Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KIMIA BAHAN PANGAN

Tentang:

SISTEM PERLINDUNGAN MAKANAN

Dosen Pengampu:

Dr. Aulia Azhar, M.Si

Disusun Oleh Kelompok 4:

Annisa Indra (20231045)

Auziatul Rahmi (20231047)

Awinda (20231048)

Elmesa Putri (20231052)

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melindungi, menjaga, serta
membimbing kita semua dalam jalan yang di ridho-Nya. Di susunnya makalah “Sistem
Perlindungan Makanan” ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Kimia
Bahan Pangan semester 4 dan di harapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca. Dalam proses
pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
karena makalah ini jauh dari kesempurnaan.

Minggu, 05 Mei 2022

Kelompok 4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengaruh globalisasi telah memasuki seluruh sendi kehidupan manusia, makanan yang
merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh setiap manusia tidak lepas
dari pengaruh globalisasi itu sendiri. Globalisasi ekonomi dan industry yang canggih serta
persaingan perdagangan dunia menuntut ketahanan pangan nasioanal yang lebih baik. Salah
satu cara peningkatan ketahanan pangan nasional adalah dengan menghasilkan pangan yang
bermutu dan aman bagi konsumen, terutama konsumen internasional.

Pangan atau makanan yang memiliki mutu dan keamanan yang baik, tidak hanya dilihat
dari hasil akhir atau produk pangan tersebut tetapi pangan yang bermutu dapat dilihat dari
proses diperoleh, pengolahan serta pendistribusian sehingga dapat menghasilkan produk yang
bermutu. Oleh karena itu berkembanglah system yang dapat menjamin mutu dan keamanan
pangan bagi konsumen salah satunya seperti HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).

Makanan yang kurang bermutu atau aman biasanya dapat diakibatkan oleh daya tahan
makanan tersebut yang rendah karena mudah dikontaminasi oleh microorganism. Hal ini dapat
menimbulkan berbagai penyakait yang disebabkan oleh makanan yang telah terkontaminasi
tersebut, ada beberapa makanan terkontaminasi yang tercatat telah menimbulkan wabah
sehingga membutuhkan pengawasan yang lebih.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan system proteksi makanan HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point)?
2. Bagaimana pengawasan wabah penyakit yang disebabkan oleh makanan?
3. Penyebab kontaminasi dan basinya makanan?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan system proteksi makanan HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Point)
2. Mengetahui pengawasan wabah penyakit yang disebabkan oleh makanan
3. Mengetahui penyebab kontaminasi dan basinya makanan
BAB II
PEMBAHASAN

A. System Proteksi Makanan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem yang
mengidentifikasi bahaya spesifik bahan, produk ataupun proses pengolahan pangan. Pengujian
mutu dan keamanan makanan dengan system HACCP ini menekankan pada proses
memperoleh bahan baku, pengolahan dan serta produk akhir yang dihasilkan. Hal ini
berlawanan dengan cara tradisional yang lebih menekankan uji pada produk akhir yang di
hasilkan.

HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan


pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku,
selama proses produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan
pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi (MOTARKEMI
et al, 1996; STEVENSON, 1990). Menurut pengertian ini dapat dipahami bahwa kunci utama
HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik kendali krisis.

Menurut BRYAN (1990), sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen untuk
menjamin keamanan produk pangan dalam industri pengolahan pangan dengan menggunakan
konsep pendekatan yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluruh
(komprehensif) dan bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya
yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keamanan produk pangan.

Konsep HACCP ini disebut rasional karena pendekatannya didasarkan pada data historis
tentang penyebab suatu penyakit yang timbul (illness) dan kerusakan pangannya (spoilage).
HACCP bersifat sistematis karena konsep HACCP merupakan rencana yang teliti dan cermat
serta meliputi kegiatan operasi tahap demi tahap, tatacara (prosedur) dan ukuran kriteria
pengendaliannya. Konsep HACCP juga 6 bersifat kontinyu karena apabila ditemukan terjadi
suatu masalah maka dapat segera dilaksanakan tindakan untuk memperbaikinya. Disamping
itu, sistem HACCP dikatakan bersifat komprehensif karena sistem HACCP sendiri
berhubungan erat dengan ramuan (ingredient), pengolah/proses dan tujuan
penggunaan/pemakaian produk pangan selanjutnya.
Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem penjamin keamanan
pangan mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu : (1) Mencegah penarikan produk pangan yang
dihasilkan, (2) Mencegah penutupan pabrik, (3) Meningkatkan jaminan keamanan produk, (4)
Pembenahan dan pembersihan pabrik, (5) Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar,
(6) Meningkatkan kepercayaan konsumen dan (7) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian
yang mungkin timbul karena masalah keamanan produk.

Pendekatan HACCP dalam industri pangan terutama diarahkan terhadap produk pangan
(makanan) yang mempunyai resiko tinggi sebagai penyebab penyakit dan keracunan, yaitu
makanan yang mudah terkontaminasi oleh bahaya mikrobiologi, kimia dan fisika. Contoh
produk yang memiliki tingkat resiko tinggi seperti susu dan produk olahannya, produk yang
memiliki tingkat resiko menengah atau sedang seperti daging dan ikan beku, produk yang
memiliki tingkat resiko rendah seperti biji-bijian.

Adapun istilah-istilah yang sering digunakan dalam system menejemen HACCP adalah:

1. Bahaya (hazard), Bahan biologi, kimia atau fisika, atau kondisi yang dapat
menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen. Menurut
NACMCF (1992) mendefinisikan bahaya atau ”hazard” sebagai suatu sifat-sifat
biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat menyebabkan bahan pangan
(makanan) menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.
2. Titik Kendali (Control Point = CP) Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem
produksi makanan yang dapat mengendalikan faktor bahaya biologi/mikrobiologi,
kimia atau fisika.
3. Titik Kendali Kritis (Critical Control Point = CCP) Setiap titik, tahap atau prosedur
pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat mengakibatkan
resiko kesehatan yang tidak diinginkan atau setiap titik, tahap atau prosedur yang jika
dikendalikan dengan baik dan benar dapat mencegah, menghilangkan atau mengurangi
adanya bahaya.
4. Batas Kritis (Ccritical Limits) Batas toleransi yang harus dipenuhi/dicapai yang
menjamin bahwa CCP dapat mengendalikan secara efektif bahaya yang mungkin
timbul atau suatu nilai yang merupakan batas antara keadaan dapat diterima dan tidak
dapat diterima.
5. Resiko, Kemungkinan menimbulkan bahaya.
6. Penggolongan Resiko, Pengelompokkan prioritas resiko berdasarkan bahaya yang
mungkin timbul/ terdapat pada makanan.
7. Pemantauan (Monitoring), Pengamanan atau pengukuran untuk menetapkan apakah
suatu CCP dapat dikendalikan dengan baik dan benar serta menghasilkan catatan yang
teliti untuk digunakan selanjutnya dalam verifikasi.
8. Pemantauan Kontinyu, Pengumpulan dan pencatatan data secara kontinyu, misalnya
pencatatan suhu pada tabel.
9. Tindakan Koreksi (Corrective Action) Prosedur atau tatacara tindakan yang harus
dilakukan jika terjadi penyimpangan pada CCP.
10. Tim HACCP Sekelompok orang/ahli yang bertanggung jawab untuk menyusun
rancangan HACCP.
11. Validasi Rancangan HACCP, Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk menjamin
bahwa semua elemen dalam rancangan HACCP sudah benar.
12. Validasi Metode, prosedur dan uji yang dilakukan selain pemantauan untuk
membuktikan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rancangan HACCP, dan untuk
menentukan apakah rancangan HACCP memerlukan modifikasi dan revalidasi.

Ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem HACCP pada industri pangan
seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP (National Advisory Committee on
Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan CAC (Codex Alintarius Commission, 1993).
Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut adalah:

1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara


pencegahannya. Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis bahaya
yang berkaitan dengan semua aspek produk yang sedang diproduksi. Pemeriksaan atau
analisis terhadap bahaya ini harus dilaksanakan, sebagai tahap utama untuk
mengidentifikasi semua bahaya yang dapat terjadi bila produk pangan dikonsumsi.
Analisis bahaya harus dilaksanakan menyeluruh dan realistik, dari bahan baku hingga
ke tangan konsumen. Adapun bahaya yang mungkin disebabkan baik itu dari bahya
biologis, kimia, dan fisika. Ada tiga elemen dalam analisis bahaya, yaitu: 1. Menyusun
Tim HACCP. 2. Mendefinisikan produk: cara produk dikonsumsi dan sifat-sifat negatif
produk yang harus dikontrol dan dikendalikan. 3. Identifikasi bahaya pada titik kendali
kritis dengan mempersiapkan diagram alir proses yang teliti sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya, untuk menghasilkan suatu produk.
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.
Titik kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap langkah/tahap
dalam proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi) dengan baik,
kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan (spoilage), dan
resiko kerugian ekonomi. CCP ini ditentukan setelah diagram alir proses produksi yang
sudah teridentifikasi potensi bahaya pada setiap tahap produksi dengan menjawab
pertanyaan ”Apakah pengawasan/pengendalian kritis dari bahaya (hazard) terjadi pada
tahap ini atau yang lain; apabila pengawasan/pengendalian pada tahap tertentu gagal
apakah langsung menghasilkan bahaya yang tak diinginkan, kerusakan dan kerugian
secara ekonomi”. Harus diperhatikan titik kendali (CP) tidaklah sama dengan titik
kendali kritis (CCP).
3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah
teridentifikasi. Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat diterima
untuk mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya
kesehatan secara cermat dan efektif. Batas kritis yang sudah ditetapkan ini tidak boleh
dilanggar atau dilampaui nilainya, karena bila suatu nilai batas kritis yang dilanggar
dan kemudian titik kendali kritisnya lepas dari kendali, maka dapat menyebabkan
terjadinya bahaya terhadap kesehatan konsumen. Beberapa contoh batas kritis yang
perlu ditetapkan sebagai alat pencegah timbulnya bahaya, misalnya adalah ; suhu dan
waktu maksimal untuk proses thermal, Selain batas kritis untuk residu pestisida yang
berasal dari komoditas pertanian, batas kritis bahan kimia lain yang berpotensi sebagai
bahaya kimia juga harus ditetapkan. Dalam hal ini tim HACCP harus menggunakan
peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan sebagai panduan dalam menetapkan batas
kritis untuk semua Bahan Tambahan Makanan (BTM), termasuk bahan kimia yang
digunakan dalam bahan pengemas yang bersentuhan dengan produk pangan.
4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.
Monitoring merupakan rencana pengawasan dan pengukuran berkesinambungan untuk
mengetahui apakah suatu CCP dalam keadaan terkendali dan menghasilkan catatan
(record) yang tepat untuk digunakan dalam verifikasi nantinya. Kegiatan monitoring ini
mencakup : (1) Pemeriksaan apakah prosedur penanganan dan pengolahan pada CCP
dapat dikendalikan dengan baik ; (2) Pengujian atau pengamatan terjadwal terhadap
efektifitas sustu proses untuk mengendalikan CCP dan batas kritisnya ; (3) Pengamatan
atau pengukuran batas kritis untuk memperoleh data yang teliti, dengan tujuan untuk
menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin keamanan produk
(CORLETT, 1991)
5. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi
penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya. Tindakan koreksi adalah prosedur
proses yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius atau kritis diketemukan dan
batas kritisnya terlampaui. Dengan demikian, apabila terjadi kegagalan dalam
pengawasan pada CCP-nya, maka tindakan koreksi harus segera dilaksanakan.
Tindakan koreksi ini dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat resiko produk, yaitu
semakin tinggi resiko produk semakin cepat tindakan koreksi harus dilakukan
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan
datanya (Record keeping). Sistem doumentasi dalam sistem HACCP bertujuan untuk:
(1) Mengarsipkan rancangan program HACCP dengan cara menyusun catatan yang
teliti dan rapih mengenai seluruh sistem dan penerapan HACCP; (2) Memudahkan
pemeriksaan oleh manager atau instansi berwenang jika produk yang dihasilkan
diketahui atau diduga sebagai penyebab kasus keracunan makanan. Berbagai
keterangan yang harus dicatat untuk dokumentasi sistem dan penerapan HACCP
mencakup:
• Judul dan tanggal pencatatan
• Keterangan produk (kode, tanggal dan waktu produksi)
• Karakteristik produk (penggolongan resiko bahaya)
• Bahan serta peralatan yang digunakan, termasuk: bahan mentah, bahan
tambahan, bahan pengemas dan peralatan penting lainnya.
• Tahap/bagan alir proses, termasuk: penanganan dan penyimpanan bahan,
pengolahan, pengemasan, penyimpanan produk dan distribusinya.
• Jenis bahaya pada setiap tahap
• CCP dan batas kritis yang telah ditetapkan
• Penyimpangan dari batas kritis
• Tindakan koreksi/perbaikan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan,
dan karyawan/petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan koreksi/
perbaikan
7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran. Prosedur verifikasi dibuat dengan
tujuan : (1) Untuk memeriksa apakah program HACCP telah dilaksanakan sesuai
dengan rancangan HACCP yang ditetapkan dan (2) Untuk menjamin bahwa rancangan
HACCP yang ditetapkan masih efektif dan benar. Hasil verifikasi ini dapat pula
digunakan sebagai informasi tambahan dalam memberikan jaminan bahwa program
HACCP telah terlaksana dengan baik. Verifikasi mencakup berbagai kegiatan evaluasi
terhadap rancangan dan penerapan HACCP, yaitu:
• Penetapan jadwal verifikasi yang tepat
• Pemeriksaan kembali (review) rancangan HACCP
• Pemeriksaan atau penyesuaian catatan CCP dengan kondisi proses sebenarnya
• Pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi/perbaikan
yang harus dilakukan.
• Pengampilan contoh dan analisis (fisik, kimia dan/atau mikrobiologis) secara
acak pada tahap-tahap yang dianggap kritis.
• Catatan tertulis mengenai: kesesuaian dengan rancangan HACCP,
penyimpangan terhadap rancangan HACCP, pemeriksaan kembali diagram alir
dan CCP.
• Pemeriksaan kembali modifikasi rancangan HACCP (CORLETT, 1991).

Kemudian untuk memperoleh program yang efektif dan menyeluruh dalam


penerapan/implementasi HACCP perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Komitmen Manajemen. Keberhasilan penerapan / implementasi sistem HACCP


sangatlah tergantung pada manajemen sebagai penanggung jawab tertinggi. Mereka
harus menyatakan komitmen tidak hanya dalam kata-kata saja melainkan juga dalam
tindakan. Seluruh karyawan dan staf nantinya harus tahu bahwa manajemen adalah
yang paling bertanggung jawab memikul beban tugas implementasi ini. Dengan
demikian segala sumber daya yang diperlukan untuk mendukung implementasi
HACCP harus disediakan baik manusia maupun peralatan, sarana, dokumentasi,
informasi, metode, lingkungan, bahan baku dan waktu.
2. Pembentukan Tim HACCP. Setelah Pimpinan Puncak mempunyai komitmen
manajemen terhadap program keamanan pangan, maka mereka membentuk tim
HACCP yang bertugas dan bertanggung jawab dalam hal perencanaan, penerapan dan
pengembangan sistem HACCP. Anggota tim implementasi HACCP sebaiknya terdiri
dari berbagai bidang disiplin ilmu (multidisiplin) yang mempunyai pengetahuan dan
keahlian spesifik yang tepat untuk produk. Dalam hal ini anggotanya tidak perlu
dibatasi dan dapat berasal dari bagian: produksi, pengendalian mutu atau QC, jaminan
mutu (QA), manufakturing, keteknikan (engineering), R & D serta sanitasi. Mereka
merupakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang
pekerjaannya masing-masing sehingga informasi teknis dan masukan (input) dari
mereka bermanfaat untuk mengembangkan sistem HACCP secara efektif dan benar.
3. Pelatihan Tim HACCP. Individu personil yang terpilih dalam tim HACCP kemudian
diberi pelatihan (training) mengenai prinsip-prinsip HACCP dan cara implementasinya
(misalnya tentang hazard dan analisisnya, peran titik kendali kritis dan batas kritis
dalam menjaga keamanan pangan, prosedur monitoring dan tindakan koreksi yang
harus dilakukan seandainya ada penyimpangan CCP, prosedur dokumentasi HACCP
dan lain-lain). Pelatihan dan pendidikan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
(knowledge) dan mengembangkan keahlian (skill) personil yang bersangkutan guna
memperlancar pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Pelatihan
dapat dilakukan oleh tenaga ahli berasal dari dalam perusahaan sendiri atau tenaga ahli
dari luar perusahaan atau konsultan manajemen HACCP yang dapat memberi bantuan
dalam implementasi HACCP tersebut.
4. Diskripsi Produk. Tim HACCP yang telah dibentuk dan disusun selanjutnya harus
mendiskripsikan/menggambarkan secara menyeluruh terhadap produk pangan yang
akan dibuat/diproduksi. Dalam hal ini keterangan atau karakteristik yang lengkap
mengenai produk harus dibuat, termasuk keterangan mengenai komposisi (ingredien),
formulasi, daya awet dan cara distribusinya. Semua informasi tersebut diperlukan oleh
tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
5. Identifikasi Penggunaan/Konsumennya. Kemudian tim HACCP harus
mengidentifikasi tujuan penggunaan produk. Tujuan penggunaan produk harus
didasarkan pada konsumen atau pengguna akhir dari produk tersebut. Pada kasus, harus
dipertimbangkan kelompok populasi/masyarakat beresiko tinggi.
6. Penyusunan Bagan/Diagram Alir Proses. Bagan/diagram alir proses harus disusun
oleh tim HACCP. Setiap tahap dalam proses tertentu harus dianalisis untuk menyusun
bagan alirnya. Dalam menerapkan HACCP untuk suatu proses, pertimbangan harus
diberikan terhadap tahap sebelum dan sesudah proses tersebut. Tujuan dibuatnya alir
proses adalah untuk menggambarkan tahapan proses produksi secara dalam industri
pangan yang bersangkutan serta untuk melihat tahapan proses produksi tersebut
menjadi mudah dikenali. Bagan/diagram alir proses ini selain bermanfaat membantu tin
HACCP dalam melaksanakan tugasnya, dapat pula berfungsi sebagai ”Pedoman”
berikutnya bagi orang (personil) atau lembaga lainnya (pemerintah dan pelanggan)
yang ingin mengetahui tahap proses produksi pangan yang dibuatnya sehubungan
dengan kegiatan verifikasinya.
7. Menguji dan Memeriksa Kembali Diagram Alir Proses. Tim HACCP harus menguji
dan memeriksa kembali diagram alir proses yang sudah dibuat. Dalam hal ini, tim
HACCP harus menyesuaikan kegiatan proses pengolahan yang sebenarnya (di pabrik)
dengan bagan alir proses pada setiap tahap dan waktu proses, dan jika perlu mengubah
diagram alir proses bila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai atau kurang sempurna.
Dengan demikian, bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat dan kurang
sempurna, dapat dilakukan modifikasi.
8. Menerapkan Tujuh Prinsip HACCP.

B. Pengawasan Wabah Penyakit Yang Ditimbulkan Dari Makanan

Kapasitas minimum dalam keamanan mikrobiologis dan kimia perlu dipertahankan


untuk mendukung inspeksi pangan atas usaha berisiko tinggi, untuk menangani keluhan
konsumen dan insiden pangan, dan untuk penyelidikan dan manajemen wabah penyakit
yang disebabkan oleh makanan. Hal ini dapat berarti laboratorium pangan terakreditasi
diberi wewenang sementara untuk melakukan pengujian sebagai bagian dari program
pengendalian keamanan pangan nasional. Namun, otoritas yang berwenang harus
memastikan validitas dan keandalan hasil pengujian. Selain itu, kapasitas untuk
mengidentifikasi kasus penyakit yang disebabkan oleh makanan pada manusia akan sangat
berkurang, tetapi kemampuan minimum nasional dalam hal ini sangat perlu dipertahankan.

Laboratorium pangan perlu memperkenalkan langkah-langkah untuk mengurangi


risiko penularan penyakit misalnya SARS-CoV-2 di lingkungan laboratorium. Langkah-
langkah ini termasuk pelatihan pekerja laboratorium untuk mengenali gejala COVID-19,
mengikuti prinsip jarak jauh fisik, sering mencuci tangan, sanitasi dan disinfeksi, dan etiket
batuk /bersin. Staf laboratorium harus membiasakan diri dengan pedoman keamanan hayati
terkait dengan COVID-19 dari WHO.4 Untuk menjaga jarak fisik, mungkin perlu untuk
mengurangi kepadatan staf laboratorium melalui kerja shift/bergantian dan komunikasi
melalui interkom ketika staf bekerja sendirian di ruang laboratorium yang kecil di mana
tidak mungkin tetap menjaga jarak lebih dari satu meter. Perlu ada pengaturan jarak fisik
selama serah terima shift. Jadwal kerja harus diatur sehingga pekerjaan penting akan
berlanjut jika pekerja laboratoriumterinfeksi COVID-19.
C. Penyebab Kontaminasi dan Basinya Makanan

Kontaminasi adalah keberadaan suatu konstituen, ketidakmurnian, atau elemen lain


yang dapat merusak, mengganggu, menginfeksi, atau membuat tidak layaknya suatu
material, objek fisis, lingkungan hidup, tempat kerja, dll. Bahan pangan dapat
terkontaminasi saat panen, persiapan, proses pengolahan maupun saat distribusi.
Kontaminasi tersebut terjadi karena pangan menjadi sumber nutrisi dan menyediakan
kondisi yang sesuai untuk petumbuhan mikroba. Kontaminasi dapat berasal dari tiga
sumber yaitu: mikrobiologi, kimia dan fisik. Cemaran mikrobiologis dapat disebabkan oleh
virus, bakteri maupun parasit. Mikroba tersebut dapat masuk dan mencemari bahan pangan
karena terbawa oleh air tercemar, debu, lalat maupun peralatan dan tangan yang kotor.

Dalam menghindari bahaya cemaran mikrobiologis, cara-cara yang dapat


dilakukan adalah:

1. Memilih pangan yang baik dan mencucinya dengan air bersih

2. Mengkonsumsi makanan ketika masih hangat

3. Tidak membiarkan makanan berdekatan dengan bahan mentah agar tidak terjadi
kontaminasi silang

4. Menjaga peralatan dapur selalu bersih dan mencuci tangan setiap ingin memegang
makanan.

Selain mikrobiologis, makanan juga dapat tercemar oleh bahaya kimia. Senyawa
kimia tersebut bila terdapat dalam bahan makanan dan tertelan manusia dapat
menyebabkan sakit dan keracunan. Bahaya kimia dapat berasal dari bahan tambahan
pangan, pangan penyebab alergi, toksin alami, pestisida maupun residu zat pembersih.
Masyarakat perlu teliti dan cermat ketika membeli jajanan di pasar yang banyak
ditambahkan bahan tambahan pangan (BTP). Jika terdapat makanan yang aroma, warna
maupun rasanya terlalu mencolok, sebaiknya makanan tersebut dihindari karena ada
kemungkinan ditambahkan BTP yang tidak diperbolehkan.

Penyebab Makanan Menjadi Basi


Suatu makanan bisa dikatakan basi saat molekul-molekul penyusunnya sudah banyak yang
berubah. Misalnya, roti sisir coklat yang baru dimakan separuh yang seharusnya rasanya
manis, berubah menjadi masam karena molekul gulanya sudah berubah menjadi asam
piruvat ketika membiarkan rotinya di atas meja seharian. Saat molekul yang berubah itu
sudah cukup banyak sampai makanan itu sudah tidak layak makan untuk manusia, makanan
itu yang biasa kita sebut sebagai makanan basi. Lantas, apa penyebab makanan menjadi basi?

1. Oksidasi alami. Oksidasi adalah interaksi antara molekul oksigen dengan zat lain,
seperti logam hingga jaringan hidup. Interaksi antara oksigen yang ada di udara dengan
molekul-molekul penyusun makanan membuat struktur molekul makanan berubah. Contoh
yang gampang teroksidasi dari makanan adalah vitamin dan lemak. Bau tengik dari makanan
basi bisa diakibatkan oleh molekul lemak yang udah teroksidasi. Untuk buah, proses oksidasi
pigmen yang ada di buah tersebut juga bisa bikin warna dari buah jadi ga menarik bagi kita.
Seperti buah apel yang berubah menjadi warna kecoklatan.

2. Enzim. Enzim berperan ke pembusukan dan perubahan tekstur dari makanan hasil
bumi yang belom diolah, seperti daging, sayur, dan buah-buahan. Mayoritas enzim yang
bikin makanan jadi rusak itu adalah enzim yang sifatnya mempercepat proses oksidasi dari
makanan. Selain itu, enzim yang mengatur pematangan buah juga secara alami bisa bikin
buah itu jadi lembek dan berwarna kehitaman.

3. Pengaruh Mikroorganisme. Cukup sering, bahan makanan kita sehari-hari


terkontaminasi oleh mikroorganisme, khususnya jika kebersihannya kurang dijaga.
Mikroorganisme, seperti bakteri atau jamur, sangat berperan sebagai organisme pengurai.
Sebagai pengurai, pastinya organisme-organisme tersebut bakalan merubah molekul-
molekul yang ada di makanan. Karena mikroorganisme itu bisa berkembang biak dengan
cepat saat media tumbuhnya cocok (nutrisi cocok, suhunya pas, dan lain-lain),
mikroorganisme jadi salah satu faktor utama yang dapat membuat makanan jadi cepat basi
kalau makanan ga disimpan dengan baik.

Lalu, bagaimana cara membuat makanan menjadi lebih awet?


1. Pengasapan makanan. Pengasapan makanan termasuk salah satu metode paling purba
dalam mengawetkan makanan selain pengeringan. Keuntungan dari metode pengasapan
makanan adalah selain mengeringkan, asap hasil pembakaran kayu juga mengandung
senyawa-senyawa organik yang bersifat sebagai pengawet alami, seperti formaldehyde, dan
lain-lain.

2. Pengasinan makanan. Metode pengasinan awalnya efektif untuk membantu


pengeringan daging hasil buruan karena garam bisa mengikat dan menarik keluar molekul
air yang ada di dalem daging tersebut. Selain itu, garam dapat menghambat pertumbuhan
mikroba dengan membuat sebagian besar mikroba mati karena garam juga dapat menarik
keluar cairan dalam tubuh mikroba.

3. Fermentasi. Cara membuat makanan menjadi lebih awet dengan fermentasi yaitu
membuat mikroorganisme yang kita inginkan untuk berada di situ. Ini bisa dilakukan dengan
menambahkan mikroorganisme, seperti ragi, ke kacang kedelai (yang membuatnya
terfermentasi jadi tempe). Lalu, membuat “lingkungan buatan” sesuai dengan yang
dibutuhkan si mikroba yang kita mau (atur suhu, udara, dan sebagainya). Proses fermentasi
ini mengasilkan makanan dan minuman yang banyak manfaatnya bagi manusia. Contohnya:
yoghurt, keju, kecap, kimchi, dan lain-lain.

4. Pemasakan Ulang atau Pemanasan Makanan. Proses pemanasan membunuh bakteri


dan merusak enzim-enzim yang menyebabkan pembusukan. Saat bakteri kontaminan
berkembang biak begitu banyak di suatu bahan makanan, laju degradasi makanan tinggi,
makanan pun menjadi lebih cepat basi. Memanaskan makanan akan membunuh sebagian
besar bakteri sehingga populasi bakteri harus mulai tumbuh dari jumlah sedikit lagi. Kenapa
ketika udah dipanaskan pakai suhu tinggi, bakteri yang mati hanya sebagian? Bakteri bisa
mengubah dirinya menjadi “fase tidur” endospora yang tahan banget sama panas, garam,
atau lingkungan mencekam lainnya.

5. Pendinginan Makanan. Mendinginkan makanan di kulkas atau freezer bisa membuat


makanan tahan lama dikarenakan suhu kulkas/freezer yang dingin membuat pertumbuhan
mikroorganisme terhambat. Selain itu, enzim-enzim yang bisa membantu proses
pembusukan juga tidak aktif dalam suhu rendah. Namun, kulkas cuma menghambat
pertumbuhan bakteri, bukan membunuh bakteri.
6. Pemanasan Berteknologi. Ada dua prinsip pemanasan berteknologi yaitu pasteurisasi
dan UHT. Prinsip metode pasteurisasi adalah dengan memanaskan bahan makanan lalu
didinginkan ke suhu normal ruangan (27°C) berulang-ulang. Ketika dipanaskan, bakteri
berubah jadi endospora. Ketika didinginkan kembali ke suhu normal, endospora berubah
jadi bakteri lagi. Sebelum bakterinya menjadi aktif lagi, dipanaskan lagi, untuk membunuh
bakteri tersebut. Begitu terus berulang-ulang sampai semua mikroorganisme kontaminan di
bahan makanan tersebut benar-benar habis dan mati. Teknologi selanjutnya adalah Ultra
High Temperature (UHT). Teknologi ini memanaskan makanan sampai suhu 137C yang
menyebabkan spora jamur maupun endospora bakteri sudah mati.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem yang
mengidentifikasi bahaya spesifik bahan, produk ataupun proses pengolahan pangan. Pengujian
mutu dan keamanan makanan dengan system HACCP ini menekankan pada proses
memperoleh bahan baku, pengolahan dan serta produk akhir yang dihasilkan. Hal ini
berlawanan dengan cara tradisional yang lebih menekankan uji pada produk akhir yang di
hasilkan.

Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut
adalah:

1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara pencegahannya.

2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.

3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah teridentifikasi.

4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.

5. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi


penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya.

6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya


(Record keeping).

7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.

Kontaminasi dapat terjadi karena pangan menjadi sumber nutrisi dan menyediakan
kondisi yang sesuai untuk petumbuhan mikroba. Kontaminasi dapat berasal dari tiga sumber
yaitu: mikrobiologi, kimia dan fisik.Penyebab makanan basi yaitu adanya oksidasi, pengaruh
enzim dan pengaruh mikroorganisme,

DAFTAR PUSTAKA
https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/covid-19-dan-keamanan-
pangan.pdf

https://kumparan.com/zenius-education/penyebab-makanan-basi-dan-cara-membuatnya-
menjadi-awet-1sFYr2ehw0q/4

https://foodreview.co.id/blog-5669177-Kenali-Sumber-sumber-Kontaminasi-Bahan-
Pangan.html#:~:text=Kontaminasi%20dapat%20berasal%20dari%20tiga,peralatan%20dan%
20tangan%20yang%20kotor

Anda mungkin juga menyukai