Anda di halaman 1dari 97

LAPORAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL

CONTROL POINT (HACCP)


“Ikan Dencis dengan Buncis Tauco dan Tempe Goreng Balado”

OLEH :
KELOMPOK 1
1. Maisaroh (172110097)
2. Riski Novratiwi (172110108)

Pembimbing :
Windari Natalia, S.Gz

PRODI DIII GIZI


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut SK Menkes No. 78 tahun 2013, pelayanan gizi di rumah sakit
adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien
berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Keadaan
gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya
proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien.
Sering terjadi kondisi pasien yang semakin buruk karena tidak tercukupinya
kebutuhan zat gizi untuk memperbaiki organ tubuh. Salah satu tujuan dari
pelayanan gizi rumah sakit adalah menyelenggarakan makanan sesuai standar
kebutuhan gizi dan aman dikonsumsi. (Kemenkes, 2013)
Kegiatan pelayanan gizi rumah sakit meliputi asuhan gizi rawat jalan,
asuhan gizi rawat inap, penyelenggaraan makanan, serta penelitian dan
pengembangan. Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang
dimulai dari proses pengkajian gizi, diagnosa gizi, intervensi gizi meliputi
perencanaan, penyediaan makanan, penyuluhan atau edukasi, dan konseling
gizi serta monitoring dan evaluasi gizi. Salah satu pelayanan gizi yang
diberikan pada pasien rawat inap adalah pelayanan makanan yang bertujuan
untuk memperoleh asupan makanan yang sesuai dengan kondisi kesehatan
pasien dalam upaya mempercepat proses penyembuhan, mempertahankan, dan
meningkatkan status gizi pasien. (Kemenkes, 2013)
Tujuan penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah untuk menyediakan
makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi pasien dalam upaya mempercepat
penyembuhan penyakit, memperpendek masa rawat, menyediakan makanan
bagi karyawan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi selama bertugas,
serta mencapai efektivitas dan efisiensi penggunaan biaya makanan secara
maksimal. Salah satu syarat dari penyelenggaraan makanan selain harus
memenuhi unsur gizi namun juga harus terjamin unsur keamanan makanannya,
dalam arti harus bebas dari komponen-komponen yang menyebabkan penyakit.
(Kemenkes, 2013)
Makanan dikatakan aman apabila tidak terdapat cemaran biologis,
kimiawi, dan benda-benda asing yang dapat merugikan, mengganggu, dan
membahayakan kesehatan. Makanan yang tidak aman dapat menyebabkan food
born deseasse, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat dari mengkonsumsi
makanan yang mengandung atau tercemar bahan/ senyawa beracun atau
organisme pathogen (Kemenkes, 2013). Salah satu upaya yang bisa dilakukan
untuk menjamin keamanan makanan adalah dengan menerapkan jaminan mutu
yaitu dengan melakukan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang
sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan yaitu HACCP
(Hazard Analysis and Critical Control Point).
HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan makanan yang
sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang
ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat
terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan
pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut.
metode ini sangat logis dan mengkaji semua tahapan di dalam produksi
makanan mulai dari tahapan penanaman sampai konsumen, termasuk semua
proses diantaranya dan aktifitas pendistribusian. (Mortimore, Sara)
HACCP perlu dilakukan mengingat bahan bakunya berupa lauk hewani ,
nabati dan sayur yang rentan terhadap bahaya biologi, fisik dan kimia. Bahaya
dapat berasal dari bahan baku, disamping itu juga dapat ditimbulkan pada saat
proses penyelenggaraan makanan seperti penerimaan, persiapan, pengolahan
maupun pendistribusian makanan.
Selain itu penjamah makanan juga berhubungan langsung dengan proses
penyelenggaraan makanan. Pemeliharaan kebersihan penjamah makanan,
penanganan makanan secara hiegenis dan hiegene perorangan dapat mengatasi
masalah kontaminasi makanan. Menurut WHO (1996) penjamah makanan
menjadi penyebab potensial terjainya kontaminasi makanan apabila : 1)
Menderita penyakit tertentu, 2) kulit, tangan, jari, dan kuku banyak
mengandung bakteri kemudian kontak dengan makanan, 3) apabila batuk dan
bersin maka akan menyebarkan bakteri, 4) akan menyebabkan kontaminasi
silang apabila setelah memegang sesuatu kemudian menyajikan makanan, dan
5) memakai perhiasan. (Wayansari, 2018)
Maka untuk mencegah terjadinya hal diatas penjamah makanan perlu
memakai Alat Pelindung Diri (APD) dengan tujuan agar makanan terhindar
dari kontaminasi. Alat Pelindung Diri yang bisa digunakan seperti, antara lain :
tutup kepala/ korpus, masker, pakaian kerja/ celemek, sarung tangan dan sepatu
yang tidak licin. Penggunaan APD disesuaikan dengan ruang kerja penjamah.
(Aritonang, 2014)
Melihat pentingnya melakukan pengendalian HACCP dalam
penyelenggaraan makanan penulis mencoba melakukan pengamatan serta
menganalisis salah satu menu di Instalasi Gizi RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi yang merupakan menu makan siang untuk hari ke dua dalam siklus
menu yaitu Ikan Dencis dengan Buncis Tauco dan Tempe Goreng Balado
tahun 2020.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana penerapan HACCP pada menu Ikan Dencis dengan Buncis
Tauco dan Tempe Goreng Balado di Instalasi Gizi RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi tahun 2020?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui penerapan HACCP pada menu Ikan Dencis dengan
Buncis Tauco dan Tempe Goreng Balado di Instalasi Gizi RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2020.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Diketahuinya analisis hazard (bahaya) yang terdapat dalam
proses produksi pada menu Ikan Dencis dengan Buncis Tauco
dan Tempe Goreng Balado di Instalasi Gizi RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi tahun 2020.
1.3.2.2 Diketahuinya titik kendali kritis (CCP) pada menu Ikan Dencis
dengan Buncis Tauco dan Tempe Goreng Balado di Instalasi
Gizi RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2020.
1.3.2.3 Diketahuinya penetapan batas kritis pada menu Ikan Dencis
dengan Buncis Tauco dan Tempe Goreng Balado di Instalasi
Gizi RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2020.
1.3.2.4 Diketahuinya penyusunan prosedur pemantauan dan
persyaratan pada menu Ikan Dencis dengan Buncis Tauco dan
Tempe Goreng Balado di Instalasi Gizi RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi tahun 2020.
1.3.2.5 Diketahuinya tindakan koreksi yang akan dilakukan saat hasil
pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu berada di luar
kendali dalam proses produksi pada menu Ikan Dencis dengan
Buncis Tauco dan Tempe Goreng Balado di Instalasi Gizi
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2020.
1.3.2.6 Diketahuinya bentuk prosedur verifikasi untuk memastikan
bahwa sistem HACCP bekerja dengan efektif dalam proses
produksi pada menu Ikan Dencis dengan Buncis Tauco dan
Tempe Goreng Balado di Instalasi Gizi RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi tahun 2020.
1.3.2.7 Diketahuinya semua prosedur pencatatan dan pelaporan yang
berkaitan dengan prinsip dan penerapannya melalui
dokumentasi HACCP pada menu Ikan Dencis dengan Buncis
Tauco dan Tempe Goreng Balado di Instalasi Gizi RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2020.
1.3.2.8 Diketahuinya skor keamanan pangan pada menu Ikan Dencis
dengan Buncis Tauco dan Tempe Goreng Balado di Instalasi
Gizi RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2020.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan dari penerapan kegiatan HACCP dapat menambah
wawasan, pengetahuan, keterampilan, kompetensi sebagai Ahli Gizi di
bidang pengawasan mutu keamanan pangan.
1.4.2 Bagi Instalasi Gizi RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
Diharapkan dari kegiatan pengamatan dan analisa HACCP dapat
menjadi bahan masukan dan sebagai evaluasi dalam peningkatan mutu
keamanan makanan untuk Ahli Gizi di bidang pengawasan mutu
keamanan makanan Instalasi Gizi di RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi.
1.4.3 Bagi Pasien
Diharapkan dengan kegiatan ini dapat menjamin mutu keamanan
makanan bagi pasien di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan (MSPM)


2.1.1 Pengertian MSPM
Sistem adalah kumpulan dari bagian atau subsistem yang saling
berhubungan yang dipersatukan oleh model untuk mendapatkan satu tujuan
atau lebih. Penyelenggaraan makanan dilihat sebagai sistem terbuka. Sistem
terbuka adalah organisasi yang di dalamnya berupa interaksi dengan
lingkungan secara terus menerus. Sistem terbuka penyelenggaraan makanan
adalah perubahan input menjadi output. Input adalah sumber daya yang
diperlukan untuk mencapai suatu tujuan dari sebuah sistem seperti manusia,
fasilitas, bahan dan operasional. Sementara Output termasuk makanan,
kepuasan pelanggan, kepuasan karyawan dan akuntabilitas keuangan.
Perubahan input menjadi output melibatkan proses. Proses ini termasuk
subsistem (pembelian, produksi, distribusi, pelayanan dan kebersihan dan
pemeliharaan), fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian, staffing,
kepemimpinan dan pengendalian) dan proses menghubungkan (pengambilan
keputusan, hubungan komunikasi dan keseimbangan)
Penyelenggaraan makanan merupakan rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan
anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan,
pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta
evaluasi. (Aritonang, 2014)

2.1.2 Tujuan MSPM


Menyediakan makanan yang berkualitas, sesuai kebutuhan gizi, biaya,
aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang
optimal. (Aritonang, 2014)
Sedangkan tujuan khusus antara lain adalah :
a. Menghasilkan makanan yang berkualitas baik, dipersiapkan dan
dimasak dengan layak.
b. Menu seimbang dan bervariasi
c. Harga layak dan serasi dengan pelayanan
d. Standar kebersihan dan sanitasi yang tinggi

2.1.3 Sasaran MSPM


Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah konsumen/
pasien maupun karyawan. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga
dilakukan penyelenggaraan makanan bagi pengunjung (pasien rawat jalan
atau keluarga pasien). (Aritonang, 2014)
Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar makanan
meliputi : biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metode, dan peralatan,
sedangkan standar proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan
makanan, perencana menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan,
pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan,
persiapan bahan makanan, pengolahan makanan, dan pendistribusian
makanan. Sedangkan standar keluaran (output) adalah mutu makanan dan
kepuasan diet. (Aritonang, 2014)

2.1.4 Langkah MSPM


Cakupan penyelenggaraan makanan sangat luas, tidak hanya sekedar
merencanakan menu, mengolah, menyimpan dan menyajikan makanan,
tetapi juga meliputi fasilitas, peraturan perundang-undangan, anggaran,
ketenagaan, peralatan, hiegene sanitasi dan sebagainya. (Aritonang, 2014)
2.1.4.1 Perencanaan Anggaran Biaya
Perencanaan Anggaran Belanja Makanan (PABM) adalah
kegiatan penghitungan jumlah biaya yang diperlukan untuk penyediaan bahan
makanan bagi konsumen. Anggaran belanja untuk menyelenggarakan
makanan institusi sebaiknya direncanakan setahun sebelumnya. Anggaran
tersebut meliputi bahan makanan, peralatan, pemeliharaan dan perbaikan alat,
buruh dan kebutuhan lain yang direncanakan. (Oktrizanita, 2005)
Tujuan dari perencanaan anggaran bahan makanan adalah
tersedianya usulan anggaran yang cukup untuk pengadaaan bahan makanan
sesuai dengan standar kecukupan gizi yang ditetapkan. Syarat yang
diperlukan dalam merencanakan anggaran bahan makanan adalah adanya
peraturan pemberian makanan rumah sakit. Peraturan pemberian makanan
rumah sakit adalah suatu pedoman yang ditetapkan pimpinan rumah sakit
sebagai salah satu acuan dalam memberikan pelayanan gizi pada pasien dan
karyawan yang memuat : pola makan sehari, nilai gizi yang mengacu pada
buku penuntun diet, standar makanan dan jenis konsumen yang dilayani.
Langkah penyusunan anggaran bahan makanan adalah sebagai
berikut :
a) Pengumpulan data tentang jumlah dan macam konsumen, harga bahan
makanan setempat, peraturan pembelian makanan institusi setempat,
standar kecukupan gizi yang ada.
b) Menterjemahkan standar kecukupan gizi ke dalam bahan makanan
untuk per orang/ hari.
c) Menghitung index harga makanan per orang/ hari.
d) Menghitung anggaran belanja makanan untuk masing-masing jenis/
kelompok untuk jangka waktu 1 hari, 1 bulan, atau 1 tahun. Dengan
rumus : Jumlah rata-rata pasien per hari x Jumlah hari dalam satu
tahun x indeks makanan (Muchatob, 1991)

2.1.4.2 Perencanaan Menu


Menu adalah rangkaian dari beberapa hidangan atau masakan
yang disajikan atau dihidangkan untuk seseorang atau kelompok orang
untuk setiap kali makan, yaitu dapat berupa susunan hidangan pagi,
hidangan siang dan hidangan malam. Perencanaan menu adalah
serangkaian kegiatan menyusun hidangan dalam variasi yang serasi untuk
manajemen penyelenggaraan makanan di institusi.
Tujuan perencanaan menu adalah tersedianya menu sesuai
dengan tujuan sistem penyelenggaraan makanan, baik komersial maupun
non komersil.
Menu di bagi dua yaitu : menu pilihan dan menu standar. Menu
pilihan terdiri dari beberapa menu dalam satu waktu makan yang bisa
dipilih oleh konsumen. Sedangkan menu standar merupakan menu yang
hanya terdiri dari satu masakan yang tidak memungkinkan konsumen
untuk memilih.
Siklus menu merupakan satu set menu sehari yang disusun
selama jangka waktu tertentu yang dilaksanakan dalam kurun waktu
tertentu, misal 3 hari, 5 hari, 7 hari atau 10 hari. Di rumah sakit biasa
menggunakan siklus menu 10 hari, hal ini karena penggunaan siklus menu
dengan waktu yang lebih lama kecil kemungkinan pengulangan menunya.
Sehingga konsumen atau pasien tidak hafal apa saja menu yang disajikan
pada hari tersebut. Apabila menggunakan sikus menu 7 hari, maka
konsumen akan hafal menu yang disajikan. (Muchatob, 1991)

2.1.4.3 Hitung Kebutuhan


Perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah suatu proses
untuk menetapkan jumlah, macam dan kualitas bahan makanan yang
diperlukan dalam kurun waktu tertentu dalam rangka melaksanakan
kegiatan penyelenggaraan makanan. Perhitungan kebutuhan bahan
makanan merupakan kegiatan penting dari kegiatan-kegiatan dalam sistem
penyelenggaraan makanan. Tujuan dari perencanaan bahan makanan
adalah tersedianya tafsiran kebutuhan bahan makanan dalam kurun waktu
tertentu untuk konsumen dan pegawai menurut masing-masing jenis bahan
makanan. (Mukrie, 1980)
2.1.4.4 Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan
2.1.4.4.1 Pemesanan Bahan Makanan
Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan
(order) bahan makanan berdasarkan menu atau pedoman menu dan
rata-rata jumlah konsumen atau pasien yang dilayani dan dengan
memperhitungkan stock bahan makanan yang ada. Tujuannya adalah
tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai dengan standar atau
spesifikasi yang ditetapkan. (Mukrie, 1980)

2.1.4.4.2 Pembelian Bahan Makanan


Pembelian bahan makanan merupakan serangkaian
kegiatan penyediaan macam, jumlah, spesifikasi/kualitas bahan
makanan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di institusi/rumah
sakit yang bersangkutan. Pembelian bahan makanan terkait dengan
produk yang benar, jumlah yang tepat, waktu yang tepat dan harga yang
benar. Untuk rumah sakit kelas pemerintah, berlaku ketentuan
pemerintah yang mengatur dan menetapkan bahwa pembelian bahan
makanan dilakukan secara kontrak berdasarkan pelelangan yang biasa
disebut tender. (Mukrie, 1980)

2.1.4.5 Penerimaan Bahan Makanan


Penerimaan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang
meliputi pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas
dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan yang
telah ditetapkan. Institusi membuat daftar pesanan bahan makanan sesuai
dengan menu yang akan disajikan (Moehyi, 1992).
Utari (2009) yang mengutip pedoman teknis proses penyediaan
makanan dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi (Depkes RI,
2003), prasyarat penerimaan bahan makanan adalah :
a. Tersedianya rincian pesanan bahan makanan harian berupa macam
dan jumlah bahan makanan yang akan diterima.
b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan.
Penerimaan bahan makanan di lakukan oleh salah satu dari ahli
gizi yang bertugas memeriksa, meneliti, mencatat, menetapkan dan
melaporkan macam, jumlah dan kualitas bahan makanan yang di terima
sesuai dengan pemesanan dan spesifikasi yang ada. Jika terjadi kerusakan
atau tidak sesuai dengan spesifikasi maka barang akan di kembalikan.
Dalam melakukan penerimaan bahan makanan di bagi menjadi 2
kelompok yaitu penerimaan bahan makanan kering dan penerimaan bahan
makanan basah.

Peralatan dan perlengkapan yang harus ada diruangan


penerimaan adalah timbangan 100-300 kg, rak bahan makanan beroda,
kereta angkut, alat-alat kecil seperti pembuka botol, penusuk beras, pisau
dan sebagainya.
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan disini termasuk
kepada low hiegiene. yang mana APD yang harus digunakan adalah
sepatu, baju kerja, dan tutup kepala.

2.1.4.6 Penyimpanan Bahan Makanan


Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata,
menyimpan, memelihara bahan makanan kering dan basah serta mencatat
dan pelaporannya. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat
diterima, bahan makanan tersebut harus segera dibawa ke ruangan
penyimpanan, gudang atau ruangan pendingin. Apabila bahan makanan
langsung akan digunakan, setelah ditimbang dan diawasi oleh bagian
penyimpanan bahan makanan dibawa ke ruangan persiapan bahan
makanan (Moehyi, 1992).
Utari (2009) yang mengutip pedoman teknis proses penyediaan
makanan dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi (Depkes RI,
2003), prasyarat penyimpanan bahan makanan adalah:
a. Adanya sistem penyimpanan barang.
b. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai
persyaratan.
c. Tersedianya kartu stok atau buku catatan keluar masuknya bahan
makanan.
Bahan makanan gizi yang sudah ada harus ditangani secara
cermat dengan mempertimbangkan:
a. Perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah :
1) Pertama masuk – pertama keluar ( FIFO – first in – first out), yaitu
bahwa barang yang lebih dahulu masuk persediaan harus digunakan
lebih dahulu.
2) Masa kadarluarsa pendek dipakai dahulu ( FEFO – first expired –
first out) hal ini adalah untuk menjamin barang tidak rusak akibat
penyimpanan yang terlalu lama.
b. Tempat penyimpanan
Harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri,
serangga, dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya
Tempat / wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan
makanan
Contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari
pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering
dan tidak lembab.
c. Kelembaban
Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90%
d. Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu +10 derajat
celcius
e. Tidak menempel pada lantai, dinding, atau langit-langit dengan
kententuan sebagai berikut :
1. Jarak rak dengan lantai : 15 cm
2. Jarak rak dengan dinding: 5 cm
3. Jarak rak dengan langit-langit : 60 cm

Berikut syarat-syarat penyimpanan bahan makanan berdasarkan jenis


bahan makanannya :
a. Penyimpanan bahan makanan kering
1. Bahan makanan ditempatkan secara teratur menurut macam
golongan ataupun urutan pemakaian bahan makanan.
2. Menggunakan bahan makanan yang diterima terlebih dahulu. Untuk
mengetahui bahan makanan yang diterima diberi tanggal
penerimaan.
3. Pemasukan dan pengeluaran bahan makanan serta berbagai
pembukuan dibagian penyimpanan bahan makanan ini, termasuk
karut stok bahan makanan harus segera diisi tanpa segera ditunda,
letakkan pada tempatnya, diperiksa dan diteliti secara kontinu.
4. Kartu atau buku penerimaan, stok dan pengeluaran bahan makanan,
harus segera diisi dan diletakkan pada tempatnya.
5. Gudang dibuka pada waktu yang telah ditetapkan.
6. Semua bahan makanan ditempatkan ditempat yang tertutup dan
tidak berlobang. Diletakkan diatas rak bertingkat yang cukup kuat
dan tidak menempel pada dinding.
7. Pintu harus terkunci saat tidak ada kegiatan serta dibuka pada
waktu-waktu yang ditentukan. Pegawai yang keluar masuk gudang
juga hanya pegawai yang ditentukan.
8. Suhu ruangan hendaknya harus kering antara 19-21°C
9. Pembersihan ruangan secara periodik, yaitu dua kali seminggu
10. Penyemprotan ruangan dengan insektisida hendaknya dilakukan
secara periodik dengan mempertimbangkan keadaan ruangan
11. Semua lubang yang ada diruangan harus berkasa, serta apabila
terjadi kerusakan oleh binatang pengerat harus segera diperbaiki.
b. Penyimpanan bahan makanan segar
1. Suhu tempat harus benar-benar sesuai dengan keperluan bahan
makanan agar tidak menjadi rusak
2. Pengecekan terhadap suhu dilakukan dua kali sehari dan
pembersihan lemari es setiap hari
3. Pencairan es pada lemari harus segera dilakukan setelah terjadi
pengerasan.
4. Setiap bahan makanan yang akan diisikan kedalam lemari es
sebaiknya dilengkapi dengan timah atau plastik
5. Tidak menempatkan bahan makanan yang berbau keras bersama
bahan makanan yang tidak berbau
6. Khusus untuk sayuran suhu penyimpanan harus benar-benar
diperhatikan.
Ada 4 prinsip penyimpanan bahan makanan yang sesuai dengan
suhunya (Depkes RI, 200) :
a. Penyimpanan sejuk (colling) pada suhu 10ºC-15ºC seperti jenis
minuman, buah dan sayuran.
b. Penyimpanan dingin (chilling) pada suhu 4ºC-10ºC seperti
makanan berprotein yang segera akan diolah (ikan, daging, dan
ayam yang akan segera diolah)
c. Penyimpanan dingin sekali (freezing) pada suhu 0ºC-4ºC seperti
bahan makanan yang mudah rusak untuk jangka waktu 24 jam
(susu dan santan)
d. Penyimpanan beku (frozen) pada suhu <0ºC seperti bahan protein
yang mudah rusak untuk jangka waktu <24 jam (ikan, daging, dan
ayam)
Alat yang harus ada diruang penyimpanan bahan kering dan bahan
segar adalah timbangan 20-100 kg, rak bahan makanan, lemari es, freezer,
tempat makanan dari plastik (box) atau stainless steel. Sedangkan alat yang
harus ada didapur susu adalah : meja kerja, meja pembagi, sterelisator,
tempat sampah, pencuci botol, mixer, blender, lemari es, tungku, dan meja
pemanas. (Kemenkes, 2013)

2.1.4.7 Persiapan Bahan Makanan


Menyiapkan makanan meliputi kegiatan membersihkan dan
menghilangkan bagian-bagian yang tidak dimakan, memotong,
menghaluskan, menggiling, mencampur, membentuk serta kegiatan lainnya
yang harus dikerjakan sebelum bahan makanan siap diolah. Persiapan yang
sempurna terhadap bahan makanan sangat penting dan tidak hanya ditinjau
dari segi gizi, tetapi juga dari segi biaya operasionalnya. Selain itu, bagian
ini perlu diawasi untuk mencegah terjadinya pembuangan bahan makanan,
misalnya pengupasan yang terlalu tebal. Persiapan yang biasa dilakukan
adalah: memotong, mengiris, mengocok, menghaluskan, dan sebagainya
merupakan persiapan yang biasa saja. (Oktrizanita, 2005)
Prasyarat persiapan bahan makanan :
1) Tersedianya bahan makanan yang akan dipersiapkan
2) Tersedianya tempat dan peralatan persiapan
3) Tersedianya prosedur tetap persiapan
4) Tersedianya standar porsi, standar resep, standar bumbu, jadwal
persiapan dan jadwal pemasakan.
Alat-alat yang harus ada diruang persiapan yaitu : meja kerja, meja
daging, mesin sayuran, mesin kelapa, mesin pemotong dan penggiling
daging, mixer, blender, timbangan meja, talenan, bangku kerja, penggiling
bumbu, dan bak cuci. (Kemenkes, 2013)
2.1.4.8 Pemasakan Bahan Makanan
Suatu kegiatan mengubah bahan makanan mentah menjadi
makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan aman dikonsumsi. Prinsip
pengolahan bahan makanan yaitu cara pemasakan bahan makanan yang
tepat dan benar sesuai prosedur pengolahan sehingg menghasilkan
makanan yang berkualitas dan dapat dikonsumsi klien dengan sisa
makanan yang minimal (sedikit /tidak bersisa). (Moehyi, 1992)
Tujuan dari pengolahan bahan makanan antara lain :
a. Mengurangi risiko kehilangan zat-zat gizi pada bahan makanan.
b. Meningkatkan nilai cerna
c. Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan
penampilan makanan (kualitas makanan). d. Bebas dari organisme
dan zat yang berbahaya untuk tubuh. (Depkes RI, 2006)
Pengolahan bahan makanan disesuaikan dengan standar porsi,
penggunaan standar resep, waktu pemasakan, suhu pemasakan, suhu
penyajian makanan, prosedur kerja dalam pemasakan dan ketepatan
penggunaan alat. Serta pemasakan dipisahkan dipisahkan antara makanan
berdiet atau tidak berdiet.

Alat yang harus ada diruang pengolahan makanan adalah


sebagai berikut : ketel uap 10-250 liter, kompor, oven, penggorengan,
mixer, blender, lemari es, meja pemanas, pemanggang sate, toaster, meja
kerja, bak cuci, kereta dorong, rak alat, bangku dan meja pembagi.

Makanan mempunyai tingkat kematangan yang berbeda. Suhu


penyimpanan minimal 90°C agar kuman patogen mati dan tidak boleh
terlalu lama agar kandungan zat gizi tidak hilang. Untuk itu diperlukan
termometer untuk mengukur suhu masakan dan waktu pemasakan perlu
diperhatikan. Serta jenis dapur yang baik digunakan yaitu dapur sentral.
APD yang digunakan yaitu sepatu, baju kerja, celemek, sarung tangan,
masker, dan penutup kepala yang mana ini termasuk kategori high
hiegiene. (Kemenkes, 2013)
2.1.4.9 Pendistribusian Makanan
Serangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah
porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani (makanan biasa maupun
khusus). Tujuan dari distribusi makanan adalah agar konsumen mendapat
makanan sesuai diet dan ketentuan yang berlaku. (Depkes RI, 2003)
Distribusi makanan terdapat 3 cara yang dapat di gunakan :
a. Cara Sentralisasi
Sentralisasi adalah makanan langsung dibagikan pada tempat
makan masing – masing konsumen, atau dalam kotak makanan.
Cara ini membutuhkan peralatan yang cukup banyak dan untuk
menjaga kualitas makanan. Perlu diperhatikan macam tempat
makanan yang aman dan sesuai, sehingga makanan tidak tumpah
dan tercemar.
b. Cara Desentralisasi
Cara ini berarti penanganan makanan secara dua kali. Makanan
dibagikan dalam jumlah besar pada alat – alat khusus kemudian
dikirim keruang makan yang ada. Kemudian di ruang makan ini
makanan di sajikan dalam bentuk porsi, makanan akan dipanaskan
kembali bila diperlukan. Cara ini memerlukan tenaga yang cukup
banyak. Kualitas makanan dapat dipertahankan untuk menjaga
kualitas masakan, tergantung pada jenis makanan tersebut.
(Depkes RI, 1990).
c. Distribusi Makanan Kombinasi
Kedua cara di atas dapat pula dilakukan secara bersamaan.
Dengan kombinasi tersebut maka sebagian ditempatkan langsung
ke dalam alat makan pasien sejak dari tempat produksi (dapur),
dan sebagian lagi dimasukkan kedalam wadah besar,
pendistribusiannya dilaksanakan setelah sampai di ruang
perawatan.

Sebelum melakukan pemorsian petugas pemorsian wajib


mencuci tangan terlebih dahulu. Serta menggunakan APD lengkap. APD
yang digunakan yaitu sepatu, baju kerja, celemek, sarung tangan, masker,
dan penutup kepala yang mana ini termasuk kategori high hiegiene. Serta
peralatan dipisahkan antara yang diet dan makanan yang tidak berdiet.
Untuk ruangan pemorsian digunakan tirai plastik yang berguna untuk
penyaluran makanan dari ruangan pemorsian keluar. Sehingga tidak
pramusaji tidak dibenarkan memasuki ruangan pemorsian yang termasuk
high hiegiene. (Kemenkes, 2013)

2.1.4.10 Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu bentuk dari
pengawasan dan pengendalian. Pencatatan dilakukan pada setiap langkah
kegiatan yang dilakukan, sedangkan pelaporan dilakukan secara berkala
sesuai dengan kebutuhan dalam suatu institusi penyelenggaraan makanan
(Depkes, 2003).
Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data dalam jangka waktu
tertentu bertujuan untuk menghasilkan bahan bagi penilaian pada kegiatan
yang dilakukan serta untuk pengambil keputusan.

2.2 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)


2.2.1 Pengertian dan Tujuan HACPP
HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan makanan
yang sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang
ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat
terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan
pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut.
Metode ini sangat logis dan mengkaji semua tahapan di dalam produksi
makanan mulai dari tahapan penanaman sampai konsumen, termasuk semua
proses diantaranya dan aktifitas pendistribusian. Tujuan HACCP secara umum
meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi
kasus keracunan dan penyakit melalui makanan (Food born disease),
sedangkan secara khusus mengevaluasi cara produksi makan dan bahaya,
memperbaiki cara produksi makan dan critical process, memantau dan
mengevaluasi penanganan, pengolahan, sanitasi/meningkatkan inspeksi
mandiri. (Aritonang, 2014)
Kegunaan HACCP yaitu mencegah penarikan makanan, meningkatkan
jaminan Food Safety, pembenahan dan pembersihan unit pengolahan
(produksi), mencegah kehilangan konsumen/menurunnya pasien,
meningkatkan kepercayaan konsumen / pasien , mencegah pemborosan biaya.
(Aritonang, 2014)
Keamanan Pangan mengandung arti bahwa pangan tidak akan
menyebabkan bahaya/cedera kepada konsumen ketika disiapkan dan atau
dimakan menurut maksud penggunanaannya. Keamanan pangan berkaitan
dengan keberadaan bahaya keamanan pangan (food safety hazards) dan tidak
termasuk aspek kesehatan manusia lainnya, sebagai contoh malnutrisi.
(Aritonang, 2014)
Tindakan Koreksi merupakan satu tindakan yang diambil ketika hasil
monitoring pada CCP menunjukkan kehilangan atau lepas kontrol.
Control Point (CP) adalah langkah atau prosedur dimana bahaya
biologi, fisika atau kimia dapat dikendalikan.
Critical Control Point (CCP) merupakan satu langkah/tahapan dimana
pengendalian dapat diterapkan dan essensial untuk mencegah atau
menghilangkan satu bahaya keamanan pangan atau mengurangi sampai level
yang dapat diterima.
Limit Critis adalah suatu kriteria yang memisahkan antara yang dapat
diterima dengan yang tidak dapat diterima.
HACCP merupakan satu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi
dan mengendalikan bahaya yang signifikan terhadap keamanan pangan.
Sedangkan HACCP Plan adalah satu dokumen yang disiapkan sesuai dengan
prinsip-prinsip HACCP untuk memastikan pengendalian bahaya yang
signifikan untuk pengendalian keamanan pangan pada segmen rantai pangan
yang menjadi perhatian. (Mortimore, 2005)
Hazard analysis adalah proses pengumpulan dan evaluasi informasi
terhadap bahaya dan kondisi yang menyebabkan keberadaannya untuk
memutuskan yang manakah yang signifikan untuk keamanan pangan dan
karenanya harus dinyatakan dalam HACCP plan. Prosedur yang digunakan
untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan untuk memeriksa tingkat bahaya
serta resiko yang mungkin timbul. (Mortimore, 2005)
Tujuan umum dari HACCP adalah menjamin kualitas makanan dengan
cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui
makanan (food born desease). Sedangkan tujuan khusus dari HACCP adalah
a. Mengevaluasi cara produksi
b. Memperbaiki cara produksi
c. Memantau dan mengevaluasi penanganan, pengolahan, dan sanitasi
d. Meningkatkan inspeksi mandiri. (Aritonang, 2014)

2.2.2 Prinsip HACCP


Berikut ini beberapa prinsip HACCP :
a) Identifikasi Bahaya
Pada bagian ini mempelajari jenis-jenis mikroorganisme, bahan
kimia dan benda asing terkait yang harus didefinisikan. Tim harus
memeriksa karakteristik produk serta bahaya yang akan timbul waktu
dikonsumsi oleh konsumen. Terdapat tiga bahaya (hazard) yang
dapat menyebabkan makanan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi,
yaitu bahaya fisik, kimia, dan biologi. Bahaya fisik termasuk benda-
benda seperti pecahan logam, gelas, batu, yang dapat menimbulkan
luka di mulut, gigi patah, tercekik ataupun perlukaan pada saluran
pencernaan. Bahaya kimia antara lain pestisida, zat pembersih,
antibiotik, logam berat, dan bahan tambahan makanan. Bahaya
biologi antara lain mikroba patogen (parasit, bakteri), tanaman, dan
hewan beracun. (Mortimore, 2005)

Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah:


1) Formulasi; adalah bahan mentah dan bahan baku yang dapat
mempengaruhi keamanan dan kestabilan produk.
2) Proses; adalah parameter proses pengolahan yang dapat
mempengaruhi bahaya.
3) Kemasan; adalah perlindungan terhadap kontaminasi ulang dan
pertumbuhan mikroorganisme.
4) Penyimpanan/penanganan; adalah waktu dan kondisi suhu
serta penanganan di dapur dan penyimpanan di etalase.
5) Perlakuan konsumen; digunakan oleh konsumen atau ahli
masak professional.
6) Target grup; yaitu pemakai akhir makanan tersebut (bayi,
orang dewasa, lanjut usia)
b) Aktivitas Penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP)
CCP ditetapkan pada setiap tahap proses mulai dari awal
produksi suatau makanan hingga sampai ke konsumsi. Pada setiap
tahap ditetapkan jumlah CCP untuk bahaya mirobiologis, kimia,
maupun fisik. CCP pada produk diperlukan untuk mengontrol
beberapa parameter seperti pH, aktivitas air (aw), dan adanya bahan
tambahan makanan. (Mortimore, 2005)
c) Spesifikasi Batas Kritis
Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang
dapat diterima dengan nilai yang tidak dapat diterima pada setiap
CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat merupakan bahan
mentah/baku, sebuah lokasi, suatu tahap pengolahan, praktek atau
prosedur kerja, namun harus spesifik, misalnya:
1) Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah/baku.
2) Standar higienis dalam ruangan pemasakan /dapur.
3) Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan
yang untuk produk jadi/masak. (Mortimore, 2005)
d) Aktivitas Penyusunan Sistem Pemantauan Dalam sistem HACCP
Pemantauan atau monitoring didefinisikan sebagai pengecekan
bahwa suatu prosedur pengolahan dan penanganan pada CCP dapat
dikendalikan atau pengujian dan pengamatan yang terjadwal terhadap
efektivitas proses untuk mengendalikan CCP dan limit kritisnya
dalam menjamin keamanan produk. Lima macam pemantauan yang
penting dilaksanakan antara lain: pengamatan, evaluasi, sensorik,
pengukuran sifat fisik, pengujian kimia, pengujian mikrobiologi.
(Mortimore, 2005)
e) Pelaksanaan Tindakan Perbaikan.
Tindakan perbaikan adalah kegiatan yang dilakukan bila
berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi
penyimpangan dalam CCP pada batas kritis tertentu atau nilai target
tertentu atau ketika hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan
kurangnya pengendalian. (Mortimore, 2005)
f) Aktivitas Sistem Verifikasi
Sistem verivikasi mencakup berbagai aktifitas seperti inspeksi,
penggunaan metode klasik mikrobiologis dan kimiawi dalam menguji
pencemaran pada produk akhir untuk memastikan hasil pemantauan
dan menelaah keluhan konsumen. (Mortimore, 2005)
g) Penyimpanan Data atau Dokumentasi
Penyimpanan data merupakan bagian penting pada HACCP.
Penyimpanan data dapat meyakinkan bahwa informasi yang
dikumpulkan selama instalasi, modikasi, dan operasi sitem akan
dapat diperoleh oleh siapapaun yang terlibat proses, juga dari pihak
luar (auditor). Penyimpanan data membantu meyakinkan bahwa
sistem tetap berkesinambungan dalam jangka panjang. Data harus
meliputi penjelasan bagaimana CCP didefinisikan, pemberian
prosedur pengendalian dan modifikasi sistem, pemantauan, dan
verifikasi data serta catatan penyimpangan dari prosedur normal.
(Mortimore, 2005)

2.2.3 Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard) dan Tingkat Risiko


Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard) berdasarkan National
Advisory Committee on Microbiology for Food (1989), karakteristik hazard
bisa dikelompokkan menjadi (USDA, 1993):
a) Hazard A
Merupakan kelompok yang dapat menyebabkan produk yang
didesain dan ditujukan untuk kelompok berisiko (bayi, lanjut usia,
orang sakit, ataupun orang dengan daya tahan tubuh rendah) menjadi
tidak steril.
b) Hazard B
Produk mengandung bahan yang sensitif terhadap mikrobiologi.
c) Hazard C
Proses yang dilakukan tidak diikuti dengan langkah pengendalian
yang efektif untuk merusak mikroorganisme yang berbahaya.
d) Hazard D
Produk terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum
pengepakan.
e) Hazard E
Terdapat bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi
atau penanganan oleh konsumen sehingga menyebabkan produk
berbahaya jika dikonsumsi.
f) Hazard F
Tidak ada proses pemanasan akhir setelah proses pengepakan atau
ketika dimasak di rumah.

Pengukuran Tingkat Risiko berdasarkan National Advisory Committee on


Microbiology Criteria for Food (1989), karakteristik hazard bisa
dikelompokkan menjadi:
1) Kategori VI
Jika produk makanan mengandung hazard A atau ditambah dengan
hazard yang lain.
2) Kategori V
Jika produk makanan mengandung lima karakteristik hazard (B, C,
D, E, dan F).
3) Kategori IV
Jika produk makanan mengandung empat karakteristik hazard
(antara B - F).
4) Kategori III
Jika produk makanan mengandung tiga karakteristik hazard (antara
B - F).
5) Kategori II
Jika produk makanan mengandung dua karakteristik hazard (antara
B - F).
6) Kategori I
Jika produk makanan mengandung satu karakteristik hazard
(antara B - F).
7) Kategori 0
Jika tidak terdapat bahaya.
2.2.4 Tahapan HACCP
2.2.4.1 Menyusun Tim
Tim terdiri dari personil yang bertanggung jawab dan terlibat
langsung dalam proses. Anggotanya berkisar 4 – 10 orang. (Aritonang,
2014)
Tugas Tim HACCP :
 Mendefinisikan dan mendokumentasikan kebijakan keamanan
pangan. Kebijakan yang dikatakan secara oral harus didefinikan
dan didokumentasikan
 Mendefinisikan lingkup rencana HACCP
2.2.4.2 Mendeskripsikan Produk
Langkah pertama yang harus dilakukan Tim HACCP adalah
meninjau program yang sudah dilaksanakan, untuk mengetahui apakah
seluruh persyaratan yang diperlukan dalam penerapan HACCP telah
terpenuhi. (Aritonang, 2014)
2.2.4.3 Mengidentifikasi Tujuan Penggunaan Produk
Rencana penggunaan produk harus didasarkan pada kegunaan yang
diharapkan oleh pengguna atau konsumen apabila menggunakan
produk tersebut. Perlu ditentukan secara tegas target grup yaitu
pemakai akhir dari produk tersebut. (Aritonang, 2014)
2.2.4.4 Menyusun alur / Diagram Alir Proses

Penerimaan
Bahan Baku Konsumsi

Penyimpanan
Distribusi

Sortasi
Penyimpanan
Sementara
Pencucian

Pengolahan (Proses
Pemasakan)

2.2.4.5 Mengkonfirmasi/ Verifikasi Diagram Alir/Alur Proses di


Lapangan
Satu persatu kegiatan yang tercantum dalam alur proses diperiksa
di lapangan. Bila terdapat perbedaan segera lakukan koreksi sampai
diperoleh kesepakatan dalam proses. Bila tidak dapat dikoreksi Tim
HACCP dapat melakukan perubahan alur proses. (Aritonang, 2014)
Konfirmasi/Verifikasi dapat dilakukan dengan cara :
a. Mengamati aliran proses
b. Pengambilan sampel
c. Wawancara
d. Mengamati proses rutin/non-rutin.
2.2.4.6 Analisis Bahaya dan Tindakan Pengendalian
1) Analisis bahaya
Tahapan ini merupakan satu tahapan yang kritikal yang akan
mengandalkan kepada pengetahuan dan pengalaman dari tim
HACCP dan expert teknis eksternal (jika ada) jika akan dilengkapi
dengan keyakinan. Analisis bahaya penting sebagai basis
penentuan CCP atau CQP (prinsip 2). Dalam analisis bahaya,
maka kita akan melakukan tiga kegiatan : (Aritonang, 2014)
1) Mengidentifikasi bahaya
2) Analisis bahaya dan penilaian resiko
3) Mengidentifikasi cara, tindakan atau ukuran pengendaluan
terhadap bahaya yang telah teridentifikasi.

Ada Macam-macam bahaya :


a) Bahaya Biologis
Bahaya seperti ini muncul dalam bentuk mikroorganisme
pathogen dan keberadaannya dalam banyak produk dapat
menimbulkan bahaya terbesar bagi konsumen. Mikroorganisme
patogen dapat memberikan baik langsung, akibat tumbuh dalam
atau mengontaminasi makanan yang kemudian tertelan (infeksi
bawaan makanan, foodborne, infection), maupun tidak
langsung, akibat memproduksi racun (keracunan makanan, food
poisoning). Pada kedua kasus tersebut, sakit yang ditimbulkan
mungkin serius bahkan berakibat fatal.
Bakteri-bakteri pathogen memiliki sifat yang sangat
berkelainan dan dapat tumbuh dibanyak lingkungan yang
berbeda. Contohnya:
a. Bacillus cereus menghasilkan spora tahan panas yang
hanya dapat dihancurkan melalui perlakukan panas dalam
derajat yang sangat tinggi,
b. Listeria monocytogenes dapat tumbuh secara perlahan
pada suhu dingin. Namun, bakteri ini mudah dimatikan
dengan pemasakan.
c. Clostridium botulinum membutuhkan kondisi hampa
oksigen untuk tumbuh (misalnya dalam makanan kaleng)
dan menghasilkan racun yang mematikan.
d. Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus didalam
makanan, pada kondisi yang tepat dapat membentuk racun.
e. Sedikit salmonella dapat menginfeksi, terutama dalam
produk yang berkadar lemak tinggi, tetapi mudah
dihancurkan dengan pemasakan.
Mikroorganisme pathogen lain mencakup virus (misalnya
Norwalk), jamur toksigenik (misalnya aspergillus) dan parasite
protozoa (misalnya Cryptosporidium Parvum). (Mortiomore,
2005)
b) Bahaya Kimiawi
Kontaminasi zat kimia pada bahan makanan dapat terjadi
melalui ingredient, saat produksi atau selama distribusi atau
penyimpanan, dan dampaknya pada konsumen bisa berupa
dampak jangka panjang (misalnya karsinogenik), jangka
pendek (misalnya reaksi alergi) atau dampak teratogenik
(misalnya BSE pada hewan).
Beberapa contoh kontaminasi zat kimia :
a. Pada bahan mentah :
1) Pestisida atau Herbisida
2) Racun (alami atau dihasilkan oleh mikroba)
3) Alergen
4) Residu hormone
5) Logam berat
b. Selama proses :
1) Agen pembersih
2) Pelumas
3) Zat pendingin
4) Zat kimia, pengendali hama
5) Toksin
6) Alergen
c. Dari kemasan :
1) Bahan plastic dan zat adiktif
2) Tinta
3) Zat perekat
4) Peluruhan logam dari kaleng
Tim HACCP perlu mengkaji ulang setiap zat kimia toksik
yang ada pada bangunan juga mempertimbangkan semua
kontaminan potensial dalam bahan mentah dan kemasan.
(Mortiomore, 2005)
c) Bahaya Fisik
Bahaya fisik merupakan zat atau benda asing yang dapat
mengontaminasi bahan makanan kapan saja selama
berlangsungnya produksi. Secara tegas dikatakan bahwa
bahaya ini akan signifikan terhadap keamanan makanan jika
memang memiliki peluang untuk menyebabkan cedera atau
bahaya kesehatan pada konsumen; jika tidak, bahaya tersebut
harus difikirkan dari segi mutu, kesehatan, atau legalitasnya
serta dikelola melalui program pengendalian mutu dan hiegene
prasyarat. Kajian HACCP dapat mengidentifikasi semua zat
asing potensial dan kajian tersebut dapat diperluas untuk
mencakup permasalahan mutu dan legalitas, tetapi
pengendalian di bidang itu harus dipisahkan dengan tegas dari
tindakan yang memang sangat menentukan didalam keamanan
makanan. (Mortimore, 2005)
Zat asing dapat di pandang sebagai bahaya pada keamanan
makanan jika zat tersebut masuk dalam kategori berikut :
a. Sesuatu yang tajam dan menyebabkan nyeri dan cedera,
misalnya serpihan kayu dan pecahan gelas.
b. Sesuatu yang dapat menyebabkan kerusakan gigi yang
parah, misalnya logam dan batu.
c. Sesuatu yang dapat menyebabkan tersedak, misalnya
tulang atau plastik.

2) Bahaya keputusan untuk identifikasi potensi bahaya mikrobiologi


Untuk dapat melakukan identifikasi potensi bahaya, adalah
berguna sekali kita melihat dan memperhatikan produk kita.
Kadang-kadang dengan menggunakan pohon keputusan dapat
dipadukan dengan melihat tabel jenis bahaya pada model
sebelumnya kita dapat dengan mudah mengidentifikasi bahaya-
bahaya yang mungkin akan terjadi. Selain itu kita dapat
menggunakan pohon keputusan yang akan diterangkan kemudian.
3) Identifikasi Cara, Tindakan atau Ukuran Pembatasan/Pengendalian
Cara pemberantasan adalah semua tindakan aktif yang dapat
digunakan untuk menghambat atau meniadakan bahaya keamanan
pangan atau menurunkannya hingga pada batas yang dapat
diterima. Pada beberapa kasus, lebih dari satu pemberantasan
kemungkinan diperlukan bagi jenis bahaya tertentu. (Mortiomore,
2005)

2.2.4.7 Tentukan Titik Pengendalian Kritis (CCP)


Titik pengendalian kritis adalah titik, tahapan atau prosedur
dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan
dapat dicegah, dielementasi atau dikurangi sampai tingkat yang akan
diterima. CCP dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur
atau pengolahan dimana pegendalian yang digunakan disini berarti
“dibawah pengendalian”. Analisa bahaya digunakan untuk
menentukan apakah terdapat suatu titik pengendalian yang bersifat
kritis. Lebih jelasnya, titik dimana bahaya tersebut dapat dikendalikan
disebut titik pengendalian kritis (CCP). (Mortimore, 2005)

2.2.4.8 Menentukan Batas-Batas Kritis


Tim harus menyusun langkah pencegahan dan didefenisikan batas
kritis yang menunjukkan apakah titik pengendalian (CCP) terkendali.
Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang diterima
dengan nilai yang tidak diterima pada tiap titik pengendalian kritis.
Nilai target yang lebih ketat dapat ditentukan untuk meyakinkan
bahwa batas kritis dapat selalu dipenuhi.
Batas kritis adalah toleransi yang dapat diterima, (spesifikasi)
untuk tindakan kontrol yang tidak boleh dilewati bila bahaya, mesti
dikontrol pada langkah tersebut dalam proses. Bila batas kritis untuk
tindakan kontrol dilewati maka bahaya mungkin akan terjadi, oleh
karena itu sangat penting agar batas tersebut akurat. (Mortimore, 2005)

2.2.4.9 Terapkan Sistem Monitoring


Monitoring adalah tindakan memeriksa apakah prosedur
pengolahan atau penganganan pada masing-masing titik pengendalian
kritis (CCP) dilaksanakan dengan tepat dan dibawah kendali, dan
melibatkan pengawasan sisternatis, pengukuran dan atau pencatatan
faktor-faktor nyata yang perlu dikendalikan. Prosedur pemantauan
yang dipilih harus memungkinkan untuk dapat mengambil tindakan
untuk memperbaiki situasi tindak kendali sebelum mulainya proses
atau selama proses berlangsung. (Mortimore, 2005)

2.2.4.10 Tetapkan Tindakan Koreksi


Tindakan koreksi adalah tindakan yang akan diambil saat hasil
monitoring pada titik pembatasan kritis (CCP) menunjukkan
kehilangan kontrol. Bila kita menunjukkan isue kualitas produk, akan
meliputi titik kualitas , kritis (CQP) atau titik kualitas (QP). Penting
untuk mencatat secara rinci semua tindakan koreksi yang digunakan
untuk mencatat dan memonitor semua kegiatan atau membuat formulir
terpisah yang di desain khusus untuk mencatat secara rinci semua
tindakan koreksi yang diambil. (Mortimore, 2005)
Misalnya apabila ditemukan tenaga penjamah tidak memakai APD
lengkap sehingga bisa menyebabkan bahaya yang ditimbulkan oleh
penjamah. Sehingga tindakan koreksi yang cocok adalah menggunakan
APD yang lengkap saat mengolah makanan.
2.2.4.11 Tetapkan Prosedur Verifikasi
Verifikasi adalah penggunaan informasi tambahan untuk
meyakinkan bahwa sistem analisa bahaya pada titik pengendalian kritis
dapat terlaksana. Verifikasi dapat dilakukan untuk menguji keefektifan
seluruh sistem. Verifikasi adalah metode, prosedur, tes dan evaluasi
lainnya, sebagai pelengkap monitoring untuk melihat kesesuaian
dengan rencana HACCP (mengetahui kebenarannya).
Ada 4 tipe kegiatan pelaksanaan verifikasi :
a) Validasi HACCP
b) Review dari catatan monitoring
c) Testing Produk
d) Auditing
2.2.4.12 Penyimpanan Catatan dan Dokumentasi
Penyimpanan data/ dokumentasi dilakukan agar informasi yang
diperoleh dari studi analisis bahan pada titik pengendalian kritis
(HACCP) dan penerapan hasil rencana Analisis Bahaya pada Titik
Pengendalian Kritis (HACCP) serta verifikasinya dapat dievaluasi
kembali, diaudit atau untuk maksud lain. Catatan adalah bukti tercatat
dimana hukum telah berlaku. Formulir adalah templet dimana produk
hukum dicatat. Oleh karenanya, formulirnya lengkap akan menjadi
aman. (Mortimore, 2005)

2.3 Alat Pelindung Diri (APD)


2.3.1 Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut OSHA atau (Occuptional Safety and Health
Administration), alat pelindung diri(APD) didefinisikan sebagai alat
yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat
kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik,
mekanik, dan lainnya. (Syukri,1982)
2.3.2 Standar Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut ketentuan Balai Hiperkes, standar Alat Pelindung Diri
adalah :
a. APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap
bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
b. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
c. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
d. Bentuknya harus cukup menarik.
e. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
f. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya
yang dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena
salah dalam menggunakannya.
g. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
h. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris
pemakainya.
i. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah
pemeliharaannya.

2.3.3 Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD)


Alat Pelindung Diri (APD) ada berbagai macam yang berguna
untuk melindungi seseorang dalam melakukan pekerjaan yang fungsinya
untuk mengisolasi tubuh tenaga kerja dari potensi bahaya di tempat kerja.
APD yang wajib ada di Instalasi Gizi menurut Coller (1990) dan Gisslen
(1983) adalah sebagai berikut:
1. Alat pelindung kepala
Guna untuk mencegah dan melindungi jatuhnya rambut dan kotoran
dari kepala ke dalam makanan pada saat pengolahan makanan.
2. Alat pelindung pernafasan
Digunakan untuk melindungi pernafasan dari resiko paparan gas uap,
debu, atau udara terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang
bersifat rangsangan. Alat pelindung pernafasan yang harus tersedia di
Instalasi Gizi adalah masker. Masker digunakan untuk mengurangi
ransangan bau-bauan dari makanan yang dimasak yang dapat
menyebabkan bersin. Saat bersin masker dapat mencegah kuman-
kuman jatuh ke makanan yang sedang diolah.
3. Alat pelindung tangan
Digunakan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya dari benda
tajam atau goresan, selain itu juga digunakan pada saat tangan kontak
dengan makanan agar makanan terhindar dari bakteri-bakteri yang ada
ditangan yang akan menyebabkan makanan terkontaminasi. Jenis alat
pelindung tangan yang harus ada di Instalasi Gizi adalah sarung
tangan rumah tangga (gloves).
4. Baju pelindung
Digunakan untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari
percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia, dll.
Jenis baju pelindung antara lain:
b) Pakaian kerja
Pakaian kerja yang digunakan sebaiknya tidak bermotif
disarankan berwarna terang. Hal ini dilakukan agar pengotoran
pada pakaian mudah terlihat.
c) Celemek
Celemek yang harus digunakan pekerja harus bersih dan tidak
boleh digunakan sebagai lap tangan.
5. Alat pelindung kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dan bagian lainnya dari benda-
benda keras, benda tajam, logam/kac, benda panas. Selain itu juga
dapat menghindari dari bahaya terpeleset.
Jenis alat pelindung kaki yang harus ada di Instalasi Gizi adalah:
a) Sepatu Boot
Sepatu ini lebih disarankan di Instalasi gizi karena sepatu ini tidak
terbuka pada bagian jari-jari kakinya. Sepatu bot juga lebih dapat
menghindarkan pekerja dari bahaya terpeleset di dapur. Akan
tetapi penggunaan sepatu boot dinilai kurang efektif karena
bentuknya yang tidak nyaman menurut pekerja di Instalasi gizi.
b) Sandal Jepit
Sandal jepit digunakan sebagai alternatif bila di Instalasi gizi tidak
menyediakan sepatu boot. Akan lebih baiknya dipilih sepatu yang
tidak terbuka pada bagian jari-jari kakinya.

2.3.4 Kriteria Alat Pelindung Diri (APD)


Menurut ILO (1989) beberapa kriteria dasar yang harus dipenuhi
oleh semua jenis peralatan pelindung diri, maka ada dua yang penting
yaitu :
a. Apapun sifat dan bahayanya, peralatan atau pakaian harus
memberikan cukup perlindungan terhadap bahaya tersebut.
b. Peralatan atau pakaian harus ringan dipakai dan awet,dan
membuat rasa kurang nyaman sekecil mungkin,memungkinkan
mobilitas,penglihatan dan sebagainya yang maksimum.

2.3.5 Penyimpanan Alat Pelindung Diri (APD)


a. Meletakkan Alat pelindung diri pada tempatnya setelah selesai
digunakan.
b. Melakukan pembersihan secara berkala.
c. Memeriksa Alat pelindung diri sebelum dipakai untuk mengetahui
adanya kerusakan atau tidak layak pakai.
d. Memastikan Alat pelindung diri yang digunakan aman untuk
keselamatan jika tidak sesuai maka perlu diganti dengan yang baru.
e. Dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara
penyimpanan, kebersihan serta kondisinya.
f. Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat helm kerja yang
kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta
tidak dibenarkan untuk dipergunakan
2.4 Standar Keamanan Pangan (SKP)
2.4.1 Pengertian Skor Keamanan Pangan (SKP)
Skor keamanan pangan (SKP) adalah skor atau nilai yang
menggambarkan kelayakan makanan untuk dikonsumsi, yang merupakan
hasil pengamatan terhadap pemilihan dan penyimpanan bahan makanan,
higiene pengolah, pengolahan, dan distribusi makanan. UU No.7 tahun 1996
tentang Pangan harus mampu untuk memenuhi berbagai persyaratan produksi
pangan sehingga dapat memberikan jaminan yang dihasilkan produk pangan
yang aman dan bermutu bagi konsumen (Fardiaz. 1997).

2.4.2 Komponen Skor Keamanan Pangan (SKP)


Penetapan SKP pada pengolahan makanan dengan cara
mengidentifikasi komponen-komponen pengolahan makanan yang terdiri
dari:
1. Pemilihan dan penyimpanan bahan makanan (PPB), yang terdiri dari 8 sub
komponen dengan skor total 22
2. Higiene pemasak (HGP), yang terdiri dari 8 sub komponen dengan skor
total 20
3. Pengolahan bahan makanan (PBM), yang terdiri dari 27 sub komponen
dengan skor total 77
4. Distribusi makanan (DPM), yang terdiri dari 7 sub komponen ndengan
skor total 19

2.4.3 Tata Cara Skor Keamanan Pangan dan Formulir skor keamanan
Pangan
Langkah-langkah dalam pelaksanaan penetapan skor keamanan
pangan, yaitu :
1. Menentukan nama masakan/makanan/jajanan yang akan dinilai serta
siapkan form penilaian SKP.
2. Lakukan observasi/pengamatan terhadap komponen dan sub komponen,
yaitu :
a. Pemilihan dan penyimpanan bahan makanan (PPB), yang terdiri dari 8
sub komponen.
b. Higiene pemasak (HGP), yang terdiri dari 8 sub komponen.
c. Pengolahan bahan makanan (PBM), yang terdiri dari 27 sub
komponen.
d. Distribusi makanan (DPM), yang terdiri dari 7 sub komponen.
e. Berilah tanda centang pada kolom form yang menunjukkan nilai untuk
setiap sub komponen.
f. Lakukan penjumlahan nilai untuk tiap komponen (jumlah dari langkah
3).
Lakukan perhitungan nilai tiap komponen ke dalam skala nilai 0-1,00
(langkah 4 : nilai maksimal), yaitu nilai riil : nilai maksimal dari tiap
komponen.
a. Lakukan perhitungan skor tiap komponen (langkah 5 x bobot), yaitu
nilai skala 0-1,00 x bobot dari tiap komponen.
b. Jumlahkan skor tiap komponen (jumlah dari langkah 6).
c. Tetapkan kriteria skor keamanan pangan (SKP).
Kriteria SKP untuk makanan yang diproduksi, meliputi :
a. Baik atau aman
b. Sedang
c. Rawan, tetapi masih aman dikonsumsi
d. Rawan, tidak aman dikonsumsi
Interpretasi nilai :
1. Baik, skor SKP ≥ 97,03 %
2. Sedang, skor SKP 93,32 % – 97,02 %
3. Rawan tetapi aman dikonsumsi skor SKP 62,17 % - 93,31 %
4. Rawan, tidak aman dikonsumsi, skor SKP < 62,17 %
Form Penilaian Skor Keamanan Pangan (SKP)
NO KOMPONEN & SUB KOMPONEN NILAI
A. PEMILIHAN DAN PENYIMPANAN BAHAN
MAKANAN (PBB)
1. Bahan makanan yang digunakan masih segar 1 0
2. Bahan makanan yang digunakan tidak rusak 3 0
3. Bahan makanan yang digunakan tidak busuk 3 0
4. Tidak menggunakan wadah/kontak bekas pupuk atau 3 0
pestisida uyntuk menyimpan dan membawa bahan
makanan
5. Bahan makanan disimpan jauh dari bahan 3 0
beracun/berbahaya
6. Bahan makanan disimpan pada tempat tertutup 3 0
7. Bahan makanan disimpan pada tempat bersih 3 0
8. Bahan makanan disimpan pada tempat yang tidak terkana 3 0
sinar matahari langsung
B. HIGIENIS PEMASAK (HGP)
1. Pemasak harus berbadan sehat 3 0
2. Pemasak harus berpakaian bersih 3 0
3. Pemasak memakan tutup kepala selama memasak 1 0
4. Pemasak memakan alas kaki selama memasak 1 0
5. Mencucu tangan sebelum dan sesudah memasak 3 0
6. Mencucu tangan menggunakan sabun sesudah dari WC 3 0
(buang air)
7. Ketika bersin tidak menghadap ke makanan 3 0
8. Kuku pemasak selalu bersih dan tidak panjang 3 0
C. PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN (PBM)
1. Peralatan memasak yang digunakan harus bersih dan 3 0
kering
2. Peralatan memasak harus dicuci sebelum dan sesudah 3 0
dipakai memasak
3. Peralatn memasak dikeringkan terlebih dahulu setelah 3 0
dicuci
4. Peralatan memasakn disimpan di tempat yang bersih 3 0
5. Peralatan memasak disimpan di tempat yang jauh dari 3 0
bahan beracun atau bahan berbahaya
6. Dapur tempat memasak harus dalam keadaan bersih 3 0
7. Dapur tempat memasak harus dalam keadaan kering 3 0
8. Dapur tempat memasak harus mempunyai ventilasi yang 3 0
cukup
9. Dapur terletak jauh dari kandang ternak 3 0
10. Selalu tersedia air bersih dalam wadah tertutup 3 0
11. Di dapur tersedia tempat sampah yang tertutup 2 0
12. Pembuangan air limbah harus lancar 3 0
13. Bahan beracun/berbahaya tidak boleh disimpan di dapur 3 0
14. Jarak tempat memasak ke tempat distribusi tidak lebih 3 0
dari satu jam
15. Pisau dan talenan yang digunakan harus bersih 3 0
16. Bagian makanan yang tidak dimakan tidak ikut dimasak 3 0
17. Bahan makanan harus dicuci dengan air bersih 3 0
18. Meracik/membuat adonan menggunakan alat yang bersih 3 0
19. Adonan/bahan makan yang telah diracik harus segera di 3 0
masak
20. Makanan segera diangkat setelah matang 2 0
21. Makanan yang telah matang ditempatkan pada wadah 3 0
bersih dan terhindar dari debu dan serangga
22. Makanan yang tidak dibungkus dengan menggunakan 1 0
pembungkus dari kertas koran dan kertas ketikan
23. Makanan dibungkus dengan pembungkus yang bersih, 3 0
tidak menggunakan bekas pembungkus bahan beracun
24. Memegang makanan yang telah matang menggunakan 3 0
sendok, garpu, alat penjepit, sarung tangan
25. Tidak menyimpan makanan yang matang lebih dari 4 jam 3 0
terutama makanan berkuah dan bersantan
26. Untuk makanan goreng, minyak goreng tidak boleh 3 0
digunakan jika sudah berwarna coklat tua, atau sudah
dipakai setelah 4 kali
27. Untuk makanan basah, merebus dan mengukus makanan 3 0
dalam wadah tertutup
D. DISTRIBUSI MAKANAN (DPM)
1. Selama distribusi, makanan ditempatkan dalam wadah 3 0
yang bersih dan tertutup
2. Pembawa makanan berpakaian bersih dan mencuci tangan 3 0
3. Tangan dicuci dengan sabun sebelum membagikan 1 0
makanan
4. Makanan tidak boleh berlendir, berubah rasa, atau berbau 3 0
basi sebelum dibagikan
5. Makanan ditempatkan dalam tempat yang bersih dan 3 0
kering
6. Mencuci tangan sebelum makan 3 0
7. Makanan tidak dipegang langsung, menggunakan alat 3 0
untuk memegang makanan saat membagikan
2.5 Spesifikasi Bahan Makanan
2.5.1 Teori Spesifikasi Bahan Makanan
Untuk mewujudkan keamanan dalam pencapaian kualitas bahan makanan
dalam upaya pengawasan harga makanan, maka perlu ditetapkan satu spesifikasi
ini harus disederhanakan, lengkap tapi jelas dan memuat tentang hal-hal berikut :
a. Nama bahan makananan/pokok
b. Ukuran/type unit/container
c. Tingkatan kualitas/grade
d. Umur bahan makanan
e. Tingkat makanan
f. Warna bahan makanan
g. Jumlah porsi/kaleng
h. Jumlah buah/biji/krat/kg
i. Identitas pabrik
j. Keterangan khusus lain bilsa diperlukan (grade, band, condition)
Spesifikasi bahan makanan dalam upaya pembelian bahan makanan
merupakan ketetapan yang harus disepakati dan dimengerti oleh pemerintah,
dalam rangka perlindungan konsumen. Bahan makanan harus terjamin, aman
untuk dimakan, tidak terkontaminasi penyakit, bersih dan memiliki kualitas
tertentu. Sebelum spesifikasi ditetapkan, maka manager harus memberikan
usulam/keputusan tentang bentuk dan kualitas bahan makanan yang memenuhi
kebutuhan yang spesifik dari lembaga. Spesifikasi merupakan gambaran yang
definit dari produk yang akan dipakai. Apabila spesifikasi bahan makanan
kententuannya baru dibuat,maka informasi harus dikonfirmasikan pada rekanan
hingga jelas (Fardiaz, 1997).
SPESIFIKASI BAHAN MAKANAN
No Bahan makanan Spesifikasi
1. Makanan pokok
Beras giling - Beras C4, bersih, bulir beras tidak pecah, warna
beras tidak gelap, Bebas hama dan penyakit
- Tidak bau apek, asam dan bau asing lain
- Bebas dari campuran bekatul
- Bebas dari bahan kimia
Ketan putih - Ketan bersih, bulir tidak pecah, warna putih, Bebas
hama dan penyakit
- Tidak bau apek, asam dan bau asing lain
- Bebas dari campuran bekatul
- Bebas dari bahan kimia
Tepung beras - Tepung beras merk rose
- Warna putih terang
- Tidak ada kotoran , serangga dan benda asing.
- Tidak menggumpal
- Baunya tidak apek, asam atau berbau lain
Tepung terigu - Tepung terigu protein tinggi
- Warna Putih bersih
- Berat per kemasan 1kg
- Tidak ada kotoran , serangga dan benda asing.
- Tidak menggumpal
- Baunya tidak apek, asam atau berbau lain
Tepung ketan - tidak menggumpal
putih - Kemasan tidak robek atau rusak
- Tidak menimbulkan bau apek
Tepung panir - Tepung roti merk kobe dengan berat per bungkus 1
kg
- Warna cream
- Tidak ada kotoran , serangga dan benda asing.
- Tidak menggumpal
- Baunya tidak apek, asam atau berbau lain
- Kadar air maksimal
- Kemasan tidak sobek atau rusak
Roti tawar - Tidak bau apek atau bau asing lainnya
- Bebas dari kotoran
- Berwarna putih
- Bebas dari bahan kimia
Kentang - Kentang lokal
- Warnanya putih kekuning-kuningan
- Bentuknya bulat lonjong, Permukaannya rata
- Kulitnya tidak ada kotoran, Tidak berlubang ataupun
lecet, Tidak ada hama, tidak bau busuk
- Kentang berumur tua dengan kulit kentang kuat
- Berat 1 kentang rata-rata 60 gram
bihun - Warnanya putih
- bihun utuh tidak terpotong-potong
- kemasannya tidak rusak dan berlubang
- bihun keras
Ubi jalar ungu - Bebas bau apek, masih dalam keadaan utuh, tidak
terpotong-potong
- Kulit tidak lecet, tidak berlubang
- Bebas dari hama,
- Warna kulit ungu, warna isi ungu segar
Jagung kuning - Bebas bau busuk, asam dan bau asing lain
- Bebas dari hama, penyakit, Bebas dari bahan kimia
- 1 tongkol jagung beratnya 150 gram
2. Lauk hewani
Ikan kakap - Matanya cembung
- Tidak bau amis dan busuk
- Tidak berlendir
- Sisiknya masih utuh
- Insangnya merah
- Tekstur daging ikan masih kenyal tidak lunak
- Disimpan dalam keadaan beku
Ikan mas - Matanya cembung
- Tidak bau amis dan busuk
- Tidak berlendir
- Sisiknya masih utuh
- Insangnya merah
- Tekstur daging ikan masih kenyal tidak lunak
- Disimpan dalam keadaan beku
Udang - Udang galah
- Kenampakan utuh
- Berwarna cerah
- Ruas-ruas udangnya kokoh
- Baunya segar tidak amis
- Teksturnya sangat elastis, kompak dan padat
- Kepala, kulit, ekor masih utuh
- Bersih dari jeroan
- Besarnya sedang dengan berat 1 ekor udang 10 gram
- Kemasan udang mengguanakan plastik kedap udara
dan dalam keadaan beku
Daging sapi - Daging sapi has dalam, Bersih dari lemak
- berwarna merah segar
- Dagingnya tebal, Tekstur dagingnya kompak
- Bebas dari warna-warna memar, Baunya tidak busuk
- Tidak ada mikroba
- Kemasan daging menggunakan plastik kedap udara
dan dalam keadaan beku
Daging kambing - Daging kambing has dalam, Bersih dari lemak
- Dagingnya tebal, Tekstur dagingnya kompak
- berwarna merah segar
- Bebas dari warna-warna memar, Baunya tidak busuk
- Tidak ada mikroba
- Kemasan daging menggunakan plastik kedap udara
dan dalam keadaan beku
Ayam - Ayam negeri atau broiler, tanpa kulit
- Masih segar, tidak berbau amis, berwarna putih
segar
- Kemasan tidak rusak dan kedap udara, dalam
keadaan beku
Telur - Telur ayam negeri
- Permukaan telur mulus, tidak terdapat kotoran
- Kulit telur tidak retak
- Apabila di kocok tidak menimbulkan suara
- Berat rata-rata telur 55 gr
- Kemasa telur menggunakan trai
3. Lauk nabati
Tempe - Tempe kedelai murni
- Tidak bau apek atau bau asing lainnya
- Bebas dari kotoran
- Berwarna putih
- Bebas dari bahan kimia
- Kemasan menggunakan plastik
Tahu - Tahu kedelai
- Tidak bau apek atau bau asing lainnya
- Bebas dari kotoran
- Berwarna putih
- Bebas dari bahan kimia
- berat 1 tahu 50 gram
- Kemasan Menggunakan plastik
Kacang hijau - Warna hijau
- Tidak berbau
- Tidak ada kotoran

Kelapa - Warna putih


- Tekstur nya sedikit keras
- Berbentuk bulat

santan - santan kental


- kemasan tidak rusak dan penyok
- tidak berbau busuk
- tidak menggumpal
4. Sayur-sayuran
Wortel - Wortel impor, Warnanya orange, Tidak berlubang
- Tidak ada hama, Tidak busuk,Berat 1 buah rata-rata
250 gram
- Dikemas menggunakan plastik
Sawi hijau - Warnanya hijau segar, Tidak berlubang, Tidak ada
hama
- Tidak busuk, dikemas menggunakan plastik
oyong - Warnanya hijau segar
- tidak ada lecet
- baru dipetik dan masih segar
- baunya tidak busuk
- tidak ada ulat maupun heWan lainnya.
Kacang panjang - Kacang panjang, Warnanya hijau segar, Tidak
berlubang
- Tidak ada hama, Tidak busuk
- Berat 1 ikat 100 gram, kemasan menggunakan
plastik
Kacang ijo - Warnanya hijau segar, Tidak berlubang
- Tidak ada hama, Tidak busuk
- baru dipetik
- tidak patah
Toge - Tauge kacang ijo, Warnanya putih bersih
- Tidak ada hama, Tidak busuk
- Bebas dari kotoran
- Berat 1 bungkus 250 gram dan dikemas
menggunakan plastik kg
Buncis - Warnanya hijau segar, besar buncis sama, Tidak
berlubang, Tidak ada hama, Tidak busuk
- Dikemas menggunakan plastik kg
Kembang kool - Warnanya putih segar, Tidak berlubang, Tidak ada
hama
- Tidak busuk, tidak bau apek
- Kemasan menggunakan plastik
Labu siam - Warnanya hijau segar, besar labu sama, Tidak
berlubang, Tidak ada hama, Tidak busuk, tidak lecet
- Dikemas menggunakan plastik
Bayam - Warnanya hijau segar, Tidak berlubang, Tidak ada
hama
- Tidak busuk, tidak berair, dikemas menggunakan
plastik
Kool - Warnanya putih segar, besar kool sama, yaitu
seukurang centong sedang, tidak berlubang, Tidak
ada hama, Tidak busuk, tidak lecet
- Dikemas menggunakan plastik
Terong - Warnanya hijau segar, besar terong sama, Tidak
berlubang, Tidak ada hama, Tidak busuk, tidak
lecet, tidak bau apek
- Dikemas menggunakan plastik
Kangkung - Warnanya hijau segar, kangkung lokal, tidak busuk,
tidak berulat, tidak terpotong-potong
- Ukuran perikat sebesar genggaman, dikemas perikat
menggunakan plastik crap
Jamur kuping - Warna putih, Ukuran nya 3-4 ruas jari
- jamur dalam keadaan segar
- tidak ada bercak hitam
- tidak busuk
- jamur dalam keadaan utuh
5. Buah-buahan
Semangka - Bentu bulat, Tidak terdapat ulat atau busuk
- Warna hiaju, Warna daging merah
- Berat rata rata 500 gr – 1 kg
- Aroma segar dan tidak beraroma busuk
- Tidak terdapat biji, Matang di pohon
- Tidak lecet
Jeruk manis - Bentu bulat, Warna oranye, Matang dipohon
- Berat rata – rata 80 gr – 100 gr, Tidak terdpat ulat
- Tidak busuk
Pepaya - Bentu lonjong, Warna oranye, Matang di pohon
- Tidak lecet, Tidak busuk
Manggis - Bentuk bulat, Warna ungu tua, Matang di pohon
- Berat rata rata 50 gr – 70 gr, Tidak busuk,Tidak
lecet
Apel - Bentuk bulat, Warna merah
- Berat rata – rata 90 gr – 110 gr, Tidak busuk
- Tidak terdapat ulat, Tidak lecet, Matang di pohon
Pisang (raja - Bentuk lonjong, Warna kuning, Matang di pohon
susu,raja uli, piang- Berat rata – rata 70 – 100 gr, Tidak busuk
ambon) - Tidak lecet, Tidak hitam
nanas - kulit tidak lecet
- berWarna kuning segar
- tidak ada bercak pada buah nanans
- Tidak busuk
Anggur - Bentuk bulat, Warna hitam, Tidak busuk,Tidak
berulat,Tidak tercecer
Jambu biji - Bentuk bulat, Tidak busuk, Warna hijau
- Warna isi merah mudah, Tidak berulat, Tidak lecet
- Tidak hitam, Berat rata – rata 50 – 70
Alpukad - Bentuk ovale, Warna hijau, Matang di pohon
- Tidak busuk, Tidak berulat
- Berat rata – rata 70 – 80 gr
Sawo - bentuk bulat agak lonjong’
- kulit tidak lecet maupun berlubang
- tidak rusak
- berat 45-50 gram perbuah
nangka - buahnya berWarna kuning keorenan
- tidak busuk dan berbau khas nangka
- tidak berlendir
- dalam keadaan utuh dan tidak ada lecet
- tidak ada bercak maupun ulat
6. Susu dan HO
Susu kental manis- Bentuk kental,Tidak berbau busuk
- Warna putih, kemasan tidak rusak
yoghurt - Kental, Warna putih, Kemasan tidak bocor
- Aroma tidak busuk
keju - bungkus utuh tidak terbuka
- kemasan tidak berlubang
7. Minyak
Minyak kelapa - Warna kuning keemasan, Tidak menggupal
- Tidak tengik, minyak goreng merk bimoli
margarin - kemasan utuh tidak berlubang
- tidak berbau tengik
- berWarna kekuningan
8. Serba serbi
Gula pasir - tidak menggumpal, warna putih
- tidak bersemut, kemasan masih baik
Gula aren - warna merah, bentuk lonjong
- tidak rusak dikemas dengan plastik
Kecap - warna hitam, bungkus tidak rusak
- tidak kadaluarsa, aroma tidak busuk
Coklat manis, - kemasan utuh, tidak terbuka, tidak lecet
batang - tidak penyok
- tidak rusak
- teksturnya keras

Berikut spesifikasi bahan makanan yang digunakan untuk resep ikan


dencis, tempe goreng balado, dan buncis tauco :
a. Ikan Dencis dengan Buncis Tauco
No Bahan Makanan Spesifikasi
1 Ikan Dencis Baru, bersih, segar, tidak ber-es, kulit kenyal, tanpa isi
perut, 10 ekor/ kg, dikemas dalam plastik bening/ kg
2 Buncis Segar, muda, bersih, tidak berulat, dikemas dalam
plastik bening
3 Tauco Bersih, murni baru, kemasan utuh, tidak kadaluarsa,
merk setara kacang surya, 450 gr/ btl
4 Cabe hijau Segar, tua, bersih, tidak berulat, cabe kampung, tidak
bertangkai, dikemas dalam plastik bening
5 Laos giling Segar, tua, sedikit air, tidak asin, bersih, dikemas
dalam plastik bening
6 Serai giling Segar, tua, sedikit air, tidak asin, bersih, dikemas
dalam plastik bening
7 Jahe giling Segar, tua, sedikit air, tidak asin, bersih, dikemas
dalam plastik bening
7 Bawang merah Segar, tua, bersih, tidak berulat, kering, ukuran sedang,
tanpa kulit, dikemas dalam plastik bening
8 Bawang putih Segar, bersih, tua, tidak busuk, lokal, tanpa kulit,
dikemas dalam plastik bening
9 Santan Baru, putih, bersih, tidak bau, asli, kental + santan
encer sebanyak pati santan, ada pemeriksaan berkala.
10 Garam Baru, bersih, beryodium, berat 250 gr/ bks, merk setara
refina

b. Tempe Goreng Balado


No Bahan Makanan Spesifikasi
1 Tempe Baru, bersih, padat, murni, dikemas dalam daun dan
diberi kertas nasi
2 Minyak Goreng Baru, bersih, tidak tengik, warna kuning keemasan,
merk setara filma, isi 1.8 kg/bks
3 Bawang Merah Segar, tua, bersih, tidak berulat, kering, ukuran sedang,
tanpa kulit, dikemas dalam plastik bening
4 Bawang Putih Segar, bersih, tua, tidak busuk, lokal, tanpa kulit,
dikemas dalam plastik bening
5 Cabe Merah Segar, tua, bersih, tidak berulat, cabe kampung, tidak
bertangkai, dikemas dalam plastik bening
6 Garam Baru, bersih, beryodium, berat 250 gr/ bks, merk setara
refina
BAB III
METODE PENERAPAN HACCP

a. Menyusun Tim HACCP


1. Ketua : Windari Natalia, S.Gz
2. Anggota :
a. Maisaroh
b. Riski Novratiwi
3. Tugas dari tim HAACP :
a. Mendefenisikan dan mendokumentasikan kebijakan keamanan
pangan, kebijakan yang dikatakan secara oral harus didefenisikan
dan dikomuntasikan
b. Mendefenisikan lingkup secara HACCP
Kegiatan HACCP untuk menu yang ke 2 dilakukan oleh dua orang
yaitu Maisaroh dan Riski Novratiwi
b. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan dan pengamatan ini dilakukan pada hari Rabu tanggal 22
Januari 2020. Proses penelitian ini dilakukan di instalasi gizi RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi.
c. Protein Hewani dan Sayuran
1.Mendeskripsikan Produk ( Ikan Dencis dengan Buncis tauco )
Tabel 3.1 Deskripsi produk ikan dencis dan tempe goreng balado
Parameter deskripsi Keterangan
Nama produk Ikan dencis dan buncis tauco
Komposisi Ikan 62.5 gr, Buncis 75 gr, minyak
goreng 25 gr, bawang merah 15 gr,
bawang putih 6,25 gr, garam 2 gr
, tauco 5 gr, cabe hijau 12.5 gr, laos 2.5
gr, serai 1.25 gr, jahe 2.5 gr, dan santan
37.5 gr
Karakteristik produk Ikan dencis warna kuning kecoklatan,
Buncis ditambah tauco dimasak hingga
matang, warna segar, dan berkuah dari
santan
Metode pengolahan Penggorengan dan panggulaian
Pengemas primer Rantang dan plato tertutup
Pengemas sekunder atau -
pengemas untuk
transportasi
Umur simpan 4 jam
Metode distribusi Diantar dengan troli

2. Menyusun Alur Proses/Diagram Alir Proses

a. Ikan dencis dengan Buncis tauco


Penerimaan bahan baku
( Ikan dencis, buncis iris, minyak goreng, bawang merah, bawang putih, cabai hijau, tauco
botol, laos, sereh, jahe garam )

Penimbangan

Pencucian Ikan, pencucian buncis, bawang merah, bawang putih, cabe hijau, laos,
sereh, dan jahe

Pemotongan ikan dencis, buncis, Pengirisan cabe hijau, penghalusan bawang merah dan
putih, penggilingan laos, sereh dan jahe

Perebusan buncis menggunakan


santan, masukkan bumbu yang
Penggorengan ikan dencis telah dihaluskan

Masukkan tauco ketika santan sudah mendidih, tunggu


sampai harum

Masukkan buncis, tunggu sampai empuk

Sajikan
3. Mengkonfirmasi / Verifikasi Diagram Alir/Alur Proses di Lapangan
Konvirmasi / verifikasi dapat dilakukan dengan cara :
- Mengamati aliran proses
- Wawancara
4. Analisis potensi bahaya (hazard analisis) dan penetapan resiko tindakan
pencegahan (Preventive Measure) Ikan dencis dengan buncis tauco
Tabel 3.2 Analisis Potensi Bahaya
No Bahan Bahaya Jenis Pengendalian
/ B/K/F
1 Ikan B Salmonella,S.Aureus Salmonella akan mati
E.Coli Patogenik disuhu 70oc
Pemeriksaan atau
pemilhan bahan dengan
teliti dan sesuai
F Busuk, spesifikasi
Dicuci dengan air
K Formalin mengalir
2 Buncis K Pestisida Mencuci buncis dengan
air mengalir dan petugas
F Rambut, tanah, debu, menggunakan pakaian
kerikil kerja yang lengkap dan
bersih
M Ulat Membuang bagian yang
rusak
3 Tauco B/M Salmonella sp Memilih tauco yang
terjamin dan berkualitas

F Rambut, tanah, debu, Memilih tauco yang


kerikil terjamin dan berkualitas
4 Bawang B/M Aspergillus Flavus Membuang bagian yang
merah busuk

F Pasir , busuk, tanah , Penerimaan bawang


debu, kulit bawang, merah yang sesuai
rambut, akar dengan spesifikasi
( segar, bersih, tua, tidak
busuk, lokal, kering,
sudah dikupas)
K Pestisida Mencuci bawang merah
dengan air mengalir
petugas menggunakan
pakaian kerja yang
lengkap dan bersih

5 Bawang B Aspergillus Flavus Membuang bagian yang


putih busuk

F Pasir , busuk, tanah , Penerimaan bawang


debu, kulit bawang, merah yang sesuai
rambut, akar dengan spesifikasi
( segar, bersih, tua, tidak
busuk, lokal, kering,
sudah dikupas)
K Pestisida
Mencuci bawang merah
dengan air mengalir
petugas menggunakan
pakaian kerja yang
lengkap dan bersih
6 Santan F Basi, bau tidak sedap Memilih santan yang
segar dan memeriksa
sesuai dengan spesifikasi

Apabila tidak digunakan


langsung simpan
kedalam freezer

B E.Coli Dilakukan pemasakan


sampai 1000C selama 10
menit
7 Cabe B/M Ulat Membuang bagian yang
Hijau rusak

K Pestisida Mencuci dengan air


mengalir
F Busuk dan berwarna
hitam Menyimpan bahan di
tempat kering
8 Jahe, F Rusak , busuk Memilih jahe, laos,
laos, kunyit yang segar
serai
Disimpan ditempat yang
kering
9 Garam F Batu , rambut, pasir, Pemilihan garam yang
kerikil putih, bersih, dan kering
Cek kesesuaian
spesifikasi bahan
makanan yang diterima
( baru, bersih, beryodium
250 gr/bungkus )
Petugas menggunakan
pakaian kerja yang
lengkap dan bersih
sebelum pengolahan.

K Menguap ( cair ) logam Menyimpan ditempat


berat, menguap ( cair) tertutup, hindari terkena
cahaya matahari,
mengambil
menggunakan sendok
khusus.
Memilih garam sesuai
standar mutu atau tidak
tercemar logam berat

5. Identifikasi Bahaya Alat dan Cara Pencegahannya

Tabel 3.3 Identifikasi Bahaya Alat dan Cara Pencegahannya


No Bahan Bahaya Jenis bahaya Cara Pencegahan
B (M)
/K/F
1 Pisau M Bakteri -Pisau yang digunakan sesuai
dengan warna yang telah
ditentukan, dimana pisau
sayur memotong sayur, pisau
pemotong nabati memotong
nabati, dan pisau hewani
memotong hewani .
Berkarat - Memastikan pisau yang
digunakan bersih dan tidak
F berkarat
- jika berkarat sebaiknya
mengganti pisau dengan
yang baru
Sisa bahan makanan - Memastikan pisau bersih
dari sisa bahan makanan
sebelum digunakan kembali

2 Kuali M Bakteri -Mencuci kuali sampai


bersih dengan air mengalir

-Memilih kuali yang bersih


F Abu kompor dan abu kompor
-Jika kuali yang digunakan
sudah menghitam sebaiknya
mengganti dengan kuali yang
baru
3 Talenan M Bakteri -Talenan yang digunakan
harus sesuai dengan warna
yang telah ditentukan,
dimana talenan sayur untuk
memotong sayur dan talenan
daging untuk memotong
daging

Sisa bahan makanan -Talenan dicuci terlebih


F dahulu dengan air mengalir
sebelum digunakan kembali

4 Sendok F Serbuk besi, dan -Memilih sendok


penggor berkarat penggorengan yang bersih
engan dan tidak berkarat
-sebelum digunakan dicuci
sendok penggorengan
sampai bersih terlebih dahulu
5 Blender F Serbuk besi, dan -Memilih blender yang
berkarat bersih dan tidak berkarat
M Bakteri - Blender yang digunakan
dalam keadaan bersihh da
tidak berkarat
6 Panci F Berkarat -Panci digunakan pastikan
dalam keadaan bersih
Sisa makanan -Panci dicuci terlebih dahulu
dengan air mengalir sbelum
digunakan kembali

Tabel 3.4 Kategori Resiko


No Bahaya Kelompok Bahaya Kategori
A B C D E F resiko
1 Ikan dencis + + - + + - IV
2 Buncis - + - + + - III
3 Tauco - + - - - - II
4 Cabe hijau + + - - - - IV
5 Laos, jahe, - + - - - - II
serai
6 Bawang merah - + - + - - II
7 Bawang putih - + - + - - II
8 Garam - + - - - - II
9 Minyak kelapa - + - + + - III
sawit
10 Jeruk Nipis - + - - - - I

Tabel 3.5 Kelompok bahaya


Kelompok Keterangan
Bahaya
A Kelompok khusus yang terdiri dari produk non steril yang
ditujukan untuk konsumen beresiko tinggi seerti orang tua,
bayi, dan orang sakit
B Mengandung bahan / ingriden yang sensitif terhadap bahaya
biologis / kimia / fisik
C Tidak ada tahap untuk mencegah/ menghilangkan bahaya
D Produk kemungkinnan mengalami kontaminasi kembali setelah
pengolahan sebelum pengemasan
E Kemungkinan penanganan yang salah selama distribusi
pengolahan dan konsumsi
F Tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh
konsumen

Tabel 3.6 Kategori Bahaya


Karakteristik Kategori resiko Keterangan
Bahaya
O O Tidak mengandung bahaya A s/d F

+ I Satu bahaya B s/d F

++ II Dua bahaya B s/d F

+++ III Tiga bahaya B s/d F

++++ IV Empat bahaya B s/d F

+++++ V Lima bahaya B s/d F

A+(kategori VI Kategori risiko paling tinggi ( semua


khusus) tanpa produk yang mempunyai bahaya A )
atau dengan B s/d
F

6. Penetapan Critical Control Point ( CCP)

Tabel 3.7 Penetapan Critical Control Point ( CCP)


Bahan CCP Bukan CCP
Ikan dencis  -
Buncis 
Tauco - 
Cabe hijau - 
Laos, jahe, serai - 
Santan  -
Bawang merah - 
Bawang putih - 
Garam - 
Minyak kelapa - 
sawit
Jeuk Nipis - 
Tabel 3.8 Tahapan Proses
Proses CCP Bukan CCP
Penerimaan bahan 
Pencucian bahan 
Penghalusan bumbu 
Pencampuran 
Pemotongan 
Pemasakan 
Pemorsian 
Pendistribusian 

7. Penetapan Titik Kritis

Tabel 3.9 PenetapanTitik Kritis


Bahan Mentah/ Bahaya P1 P2 P3 P4 P5 P6 KESIMPUL
tahap proses potensial AN
CCP Buka
n
CCP
Penerimaan bahan
a. Ikan dencis M,F   
b. buncis K.F 
c. bumbu ( B,F,K 
bawang merah,
bawang putih,
Cabe hijau, garam,
jeruk nipis,)
d. tauco B.F 
e. santan F.B 
f. laos, jahe, serai F 
penghalusan M,F     
bumbu
Pencampuran M,F     
1. Pemasakan Ikan M,F   
dencis
2. Penggulaian B.F   
buncis
pemorsian M,F     
pendistribusian M,F      
KETERANGAN :
1. P1 apakah bahan mentah mengandung bahaya sampai pada tingkat yang
berbahaya?

2. P2 apakah pengolahan atau penanganan selanjutnya ( termasuk cara pengolahan


oleh konsumen) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai pada
tingkat yang aman ?

3. P3 apakah formulasi /komposisi atau struktur produk antara atau produk akhir
penting untuk mencegah meningkatnya bahaya sampai pada tingkat yang dapat
diterima ?

4. P4 mungkinkan kontaminasi terjadi ? Mungkinkah bahaya akan meningkat ?

5. P5 apakah pengolahan atau penanganan ( termasuk penggunaan konsumen)


dapat menghilangkan bahaya ?

6. P6 apakah tahap proses ditujukan untuk menghilangkan mengurangi bahaya


sampai batas aman ?

8. Penentuan Batas Kritis


Tabel 3.10 Penentuan Batas Kritis
Komponen HACCP Parameter Kritis Batas Kritis
Penerimaan bahan Standar Ikan dencis ( segar,tidak ber-
makanan spesifikasi es, dicuci bersih, merah)warna
mata nya merah, ditekan tidak
licin, aroma tidak busuk.
Buncis (segar, tidak busuk)
Minyak ( bersih,tidak sengik
dan warna kuning keemasan)
Bawang merah, bawang putih
( segar, tidak busuk )
Persiapan Pisau dan talenan Memastikan pisau bersih dari
(pemotongan, (sisa bahan sisa bahan makanan sebelum
pencucian ) makanan) digunakan kembali dan
talenan dicuci terlebih dahulu
dengan air mengalir sebelum
digunakan kembali
Pengolahan Salmonella Pemasakan sampai matang (
100° C)
Pemorsian APD APD yang digunakan
Distribusi Waktu Waktu pendistribusian + 1 jam
9. Pemantauan dan Monitoring

Tabel 3.11 Pemantauan dan Monitoring


Kegiatan Cara pengamatan Hasil pemantauan
pemantauan
Penerimaan Pengamatan Bahan makanan yang diterima
makanan semuanya segar dan sesuai
dengan spesifikasi
Persiapan makanan Pengamatan Ada beberapa dari bahan makanan
yang tempat pencuciannya tidak
susuai ketika dicuci. Blender
digunakan untuk memblender
semua bahan, tidak dipisahkan
untuk kelompok bahan makanan
tertentu, begitu juga dengan pisau
dan talenan yang dipakai tidak
sesuai dengan peraturan
penggunaan yang ada.
Pengolahan Pengamatan Tenaga pengolahan memakai
aksesoris berupa cincin dan tidak
memakai APD dengan baik.
Pemorsian makanan Pengamatan Tenaga pemorsian sebelum
pemorsian tidak mencuci tangan
dan ada beberapa tenaga
pemorsian tidak me makai APD
dengan baik
Pendistribusian Pengamatan Tenaga pendistribusian sebelum
pendistribusian tidak mencuci
tangan dan tidak memakai APD

10. Tindakan Koreksi


Tabel 3.12 Tindakan Koreksi
Kegiatan pemantauan Penyimpangan Tindakan koreksi
Penerimaan - -
Persiapan Penggunaan blender Sebaiknya setelah
 (Blender) digunakan untuk semua menggunakan blender
bumbu makanan dan dicuci dengan sabun
tidak dibersihkan dan air mengalir.
menggunakan sabun Seharusnya penjamah
hanya menggunakan air harus lengkap memakai
mengalir saja. Ada APD dan tidak
beberapa penjamah tidak mengobrol
mengunakan sarung
tangan dan mengobrol
dalam melakukan
persiapan

 Talenan Talenan yan digunakan Sebaiknya talenan yang


tidak sesuai dengan digunakan sesuai
warna yang telah dengan warna
ditentukan ditentukan

 Pisau Pisau yan digunakan Sebaiknya pisau dan


tidak sesuai dengan talenan yang digunakan
warna yang telah sesuai dengan warna
ditentukan ditentukan
Pengolahan Tenaga pengolahan Sebaiknya tenaga
memakai aksesoris pengolahan memakai
berupa cincin dan tidak APD lengkap dan
memakai APD dengan melepaskan aksesoris
baik ketika bekerja agar
makanan tidak
terkontaminasi

 Suhu Tidak dilakukan Sebaiknya pemeriksaan


pemeriksaan suhu suhu dilakukan
sehingga suhu makanan
sesuai.
Pemorsian Tenaga pemorsian Seharusnya sebelum
sebelum pemorsian tidak pemorsian dilakukan
mencuci tangan dan ada pencucian tangan dan
beberapa tenaga petugas pemorsian
pemorsian tidak memakai APD dengan
memakai APD dengan baik
baik
HACCP Plan Matriks
Tabel 3.13 HACCP Plan Matriks
Tahapan Jenis CCP Batas Pemantauan Tindakan Verifika Dokume
Proses Bahaya Kritis Apa Bagaimana Frekuensi Siapa koreksi si ntasi
Penerimaa Mikrobi Karakteristik Tidak ada Spesifika - Pemeriksaaan Setiap Panitia Hubungi Melihat dokumen
n bahan ( ologi penerimaan bahan si bahan sesuai bahan penerimaa peneri panitia form tasi
ikan,bunci Fisik dan  Kondisi yang sesuai, yang diterima n maan penerimaan spesifika penerima
s, tauco, Kimia fisik rusak, hygiene lalu si bahan an
bawang  Kondisi kemasan dan putuskan
merah, kemasa tidak sanitasi apakah
bawang an rusak yang diterima
putih,  Spesifi diterapka atau ditolak
jeruk kasi n
nipis,
daun,
minyak
goreng,
garam,)
Persiapan Mikrobi Penjamah Hygiene Penggun Penggunaan APD Setiap kali Tenaga Peringatan Penggun Dokume
bahan ologi dan aan APD karyawan persiapan persiap kepada aan ntasi
sanitasi karyawa bahan an tenaga APD persiapa
baik n penjamah karyawa n
makanan n
Mikrobi Penjamah Tidak ada Spesifika Pemeriksaaan Setiap kali Tenaga Peringatan Melihat Dokume
ologi bahan si bahan sesuai bahan persiapan persiap kepada persiapa ntasi
Fisik dan yang sesuai, yang akan bahan an tenaga n bahan persiapa
Kimia rusak hygiene dimasak penjamah makana n
dan makanan n
sanitasi
yang
diterapka
n
Pembuata Mikrobi Penjamah Hygiene Penguna Penggunaan APD Setiap Tenaga Memerikas Perhatik Dokume
n bumbu ologi dan an APD karyawan hari persiap kembali an ntasi
(ikan, Fisik sanitasi karyawa an bahan yang bahan pengolah
buncis) baik n bumbu digunakan , yang an
kondisi air digunak
yang an
digunakan dalam
pembuat
an
bumbu
Pemasaka Mikrobi Suhu Suhu Suhu Termometer Setiap kali Tenaga Proses Kalibras -
n ologi ≥100 ◦C masakan pengolaha pengola dihentikan i
n han sampai thermo
matang meter
setiap
hari
Fisik APD Hygiene Penguna Penggunaan APD Setiap Tenaga Memerikas Melihat Dokume
dan an APD karyawan hari pemasa a kembali pemasak ntasi
sanitasi karyawa kan masakan an pemasak
baik n bahan an
makana
n
Pemorsian Mikrobi Suhu Suhu Suhu Termometer Setiap kali Tenaga Suhu Perbaika Dokume
ologi Penjamah ≥100 ◦C makanan pemorsian pengola ditingkatka n suhu ntasi
h n dengan pemorsia
pemasakan n
kebali Dokume
Fisik APD dan Hygiene Penguna Penggunaan APD Setiap Tenaga Memeriksa Melihat ntasi
Cuci tangan dan an APD karyawan hari Pemors kembali setiap pemorsia
sanitasi karyawa ian pemorsian hari n
baik n dan pemorsi
cuci an
tangan
Pendistrib Mikrobi Suhu Suhu Suhu Termometer Setiap kali Tenaga Mempertah Perhatik -
usian ologi ≤70◦C makanan pendistrib pramus ankan suhu an suhu
Hygiene saat usian aji dengan dan
dan didistrib memperhati hygiene
sanitasi usikan kan waktu sanitasi
dan alat saat
distribusi distribus
i
Fisik Tenaga Hygiene Cuci Penggunaan Setiap kali Tenaga Mencuci Melihat -
Pendistribusian dan tangan dengan sabun dan pendistrib pendistr tangan setiap
sanitasi air mengalir usian ibusian dengan hari
baik sabun dan pendistri
air mengalir busian

Sanitasi Mikrobi Higine Setiap Kondisi Dilakukan Sebelum Seluruh Review Qa


ologi  Karyaw kondisi karyawa pengecekan proses tenaga laporan monitori
Fisik an yang n( secara visual distibusi setiap ng check
 Bahan potensial kelengka dimulai hari list
 Peralat tidak pan laporan
an dan terjamin pakaian
ruang kebersiha yang
produk nnya sesuai
si ruang
produksi
) kondisi
peralatan
dan
ruang
masak
d. Tempe Goreng Balados
1. Deskripsi Produk
Tabel 3.14 Deskripsi Produk Tempe Goreng Balado
Parameter deskripsi Keterangan

Nama produk Tempe Goreng Balado

Komposisi Tempe 40 gr, minyak goreng 25 gr,


bawang merah 10 gr, bawang putih 5
gr, tomat 10 gr,cabe merah 25 gr,
garam 1 gr

Karakteristik produk Tempe berwarna kuning kecoklatan

Metode pengolahan Penggorengan

Pengemas primer Rantang dan plato tertutup

Pengemas sekunder atau -


pengemas untuk transportasi

Umur simpan 4 jam

Metode distribusi Diantar dengan troli


2. Menyusun Alur Proses/Diagram Alir Proses
 Tempe goreng balado

Penerimaan bahan baku


tempe, minyak goreng, bawang merah, bawang putih, tomat, cabe merah, garam )

Pencucian bawang merah, bawang putih, tomat, cabe merah

Penimbangan

Pemotongan tempe, tomat, penghalusan bawang merah dan putih, blender cabe merah

Penggorengan tempe

Masukkan bumbu kedalam penggorengan, terlebih dahulu


ditumis bumbu

Tunggu sampai matang Sajikan


3. Mengkonfirmasi / Verifikasi Diagram Alir/Alur Proses di Lapangan
Konfirmasi / verifikasi dapat dilakukan dengan cara :
- Mengamati aliran proses
- Wawancara

4. Analisis potensi bahaya (hazard analisis) dan penetapan resiko tindakan


pencegahan

Tabel 3.15 Identifikasi Bahaya Bahan Makanan dan Cara Pencegahannya


No Bahan Bahaya Jenis Pengendalian
/ B/K/F
1 Tempe B Salmonella Pengorengan selama 10
menit di suhu 70oc
Salmonella akan mati
F Debu, kerikil,potongan Penyortiran dan
Plastic penerimaan sesuai
dengan spesifikasi
K Formalin Dicuci dengan air
mengalir
2 Bawang M Aspergillus Flavus Membuang bagian yang
merah busuk

F Pasir, busuk, tanah, Penerimaan bawang


debu, kulit bawang, merah yang sesuai
rambut, akar dengan spesifikasi
( segar, bersih, tua, tidak
busuk, lokal, kering,
sudah dikupas)

K Pestisida Mencuci bawang merah


dengan air mengalir
petugas menggunakan
pakaian kerja yang
lengkap dan bersih
3 Bawang M Aspergillus Flavus Membuang bagian yang
putih busuk

F Pasir, busuk, tanah, Penerimaan bawang


debu, kulit bawang, putih yang sesuai dengan
rambut, akar spesifikasi ( segar,
bersih, tua, tidak busuk,
lokal, kering, sudah
dikupas)

K Pestisida Mencuci bawang merah


dengan air mengalir
petugas menggunakan
pakaian kerja yang
lengkap dan bersih
4 Garam F Batu , rambut, pasir, Pemilihan garam yang
kerikil putih, bersih, dan kering
Cek kesesuaian
spesifikasi bahan
makanan yang diterima
( baru, bersih, beryodium
250 gr/bungkus )
Petugas menggunakan
pakaian kerja yang
lengkap dan bersih
sebelum pengolahan.

K Menguap ( cair ) logam Menyimpan ditempat


berat, menguap ( cair) tertutup, hindari terkena
cahaya matahari,
mengambil
menggunakan sendok
khusus.
Memilih garam sesuai
standar mutu atau tidak
tercemar logam berat

5 Minyak F Minyak keruh, terdapat Pemilihan bahan yang


gorang endapan gumpalan baik

6 Cabe F Busuk,tidak segar Pemilihan bahan yang


Merah baik
M Mikroba Membuang bagian yang
busuk
K Pestisida Mencuci dengan sabun
dan air mengalir
7 Tomat F Busuk,tidak segar Pemilihan bahan yang
baik
M Mikroba Membuang bagian yang
busuk
K Pestisida Mencuci dengan sabun
dan air mengalir

Tabel 3.16 Identifikasi Bahaya Alat dan Cara Pencegahannya


No Bahan Bahaya Jenis bahaya Cara Pencegahan
B (M)
/K/F
1 Pisau B Bakteri Pisau yang digunakan sesuai
dengan warna yang telah
ditentukan, dimana pisau
sayur memotong sayur, pisau
pemotong nabati memotong
nabati, dan pisau hewani
memotong hewani .
F Berkarat Memastikan pisau yang
digunakan bersih dan tidak
berkarat
Jika berkarat sebaiknya
mengganti pisau dengan yang
baru
Sisa bahan Memastikan pisau bersih dari
makanan sisa bahan makanan sebelum
digunakan kembali dengan
sabun dan air mengalir
2 Panci B Bakteri Mencuci panci sampai bersih
dengan air mengalir
F Berkarat Memilih panci yang aman,
tebal dan tidak bocor
Sisa bahan Memastikan panci sudah
makanan dicuci dengan air bersih dan
mengalir sebelum digunakan
kembali
K Formalin Memilih panci yang berbahan
Bakteri dasar stainless
Abu kompor
3 Talenan B Bakteri Talenan yang digunakan
harus sesuai dengan warna
yang telah ditentukan,
dimana talenan sayur untuk
memotong sayur dan talenan
daging untuk memotong
daging

F Sisa bahan Talenan dicuci terlebih


makanan dahulu dengan air mengalir
sebelum digunakan kembali
5 Spatula F Serbuk besi, dan Memilih spatula yang bersih
berkarat dan tidak berkarat
Sebelum digunakan dicuci
spatula sampai bersih terlebih
dahulu
6 Blender B Bakteri Sebelum menggunakan
blender dicuci dengan air
mengalir
F Berkarat Sebelum digunakan dicuci
blender sampai bersih
terlebih dahulu

Tabel 3.17 Kategori Resiko


No Bahaya Kelompok Bahaya Kategori
A B C D E F resiko
1 Tempe + + - + + - III
2 Cabe - + - + + - I
3 Bawang merah - + - + - - II
4 Bawang putih - + - + - - II
5 Garam - + - - - - II
6 Minyak kelapa - + - + + - III
sawit
Tabel 3.18 Kelompok Bahaya
Kelompok Bahaya Keterangan
A Kelompok khusus yang terdiri dari produk non steril
yang ditujukan untuk konsumen beresiko tinggi
seperti orang tua, bayi, dan orang sakit
B Mengandung bahan / ingriden yang sensitif terhadap
bahaya biologis / kimia / fisik
C Tidak ada tahap untuk mencegah/ menghilangkan
bahaya
D Produk kemungkinan mengalami kontaminasi
kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan
E Kemungkinan penanganan yang salah selama
distribusi pengolahan dan konsumsi
F Tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya
oleh konsumen

Tabel 3.19 Kategori Bahaya


Karakteristik Bahaya Kategori resiko Keterangan
O O Tidak mengandung bahaya A
s/d F
+ I Satu bahaya B s/d F
++ II Dua bahaya B s/d F
+++ III Tiga bahaya B s/d F
++++ IV Empat bahaya B s/d F
+++++ V Lima bahaya B s/d F
A+(kategori khusus) VI Kategori risiko paling tinggi
tanpa atau dengan B ( semua produk yang
s/d F mempunyai bahaya A )

5. Penetapan Critical Control Point ( CCP)

Tabel 3.20 Penetapan Critical Control Point (CCP)


Bahan CCP Bukan CCP
Tempe  -
Cabe merah - 
Bawang merah - 
Bawang putih - 
Garam - 
Minyak kelapa - 
sawit

Tabel 3.21 Tahapan Proses

Proses CCP Bukan CCP


Penerimaan bahan 
Pencucian bahan 
Pemotongan 
Pemasakan 
Pemorsian 
Pendistribusian 

6. Penetapan Titik Kritis


Tabel 3.22 Penetapan Titik Kritis
Bahan Mentah/ Bahaya P1 P2 P3 P4 P5 P6 KESIMPUL
tahap proses potensial AN
CCP Buka
n
CCP
Penerimaan bahan
a. Tempe M,F,K   
b. bumbu ( bawang M,F,K  
merah, bawang
putih, Cabe merah,
garam,jeruk nipis,)
penghalusan M,F     
bumbu
Pencampuran M,F     
pemasakan Tempe M,F,K   
pemorsian M,F     
pendistribusian M,F      
KETERANGAN :
1. P1 apakah bahan mentah mengandung bahaya sampai pada tingkat yang
berbahaya?
2. P2 apakah pengolahan atau penanganan selanjutnya ( termasuk cara pengolahan
oleh konsumen) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai pada
tingkat yang aman ?
3. P3 apakah formulasi /komposisi atau struktur produk antara atau produk akhir
penting untuk mencegah meningkatnya bahaya sampai pada tingkat yang dapat
diterima ?
4. P4 mungkinkan kontaminasi terjadi ?mungkinkah bahaya akan meningkat ?
5. P5 apakah pengolahan atau penanganan ( termasuk penggunaan konsumen)
dapat menghilangkan bahaya ?
6. P6 apakah tahap proses ditujukan untuk menghilangkan mengurangi bahaya
sampai batas aman ?

7. Penentuan batas kritis

Tabel 3.23 Penetapan Batas Kritis


Komponen HACCP Parameter Kritis Batas Kritis
Penerimaan bahan Standar Tempe ( bersih, warna tidak
makanan spesifikasi pucat, tidak berlendir)
Minyak ( bersih, tidak sengik
dan warna kuning keemasan )
Bawang merah, bawang putih
( segar, tidak busuk )
Persiapan Pisau dan talenan Memastikan pisau bersih dari
(pemotongan,pencuc (sisa bahan sisa bahan makanan sebelum
ian ) makanan) digunakan kembali dan
talenan dicuci terlebih dahulu
dengan air mengalir sebelum
digunakan kembali
Pengolahan Salmonella Pemasakan sampai matang (
100° C)
Pemorsian APD APD yang digunakan
Distribusi Waktu Waktu pendistribusian + 1 jam
8. Pemantauan dan Monitoring

Tabel 3.24 Pemantauan dan Monitoring


Kegiatan pemantauan Cara pengamatan Hasil pemantauan

Penerimaan makanan Pengamatan Bahan makanan yang


diterima semuanya segar dan
sesuai dengan spesifikasi

Persiapan makanan Pengamatan Ada beberapa dari bahan


makanan yang tempat
pencuciannya tidak susuai
ketika dicuci. Blender
digunakan untuk
memblender semua bahan,
tidak dipisahkan untuk
kelompok bahan makanan
tertentu, begitu juga dengan
pisau dan talenan yang
dipakai tidak sesuai dengan
peraturan penggunaan yang
ada.
Pemorsian makanan Pengamatan Tenaga pemorsian sebelum
pemorsian tidak mencuci
tangan dan ada beberapa
tenaga pemorsian tidak
memakai APD dengan baik

Pendistribusian Pengamatan Tenaga pendistribusian


sebelum pendistribusian
tidak dilakukan pencucian
tangan dan tidak memakai
APD.

9. Tindakan Koreksi

Tabel 3.25 Tindakan Koreksi


Kegiatan pemantauan Penyimpangan Tindakan koreksi

Penerimaan - -
Persiapan Penggunaan blender Sebaiknya setelah
 (Blender) digunakan untuk menggunakan blender
semua bumbu dicuci dengan sabun dan
makanan dan tidak air mengalir.
dibersihkan Seharusnya penjamah
menggunakan sabun harus lengkap memakai
hanya menggunakan APD dan tidak mengobrol
air mengalir saja. Ada
beberapa penjamah
tidak mengunakan
sarung tangan dan
mengobrol dalam
melakukan persiapan

 Talenan Talenan yang Sebaiknya talenan yang


digunakan tidak sesuai digunakan sesuai dengan
dengan warna yang warna ditentukan
telah ditentukan
Sebaiknya pisau dan
 Pisau Pisau yan digunakan talenan yang digunakan
tidak sesuai dengan sesuai dengan warna
warna yang telah ditentukan
ditentukan
Pemorsian Tenaga pemorsian Sebaiknya tenaga
sebelum pemorsian pemorsian sebelum
tidak mencuci tangan pemorsian mencuci tangan
dan ada beberapa dan memakai APD dengan
tenaga pemorsian baik
tidak memakai APD
dengan baik
Pendistribusian Tenaga Seharusnya tenaga
pendistribusian pendistribusian sebelum
sebelum pendistribusian mencuci
pendistribusian tidak tangan dan memakai
mencuci tangan dan masker
tidak memakai
masker
4. Skor Keamanan Pangan
Nama Instalasi gizi : Instalasi Gizi RS Achmad Mochtar
Hari/Tgl : Rabu / 22 Januari 2020
 Ikan dencis dengan buncis tauco
A. PEMILIHAN DAN PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN
(PPB)
No. KOMPONEN & SUB KOMPONEN NILAI
1 2
1* Bahan makanan yg digunakan masih segar 1 1
2 Bahan makanan yg digunakan tidak rusak 3 3
3 Bahan makanan yg digunakan tidak busuk 3 3
4 Tidak menggunakan wadah/kotak bekas pupuk atau pestisida 3 3
untuk menyimpan dan membawa makanan
5 Bahan makanan disimpan jauh dari bahan beracun/berbahaya 3 3
6* Bahan makanan disimpan pada tempat tertutup 3 3
7 Bahan makanan disimpan pada tempat yg bersih 3 3
8 Bahan makanan disimpan pada suhu yg sesuai 3 3
JUMLAH MAKSIMUM UNTUK PPB 22 22

B. HIGIENE PEMASAK (HGP)


No. NILAI
KRITERIA 1 2
1 Pemasak berbadan sehat 3 3
2 Pemasak berpakaian bersih 3 3
3* Pemasak memakai tutup kepala saat memasak 1 1
4* Pemasak memakai alas kaki selama memasak 1 1
5 Pemasak mencuci tangan sebelum dan sesudah memasak 3 3
Pemasak mencuci tangan menggunakan sabun sesudah dari
6* WC 3 1
7 Ketika bersin tidak menghadap ke makanan 3 3
8 Kuku pemasak selalu bersih dan tidak panjang 3 3
JUMLAH NILAI MAKSIMUM UNTUK HGP 20 18

C. PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN (PBM)


KRITERIA NILAI
No. 1 2
1 Peralatan memasak yang digunakan harus bersih dan kering 3 3
Peralatan memasak harus dicuci sebelum dan sesudah dipakai
2* memasak 3 2
3* Peralatan memasak dikeringkan setelah dicuci 3 2
4 Peralatan memasak disimpan ditempat yang bersih 3 3
Peralatan memasak disimpan jauh dari bahan
5 beracun/berbahaya 3 3
6 Dapur tempat memasak harus dalam keadaan bersih 3 3
7* Dapur tempat memasak harus dalam keadaan terang 3 3
Dapur tempat memasak harus mempunyai ventilasi udara yg
8* cukup 3 2
9 Dapur terletak jauh dari kandang ternak 3 3
10* Selalu tersedia air bersih dalam wadah tertutup 3 3
11* Didapur tersedia tempat sampah yang tertutup 2 2
12* Pembuangan air limbah lancar 3 3
13 Bahan beracun/berbahaya tidak disimpan didapur 3 3
Jarak tempat memasak ke tempat penyajian tidak lebih dari 1
14* jam 3 3
15 Pisau dan talenan yg digunakan bersih 3 3
16* Bagian makanan yang tidak dapat dimakan tidak ikut dimasak 3 3
17 Bahan makanan dicuci dengan air bersih 3 3
18 Meracik atau membuat adonan menggunakan alat yang bersih 3 3
Adonan atau bahan makanan yg telah diracik harus segera
19* dimasak 3 3
20* Makanan segera diangkat setelah matang 2 2
21 Makanan yg telah matang ditempatkan pada wadah yg bersih 3 3
dan
terhindar dari debu dan serangga
Makanan tidak dibungkus dengan menggunakan kertas koran 1 1
22* atai kertas ketikan
Makanan dibungkus dengan pembungkus yg bersih, tidak 3 3
23 menggunakan bekas pembukus bahan beracun/berbahaya
Memegang makanan yg telah matang menggunakan sendok,
24* garpu, alat penjepit atau sarung tangan 3 2
Tidak menyimpan makanan matang lebih dari 4 jam terutama
25 makanan yang berkuah/bersantan 3 3
Untuk makanan kering, minyak goreng tidak boleh digunakan
jika 3 3
26 sudah berwarna coklat atau sudah dipakai 4 kali
Untuk makanan basah, merebus dan mengukus makanan dalam
27 wadah tertutup 3 3
JUMLAH NILAI MAKSIMUM UNTUK PBM 77 73

D. DISTRIBUSI MAKANAN (DMP)


NILAI
No. KRITERIA
1 2
1 Makanan ditempatkan dalam wadah bersih dan tertutup 3 3
2 Pembawa makanan berpakaian bersih dan mencuci tangan 3 3
3* Tangan dicuci dengan sabun sebelum membagikan makanan 1 0
Makanan tidak boleh berlendir, berubah rasa, berbau basi
4 sebelum dibagikan 3 3
5 Makanan ditempatkan ditempat bersih dan kering 3 3
6* Makanan dikemas dengan pembungkus yang bersih 3 3
Makanan tidak dipegang langsung tetapi menggunakan alat
7* untuk memagang makanan saat membagikan 3 2
JUMLAH NILAI MAKSIMUM UNTUK DMP 19 17
Sumber : Mudjajanto ,1999.
Keterangan : (1) Nilai, jika kriteria terpenuhi ; (2)
Nilai, Jika kriteria tidak terpenuhi; (0) * dapat
ditolerir untuk kategori keamanan pangan tertentu

E. REKAPITULASI PERHITUNGAN SKP


Nilai Kriteria Nilai Kriteria
Nilai Komponen
Komponen yang Tidak yang Skor
dalam Skala
Terpenuhi Terpenuhi
0.16 x 1 =
PPB
A 22 - 0 = 22 22 : 22 = 1 0,16
0.15 x 0,9 =
HGP 20 - 2 = 18 18 : 20 = 0,9
B 0,135
0.55 x
PBM C 77 - 4 = 73 73 : 77 = 0,948 0,948=
0,521
0.14 x
DMP D 19 - 2 = 17 17 : 19 = 0,8947 0,8947
=0,125
TOTAL SKOR : 0,94

Berdasarkan nilai yang didapatkan dari Skor Keamanan Pangan (SKP)


untuk menu ikan dencis dengan buncis tauco didapatkan nilai 0,94 artinya
makanan tersebut termasuk dalam kategori skor keamanan pangan sedang untuk
dikonsumsi.
 Tempe Goreng balado
B. PEMILIHAN DAN PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN
(PPB)
No. KOMPONEN & SUB KOMPONEN NILAI
1 2
1* Bahan makanan yg digunakan masih segar 1 1
2 Bahan makanan yg digunakan tidak rusak 3 3
3 Bahan makanan yg digunakan tidak busuk 3 3
4 Tidak menggunakan wadah/kotak bekas pupuk atau pestisida 3 3
untuk menyimpan dan membawa makanan
5 Bahan makanan disimpan jauh dari bahan beracun/berbahaya 3 3
6* Bahan makanan disimpan pada tempat tertutup 3 3
7 Bahan makanan disimpan pada tempat yg bersih 3 3
8 Bahan makanan disimpan pada suhu yg sesuai 3 3
JUMLAH MAKSIMUM UNTUK PPB 22 22

B. HIGIENE PEMASAK (HGP)


No. NILAI
KRITERIA 1 2
1 Pemasak berbadan sehat 3 3
2 Pemasak berpakaian bersih 3 3
3* Pemasak memakai tutup kepala saat memasak 1 1
4* Pemasak memakai alas kaki selama memasak 1 1
5 Pemasak mencuci tangan sebelum dan sesudah memasak 3 3
Pemasak mencuci tangan menggunakan sabun sesudah dari
6* WC 3 1
7 Ketika bersin tidak menghadap ke makanan 3 3
8 Kuku pemasak selalu bersih dan tidak panjang 3 3
JUMLAH NILAI MAKSIMUM UNTUK HGP 20 18

C. PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN (PBM)


KRITERIA NILAI
No. 1 2
1 Peralatan memasak yang digunakan harus bersih dan kering 3 3
Peralatan memasak harus dicuci sebelum dan sesudah dipakai
2* memasak 3 2
3* Peralatan memasak dikeringkan setelah dicuci 3 2
4 Peralatan memasak disimpan ditempat yang bersih 3 3
Peralatan memasak disimpan jauh dari bahan
5 beracun/berbahaya 3 3
6 Dapur tempat memasak harus dalam keadaan bersih 3 3
7* Dapur tempat memasak harus dalam keadaan terang 3 3
Dapur tempat memasak harus mempunyai ventilasi udara yg
8* cukup 3 2
9 Dapur terletak jauh dari kandang ternak 3 3
10* Selalu tersedia air bersih dalam wadah tertutup 3 3
11* Didapur tersedia tempat sampah yang tertutup 2 2
12* Pembuangan air limbah lancar 3 3
13 Bahan beracun/berbahaya tidak disimpan didapur 3 3
Jarak tempat memasak ke tempat penyajian tidak lebih dari 1
14* jam 3 3
15 Pisau dan talenan yg digunakan bersih 3 3
16* Bagian makanan yang tidak dapat dimakan tidak ikut dimasak 3 3
17 Bahan makanan dicuci dengan air bersih 3 3
18 Meracik atau membuat adonan menggunakan alat yang bersih 3 3
Adonan atau bahan makanan yg telah diracik harus segera
19* dimasak 3 3
20* Makanan segera diangkat setelah matang 2 2
Makanan yg telah matang ditempatkan pada wadah yg bersih
dan 3 3
21 terhindar dari debu dan serangga
Makanan tidak dibungkus dengan menggunakan kertas koran 1 1
22* atai kertas ketikan
Makanan dibungkus dengan pembungkus yg bersih, tidak 3 3
23 menggunakan bekas pembukus bahan beracun/berbahaya
Memegang makanan yg telah matang menggunakan sendok,
24* garpu, alat penjepit atau sarung tangan 3 2
Tidak menyimpan makanan matang lebih dari 4 jam terutama
25 makanan yang berkuah/bersantan 3 3
Untuk makanan kering, minyak goreng tidak boleh digunakan
jika 3 3
26 sudah berwarna coklat atau sudah dipakai 4 kali
Untuk makanan basah, merebus dan mengukus makanan dalam
27 wadah tertutup 3 3
JUMLAH NILAI MAKSIMUM UNTUK PBM 77 73

D. DISTRIBUSI MAKANAN (DMP)


NILAI
No. KRITERIA
1 2
1 Makanan ditempatkan dalam wadah bersih dan tertutup 3 3
2 Pembawa makanan berpakaian bersih dan mencuci tangan 3 3
3* Tangan dicuci dengan sabun sebelum membagikan makanan 1 0
Makanan tidak boleh berlendir, berubah rasa, berbau basi
4 sebelum dibagikan 3 3
5 Makanan ditempatkan ditempat bersih dan kering 3 3
6* Makanan dikemas dengan pembungkus yang bersih 3 3
Makanan tidak dipegang langsung tetapi menggunakan alat
7* untuk memagang makanan saat membagikan 3 2
JUMLAH NILAI MAKSIMUM UNTUK DMP 19 17
Sumber : Mudjajanto ,1999.
Keterangan : (1) Nilai, jika kriteria terpenuhi ; (2)
Nilai, Jika kriteria tidak terpenuhi; (0) * dapat
ditolerir untuk kategori keamanan pangan tertentu
E. REKAPITULASI PERHITUNGAN SKP
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
Nilai Komponen
Komponen yang Tidak yang Skor
dalam Skala
Terpenuhi Terpenuhi
0.16 x 1 =
PPB
A 22 - 0 = 22 22 : 22 = 1 0,16
0.15 x 0,9 =
HGP 20 - 2 = 18 18 : 20 = 0,9
B 0,135
0.55 x
PBM C 77 - 4 = 73 73 : 77 = 0,948 0,948=
0,521
0.14 x
DMP D 19 - 2 = 17 17 : 19 = 0,8947 0,8947
=0,125
TOTAL SKOR : 0,94

Berdasarkan nilai yang didapatkan dari Skor Keamanan Pangan (SKP)


untuk menu Tempe goreng balado didapatkan nilai 0,94 artinya makanan tersebut
termasuk dalam kategori skor keamanan pangan sedang untuk dikonsumsi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ikan Dencis dan Buncis tauco


4.1.1 Penerimaan
Penerimaan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang meliputi
pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas dan kuantitas
bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan yang telah ditetapkan.
Institusi membuat daftar pesanan bahan makanan sesuai dengan menu yang
akan disajikan (Moehyi, 1992).
Utari (2009) yang mengutip pedoman teknis proses penyediaan
makanan dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi (Depkes RI,
2003), prasyarat penerimaan bahan makanan adalah :
a. Tersedianya rincian pesanan bahan makanan harian berupa macam
dan jumlah bahan makanan yang akan diterima.
b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan.
Penerimaan bahan makanan di lakukan oleh salah satu dari ahli gizi
yang bertugas memeriksa, meneliti, mencatat, menetapkan dan melaporkan
macam, jumlah dan kualitas bahan makanan yang di terima sesuai dengan
pemesanan dan spesifikasi yang ada. Jika terjadi kerusakan atau tidak sesuai
dengan spesifikasi maka barang akan di kembalikan. Dalam melakukan
penerimaan bahan makanan di bagi menjadi 2 kelompok yaitu penerimaan
bahan makanan kering dan penerimaan bahan makanan basah.
Dari pengamatan yang dilakukan ruangan penerimaan hanya memiliki
satu timbangan 150 Kg, trolly makanan dan tidak memiliki meja pencatatan.
Berdasarkan teori ruangan penerimaan dilengkapi dengan peralatan berupa
timbangan berat makanan, wastafel, trolly atau kereta dorong keruang
penyimpanan/unit persiapan bahan makanan, alat-alat pendukung (pisau,
talenan, baskom).dan tidak ditemukan tempat sampah di ruang penerimaan..
Pada penerimaan ini belum terdapat CCP karena belum ada tindakan
menghilangkan bahaya atau mengurangi bahaya.
Untuk APD yang harus dipakai pada ruang penerimaan (Low Hygiene)
adalah baju kerja, sepatu dan tutup kepala (jilbab/korpus).

4.1.2 Penyimpanan
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan,
memelihara bahan makanan kering dan basah serta mencatat dan pelaporannya.
Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima, bahan makanan
tersebut harus segera dibawa ke ruangan penyimpanan, gudang atau ruangan
pendingin. Apabila bahan makanan langsung akan digunakan, setelah
ditimbang dan diawasi oleh bagian penyimpanan bahan makanan dibawa ke
ruangan persiapan bahan makanan (Moehyi, 1992).
Ada 4 prinsip penyimpanan bahan makanan yang sesuai dengan suhunya
(Depkes RI, 200) :
a. Penyimpanan sejuk (colling) pada suhu 10ºC-15ºC seperti jenis
minuman, buah dan sayuran.
b. Penyimpanan dingin (chilling) pada suhu 4ºC-10ºC seperti makanan
berprotein yang segera akan diolah.
c. Penyimpanan dingin sekali (freezing) pada suhu 0ºC-4ºC seperti bahan
makanan yang mudah rusak untuk jangka waktu 24 jam.
d. Penyimpanan beku (frozen) pada suhu <0ºC seperti bahan protein yang
mudah rusak untuk jangka waktu <24 jam.

Dari pengamatan yang kami lakukan, untuk bahan makanan yang akan
digunakan sebelum melakukan penyimpanan bahan makanan, bahan makanan
seperti buncis serta bumbu lainnya terlebih dahulu di bersihkan dan dipotong-
potong terlebih dahulu di pagi hari. Kemudian dimasukkan kedalam chiller.
Pada suhu chiller, kami menemukan untuk chiller nabati suhunya tidak sesuai
dengan suhu seharusnya, di mana suhu pada saat itu 14,5°C sedangkan, untuk
suhu chiller nabati adalah 6°-10°C. Pada ruang penyimpanan basah terdapat 2
buah lemari pendingin. Untuk penyimpanan kering, menggunakan rak
penyimpanan sebanyak 3 buah, serta jarak rak penyimpanan adalah sebagai
berikut : jarak rak dari dinding 2 cm, jarak rak dari lantai 15 cm, dan jarak rak
dari langit-langit 60 cm. Namun di instalasi gizi RSUD Dr. Achmad Mochtar
jarak rak dari dinding melebihi standar yaitu 5.5 cm, jarak rak dari lantai 10
cm, dan jarak rak dari langit-langit juga melebihi 60 cm. Hal ini belum sesuai
dengan standar yang ada.

Dirungan penyimpanan basah dan kering sudah menggunakan system


FIFO dan FEFO, dimana untuk system FIFO barang yang dikeluarkan adalah
barang yang pertama kali datang, sedangkan untuk system FEFO, barang yang
mendekati tanggal kadaluarsanya digunakan terlebih dahulu.

Untuk APD yang harus dipakai pada ruang penyimpanan basah (High
Hygiene) adalah baju kerja, sepatu, celemek, sarung tangan, masker dan tutup
kepala (jilbab/korpus).

4.1.3 Persiapan

Menyiapkan makanan meliputi kegiatan membersihkan dan


menghilangkan bagian–bagian yang tidak dimakan, memotong, menghaluskan,
menggiling, mencampur, membentuk serta kegiatan lainnya yang harus
dikerjakan sebelum bahan makanan siap diolah. Persiapan yang sempurna
terhadap bahan makanan sangat penting dan tidak hanya ditinjau dari segi gizi,
tetapi juga dari segi biaya operasionalnya. Selain itu, bagian ini perlu diawasi
untuk mencegah terjadinya pembuangan bahan makanan, misalnya pengupasan
yang terlalu tebal. Persiapan yang biasa dilakukan adalah: memotong,
mengiris, mengocok, menghaluskan, dan sebagainya merupakan persiapan
yang biasa saja. (Oktrizanita, 2005)
Dari pengamatan yang dilakukan di ruangan persiapan, masih ada pekerja
yang menggunakan pisau cutter, juga terdapat dalam persiapan dimana sayur
dipotong terlebih dahulu, baru dicuci dan pada saat pencucian, tempat
mencuci bahan makanan tidak sesuai dengan tempat yang telah disediakan
untuk masing-masing bahan, seperti bahan makanan sayur, dicuci ditempat
pencucian nabati. Hal ini tentu tidak sesuai dengan teori yang ada karena
untuk pencucian sayur dilakukan setelah pemotongan, sedangkan berdasarkan
teori, pemotongan dilakukan setelah pencucian dengan tujuan vitamin dan
mineral larut air tidak terbuang melalui air sisa pembuangan. Tahap persiapan
ini termasuk CCP 2 karena didalam tahap ini dilakukan pencucian untuk
mengurangi bahaya.
Ruangan persiapan sudah dibersihkan setiap hari, untuk alat peralatan
terkadang masih basah saat digunakan. Tenaga persiapan makanan masih ada
yang tidak menggunakan APD seperti handscoon dan masker. Penggunaan
blender diruangan persiapan untuk semua bahan makanan tidak dipisahkan
sama sekali, ini bisa menyebabkan kontaminasi silang terhadap makanan dan
untuk penggunaan wastafel tidak sesuai, dimana pencucian blender dilakukan
di wastafel pencucian buah, seharusnya pencucian blender dilakukan ditempat
pencucian alat, begitu juga dengan pisau dan talenan yang digunakan tidak
sesuai dengan warna dan fungsi masing-masing, sebagai contoh pemotongan
sayur memakai talenan berwarna merah, yang mana seharusnya memakai
talenan berwarna hijau.

Untuk APD yang harus dipakai pada ruang persiapan (Medium


Hygiene) adalah baju kerja, sepatu, sarung tangan, masker dan tutup kepala
(jilbab/korpus).

4.1.4 Pengolahan
Suatu kegiatan mengubah bahan makanan mentah menjadi makanan
yang siap dimakan, berkualitas, dan aman dikonsumsi. Prinsip pengolahan
bahan makanan yaitu cara pemasakan bahan makanan yang tepat dan benar
sesuai prosedur pengolahan sehingga menghasilkan makanan yang berkualitas
dan dapat dikonsumsi klien dengan sisa makanan yang minimal (sedikit /tidak
bersisa).
Pengolahan bahan makanan disesuaikan dengan standar porsi,
penggunaan standar resep, waktu pemasakan, suhu pemasakan, suhu penyajian
makanan, prosedur kerja dalam pemasakan dan ketepatan penggunaan alat.
Dari pengamatan yang telah kami lakukan ruangan pengolahan sudah
memiliki standar resep, standar porsi, standar bumbu dan waktu pengolahan.
Saat mengolah makanan tenaga penjamah makanan tidak melakukan
penimbangan bumbu dikarenakan estimasi sudah mendekati. Berdasarkan teori
standar resep dan standar bumbu berfungsi untuk konsistensi rasa hidangan
yang diproduksi sama untuk setiap kali pembuatan walaupun dengan orang
yang berbeda. Tahap pengolahan ini termasuk CCP 1 karena mampu
menghilangkan bahaya yang disebabkan oleh terjadinya proses pemasakan
dengan menggunakan suhu kisaran 1000 C yang telah kami lakukan
pengukurannya.
Ruangan pengolahan sudah dibersihkan setiap hari, untuk alat
pengolahan sudah dibersihkan setiap hari. Untuk alat pengolahan terkadang
masih basah pada saat digunakan. Pada tenaga penjamah makanan ditemukan
ada penjamah yang tidak menggunakan APD dengan baik dan benar seperti
tidak memakai handscoon, tidak memakai masker dengan baik, serta masih
memakai aksesoris berupa cincin pada saat pengolahan berlangsung, saat
mencicipi makanan penjamah juga tidak menggunakan alat, mereka
menggunakan tangan untuk mencicipi makanan tersebut. Hal ini bisa
menyebabkan masakan terkontaminasi bakteri yang berasal dari tangan dan
mulut penjamah makanan.
Pada meja yang berfungsi untuk meletakkan makanan sesaat setelah
masak, dicampur dengan bahan makanan, sehingga bahan makanan dengan
makanan yang baru masak diletakkan dalam satu meja.
Untuk APD yang harus dipakai pada ruang pengolahan (High Hygiene)
adalah baju kerja, sepatu, celemek, sarung tangan, masker dan tutup kepala
(jilbab/korpus).

4.1.5 Pemorsian
Untuk tempat pemorsian makanan sudah baik namun pada saat
pemorsian makanan petugas tidak mencuci tangan sebelum melakukan
pemorsian dan ada beberapa tenaga pemorsian tidak memakai APD dengan
baik seperti handscoon.
Untuk APD yang harus dipakai pada saat pemorsian (High Hygiene)
adalah baju kerja, sepatu, celemek, sarung tangan, masker dan tutup kepala
(jilbab/korpus).
4.1.6 Distribusi
Serangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi
dan jenis makanan konsumen yang dilayani (makanan biasa maupun khusus).
Tujuan dari distribusi makanan adalah agar konsumen mendapat makanan
sesuai diet dan ketentuan yang berlaku. (Depkes RI, 2003)
Sistem distribusi makanan yang diterapkan yaitu sistem sentralisasi dan
desentralisasi, dimana pada sistem sentralisasi makanan dibagi dan disajikan
dalam alat makan di ruang produksi dimana sistem ini dipakai pada RSAM
utama, untuk kelebihannya diantaranya tidak tidak membutuhkan alat makan
yang berlebih, makanan dapat langsung ke pasien, pelayanan cepat dan hanya
membutuhkan waktu singkat, sedangkan kelemahannya yaitu dibutuhkan
pegawai yang terampil dan terlatih untuk mampu bekerja dengan teliti, cepat
dan rapi, serta tidak sesuainya alat makan dan jenis hidangan yang tersedia.
Untuk sistem desentralisasi yaitu makanan dibawa menggunakan mobil dan
baru di bagikan di ruangan masing-masing, dan system ini diterapkan di
Ambun Suri. Kelebihan system ini yaitu peralatan yang dibutuhkan relatif
lebih sedikit dan macam peralatan lebih murah, serta mutu makanan dapat
dipertahankan karena makanan dihangatkan kembali, tetapi sayangnya ini
tidak ditemukan/diterapkan pada Ambun Suri di mana makanan dihangatkan
kembali sebelum dibagikan ke pasien. Sedangkan untuk kelemahannya adalah
pelayanan makanan lebih lambat, dan kadang kualitas makanan dapat rusak.
Tahap sentralisasi ini merupakan bukan CCP dikarenakan ada waktu tunggu
yang bisa menyebabkan kontaminasi ulang kecuali ada proses pemasakan.
Ruangan distribusi sudah dikelompokkan sesuai jenis makanan, untuk
alat makanan sudah dibersihkan oleh petugas PRT. Tenaga distribusi
makanan sebagian masih belum menggunakan APD. Serta kami mengamati
sebelum melakukan pendistribusian PRT tidak mencuci tangan terlebih
dahulu.
Seharusnya sebelum melakukan pendistribusian tenaga pendistribusian
melakukan cuci tangan agar terhindar bakteri dan kuman. Secara kasat trolly
pendistribusian sudah bersih, kalau dipegang dengan tangan tidak ada debu
yang lengket di trolly.
Untuk APD yang harus dipakai pada saat pendistribusian (High
Hygiene) adalah baju kerja, sepatu, celemek, sarung tangan, masker dan tutup
kepala (jilbab/korpus).

4.2 Tempe Goreng Balado


4.2.1 Penerimaan
Penerimaan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang meliputi
pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas dan kuantitas
bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan yang telah ditetapkan.
Institusi membuat daftar pesanan bahan makanan sesuai dengan menu yang
akan disajikan (Moehyi, 1992).
Utari (2009) yang mengutip pedoman teknis proses penyediaan
makanan dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi (Depkes RI,
2003), prasyarat penerimaan bahan makanan adalah :
c. Tersedianya rincian pesanan bahan makanan harian berupa macam
dan jumlah bahan makanan yang akan diterima.
d. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan.
Penerimaan bahan makanan di lakukan oleh salah satu dari ahli gizi
yang bertugas memeriksa, meneliti, mencatat, menetapkan dan melaporkan
macam, jumlah dan kualitas bahan makanan yang di terima sesuai dengan
pemesanan dan spesifikasi yang ada. Jika terjadi kerusakan atau tidak sesuai
dengan spesifikasi maka barang akan di kembalikan. Dalam melakukan
penerimaan bahan makanan di bagi menjadi 2 kelompok yaitu penerimaan
bahan makanan kering dan penerimaan bahan makanan basah.
Dari pengamatan yang dilakukan ruangan penerimaan hanya memiliki
satu timbangan 150 Kg, trolly makanan dan tidak memiliki meja pencatatan.
Berdasarkan teori ruangan penerimaan dilengkapi dengan peralatan berupa
timbangan berat makanan, wastafel, trolly atau kereta dorong keruang
penyimpanan/unit persiapan bahan makanan, alat-alat pendukung (pisau,
talenan, baskom).dan tidak ditemukan tempat sampah di ruang penerimaan..
Pada penerimaan ini belum terdapat CCP karena belum ada tindakan
menghilangkan bahaya atau mengurangi bahaya.
Untuk APD yang harus dipakai pada ruang penerimaan (Low Hygiene)
adalah baju kerja, sepatu dan tutup kepala (jilbab/korpus).

4.2.2 Penyimpanan
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan,
memelihara bahan makanan kering dan basah serta mencatat dan pelaporannya.
Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima, bahan makanan
tersebut harus segera dibawa ke ruangan penyimpanan, gudang atau ruangan
pendingin. Apabila bahan makanan langsung akan digunakan, setelah
ditimbang dan diawasi oleh bagian penyimpanan bahan makanan dibawa ke
ruangan persiapan bahan makanan (Moehyi, 1992).
Ada 4 prinsip penyimpanan bahan makanan yang sesuai dengan suhunya
(Depkes RI, 200) :
a. Penyimpanan sejuk (colling) pada suhu 10ºC-15ºC seperti jenis
minuman, buah dan sayuran.
b. Penyimpanan dingin (chilling) pada suhu 4ºC-10ºC seperti makanan
berprotein yang segera akan diolah.
c. Penyimpanan dingin sekali (freezing) pada suhu 0ºC-4ºC seperti bahan
makanan yang mudah rusak untuk jangka waktu 24 jam.
d. Penyimpanan beku (frozen) pada suhu <0ºC seperti bahan protein yang
mudah rusak untuk jangka waktu <24 jam.

Dari pengamatan yang telah kami lakukan, pada ruang penyimpanan


basah terdapat 2 buah lemari pendingin (chiller). Pada suhu chiller, kami
menemukan untuk chiller nabati suhunya tidak sesuai dengan suhu seharusnya,
di mana suhu pada saat itu 14,5°C sedangkan, untuk suhu chiller nabati adalah
6°-10°C. Pada ruang penyimpanan basah terdapat 2 buah lemari pendingin.
Untuk penyimpanan kering, menggunakan rak penyimpanan sebanyak 3 buah,
serta jarak rak penyimpanan adalah sebagai berikut : jarak rak dari dinding 2
cm, jarak rak dari lantai 15 cm, dan jarak rak dari langit-langit 60 cm. Namun
di instalasi gizi RSUD Dr. Achmad Mochtar jarak rak dari dinding melebihi
standar yaitu 5.5 cm, jarak rak dari lantai 10 cm, dan jarak rak dari langit-langit
juga melebihi 60 cm. Hal ini belum sesuai dengan standar yang ada.
Dirungan penyimpanan basah dan kering sudah menggunakan system
FIFO dan FEFO, dimana untuk system FIFO barang yang dikeluarkan adalah
barang yang pertama kali datang, sedangkan untuk system FEFO, barang yang
mendekati tanggal kadaluarsanya digunakan terlebih dahulu.

Untuk APD yang harus dipakai pada ruang penyimpanan basah (High
Hygiene) adalah baju kerja, sepatu, celemek, sarung tangan, masker dan tutup
kepala (jilbab/korpus).

4.2.3 Persiapan

Menyiapkan makanan meliputi kegiatan membersihkan dan


menghilangkan bagian–bagian yang tidak dimakan, memotong, menghaluskan,
menggiling, mencampur, membentuk serta kegiatan lainnya yang harus
dikerjakan sebelum bahan makanan siap diolah. Persiapan yang sempurna
terhadap bahan makanan sangat penting dan tidak hanya ditinjau dari segi gizi,
tetapi juga dari segi biaya operasionalnya. Selain itu, bagian ini perlu diawasi
untuk mencegah terjadinya pembuangan bahan makanan, misalnya pengupasan
yang terlalu tebal. Persiapan yang biasa dilakukan adalah: memotong,
mengiris, mengocok, menghaluskan, dan sebagainya merupakan persiapan
yang biasa saja. (Oktrizanita, 2005)
Dari pengamatan yang dilakukan di ruangan persiapan, masih ada pekerja
yang menggunakan pisau cutter, juga terdapat dalam persiapan di mana sayur
dipotong terlebih dahulu, baru dicuci dan pada saat pencucian , tempat
mencuci bahan makanan tidak sesuai dengan tempat yang telah disediakan
untuk masing-masing bahan, seperti bahan makanan sayur dicuci di tempat
pencucian nabati. Hal ini tentu tidak sesuai dengan teori yang ada karena
Untuk pencucian sayur dilakukan setelah pemotongan, berdasarkan teori
pemotongan dilakukan setelah pencucian dengan tujuan vitamin dan mineral
larut air tidak terbuang melalui air sisa pembuangan. Tahap persiapan ini
termasuk CCP 2 karena didalam tahap ini dilakukan pencucian untuk
mengurangi bahaya.
Ruangan persiapan sudah dibersihkan setiap hari, untuk alat peralatan
terkadang masih basah saat digunakan. Tenaga persiapan makanan masih ada
yang tidak menggunakan APD seperti handscoon dan masker. Penggunaan
blender diruangan persiapan untuk semua bahan makanan tidak dipisahkan
sama sekali, ini bisa menyebabkan kontaminasi silang terhadap makanan dan
untuk penggunaan wastafel tidak sesuai, dimana pencucian blender dilakukan
di wastafel pencucian buah, seharusnya pencucian blender dilakukan ditempat
pencucian alat, begitu juga dengan pisau dan talenan yang digunakan tidak
sesuai dengan warna dan fungsi masing-masing, sebagai contoh pemotongan
sayur memakai talenan berwarna merah, yang mana seharusnya memakai
talenan berwarna hijau.
Untuk APD yang harus dipakai pada ruang persiapan (Medium
Hygiene) adalah baju kerja, sepatu, sarung tangan, masker dan tutup kepala
(jilbab/korpus).

4.2.4 Pengolahan
Suatu kegiatan mengubah bahan makanan mentah menjadi makanan
yang siap dimakan, berkualitas, dan aman dikonsumsi. Prinsip pengolahan
bahan makanan yaitu cara pemasakan bahan makanan yang tepat dan benar
sesuai prosedur pengolahan sehingga menghasilkan makanan yang
berkualitas dan dapat dikonsumsi klien dengan sisa makanan yang minimal
(sedikit /tidak bersisa).
Pengolahan bahan makanan disesuaikan dengan standar porsi,
penggunaan standar resep, waktu pemasakan, suhu pemasakan, suhu
penyajian makanan, prosedur kerja dalam pemasakan dan ketepatan
penggunaan alat.
Dari pengamatan yang telah kami lakukan ruangan pengolahan sudah
memiliki standar resep, standar porsi, standar bumbu dan waktu pengolahan.
Saat mengolah makanan tenaga penjamah makanan tidak melakukan
penimbangan bumbu dikarenakan estimasi sudah mendekati. Berdasarkan teori
standar resep dan standar bumbu berfungsi untuk konsistensi rasa hidangan
yang diproduksi sama untuk setiap kali pembuatan walaupun dengan orang
yang berbeda. Tahap pengolahan ini termasuk CCP 1 karena mampu
menghilangkan bahaya yang disebabkan oleh terjadinya proses pemasakan
dengan menggunakan suhu kisaran 1000 C yang telah kami lakukan
pengukurannya.
Ruangan pengolahan sudah dibersihkan setiap hari, untuk alat
pengolahan sudah dibersihkan setiap hari. Untuk alat pengolahan terkadang
masih basah pada saat digunakan. Pada tenaga penjamah makanan ditemukan
ada penjamah yang tidak menggunakan APD dengan baik dan benar seperti
tidak memakai handscoon, tidak memakai masker dengan baik, serta masih
memakai aksesoris berupa cincin pada saat pengolahan berlangsung, saat
mencicipi makanan penjamah juga tidak menggunakan alat, mereka
menggunakan tangan untuk mencicipi makanan tersebut. Hal ini bisa
menyebabkan masakan terkontaminasi bakteri yang berasal dari tangan dan
mulut penjamah makanan.
Pada meja yang berfungsi untuk meletakkan makanan sesaat setelah
masak, dicampur dengan bahan makanan, sehingga bahan makanan dengan
makanan yang baru masak diletakkan dalam satu meja.
Untuk APD yang harus dipakai pada ruang pengolahan (High Hygiene)
adalah baju kerja, sepatu, celemek, sarung tangan, masker dan tutup kepala
(jilbab/korpus).

4.2.5 Pemorsian
Untuk tempat pemorsian makanan sudah baik namun pada saat
pemorsian makanan petugas tidak mencuci tangan sebelum melakukan
pemorsian dan ada beberapa tenaga pemorsian tidak memakai APD dengan
baik seperti handscoon.
Untuk APD yang harus dipakai pada saat pemorsian (High Hygiene)
adalah baju kerja, sepatu, celemek, sarung tangan, masker dan tutup kepala
(jilbab/korpus).

4.2.6 Distribusi
Serangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi
dan jenis makanan konsumen yang dilayani (makanan biasa maupun khusus).
Tujuan dari distribusi makanan adalah agar konsumen mendapat makanan
sesuai diet dan ketentuan yang berlaku. (Depkes RI, 2003)
Sistem distribusi makanan yang diterapkan yaitu sistem sentralisasi dan
desentralisasi, dimana pada sistem sentralisasi makanan dibagi dan disajikan
dalam alat makan di ruang produksi dimana sistem ini dipakai pada RSAM
utama, untuk kelebihannya diantaranya tidak tidak membutuhkan alat makan
yang berlebih, makanan dapat langsung ke pasien, pelayanan cepat dan hanya
membutuhkan waktu singkat, sedangkan kelemahannya yaitu dibutuhkan
pegawai yang terampil dan terlatih untuk mampu bekerja dengan teliti, cepat
dan rapi, serta tidak sesuainya alat makan dan jenis hidangan yang tersedia.
Untuk sistem desentralisasi yaitu makanan dibawa menggunakan mobil dan
baru di bagikan di ruangan masing-masing, dan system ini diterapkan di
Ambun Suri. Kelebihan system ini yaitu peralatan yang dibutuhkan relatif
lebih sedikit dan macam peralatan lebih murah, serta mutu makanan dapat
dipertahankan karena makanan dihangatkan kembali, tetapi sayangnya ini
tidak ditemukan/diterapkan pada Ambun Suri di mana makanan dihangatkan
kembali sebelum dibagikan ke pasien. Sedangkan untuk kelemahannya adalah
pelayanan makanan lebih lambat, dan kadang kualitas makanan dapat rusak.
Tahap sentralisasi ini merupakan bukan CCP dikarenakan ada waktu tunggu
yang bisa menyebabkan kontaminasi ulang kecuali ada proses pemasakan.
Ruangan distribusi sudah dikelompokkan sesuai jenis makanan, untuk
alat makanan sudah dibersihkan oleh petugas PRT. Tenaga distribusi
makanan sebagian masih belum menggunakan APD. Serta kami mengamati
sebelum melakukan pendistribusian PRT tidak mencuci tangan terlebih
dahulu.
Seharusnya sebelum melakukan pendistribusian tenaga pendistribusian
melakukan cuci tangan agar terhindar bakteri dan kuman. Secara kasat trolly
pendistribusian sudah bersih, kalau dipegang dengan tangan tidak ada debu
yang lengket di trolly.
Untuk APD yang harus dipakai pada saat pendistribusian (High
Hygiene) adalah baju kerja, sepatu, celemek, sarung tangan, masker dan tutup
kepala (jilbab/korpus).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan analisa HACCP pada menu Ikan Dencis dengan Buncis
Tauco dan Tempe Goreng Balado dapat disimpulkan bahwa :
5.1.1 Bahaya yang terdapat dalam proses produksi Ikan Dencis dengan Buncis
Tauco dan Tempe Goreng Balado adalah bahaya mikrobiologi, fisik, dan
kimia
5.1.2 Titik kendali kritis (CCP) dalam proses Ikan Dencis dengan Buncis Tauco
dan Tempe Goreng Balado yaitu pada daging ikan, tempe, buncis, dan
santan.
5.1.3 Batasan kritis dalam proses produksi Ikan Dencis dengan Buncis Tauco
dan Tempe Goreng Balado yaitu pada bagian persiapan, pengolahan,
pemorsian dan pendistribusian
5.1.4 Bentuk sistem untuk memantau pengendalian CCP dalam proses produksi
Ikan Dencis dengan Buncis Tauco dan Tempe Goreng Balado yaitu
dengan cara pengamatan
5.1.5 Bentuk prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP
bekerja dengan efektif dalam proses produksi Ikan Dencis dengan Buncis
Tauco dan Tempe Goreng Balado yaitu dengan memeriksa secara benar
dokumen HACCP
5.1.6 Semua prosedur dan catatan yang berkaitan dengan prinsip dan
penerapannya melalui dokumentasi HACCP dalam bentuk HACCP Plan
5.1.7 Skor keamanan pangan untuk menu ikan dencis dengan buncis tauco
didapatkan hasil 0.94 yang mana dapat dikategorikan pada level sedang
untuk dikonsumsi.
5.1.8 Skor keamanan pangan untuk menu tempe goreng balado didapatkan hasil
0.94 yang mana dapat dikategorikan pada level sedang untuk dikonsumsi.
5.2 Saran
Dari masalah yang ditemukan pada observasi disarankan :
5.2.1 Sebaiknya pada saat penerimaan makanan untuk waktu kedatangan bahan
makanan sebaiknya tepat pada waktunya sehingga proses persiapan bisa
berjalanan dengan lancar.
5.2.2 Sebaiknya pada saat persiapan penjamah makanan harus memakai alat
pelindung yang lengkap pada saat persiapan agar tidak terjadi kontaminasi
pada makanan yang akan disajikan. Sebaiknya penjamaah lebih
memperhatikan peraturan pencucian bahan makanan serta tempat mencuci
setiap bahan makanan agar tidak terjadi lagi di mana tempat pencucian
nabati dijadikan untuk tempat mencuci sayur dan sebagainya, dan juga
untuk pemakaian blender sebaiknya dipisahkan, tidak hanya memakai satu
blender saja.
5.2.3 Sebaiknya dalam proses pengolahan makanan tenaga penjamah makanan
menggunakan APD dengan baik dan benar, mencicipi makanan dengan
menggunakan sendok, tidak dengan tangan, makanan yang telah masak
dengan bahan makanan sebaiknya diletakkan secara terpisah, tidak dalam
satu meja, serta tenaga penjamah diharapkan tidak memakai aksesoris saat
bekerja, karena akan menyebabkan terjadinya kontaminasi serta bahaya
lainnya.
5.2.4 Sebaiknya dalam proses pemorsian makanan, untuk pemorsian makanan
ke dalam rantang, sebaiknya dilakukan dengan sendok takar yang sudah
sesuai dengan berat porsi makanan, agar makanan yang diporsikan jumlah
nya sama banyak.
5.2.5 Sebaiknya petugas PRT menggunakan APD dan menjaga kebersihan
dengan mencuci tangan sebelum proses pendistribusian.
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Irianton. 2014. Penyelenggaraan Makanan. Yogyakarta: Leutika.


Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit .
Jakarta: Dirjen Bina Pelayanan Medik.
Fardiaz. 1997. Mutu Produk Pangan. Sastra Hudaya. Bogor.
Gisslen. 1983. Professional Cooking. America: John Wiley and Sons, Inc.
ILO. 1989. Pencegahan Kecelakaan Kerja. Jakarta: PT. Pustaka Binaman
Pressindo
Kemenkes Ri. 2013. Pedoman PGRS Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta:
Kemenkes.
Martimore, Sara, dkk. 2005. HACCP Sekilas Pandang. Jakarta: EGC
Moehji, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga.
Jakarta: Bharata.
Muchatob. E. 1991. Manajemen Pelayanan Gizi Makanan Kelompok.
Jakarta: SPAG Depkes RI.
Mukrie, A. N. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta:
Depkes RI.
Peraturan Menteri Kesehatan RI, No 78 tahun 2013
Oktrizanita, D., 2005. Evaluasi Pelaksaan Penyelenggaraan Makanan di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Sumatera Utara Tahun 2005, Skripsi
Mahasiswa FKM Universitas Sumatera Utara, Medan.
Utari, R., 2009. Evaluasi Pelayanan Makanan Pasien Rawat Inap di
Puskesmas Gondangrejo Karanganyar. Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa
Program D III Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Wayansari, Laksmi, dkk. 2018. Manajemen Sistem Penyelenggaraan
Makanan Institusi. Jakarta: Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai