PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, masalah pangan di negara lain memiliki
pengaruh kuat terhadap situasi pangan dalam negeri. dihadapkan pada
keadaan tersebut dan karakteristik pangan dalam negeri, maka masalah
pangan merupakan masalah yang sangat komplek, bersifat multi-disiplin
dan lintas-sektoral, oleh karena itu pemecahan permasalahan pangan dan
gizi tidak dapat hanya didekati dan dipecahkan secara partial approach,
tetapi perlu pendekatan lintas-sektoral serta integrated dan comprehensive
approach yang menuntut koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi yang
efektif melalui perencanaan dan ini merupakan salah satu tugas
Pemerintah (Sitti Al, 2015).
Industri pangan berlomba-lomba untuk menjamin mutu produk dan
keamanan pangan produk yang dihasilkannya. Hal ini dilakukan semata-
mata untuk bersaing dengan industri pangan lainnya agar produk yang
dihasilkan tetap diminati oleh konsumen. Namun jika perkembangan pada
suatu industri pangan tidak diiringi dengan peningkatan mutu produk dan
penjaminan mutu produk agar aman untuk dikonsumsi, maka dapat
merugikan keberadaan industri tersebut. Salah satunya adalah hilangnya
kepercayaan konsumen yang diakibatkan oleh keburukan mutu dan tidak
amannya produk. Oleh sebab itu, untuk tetap dapat mempertahankan dan
meningkatkan mutu produk serta keamanan produk maka diperlukan
peningkatan terhadap sumber daya yang terlibat di dalamnya serta sistem
yang menjamin mutu dan keamanan produk industri pangan tersebut
(Arfiansyah Sutrisno, 2013).
Sebagai konsekuensi logis, strategi pembinaan dan pengawasan
mutu pada industri pangan nasional harus bergeser ke strategi yang juga
wajib memperhatikan aspek keamanan pangan tersebut, disamping aspek
sumber daya manusia, peningkatan keterampilan serta penguasaaan dan
pengembangan teknologi. Salah satu konsep dan strategi untuk menjamin
keamanan dan mutu pangan yang dianggap lebih efektif dan ”safe” serta
telah diakui keandalannya secara internasional adalah sistem manajemen
keamanan pangan HACCP. Filosofi sistem HACCP ini adalah pembinaan
dan pengawasan mutu dan keamanan pangan berdasarkan pencegahan
preventif (preventive measure) yang dipercayai lebih unggul dibanding
dengan caracara tradisional (conventional) yang terlalu menekankan pada
sampling dan pengujian produk akhir di laboratorium. Sistem HACCP
lebih menekankan pada upaya pencegahan preventif untuk memberi
jaminan keamanan produk pangan (Sere Saghranie, 2017).
Menurut Sere saghranie (2017), beberapa kasus penyakit dan
keracunan makanan serta terakhir adanya issue keamanan pangan (food
safety) di negara-negara maju, maka sejak tahun 1987 konsep HACCP ini
berkembang, banyak dibahas dan didiskusikan oleh para pengamat, pelaku
atau praktisi pengawasan mutu dan keamanan pangan serta oleh para
birokrat maupun kalangan industriawan dan ilmuan pangan. Bahkan
karena tingkat jaminan keamanannya yang tinggi pada setiap industri
pangan yang menerapkannya, menjadikan sistem ini banyak diacu dan
diadopsi sebagai standar proses keamanan pangan secara internasional.
Codex Alimentarius Commission (CAC) WHO/FAO pun telah
menganjurkan dan merekomendasikan diimplementasikannya konsep
HACCP ini pada setiap industri pengolah pangan. Begitu pula negara-
negara yang tergabung dalam MEE melaui EC Directive 91/493/EEC juga
merekomendasikan penerapan HACCP sebagai dasar pengembangan
sistem manajemen mutu dinegara-negara yang akan mengekspor produk
hasil perikanan dan udangnya ke negara-negara MEE tersebut.
Segala macam produk yang berbahan protein hewani sangat rentan
terhadap kerusakan pangan yang akhirnya menyebabkan produk tersebut
tidak aman dikonsumsi. Hal ini terbukti dengan beberapa kasus foodborne
illness (media pembawa penyakit yang disebabkan oleh pangan) pada
daging ayam potong. Rahayu (2011) menyampaikan adanya peningkatan
Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia pada tahun
2006 (1133), 2007 (861), dan 2008 (6487). Sementara itu di sisi lain
menurut DEPTAN (2012) telah terjadi peningkatan konsumsi daging pada
tahun 2009 dan 2010. Konsumsi per kapita daging ayam ras adalah
sebanyak 3,514 kg/tahun 2010. Sehingga diperlukan pengendalian mutu
keamanan pangan yang ketat terhadap produk berprotein hewani terutama
unggas agar tidak menimbulkan foodborne illness.
Menurut Janus Sidabalok ada empat alasan pokok mengapa
konsumen perlu dilindungi, yaitu sebagai berikut : melindungi konsumen
sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa sebagaimana
diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut UUD NRI 1945;
melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak
negatif penggunaan teknologi; melindungi konsumen perlu untuk
melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai
pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga
kesinambungan pembangunan nasional; melindungi konsumen perlu untuk
menjamin sumber dana pembangunan yang bersumber dari masyarakat
konsumen.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebegai berikut:
1. Sistem Manajemen Keamanan pangan Tingkat Industri
2. Sistem Manajemen Keamanan pangan Tingkat Nasional
3. Konsep Sistem Manajemen Pangan Moderen
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Menajemen Keamanan Pangan Tingkat Industri
2. Untuk Mengetahui Menajemen Keamanan Pangan Tingkat Nasional
3. Untuk mengetahui Konsep Sistem Manajemen Pangan Moderen
BAB II
PEMBAHASAN
Tingkat Resiko
Jenis Makanan
Kesehatan
1. Susu dan produk olahannya
2. Daging (sapi, ayam, kambing, dsb) dan produk olahannya
Resiko Tinggi 3. Hasil perikanan dan produk olahannya ¨ Sayuran dan
produk olahannya
4. Produk makanan berasan rendah lainnya
1. Keju
2. Es krim
3. Makanan beku
Resiko Sedang
4. Sari buah beku
5. Buah-buahan dan sayuran beku
6. Daging dan ikan beku
1. Serealia / biji-bijian
Resiko Rendah 2. Makanan kering
3. Kopi dan teh
a. Produsen utama :
- Kebun.
- Peternakan
- Perikanan
- Pabrik susu
b. Pengolah :
- Pengolahan ikan.
- Pengolahan daging.
- Pengolahan unggas.
- Pengolahan makanan ternak
c. Manufaktur :
- Pabrikan sup.
- Pabrikan makanan kecil.
- Pabrikan roti.
- Pabrikan gandum.
- Pembalut luka pabrikan.
- Pabrikan hidangan.
- Pabrikan bumbu.
- Pabrikan pengemasan.
- Pabrikan makanan yang dibekukan.
- Pabrikan makanan kalengan.
- Pabrikan manisan.
- Pabrikan tambahan aturan makanan.
d. Penyedia layanan makanan :
- Toko bahan makanan.
- Rumah makan.
- Kafe.
- Rumah sakit.
- Hotel.
- Tempat peristirahatan.
- Perusahaan penerbangan.
- Pelayaran.
- Rumah tua.
- Rumah pengasuh anak.
Arfiansyah Sutrisno, Abdul Basith, Nur Hadi Wijaya (2013). Analisis Strategi
Penerapan Sistem Manajemen Keamanan Pangan HACCP
(Hazard Analysis and Critical Control Points) di PT. Sierad
Produce Tbk. Parung, Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Rahayu WP. (2011). Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor (ID): IPB Pr.