Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINTS

(HACCP) PADA TAHU ORAK-ARIK

Disusun Oleh :

Akna Rifdayani P031713411001

Gita Monica L P031713411015

Ines Rodena G P031713411053

Nikma Lutfi P031713411024

Yeni Febrianti P031713411040

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENEKES RIAU

JURUSAN GIZI

2020
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN

LAPORAN

HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA


TAHU ORAK-ARIK

Disusun Oleh :

Mahasiswa Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Riau

Telah Disetujui Oleh :

Mengetahui

Kepala Manajemen Asuhan Gizi Klinik Pembimbing

RSUD Budhi Asih

Sari Nopelina, SP. RD Muhammad Reza Ade Putra, Amd.Gz

Kepala

Instalasi Gizi RSUD Budhi Asih

Dr. Tan Lina. MS.Sp.Gk


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Persyaratan
keamanan pangan adalah standar dan ketentuan-ketentuan lain yang harus
dipenuhi untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena
cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia (PP No. 28, 2004).
Keamanan pangan adalah suatu risiko yang dapat diterima dan ditolerir atas
keadaan sakit, penyakit, atau cedera yang diakibatkan dari konsumsi makanan.
Keamanan pangan dicapai melalui kebijakan, peraturan, standar, penelitian,
rancang teknik dan teknologi, pengawasan dan pemeriksaan, dan upaya lainnya
yang dapat diterapkan untuk mengurangi resiko atau pengendalian bahaya dalam
rantai pasokan pangan. Ini mencakup semua makanan dan bahan makanan,
dimulai dari produksi pertanian, dilanjutkan dengan panen, pengolahan,
penyimpanan, penyaluran, penanganan, persiapan, dan beragam kegiatan lainnya
sebelum dikonsumsi (Knechtges, 2015).
Penyelenggaraan makanan terutama makanan khsus di rumah sakit harus
optimal dan sesuai dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta indikasi
penyakit pasien. Penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi syarat
kesehatan (tidak saniter dan higienis). Selain memperpanjang proses perawatan,
juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross infection) atau infeksi
nosokominal (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang diantaranya dapat
melalui makanan. Selain timbulnya infeksi nosokominal, penyelenggaraan
makanan di rumah sakit yang tidak memenuhi standar kesehatan (tidak higienis)
juga dapat menyebabkan keracunan makanan (Puspita, 2010).
Dengan pembagian setiap kali makan yaitu sekitar 10% dari total asupan
setiap harinya yang berarti sekitar 5,25 gram setiap kali makan harus terpenuhi
hasil Untuk menghasilkan produk pangan yang aman, maka dalam proses
pengolahan pangan diperlukan penjaminan mutu dan keamanan pangan dengan
pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Di dalam
HACCP, ada 2 program prasyarat yang harus dipenuhi meliputi Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures
(SSOP). Sistem HACCP ini diterapkan selama produksi mulai dari proses pertama
hingga sampai ke konsumen (Fardiaz, 1996).
Pendekatan dengan cara ini berbeda dengan pendekatan tradisional yang
hanya melakukan pengawasan dengan mengandalkan uji produk akhir. Sistem
HACCP yang diterapkan pada seluruh rantai produksi, akan fokus terhadap
keamanan pangan dengan memproteksi pasokan pangan dan proses produksi
terhadap bahaya kontaminasi fisika, kimia, dan mikrobiologi (Arvanitoyannis,
2009).
Sistem HACCP lebih menekankan pada upaya pencegahan preventif untuk
member jaminan keamanan produk pangan. HACCP adalah salah satu upaya
mengontrol kinerja proses produksi, distribusi dan penggunaan bahan material
dalah pengolahan pangan, yakni berperan dalam mengidentifikasi bahaya
potensial pada bahan baku, produk, keberadaan bakteri atau pertumbuhan bakteri
pada industri pangan. Kategori bahaya pada proses pengolahan pangan dilakukan
dengan penentuan titik kritis pada setiap alur pengolahan sehingga pangan
tersebut layak untuk dikonsumsi (Anonim, 2006).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan perumusan masalah
untuk mengidentifikasi bahaya terkait selama proses pembuatan tahu orak-arik
serta memberikan rekomendasi untuk mengembangkan sistem HACCP, sehingga
menghasilkan hidangan yang aman untuk dikonsumsi oleh pasien Rumah Sakit
Umum Daerah Budhi Asih

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam


penelitian mutu adalah sebagai berikut “Bagaimana penerapan HACCP pada
pengolahan tahu orak-arik di menu ke lima untuk makan siang pasien Rumah
Sakit Umum Daerah Budhi Asih ?”
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui penerapan HACCP pada pengolahan tahu orak-arik menu


kelima untuk makan siang pasien Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan produk dan spesifikasinya.


2. Menganalisa penerapan HACCP pada bahan mentah dan proses
pengolahan tahu orak-arik.
3. Mengidentifikasi jenis bahaya dan cara pencegahannya.
4. Menganalisis resiko bahaya dan kategori resiko bahaya pada produk
tahu orak-arik.
5. Menetapkan Critical Control Point (CCP) atau batas kritis.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Instalasi Gizi RSUD Budhi Asih

Sebagai bahan evaluasi terhadap hasil olahan yang dihasilkan serta dapat
meminimalisir penyimpangan kualitas dan keamanan pangan yang ada.

1.4.2 Bagi Karyawan

Sebagai mutu keamanan pangan dari olahan protein pada siklus menu
kelima untuk makan siang pasien Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.

1.4.3 Bagi Mahasiswa

Sebagai sarana bagi mahasiswa untuk menerapkan ilmu yang telah


diperoleh serta menambah wawasan dari permasalahan yang ditemukan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP)

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem


kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas
identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi.
HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan
untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive)
yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang
aman bagi konsumen (Renosori dkk, 2012).

Menurut WHO, HACCP didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah,


rasional dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai dan mengendalikan
bahaya. Pada awalnya, prinsip HACCP dibuat untuk keamanan bahaya pangan,
namun sistem ini akhirnya dapat diaplikasikan lebih luas dan mencakup industri
lainnya. HACCP merupakan suatu sistem pengawasan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya keracunan atau foodborne disease. HACCP meliputi
analisis bahaya dan pengendalian titik kritis untuk menjamin produk yang
dikonsumsi aman dari bahaya fisik, kimia/pestisida dan mikrobiologi (Dewi,
2015).

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu


program pengawasan, pengendalian, dan prosedur pengaturan yang dirancang
untuk menjaga agar makanan tidak tercemar sebelum disajikan. Sistem ini
merupakan pendekatan sistematis terhadap identifikasi, evaluasi pengawasan
keamanan pangan secara bermakna. Sistem HACCP terutama diterapkan dalam
industri makanan besar, tetapi WHO telah membuktikan bahwa sistem ini dapat
diterapkan hingga ke tingkat rumah tangga. Konsep HACCP merupakan
penggabungan dari mikrobiologis makanan, pengawasan mutu dan penilaian
risiko. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang
zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya
keamanan (Fitriana, 2012).

2.2 Prinsip HACCP

Menurut WHO dalam Handoyo (2013), Analisis Bahaya dan Pengendalian


Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point/HACCP) didefinisikan
sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional dan sistematik untuk mengidentifikasi,
menilai dan mengendalikan bahaya.

Identifikasi penerapan sistem HACCP dilakukan dengan menelusuri


prinsip-prinsip dasar penerapan HACCP pada produk Ayam Bakar Bumbu Herb.
Sistem HACCP terdiri dari 12 tahap yang termasuk di dalamnya 7 prinsip
HACCP. Lima tahap awal terdiri dari penyusunan tim HACCP, deskripsi produk,
identifikasi penggunaan produk, menyusun diagram alir dan verifikasi diagram
alir (Racmadia dkk, 2018).

Penyusunan Tujuh Prinsip Rencana HACCP Ketujuh prinsip itu terdiri


dari Analisis Bahaya, penentuan titik krisis (CCP), penetapan batas kritis untuk
setiap CCP (Critical Limit), menetapkan sistem pemantauan untuk sistem
HACCP, penetapan tindakan koreksi untuk tindakan CCP, proses verifikasi serta
dokumentasi (Racmadia dkk, 2018).

2.2.1 Analisis Bahaya


a. Mengidentifikasi Bahaya
Dengan merujuk pada diagram alir proses, tim HACCP mendaftarkan
semua bahaya yang nyata atau potensial yang mungkin diperkirakan layak terjadi
pada setiap tahap proses. Bahaya tersebut meliputi bahaya biologi atau
mikrobiologis, bahaya kimia dan bahaya fisik.
b. Menentukan Kepentingan (signifikasi) bahaya
1). Kemungkinan bahaya akan terjadi
Hal ini biasanya disebut peluang bahaya akan terjadi. Tim HACCP perlu
mempertimbangkan kemungkinan (peluang) untuk setiap bahaya yang telah
diidentifikasi.
Pemeriksaan ini dapat berdasarkan pada: pengetahuan dari Tim HACCP;
Pemeriksaan ini dapat berdasarkan pada: pengetahuan dari Tim HACCP; pustaka
mengenai mikrobiologis pangan, HACCP, produk pangan dan pengolahan
pangan, makalah ilmiah penelitian; jurnal; pemasok; produsen pangan atau
prosesor lain; informasi mengenai penarikan produk; keluhan konsumen; daerah-
daerah proses, bahan baku atau produk yang telah diidentifikasi merupakan daerah
bermasalah. Kemungkinan bahaya yang terjadi secara sederhana dapat dinilai
sebagai tinggi, sedang atau rendah.
2). Tingkat keseriusan bahaya
 Keseriusan hanya dapat ditetapkan dengan melihat dampaknya terhadap
kesehatan konsumen dan juga dampak terhadap reputasi bisnis.
 Keseriusan bahaya juga dapat dinilai : rendah, sedang atau tinggi.
Dengan menggabungkan peluang dengan berat ringannya bahan akan
dapat ditetapkan tingkat resiko (signifikasi) bahaya yang dinyatakan sebagai
tinggi, sedang atau rendah. Pendekatan seperti ini dapat digunakan untuk
menetapkan jenis tindakan pengendalian yang harus dimiliki di tempat dan
semakin tinggi resiko bahaya, maka semakin tinggi pula frekuensi frekuensi
pemantauan yang ditetapkan. Dengan demikian, bahaya yang ada dapat juga
dikelompokkan berdasarkan signifikasinya, seperti terlihat dalam tabel di bawah
ini. Signifikasi bahaya dapat diputuskan oleh tim dengan mempertimbangkan
peluang terjadinya (reasonably likely to occur) dan keparahan (saverity) suatu
bahaya.
c. Mengidentifikasi Tindakan Pencegahan
Tahap selanjutnya setelah menganalisis bahaya adalah mengidentifikasi
tindakan pencegahan yang mungkin dapat mengendalikan setiap bahaya. Tim
kemudian harus mempertimbangkan apakah tindakan pencegahan, jika ada, dapat
diterapkan untuk setiap bahaya. Tindakan pencegahan adalah semua kegiatan dan
aktivitas yang dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya atau memperkecil
pengaruhnya atau keberadaannya pada tingkat yang dapat diterima. Lebih dari
satu tindakan pencegahan mungkin dibutuhkan untuk pengendalian bahaya-
bahaya yang spesifik dan lebih dari satu bahaya mungkin dikendalikan oleh
tindakan pencegahan yang spesifik. Tindakan pencegahan dapat berupa tindakan
yang bersifat kimia, fisik atau lainnya yang dapat mengendalikan bahaya kemanan
pangan. Tindakan pencegahan dalam mengatasi bahaya dapat lebih dari satu bila
dibutuhkan.
Tahap ini merupakan tahap penting setelah analisis bahaya. Tindakan
pencegahan didefinisikan sebagai setiap tindakan yang dapat menghambat
timbulnya bahaya ke dalam produk dan mengacu pada prosedur operasi yang
diterapkan pada setiap tahap pengolahan. Oleh karena konsep HACCP bersifat
pencegahan, maka dalam mendesain sistem HACCP tindakan pencegahan harus
selalu menjadi perhatian. Berikut beberapa contoh tindakan pencegahan:
 Pemisahan bahan baku dengan produk akhir dalam penyimpanan
 Menggunakan sumber air yang sudah memiliki persyaratan keamanan
 Kalibrasi timbangan dan alat pengukur suhu
 Menggunakan truk yang dilengkapi fasilitas pengatur suhu dan lain-
lain.

2.2.2 Penentuan Titik Kritis (CCP)

Titik kendali kritis (critical control point/CCP) adalah suatu tahap di


dalam proses dimana bila bahaya potensial yang nyata tidak dikendalikan secara
baik, kemungkinan akan menimbulkan resiko bahaya yang tidak bisa diterimaoleh
konsumen menyangkut kemananan pangan, mutu maupun kerugian secara
ekonomi. Dalam penerapan program HACCP, pengawasan dan pemantauan titik
kendali kritis (critical control point/CCP) secara sistematis dan terorganisir
merupakan suatu hal yang mutlak (Surono, 2016).
CCP dapat didefinisikan sebagai titik, tahapan atau prosedur dalam
pengolahan makanan yang dapat dikendalikan sehingga bahaya dapat dicegah atau
diturunkan pada tingkat yang dianggap aman. Untuk menetapkan apakah suatu
tahapan proses dapat dikategorikan sebagai titik atau bukan, maka digunakan
Bagan Logika atau Pohon Keputusan (Decision Tree) sebagai berikut:

2.2.3 Penetapan Batas Kritis untuk setiap CCP (Critical Limit)

Untuk setiap CCP yang teridentifikasi maka harus ditentukan batas kritis.
Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman
sehingga proses produksi dapat dikelola dalam tingkat yang aman. Batas kritis ini
tidak boleh dilewati untuk menjamin bahwa CCP secara efektif mengendalikan
bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik. Kriteria yang lazim digunakan untuk
menentukan batas kritis adalah kriteria fisik, seperti suhu, waktu, tingkat
kelembaban, Aw dan kekentalan serta kriteria kimia, seperti pH, residu klorin
bebas, kadar asam tertitrasi, konsentrasi pengawet dan konsentrasi garam. Kriteria
mikrobiologi tidak digunakan sebagai batas kritis karena pengukurannya
memerlukan waktu lama. Selain itu pengukuran fisik dan kimia dapat digunakan
sebagai indikator pengukuran atau pengendalian mikrobiologis (Surono, 2016).
Setiap CCP akan memiliki satu atau lebih tindakan pencegahan yang harus
dikontrol dengan baik untuk memastikan pencegahan, penghapusan atau
pengurangan bahaya ke tingkat yang dapat diterima. Agar efektif setiap batas
kritis harus:
1. Berdasarkan informasi yang telah terbukti. Sumber informasi tentang batas
kritis dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya peraturan
pemerintah, literatur ilmiah dan konsultasi dengan para ahli.
2. Ukuran batas kritis biasanya adalah kombinasi dari faktor-faktor yang
dapat diukur pada saat proses produksi berjalan, seperti paparan suhu dan
waktu pada proses sentralisasi, pH, ukuran benda fisik dan sebagainya.
3. Nilai batas kritis harus memenuhi persyaratan peraturan pemerintah atau
standar perusahaan yang didukung dengan data ilmiah analisis resiko
(misalnya persyaratan suhu dan waktu untuk proses termal, seperti
pasterisasi, memasak dan sebagainya).

2.2.4 Penetapan Sistem Pemantauan untuk Sistem HACCP

Metode monitoring atau pemantauan batas kritis harus berbasis ilmiah dan
menggunakan peralatan yang selalu dikalibrasi secara rutin, sehingga memberikan
data pengamatan yang handal dan dapat dipertanggung-jawabkan. Setiap sistem
pemantauan harus ditetapkan dalam prosedur standar dan data pemantauan CCP
harus dicatat dan didokumentasikan secara rutin.
Pemantauan merupakan tindakan untuk menjalankan pemeriksaan dan
observasi untuk memastikan bahwa proses memang terkendali. Pembentukan
prosedur pemantauan melibatkan sejumlah unsur, sebagai berikut:
1. Peralatan dan metode Kriteria yang digunakan dapat mencakup dan
karenanya membutuhkan, pengukuran terhadap:
 Parameter fisik, seperti suhu, warna dan tingkat kelembaban. Jenis
pengukuran fisik lainnya yang mencakup pemeriksaan jalannya
pendektesian logam, magnet, deteksi sinar-X dan inspeksi ayakan dan
saringan.
 Pemeriksaan kimiawi, seperti analisis klorin, pH dan Aw. Jenis uji
kimia lain dapat mencakup analisis residu pestisida, uji residu alergen
atau analisis logam berat.
 Uji sensorik, seperti penampakan visual dan tekstur. Meskipun uji
semacam ini sering dikaitkan dengan kriteria mutu, pemantauan
penampakan visual dapat diterapkan pada CCP benda asing dan tekstur
mungkin sangat menentukan untuk penetrasi panas yang efektif, seperti
dalam produk kalengan.
2. Penetapan frekuensi. Frekuensi pemantauan bergantung pada jenis CCP
dan perlu dipandang sebagai bagian dari sistem pengendalian. Contoh:
pemantauan asiditas dapat dilakukan dengan mengukur pH setiap
kumpulan produk yang dihasilkan.
3. Manusia
Karyawan yang ditugaskan harus:
 Sudah terbiasa dengan prosesnya
 Terlatih dalam teknik pemantauan
 Terlatih dalam kesadaran akan HACCP
 Tidak bias dalam pemantauan dan pelaporan
 Terlatih dalam prosedur tindakan perbaikan
4. Pencatatan hasil aktivasi pemantauan harus dicatat oleh pemantau CCP.
Buku laporan harian yang digunakan untuk mendokumentasikan semua
pengujian harus memuat informasi yang benar untuk memastikan bahwa
CCP memang terkendali dan catatan itu harus ditelaah secara teratur dan
disimpulkan oleh pihak terlatih yang berwenang. Catatan pemantauan
CCP dapat disimpan sebagai bagian dari buku laporan harian produksi
umum.

2.2.5 Penetepan Tindakan Koreksi untuk Setiap CCP


Untuk mengantisipasi kejadian yang tidak dikehendaki tersebut, maka
harus dibuatkan prosedur tindakan perbaikan (corrective action). Tindakan
perbaikan harus mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Menentukan penempatan dan perlakuan khusus terhadap produk yang


tidak memenuhi syarat agar tidak bercampur dengan produk yang normal.
2. Memperbaiki penyebab kesalahan untuk mencegah terjadinya kembali.
3. Memastikan bahwa setelah tindakan perbaikan CCP benar-benar
terkendali (dengan memeriksa kembali bahwa proses atau produk pada
CCP tersebut memenuhi syarat batas kritis).
4. Membuat catatan seluruh tindakan perbaikan yang dikerjakan.

2.2.6 Proses Verifikasi


Tim HACCP menyusun suatu prosedur untuk meyakinkan bahwa rencana
HACCP sudah valid dan bahwa rencana HACCP yang disusun sudah
diimplementasikan seperti yang direncanakan. Verifikasi adalah aplikasi suatu
metode, prosedur, pengujian, atau evaluasi lainnya untuk menetapkan kesesuaian
suatu perlaksanaan dengan rencana HACCP. Verifikasi memberi jaminan bahwa
rencana HACCP telah sesuai dengan kegiatan operasional sehari-hari dan akan
menghasilkan produk (makanan) dengan mutu baik dan/atau aman untuk
dikonsumsi. Secara spesifik, prosedur verifikasi harus menjamin bahwa :

 Rencana HACCP yang diterapkan benar-benar tepat untuk mencegah


timbulnya bahaya proses dan bahaya produk.
 Prosedur pemantauan dan tindakan koreksi masih diterapkan.
 Internal audit, pengujian mikrobiologi/kimia pada produk akhir tercatat.
2.2.7 Dokumentasi
Dokumen atau rekaman data adalah bukti tertulis bahwa suatu tindakan
telah dilakukan. Dokumen disusun dengan menggnakan formulir/boring.
Dokumen tersebut dapat digunakan untuk :

1. Keperluan inspeksi
2. Mempelajari kerusakan yang mengakibatkan penyimpangan
3. Menemukan tindakan koreksi yang sesuai

Jenis dokumen (rekaman data) yang harus ada dalam penyusunan rencana
HACCP adalah Rencana HACCP dan semua materi pendukungnya, dokumen
pemantauan, dokumen tindakan koreksi, dokumen verifikasi.

Dengan telah disusunnya sistem dokumentasi, maka selesailah penyusunan


rencana HACCP. Rencana HACCP dapat berubah jika terjadi perubahan pada
bahan baku, tata letak pabrik, penggantian peralatan, perubahan program,
pembersihan/sanitas, penerapan prosedur-prosedur baru, perubahan kelompok
konsumen produk dan adanya informasi baru tentang suatu bahaya.
BAB III
METODE

3.1 Tempat Dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilakukan di nstalasi Gizi RSUD Budhi Asih untuk proses


penerimaan bahan makanan sampai dengan proses pengolahan dan pemorsian.
Penelitian dilakukan pada hari Rabu, 5 februari 2020 untuk mengamati proses
penerimaan bahan baku, penyimpanan bahan makanan pengolahan, penyajian dan
pendistribusian makanan.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan untuk menghasilkan olahan orak-arik tahu ialah


tahu, bawang merah, bawang putih, bawang bombay, daun bawang.

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan untuk pengamatan haccp antara lain kertas, pulpen
dan kamera untuk mendokumnetasikan proses pengolahan orak-arik tahu. Alat
yang digunakan untuk membuat olahan orak-arik tahu ialah kuali, baskom, food
procesor, kompor, pisau, dan telenan

3.2.3 Teknik Pengamatann dan Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara :


1. Data primer
Data primer diperoleh dengan wawancara dan pengamatan langsung.
Data primer meliputi :
a. Data penerimaan bahan makanan
b. Data persiapan bahan makanan
c. Data bumbu
d. Data hasil pengolahan
e. Data hasil pemorsian
f. Data hygiene dan sanitasi alat serta tenaga pengolahh dan tenaga
distribusi
2. Data sekunder
Data sekunder didapat denan cara mencatat dari buku yang telah ada di
Instalasi Gizi RSUD Budhi Asih
Data sekunder meliputi :
a. Data siklus menu
BAB IV
METODE DAN PENERAPAN HACCP

4.1 Tim Haccp


Adapun tim HACCP pada produk orak-arik tahu di Rumah Sakit Umum
Daerah Budhi Asih ialah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Tim HACCP


Nama Jabatan

Akna Rifdayani Ketua Tim

Gita Monica Lorenza Wakil Ketua Tim

Ines Rodena Ginting Anggota Tim

Nikma Lutfi Anggota Tim

Yeni Febrianti Anggota Tim

4.2 Deskripsi Produk


Nama Produk Tahu Orak-Arik

Bahan Baku Bahan Baku :


 Tahu
 Daun bawang
 Bawang bombay
 Bawang merah
 Bawang putih
 Minyak Goreng
Alat Alat yang digunakan :

 Kuali
 Baskom
 Food procesor
 Kompor
 Pisau
 Telenan
Karakter Produk Akhir Tahu Orak-Arik adalah masakan
yang biasanya berbahan dasar tahu
yang cara masaknya dengan proses
digoreng atau dioseng.

Metode Pengolahan Penggorengan

Kondisi Penyimpanan  Penyimpanan Bahan basah


seperti Tahu, bawang merah,
bawang putih, bawang bombay,
dan daun bawang didalam
chiller dengan suhu 5oC sampai
15oC
 Penyimpanan Bahan Kering
seperti Minyak Goreng
disimpan digudang BMK
o
dengan suhu 25 C
Metode Distribusi Sentralisasi

Metode Penyajian Aluminium Foil

4.3 Identifikasi Penggunaan Produk

Nama Produk Tahu Orak-Arik

Deskripsi Cara Konsumsi Pasien dapat langsung mengonsumsi


makanan dalam tempat penyajian
pasien

Pengguna Produk Dikonsumsi untuk makanan siang


pasien menu ke-5
4.4 Diagram Alir Pengolahan

Diagram alir yang dibuat harus memuat semua tahapan di dalam operasi
produksi dan menggambarkan kondisi nyata proses produksi.

Penerimaan Bahan

Tahu Cina Bawang merah, Bawang putih

Pengecekan Spesifikasi Pengecekan Spesifikasi

Pencucian Pencucian

Pemotongan Penghalusan

Penggorengan Penumisan

Pencampuran
Penyajian

Distribusi
4.5 Verifikasi Diagram Alir di Unit Produksi

Stock Bahan Makanan di


Suplayer Gudang Basah & Kering

Penerimaan tahu Penerimaan bawang Daun bawang, Bawang merah dan Minyak Goreng
merah, bawang bawang bombay Bawang putih
putih, bawang
Penerimaan gtahu bombay dan daun
Dicuci Di Blender
bawang
Dicuci Dicuci
Di iris-iris Tumis

Diaduk menjadi
adonan

Penggorengan Tahu

Digoreng dengan
suhu 180oC selama
10 menit
4.6 Identifikasi Bahaya dan Tindakan pemcegahan (Prinsip 1)

Tabel 1. Identidfikasi Bahaya dan Tindakan Pencegahan

Tahap Proses Pembuatan Tahu Orak – Arik

No Tahapan Proses Bahaya (B/M, K, F) Jenis Bahaya Cara Pencegahan


.

1. Penerimaan tahu Fisik - Kerikil - Memeriksa ulang tahu yang diterima.


- Rambut - Terbebas dari formalin
Kimia - Formalin

Mikrobiologi - Salmonella

2. Penerimaan bawang Fisik Krikil Bawang dan daun dibersihkan dari krikil dan tanah, tidak
merah, bawang putih, busuk, tidak layu dan tidak berlobang.
bawang bombay dan Tanah
daun bawang.

3. Pencucian tahu Mikrobiologi E.Coli Penjamah makanan menggunakan APD lengkap serta
mencuci tangan untuk menghindari kontaminasi silang.
Fisik Kotoran

4. Pencucian bawang Mikrobiologi E.Coli Penjamah makanan menggunakan APD lengkap serta
merah, bawang putih, mencuci tangan untuk menghindari kontaminasi silang.
bawang bombay dan Fisik Kotoran
daun bawang.

5. Pemotongan tahu Mikrobiologi E.Coli Penjamah makanan menggunakan APD lengkap serta
mencuci tangan untuk menghindari kontaminasi silang dan
Fisik Rambut mencuci alat-alat untuk memotong bahan.

6. Pemotongan bawang Mikrobiologi E.Coli Penjamah makanan menggunakan APD lengkap serta
bombay dan daun mencuci tangan untuk menghindari kontaminasi silang dan
bawang Fisik Rambut mencuci alat-alat untuk memotong bahan.

7. Pengalusan bahan Mikrobiologi S.aereus Penjamah makanan dianjurkan untuk menggunakan


(bawang merah dan handgloves saat menyentuh bahan makanan agar tidak ada
bawang putih). Fisik Debu kontaminasi silang terhadap bahan makanan serta alat
Kotoran penghalus harus dalam keadaan bersih, bebas dari debu.

8. Penggorengan tahu Kimia Reaksi oksidasi Penjamah makanan dianjurkan untuk menggunakan suhu dan
minyak waktu penggorengan yang sesuai dengan bahannya.

9. Penumisan bumbu Fisik Kotoran tangan, Penjamah makanan menggunakan APD lengkap serta
rambut dan mulut mencuci tangan untuk menghindari kontaminasi gelap.
dari penjamah

10. Pencampuran bumbu Fisik Rambut Penjamah makanan menggunakan APD lengkap.

11. Penyajian Fisik Kotoran tangan, Penjamah makanan menggunakan APD lengkap dan wadah
rambut dan mulut penyajian bersih dan ditutup.
dari penjaga.

Tabel 2. Identidfikasi Bahaya dan Tindakan Pencegahan

Tahap Verifikasi Pembuatan Tahu Orak – Arik

No. Tahapan Proses Bahaya (B/M, JenisBahaya Justifikasi


K, F)

1. Penerimaan tahu Fisik - Kerikil - Tahu yang diterima bersih bebas dari bau asam, berwarna
- Rambut putih bersih, bentuk utuh tidak hancur.
Kimia - Formalin - Tidak ada pemeriksaan bakteri.

Mikrobiologi - Salmonella

2. Penerimaan bawang merah, Fisik Krikil Bawang dan daun yang datang yang diterima bersih, tidak
bawang putih, bawang busuk, utuh dan tidak berulat.
bombay dan daun bawang. Tanah

3. Pencucian tahu Mikrobiologi E.Coli Pencucian tahu dengan air mengalir.

Fisik Kotoran

4. Pencucian bawang merah, Mikrobiologi E.Coli Pencucian bawang merah, bawang putih, bawang bombay
bawang putih, bawang dan daun bawang dengan air mengalir.
Fisik Kotoran
bombay dan daun bawang.

5. Pemotongan tahu Mikrobiologi E.Coli Alat yang digunakan bersih.

Fisik Rambut

6. Pemotongan bawang bombay Mikrobiologi E.Coli Alat yang digunakan bersih.


dan daun bawang
Fisik Rambut

7. Pengalusan bahan (bawang Mikrobiologi S.aereus Alat yang digunakan bersih.


merah dan bawang putih).
Fisik Debu

Kotoran

8. Penggorengan tahu Kimia Reaksi oksidasi Penjamah makanan menggunakan APD lengkap serta
minyak mencuci tangan untuk menghindari kontaminasi gelap dan
alat yang digunakan bersih.

9. Penumisan bumbu Fisik Kotoran tangan, Penjamah makanan menggunakan APD lengkap dan
rambut dan mulut sebelum melakukan penumisan terlebih dahulu sudah
dari penjamah mencuci tangan.

10. Pencampuran bumbu Fisik Rambut Penjamah makanan menggunakan APD lengkap dan
sebelum melakukan penumisan terlebih dahulu sudah
mencuci tangan.
11. Penyajian Fisik Kotoran tangan, Penjamah makanan menggunakan APD lengkap dan wadah
rambut dan mulut penyajian bersih dan ditutup.
dari penjaga.

Tabel 3. Identidfikasi Bahaya dan Tindakan Pencegahan

Peralatan Masak, Penjamah Makanan dan Ruangan Penyelenggaraan Makanan

No. Tahapan Proses Bahaya JenisBahaya Cara Pencegahannya


(B/M, K, F)

1. Wadah Fisik Berdebu / licin karena masih terdapat sisa - Mencuci wadah hingga bersih sebelum
dari pengolahan sebelumnya. digunakan dan ditiriskan dari sisa air cucian
atau dikeringkan dengan kain bersih.
Kimia Pengeroposan pada logam aluminium

2. Food processor Fisik Terdapat kotoran dari sisa pengolahan Mencuci food processor hingga bersih sebelum
(untuk sebelumnya. digunakan dan ditiriskan dari sisa air cucian atau
menghaluskan dikeringkan dengan kain kasah.
bumbu) Kimia Pengeroposan pada logam aluminium

3. Kompor Mikrobiologi Sisa makanan yang jatuh dapat Mencuci kompor hingga bersih sebelum
menyebabkan pertumbuhan bakteri digunakan dan ditiriskan dari sisa air cucian atau
dikeringkan dengan kain bersih.
Fisik Terdapat kotoran dari sisa pengolahan
sebelumnya.

Kimia Pengeroposan pada logam aluminium

4. Pisau Kimia Pengeroposan pada logam aluminium Mencuci pisau hingga bersih sebelum digunakan
dan ditiriskan dari sisa air cucian atau
Fisik Terdapat kotoran dari sisa pengolahan dikeringkan dengan kain bersih.
sebelumnya.

5. Talenan Kimia Pengeroposan pada logam aluminium Mencuci telenan hingga bersih sebelum
digunakan dan ditiriskan dari sisa air cucian atau
Fisik Terdapat kotoran dari sisa pengolahan dikeringkan dengan kain bersih.
sebelumnya.

6. Petugas persiapan Mikrobiologi Bakteri Penjamah makanan harus menggunakan APD


pembuatan tahu yang lengkap dan menggunakan sendok untuk
Fisik Kotoran dari tangan, debu dan rambut mencicip makanan.

7. Petugas pengolahan Mikrobiologi Bakteri Penjamah makanan harus menggunakan APD


yang lengkap dan menggunakan sendok untuk
Fisik Kotoran dari tangan, debu dan rambut mencicip makanan.

8. Petugas pramusaji Fisik Kotoran dari tangan, debu dan rambut Penjamah makanan harus menggunakan APD
yang lengkap dan menggunakan sendok untuk
Mikrobiologi Bakteri mencicip makanan.

9. Ruangan Fisik Debu dan kotoran lainnya. Membersihkan ruangan secara berkala.
Penentuan CCP (Critical Control Point) Prinsip
Tabel. Tingkat Peluang, Keparahan dan Signifikansi

No Tahap Proses Bahaya JenisBahaya P K S

(B/M, K, F)

1 Penerimaan tahu Fisik - Kerikil L L T


- Rambut
Kimia - Formalin L H T

Mikrobiologi - Salmonella M M T

2 Penerimaan bawang merah, bawang putih, Fisik Krikil L L T


bawang bombay dan daun bawang.
Tanah

3 Pencucian tahu Mikrobiologi E.Coli L M T

Fisik Kotoran L L T

4 Pencucian bawang merah, bawang putih, Mikrobiologi E.Coli L M T


bawang bombay dan daun bawang.

Fisik Kotoran L L T

5 Pemotongan tahu Mikrobiologi E.Coli M M Y

Fisik Rambut L L T
6 Pemotongan bawang bombay dan daun Mikrobiologi E.Coli M M T
bawang

Fisik Rambut L L T

7 Pengalusan bahan (bawang merah dan - - - - -


bawang putih).

8 Penggorengan tahu Kimia Reaksi oksidasi minyak M M Y

9 Penumisan bumbu Fisik Kotoran tangan, rambut dan L L T


mulut dari penjamah

10 Pencampuran bumbu Fisik Rambut L L T

11 Penyajian Fisik Kotoran tangan, rambut dan L L T


mulut dari penjaga.
Penentuan Batas Kritis CC (Prinsip 3)

Tabel. Batas Kritis CCP

CCP Cara Parameter Tindakan


Jenis Bahaya Batas Kritis Nilai Target Pemantauan
Pengendalian CCP Koreksi

Pemotongan tahu Mikrobiologi : Kebersihan alat Pisau dan Alat yang Tahu yang Memastikan alat Melakukan
E.Coli dan penjamah Telenan digunakan dipotong tidak yang akan pengecekan tahu
menggunakan sudah steril dan ada bahaya fisik digunakan
Fisik : Rambut APD yang penjamah maupun sudah steril dan
lengkap menggunakan mikrobiologi penjamah sudah
APD memakai APD
yang lengkap

Penggorengan Kimia : Reaksi Suhu Suhu dan waktu Penggorengan Tahu yang Melakukan Melakukan
Tahu Oksidasi minyak penggorengan penggorengan tahu dipastikan digoreng tidak pemantauan penggorengan
150 – 165oC tidak melebihi mengandung zat suhu dan waktu ulang hingga
suhu dan aktu kimia akibat penggorengan batas suhu dan
Waktu penggorengan oksidasi minyak dengan suhu dan waktu yang
penggorengan yang ditentukan timer telah ditentkan
10 menit
Tebel. Monitoring CC dan Tindakan Koreksi (HACCP Plan Matrix) Prinsip 4 dan 5

Pemantauan Monitoring Tindakan


CCP Batas Kritis Verifikasi Dokumentasi
Koreksi
Apa Kapan Siapa Dimana Bagaimana

Pemotongan Alat yang Alat dan Sebelum Petugas Ruang Alat Melakukan Pengecekan Pencatatan dan
tahu digunakan Penjamah memulai pengolahan pengolahan dipastikan pengecekan sebelum pendokumentasi
sudah steril pemotongan makanan sudah steril pada tahu kegiatan
dan penjamah dan penjamah pengolahan
menggunakan telah dilakukan
APD memakai secara
APD yang berkala
lengkap

Penggorengan Penggorengan Suhu dan Sebelum Petugas Ruang Melakukan Melakukan Laporan Data
tahu tahu dipastikan waktu memulai pengolahan pengolahan pengecekan pengecekan QC pengecekan
tidak melebihi penggorengan penggorengan suhu dengan tahu yang suhu dan waktu
suhu dan aktu termometer telah penggorengan
penggorengan dan digoreng
yang pengecekan
ditentukan waktu
menggunakan
timer
DAFTAR PUSTAKA

Dewi. L.M. 2015. Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point
(Haccp) Dan Statistical Process Control (Spc) Dalam Proses Produksi
Bumbu Penyedap Rasa Di Pt Unilever Indonesia Tbk. Bogor : IPB.

Fitriana, F.I. 2012. Pengawasan Mutu Produk Pangan. Bandung: Universitas


Pendidikan Indonesia.

Renosori. P. Ceha. R. & Utari, R. 2012. Upaya meningkatkan pengendalian


kualitas keamanan pangan UKM melalui penerapan hazard analysis
critical control point (HACCP). Food Technol. Vol 45, No 4 pp. 144-146.

Racmadia. H. N. & Adi. A. 2018. Penerapan Sistem Hazard Analisis Critical


Control Point (HACCP) Pada Produk Ayam Bakar Bumbu Herb Di Devisi
Katering Diet. PT. Prima Citra Nutrindo Surabaya. 17-28.

Surono. Ingrid Suryanti. 2016. Pengantar Keamanan Pangan untuk Industri


Pangan. Yogyakarta: CV Budi Utama.
LAMPIRAN

Dokumentasi HACCP Tahu Orak-Arik

Penerimaan Tahu
Penyimpanan Minyak

Penyimpanan Tahu
Penerimaan Bumbu
Penghalusan Bumbu

Pemotongan Tahu
Pemasakan Semua Bahan

Penyajian
Distribusi

Anda mungkin juga menyukai