PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas hidup dan
sumber daya manusia.Penentu zat gizi yang baik terdapat pada jenis
pangan yang baik dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh (Baliwati dkk,
2010).Zat gizi adalah bahan kimia yang terdapat dalam bahan pangan yang
gizi yang seimbang dalam jumlah yang cukup.Status gizi kurang apabila
1
2
pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan oleh setiap orang secara ber-
mengalami rawan gizi selain ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia
adalah balita. Masa balita merupakan periode yang penting karena pada
tetapi pada usia 0-24 bulan tersebut juga merupakan periode kritis. Periode
emas dapat terjadi apabila pada usia tersebut, balita memperoleh asupan
gizi yang sesuai bagi tumbuh kembangnya. Periode kritis dapat terjadi
apabila saat usia tersebut, balita tidak memperoleh asupan atau makanan
pada saat itu dan juga pada waktu selanjutnya atau pada saat dewasa
nasional bersifat fluktuatif karena pada tahun 2013 prevalensi gizi kurang
19,6% dan mengalami penurunan pada tahun 2018 yaitu 17,7%, Menurut
anak balita yang menderita gizi buruk sebesar 3.5%, gizi kurang 11.3%,
dan di Kalimantan Selatan anak balita mengalami gizi buruk sebesar 3.6%
3
dan gizi kurang 12.9%. Asupan zat gizi yang seimbang dan sesuai dengan
kecukupan akan menimbulkan masalah gizi baik dan gizi lebih maupun
masuknya bibit penyakit. Penyakit ini menular dari satu orang ke orang
lain. Penyebab utama infeksi diantaranya adalah bakteri dan jasad hidup
(Wardhani, 2018)
oleh adanya penyakit. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan kurang gizi
keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah infeksi.
Penyakit yang umum terkait dengan masalah gizi antara lain diare,
anak batita, dimana salah satu penyebab infeksi adalah keadaan status gizi
gizi akan mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Seperti kita
ketahui, bahwa hubungan infeksi dengan status gizi sangat erat, demikian
penyakit tersebut masih cukup tinggi. Daya tahan tubuh balita yang masih
tumbuh dengan baik juga tidak lepas dengan pengetahuan ibu terhadap
orang tua, perlunya perhatian yang lebih dalam masa tumbuh kembang di
usia balita didasarkan fakta bahwa kekurangan gizi pada masa balita
balita Indonesia kekurangan gizi. Dari hasil perolehan data di atas tentunya
menu seimbang.
bahwa sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga subsistem utama yaitu
jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat
rumah tangga dan individu dengan sumber daya yang dimilikinya untuk
6
meliputi akses ekonomi, fisik, dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada
Pola asuh anak berupa sikap dan prilaku ibu atau pengasuh lain
masyarakat, dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh anak (Sunarti, 2000).
wanita sebagai calon ibu, karena pada masa kehamilan akan terjadi
rahim ibu. Oleh karena itu, para calon ibu harus memiliki gizi yang cukup
sebelum hamil dan lebih lagi ketika hamil. Ibu yang hamil harus memiliki
gizi yang cukup karena gizi yang didapat akan digunakan untuk dirinya
cukup tinggi, setiap hari diseluruh dunia sekitar 800 perempuan meninggal
7
kematian ibu di dunia (yaitu jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup) menurun hanya 2,6% per tahun. Angka ini masihjauh dari target
antaranya 4 ibu hamil (36,36%) gizi cukup, 4 ibu hamil (36,36%) gizi
kurang dan 3 ibu hamil (27,27%) gizi baik. Seseorang ibu yang
tidak segera diatasi maka bayi akan lahir dengan berat badan rendah,
sedangkan untuk ibu yang kekurangan gizi, maka selama ia menyusui ASI
berdasarkan umur (U), berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).
menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting
tahun 2010 menurun menjadi 17,9%, yaitu ada 900 ribu diantara 2,2 juta
2012, prevalensi status gizi menurut BB/U untuk bayi usia 0-6 bulan yaitu
4,9% gizi buruk, 13% gizi kurang, 76,2% gizi baik, dan 5,8% gizi lebih.
Sedangkan untuk prevalensi provinsi Jawa Tengah terdiri dari 3,3% gizi
buruk, 12,4% gizi kurang, 78,1% gizi baik, dan 6,2% gizi lebih.
anak.
9
kondisi yang umum (Suhardjo, 2008 : 8). Tolok ukur yang umumnya
negara. Data WHO tersebut menyebutkan angka kejadian gizi buruk dan
gizi kurang yang pada balita pada 2002 masing- masing meningkat
10
menjadi 8,3% dan 27,5%, serta pada 2005 naik lagi menjadi masing-
terjadi di 77,3% kabupaten dan 56% kota di Indonesia. Data tersebut juga
menyebutkan bahwa pada tahun 2003 sebanyak lima juta anak balita
(27,5%) kurang gizi, dimana tiga setengah juta (19,2%) diantaranya berada
pada tingkat gizi kurang dan satu setengah juta (8,3%) sisanya mengalami
gizi buruk.
gizi kurang, hampir setiap tahun kasus gizi buruk ditemukan dirawat di
Puslitbang Gizi 2007 menunjukkan rata-rata 32,8% berat badan balita gizi
kurang. Sementara itu, balita gizi kurang Indonesia dengan tinggi badan di
menurut data balita gizi kurang dengan tinggi dan berat badan di bawah
6,6%.
buruk 1,36%, tahun 2004 terjadi kenaikan sebesar 1,88%, tahun 2005
11
terjadi penurunan sebesar 1,0%, dan terjadi peningkatan pada tahun 2006
menjadi 1,80%. Balita dengan status gizi kurang tahun 2003 sebesar
penurunan tahun 2005 sebesar 9,78%, dan terjadi peningkatan pada tahun
Kurang gizi pada anak balita dapat disebabkan oleh sikap atau
perilaku ibu yang menjadi faktor dalam memilih makanan yang tidak
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
kelurahan.
2. Tujuan Khusus
TABLE).