Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP)

PADA MASAKAN BOLA-BOLA TAHU BUMBU MERAH DI RS PERMATA


CIREBON

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas PKL SPMI


RS Permata Cirebon

Oleh :

Novita Fauziah Putri P2.06.31.1.15.033


Yasmi Dwi Yulistyani P2.06.31.1.15.040

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM
KESEHATAN
JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI TASIKMALAYA
2018
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan yang berjudul “Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)


pada Masakan Bola-Bola Tahu Bumbu Merah di RS Permata Cirebon” telah disetujui
oleh pembimbing pada tanggal ………………………..

Pembimbing Cirebon, Februari 2018


Ka. Instalasi Gizi

Miranda Dwi Septariani, Amd Toni Andri, SST


NIP NIP
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kegiatan pelayanan gizi rumah sakit ialah penyelenggaraan
makanan. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit harus optimal dan sesuai
dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta indikasi penyakit pasien. Tujuan
dari penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah untuk menyediakan makanan
berkualitas (bermutu) dan layak bagi pasien. Makanan harus memenuhi
kebutuhan gizi, selera atau cita rasa, dan aman, untuk mempertahankan status
gizi optimal dan mempercepat proses penyembuhan (Kemenkes, 2014). Produk
makanan yang aman artinya tidak mengandung bahan yang membahayakan
kesehatan atau keselamatan pasien (patient safety), seperti menimbulkan
penyakit atau keracunan (Aritonang, 2012). Upaya untuk mencegah terjadinya
penyakit akibat makanan (foodborne disease) adalah dengan menjalankan
pengawasan mutu dan keamanan makanan salah satunya yaitu Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP).
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan proses
untuk menilai bahaya dan pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan
dari pada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir. Melalui HACCP
dapat mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya yang berkaitan dengan bahan
atau prosedur pengolahan itu sendiri diantaranya cemaran yang bersifat biologi,
fisika atau kimia. HACCP dapat diterapkan pada semua rantai proses
penyelenggaraan makanan rumah sakit.
RS Permata Cirebon merupakan salah satu rumah sakit swasta tipe B
yang berada di Wilayah III Cirebon. RS Permata Cirebon dalam sistem,
penyelenggaraan makanan menyediakan menu khusus untuk diet tertentu. Salah
satu makanan yang disediakan adalah Boal-Bola Tahu Bumbu Merah. Menu ini
merupakan menu makan sore pada siklus menu hari ke-9 yang disediakan untuk
pasien non-diet umum. Menu Bola-Bola Tahu Bumbu Merah ini menjadi subjek
dalam penelitian HACCP karena berbahan dasar nabati (tahu) dan hewani (telur
ayam) yang tinggi protein sehingga mudah menjadi sumber pertumbuhan bakteri.
Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui penerapan HACCP pada menu
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan HACCP pada menu “Bola-Bola Tahu Bumbu
Merah” di Instalasi Gizi RS Permata Cirebon ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan HACCP pada menu “Bola-Bola Tahu Bumbu
Merah” di Instalasi Gizi RS Permata Cirebon.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui bahan yang digunakan untuk membuat menu “Bola-Bola
Tahu Bumbu Merah” di Instalasi Gizi RS Permata Cirebon.
b. Mengetahui cara pengolahan menu “Bola-Bola Tahu Bumbu Merah” di
Instalasi Gizi RS Permata Cirebon.
c. Melakukan analisis bahaya dan menentukan tindakan pengendalian pada
menu “Bola-Bola Tahu Bumbu Merah” di Instalasi Gizi RS Permata
Cirebon.
d. Menentukan Critical Control Point (CCP) pada makanan menu “Bola-
Bola Tahu Bumbu Merah” di Instalasi Gizi RS Permata Cirebon.
e. Menetapkan batas kritis untuk setiap CCP pada pengolahan makanan
“Bola-Bola Tahu Bumbu Merah” di Instalasi Gizi RS Permata Cirebon.
f. Menetapkan sistem monitoring untuk setiap CCP.
g. Mentetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin
terjadi.
h. Menetapkan prosedur verifikasi.
i. Menetapkan cara penyimpanan catatan dan dokumentasi
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman serta sebagai
sarana pengaplikasian ilmu pengetahuan yang dipelajari mengenai Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP).
2. Bagi Instalasi Gizi
Menjadi bahan acuan untuk evaluasi dalam meningkatkan mutu dan
keamanan pangan di Instalasi Gizi RS Permata Cirebon, khususnya makanan
bola-bola tahu bumbu merah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)


HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan
pengendalian keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional
dan sistematis dengan tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan
mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, selama proses
produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan pangan
untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi (Motarkemi
Et al, 1996 dan Stevenson, 1990). Dengan demikian dalam sistem HACCP,
bahan/materi yang dapat membahayakan keselamatan manusia atau yang
merugikan ataupun yang dapat menyebabkan produk makanan menjadi tidak
disukai diidentifikasi dan diteliti dimana kemungkinan besar terjadi
kontaminasi/pencemaran atau kerusakan produk makanan mulai dari penyediaan
bahan baku, selama tahapan proses pengolahan bahan sampai distribusi dan
penggunaannya. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi
titik kendali kritis.
Menurut Bryan (1990), sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu
manajemen untuk menjamin keamanan produk pangan dalam industri
pengolahan pangan dengan menggunakan konsep pendekatan yang bersifat logis
(rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluruh (komprehensif) dan bertujuan
untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya yang beresiko
tinggi terhadap mutu dan keamanan produk pangan.
Konsep HACCP ini disebut rasional karena pendekatannya didasarkan
pada data historis tentang penyebab suatu penyakit yang timbul (illness) dan
kerusakan pangannya (spoilage). HACCP bersifat sistematis karena konsep
HACCP merupakan rencana yang teliti dan cermat serta meliputi kegiatan
operasi tahap demi tahap, tatacara (prosedur) dan ukuran kriteria
pengendaliannya. Konsep HACCP juga bersifat kontinyu karena apabila
ditemukan terjadi suatu masalah maka dapat segera dilaksanakan tindakan untuk
memperbaikinya. Disamping itu, sistem HACCP dikatakan bersifat
komprehensif karena sistem HACCP sendiri berhubungan erat dengan ramuan
(ingredient), pengolah/proses dan tujuan penggunaan/pemakaian produk pangan
selanjutnya.
Sistem HACCP dapat dikatakan pula sebagai alat pengukur atau
pengendali yang memfokuskan perhatiannya pada jaminan keamanan pangan,
terutama sekali untuk mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang berasal dari
bahaya mikrobiologi (biologi), kimia dan fisika, dengan cara mencegah dan
mengantisipasi terlebih dahulu daripada memeriksa/menginspeksi saja.
Sementara itu, tujuan dan sasaran HACCP adalah memperkecil
kemungkinan adanya kontaminasi mikroba pathogen dan memperkecil potensi
mereka untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, secara individu setiap
produk dan sistem pengolahannya dalam industri pangan harus
mempertimbangkan rencana pengembangan HACCP. Dengan demikian, setiap
produk dalam industri pangan yang dihasilkannya akan mempunyai konsep
rencana penerapan HACCP-nya masing-masing disesuaikan dengan sistem
produksinya.
Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem
penjamin keamanan pangan mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu :
1) Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan
2) Mencegah penutupan pabrik
3) Meningkatkan jaminan keamanan produk
4) Pembenahan dan pembersihan pabrik
5) Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar
6) Meningkatkan kepercayaan konsumen
7) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena
masalah keamanan produk.
Pendekatan HACCP dalam industri pangan terutama diarahkan terhadap
produk pangan (makanan) yang mempunyai resiko tinggi sebagai penyebab
penyakit dan keracunan, yaitu makanan yang mudah terkontaminasi oleh bahaya
mikrobiologi, kimia dan fisika (Tabel 1).

Tabel 1. Pengolahan Makanan Berdasarkan Resiko Kesehatan dan


Beberapa Contohnya
Tingkat Resiko Kesehatan Jenis Makanan

Resiko Tinggi  Susu dan produk olahannya.


 Daging (sapi, ayam, kambing, dsb)
dan produk olahannya.
 Hasil perikanan dan produk
olahannya.
 Sayuran dan produk olahannya.
 Produk makanan berasan rendah
lainnya
Resiko Sedang  Keju
 Es krim
 Makanan beku
 Sari buah beku
 Buah-buahan dan sayuran beku
 Daging dan ikan beku
Resiko Rendah  Serealia / biji-bijan
 Makanan kering
 Kopi / the

Untuk memahami konsep HACCP secara menyeluruh diperlukan adanya


kesamaan pandangan terhadap beberapa istilah dan definisi yang dipakai dalam
sistem manajemen HACCP, yaitu :
a) Bahaya (hazard)
Bahan biologi, kimia atau fisika, atau kondisi yang dapat menimbulkan
resiko kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen. Menurut NACMCF
(1992) mendefinisikan bahaya atau ”hazard” sebagai suatu sifat-sifat
biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat menyebabkan bahan pangan
(makanan) menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.
b) Titik Kendali (Control Point = CP)
Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang
dapat mengendalikan faktor bahaya biologi/mikrobiologi, kimia atau fisika.
c) Titik Kendali Kritis (Critical Control Point = CCP)
Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang
jika tidak terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan
atau setiap titik, tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan
benar dapat mencegah, menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya.
d) Batas Kritis (Critical Limits)
Batas toleransi yang harus dipenuhi/dicapai yang menjamin bahwa CCP
dapat mengendalikan secara efektif bahaya yang mungkin timbul atau suatu nilai
yang merupakan batas antara keadaan dapat diterima dan tidak dapat diterima.
e) Resiko
Kemungkinan menimbulkan bahaya.
f) Penggolongan Resiko
Pengelompokkan prioritas resiko berdasarkan bahaya yang mungkin
timbul/ terdapat pada makanan.
g) Pemantauan (Monitoring)
Pengamanan atau pengukuran untuk menetapkan apakah suatu CCP dapat
dikendalikan dengan baik dan benar serta menghasilkan catatan yang teliti untuk
digunakan selanjutnya dalam verifikasi.
h) Pemantauan Kontinyu
Pengumpulan dan pencatatan data secara kontinyu, misalnya pencatatan
suhu pada tabel.
i) Tindakan Koreksi (Corrective Action)
Prosedur atau tatacara tindakan yang harus dilakukan jika terjadi
penyimpangan pada CCP.
j) Tim HACCP
Sekelompok orang/ahli yang bertanggung jawab untuk menyusun
rancangan HACCP.
k) Validasi Rancangan HACCP
Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk menjamin bahwa semua
elemen dalam rancangan HACCP sudah benar.
l) Validasi
Metode, prosedur dan uji yang dilakukan selain pemantauan untuk
membuktikan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rancangan HACCP, dan
untuk menentukan apakah rancangan HACCP memerlukan modifikasi dan
revalidasi.

B. Tujuan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)


Tujuan dari penerapan HACCP adalah untuk mencegah terjadinya bahaya
sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tuntunan
konsumen.
C. Manfaat HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
Manfaat HACCP diantaranya yaitu :
1. Biaya efektif
2. Mengidentifikasi semua bahaya spesifik
3. Memusatkan perhatian pada kegiatan kritis
4. Mengurangi kerugian
5. Melengkapi dan dapat diintegrasikan dalam Quality Management System
6. Dikenal secara internasional (FAO/WHO, Codex, ISO)
7. Dapat diaplikasikan pada semua titik dalam rantai pangan mulai dari produksi
primer sampai konsumsi akhir
8. Keyakinan terhadap keamanan produk lebih besar
9. Keamanan dapat dimasukkan dalam pengembangan produk
10. Penolakan lebih sedikit
11. Meningkatkan kepuasan konsumen
12. Meningkatkan saling pengertian dan motivasi kerja tim
13. Alat manajemen risiko
14. Proteksi merk
D. Sejarah Perkembangan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
Konsep sistem HACCP sebagai penjamin keamanan pangan pertama kali
dikembangkan oleh tiga institusi, yaitu perusahaan pengolah pangan Pillsbury
Company bekerjasama dengan NASA (The National Aeronaties and Space
Administration) dan US Arm’s Research, Development and Engineering Center
pada dekade tahun 1960-an dalam rangka menjamin suplai persediaan makanan
untuk para astronotnya (Adams, 1994 ; Motarjemi Et al, 1996 ; Vail, 1994).
Konsep ini pada permulaannya dikembangkan dengan misi untuk menghasilkan
produk pangan dengan kriteria yang bebas dari bakteri pathogen yang bisa
menyebabkan adanya keracunan maupun bebas dari bakteri-bakteri lain serta
dikenal pula dengan program ”zero-defects” (Hobbs, 1991). Program ”zero-
defects” ini esensinya mencakup tiga hal, yaitu pengendalian bahan baku,
pengendalian seluruh proses dan pengendalian pada lingkungan produksinya serta
tidak hanya mengandalkan pemeriksaan pada produk akhir (finished products)
saja. Oleh karena hal tersebut maka diperlukan sistem/metode pendekatan lain
yang bisa menjamin bahwa faktor-faktor yang merugikan harus benar-benar dapat
diawasi dan dikendalikan. Dari hasil pengkajian, evaluasi dan penelitian yang
lebih mendalam ternyata sistem/metode HACCP merupakan satu-satunya konsep
yang pas (sesuai) kinerjanya untuk program ”zero-defects” tersebut (National
Food Processors Association’s Microbiology And Foodsafety Committee, 1992).
Kemudian atas inisiatif perusahaan industri pengolah pangan Pillbury
Company, konsep sistem manajemen HACCP tersebut lalu dipresentasikan dan
dipublikasikan pada tahun 1971 dalam Konfrensi Perlindungan Pangan Nasional
di Amerika Serikat (Hobbs, 1991). Disamping itu, konsep ini menjadi dasar bagi
peraturan untuk menjamin keamanan mikrobiologis bagi produk makanan
berasam rendah yang dikalengkan dan makanan yang diasamkan dan diproses
dengan menggunakan suhu tinggi. Selanjutnya konsep sistem HACCP ini banyak
dipelajari, diteliti, diterapkan dan dikembangkan oleh berbagai kalangan industri
pengolah pangan, ilmuan pangan, teknologi pangan, para pakar di bidang ilmu
dan teknologi pangan baik yang ada di Universitas/Perguruan Tinggi, lembaga
litbang pangan dan lain-lain. Bahkan FDA (Food and Drug Administration)
sebagai lembaga penjamin mutu dan keamanan pangan nasional yang disegani di
Amerika Serikat telah menetapkan dan mensyaratkan agar sistem HACCP ini
diterapkan secara wajib (mandatory) pada setiap industri pengolah pangan secara
luas (Person dan Corlet, 1992).
Konsep HACCP ini pun telah mengalami revisi, kajian ulang dan
penyempurnaan dari berbagai institusi yang memberikan masukannya seperti
National Advisory Committee On Microbiological Criteria on Foods
(NACMCF), US Departement of Agriculture (USDA), National Academiy of
Sciences (NAS), USDA Food Safety and Inspection Service (FSIS) (Adams,
1994) ; The National Marine Fisheries Institute (NMFS), National Oceanic and
Atmospherie Administration (NOAA), National Fisheries Institute (NFI) dan
FDA sendiri (Garrett III dan Hudak-Rose, 1991). Perkembangan selanjutnya
konsep HACCP ini telah banyak diimplementasikan di berbagai jenis operasi
pengolahan pangan termasuk pula pada jasa ”catering” dan ”domestic kitchen”
dan dalam implementasinya biasanya dilakukan validasi dan verifikasi oleh
Badan/Lembaga pengawas keamanan pangan.
Kemudian sejak tahun 1985 penerapan sistem HACCP telah diuji-cobakan
pada industri pengolah pangan, industri perhotelan, industri penyedia makanan
yang beroperasi di jalanan (street food vendors) dan rumah tangga di beberapa
negara, misalnya, Republik Dominika, Peru, Pakistan, Malaysia dan Zambia
(WHO), 1993). Pada tahun 1993 Badan Konsultansi WHO untuk Pelatihan
Implementasi Sistem HACCP pada Industri Pengolah Pangan membuat suatu
rekomendasi agar pemerintah sebagai pembina dan industri pangan sebagai
produsen pangan berupaya menerapkan sistem HACCP, terutama bagi negara-
negara Argentina, Bolivia, China, Indonesia, Jordania, Meksiko, Peru, Philipina,
Thailand dan Tunia. Begitu pula negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat
Ekonomi Eropa (MEE) telah mensyaratkan diterapkannya sistem HACCP pada
setiap eksportir produk pangan yang masuk ke negara-negara tersebut. Sementara
ini, mulai tanggal 28 Juni 1993, konsep sistem HACCP telah diterima oleh Codex
Alimentarius Commission (CAC) dan diadopsi sebagai Petunjuk Pelaksanaan
Penerapan Sistem HACCP atau ”Guidelines for Application of Hazard Analysis
Critical Control Point System” (Codex Alientariun Commission, 1993). Dengan
adanya adopsi dan pengakuan secara resmi dari Badan WHO ini, maka HACCP
menjadi semakin populer di kalangan industri dan jasa pengolah pangan sebagai
penjamin keamanan pangan (food safety assurance).

E. Prinsip HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)


1. Tahap 1 : Pembentukan Tim HACCP
2. Tahap 2 : Mendeskripsikan Produk
3. Tahap 3 : Identifikasi Pengguna Produk
4. Tahap 4 : Penyusunan Diagram Alir
5. Tahap 5 : Verifikasi Diagram Alir Di Tempat
6. Tahap 6/Prinsip 1: Analisa Bahaya
Segala macam aspek pada mata rantai produksi pangan yang dapat
menyebabkan masalah keamanan pangan harus dianalisa. Bahaya yang dapat
ditimbulkan adalah keberadaan pencemar (kontaminan) biologis, kimiawi,
atau fisik bahan pangan. Selain itu, bahaya lain mencakup pertumbuhan
mikrroganisme atau perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki selama
proses produksi, dan terjadinya kontaminasi silang pada produk antara,
produk jadi, atau lingkungan.
7. Tahap 7/Prinsip 2 : CCP Dan Pengendalian Bahayanya
Suatu titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya yang berhubungan
dengan pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke titik
yang dapat diterima (diperbolehkan atau titik aman). Terdapat dua titik
pengendalian kritis yaitu Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana
bahaya dapat dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya
dapat dikurangi.
8. Tahap 8/Prinsip 3 : Penetapan Batas Kritis (Critical Limit)
Kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima dengan yang
tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat batas
kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan
dalam menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu,
tingkat kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan parameter fisik seperti
tampilan visual dan tekstur.
9. Tahap 9/Prinsip 4 : Menetapkan Prosedur Monitoring
Suatu sistem pemantauan (observasi) urutan, operasi, dan pengukuran
selama terjadi aliran makanan. Hal ini termasuk sistem pelacakan operasi
dan penentuan kontrol mana yang mengalami perubahan ketika terjadi
penyimpangan.
10. Tahap 10/Prinsip 5 : Penetapan Tindakan Koreksi
Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan
adanya CCP yang tidak berada di bawah kontrol. Tindakan korektif spesifik
yang diberlakukan pada setiap CCP dalam sistem HACCP untuk menangani
penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif tersebut harus mampu
mengendalikan membawa CCP kembali dibawah kendali dan hal ini
termasuk pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara tepat.
11. Tahap 11/Prinsip 6 : Menetapkan Prosedur Verifikasi
Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem
HACCP bekerja secara efektif. Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat
mencakup peninjauan terhadap sistem HACCP dan catatannya, peninjauan
terhadap penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi CCP yang
berada dalam pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit) metode,
prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan
pengambilan sampel secara acak dan menganalisanya. Prosedur verifikasi
diakhiri dengan validasi sistem untuk memastikan sistem sudah memenuhi
semua persyaratan Codex dan memperbaharui sistem apabila terdapat
perubahan di tahap proses atau bahan yang digunakan dalam proses
produksi.
12. Tahap 12/Prinsip 7 : Dokumentasi Dan Rekaman Yang Baik
Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatanyang
berhubungan dengan prinsip dan aplikasinya. Beberapa contoh catatan dan
dokumentasi dalam sistem HACCP adalah analisis bahaya, penetapan CCP,
penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan dan
tindakan korektif yang berhubungan.

F. Bola-Bola Tahu Bumbu Merah


Bola-bola tahu bumbu merah merupakan makanan yang terbuat dari
tahu sebagai bahan utama yang dicampur dengan bumbu dan telur ayam.
Bola-bola tahu bumbu merah disajikan dengan bumbu merah. Bumbu merah
tersebut terbuat dari campuran garam, gula pasir, penyedap rasa, merica, saus
tomat, , bawang putih dan tepung maizena.
Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan bola-bola tahu bumbu
merah, yaitu:
1. Tahu
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat
melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp) yang diolah dengan cara
pengendapan proteinnya, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang
diizinkan (Badan Standarisasi Nasional, 1998). Tahu merupakan bahan
pangan yang hanya bertahan selama 1 hari saja tanpa pengawet (Harti dkk,
2013). Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu
sutra, tahu cina, tahu keras, dan tahu kori. Perbedaan dari berbagai jenis
tahu ialah proses pengolahannya dan jenis penggumpal yang diguankana
(Sarwono dan Saragih, 2004).
2. Telur Ayam
Menurut Sudaryani (2003), telur merupakan produk peternakan yang
memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi
masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup smepurna
karena mengandung zat-zat gizi yang sangat baik & mudah dicerna. Oleh
karena itu, telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak-
anak yang sedang tumbuh dan memerlukan proteindan mineral dalam
jumlah banyak dan juga dianjurkan diberikan kepada orang yang sedang
sakit untuk mempercepat proses kesembuhannya.
3. Bumbu Halus (Bawang Putih)
Bawang putih merupakan umbi dari tanaman bawang putih yang
terdiri dari siung-siung bernas, kompak dan masih terbungkus oleh kulit
luar, bersih dan tidak berjamur. Bawang putih penuhdengan senyawa
sulfur. Bawang putih memiliki risiko terkena bahya fisik yaitu tanah dan
busuk. Bahaya biologi adalah Bacillus cereus dan seranggga. Bahya kimia
dari bawang putih adalah adanya residu pestisida.
4. Garam Dapur
Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dikonsumsi manusia.
Bentuk kristal, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang
tersedia secara umum adalah Natrium Klorida (NaCl). Garam dapat
digunakan untuk mengawetkan makanan dengan sebagai bumbu. Bahaya
yang mungkin terdapat pada garam adalah:
1) Salmonella (yang hidup pada kandungan garam 6%).
2) Listeria monocytotogenes ( yang hidup pada kandungan garam 10%).
3) Staphylococcus aureus ( yang hidup pada kandungan garam 20%).
Bahaya tersebut dapat dicegah dengan penyimpanan yang sesuai, di
gudang penyimpanan bahan makanan kering dengan suhu 10º-21º C.
5. Merica
Merica ( Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang
paling penting diantara rempah-rempah lainnya (King of Spices), baik
ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan devisa negara maupun
dari segi kegunaannya yang sangat khas dan tidak dapat digantikan dengan
rempah lainnya.
6. Penyedap Rasa
Penyedap rasa dibuat melalui proses fermentasi dari tetes gula
(molasses) oleh bakteri (Brevibacterium lactofermentum). Dalam proses
fermentasi ini, pertama-tama akan dihasilkan Asam Glutamat. Asam
glutamate yang terjadi dari prosesfermentasi ini, kemudian ditambah soda
(Sodium Carbonate), sehingga akan terbentuk Monosodium Glutamat
(MSG). MSG yang terjadi ini, kemudian dimurnikan di kristalisasi,
sehingga merupakan serbuk kristal murni, yang siap di jual di pasaran.
7. Daun Bawang
Daun bawang (Allium fistulosum L.) termasuk dalam family Liliaceae
yang berasal dari kawasan Asia Tenggara yang kemudian meluas dan
ditanam di berbagai wilayah yang beriklim tropis dan subtropis. Sayuran
ini memiliki banyak kegunaan, bisa dimakan mentah dan dimasak dalam
berbagai salad dan masakan lain. Daun bawang jga dapat dimanfaatkan
untuk memudahkan pencernaan dan menghilangkan lender-lendir dalam
kerongkongan (Rubatsky & Yamaguchi, 1998).
8. Minyak Goreng
Minyak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan
dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak dapat menghasilkan
energi sebesar 9 kkal. Minyak mengandung asam-asam lemak esensial
seperti asam linoleat, linolenat dan arakidonat yang dapat mencegah
penyempitan pembuluh plasma akibat penumpukan kolesterol. Minyak
goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan
penambah nilai kalori bahan pangan. Selain itu minyak juga berfungsi
sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E dan K.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian


Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada :
1. Waktu : 09 Maret 2018
2. Tempat : di Unit Pengolahan dan Penyaluran Makanan Instalasi Gizi
RS Permata Cirebon.

B. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Berdasarkan tujuan yang
ingin dicapai penelitian ini menggunakan metode observasi. Sedangkan jika
dilihat dari segi waktu penelitian ini bersifat cross sectional.

C. Teknik Pengumpulan Data


1. Jenis Data
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tentang
bahan makanan, proses atau cara pembuatan dan hasil pengolahan bola-bola
tahu bumbu merah di unit pengolahanan makanan Instalasi Gizi RS Permata
Cirebon.
2. Cara Pengumpulan Data
Data pada penelitian ini dikumpulkan malalui wawancara dan
observasi langsung mulai dari proses penerimaan bahan hingga distribusii
makanan di Instalasi Gizi RS Permata Cirebon. Data didapatkan dengan cara
mengamati proses penyelenggaraan makanan dalam pembuatan bola-bola
tahu bumbu merah mulai dari proses penerimaan bahan makanan yang akan
digunakan, proses persiapan bahan, proses pengolahan, proses pemorsian
dan proses distribusi sampai produk diterima konsumen. Selama proses
tersebut dilakukan analisa bahaya yang mungkin ada dalam pembuatan bola-
bola tahu bumbu merah.
D. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara melakukan verifikasi langkah-langkah
yang ada selama proses pembuatan makanan dilaksanakan dengan langkah-
langkah yang telah direncanakan.
BAB IV
PELAKSANAAN HACCP

A. Tim HACCP

Tim HACCP yang dibentuk dalam pelaksanaan HACCP di Instalasi Gizi


RS Permata Cirebon pada produk makanan bola-bola tahu bumbu merah ada dua
orang.
Tabel 2. Tim HACCP
No Nama Anggota Pembagian Tugas
Tim
1. Novita Fauziah Putri  Pengamatan penerimaan bahan makanan
 Pengamatan persiapan bumbu
 Pengamatan pengolahan bahan makanan
2. Yasmi Dwi  Pengolahan pemorsian makanan
Yulistyani  Pengamatan distribusi makanan
 Pengamatan proses ditribusi makanan dari dapur
ke ruangan pasien

B. Target HACCP

Target penerapan HACCP dalam proses pembuatan bola-bola tahu bumbu


merah ini adalah untuk mengendalikan potensi bahaya yang mungkin terjadi
selama proses penyelenggaraan makanan serta menciptakan produk yang aman
untuk dikonsumsi oleh konsumen.

C. Definisi HACCP dan CCP


1. HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu analisis
yang dilakukan terhadap bahan, produk atau proses untuk menentukan
komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan
ketat untuk menjamin bahwa produk pangan yang dihasilkan aman dan
berkualitas sehingga dapat mencapai tujuan penyelenggaraan gizi guna
mencapai status gizi optimal (Fardiaz, 1994). HACCP dapat diterapkan pada
rantai produksi makanan yang dapat dilakukan mulai dari pemilihan bahan
makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan serta
pengolahan dan penyajian (Thaheer, 2008)
2. CCP
Critical Control Point (CCP) adalah tahapan yang menyebabkan risiko
kerugian bagi konsumen, jika gagal melakukan tindakan pengawasan atau
pengendalian. Menentukan CCP adalah upaya untuk menentukan tahapan
tertentu dalam proses produksi yang sangat menentukan jaminan mutu produk
(Saparinto, dkk., 2006). Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan
mentah, lokasi, praktek, prosedur atau penglahan dimana pengendalian dapat
diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya, ada dua titik
pengendalian kritis :
a. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya
dapat dihilangkan.
b. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana
bahaya Dikurangi.

D. Deskripsi produk
Tabel 3. Deskripsi Produk

1. Nama produk Bola-Bola Tahu Bumbu merah


2. Bahan baku yang digunakan a. Tahu
b. Telur Ayam
c. Bawang Putih
d. Daun Bawang
e. Royco
f. Garam
g. Lada
h. Saus Tomat
i. Tepung Maizena
j. Minyak Goreng
k. Air

3. Karakteristik produk akhir yang


penting (misalnya Aw, pH, dll)

4. Metode pengolahan (urutan 1. Persiapan


pengolahan yang dilakukan) 2. Pencampuran Bahan
3. Penggorengan
4. Penumisan

5. Kondisi penyimpanan sebelum Dalam keadaan tertutup menggunakan


disajikan plastic wrap, didalam ruangan yang
dilengkapi dengan alat penghalau serangga.
6. Metode transportasi Menggunakan trolly makanan bertingkat
tanpa pengatur suhu.

7. Metode penyajian Langsung disajikan dengan piring saji


dalam keadaan tertutup.

E. Penggunaan Produk

Tabel 4. Penggunaan Produk

Nama produk : Bola-Bola Tahu Bumbu Merah


Deskripsi Cara konsumsi : Dikonsumsi secara langsung bersamaan
dengan nasi.

Pengguna produk : Pasien non-diet dewasa rawat


inap kategori umum.
F. Ingredient (komposisi)

Berikut ini adalah komposisi masakan Bola-Bola Tahu Bumbu Merah


untuk satu porsi terdiri dari:
Tabel 5. Komposisi Masakan Bola-Bola Tahu Bumbu Merah per 1 Porsi
No Bahan Makanan Jumlah (g)
1 Tahu Putih 27,5
2 Bawang putih 2
3 Penyedap rasa 1
4 Telur Ayam 3
5 Daun Bawang 1
6 Minyak 1
7 Saus Tomat 7
8 Tepung Maizena 2
G. Diagram Alir Proses
1. Diagram Alir Sebelum Verifikasi

Ta Minyak Bawang Putih


hu Pencucian
Pembersihan
dan

Penghalusan Pencincangan

Tepung Maizena Royco Saus Tomat Air


Telur Daun Bawang Pemanasan
Royco

Pembentuk
an
Pencampuran Penumisan
Bulat-bulat

Penggorenga
n dengan Penyajian
suhu 60oC
selama 10
menit
2. Diagram Alir Yang Sudah Diverifikasi

Tahu Minyak Bawang Putih

Pembersihan Pencucian dan Pengupasan


Pemanasan

Penghalusan Pencincangan

Telur Daun Garam Lada Bumbu


Royco Gula Tepung Royco Garam Saus

Pencampuran Penumisan
Penggorengan dengan suhu 70oC selama 15 menit

Pembentukan Penyajian

Bulat-bulat
H. Analisis Bahaya dan Kategori Bahaya
Bahaya Tindakan Peluang Keparahan Siginifikansi
Penyebab/
Tahap/ Input Jenis Bahaya pengendalian/
(M/K/F pencegahan (l/m/h) (L/M/H)
Sumber/ Justifikasi bahaya
)
Penerimaan

 Tahu Putih B (M) Salmonella sp  Terpapar oleh kuman atau  Pencucian dengan h H Signifikan
bakteri dari tempat menggunakan air
penerimaan mengalir
 Menyimpan dengan
suhu rendah
(chiller)
F  Rambut  Terpapar oleh kotoran  Penerapan hygiene m L Tidak
 Kerikil atau benda fisik para pekerja Signifikan
pekerja.  Menggunakan APD
(penutup kepala,
masker dan sarung
tangan)

K  Formalin  Terpapar penggunaan  Sebelum proses h M Signifikan


 Boraks Bahan Tambahan Non pengolahan
 Zat Pemutih Pangan dilakukan
pencucian dengan
benar
 Telur B (M)  S.Typhimurium  Terpapar oleh kuman atau  Cangkang telur di h H Signifikan
Ayam  S. Eteriditis bakteri lap dengan lap
basah hingga bersih
 Adanya spesifikasi
khusus untuk
penerimaan telur
F  Terdapat  Terkena benturan saat  Penyortiran telur l M Tidak
cangkang telur distribusi Signifikan
yang pecah  Adanya bulu ayam yang
 Bulu ayam menempel pada telur
 Bawang B (M)  Salmonella sp  Terpapar oleh kondisi  Pemilihan bawang m M Tidak
Putih  Bacillus cereus ruang, terpapar oleh putih dipisahkan Signifikan
 Clostridium kuman atau bakteri yang dari tanah
perfringens berada pada tempat  Disimpan di suhu
 Kapang penerimaan ruang (30oC)
 Khamir  Hindari
penyimpanan di
tempat yang
lembab.
F Sisa Kulit Bawang  Terpapar oleh kotoran  Adanya penyortiran m L Tidak
atau benda fisik.. sebelum dilakukan Signifikan
pengolahan
K Pestisida  Terpapar oleh obat  Sebelum proses m M Tidak
pencegah binatang pengolahan Signifikan
pengerat (Pestisida) dilakukan
pencucian
 Daun B Mikroorganisme  Terpapar oleh kondisi  Pemilihan daun m L Tidak
Bawang ruang, terpapar oleh bawang dipisahkan Signifikan
kuman atau bakteri yang dari tanah dan
berada pada tempat disimpan di suhu
penerimaan ruang dan dilakukan
pencucian.
 Hindari
penyimpanan di
tempat yang
lembab.
F Tanah  Akar daun bawang yang  Dilakukan
berisi tanah pembersihan
dengan air yang
mengalir hingga
bersih.
 Penerimaan sesuai
spesifikasi.
K Pestisida  Terpapar oleh obat  Sebelum proses
pencegah binatang pengolahan
pengerat (Pestisida) dilakukan
pencucian
 Minyak F  Rambut  Terpapar oleh kotoran  Menggunakan APD m M Tidak
 Remahan atau benda fisik para (penutup kepala, Signifikan
bumbu pekerja. masker dan sarung
 Debu tangan)
 Penggunaan
maksimal minyak
goreng hanya 2 kali
K Ketengikan  Kesalahan pada saat  Menyimpan di
melakuakn penyimpanan tempat tertutup dan
tidak terkena sinar
matahari
 Pemilihan produk
dengan kemasan
utuh dan membaca
label kemasan
 Tepung B Kapang dan  Terpapar oleh serangga  Penetapan standar l L Tidak
Maizena Serangga dan jamur akibat dan spesifikasi Signifikan
tempat penyimpanan bahan dengan
yang kurang baik supplier

F  Rambut  Terpapar oleh para  Penggunaan APD l L Tidak


penjamah yang tidak pada pekerja Signifikan
 Pasir menggunakan APD
 Sisa Plastik  Kurang hati-hati pada saat
Kemasan pengolahan

Penyimpanan B (M)  Salmonella Suhu penyimpanan yang Mengatur suhu m H Signifikan


 E.coli kurang tepat sehingga bakteri penyimpanan stabil
Tahu dengan mudah berkembang chiller 1-10°C.
biak.
Persiapan B Mikroorganisme  Terjadinya kontaminasi  Saat dilakukan m L Tidak
(kontaminasi silang yang timbul karena tahap persiapan Signifikan
silang) ada double function dari bahan dipisahkan
alat yang digunakan untuk dengan bahan yang
persiapan pengolahan berbeda jenis.

F Rambut dan kuku.  Benda fisik dari tubuh  Penggunaan APD m L Tidak
pekerja, seperti rambut,
kuku dsb. Signifikan

Pencampuran B Bakteri  Terpapar bakteri dari alat  Menjaga kebersihan m M Tidak


Bahan yang digunakan peralatan Signifikan
F Rambut, kerikil  Benda fisik dari tubuh  Menggunakan APD m L Tidak
pekerja, seperti rambut, lengkap Signifikan
kuku dsb.

Penggorengan B Bakteri :  Tempat dan suhu  Mengatur suhu m H Signifikan


pemasakan kurang sesuai pemasakan hingga
a. Salmonella serta lingkungan kurang mencapai suhu
b. Staphylococcus saniter. pemasakan tahu,
aureus yaitu 70oC selama
c. E.coli 15 menit.

Pengemasan Fisik Debu, Rambut,  Petugas pengemasan tidak  Memastikan m M Tidak


kuku dan Serangga menggunakan APD secara petugas
lengkap. menggunakan APD Signifikan
 Ruangan tidak tertutup secara lengkap.
sehingga serangga masuk.  Menggunakan alat
anti insecta, supaya
serangga tidak
masuk dan
mengkontaminasi
makanan.
Pendistribusian Fisik Debu, Rambut,  Petugas pengemasan tidak  Memastikan l L Tidak
kuku dan Serangga menggunakan APD petugas Signifikan
secara lengkap. menggunakan APD
 Ruangan tidak tertutup secara lengkap.
sehingga serangga masuk.  Menggunakan alat
anti insecta, supaya
serangga tidak
masuk dan
mengkontaminasi
makanan.
 Makanan diberi
penutup atau wrap
I. CCP Decission Tree

1. CCP Bahan Baku

P1 Apakah ada bahaya yang terkait dengan bahan mentah ini?

Ya

Apakah anda/konsumen akan menghilangkan bahaya dan produk?


P2 Tidak Tidak
CCP

Apakah ada risiko kontaminasi silang terhadap fasislitas atau Tidak


produk lain
Lanjutkan ke bahan mentah berikutnya
yang tidak dapat dikendalikan?
P3 (Bukan CCP)

Ya

Bahan mentah peka, perlu pengendalian ketat CCP


2. CCP Tahap Proses Pengolahan

P1 Apakah ada pengendalian yang telah dilakukan?

Ya Tidak
Ubah proses, tahapan
atau produk

Apakah pengendalian
pada tahap ini penting
untuk keamanan pangan? Ya

Tidak Bukan CCP Stop

Apakah tahap ini terutama dirancang untuk menghilangkan


P2 atau mengurangi munculnya potensi bahaya hingga ke tingkat yang dapat diterima? Ya

Tidak

Mungkinkah kontaminasi dengan potensi bahaya yang dapat


P3 teridentifikasi ada pada konsentrasi yang berlebihan atau dapatkan meningkat hingga ke tingkat yang tidak dikehendaki?

Ya Tidak Bukan CCP Stop

Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan potensi


bahaya yang teridentifikasi hingga ke tingkat yang dapat diterima?
P4

CRITICAL CONTROL POINT


Ya Tidak

Bukan CCP Stop


J. HACCP Plan Matrik

1. Penentuan TKK/CCP
Tindakan
Penyebab/Sumber/ Peluang Keparahan TKK/ Alasan
Tahap Bahaya pengendalian/ P1 P2 P3 P4 P5
Justifikasi bahaya (h, l, m) (H, L, M) TK keputusan
pencegahan
Penerimaan
Bahan Baku

 Tahu Bakteri Terpapar oleh h H  Pencucian + + + TK Ada resiko


Putih kuman atau bakteri dengan kontaminasi
(Salmonella sp) dari tempat menggunak silang terhadap
penerimaan an air produk lain yang
mengalir masih dapat
 Menyimpan dikendailkan.
dengan
suhu
rendah (
chiller)
Kimia Terpapar h M Sebelum proses + + + TK Ada nya bahan
penggunaan Bahan pengolahan kimia yang
 Formalin Tambahan Non dilakukan memungkinkan
 Boraks Pangan pencucian dapat
 Zat Pemutih dengan benar mengkontaminsasi
dan pemasakan bahan makanan
lain yang masih
dapat
dikendalikan.

 Telur Bakteri Terpapar oleh h H  Cangkang + + - Bukan Sudah dilakukan


Ayam kuman atau bakteri telur di lap pengelapan
S.Typhimurium dengan lap TKK cangkang telur
S. Eteriditis basah dan adanya
hingga spesifikasi
bersih. penerimaan telur
 Adanya
spesifikasi
khusus
untuk
penerimaan
telur
Penyimpanan Biologi Suhu penyimpanan m H Mengatur suhu + + TKK Tahap selanjutnya
Tahu yang kurang tepat penyimpanan dapat
 Salmonella sehingga bakteri stabil chiller 1- mengendalikan
 E.coli dengan mudah 10°C. bahaya.
berkembang biak.
Penggorengan Bakteri :  Tempat dan m H  Mengatur + + TKK Tahap selanjutnya
suhu pemasakan suhu dapat
a. Salmonella kurang sesuai pemasakan mengendalikan
b. Staphylococcus serta hingga bahaya.
aureus lingkungan mencapai
c. E.coli kurang saniter. suhu
pemasakan
tahu, yaitu
70oC
selama 15
menit.
2. HACCP Plan
Prin Prinsip Prinsip
Prinsip 1 Prinsip 3 Prinsip 4 Prinsip 5
sip 2 6 7
Tindakan Verifik
Tindakan Pemantauan
Tahap/ TK koreksi asi Dokum
Bahaya Pengenda Batas Kritis
Input K Apa & Apa & entasi
lian Apa Dimana Bagaimana Kapan siapa
Siapa Siapa
Penyimpan Biologi Suhu Ya suhu Suhu Di Mengecek Setiap PJ Pengisian Kalibra Form
an Tahu penyimpa penyimpanan Chiller suhu Hari Gudang form si Ceklis
 Salmonella nan yang 1-10°C. dengan perubahan termom Perubah
 E.coli kurang termometer suhu oleh eter an Suhu
tepat atau PJ oleh
sehingga pengatur Gudang. tim
bakteri suhu lemari peralata
dengan pendingin n.
mudah
berkemba
ng biak.
Pemasakan Bakteri : Mengatur Ya Suhu Suhu Tempat Pengukuran Setiap Quality Proses Kalibra Form
suhu Masakan 70 o
C Pegolah degan Control pengontrol si Pengisia
 Salmonella pemasakan selama menit dan an termometer Pengola atau an oleh termom an suhu
 Staphylococ hingga Waktu dan han tenaga quality eter dan
cus aureus mencapai 15 stopwatch pengola control oleh waktu
 E.coli suhu menit h atau tim memasa
pemasakan tenaga peralata k
pengolah
tahu makanan n

Memastik
an air
yang
digunakan
merupaka
n air yang
bersih.
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tahapan Proses Batas Kritis Realisasi Pelaksanaan/Hasil Tindakan Koreksi Catatan HACCP

Penerimaan

 Tahu Putih Sesuai dengan spesifikasi Tahu yang diterima sesuai


yang ditentukan. dengan spesifikasi yang
ditentukan oleh instalasi.

Ada resiko bahaya


Pemakaian APD yang Petugas tidak menggunakan Meminta petugas
lengkap petugas penerimaan. APD lengkap yaitu tidak untuk menggunakan
menggunakan masker dan APD lengkap.
sarung tangan.
 Telur Ayam Sesuai dengan spesifikasi Telur Ayam sesuai dengan
yang ditentukan spesifikasi yang ditentukan
oleh instalasi.
Pemakaian APD yang
lengkap pada petugas Petugas tidak menggunakan Meminta petugas Ada resiko bahaya
penerimaan APD lengkap yaitu tidak untuk menggunakan
menggunakan masker dan APD secara lengkap.
sarung tangan.
 Bawang Putih Sesuai dengan spesifikasi Bawang putih sesuai dengan
yang ditentukan spesifikasi yang ditentukan
oleh instalasi.
Pemakaian APD yang
lengkap pada petugas Petugas tidak menggunakan Meminta petugas Ada resiko bahaya
penerimaan APD lengkap yaitu tidak untuk menggunakan
menggunakan masker dan APD secara lengkap.
sarung tangan.
 Daun Bawang Sesuai dengan spesifikasi Daun Bawang sesuai dengan
yang ditentukan spesifikasi yang ditentukan
oleh instalasi.
Pemakaian APD yang
lengkap pada petugas Petugas tidak menggunakan Meminta petugas Ada resiko bahaya
penerimaan APD lengkap yaitu tidak untuk menggunakan
menggunakan masker dan APD secara lengkap.
sarung tangan.

 Minyak Sesuai dengan spesifikasi Minyak sesuai dengan


yang ditentukan spesifikasi yang ditentukan
oleh instalasi.
Pemakaian APD yang
lengkap pada petugas Petugas tidak menggunakan Meminta petugas Ada resiko bahaya
penerimaan APD lengkap yaitu tidak untuk menggunakan
menggunakan masker dan APD secara lengkap.
sarung tangan.

 Tepung Maizena Sesuai dengan spesifikasi Tepung Maizena sesuai


yang ditentukan dengan spesifikasi yang
ditentukan oleh instalasi.
Pemakaian APD yang
lengkap pada petugas Petugas tidak menggunakan Meminta petugas Ada resiko bahaya
penerimaan APD lengkap yaitu tidak untuk menggunakan
menggunakan masker dan APD secara lengkap.
sarung tangan.
Penyimpanan Tahu Suhu penyimpananan 1- Penyimpanan tahu di dalam Tidak ada tindakan Ada resiko bahaya
10°C. chiller dengan suhu 8°C. koreksi

Persiapan Pemakaian APD yang Petugas menggunakan APD Tidak ada tindakan Ada resiko bahaya
lengkap pada petugas yang lengkap dalam proses koreksi
persiapan pemasakan. persiapan.
Pencampuran Bahan Petugas menggunakan APD Tidak ada tindakan Ada resiko bahaya.
Pemakaian APD yang
yang lengkap dalam proses koreksi
lengkap
pencampuran bahan.

Penggorengan Suhu pemasakan 70°C Suhu pemasakan 60°C selama Melakukan Ada resiko bahaya.
selama 15 menit untuk 10 menit pengecekan suhu dan
menghambat dan mencegah lama waktu memasak
pertumbuhan mikroba

Pemakaian APD yang Petugas menggunakan APD Tidak ada tindakan


lengkap. yang lengkap dalam proses koreksi
pengolahan.
Pengemasan Pemakaian APD yang Petugas menggunakan APD Tidak ada tindakan Ada resiko bahaya.
lengkap. yang lengkap dalam proses koreksi
pengemasan.
Pendistribusian Pemakaian APD yang Petugas menggunakan APD Tidak ada tindakan Ada resiko bahaya.
lengkap. yang lengkap dalam proses koreksi
pendistribusian.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada tanggal 10
Maret 2018, persiapan HACCP pada tahapan atau proses pembuatan Bola-
Bola Tahu Bumbu Merah dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Tahap Penerimaan
Penerimaan bahan makanan segar yang akan digunakan sebagai
bahan baku pembuatan bola-bola tahu bumbu merah dimulai pukul
06.30-07.30 WIB dengan ketentuan penerimaan bahan makanan segar
(BMS) yaitu sebagai berikut:
a. Penyerahan dilakukan setiap hari paling lambat pukul 07.30 WIB.
b. Apabila ada penolakan dari penerima, maka barang harus diganti.
c. Penerimaan bahan makanan segar sesuai dengan spesifikasi bahan
yang dibutuhkan dalam pembuatan bola-bola tahu bumbu merah.
1) Penerimaan tahu
Spesifikasi tahu yang baik adalah warna putih normal,
teksturnya lembut dan mudah hancur, serta aroma khas tahu. Dari
hasil pengamatan pada tahu yang diterima spesifikasi tahu sesuai,
sehingga tahu diterima. Pada proses penerimaan, pegawai dari pihak
rekanan yang mengirim tahu masih belum menggunakan APD
lengkap yaitu tanpa memakai masker, penutup kepala dan sarung
tangan sehingga menghasilkan resiko bahaya.
2) Penerimaan sayuran
Sayuran nya adalah daun bawang diterima dalam keadaan
baik dan sesuai dengan spesfikasi yakni segar, bersih dan tidak
berulat. Namun, pada personal hygiene, saat penerimaan sayuran
tidak semua memakai APD lengkap sehingga menghasilkan risiko
bahaya.
3) Penerimaan bumbu
Bahan bumbu segar adalah bawang putih diterima dalam
keadaan yang sesuai dengan spesifikasi yaitu: kering, bersih, utuh
dan segar.
Namun pada personal hygiene, saat penerimaan bumbu tidak
semua memakai APD lengkap sehingga menghasilkan risiko bahaya.
2. Tahap Persiapan
a. Persiapan Tahu
Sebelum tahap persiapan, tahu disimpan di dalam chiller
pada suhu 8°C yang kemudian akan dilakukan persiapan. Tahu di
cuci, kemudian dilakukan penghalusan hingga benar-benar halus
menggunakan ulekan yang dibungkus oleh plastic wrap sehingga
dapat mengurangi resiko bahaya kontaminasi bakteri Salmonella
sp. Tenaga penjamah makanan menggunakan APD lengkap
sehingga meminimalisir adanya risiko bahaya pada kesehatan.
b. Persiapan Sayuran
Persiapan sayuran dimulai pukul 13.30-13.40. Persiapan
sayuran yang dilakukan yaitu adalah daun bawang dicuci dengan
air mengalir. Daun bawang dipotong tipis-tipis. Tenaga penjamah
makanan yang ada pada persiapan ini memakai APD secara
lengkap sehingga dapat meminimalisir adanya risiko bahaya pada
kesehatan.
c. Persiapan bumbu
Bumbu merah terdiri dari bawang putih, saus tomat, royco,
garam, air, tepung maizena dan minyak. Pertama bawang putih
dikupas dan dicincang hingga halus.
3. Tahapan Pencampuran
Pada tahap ini dilakukan proses pencampuran tahu yang sudah
halus, telur ayam, royco dan daun bawang. Kemudian dilakukan
pengadukan menggunakan tangan yang ditutupi oleh handgloves.
Bahan-bahan tersebut dicampur hingga merata, kemudian di bentuk
bulat-bulat dan disimpan di loyang untuk selanjutnya dilakukan tahapan
penggorengan.
4. Tahapan Penggorengan dan Pemasakan
Proses pemasakan dimulai pada pukul 13.00-14.00 WIB dengan
memasukkan tahu yang sudah dibulatkan dan dicampur dengan bumbu
ke dalam wajan yang telah diisi oleh minyak kemudian digoreng
hingga matang dan berwarna kuning keemasan. Suhu pada saat
pemasakan yaitu sekitar 60°C selama 10 menit per sekali melakukan
proses penggorengan dengan api sedang. Hal ini terus dilakukan hingga
semua bola-bola tahu digoreng. Setelah itu, dilakukan proses
pembuatan bumbu merah, yaitu dengan menumis bawang putih terlebih
dahulu dnegan menggunakan minyak dan api sedang, kemudiaan
setelah harum masukkan saus tomat, air, garam dan royco hingga
mendidih. Lalu masukkan tepung maizena yang sudah dilarutkan
dengan air, tunggu hingga mengental dan angkat. Saat proses
pemasakan berlangsung, tenaga pengolah memakai APD lengkap
sehingga dapat meminimalisir risiko terjadinya bahaya fisik maupun
mikrobiologi.
5. Tahapan Distribusi dan Penyajian
Setelah dimasak, bola-bola tahu bumbu merah dikirimkan ke
ruang distribusi untuk di porsi oleh petugas pemorsian dan penyajian
memakai APD yang kurang lengkap karena tidak menggunakan
celemek. Seharusnya, penjamah makanan pada proses pemorsian
menggunakan APD yang lengkap, sehingga dapat meminimalisir
terjadinya perpindahan mikroba dari rambut yang pindah ke tangan
kemudian ke makanan menjadi cenderung rendah.
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan HACCP sikulus menu ke-9 untuk
makan siang yaitu bola-bola tahu bumbu merah, dapat diketahui bahwa jenis
bahaya yang terdapat pada bahan baku dan proses pengolahan bola-bola tahu
bumbu merah terdiri dari fisik, kimia dan mikrobiologi. Titik kendali kritis
(TKK) atau Critical Control Point (CCP) dari bola-bola tahu bumbu merah
terdapat pada penyimpanan dan pemasakan karena tahap selanjutnya tidak
dapat mengendalikan bahaya mikrobiologi. Tahapan ini dapat dipantau
melalui pencapaian suhu 70°C selama 15 menit sedangkan pada tahap
penyimpanan dipastikan chiller memiliki suhu 1-10°C untuk menjaga tahu
dari tumbuhnya mikroba.
Pemantauan dapat dilakukan melalui suhu dan waktu di tempat
pengolahan menggunakan thermometer dan stopwatch ketika proses
pengolahan oleh tenaga pengolah. Tindakan koreksi dapat berupa pemrosesan
ulang oleh tenaga pengolah. Verifikasi dapat dilakukan melalui kalibrasi
thermometer oleh tim peralatan dan didokumentasikan dalam form
pengecekan suhu dan waktu pemasakan.

B. Saran
Menurut penulis, untuk mengantisipasi adanya risiko bahaya pada titik
kritis maka pada saat proses penerimaan bahan dan pendistribusian bola-bola
tahu bumbu merah diharapkan memakai seluruh petugas menggunakan APD
lengkap untuk mencegah terjadinya foodborne disease. Selanjutnya untuk
Holding Time (waktu tunggu) sebaiknya tidak terlalu lama sehingga suhu
penyajian makanan tidak banyak menurun yang akan mempercepat kerusakan
makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Crocker, O. L. and Leung Chiu, J. S., 1984, Quality Circles, A Guide to


Participation and Productivity, Methuen, Toronto

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Sanitasi Rumah


Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Damanik, I.R. 2012. “Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Hazard Analysis


Critical Control Point (HACCP) di Instalasi Gizi Rumah Sakit X Jakarta Tahun
2012”. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

eBookPangan. 2006. Panduan Penyusunan Rencana HACCP (Hazard


Analysis Critical Control Point) bagi Industri Pangan.
http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/PEDOMAN-PENYUSUNAN-RENCA NA-
HACCP-BAGI-INDUSTRI-PANGAN.pdf [Diakses 12 Februari 2017].

Handoyo, Haris. 2013. “HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan”.


Skripsi, Fakultas Teknis Universitas Negeri Semarang.
https://bambangtriatma.wikispaces.com/file/view/higienearis.pdf [Diakses 12
Februari 2017].

Herman., Joetra, Willy. 2015. Pengaruh Garam Dapur (NaCl) terhadap


Kembang Susut Tanah Lempung. Jurnal Momentum. Vol 17 (1) Februari.

Hicks, Philips E., 1994, Industrial Engineering and Management, A New


Perspective, 2nd ed., McGraw-Hill Book Co., Singapore.
Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality Assurance
Industri Pangan (A. Tjahjanto Prasetyono)

Puspita, W.L., Yeni, P., Fatma, Z.N. 2010. Penerapan Hazard Analysis
Critical Points (HACCP) terhadap Penurunan Bahaya Mikrobilogis pada Makanan
Khusus Anak Berbasis Hewani di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso
Pontianak. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol 7 (1) Juli, p. 8-16.

Stebbing, Lionel, 1993, Quality Assurance, The Route to Efficiency and


Competitiveness, 3rd ed., Ellis Horwood, London.

Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik kritis (Hazard


Analysis Critical Control Points). Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vo1 1 (2).
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=18192&val=1132 [Diakses 12
Februari 2017].
Taguchi, G., Elsayed, E. A and Hsiang, T. C., Quality Engineering in
Production Systems, McGraw Hill Book Co., Singapore.
http://www.fda.gov/gmp5thed, down load : 14 Mei 2000.

Zulfana, I., Sudarmaji. 2008. Hazard Analysis and Critical Control Points
(HACCP) pada Pengelolaan Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Islam
Lumajang. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol 4 (2) Januari, p.57-68.

Anda mungkin juga menyukai