Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN

MANAJEMEN SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN


ANALISIS HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
PADA MENU TELUR WOKU DI INSTALASI GIZI
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program


Studi D-IV Gizi Klinik Jurusan Kesehatan

Oleh :

1. Firahmatillah Nuril Inayah (G42160084)


2. Evita Rahma Pramesti (G42160699)
3. Wilda Ulinnuha (G42160762)
4. Gianluci Surindri Viandini (G42161068)

PROGRAM STUDI GIZI KLINIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2020
LAPORAN
MANAJEMEN SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN
ANALISIS HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
PADA MENU TELUR WOKU DI INSTALASI GIZI
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program


Studi D-IV Gizi Klinik Jurusan Kesehatan

Oleh :

1. Firahmatillah Nuril Inayah (G42160084)


2. Evita Rahma Pramesti (G42160699)
3. Wilda Ulinnuha (G42160762)
4. Gianluci Surindri Viandini (G42161068)

PROGRAM STUDI GIZI KLINIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2020
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK NEGERI JEMBER

LEMBAR PERSETUJUAN

MANAJEMEN SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN


ANALISIS HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
PADA MENU TELUR WOKU DI INSTALASI GIZI
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh :

1. Firahmatillah Nuril Inayah (G42160084)


2. Evita Rahma Pramesti (G42160699)
3. Wilda Ulinnuha (G42160762)
4. Gianluci Surindri Viandini (G42161068)

Mengetahui Menyetujui,
Kepala Instalansi Gizi Instruktur MSPM
RSUD Dr. Saiful Anwar RSUD Dr. Saiful Anwar

Ruliana, S.ST. M.Mkes. RD Ike Pujiastutik, AMd. Gz


NIP. 19680305 199003 2 004 NIP. 199207162014092001
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan
anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan
bahan makanan, pengolahan bahan makanan, distribusi, pecatatan dan pelaporan
serta evaluasi. Penyelenggaraan makanan rumah sakit bertujuan untuk
menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman dan
dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal (Kemenkes
RI, 2013).
Pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit. Keamanan pangan
adalah kondisi dan upaya yang penting untuk mencegah dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia, dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan,
dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman dan sehat berperan
penting bagi pertumbuhan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Salah
satu cara untuk menjamin keamanan pangan adalah dengan sistem jaminan
keamanan pangan yang biasa disebut dengan Hazard Analysis Critical Control
Point (HACCP). HACCP berperan dalam menjamin keamanan produk pangan
yang dihasilkan dari industri pangan sebagai acuan dalam pengelolaan keamanan
pangan (Rachmadia, dkk. 2018). HACCP merupakan suatu program yang
melakukan pengawasan, pengendalian dan prosedur pengaturan yang dirancang
untuk menjaga supaya makanan yang akan disajikan tidak tercemar.
Konsep HACCP harus diterapkan pada seluruh rantai makanan, salah
satunya adalah pada lauk hewani karena lauk hewani tergolong memiliki resiko
tercemar ataupun terkontaminasi secara biologi, kimia maupun fisika, sehingga
pada lauk hewani perlu melakukan tindakan HACCP. Bahaya kontaminasi ini
dapat terjadi selama proses pengangkutan, penerimaan bahan makanan dan
persiapan. Kontaminasi juga dapat berasal dari peralatan yang digunakan, oleh
sebab itu kebersihan peralatan masak penting untuk dijaga kebersihannya
sehingga dapat menurunkan tingkat resiko pencemaran pada makanan.
Salah satu program persyaratan dasar yang dapat dipatuhi dalam penerapan
HACCP untuk memastikan makanan yang dikonsumsi konsumen sehat dan aman
adalah dengan Good Manifacturing Practice atau GMP. GMP adalah salah satu
aktivitas yang dapat diterapkan dalam pengendalian mutu pangan sehingga dapat
menghasilkan produk yang berkualitas dan mengurangi resiko dengan melakukan
kegiatan pengendalian dengan baik seperti memperhatikan higieni karyawan,
training, cleaning servis dan sanitasi yang efektif.
Untuk mengetahui bahaya yang mungkin dapat terjadi pada lauk hewani,
peneliti mencoba untuk melakukan pengamatan pada salah satu menu lauk hewani
yaitu telur woku sebagai penerapan HACCP di Instalasi Gizi RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui penerapan HACCP pada lauk hewani yang diolah di dapur
instalasi gizi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mendeskripsikan produk lauk hewani telur woku.
b. Mendeskripsikan identifikasi bahaya dan cara pencegahannya.
c. Mendeskripsikan alur proses HACCP.
d. Mendeskripsikan penetapan CCP.
e. Mendeskripsikan penerapan HACCP.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Proses pengolahan dan pengawetan pada makanan dan minuman perlu


dilakukan secara tepat dan benar, disertai dengan sistem pengawasan yang ketat
karena bahan makanan dan minuman berkaitan langsung dengan kesehatan
konsumen. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi akibat buruk yang tidak diinginkan
terhadap konsumen (Sudarmaji, 2005).

Dalam buku Pangan dan Gizi karangan Sagung Seto tahun 2001, konsep
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pertama kali dikembangkan
ketika perusahaan Pillsbury di Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army
Nautics Research and Development Laboratories, The National Aeronautics and
Space Administration serta US Air Force Space Laboratory Projec Group pada
tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot
pada gravitasi nol. Misi yang paling utama dalam pembuatan produk tersebut
adalah menjamin keamanan produk agar para astronot tidak jatuh sakit. Jadi, perlu
dikembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.

Tim tersebut akhirnya menyimpulkan cara terbaik untuk mendapatkan


jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan penyimpanan rekaman
data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai HACCP ini, jika diterapkan
dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik yang memungkinkan menyebabkan
bahaya.

Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati satu per satu bahan
baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang
dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat, toksin, bahaya fisik, dan
kimia serta perlakuan yang mungkin dapat mengurangi cemaran itu (Seto, 2001).

Konsep HACCP semakin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip


HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh
berbagai negara termasuk Indonesia (Mortimore dan Wallace, 2004). Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu program pengawasan,
pengendalian, dan prosedur pengaturan yang dirancang untuk menjaga agar
makanan tidak tercemar sebelum disajikan. Sistem ini merupakan pendekatan
sistematis terhadap identifikasi, evaluasi pengawasan keamanan pangan secara
bermakna (Arisman, 2009).

Sistem HACCP terutama diterapkan dalam industri makanan besar, tetapi


WHO telah membuktikan bahwa sistem ini dapat diterapkan hingga ke tingkat
rumah tangga. Konsep HACCP merupakan penggabungan dari mikrobiologis
makanan, pengawasan mutu, dan penilaian risiko. Sistem HACCP bukan
merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa resiko,
tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan.

2.2 Penyusunan dan Penerapan Haccp


A. Pembentukan Tim Haccp

Pembentukan tim HACCP merupakan kesempatan baik untuk memotivasi


dan menginformasikan tentang HACCP kepada para karyawan. Seleksi Tim
sebaiknya dibentuk oleh ketua tim (atau koordinator Tim, yang diangkat lebih
dahulu), atau oleh seorang ahli HACCP (bisa dari luar atau dari dalam pabrik).
Hal yang terpenting adalah mendapatkan Tim dengan komposisi keahlian yang
benar (multidisiplin) sehingga dapat mengumpulkan dan mengevaluasi data-data
teknis, serta mampu mengidentisikasi bahaya dan mengidentifikasi titik Titik
Kendali Kritis (TKK atau CCP=Critical Control Poins).

Tim HACCP harus membuat Rencana HACCP (HACCP Plan), menulis


SSOP dan memverifikasi dan mengimplementasikan system HACCP. Tim harus
mempunyai pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyangkut keamanan
pangan. Jika masalah yang ada tidak dapat dipecahkan secara internal, maka perlu
meminta saran dari ahli atau konsultan HACCP.

Tim juga harus memutuskan lingkup HACCP yang meliputi dimana harus
memulai, dimana harus berhenti dan apa saja yang harus dimasukkan dalam
sistem HACCP. Disamping itu Tim juga harus mensosialisasikan sebab-sebab
atau mengapa perusahaan atau pabrik menerapkan sistem HACCP.

Tim HACCP harus memiliki pengertian tentang produk selengkap mungkin.


Semua komposisi produk secara rinci harus diketahui dan dimengerti. Informasi
ini akan sangat penting untuk bahaya mikrobiologis karena komposisi produk
harus diperiksa berkaitan dengan kemampuan patogen untuk tumbuh. Daftar
pemeriksaan (checklist) untuk membantu Tim HACCP mengumpulkan informasi
yang lengkap dari komposisi, strukur, pengolahan, pengemasan, kondisi
penyimpanan dan distribusi, masa simpan, dan petunjuk penggunaan.

Tim HACCP harus mendaftarkan semua bahaya yang mungkin layak


terjadi pada setiap tahap mulai dari produksi primer, proses, manufacture, dan
distribusi sampai tahap konsumsi, selanjutnya melakukan analisis bahaya untuk
mengidentifikasi bahaya mana yang penghilangan atau pengurangannya sampai
tingkat yang dapat diterima adalah esensial untuk produksi makanan yang aman.
Tim kemudian harus menetapkan apa tindakan pengendalian yang ada, bila dapat
diaplikasikan untuk setiap bahaya.

Tim HACCP harus memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan keahlian


spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan Rencana HACCP secara
efektif. Pembentukan tim dari berbagai divisi unit usaha atau disiplin yang
mempunyai kekhususan ilmu pengetahuan dan keahlian yang tepat untuk produk.
Dimana keahlian yang demikian tidak tersedia di tempat, tenaga ahli yang
disarankan diperoleh dari sumber lain.

Persyaratan tim HACCP adalah bahwa keputusan Tim HACCP dapat menjadi
keputusan manajemen. Untuk itu Tim HACCP seharusnya beranggotakan divisi-
divisi dari unit usaha (Quality Assurance, Produksi, Pemasaran dan lain-lain) dan
multidisiplin dengan memperhatikan jenis produk, teknologi pengolahan, teknik
penanganan dan distribusi, cara pemasaran dan cara konsumsi produk, serta potensi
bahaya. Tim HACCP juga dapat terdiri atas beberapa level personil (General
Manager, QA manager, Inspector, mandor dan lain-lain.
Jumlah tim sebaiknya maksimum 5 orang dan minimum 3 orang. Dari jumlah
anggota tim tersebut harus mendapatkan pelatihan penerapan HACCP dan inspeksi
HACCP secara cukup. Hal ini Tim HACCP harus mempunyai pengetahuan yang
cukup akan produk dan prosesnya, serta mempunyai keahlian yang cukup akan:

1. Menetapkan lingkup dari rencana HACCP (apakah hanya masalah keamanan


pangan atau termasuk mutu karakteristik produk)
2. Mengidentifikasi bahaya
3. Menetapkan tingkat keakutan (severity) dan resikonya;

4. Mengidentifikasi CCP, merekomendasikan cara pengendalian, menetapkan


batas kritis, prosedur monitoring dan verifikasi;
5. Merekomendasikan tindakan koreksi yang tepat ketika terjadi penyimpangan;

6. Merekomendasikan atau melaksanakan investigasi dan atau penelitian yang


berhubungan dengan rencana HACCP

B. Deskripsi Produk

Jelaskan produk secara rinci mengenai komposisinya, struktur fisik/kimia,


pengemasan, informasi keamanan, perlakuan pengolahan, (perlakuan panas,
pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll.), penyimpanan (kondisi dan masa
simpan) dan metode distribusi.
Deskripsi produk terdiri dari :
a. Karakteristik bahan baku
b. Karakteristik bahan kemasan
c. Karakteristik produk akhir
Deskripsi yang lengkap dari produk harus digambarkan, termasuk
informasi mengenai komposisi, struktur kimia/fisika, perlakuan-perlakuan
(pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengeringan, pengasapan), pengemasan,
kondisi penyimpanan, daya tahan, persyaratan standar, metoda pendistribusian,
dan lain-lain.
Didalam menetapkan diskripsi produk, perlu diperhatikan dan diidentifikasi
informasi yang akan berkaitan dengan program HACCP, agar memberi petunjuk
dalam rangka identifikasi bahaya yang mungkin terjadi, serta untuk membantu
pengembangan batas-batas kritis.

C. Identifikasi Pengguna Produk


Tujuan penggunaan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi
apakah produk tersebut dapat didistribusikan kepada semua populasi atau
hanya populasi khusus yang sensitif (balita, manula, orang sakit dan lain-lain);
Sedangkan cara menangani dan mengkonsumsi produk juga penting untuk
selalu memberi perhatian, misalnya produk produk siap santap memerlukan
perhatian khusus untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Identifikasi pengguna
produk yang ditujukan, konsumen sasarannya dengan referensi populasi yang
peka (sensitif).

D. Diagram Alir
Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Penyusunan diagram alir
proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak
diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk
disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses
sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal tersebut tentu saja
akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan tetapi pada produk-
produk yang mungkin mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama
distribusi, maka tindakan pencegahan ini menjadi amat penting.
Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan
keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk
membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi
sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses
dan verifikasinya.
Diagram alir harus meliputi seluruh tahap-tahap dalam proses secara
jelas mengenai:
a. Rincian seluruh kegiatan proses termasuk inspeksi, transportasi, penyimpanan
dan penundaan dalam proses
b. Bahan-bahan yang dimasukkan kedalam proses seperti bahan baku,
pengemasan, air dan bahan kimia
c. Keluaran dan proses seperti limbah: pengemasan, bahan baku, product-in-
progress, produk rework, dan produk yang dibuang (ditolak)

E. Verifikasi Diagram Alir


Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan
pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk
menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses
tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang
sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah
dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan.
Tim HACCP harus mengkonfirmasikan operasi pengolahan berdasarkan
GAP (Good Agricultural Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP
(Good Manufacturing Practices), GDP (Good Distribution Practices) dan atau
GCP (Good Catering Practices) serta prinsip-prinsip sanitasi dengan diagram alir
selama semua tahapan dan jam operasi serta merubah digram alir dimana yang
tepat. Diagram alir proses yang harus diverfikasi ditempat, dengan cara :

1. Mengamati aliran proses


2. Kegiatan penambilan sampel
3. Wawancara
4. Operasi rutin/non-rutin

F. Analisis Bahaya Bahan Baku

Bahaya adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan


konsumen secara negatif yang meliputi bahan biologis, kimia atau fisik di
dalam, atau kondisi dari, makanan dengan potensi untuk menyebabkan dampak
merugikan kesehatan. Langkah ke enam ini merupakan penjabaran dari prinsip
pertama dari HACCP, yang mencakup identifikasi semua potensi bahaya.
Analisis bahaya bahan baku meliputi :

1. Analisis Bahaya Bahan Baku

2. Tabel analisis bahan kemasan

3. Analisa bahaya proses


Tabel 1. Daftar kategori resiko produk pangan
Produk-produk kategori I (Resiko Tinggi)
I Produk-produk yang mengandung ikan, telur, sayur, serelia dan/atau
berkomposisi susu yang perlu direfrigrasi
II Daging segar, ikan mentah dan produk-produk olahan susu
III Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau lebih yang disterilisasi dalam
wadah yang ditutup secara hermetis
Produk-produk kategori II (resiko sedang)
I Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur,
sayuran atau serelia atau yang berkomposisi/penggantinya dan produk
lain yang tidak termasuk dalam regulasi hygiene pangan.
II Sandwich dan kue pie daging untuk konsumsi segar.
III Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, spreads,
mayones dan dressing.
Produk-produk kategori III (resiko rendah)
I Produk asam (nilai pH < 4,6) seperti acar, buah-buahan, konsentrat buah,
sari buah dan minuman asam.
II Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas.
III Selai, marinade, dan conserves.
IV Produk-produk konfeksionari berbasis gula
V Minyak dan lemak makan.

Beberapa sumber resiko yang mungkin terjadi untuk menetapkan


peluang kejadian yang juga perlu mendapat perhatian: Sejarah produk, keluhan
konsumen, laporan morbiditas dan mortalitas, regulasi, model pendugaan, hasil
riset dan literatur.

Sedangkan pengkategorian selanjutnya adalah tingkat beratnya/keakutan


bahaya yang dapat menyebabkan masalah keamanan pangan yang
dikelompokkan dalam bahaya tinggi, sedang dan rendah seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Bahaya Keamanan Pangan
HIGH SEVERITY MEDIUM SEVERITY LOW SEVERITY

1. Salmonella enteriditis 1. Listeria monocytogenes 1. Bacillus cereus


2. Eschericia coli 2. Salmonella spp 2. Taenia saginata
3. Salmonella typhi: 3. Shigella spp 3. Clostridium perfringens
paratyphi A, B 4. Camplobacter jejuni 4. Staphylococcus aureus
4. Trichinella spiralis 5. Enterovirulen Escherichia
5. Brucella melitensis, B. coli (EEC)
Suis 6. Streptococcus pyogenes
6. Vibrio cholerae 01 7. Rotavirus,
7. Vibrio vulnificus 8. Norwalk virus group, SRV
8. Taenia solium 9. Yersinia enterocolitica
9. Clostridium botulinum 10. Entamoeba histolytica
tipe A,B,E dan F 11. Diphyllobothrium latum
10. Shigella dysentriae 12. Ascaris lumbricoides
13. Crytosporidium parvum
14. Hepatitis A dan E,
15. Aromonas spp
16. Bucella abortus
17. Giardia lamblia
18. Plesiomonas shigelloides
19. Vibrio parahaemolitycus

Tingkat keakutan/keparahan (SEVERITY)

High Severity Bahaya yang apabila dikonsumsi oleh manusia dapat


(NILAI = 3) menyebabkan sakit parah atau kematian

Medium Severity Bahaya yang apabila dikonsumsi oleh manusia dapat


(NILAI = 2) menyebabkan sakit yang tidak sampai rawat-inap

Low Severity Bahaya yang apabila dikonsumsi oleh manusia dapat


(NILAI = 1) menyebabkan sakit ringan, masih bisa melanjutkan aktivitas
MATRIKS ANALISIS BAHAYA

Gambar 1. Matriks Analisis Bahaya


G. CCP dan Pengendalian Bahayanya

Pada bagian kedua dari pengembangan HACCP adalah


pengembangan/penentuan Critical Control Point (CCP). Tahap ini merupakan
kunci dalam menurunkan atau mengeliminasi bahaya-bahaya (hazards) yang sudah
diidentifikasi.
CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di
dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat
menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi.
CCP ini dideterminasikan setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi potensi
hazard pada setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya.
CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang proses
produksi dan semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya
serta tindakan pencegahan yang ditetapkan. Namun demikian penetapan lokasi
CCP hanya dengan keputusan dari analisa signifikansi bahaya dapat menghasilkan
CCP yang lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan. Sebaliknya juga sering
terjadi negoisasi deviasi yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru
dapat membahayakan keamanan pangan.
Untuk membantu menemukan dimana seharusnya CCP yang benar, Codex
Alimentarius Commission GL/32 1998, telah memberikan pedoman berupa
Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree), seperti tergambar pada
Gambar 3. Diagram pohon keputusan adalah seri pertanyaan logis yang
menanyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan akan memfasilitasi dan
membawa Tim HACCP secara logis memutuskan apakah CCP atau bukan.
Dengan menggunakan Diagram ini membawa pola pikir analisa yang terstrukur
dan memberikan jaminan pendekatan yang konsisten pada setiap tahap dan setiap
bahaya yang teridentifikasi.
Bagaimana Menggunakan Diagram Pohon Keputusan CCP?

Apakah bahan mentah mungkin mengandung bahan


berbahaya (biologi/fisik/kimia) ?

YA TIDAK BUKAN CCP

Apakah penanganan/pengolahan dapat


menghiangkan atau mengurangi bahaya ?

BUKAN CCP TIDAK


YA

CCP

Gambar 2. Diagram pohon penentuan CCP bahan baku


Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin
muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku
untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk
menghindari kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk
mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-
sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.

H. Penetapan Batas Kritis


Merupakan batas-batas kritis pada CCP yang ditetapkan berdasarkan
referensi dan standar teknis serta obesrvasi unit produksi. Batas kritis ini tidak
boleh terlampaui, karena batas-batas kritis ini sudah merupakan toleransi yang
menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol. Beberapa contoh yang umumnya
digunakan sebagai limit adalah suhu, waktu, kadar air, jumlah bahan tambahan,
berat bersih dan lain-lain.
Batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP, dalam beberapa kasus lebih
dari satu batas kritis akan diperinci pada suatu tahap tertentu. Kriteria yang kerap
kali dipergunakan mencakup pengukuran suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH,
Aw dan chlorine yang ada, dan parameter yang berhubungan dengan panca indra
seperti kenampakan dan tekstur.
Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak
aman sehingga proses produksi dapat dikelola dalam tingkat yang aman. Batas
kritis ini harus selalu tidak dilanggar untuk menjamin bahwa CCP secara efektif
mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik.
Batas kritis harus mudah diidentifikasi dan dijaga oleh operator proses
produksi, sehingga perlu diusahakan dalam bentuk batas-batas kritis fisik, dan jika
tidak memungkinkan baru mengarah pada kimia atau mikrobiologi.
Batas kritis fisik biasanya dikaitkan dengan toleransi untuk bahaya fisik atau
benda asing, atau kendali bahaya mikrobiologis dimana hidup atau matinya
dikendalikan oleh parameter fisik. Beberapa contoh batas kritis fisik adalah tidak
adanya logam, ukuran retensi ayakan, suhu, waktu, serta unsur-unsur uji
organoleptik.
Batas kritis kimia biasanya dikaitkan dengan bahaya kimia atau dengan
kendali bahaya mikrobiologis melalui formulasi produk dan faktor intrinsik.
Sebagai contoh adalah kadar maksimum yang diterima untuk mikotoksin, pH, aw,
alergen, dan sebagainya.
Batas kritis mikrobiologis biasanya tidak digunakan karena membutuhkan
waktu yang relatif lama untuk memonitor, tingkat kontaminasi produk oleh
patogen rendah (<1%), biaya mahal, pengukuran fisik dan kimia dapat digunakan
sebagai indikator pengukuran atau pengendalian mikrobiologis.
Tabel 3. Contoh Critical Limit (Batas Kritis) Pada CCP

CCP Komponen Kritis


Proses Sterilisasi Makanan Kaleng Suhu awal
Berat kaleng setelah
diisi Isi kaleng
Pemanasan hamburger Tebal hamburger
Suhu
pemanasan
Waktu
pemanasan
Penambahan asam ke minuman asam PH produk akhir
Deteksi logam pada pengolahan biji- Kalibrasi detektor

Bijian Sensitivitas detektor

I. Menetapkan Prosedur Monitoring


Monitoring dalam konsep HACCP adalah tindakan dari pengujian atau
observasi yang dicatat oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Kegiatan
ini untuk menjamin bahwa critical limit tidak terlampaui. Untuk menyusun
prosedur monitoring, pertanyaan-pertanyaan siapa, apa, dimana, mengapa,
bagaimana dan kapan harus terjawab yakni apa yang harus dievaluasi, dengan
metode apa, siapa yang melakukan, jumlah dan frekuensi yang diterapkan.
Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu
checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu
datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara
pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang
yang melakukan pemantauan.
Pertanyaan apa harus dijawab apa yang dimonitor, yaitu berdasarkan batas
kriyis yang ditetapkan seperti suhu, waktu, ukuran dan sebagainya. Pertanyaan
mengapa dijawab dengan alasan bahwa tidak dimonitor apabila melampau batas
kritis akan menyebabkan tidak terkendalinya bahaya tertentu dan memungkinkan
menyebabkan tidak amannya produk. Pertanyaan dimana seharusnya dijawab pada
titik mana atau pada lokasi mana monitoring harus dilakukan. Pertanyaan
bagaimana menanyakan metode monitoring, apakah secara sensori, kimia, atau
pengukuran tertentu. Berikutnya adalah pertanyaan kapan dilakukan monitoring,
idealnya minimal dimana terjadi interupsi dalam aliran produksi, atau lot, atau data
lain yang menetapkan periode suatu monitoring. Terakhir adalah pertanyaan siapa
yang melakukan monitoring, idelanya adalah personil yang mempunyai akses
yang sangat mudah pada CCP, mempunyai ketrampilan dan pengetahuan akan
CCP dan cara monitoring, sangat terlatih dan berpengalaman.
Monitoring batas kritis ini ditujukan untuk memeriksa apakah prosedur
pengolahan atau penanganan pada CCP terkendali, efektif dan terencana untuk
mempertahankan keamanan produk.
Umumnya prosedur monitoring untuk CCP perlu dilaksanakan dengan cepat
karena mereka berhubungan dengan kegiatan pengolahan dan waktu untuk analisa
pengujian yang lama. Pengukuran fisik dan kimia kerapkali lebih digunakan daripada
pengujian mikrobiologi karena mereka dapat dikerjakan dengan cepat dan kerapkali
dapat menunjukkan cara pengendalian mikrobiologi dari produk. Semua dokumen
dan pencatatan yang berhubungan dengan monitoring CCP harus ditandatangani
oleh seseorang yang melakukan monitoring dan oleh penanggung jawab.

J. Penetapan Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas


kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan,
sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko
tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi
sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak
dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain
menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang
produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap perubahan yang
telah diterapkan dalam proses dan memastikannya agar tetap efektif.
a. Ketentuan Codex :
Tindakan koreksi yang spesifik harus ditetapkan untuk setiap CCP dalam
sistem HACCP untuk digunakan jika terjadi penyimpangan terhadap CCP
tersebut.
Tindakan tersebut harus menjamin bahwa CCP telah berada dalam keadaan
terkontrol. Tindakan yang diambil harus juga menyangkut penanganan yang sesuai
untuk produk yang terpengaruh atau terkena penyimpangan terhadap suatu CCP.
Prosedur penanganan produk yang terkena penyimpangan harus didokumentasikan
dalam dokumen pencatatan HACCP (HACCP record keeping).
Jika HACCP digunakan untuk semua aspek mutu produk, maka definisi
tindakan koreksi adalah : Tindakan koreksi adalah tiap tindakan yang harus
diambil jika hasil monitoring pada suatu titik pengontrolan kritis, titik mutu kritis,
atau titik kontrol proses menunjukkan adanya kehilangan kontrol. Dalam
pelaksanaannya terdapat 2 level tindakan koreksi, yaitu :
1. Tindakan Segera (Immediate Action)

Tindakan segera terdiri atas dua bagian :


a) Penyesuaian proses agar terkontrol kembali

Biasanya merupakan tindakan jangka pendek. Contoh-contoh penyesuaian yang


mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Meneruskan pemasakan daging sampai temperatur internal yang dibutuhkan
2. Penggunaan pestisida kembali jika biji-bijian telah ditumbuhi jamur.
3. Peningkatan tingkat energi pakan jika ternak gagal mencapai berat yang ada
kurun waktu tertentu.
4. Peningkatan kandungan klorin pada air pencuci sayur-sayuran.

Kemungkinan lain adalah menghentikan proses sebelum dilakukan


penyesuaian untuk menghentikan produksi produk bermutu rendah, sehingga
produk-produk yang dicurigai terkena dampak penyimpangan dapat dipisahkan.

b) Penanganan terhadap produk-produk yang dicurigai.


Produk-produk yang terlanjur dibuat dalam kondisi dimana batas kritis
dilampaui (dilanggar) perlu diisolasi atau dipisahkan dari produk-produk yang
baik sampai dilakukan pengujian (jika diperlukan) dan harus diputuskan produk-
produk tersebut akan diapakan. Jika diperlukan pengujian produk, maka ukuran
sampel menjadi sangat penting dan harus yakin bahwa ukuran tersebut
memberikan hasil yang mencerminkan populasi. Jika hasil pengujian
menunjukkan bahwa produk tidak aman untuk dimakan atau terjadi penurunan
mutu, maka keputusan yang harus diambil dapat berupa salah satu dari hal-hal
berikut :

a. Dihancurkan.

b. Diolah kembali. Hal ini hanya dapat dilakukan jika bahaya yang ada
dihilangkan dengan pengolahan kembali.
c. Mutunya diturunkan. Hal ini dapat menjadi pilihan jika bahaya yang ada bahaya
mutu, bukan lagi bahaya keamanan produk. Misalnya, apel dapat diturunkan mutu
atau grade-nya disebabkan adanya cacat (memar, luka dan lain-lain) yang Ada
padanya.

d. Dirubah atau diolah menjadi jenis produk yang lain. Misalnya susu
terkontaminasi Salmonella dapat dijadikan susu kental karena proses pemanasan
akan membunuh Salmonella.
e. Dipasarkan ke pasar yang berbeda. Misalnya dikirim ke pasar pakan untuk
pakan hewan.
Jika diputuskan untuk mengolah kembali, maka prosesnya harus melewati
setiap tahap pengujian yang dilakukan terhadap produk aslinya. Untuk
meningkatkan tingkat keselamatan atau keamanan, akan sangat baik untuk
menguji produk hasil pengolahan kembali tersebut dengan lebih ketat, misalnya
dengan meningkatkan jumlah contoh yang diuji.

2. Tindakan Pencegahan (Preventative Action)


Tindakan pencegahan yang diambil pada saat batas kritis dilampaui harus
didokumentasikan dalam Tabel Audit HACCP. Tujuan tindakan pencegahan
adalah untuk mengidentifikasi dan menemukan akar penyebab masalah. Contoh-
contoh tindakan pencegahan antara lain :
a. Jika bahan mentah yang diterima bermutu rendah - Informasikan hal ini
pemasok (suplayer) dan tanyakan bagaimana mereka akan berusaha untuk
mencegah hal tersebut tidak terulang kembali.
b. Jika daging yang telah dimasak menurut HACCP Plan, kandungan melampaui
maka harus dicari penyebabnya, mungkin daging tersebut dibeli dari pemasok
yang berbeda dan mengandung jumlah mikroba awal dalam daging mentah
yang lebih tinggi.
c. Jika ditemukan hama pada produk - tinjau ulang program pengendalian hama.
3. Tanggung Jawab untuk Tindakan Koreksi
Tanggung jawab untuk pengelolaan tiap tindakan koreksi harus diberikan
kepada petugas atau pejabat tertentu di dalam perusahaan. Dalam kasus yang
memerlukan tindakan dengan segera, petugas tersebut sebaiknya seseorang yang
bekerja pada proses atau tahap yang mengalami kehilangan kontrol. Perkecualian
terjadi jika pada HACCP Audit Table terdapat lebih dari satu tindakan koreksi
yang dapat dipilih. Maka pilihan yang diambil dilakukan oleh personil yang
mempunyai pengetahuan memadai untuk merekomendasi tindakan koreksi apa
yang harus dilakukan.
4. Dokumentasi atau Pencatatan Tindakan Koreksi
Pada kasus tindakan pencegahan, personil yang bertanggung jawab dapat
juga bukan berasal dari line produksi, dan umumnya lebih senior. Rincian tindakan
koreksi harus dicatat dan didokumentasikan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menyediakan tempat kosong untuk keterangan tantang detail tersebut pada
formulir yang digunakan untuk mencatat hasil kegiatan monitoring, atau dengan
membuat formulir khusus yang didisain untuk mencatat detail tindakan koreksi.
Adanya dokumentasi ini akan membantu perusahaan dalam mengidentifikasi
masalah serupa dan jika tindakan koreksi yang dilakukan ternyata efektif untuk
mengatasi masalah yang timbul, maka HACCP Plan dapat dimodifikasi menurut
hasil pengamatan dan pencatatan tersebut.
HACCP plan. Pada saat batas kritis dilampaui, dan tindakan koreksi tersebut
digunakan, maka kegiatan tersebut harus direkam dalam sebuah formulir khusus
untuk tindakan koreksi terhadap penyimpangan.
Rekaman atau laporan tindakan koreksi harus berisi hal-hal berikut :
a. Identifikasi produk (misalnya deskripsi produk, jumlah produk yang ditahan
dan lain- lain).
b. Deskripsi penyimpangan.
c. Tindakan koreksi yang diambil, termasuk penanganan akhir produk yang
terkena dampak penyimpangan.
d. Nama individu yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan koreksi.
e. Evaluasi hasil pelaksanaan tindakan koreksi (jika diperlukan)
Rekaman HACCP plan harus berisi suatu tempat terpisah dimana semua
penyimpangan dan tindakan koreksinya dipelihara dengan cara yang terorganisasi.
Tindakan koreksi dicatat pada kolom 8 dari HACCP plan.
Jika informasi yang menyangkut produk yang terkena penyimpangan
jumlahnya mencukupi, maka keputusan yang dilakukan terhadap produk tersebut
dapat berupa :
1. Produk tersebut dilepas (release atau dapat diedarkan)
2. Produk tersebut diedarkan (release) setelah sampel dan hasil pengujian bahwa
produk tersebut aman dikonsumsi manusia.
3. Diolah kembali menjadi produk baru.
4. Produk-produk yang tidak memenuhi syarat diturunkan tingkat penggunanaannya
yang kurang sensitif, misalnya dijadikan pakan ternak.
5. Produk yang tidak memenuhi syarat atau ketentuan tersebut dihancurkan.

K. Menetapkan Prosedur Verifikasi


Tetapkan prosedur untuk verifikasi. Metode, prosedur dan pengujian
verifikasi dan audit termasuk random sampling dan analisis, dapat dipakai untuk
menentukan apakah Sistem HACCP berjalan dengan benar dan lancar. Verifikasi
adalah pemeriksaan sistem HACCP secara menyeluruh untuk menjamin bahwa
sistem seperti yang telah tertulis bahwa makanan yang diproduksi aman untuk
dikonsumsi dan mutunya bagus, benar-benar diikuti.
a. Contoh kegiatan verifikasi :
1. Tinjauan terhadap sistem HACCP dan rekamannya
2. Tinjauan terhadap penyimpangan dan disposisi produk
3. Konfirmasi bahwa CCP selalu dalam keadaan terkendali
4. Jika memungkinkan, aktivitas-aktivitas validasi harus termasuk kegiatan-kegiatan
untuk mengkonfirmasikan efisiensi dari semua elemen rencana HACCP.
Verifikasi memberi jaminan bahwa rencana HACCP telah sesuai dengan kegiatan
operasional sehari-hari dan akan menghasilkan produk (makanan) dengan mutu
baik dan/atau aman untuk dikonsumsi.

L. Dokumentasi dan Pencatatan

HACCP memerlukan penetapan prosedur pencatatan yang efektif yang


mendokumentasikan sistem HACCP. Pembuatan pencatatan yang efisien dan
akurat sangat penting dalam aplikasi sistem HACCP. Prosedur-prosedur HACCP
harus didokumentasikan. Dokumentasi dan cacatan harus cukup melingkupi sifat
dan ukuran operasi di lapangan.
Contoh-contoh dokumen :

1. Dokumen analisa bahaya


2. Dokumen penentuan CCP
3. Penentuan batas kritis Contoh-contoh catatan
4. Aktivitas monitoring CCP
5. Deviasi dan tindakan koreksi yang dilakukan
6. Modifikasi sistem HACCP
Pencatatan yang akurat terhadap apa yang terjadi merupakan bagian yang
sangat esensial untuk program HACCP yang sukses. Catatan harus meliputi semua
area yang sangat kritis bagi keamanan produk, dan harus dibuat pada saat
monitoring dilakukan.
Catatan merupakan bukti tertulis bahwa suatu kegiatan telah terjadi.
Formulir atau log sheet merupakan template dimana hasil kegiatan dicatat. Jadi
formulir yang telah dilengkapi merupakan catatan. Jenis catatan HACCP yang
dapat dijadikan bagian sistem HACCP adalah :

a. HACCP Plan dan Dokumen-dokumen pendukungnya


b. Catatan Monitoring
c. Catatan Tindakan Koreksi
d. Catatan Verifikasi

HACCP Plan dan Dokumen Pendukungnya. Dokumen pendukung meliputi :

a. Dokumentasi yang menyangkut 12 langkah HACCP Plan

b. Daftar Tim HACCP dan tanggung jawabnya

c. Suatu ringkasan tenang langkah-langkah pendahuluan yang diambil dalam


mengembangkan HACCP Plan
d. Program-program Prerequisit

Dokumen pendukung dapat pula meliputi : data yang cukup yang digunakan
menentukan batasan-batasan yang cukup untuk mencegah pertumbuhan bakteri
patogen; untuk menetapkan batas umur simpan yang aman (jika umur simpan
produk mempengaruhi keamanannya), dan penetapan perlakuan panas yang cukup
untuk menghancurkan semua bakteri patogen.

BAB 3. METODE PELAKSANAAN


3.1 Bahan Pengamatan
Bahan pengamatan HACCP ini menggunakan menu ke IX pada sore hari yaitu
telur woku. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan telur woku ini ada bahan utama
dan bahan tambahan. Bahan utamanya adalah telur ayam, sedangkan bahan
tambahannya adalah telur ayam, bawang merah, bawang putih, kunyit, kemiri, serai,
tomat merah.

3.2 Waktu Pelaksanaan


Pengamatan HACCP ini dilakukan di Ruang Penyelenggaraan Makanan RSUD
Dr. Saiful Anwar Malang. Pengamatan pertama dilakukan pada tanggal 19 Januari
2020 pukul 07.00 – 16.00 WIB dan pengamatan kedua dilakukan pada tanggal 29
Januari 2020 pukul 11.00 – 14.30. Pengamatan ini dilakukan mulai dari ruang
persiapan hingga ruang pendistribusian.

3.3 Metode Pengamatan


Pengamatan ini dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara dengan
petugas atau penjamah makanan. Observasi ini dilakukan sesuai dengan langkah
langkah HACCP antara lain adalah:
1. Membentuk Team HACCP
2. Membuat Deskripsi Produk
3. Identifikasi Rencana Penggunaan
4. Menyusun Diagram Alir Proses
5. Verifikasi Diagram Alir di Lapangan
6. Melakukan Hazard Analysis (Analisis Bahaya)
7. Menentukan CCP (Critical Control Point / Titik Kendali Kritis)
8. Menetapakan Critical Limit (Batas Kritis)
9. Menetapkan Sistem Pemantauan
10. Menetapkan Tindakan Koreksi
11. Menetapkan Prosedur Verifikasi
12. Menetapkan Dokumentasi

3.4 Jenis Data


Jenis data yang akan dikumpulkan adalah data primer dan sekunder.

3.5 Cara Pengumpulan Data


a. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil pengamatan/observasi langsung yang
dilakukan selama mengikuti proses produksi telur woku. Data tersebut
berupa suhu pengolahan, pengolahan, distribusi, alat penyelenggaraan
makanan mulai dari penerimaan hingga penyajian kepada konsumen.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari standar yang telah ada/data dapat diambil tanpa
harus dilakukan pengamatan. Data tersebut yaitu standar resep telur telur
woku dan siklus menu makanan pasien tahun 2020 (menu ke-9).

3.5 Prosedur Kerja


Bwg Kemiri Kunyit Serai
T Merah B T
e w o

1. Penerimaan

2. Persiapan Awal

Pembukaan kemasan Pencucian pemotongan Penimbangan Penyortiran

3. Penyimpanan

3.1 Freezer (-4 sd -28°C) 3.2 Chiller (5-11°C) 3.3 Gudang (29°C)

4. Persiapan Bumbu

5. Pengolahan
5.1 Penumisan 5.2 Perebusan 5.3 pencampuran dengan bumbu

6. Penyimpanan di bain marie (suhu makanan 65-75oC).


)

7. Distribusi

7.1 Pemorsian 7.2 Pengecekan label diet 7.3 Pengangkutan ke trolly

8. Penyajian ke pasien
3.6 Verifikasi Diagram Alir
Berdasarkan diagram alir yang telah dibuat, pada pengamatan pertama,
proses pembuatan telur woku mulai dari penerimaan, persiapan awal,
penyimpanan, persiapan bumbu, pengolahan, dan distribusi sudah sesuai dengan
diagram alir. Pada pengamatan kedua, proses pembuatan telur woku juga sudah
sesuai dengan diagram alir. Pada pengamatan pertama, suhu penyimpanan telur
sebesar 090C sedangkan pada pengamatan kedua sebesar 070C. Artinya suhu
penyimpanan sudah sesuai dengan standar penyimpanan di chiller yaitu 0-130C.
Pada proses pengolahan, suhu telur woku sebesar 870C dan pengamatan kedua
sebesar 830C. Artinya suhu yang digunakan saat pengolahan telur woku sudah
sesuai dengan standar suhu pemasakan yaitu 80-1000C.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

A. Pembentukan Tim HACCP


Pembentukan tim HACCP merupakan langkah pertama kali yang harus
dilakukan untuk melaksanakan kegiatan HACCP. Tim HACCP yang dipilih
terdiri dari ketua dan beberapa anggota dengan latar belakang pengalaman
yang berbeda. Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan
latar belakang pendidikan atau sesuai keahlian yang dimiliki oleh individu
tersebut. Berikut tim HACCP RSSA terdapat pada tabel 4.1 .
Tabel 4.1 Tim HACCP RSSA
Kualifikasi
Jabatan Nama Pendidika Pelatihan
n
Ketua Tim Ruliana, SST. M.MKes Food Service
Keaamanan RD S2 HACCP
Pangan
Ketua HACCP Rosidah Inayati, SST. Food Service
S2
S.Gz.MM HACCP
Document Dina Triswaningrum, SST Food Service
D IV
Control HACCP
Anggota Ida Restyani, SST. MKes S2 Food Service
HACCP

Adhe Hariani D IV Food Service


Ciptaningsih, SST HACCP

Endah Setyo Rahayu, D IV Food Service


DCN HACCP

Nawangsasi D IV Food Service


Leksaningrum, SST HACCP
B. DESKRIPSI PRODUK
Tabel 4.2 Karakteristik Bahan Baku
Informasi pada label
Karakteristik Suplier
Nama Kondisi (berkaitan dengan
N Diskripsi keamanan pangan Metode Umur Kemasa Metode (nama
Bahan Komposisi Penyimpan food safety, intruksi
o Bahan Baku (biologi, kimia, Produksi Simpan n Distribusi dan
Baku an penanganan,
fisik) lokasi)
preparasi kegunaan)
1 Telur Telur ayam Telur Ayam Biologi : bebas dari Telur 3 Hari Simpan di Tray - Mobil box Rekanan
Ayam yang masih Mikroba Seperti ayam chiller (0- telur tertutup pemenang
baru, segar, Salmonella sp. petelur 13°C) tender
kulit telur Fisik : Kotoran,
mulus, retak, dan terdapat
bersih, besar bintik merah pada
rata, jumlah cangkang
15 butir/kg, Kimia : -
dikemas
dalam tray
telur
2 Bawang kering, Bacillus Cereus, Proses 3 Hari Ruangan Kantong - Mobil box Rekanan
Merah bersih, padat, Clostridium penanama sejuk, plastik tertutup pemenang
tua, besar Perfringens, n bersih, tidak bening tender
merata, tidak Kimia : bebas dari lembab (7-
busuk, kupas, pestisida 10°C)
dikemas Fisik : benda asing,
plastik tanah
bening
transparan
tertutup.
Informasi pada label
Karakteristik Suplier
Nama Umur Kondisi (berkaitan dengan Metode
Diskripsi Bahan Kompo keamanan pangan Metode Kemas (nama
No Bahan Simpa Penyimpan food safety, intruksi Distribu
Baku sisi (biologi, kimia, Produksi an dan
Baku n an penanganan, si
fisik) lokasi)
preparasi kegunaan)
3 Bawang Bahan yang Bawan Biologi : bebas dari Proses 3 hari Ruangan Kanton - Mobil Rekanan
Putih termasuk jenis g putih mikroba seperti, penanama sejuk, g box pemenang
umbi yang Clostridium n bersih, tidak plastik tertutup tender
digunakan untuk Perfringens, lembab (7- bening
bumbu dapur Kimia : bebas dari 10°C)
dengan spesifikasi pestisida
segar, bersih, tidak Fisik :
berulat, tidak Benda asing
kering, dikemas (tanah)
plastik bening
transparan tertutup.
4 Kemiri Kemiri yang Kemiri Biologi: B.Cereus 1 Ruangan Kanton - Mobil Rekanan
digunakan jenis Kimia : minggu sejuk, g box pemenang
makasar, terkupas, Fisik : Benda asing bersih, tidak plastik tertutup tender
kering, tidak (Kerikil) dan kulit lembab (7- bening
berulat, butir utuh, kemiri 10°C)
dikemas plastik
bening transparan
tertutup
Informasi pada
label (berkaitan
Nama
Karakteristik Umur Kondisi dengan food safety,
N Baha Diskripsi Bahan Kom Metode Kemas M
keamanan pangan Simpa Penyimpana intruksi
o n Baku posisi Produksi an Dis
(biologi, kimia, fisik) n n penanganan,
Baku
preparasi
kegunaan)
5 Gara Bahan yang dihasilkan Gara Biologi :- Dari hasil Sesuai Ruangan, Plastik Tanggal bahan Mo
m dari air laut. Biasanya m Kimia :- laut- dengan sejuk, kemasa datang, dan tanggal tertu
digunakan untuk Fisik : Benda Asing pengolahan tanggal bersih,tidak n kadaluarsa, label
proses pengawetan (kerikil, batu, bahan- exp lembab, bening halal, merk, berat
makanan, maupun serangga) pengiriman terhindar dari tertutup bersih
penyedap rasa – sinar rapat
masakan penyimpana matahari
n- langsung.
pengolahan- Suhu ruang
penyajian- (25-30°C)
distribusi
6 Kunyi Kunyit dalam kondisi Kunyi Biologi : bebas dari Proses 1 Ruangan Kanton - Mo
t segar, tua, tidak t mikroba seperti, penanaman minggu sejuk, bersih, g tertu
kering, dikemas ALT, Koliform, APM tidak lembab plastik
plastik bening Esherichia coli, (7-10°C) bening
transparan tertutup Salmonella sp,
Bacillus Cereus,
Clostridium
Perfringens,
Kimia : bebas dari
pestisida
Fisik : benda asing,
tanah

Informasi
pada label
Karakteristi (berkaitan
Nama k keamanan Kondisi dengan food Suplier
Diskripsi Kompos Metode Umur Kemasa Metode
No Bahan pangan Penyimpa safety, (nama dan
Bahan Baku isi Produksi Simpan n Distribusi
Baku (biologi, nan intruksi lokasi)
kimia, fisik) penanganan,
preparasi
kegunaan)
7 Daun Daun Serai Daun Biologi : Proses 1 Ruangan Kantong Mobil box Rekanan
Serai yang Serai Kimia : bebas penanama minggu sejuk, plastik tertutup pemenang
digunakan dari pestisida n (7- bersih, bening tender
kondisi segar, Fisik : Tidak 10°C) tidak
bersih, tidak layu lembab
busuk, tua,
panjang maks
15-20 cm,
dikemas
plastik bening
transparan
tertutup
8 Tomat Buah dari Buah Biologi : Proses 2 hari Ruangan Kantong - Mobil box Rekanan
Merah tanaman tomat tomat terbebas dari penanama sejuk, plastik tertutup pemenang
(Lycopersicum Mikroba n bersih, tender
esculentum, seperti, APM tidak
MILL) dalam Esherichia lembab
keadaan utuh coli,
segar dan Salmonella
bersih dengan sp.
spesifikasi Fisik : Tanah
segar, bersih, Kimia :
masak, besar Pestisida
merata, 8-
10bj/kg,
dikemas
plastik bening
transparan
tertutup.

No Nama Diskripsi Kompos Karakteristi Metode Umur Kondisi Kemasa Informasi Metode Suplier
pada label
(berkaitan
k keamanan dengan food
Bahan pangan Penyimpa safety, (nama dan
Bahan Baku isi Produksi Simpan n Distribusi
Baku (biologi, nan intruksi lokasi)
kimia, fisik) penanganan,
preparasi
kegunaan)
9 Minyak dimurnikan APM tertutup dan tanggal Mobil box Rekanan
Goreng dan berbentuk Esherichia rapat kadaluarsa, tertutup pemenang
cair dalam Coli,Salmone lembab, label halal, tender
suhu kamar lla sp., terhindar merk, berat
dengan Staphylococc dari sinar bersih
spesifikasi us aureus. matahari
Kemasan asli, Kimia : langsung,
murni, kelapa Cemaran dan benda
sawit, tidak Logam tajam
tengik, BPOM,
Halal MUI,
Nilai gizi/saji :
energi 90-100
kkal, lemak
10-12 gr, isi 2
ltr/pak, ED
min. 1 th.

No Nama Deskripsi Bahaya Karakteristi Umur Kondisi Kemasa Informasi Pada Metode Supplier
Label (Berkaitan
k Keamanan dengan Food
(Nama
Bahan bahan Pangan Simpa Penyimpan safety,instruksi,
Bahan Baku n Distribusi &
Baku penyusun (Biologi,Kim n an Penanganan,
Lokasi)
ia,Fisik) Preparasi,
Kegunaan)
1 Piring Wadah yang Keramik Aman untuk N/A Almari Kardus Merk, ukuran,logo Mobil Rekanan
bulat terbuat dari kontak Stainlesse food grade,logo tahan rekanan pemenan
kecil keramik dengan panas dan dingin g tender
(Lepek) berwarna makanan
kerami putih, (food grade)
k berbentuk
bulat ukuran,
8”, 9”, 10”,
11” dan 12”
2 Plato Plato stainlesse Stainlesse Aman untuk N/A Almari Kardus Merk, ukuran,logo Mobil Rekanan
terdiri dari 5 steel kontak Stainlesse food grade,logo jenis rekanan pemenan
wadah untuk dengan plastik,logo tahan g tender
nasi, lauk makanan panas dan dingin
hewani, lauk (food grade)
nabati, sayur,
dan buah,
bertutup yang
terdiri dari 2
jenis yaitu :
plato bulat
bertutup untuk
pasien kelas 2
dan plato kotak
bertutup untuk
pasien kelas 3

Informasi Pada
Karakteristi Label (Berkaitan
Supplier
Nama Bahaya k Keamanan Umur Kondisi dengan Food
Deskripsi Kemasa Metode (Nama
No Bahan bahan Pangan Simpa Penyimpan safety,instruksi,
Bahan Baku n Distribusi &
Baku penyusun (Biologi,Kim n an Penanganan,
Lokasi)
ia,Fisik) Preparasi,
Kegunaan)
3 Nampa hijau,kuning, Plastik Aman untuk N/A Ruang Kardus Merk, ukuran, logo Mobil Rekanan
n dan biru kontak Distribusi food grade,jenis rekanan pemenan
Plastik digunakan dengan plastik, logo tahan g tender
sebagai wadah makanan panas dan logo SNI
alat makan (food
untuk kelas 1
4 Plastik Plastik wrap Plastik Aman untuk N/A Almari Kardus Merk, ukuran, logo Mobil Rekanan
wrap alat makan PVC kontak Stainless food grade,jenis rekanan pemenan
kelas 1 plastik dengan steel plastik, logo tahan g tender
wrap dengan makanan panas dan logo SNI
kualitas (food grade)
standart SNI
Tabel 4.3 Deskripsi produk akhir

No Parameter Deskripsi Deskripsi

1. Nama Produk Telur Ayam Bumbu Woku

Telur ayam bumbu woku adalah lauk dengan sumber


2. Deskripsi produk
protein hewani
Penerimaan, persiapan awal, penyimpanan, persiapan
3. Deskripsi Proses
bumbu, pengolahan, dan distribusi

Telur ayam, bawang merah, bawang putih, tomat, kemiri,


4. Komposisi Produk
kunyit, daun serai, garam, minyak goreng.
Karakteristik Biologi : bebas dari mikroorganisme patogen.
keamanan pangan Kimia : -
5.
(bahaya biologi dan Fisik : bebas dari benda asing (debu, kerikil, potongan
fisik) plastik).
- Plato Tertutup ( Kelas II dan III)
6. Pengemas primer
- Piring saji keramik dan dikemas plastik warp (Kelas I)
Lauk hewani sebagai sumber protein disajikan dengan
makanan pokok, lauk nabati, sayur, dan buah untuk pasien
7. Rencana Penggunaan
kelas 1,2, dan 3 yang mendapat diet dengan bentuk
makanan biasa.
Tanggal diet, waktu diet, nomor ruangan, nomor bed
8. Informasi pada label pasien, nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis diet,
porsi diet, keterangan, petugas verifikasi

Telur ayam bumbu woku disimpan di wadah stainless steel


9. Kondisi penyimpanan
pada suhu 25-30oC

10. Umur simpan ± 3,5 jam setelah pengolahan

11. Metode distribusi Sentralisasi

Target pengguna Pasien kelas 1,2,3 yang mendapat diet dengan bentuk
12.
(sasaran konsumen) makanan biasa kecuali pasien dengan diet Alergi
Tabel 4.4 Analisis bahaya bahan baku

Identifikasi Bahaya Penilaian Bahaya Pohon Keputusan


No Bahan Tindakan CCP/
Keparaha
. Baku Bahaya Sumber Batas Terima Resiko Kategori Pengendalian P1 P2 Bukan
n
CCP
1. Telur B: Dari suplier ALT(30oC, 72 H(3) H(3) H (36) Pengecekan suhu Y T Bukan
ayam Escherichia jam) 1x 106 OPRP pemasakan sesuai CCP
koloni/gr,Colif
negeri coli, dengan standar
orm 1 x 102,
Coliform, Escherichia pemasakan
Enterococci coli 1 x
101,Salmonela
,
spnegatif/25 gr
Staphylococ
cus aures,
Clostridium
sp,
Salmonelas
p,
Camphylob
actersp,
Listeria sp

F: tanah, Proses Segar,tanpa L(1) L (1) L (1) Pemeriksaan bahan Y T Bukan


kotoran pembersihan kotoran PRP baku yang datang CCP
bintik yang kurang sesuai spesifikasi
merah tepat

Identifikasi Bahaya Penilaian Bahaya Penilaian Bahaya


No Bahan Penilaian Bahaya CCP/
Keparaha
. Baku Bahaya Sumber Batas Terima Resiko Kategori Batas Terima P1 P2 Bukan
n
CCP
2. Bawan B: Bacillus Bawaan pada Bebas dari L(1) L(1) L (1) Penyimpanan Y T Bukan
g Cereus saat panen cemaran PRP bahan di tempat CCP
merah atau biologi yang sejuk (7-
penyimpanan 10°C) bersih tidak
yang tidak lembab
sesuai
K: Pestisida Petani pada 0,1 mg/kg L(1) L(1) L (1) Pencucian hingga Y T Bukan
saat proses PRP bersih dengan air CCP
penanaman mengalir
F: Busuk, Penyimpanan Bebas dari L(1) L(1) L (1) Pemeriksaan bahan T Bukan
rusak yang tidak cemaran fisik PRP baku yang datang CCP
tepat sesuai spesifikasi

Identifikasi Bahaya Penilaian Bahaya Penilaian Bahaya


No Bahan Keparaha Penilaian Bahaya CCP/
. Baku Bahaya Sumber Batas Terima Resiko Kategori Batas Terima P1 P2 Bukan
n
CCP
3. Bawan B: Bacillus Bawaan pada Bebas dari L(1) L(1) L (1) Penyimpanan Y T Bukan
g putih Cereus saat panen cemaran PRP bahan di tempat CCP
atau biologi yang sejuk (7-
penyimpanan 10°C) bersih tidak
yang tidak lembab
sesuai
K: Pestisida Petani pada 0,1 mg/kg L(1) L(1) L (1) Pencucian hingga Y T Bukan
saat proses PRP bersih dengan air CCP
penanaman mengalir
F: Busuk, Penyimpanan Bebas dari L(1) L(1) L (1) Pemeriksaan bahan T Bukan
rusak yang tidak cemaran fisik PRP baku yang datang CCP
tepat sesuai spesifikasi
4. Gula F: Terdapat Kontaminasi Bebas dari L(1) L(1) L (1) Pemeriksaan bahan T Bukan
benda asing dari cemaran fisik PRP baku yang datang CCP
seperti supplier,dan sesuai spesifikasi
(kerikil, dll) penyimpanan
tidak sesuai
5. Garam F: Terdapat Kontaminasi Bebas dari L(1) L(1) L (1) Pemeriksaan bahan T Bukan
benda asing dari cemaran fisik PRP baku yang datang CCP
seperti supplier,dan sesuai spesifikasi
(kerikil, dll) penyimpanan
tidak sesuai
6. Kunyit B: Bacillus Bawaan pada Bebas dari L(1) L(1) L (1) Penyimpanan Y T Bukan
cereus saat panen cemaran PRP bahan di tempat CCP
atau biologi yang sejuk (7-
penyimpanan 10°C) bersih tidak
yang tidak lembab
sesuai
Identifikasi Bahaya Penilaian Bahaya Penilaian Bahaya
No Bahan Keparaha Penilaian Bahaya CCP/
. Baku Bahaya Sumber Batas Terima Resiko n Kategori Batas Terima P1 P2 Bukan
CCP
F: Busuk, Penyimpanan Bebas dari L(1) L(1) L (1) Pemeriksaan bahan T Bukan
kering, yang tidak cemaran fisik PRP baku yang datang CCP
rusak tepat sesuai spesifikasi
7. Minya B: Mikroba Penyimpanan ALT (30 ̊C, 72 L (1) M (2) L (1) Penyimpanan Y T Bukan
k seperti, yang tidak jam) maks. PRP bahan sesuai CCP
goreng ALT, APM sesuai 3x105 koloni/g, dengan suhu ruang
APM Koliform
Koliform, (25-30°C)
maks. 10/g,
APM APM
Esherichia Esherichia
Coli,Salmo Coli maks.
nella sp., <3/g,
Staphylococ Salmonella sp
cus aureus. maks
negatif/25 g
F: bau Penyimpanan Bebas dari L(1) L(1) L (1) Pemeriksaan bahan T Bukan
tengik yang tidak cemaran fisik PRP baku yang datang CCP
sesuai sesuai spesifikasi

8. Tomat B: Mikroba Bawaan pada Bebas dari L(1) H(3) M (9) Penyimpanan Y T Bukan
seperti, saat panen cemaran OPRP bahan di tempat CCP
APM dan biologi yang sejuk (7-
Esherichia penyimpanan 10°C) bersih tidak
coli, yang tidak lembab
Salmonella sesuai
sp
Identifikasi Bahaya Penilaian Bahaya Penilaian Bahaya
No Bahan Keparaha Penilaian Bahaya CCP/
. Baku Bahaya Sumber Batas Terima Resiko n Kategori Batas Terima P1 P2 Bukan
CCP
K: Pestisida Petani pada 0,1 mg/kg L(1) L(1) L (1) Pencucian hingga Y T Bukan
saat proses PRP bersih dengan air CCP
penanaman mengalir

F: Benda Kontaminasi Bebas dari L(1) L(1) L (1) Pemeriksaan bahan T - Bukan
asing dari cemaran fisik PRP baku yang datang CCP
(tanah) supplier,dan sesuai spesifikasi
penyimpanan
yang tidak
sesuai

9. Kemiri B : B. Bawaan dari Bebasdaricema L(1) L(3) M(9) Penyimpanan Y T Bukan


Cereus suplier ranbiologi OPRP bahan di tempat CCP
yang sejuk (7-
10°C) bersih tidak
lembab
Fisik : Penyimpanan Terbebasdaribe L(1) L(1) L (1) Pencucian hingga T - Bukan
kerikil, tidaktepat ndaasing da PRP bersih dengan air CCP
sisakulit kotoran mengalir

10. Serai B : B. Bawaandaris Bebasdaricema L(1) L(1) L (1) Penyimpanan Y T Bukan


Cereus, uplier ranbiologi PRP bahan di tempat CCP
Clostridium yang sejuk (7-
10°C) bersih tidak
P
lembab
K: Pestisida Petani pada 0,1 mg/kg L(1) L(1) L (1) Pencucian hingga Y T Bukan
saat proses PRP bersih dengan air CCP
penanaman mengalir

F : kerikil, Penyimpanan Terbebas dari L(1) L(1) L (1) Pencucian hingga T Bukan
tanah, kulit tidak tepat benda asing PRP bersih dengan air CCP
dan kotoran mengalir
Tabel 4.5 Analisis Bahan Kemasan
Bat
as Tindakan
Identifikasi bahaya Penilaian bahaya Pohon keputusan
teri pengendalian
ma
Bahan S
No
Baku u Tingka Tindaka
Kemung- Resiko CCP/
m t Kateg n Q Q
Kategori Bahaya kinan (signifi Bukan
b kepara ori pengend 1 2
terjadi kasi) CCP
e han alian
r
1. Piring bulat Tidak Tidak
kecil Ada Ada
Keramik Tidak Tidak
Ada Ada
Tidak Tidak
Ada Ada
2. Plato Tidak Tidak
Ada Ada
Tidak Tidak
Ada Ada
Tidak Tidak
Ada Ada
3 Nampan Tidak Tidak
plastik Ada Ada
Tidak Tidak
Ada Ada
Tidak Tidak
Ada Ada
4 Plastik Wrap Tidak Tidak
Ada Ada
Tidak Tidak
Ada Ada
Tidak Tidak
Ada Ada

Tabel 4.6 Analisis Bahaya Proses

Tindakan
Identifikasi bahaya Penilaian Bahaya Pengendali Pohon keputusan
Tahapan
No an
Proses
Bahaya Sumber Batas terima Resiko Tingkat Katego P1 P2 P3 P4 CCP/Buk
keparaha
ri an CCP
n
F: Benda Kontami Tidak ada L (1) L (1) L (1) Pemeriksaa Y T T - Bukan
asing nasi dari benda asing PRP n bahan CCP
seperti supplier, pada produk baku yang
tanah, datang
kerikil, dll sesuai
spesifikasi
2. Persiapan Escherichi Bahan AColiform 1 x H (3) H (3) H (36) Pencucian Y T Y Y Bukan
Awal a coli, makanan 102, OPRP dengan air CCP
Coliform, dan air Escherichia mengalir
Enterococ untuk coli5 x 101,
ci, mencuci Enterococci1 x
Staphyloc bahan 102,
occus makanan Staphylococcu
aures, s aures 1 x
Clostridiu 102,
m sp, Clostridium
Salmonela sp0,Salmonela
sp, spnegatif,
Camphylo Camphylobact
bacter sp, ersp0, Listeria
Listeria sp0, Kapang
sp, Vilorio dan khamir
Cholerae , 1x102
kapang koloni/gr,
dan Vilorio
khamir, Cholerae
ulat negatif/25 gr
K: Petani 0,1 mg/kg L(1) L(1) L (1) Pencucian Y T T - Bukan
Pestisida pada saat PRP dengan air CCP
proses mengalir
penanam
an
Identifikasi bahaya Penilaian Bahaya Pohon keputusan
No Tahapa Tingkat Tindakan
Katego Pengendali CCP/Buk
. n Proses Bahaya Sumber Batas terima Resiko keparaha P1 P2 P3 P4
ri an an CCP
n
3. Penyimp B: ALT, Bahan ALT 5x105 M (2) H(3) M (18) Pengecekan Y Y - CCP
anan Koliform, makanan koloni/g, OPRP suhu ruang
AMP E. koliform pada saat
coli, 5x102 penyimpana
Salmonell koloni/g, AMP n
a sp. E. coli <3/g,
Salmonella sp
negatif/25 g
4. Persiapa B: ALT Penjama ALT 5 x 105 L(1) L(1) L (1) Higiene Y T T - Bukan
n Koliform, h dan koloni/g, PRP Sanitasi CCP
Bumbu APM, Peralatan Salmonella sp penjamah
escherichi negatif/25g, dan
a coli, kapang 1x102 peralatan
Salmonell koloni/g
a sp,
kapang

5. Pengola B: ALT, Bahan ALT 5 x 105 M(2) H(3) M (18) Pengecekan Y Y - - CCP
han Koliform, makanan koloni/g, OPRP suhu bahan
APM, , Salmonella sp baku pada
escherichi penjama negatif/25g, saat
a coli, h kapang 1x102 pengolahan/
Salmonell makanan koloni/g pemasakan
a sp, , dan sesuai
kapang peralatan dengan
masak standar
(90°C-
100°C)

Tindakan Pohon keputusan


Identifikasi bahaya Penilaian Bahaya
Pengendalian
No Tahapan CCP/
Tingkat
. Proses Batas Buka
Bahaya Sumber Resiko keparaha Kategori P1 P2 P3 P4
terima n
n
CCP
6. Pencampur -
an dengan
bahan lain
7. Penyimpan -
an pada
suhu ruang
8. Distribusi -
4.2 Pembahasan

Pengamatan ini dilakukan pada tanggal 19 dan 29 Januari 2020 di ruang


penyelenggaraan makanan Instalasi Gizi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
Penelitian ini dilaksanakan dengan cara pengamatan (observation) mulai dari
penerimaan bahan makanan sampai distribusi ke pasien pukul 06.30 sampai denga
17.00 WIB. Penyelenggaraan makanan dimulai dari pemesanan bahan makanan
sayur dan bumbu, lalu dilakukan penerimaan bahan baku seperti persiapan awal
yaitu pembukaan kemasan, penimbangan penyortiran, penyucian kemudian
disimpan di dalam chiller.

Ketika akan dilakukan pengolahan bahan baku yang disimpan di dalam


chiller dilakukan pemotongan dan pembersihan bagian yang tidak dapat dimakan
lalu ditimbang sesuai kelas dan standart porsi. Bagian pengolahan juga melakukan
penghalusan bumbu, setelah itu dilakukan penolahan yaitu perebusan telur ayam
negeri dengan suhu 90-100 oC penumisan bumbu dengan suhu 80-100 oC. lalu
selanjutnya dilakukan pencampuran dengan bahan lain seperti garam dan gula
serta penambah air setelah itu telur ayam yang telah direbus dimasukkan dan
dimasak hingga matang. Setelah matang dilakukan penyimpanan sementara di
suhu ruang 25-30 oC. setelah itu dilakukan pendistribuasian dengan pengecakan
label terlebih dahulu, penyajian alat makan dan pengemasan, setelah itu
pemindahan makanan dalam trolly dan penyajian ke pasien.

Telur woku merupakan menu hewani untuk jenis makanan bentuk lunak
pada siklus ke 9 yang disajikan pada saat makan siang untuk pasien rawat inap di
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Pengamatan ini meliputi proses persiapan bahan
makanan dan bumbu, penyimpanan, pengolahan berupa direbus dan ditumis.
Proses persiapan dilakukan saat bahan datang lalu dilakukan penimbangan serta
pengecekan spesifikasi, setelah itu dilakukan pencucian guna menghilangkan
bagian yang tidak dapat dimakan serta menghilangkan kotoran yag ada.

Bahan makanan yang telah dilakukan pencucian dan pemotongan


selanjutnya disimpan di dalam chiller dengan suhu 0-13oC dengan tujuan agar
telur tetap segar dan awet. Setelah itu dilakukan pengolahan dengan perebusan
telur sampai matang lalu di rebus menggunakan bumbu yang terlebih dahulu
sudah di tumis.. Penumisan bumbu dilakukan hingga matang lalu dimasukkan air.
Setelah itu dimasukkan bahan lain seperti garam dan gula. Kemudian telur
dimasukkan ke wajan. Waktu pemasukan bumbu hingga telur matang selama 20
menit.

Hasil pengamatan HACCP menetapkan titik kritis produk lauk hewani


telur woku berada pada penyimpanan dan pengolahan. Pada proses penyimpanan,
apabila suhunya tidak sesuai dapat menyebabkan telur menjadi cepat busuk. Telur
yang disimpan di suhu ruangan yaitu 25-300C bisa bertahan selama 7 hingga 10
hari. Sementara itu, telur yang disimpan di dalam chiller dengan suhu 0-13 0C bisa
bertahan jauh lebih lama, sekitar 30-45 hari. Pada pengamatan pertama, suhu
penyimpanan telur sebesar 090C sedangkan pada pengamatan kedua sebesar 070C.
Artinya suhu penyimpanan sudah sesuai dengan standar penyimpanan di chiller
yaitu 0-130C.

Pada proses pengolahan, apabila suhu ketika memasak tidak sesuai yaitu
kurang dari <800C, bakteri yang ada di dalam telur ada kemungkinan belum mati
sehingga dapat menyebabkan tubuh mengalami gangguan seperti mual, muntah
dan diare. Pada pengamatan pertama, suhu pengolahan telur woku pada
pengamatan pertama 87 oC dan pada pengamatan kedua 83 oC. Berdasarkan
standar suhu pemasakan, pengolahan telur woku suhu sudah sesuai karena
pengolahan dengan penumisan memiliki suhu berkisar 80-100 oC.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Pada proses penerapan pembuatan telur woku terdapat beberapa bahaya
yang mungkin terjadi di beberapa tahapan proses produksinya. Hasil
pengamatan HACCP menetapkan titik kritis produk lauk hewani telur
woku berada pada penyimpanan dan pengolahan. Pada proses
penyimpanan, kemungkinan bahaya yang terjadi adalah bakteri E.coli,
Salmonella sp, Koliform dan ALT. Pada proses pengolahan, kemungkinan
bahaya yang terjadi adalah bakteri E.coli, Salmonella sp, Koliform, ALT,
APM, dan kapang.
2. Berdasarkan hasil analisis bahaya mengenai bahan-bahan dalam
pembuatan telur woku tidak ada yang termasuk CCP karena semua bahan
dapat dikendalikan dengan pengawasan dan pengontrolan pada tiap proses
produksi telur woku.
3. Berdasarkan hasil analisis bahan kemasan meliputi piriNg bulat, plato,
nampan plastik dan plastik wrap tidak ada kemungkinan bahaya yang
terjadi. Hal ini dikarenakan pada proses pencucian alat makan sudah
melewati proses sterilisasi sehingga alat makan yang digunakan sudah
steril.
4. Pada proses penyimpanan, hasil pengamatan pertama, suhu penyimpanan
telur sebesar 090C sedangkan pada pengamatan kedua sebesar 070C.
Artinya suhu penyimpanan sudah sesuai dengan standar penyimpanan di
chiller yaitu 0-130C.
5. Pada proses pengolahan, suhu telur woku sebesar 87 oC dan pada
o
pengamatan kedua 83 C. Berdasarkan standar suhu pemasakan,
pengolahan telur woku suhu sudah sesuai karena pengolahan dengan
penumisan memiliki suhu berkisar 80-100 oC.
6. Berdasarkan pengamatan pertama dan kedua, proses pembuatan telur
woku mulai dari penerimaan, persiapan awal, penyimpanan, persiapan
bumbu, pengolahan, dan distribusi sudah sesuai dengan diagram alir. Pada
pengamatan kedua, proses pembuatan telur woku juga sudah sesuai
dengan diagram alir.

5.2 Saran
1. Seluruh penjamah makanan sebaiknya menggunakan APD (Alat Pelindung
Diri). Pada zona merah, APD yang wajib digunakan yaitu apron/celemek,
penutup kepala, alas kaki tertutup, masker dan sarung tangan terutama saat
menjamah makanan. Pada zona kuning, APD yang wajib digunakan hanya
apron/celemek, penutup kepala, dan alas kaki tertutup.
2. Diperlukan pengawasan dan pengontrolan secara rutin pada tiap tahap
proses produksi makanan untuk menghindari kontaminasi terhadap
makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2009. Keracunan Makanan. Jakarta : EGC.

Hermansyah. M., praktikto., Rudi, S., Nasir, W dan Setyoanto. 2013. Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) Produksi Maltosa dengan
Pendekatan Good Manufacturing Practice (GMP). Jemis. Vol. 1. No. 1.

Peraturan Kementerian Kesehatan (PERMENKES). 2013. Pedoman Pelayanan


Gizi Rumah Sakit (PGRS). Direktur Jendral Bina Upaya Kesehatan.
Jakarta.

Sagung, Seto. 2001. Pangan dan Gizi (Ilmu, Teknologi, Industri dan Perdagangan)
Diterbitkan di Institut Pertanian Bogor.

Sudarmaji, 2005. Analisis Bahaya Dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard


Analysis Critical Control Point ). Jurnal Kesehatan Lingkungan 1 (2):
183-190.

Yuniarti. R., Wifqi, A dan Ratih, A.S. 2015. Penerapan Sistem Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) pada Proses Pembuatan Keripik
Tempe. Jurnal Ilmiah Teknik Industri. Vol 14 No. 1.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai