Disusun Oleh :
Kelompok 1.
1. Hanan Fakhira Najib (J310170113)
2. Dyah Ayu Kharisma Sari (J310170134)
A. Latar Belakang
Pelayanan di instalasi gizi suatu rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang
membantu dalam upaya penyembuhan dan pemulihan pasien. Umumnya pasien berada dalam
kondisi yang lemah sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit sehingga pelayanan
perlu diperhatikan khususnya pada penyelenggaraan makanan. Makanan adalah salah satu
kebutuhan dasar manusia untuk keberlangsungan hidupnya akan tetapi makanan juga dapat
menjadi sumber penularan penyakit (Priyanto, 2008). Penyelenggaraan makanan di rumah
sakit yang meliputi pengadaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengangkutan
bahan makanan, penyimpanan bahan makanan dan penyajian makanan, semua harus
memperhatikan syarat higiene dan sanitasi, mengingat permasalahan dari suatu makanan
ditentukan oleh ada tidaknya kontaminasi terhadap makanan (soediano dkk, 2009).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Pedoman Pelayanan Gizi Rumah
Sakit Tahun 2006 menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan makanan dan minuman perlu
adanya pengendalian pada faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi atau yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan kuman dan bertambahnya bahan aditif pada makanan dan
minuman yang berasal dari proses pengolahan makanan dan minuman. Untuk dapat
menyediakan makanan yang berkualitas yang bebas dari kontaminasi zat-zat berbahaya perlu
adanya sistem sanitasi pengolahan makanan yang baik dan terstandar. Sistem yang dapat
meminimalisir risiko bahaya yang dapat timbul dari pengolahan makanan di rumah sakit,
yakni dapat dengan menggunakan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
Hazard Analysis Critical Control Point atau analisis bahaya dan titik kendali kritis merupakan
suatu sistem manajemen yang digunakan untuk melindungi makanan dari bahaya biologi,
kimia, dan fisik. Sistem tersebut diterapkan sebagai upaya pencegahan terhadap bahaya yang
diperkirakan dapat terjadi dan bukan merupakan reaksi dari munculnya bahaya. Jadi sistem
ini merupakan tindakan pencegahan sebelum bahaya muncul (Rauf, 2013).
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro merupakan salah satu rumah sakit yang berada
provinsi di Jawa Tengah yang memiliki instalasi gizi untuk menyediakan makanan yang sehat
dan aman bagi pasien. Maka dari itu laporan ini disusun untuk mengetahui bagaimana
penerapan HACCP pada pembuatan perkedel kentang di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan HACCP dan menilai mutu keamanan pangan pada pengolahan
perkedel kentang di Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan produk dan spesifikasinya pada pembuatan perkedel kentang
b. Menganalisis diagram alir proses pengolahan perkedel kentang
c. Menganalisis potensi bahaya pada pengolahan perkedel kentang
d. Menetapkan titik kendali kritis pada pengolahan perkedel kentang
e. Menetapkan batas kritis pada pengolahan perkedel kentang
f. Menetapkan monitoring untuk setiap CCP pada pengolahan perkedel kentang
g. Menetapkan tindakan koreksi pada pengolahan perkedel kentang
h. Membuat verifikasi dan dokumentasi pada pengolahan perkedel kentang
C. Manfaat
1. Bagi Instalasi Gizi Rumah Sakit
Sebagai salah satu bahan evaluasi dan masukan bagi Instalasi Gizi RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten untuk meningkatkan kualitas pangan dalam penerapan prinsip
HACCP pada menu yang akan di sajikan untuk pasien
2. Bagi Program Studi
Sebagai media pembelajaran dan keterampilan dalam memperoleh hasil yang efisien,
efektif, dan optimal untuk mencapai kompetensi sebagai ahli gizi.
3. Bagi Peneliti
a. Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang penerapan sistem
HACCP
b. Untuk mengaplikasikan teori yang telah didapatkan sebelumnya selama kuliah dan
membandingkannya dengan kenyataan yang ada di lapangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEAMANAN PANGAN
parameter mutu pangan yang ada. Saat ini konsumen menyadari bahwa mutu pangan
khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk akhir dari
laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman didapat dari bahan baku yang
ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik akan menghasilkan produk
akhir yang baik. Untuk memproduksi produk pangan yang aman dikonsumsi, perlu
menggunakan standar-standar keamanan pangan. Salah satu standar keamanan pangan yang
diakui adalah Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). HACCP merupakan
suatu sistem yang digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang
memfokuskan pada pencegahan. HACCP diterapkan pada seluruh mata rantai proses
pengolahan produk pangan (Thaheer, 2005). Program persyaratan dasar merupakan cara
produksi makanan yang baik (Good Manufacturing Practice, GMP) atau praktik higiene yang
baik (Good Hygiene Practice, GHP) yang akan dipatuhi oleh semua pelaku bisnis makanan,
yang memiliki reputasi baik untuk memastikan bahwa makanan yang diberikan pada
konsumen adalah makanan yang sehat dan aman (Prasetyo, 2000). Sistem manajemen mutu
berfungsi sebagai kerangka acuan yang didalamnya setiap kegiatan proses dapat dikelola,
B. HACCP
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) adalah suatu system
manajemen yang digunakan untuk melindungi makanan dari bahaya biologi, kimia, dan fisik
dengan upaya pencegahan terhadap terhadap bahaya yang diperkirakan dapat terjadi atau
pematauan menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam
kendali.
2013).
C. DEFINISI BAHAN
1. Kentang
sayuran. Perlakuan penyimpanan perlu dilakukan terhadap kentang segar pasca panen
pencahayaan karena cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi kondisi dan mutu umbi kentang baik secara fisik maupun kimia,
2. Telur
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah
dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah.
Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung
telur, obat, dan lain sebagainya (Margono et al., 2000). Pada ruang terbuka (suhu
kamar), telur segar hanya mempunyai masa simpan yang pendek. Lama penyimpanan
3. Bawang merah
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak
lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke
dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap
rendah sampai dataran tinggi. Bawang merah menghendaki suhu udara berkisar
antara 25⁰C sampai 30⁰C, tempat terbuka tidak berkabut, intensitas sinar matahari
4. Bawang putih
Bawang putih merupakan salah tanaman sayuran umbi yang banyak ditanam
umbi saja, utamanya hanya sebagai bumbu dapur. Hasil penelitian para ahli
menunjukkan bahwa bawang putih memiliki potensi sebagai bahan baku obat-obatan
lebi baik disimpan dalam suhu ruang dan temat yang memiliki aliran udara yang baik
5. Garam
Garam adalah benda padat berwarna putih berbentuk Kristal merupakan kumpulan
senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya
garam yang terdapat di alam berasal dari air laut, air danau asin, deposit dalam tanah,
6. Merica
Merica atau lada merupakan tumbuhan merambat yang hidup pada iklim tropis
dimana bijinya sangat sering dimanfaatkan sebagai bumbu masakan. Aroma dan rasa
lada sangat khas, sehingga terkadang menjadi bagian dari bumbu dan resep masakan
andalan, penyimpanan merica lebih baik disimpan pada suhu ruang dan tidak lembab
(Mediatani, 2015).
7. Pala
Pala merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda,
(Fatimah, 2017).
lebih terasa gurih. Rempah biji buah pala sering digunakan sebagai bumbu masakan
8. Seledri
masakan, misalnya bakmi, sup, bakso, sayur bening dan sebagainya. Sayuran hijau ini
termasuk tanaman yang mudah tumbuh bila ditanam dimana saja, baik di dataran
tinggi maupun dataran rendah antara 0 sampai dengan 1200 meter di atas permukaan
laut (Haryato, 2009). Namun tanaman seledri tidak tahan terkena sinar matahari
(Uluputty, 2015).
9. Minyak goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan
yang diurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanhya digunakan untuk
menggoreng bahan makanan. Minyak dan lemak merupakan campuran dari ester-
ester asam lemak dengan gliserol yang akan membentuk gliserida, ester-ester tersebut
minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai
terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada
BAB III
METODE PENGAMATAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN
goreng bertempat di dapur Instalasi Gizi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Kegiatan
Praktek Kerja Lapang dilakukan pada hari Jumat, 5 Februari 2021 menggunakan menu dari
B. TIM PELAKSANA
1. CI : Tri Catur Nugrahasari, S.Gz
2. Juru Masak :-
1. Bahan
a. Kentang
b. Telur
c. Bawang merah
d. Bawang putih
e. Seledri
f. Merica
g. Pala
h. Minyak goreng
i. Garam
2. Alat
a. Wajan
b. Pisau
c. Talenan
d. Kompor
e. Penghalus/ cobek
f. Baskom
D. CARA PENGOLAHAN
3. Penghalusan bumbu meliputi bawang merah, bawang putih, kunyit, merica, pala dihaluskan
menggunakan blender
4. Bumbu halus (bawang merah, bawang putih, kunyit, merica, pala) yang sudah dihaluskan
5. Pengupasan kentang dari kulitnya, dilanjut dengan pemotongan kentang dalam bentuk kecil,
9. Pencampuran semua bahan meliputi bumbu halus (bawang merah, bawang putih, kunyit,
merica, pala) yang sebelumnya disimpan di chiller, penambahan telur, irisan seledri dan
12. Penjedaan dalam troli berpemanas dengan suhu 670C selama 30 menitan
6. Menentukan CCP √
7. Menentukan batas kritis √
8. Menentukan prosedur monitoring √
9. Menentukan tindakan koreksi √
10. Menentukan prosedur verifikasi √
11. Melakukan pencatatan (recording) √
FORMULIR 1
TIM HACCP PRODUK: PERKEDEL KENTANG GORENG
FORMULIR 2.a
DESKRIPSI PRODUK
PROSEDUR PENGOLAHAN
DIAGRAM ALIR
Penyimpanan
Pengirisan 1 Penghalusan 1
3, chiller (0,7˚
C)
Pencucian 5
Penggorengan 1
107oC 15 Menit Penggorengan Penjedaan troli,
Pencampuran Pencetakan Penyajian Pendistribusian
2, 108˚C 15 67˚C 30 menitan
menit
Penghalusan 2 CCP
FORMULIR 3.b
VERIFIKASI
Diagram alir yang sudah disusun kemudian dilakukan verifikasi dengan melihat proses
dari awal hingga akhir. Verifikasi dilakukan dengan cara:
a. Penerimaan bahan baku
Bahan baku (kentang, telur, bawang merah, bawang putih, seledri, merica, pala,
garam, minyak goreng).
b. Penyortiran
Bahan baku yang sudah diterima selanjutnya dilakukan penyortiran untuk
memilah dan memisah bahan yang baik dan tidak (kentang, telur, bawang merah,
bawang putih, seledri).
c. Pengupasan
Pengupasan kentang, bawang merah, bawang putih yang sebelumnya telah disortir
d. Pengirisan 1
Pengirisan kentang untuk mempermudah penggorengan
e. Pengirisan 2
Pengirisan seledri sebelum masuk tahap pencampuran
f. Pencucian
Setelah dilakukan pengupasan bawang merah bawang putih, pengirisan kentang,
dan penyortiran telur dilakukan pencucian semua bahan hingga bersih
g. Penghalusan 1
Semua bumbu dihaluskan hingga lembut (bawang putih, bawang merah, merica
bubuk, pala)
h. Penyimpanan
Penyimpanan untuk bumbu yang telah dihaluskan dalam chiller 0,70C
i. Penggorengan 1
Penggorengan kentang dengan suhu 107˚C selama 15 menit
j. Penghalusan 2
Setelah dilakukan penggorengan kentang dihaluskan hingga halus
k. Pencampuran
Pencampuran ketang, bawang putih, bawang merah, merica bubuk, pala yang
sudah halus, pencampuran garam dan penambahan irisan seledri, telur setelah di
sortir)
l. Pencetakan
Pencetakan adonan perkedel sesuai standart porsi yang telah ditentukan.
m. Penggorengan
Setelah di cetak kemudian perkedel yang sudah sesuai standart porsi digoreng
dengan suhu 108˚C selama 15 menit.
n. Penyajian
Setelah perkedel kentang digoreng matang, selanjutnya dilakukan proses
penyajian hidangan, VIP 1 disajikan menggunakan piring porselin lalu ditutup
dengan plastic wrap, pasien anak menggunakan bento box, pasien kelas II dan III
dengan plato stainless steel.
o. Penjedaan
Penjedaan di troli selama 30 menit dengan suhu 67˚C sebelum disajikan
p. Pendistribusian
Pembagian makanan pada pasien oleh penyaji makanan
FORMULIR 4.a
IDENTIFIKASI BAHAYA BAHAN BAKU
Perlu proses
Bahan Bahaya Pencegahan
pengendalian
Penggorengan suhu 72oC selama 4
Biologi: B. cereus Ya menit (untuk mencapai suhu internal
Kentang 72oC, 15 detik)
Pencucian dan pembuangan bagian
Fisik: Tanah, Busuk Ya
yang sudah busuk
Perebusan suhu 72oC selama 4 menit,
Biologi: Salmonella,
Ya garansi dari supplier serta gunakan
Streptococci, S. aureus
spesifikasi bahan yang baik
Telur Kimia: Melamin dan Dimasak hingga matang(tidak mentah)
Ya
Avidin
Fisik: Cangkang, Ya Pencucian dengan air bersih, mengalir,
kotoran ayam dan bertekanan
Biologi: B. cereus Ya Penyimpanan di tempat kering
Pencucian dengan air bersih, mengalir,
Kimia: Pestisida Ys
Bawang dan bertekanan
Merah Pencucian dengan air bersih dan
Fisik: Tanah, Busuk Ya mengalir, pengupasan, dan
pembuangan bagian yang sudah busuk
Biologi: B. cereus Ya Penyimpanan di tempat kering
Pencucian dengan air bersih,
Kimia: Pestisida Ya
Bawang mengalir, dan bertekanan
Putih Pencucian dengan air bersih dan
Fisik: Tanah, busuk Ya mengalir, pengupasan, dan
pembuangan bagian yang sudah busuk
Biologi : ulat Ya Penyortiran
Seledri pencucian dengan air yang bersuh dan
Fisik: tanah, debu Ya
mengalir
Ya Perebusan suhu 72oC selama 4 menit
Biologi: Bacillus cereus (untuk mencapai suhu internal 72oC,
15 detik)
Merica
Ya Penyimpanan tempat kering, tertutup,
Fisik: Kerikil dan kedap udara
Jawab: YA (B, F)
P. 1. b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya yang
teridentifikasi?
2. Telur
Jawab: YA (B, K, F)
P. 1. b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya yang
teridentifikasi?
C. Seledri
P. 1. a Apakah terdapat potensi bahaya pada seledri?
Jawab: YA (B, F)
P. 1. b Apakah terdapat tindakan penghilangan/pengurangan potensi bahaya yang
teridentifikasi?
D. Bawang Putih
Jawab: YA (B, K, F)
E. Bawang Merah
P. 1. a Apakah terdapat potensi bahaya pada bawang merah?
Jawab: YA (B, K, F)
F. Merica
P. 1. a Apakah terdapat potensi bahaya pada bawang merah?
Jawab: YA (B, F)
Jawab: YA (F)
H. Garam
I. Minyak Goreng
Jawab: YA (B, F, K)
Jawab: TIDAK
P. 1. b Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
Jawab: YA (Penerimaan = bukan CCP)
B. Penyortiran
P. 1. a Apakah tahap penyortiran dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas
yang diterima?
Jawab: TIDAK
P. 1. b Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
C. Pengupasan
P. 1. a Apakah tahap pengupasan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas
yang diterima?
Jawab: TIDAK
P. 1. b Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
Jawab: TIDAK
P. 1. b Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
F. Penghalusan
P. 1. a Apakah tahap penghalusan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas
yang diterima?
Jawab: TIDAK
P. 1. b Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
G. Penyimpanan
P. 1. a Apakah tahap penyimpanan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas
yang diterima?
Jawab: TIDAK
P. 1. b Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
H. Pencampuran
P. 1. a Apakah tahap pencampuran dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas
yang diterima?
Jawab: TIDAK
P. 1. b Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
Jawab: TIDAK
P. 1. b Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
Jawab: TIDAK
P. 1. b Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
Jawab: TIDAK
P. 1. b Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
J. Pendistribusian
P. 1. a Apakah tahap pendistribusian dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas
yang diterima?
Jawab: TIDAK
P. 1. b Apakah kontaminasi oleh bahaya yang diidentifikasi dapat terjadi sampai melebihi
batas yang dikehendaki atau dapatkah terjadi peningkatan sampai melebihi batas?
Jawab: YA
P. 1. c Apakah tahap berikutnya sebelum makanan dikonsumsi dapat digunakan untuk
menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai dengan batas yang diterima?
Proses CCP CP
Pencucian - √
Pengirisan - -
Penghalusan - -
Penyimpanan - -
Pencampuran - -
Pencetakan - -
Penggorengan √ -
Penyajian - -
Penjedaan - √
Pendistribusian - -
FORMULIR 6
BATAS KRITIS
MONITORING
VERIFIKASI
Bahaya Monitoring
Batas Tindakan
No Tahap CCP (B, K, Frekuen Verifikasi
Kritis Apa Bagaimana Siapa Koreksi
F) si
Suhu 72oC Monitor suhu
Uji
selama 4 dan waktu
mikrobiolog
menit
i , validasi
(untuk Dilakukan
Penggoreng Suhu dan Ahli suhu
1. B mencapai 1x penyesuai
an waktu Gizi internal dan
suhu an suhu
kalibrasi
internal
pengukur
72oC, 15
suhu
detik)
PENCATATAN
Monitoring
Bahaya Tindakan
No Tahap CCP Batas Kritis Frekuens Verifikasi Pecatatan
(B, K, F) Apa Bagaimana Siapa Koreksi
i
Suhu 72oC Monitor suhu Uji
selama 4 dan waktu mikrobiologi
menit (untuk Dilakukan , validasi
Penggorenga Suhu dan Ahli Dokumen
1. B mencapai 1x penyesuaia suhu internal
n waktu Gizi pengolahan
suhu internal n suhu dan kalibrasi
72oC, 15 pengukur
detik) suhu
PEMBAHASAN
HACCP dirancang untuk industry pangan yang telah menggunakan peralatan canggih, namun
pendektan prinsip-prinsip HACCP dapat diterapkan pada skala kecil seperti di rumah, restoran,
maupun di instalasi gizi. HACCP merupakan suatu system yang menjamin bahwa semua potensi
bahaya pada bahan pangan secara sistematis dikendalikan pada setiap tahap pengolahan (Rauf, 2013).
Terdapat 12 langkah dalam penyusunan HAACP yaitu menyusun tim HACCP, deskripsi produk,
identifikasi pengguna produk atau peruntukan produk, pembuatan diagram alir, verifikasi diagram
alir, analisis bahaya, penentuan CCP, penentuan batas kritis (CP), penetapan system pemantauan,
menentukan tindakan koreksi, melakukan verifikasi system HACCP, penetapan dokumentasi
(Prayitno & Tjiptaningdyah, 2018).
1. Penerimaan
Penerimaan bahan makanan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro menganut system
konvensional. Adapun cara penerimaannya yaitu dengan cara konvensional Panitia Penerima Hasil
Perjanjian (PPHP) menerima bahan sesuai dengan jenis dan jumlah bahan makanan yang dipesan.
Dalam pembuatan menu perkedel kentang goreng bahan yang diterima adalah kentang, telur, seledri,
bawang merah, bawang purih, merica, pala, garam, minyak goreng. Kentang diterima pada tanggal 3
Februari 202, seledri diterima tanggal 4 februari 2021, bumbu diterima sebelum tanggal 4 februari
2021.
2. Penyortiran
Penyortiran adalah proses memilah, memilih, mengelompokkan dilakukan secara langsung,
tahap ini dilakukan pemilihan bahan kentang, telur, seledri, bawang merah, bawang purih, merica,
pala, garam, minyak goreng . Bahan yang datang ditimbang oleh penyedia dengan didampingi PPHP
instalasi gizi yang mencatat jumlah dan bahan makanan yang diterima. Bahan kemudian dicocokkan
dengan daftar pesanan bahan yang telah ditentukan dari bagian pemesanan. Bahan yang dipilih harus
dalam keadaan utuh, baik secara fisik, apabila ada baha makanan yang rusak atau tidak sesuai akan
dilakukan pengembalian ke penyedia dan meminta untuk mengirim kembali bahan yang bagus.
Akibat dari melewatkan tahap penyortiran pengecekan secara langsung akan berisiko terjadinya
bahaya biologi dan fisik.
3. Pengupasan
Pengupasan merupakan proses sebelum dilakukan pengolahan bahan pangan yang siap untuk
dikonsumsi. Tujuan dari pengupasan yaitu untuk menghilangkan kulit bagian luar dari kentang,
bawang merah dan bawang putih. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi
silang dengan cara membuang bagian yang kotor.
4. Pencucian
Teknik pencucian sayuran sangat berpengaruh terhadap kualitas hygiene bahan. Pencucian
bertujuan untuk menghilangkan bahaya fisik, kimia dan biologi. Jika pencucian dilakukan tidak benar
dan bersih maka berisiko terjadinya potensi bahaya biologi dan fisik. Pencucian dilakukan secara
terpisah antara bahan satu dengan bahan lainnya. Pada tahap ini kentang, seledri, bawang merah,
bawang putih dibersihkan dari gangguan fisik pada seperti rambut, kerikil, atau tanah dan
membersihkan bahan makanan dari bahaya bahan kimia seperti pestisida. Pencucian telur dilakukan
untuk menghilangkan kotoran dari ayam.
5. Penghalusan
Pada pembuatan perkedel kentang goreng dilakukan penghalusan 2 kali yaitu penghalusan
bumbu dan penghalusan kentang setelah penggorengan pertama.
6. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan dalam dua tempat yaitu di gudang dan chiller. Kentang disimpan
dalam gudang dengan suhu ruang 31˚C, telur, minyak goreng dan garam disimpan dalam gudang
bahan makanan kering 27˚ C, sedangkan penyimpanan dichiller meliputi bumbu yang sudah halus
dengan suhu (0,7˚ C).
7. Pencampuran dan pemorsian
Semua bahan dicampur dari bumbu, kentang yang telah dihaluskan, telur seledri, dan garam.
Pencampuran ini dilakukan hingga adonan tercampur merata. setelah itu mencetak adonan perkedel
sesuai standart porsi
8. Penggorengan
Adonan yang telah diukur porsinya digoreng hingga matang dengan suhu 108 0C selama 15
menit. Tahap penggorengan dilakukan dua kali, yang pertama penggorengan kentang, yang kedua
penggorengan adonan perkedel. Tahap penggorengan kedua termasuk CCP Karena proses ini dapat
menghilangkan bahaya dari semua bahan makanan. CCP (Critical Control Point) atau titik-titik kritis
pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan
baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan risiko kerugian
ekonomi. CCP ini dideterminasikan setelah diagram alir yang sudah teridentifikasi potensi hazard
pada setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya (Winarno, 2004).
9. Penyajian
Perkedel kentang yang sudah digoreng selanjutnya dilakukan penyajian untuk masing-masing
kelas VIP I disajikan menggunakan piring porselin ditutup dengan plastik wrap, pasien anak
menggunakan bento box, Pasien Kelas II dan III dengan plato stainless steel. Dalam tahap ini
penjamah makanan harus selalu menggunakan APD lengkap untuk mencegah terjadinya kontaminasi
silang.
10. Penjedaan trolly
Pendistribusian dengan trolly tertutup berpemanas dengan suhu 67 0C selama 30 menitan
sehingga dapat mengantisipasi adanya bahaya atau kontaminasi silang, untuk penyajian dilakukan
sesuai dengan masing-masing kelas
11. Pendistribusian
Pendistribusian dengan trolly tertutup dan dibagikan pada setiap kamar pasien. . Dalam tahap
ini penjamah makanan harus selalu menggunakan APD lengkap untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang. Makanan sebaiknya dikonsumsi maksimal satu jam setelah penyajian.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Titik kendali kritis pada menu Perkedel Kentang Goreng yaitu proses :
a) Penyortiran
b) Pencucian
c) Penyimpanan
d) Penggorengan
e) Penyajian
f) Penjedaan
2. Pemantauan CCP dapat dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung serta monitor
suhu dan waktu penggorengan
3. Penerapan HACCP masakan Perkedel Kentang Goreng di Instalazi Gizi RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten cukup baik dan perlu adanya peningkatan agar produk tetap terjamin
kualitasnya.
B. Saran
1. Penjamah makanan harus selalu menggunakan APD lengkap dan aman saat melakukan
.
Badan Litbang Pertanian. 2006. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas. Badan Litbang
Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.
Badan Stanarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia. SNI 4852-1998.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Dirjen Bina
Kesehatan Masyarakat.
Fatimah, Ria Nita. 2017. Mari Mengenal Bumbu Nusantara. Jakarta: Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa.
Hariana, A. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 2. Jakarta: Penebar Swadaya.
Haryoto, 2009. Bertanam Seledri Secara Polybag. Yogyakarta: kanisius.
Margono et al., 2000. Buku Panduan Teknologi Pagan. Pusat Informasi Wanita dan Pebangunan
PDII-LIPI Bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation (1993). Jakarta.
Media tani. 2015. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Lada. Jakarta:
Mohi, R. A. 2014. Analisis Potensi Pengembangan Tambak Garam di Desa Siduwonge Kecamatan
Randangan Kabupaten Pohuwato. Universitas Negeri Gorontalo: Gorontalo.
Priyanto, R. 2007. Besar Resiko Frekuensi Makan, Asupan Energi, Lemak, Serat dan Aktivitas
Fisik Terhadap Kejadian Obesitas Pada Remaja Menengah Pertama (SMP). Skripsi.
Program Studi S1 Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Semarang.
Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi Pangan & HACCP. Jakarta: Graha Ilmu.
Samadi, Budi, 2000. Usaha Tani Bawang Putih, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Kanisius.
Setyabudi, D. A., Wisnu, B., Sunarmani., Qanytah., dan Irfan B. J. 2017. Teknologi Penyimpanan
Umbi Kentang (Solanum tuberosum L.) Var. GM-05 dengan Rekayasa Pencahayaan
untuk Mempertahankan Kesegarannya. Jurnal Penelitian Pasca Panen Pertanian, 14(2): 116-
124.
Prayitn, Sutrisno & Tjiptaningdyah, Restu. 2018. Penerapan 12 Tahapan Hazard Analysis And
Critical Control Point (HACCP) Sebagai Sistem Keamanan Pangan Berbasis Produk Perikanan.
Jurnal Agrica, 11 (2) : 79- 92
Uluputty, Muhammad Riadh. 2015. Pertumbuhan dan Hasil Seledri (Apium grafeolend L.)
Pada Media Pasir Setelah Diberikan Gandasil D Dan Atonik. Jurnal Ilmu Budidaya
Tanaman, 4(1): 28-33.
Winarno, F.G. 2004. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor: M-Brio Press.