Disusun Oleh:
Kelompok 1
Kelas DIV/5B
Dosen :
JURUSAN GIZI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JAKARTA 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan segala rahmat
dan hidayah-Nya serta kesehatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan Laporan
Praktikum Pelaksanaan Haccp di Pabrik Tempe Rumahan Cipondoh Tangerang tepat pada
waktunya. Penulis Mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing serta semua pihak yang
telah memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam penyusunan laporan praktikum ini.
Laporan ini sangat jauh dari kesempurnaan,mengingat refrensi yang didapat tidak
terlalu banyak. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatamg.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Umum
Dari kunjungan industry yang dilakukan mahasiswa mendapatkan sebanyak
informasi dan dapat membuat Hazard Analysis & Critical Control Point dari
produk yang di produksi Industry dan memberikan saran dan masukan yang baik
bagi pemilik pabrik industry.
Khusus
1) Melakukan wawancara denga pemilik pabrik
2) Memperhatikan dan mencatat di setiap proses produksi ( persiapan,
pengolahan, packaging, distribusi)
3) Mendokumentasi kunjungan industry
4) Membuat laporan kujungan industry
1.4 Manfaat
Bagi Siswa
1) Dapat menyelesaikan tugas matakuliah PMP
2) Melihat cara kerja, dan berbagai macam alat – alat produksi yang digunakan
3) Mendapat gambaran umum tentang risiko keamanan pangan, mencegah bahaya
dalam keamanan pangan di pabrik industry pangan.
Bagi Industri
1) Dapat berbagi ilmu dengan mahasiswa
2) Mengajak dan memperlihatkan proses produksi bagi mahasiswa
3) Memperkenalkan sejarah singkat berdirinya industri kepada mahasiswa
4) Memperkenalkan hasil produksi kepada masyarakat luas.
5) Mendapatkan saran dan masukan yang sifatnya membangun dari mahasiswa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
HACCP adalah suatu sistem control dalam upaya pencegahan terjadinya masalah
yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis didalam tahap penangananan dan proses
produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan
untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventif) yang
dianggap dapat memberikan jaminan dalam mengahsilkan makanan yang aman bagi
konsumen. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik
pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan
kepada pengujian produk akhir.Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan
keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk
meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai
alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses
produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobilogis, kimia dan fisik.
HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama
bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga
sampai kepada pengguna akhir. Keberhasilan dalam penerapan HACCP membutuhkan
tanggung jawab penuh dan keterlibatan manajemen serta tenaga kerja. Keberhasilan
penerapan HACCP juga membutuhkan pendekatan tim, tim ini harus terdiri dari tenaga
ahli yang tepat. Tujuan dari penerapan HACCP dalam industri pangan adalah untuk
mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna
memenuhi tuntutan konsumen.HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak
bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi dan didistribusikan. HACCP
juga berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing
kompetitif.
Jika dalam program yang disyaratkan tersebut ada hal yang tidak dilakukan
dengan cukup, maka titik pengendalian kritis tambahan harus diidentifikasi,
diawasi dan dipelihara dalam rencana HACCP yang bersangkutan.
Pelaksanaan program pendahuluan akan mempermudah penyusunan rencana
pelaksanaan HACCP dan menjamin bahwa integritas rencana HACCP dapat
dipelihara.
Semakin banyak titik-titik pengendalian kritis yang ada akan semakin sulit
pengelolaan sistem HACCP yang harus dihadapi.
CCP tidak dapat dikendalikan secara efektif dalam lingkungan yang tidak stabil.
Prinsip 1
Melakukan suatu analisis potensi bahaya
Prinsip 2
Menentukan Titik-titik Pengendalian Kritis atau Critical Control Points (CCPs)
Prinsip 3
Menyusun batas-batas kritis
Prinsip 4
Menyusun suatu sistem untuk mengawasi pengendalian CCP.
Prinsip 5
Menyusun tindakan-tindakan perbaikan yang harus diambil ketika pengawasan
menunjukkan bahwa suatu titik pengendalian kritis (CCP) berada diluar kendali.
Prinsip 6
Menyusun prosedur pengecekan ulang untuk memastikan bahwa sistem HACCP
dapat bekerja dengan efektif.
Prinsip 7
Menyusun dokumentasi yang berhubungan dengan semua prosedur dan catatan-
catatan yang sesuai untuk prinsip-prinsip ini beserta aplikasinya.
Lingkup rencana HACCP (atau bidang yang akan dipelajari) harus didefinisikan
sebelumnya sebelum memulai studi HACCP.
Bagian dari studi HACCP termasuk:
Kondisi distribusi
Kondisi penggunaan oleh konsumen
Pada prakteknya, informasi ini juga perlu dikumpulkan untuk bahan mentah,
bahan baku, produk antara dan produk yang harus diproses ulang jika bahan-bahan
tersebut memiliki karakteristik tertentu. Informasi yang berhubungan dengan
karaktersitik yang dapat berpengaruh terhadap potensi bahaya yang akan
dipertimbangkan (misalnya suhu, pengawetan atau aktivitas air yang berhubungan
dengan bakteria) akan dikumpulkan pertama kali.
Tahapan ini sangat penting dan tidak boleh diremehkan. Tujuannya adalah untuk
mengumpulkan informasi yang dapat diandalkan tentang suatu produk, komposisi,
perilaku, umur simpan, tujuan akhir, dan sebagainya. Keraguan akan ketidakpastian
(pH, Aw dan sebagainya) harus dihilangkan pada tahapan studi ini, jika perlu dengan
cara percobaan dan pengujian. Data yang dikumpulkan akan digunakan pada tahap
berikutnya dalam studi HACCP, terutama untuk melengkapi Tahap 6 (analisis potensi
bahaya) dan tahap 8 (batas kritis).
Rincian yang tersedia harus cukup rinci dan berguna untuk tahapan analisis
potensi bahaya, namun harus ada kesetimbangan antara keinginan untuk
mencantumkan terlalu banyak tahapan dan keinginan untuk menyederhanakan secara
berlebihan sehingga rencana yang dihasilkan menjadi kurang akurat dan kurang dapat
diandalkan.
Mulai dengan membuat diagram yang paling detail yang berisi operasi-operasi
dasar proses tersebut.
Pertimbangkan urutan operasi-operasi dasar untuk menentukan bagaimana
beberapa operasi dasar dapat dikelompokkan kembali dalam sebuah TAHAPAN
proses.
Penyiapan diagram alir adalah tahapan yang sulit dan sangat penting serta
memerlukan pembahasan yang mendalam antar seluruh anggtota tim HACCP.
Bila mana perlu, informasi pelengkap dapat berupa:
Sebuah skema pabrik harus dibuat untuk menggambarkan aliran produk dan
lalu lintas pekerja untuk memproduksi produk yang sedang dipelajari. Diagram
tersebut harus berisi aliran seluruh bahan baku dan bahan pengemas mulai dari saat
bahan-bahan tersebut diterima, disimpan, disiapkan, diolah, dikemas/digunakan untuk
mengemas, disimpan kembali hingga didistribusikan.
Proses verifikasi tahap ini harus diprioritaskan pada tinjauan tentang proses
yang dilakukan di pabrik pada waktu-waktu yang berbeda pada saat operasi, termasuk
pada shift yang berbeda (bila ada). Pada shift yang berbeda bisa terjadi perbedaan-
perbedaan.
Jika tahap ini tidak dilakukan dengan teliti maka analisis yang dilakukan
selanjutnya bisa keliru. Potensi bahaya yang sesungguhnya bisa tidak teridentifikasi
dan titik-titik yang bukan titik pengendalian kritis (CCP) teridentifikasi sebagai CCP.
Dengan demikian maka perusahaan telah membuang-buang sumber daya dan tingkat
keamanan produk menjadi berkurang.
6. Tahap Analisis Pelaksanaan HACCP
Setelah lima tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa
bahaya dan mengindentifikasi bahaya beserta cara-cara pencegahan untuk
mengendalikannya. Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan
baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan distribusi,
hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk
mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses
pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen.
Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan
tindakan pencegahan(preventive measure), dan penentuan kategori resiko atau
signifikansi suatu bahaya. Dengan demikian, perlu dipersiapkan daftar bahan mentah
dan ingredient yang digunakan dalam proses, diagram alir proses yang telah
diverifikasi, serta deskripsi dan penggunaan produk yang mencakup kelompok
konsumen beserta cara konsumsinya, cara penyimpanan, dan lain sebagainya.
B. Penentuan CCP
Penentuan CCP dilandaskan pada penilaian tingkat keseriusan dan
kecenderungan kemunculan potensi bahaya serta hal-hal yang dapat dilakukan untuk
menghilangkan, mencegah atau mengurangi potensi bahaya pada suatu tahap
pengolahan.
CCP yang terpisah tidak harus ditujukan untuk masing-masing potensi bahaya.
Namun demikian harus dilakukan usaha-usaha untuk menjamin penghilangan,
pencegahan atau pengurangan seluruh potensi bahaya yang teridentifikasi.
Sifat dan prinsip pengujian, metode atau teknik yang digunakan Frekuensi
pengamatan, letak atau lokasi dilakukannya pengamatan
Alat yang digunakan, proses atau rencana pengambilan sampel
Tanggung jawab pengawasan an interpretasi hasil
Peredaran informasi.
Tindakan sertamerta pada proses agar dapat segera kembali ke batas yang
disyaratkan
Tindakan sertamerta pada produk mungkin dipengaruhi oleh penyimpangan yang
teramati.
Tindakan yang berbeda untuk menghindari terulangnya penyimpangan (tindakan
perbaikan yang sesuai dengan seri ISO 9000)
Sifat penyimpangan
Penyebab penyimpangan
Tindakan perbaikan yang dilakukan
Orang yang bertanggung jawab terhadap tindakan perbaikan
Tindakan lain yang dicapai
Semua penyimpangan yang mungkin terjadi tidak dapat diantisipasi sehingga
tindakan perbaikan tidak boleh dilakukan sebelumnya. Dengan demikian disarankan
untuk menduga kasus penyimpangan yang paling sering terjadi dan atau
mendefinisikan mekanismenya, pengaturannya, pihak yang berwenang, serta
tanggung jawab secara umum untuk diterapkan setelah terjadi penyimpangan apapun
juga.
1. Pengertian Tempe
Tempe adalah salah satu produk fermentasi yang umumnya berbahan baku
kedelai yang difermentasi dan mempunyai nilai gizi yang baik. Fermentasi pada pembuatan
tempe terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus oligosporus. Fermentasi pada tempe dapat
menghilangkan bau langu dari kedelai yang disebabkan oleh aktivitas dari enzim
lipoksigenase. Fermentasi kedelai menjadi tempe akan meningkatkan kandungan fosfor. Hal
ini disebabkan oleh hasil kerja enzim fitase yang dihasilkan kapang Rhizopus oligosporus
yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan fhosfat yang bebas. Jenis kapang
yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak memproduksi toksin, bahkan mampu melindungi
tempe dari aflatoksin. Tempe mengandung senyawa antibakteri yang diproduksi oleh kapang
tempe selama proses fermentasi (Koswara, 1995).
Tempe merupakan sumber protein yang baik. Setiap 100 g tempe mengandung 18-20 g zat
protein dan 4 g zat lemak (Tarwotjo, 1998). Tempe juga memiliki berbagai sifat unggul
seperti mengandung lemak jenuh rendah, kadar vitamin B12 tinggi, mengandung antibiotik,
dan berpengaruh baik pada pertumbuhan badan. Selain itu asam-asam amino pada tempe
lebih mudah dicerna oleh tubuh jika dibandingkan dengan kacang kedelai. Vitamin B12 yang
terdapat pada tempe diproduksi oleh sejenis bakteri Klabsiella peumoniae. Kekurangan
vitamin B12 ini dapat menghambat pembentukan sel darah merah (Koswara, 1995).
Perbandingan komposisi kimia kedelai dan tempe per 100 g bahan
Prinsip dasar pembuatan tempe ialah menumbuhkan kapang pada media kedelai
gizi pada kedelai (Sarwono, 2003). Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor
pendukung, yaitu bahan baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan
keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe
kedelai, substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan mikroorganisme
yang digunakan berupa kapang antara lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus
stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua spesies atau ketiganya) dan lingkungan
pendukung yang terdiri dari suhu 30˚C, pH awal 6.8, kelembaban nisbi 70-80% (Ferlina,
2009).
3. Tahap sortasi
Tahap ini bertujuan untuk memperoleh produk tempe yang berkualitas, yaitu
memilih biji kedelai yang bagus dan padat berisi. Biasanya di dalam biji kedelai tercampur
kotoran seperti pasir atau biji yang keriput dan keropos. Menurut Supriono (2003), sebelum
melakukan proses produksi, diperlukan sortasi bahan baku berdasarkan standardisasi kedelai,
membuang bji kedelai cacat dan muda, membuang kotoran, serangga dan bahan leguminosa
lainnya (beras dan jagung).
4. Tahap Pencucian
5. Tahap Perebusan I
Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan dalam
pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada dalam biji
kedelai. Selain itu perebusan I ini bertujuan untuk mengurangi bau langu dari kedelai dan
dengan perebusan akan membunuh bakteri yang kemungkinan tumbuh.Perebusan dilakukan
selama 30 menit atau ditandai dengan mudah terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan
jari tangan (Hidayat, 2009). Adapun menurut Suhendri dkk (2006), perebusan tahap ini
dilakukan selama 60 menit.
6. Tahap Perendaman
7. Tahap Pengupasan
Tahap pengupasan kulit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kering dan
cara basah. Pengupasan cara kering yaitu dengan mengeringkan kedelai terlebih dahulu pada
suhu 104o C selama 10 menit atau dengan pengeringan sinar matahari selama 1-2 jam.
Selanjutnya penghilangan kulit dilakukan dengan alat Burr Mill. Pengupasan secara basah
dapat dilakukan setelah biji mengalami hidrasi yaitu setelah perebusan atau perendaman. Biji
yang telah mengalami hidrasi lebih mudah dipisahkan dari bagian kulitnya, biasanya dengan
meremas-remas biji kedelai hingga kulitnya terkelupas (Hidayat, 2009).
8. Tahap Perebusan II
Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang,
daun waru, daun jati, dan plastik), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang
tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik
biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk (Hermana dan Karmini, M., 1999).
Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi
bahan pangan dan dengan demikian membutuhkan perhatian yang lebih besar secara nyata.
Pengemasan akan berperan sangat penting dalam mempertahankan bahan tersebut dalam
keadaan bersih dan higienis. Fungsi suatu kemasan yaitu:
a. Harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap
kotoran dan pencemaran lainnya.
b. Harus memberikan perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, Oksigen
dan sinar.
c. Harus berfungsi efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama pemasukan
bahan pangan dalam kemasan.
d. Harus mempunyai suatu tingkat kemudahan dalam membuka dan menutup kembali wadah
tersebut (Buckle, 1987).
Menurut Hidayat (2006), inkubasi dilakukan pada suhu 25o-37o C selama 36-48
jam. Selama inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-
komponen dalam biji kedelai. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan
menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada
suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam (Hermana dan Karmini, M., 1999).
Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase (Hidayat, 2009) yaitu :
a. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah asam lemak bebas,
penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan terbentuknya miselia pada
permukaan biji makin lama makin lebat, sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.
b. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi tempe dan siap
untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan
dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal,
dan tekstur lebih kompak.
c. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah
bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun dan pada kadar air
tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi perubahan flavor karena degradasi protein lanjut
sehingga terbentuk amonia.
BAB III PEMBAHASAN
b. Kondisi pabrik
Tempat produksi di ruang berbeda dengan tempat tinggal. Tempat tinggal para
pekerja ada disebelah ruang produksi. Sirkulasi udara baik karna terdapat ventilasi
udara tetapi udara terasa pengap dan panas. Rak fermentasi bagian luar sangat dekat
dengan kandang ayam dan bawahnya terdapat tumpukkan kayu tidak terpakai dan
sebelahnya terdapat kali. Dalam penyimpanan bahan baku kedelai ditaruh begitu saja
dipojok mengenai lantai tidak dialasi kayu terlebih dahulu. Lantai tempat produksi
sangat becek dan kotor seperti banyak tercecer kedelai-kedelai yang terbuang. Di
dalam ruangan temboknya tampak kotor dan berdebu.
c. Lingkungan pabrik
Pabrik berada di Pabrik berada di ujung sebelah tempat tinggal dan bersebelahan
dengan kali dan kondisi lingkungan sekitaran pabrik kurang bersih
d. Bahan baku
Bahan baku didapatkan dari penjual kacang kedele. Kondisi Kacang kedele saat
ditempat penjual bahan baku baik karena kacang kedelai di masukan ke dalam karung
dan tersusun rapi. Kemudian selain menggunakan kacang kedele dalam pembuatan
tempe juga menggunakan ragi, ragi yang digunakan didapat juga dari toko dan
dikemas di plastic kresek puth dan terbuka sehingga memungkinkan terkontaminasi.
e. Packaging
Tempe yang telah melalui proses produksi kemudian masuk ke tahap berikutnya yaitu
packaging dengan menggunakan daun pisang dan plastik. Daun pisang yag digunakan
bermutu baik karena daun tidak layu, bersih dan sebelum digunakan di lap terlebih
dahulu. Tetapi saat di lap tidak digunakan alas dan langsung terkena lantai yang kotor.
Daun pisang di potong sesuai bentuk dan besar tempe yang akan dijual. Kemudian
daun pisang yang sudah dipotong disusun memanjang dan di masukkanlah temped an
ditutup dengan ikatan berupa salur dari daun pisang.
f. Distribusi
3. IDENTIFIKASI PENGGUNA
Deskripsi Keterangan
Nama Produk Tempe
Deskripsi Cara konsumsi Dikonsumsi langsung (digoreng, direbus,
dll)
Pengguna Produk Konsumen dari semua kalangan masyarakat
4. Diagram Alir
Pembelian kacang kedelai dan ragi
Distribusi
No Tahap/Prose P1 P2 P3 P4 CCP/BUKAN
s CCP
M : kapang/
jamur
Perebusan
pembentuk
spora, bakteri
thermofilik
K : logam berat
Perendaman 24 B : Bakteri,
jam kapang /jamur
Pengupasan K : logam berat
Kulit Ari
dengan mesin
B : Bakteri,
kapang /jamur
B : bakteri E.
Pencucian
Coli dari air
K : Logam
Berat
F : Serangga,
benda asing
F : kulit ari
masih ada yang
tersisa pada
kedelai, akibat
Pembilasan
proses
penyaringan
yang tdk
sempurna
B : Bakteri,
kapang /jamur
B : Bakteri,
Peragian
kapang/jamur
K : pemakaian
dosis ragi
Pencetakan dan B : Bakteri,
pembungkusan kapang/ jamur
F : batu, kerikil
atau serangga
kecil
B : bakteri,
Fermentasi
mikroba/kapang
F:
serangga/hewan
pengerat
Tindaka
Verifi Dokumenta
Pemantauan n
kasi si
Tahapa Batas Koreksi
n Kritis Apa
Apa dan
What How When Where Who dan
Siapa
siapa
Perebusa
n
Perendam
an 24 jam
Pengupas
an Kulit
Ari
dengan
mesin
Pencucia
n
Pembilas
an
Peragian
Pencetak
an dan
pembung
kusan
Fermenta
si
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Pada kunjungan pabrik kali ini kelompok kami dapat menyimpulkan bahwa
pabrik tempe yang kami kunjungi masih jauh dari katagori pabrik yang baik
karna tidak memenuhi persyaratan hygine dan sanitasi, baik dari pekerja pabrik,
tempat pengolahan, bahan baku ataupun cara distribusi serta peralatan yang
digunakan.
4.2 Saran
Pekerja kurang memahami dan menerapkan hygine dan sanitasi pada saat
proses produksi tempe
Tempat pengolahan tempe seharusnya dijadikan satu tempat dalam
keadaan bersih dan tidak digabungkan dengan binatang peliharaan
Bahan baku yang digunakan didapat dari supplier yang terpecaya atas
kualitas bahan baku .
Bahan baku disimpan sesuai dengan karakteristik bahan baku ditempat
yang bersih
Pencucian alat dilakukan lebih sering dan mengecek alat yang sudah
rusak
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA