi Penggunaan/Konsumennya.
penggunaan produk harus didasarkan pada konsumen atau pengguna akhir dari produk
Bagan/diagram alir proses harus disusun oleh tim HACCP. Setiap tahap dalam proses
tertentu harus dianalisis untuk menyusun bagan alirnya. Dalam menerapkan HACCP untuk
suatu proses, pertimbangan harus diberikan terhadap tahap sebelum dan sesudah proses
tersebut. Tujuan dibuatnya alir proses adalah untuk menggambarkan tahapan proses produksi
secara dalam industri pangan yang bersangkutan serta untuk melihat tahapan proses produksi
tersebut menjadi mudah dikenali. Bagan/diagram alir proses ini selain bermanfaat membantu
tim HACCP dalam melaksanakan tugasnya, dapat pula berfungsi sebagai ”Pedoman”
berikutnya bagi orang (personil) atau lembaga lainnya (pemerintah dan pelanggan) yang
ingin mengetahui tahap proses produksi pangan yang dibuatnya sehubungan dengan kegiatan
verifikasinya.
Tim HACCP harus menguji dan memeriksa kembali diagram alir proses yang sudah
dibuat. Dalam hal ini, tim HACCP harus menyesuaikan kegiatan proses pengolahan yang
sebenarnya (di pabrik) dengan bagan alir proses pada setiap tahap dan waktu proses, dan jika
perlu mengubah diagram alir proses bila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai atau kurang
sempurna. Dengan demikian, bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat dan kurang
Penerapan prinsip 1. Membuat daftar bahaya yang mungkin timbul dan cara
Point).
CCP.
praktis dan teliti merupakan hal yang penting dalam penerapan sistem HACCP.
Panji Maulana
Selasa 13 Maret 2018 di ruang instalasi gizi RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Penerimaan bahan makanan segar dilakukan di pagi hari jam 08.00 oleh panitia
penerima bahan makanan segar, satu hari sebelum menu diolah dengan spesifikasi telur
bersih dan berat 50gr perbutir. Bumbu terdiri dari 2 yaitu bumbu yang sudah digiling dan
yang belum digiling. Bumbu yang sudah digiling terdiri dari cabe halus, laos, jahe, ketumbar.
Sedangkan bumbu yang belum digiling bawang merah dan bawang putih. Santan diterima
1. Telur diambil dibagian penyimpanan dalam kondisi segar dengan berat 55gr perbutir
2. Bumbu diracik satu hari sebelum diolah di ruang persiapan bumbu, dan disimpan di
chiller
3. Semua bumbu yang sudah dihaluskan di campur dengan santan didalam kuali lalu
5. Tunggu hingga semua bahan berubah warna menjadi agak kemerahan dan berminyak
Kalio daging yang telah dimasak, disajikan kedalam mangkok besar lalu disimpan
diruang pengolahan selama 14 menit sebelum disimpan diruangan distribusi. Dari ruang
distribusi, kalio telur didiamkan selama 29 menit sebelum dibagikan ke dalam plato makanan.
Pemorsian dilakukan oleh petugas distribusi yang dibantu oleh petugas pengolahan dan
Pemorsian dilakukan sesuai dengan standar makanan yang telah ditentukan oleh ahli
gizi ruangan. Kalio telur disajikan dalam plato makanan lalu didistribusikan ke dalam
ruangan kelas I, II dan III. Sedangkan untuk ruang rawat inap ambun pagi, kalio telur
2 Penerimaan B Aspergillus Penyimpanan pada suhu yang Memilih air kelapa yang segar
Santan niger, dan tidak tepat sebelum sampai Digunakan langsung
Aspergillus dirumah sakit Jika belum diolah, disimpan di dalam freezer
flavus Hindar dari sinar matahari langsung
Berdebu
Ulat
Daun kunyit, B Memilih daun yang segar dan bersih
4 Daun Jeruk, Membersihkan tempat penyimpanan
Rusak dan
Daun Salam F Dicuci sebelum digunakan
berdebu
Bakteri Suhu dan tempat penyimpanan Disimpan diwadah yang tertutup dan suhu penyimpanan yang
5 Garam B
Hemofilik bahan tepat
Bawang B Aspergillus Pengecekean saat penerimaan bahan makanan dan pengecekan
6 Merah, Flavus Penyimpanan terlalu lama, suhu suhu ruang penyimpanan
Bawang Putih F ruang penyimpanan rendah
Busuk
K Pestisida
Kemasan rusak saat
Hilangkan bagian yang busuk
Busuk dan diperjalanan, penyimpanan
7 Ketumbar F Pemilihan ketumbar harus kering
berwarna hitam yang terlalu lama, suhu
Simpan pada tempat yang kering
penyimpanan yang tidak tepat
K Formalin
Spatula F Serbuk besi dan Memilih spatula yang bersih dan tidak berkarat
5 berkarat Sebelum digunakan cuci spatula sampai bersih terlebih
dahulu
3.7 Analisis Bahaya dan Kategori Risiko
Penyortiran
Penyimpanan Penyimpanan (sehari
sebelum
pengolahanpengolah Pencucian
an
Persiapan Persiapan dan
Penggilingan
thawing
Penyimpanan (sehari
Perebusan Pencampuran Persiapan sebelum pengolahan)
Ruang kelas
VVIP,VIP, I, II, III
dan dokter
3.9 Verifikasi Diagram Alir
CCP 1 Penyortiran
Penyimpanan Penyimpanan (sehari
sebelum
pengolahanpengolah Pencucian
an
Persiapan Persiapan dan
Penggilingan
thawing
Penyimpanan (sehari
Perebusan Pencampuran Persiapan
CCP 2 sebelum pengolahan)
Ruang kelas
VVIP,VIP, I, II, III
dan dokter
3.10 HACCP Plan Matriks
Bahaya
Tahapan Proses P1 P2 P3 P4 P5 P6 Kesimpulan
Potensial
Penerimaan
Telur B, F √ - - - - - Bukan CCP
Santan B, F √ √ - - - - Bukan CCP
Bawang merah, B, F,K √ √ - - - - Bukan CCP
bawang putih
Daun kunyit, daun F - - - - - - Bukan CCP
jeruk, daun salam
Cabe Halus B,F,K √ √ Bukan CCP
Garam B - - - - - - Bukan CCP
Perebusan B, K √ √ - - CCP
Pencampuran B, F, K √ - √ - Bukan CCP
Pemasakan B, F, K √ √ - - CCP
Penyimpanan B, F - √ √ √ CCP
sementara
Pemorsian B, F √ √ √ - CCP
Pendistribusian B, F √ √ √ - Bukan CCP
Keterangan :
P1 : Apakah bahan mentah mengandung bahaya sampai pada tingkat yang berbahaya?
P2 : Apakah pengolahan/ penanganan selanjutnya (termasuk cara penggunaan oleh
konsumen) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai pada tingkat yang
aman?
P3 : Apakah formulasi/ komposisi atau struktur produk akhir penting untuk mencegah
meningkatnya bahaya sampai pada tingkat yang tidak dapat diterima?
P4 : Mungkinkah kontaminasi ulang terjadi? Mungkin bahaya akan meningkat?
P5 : Apakah pengolahan/ penanganan (termasuk penggunaan oleh konsumen) dapat
menghilangkan bahaya?
P6 : Apakah tahap proses ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya
sampai batas yang aman?
3.11 Penentuan CCP
1. Telur
P.2.a apakah penyortiran dapat mengurangi /menghilangkan bahaya sampai batas yang
P.2.b apakah perebusan dapat mengurangi / menghilangkan bahaya sampai batas yang
P.2.d apakah pemasakan dapat mengurangi / menghilangkan bahaya sampai batas yang
2. Santan
P.2.a apakah penyimpanan dapat mengurangi /menghilangkan bahaya sampai batas yang
P.2.a apakah penyortiran dapat mengurangi /menghilangkan bahaya sampai batas yang
P.2.b apakah pemasakan dapat mengurangi / menghilangkan bahaya sampai batas yang
3. Pencampuran
P.2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi / meningkat sangat melebihi batas? Tidak
4. Penyimpanan Sementara
P.2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi / meningkat sangat melebihi batas? Ya (
bahaya mikroorganisme)
P.3 apakah tahap selanjutnya dapat menghilangkan / mengurangi bahaya sampai batas
P.2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi / meningkat sangat melebihi batas? Ya
(bahaya mikrorganisme)
P.3 apakah tahap selanjutnya dapat menghilangkan / mengurangi bahaya sampai batas
aman ?
6. Pendistribusian
P.2 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi / meningkat sangat melebihi batas? Tidak
4 Pengolahan B CCP 2 Proses Suhu dan Pengolahan dan Sesuai - apa : Bahan Memberikan
F pemasakan dan hygiene APD kematangan Makanan teguran dan
santitasi penjamah yang - Siapa : petugas pelatihan hygiene
penjamah dinginkan pengolahan
dan tidak ada - Dimana : Ruang
bahaya pengolahan
- Kapan : pada saat
Pengolahan bahan
makanan
- Bagaimana :
Masak dengan suhu
yang tepat dan APD
4. Penyimpanan B CCP 1 Kondisi Waktu dan Pemakaian Wadah tepat - Apa : Kalio Dipindahkan dalam
Makanan di penyimpanan wadah wadah dan dan waktu Telur wadah yang tepat
panci penyimpanan waktu tidak kurang dari 4 - Siapa : dan dipanaskan
Stainless lebih dari 4 jam jam petugas kembali
Steel pengolahan
- Dimana :
ruang
distribusi
- Kapan :
Setelah kalio
telur diolah
- Bagaimana :
wadah ditutup
dan mencatat
lamanya
penyimpanan
5. Pemorsian F CCP 3 Penggunaan APD Ada/tidaknya Tenaga Tidak ada apa : Kalio telur Memberikan
oleh penjamah benda asing penjamah bahaya - Siapa : petugas teguran dan
distribusi pelatihan hygiene
- Dimana : Ruang penjamah
distribusi
- Kapan : Pada saat
pemorsian kalio
telur
- Bagaimana : APD
oleh penjamah
6. Distribusi F CCP 4 Pentutupan Ada/tidaknya Tidak adanya Tidak ada apa : kalio telur Menggunakan
Makanan B wadah dan mikroba dan mikroba dan bahaya - Siapa : petugas wadah yang
penggunaan APD benda asing benda asing distribusi tertutup dan
- Dimana : Ruang pemantauan tenaga
distribusi penjamah
- Kapan : pada saat
pendistribusian
makanan hingga
sampai ke pasien
- Bagaimana :
Penyimpanan
dalam wadah
tertutup dan APD
penjamah
BAB IV PENUTUP
1.1 Kesimpulan
1.2 Saran
3. Pada proses pemorsian, plato yang digunakan harus bebas dari kuman agar
4. Suhu dan kelembapan untuk penyimpanan bahan segar dan kering harus
Kementerian Perindustrian RI. (2010). Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp)
Dan Implementasinya Dalam Industri Pangan. Nomor: 75/MIND/PER/7/2012.
Prasetyono, AT. (2000). Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality
Assurance Industri Pangan.Jurnal Teknologi Industri. Vol. IV No.3.
Badan POM RI. 2013. InfoPOM . Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp) POM RI.
7(5):1–12.
PGRS, 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Kementrian Kesehatan RI
Centers for Disease Control and Prevention. 2012. Surveillance for foodborne-disease
outbreaks-United States, Morbidity and Mortality Weekly Report 45:1-55