Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH HYGIENE SANITASI PANGAN

“ANALISIS RISIKO KUALITAS SANITASI PANGAN”

Dosen Pengampu :
Dr. Dra Syarifah Miftahul El Jannah T., M.Biomed
Indah Restianty, SKM.,M.Kes
Desita Yusmia, S.Tr.Kes
Amalia Pratiwi, S.Tr,Kes

Disusun oleh :
Kelompok 7 – 2 STR A

1. Adelia Cahya Erlangga (P21335122002)


2. Aura Firza Ramadenty (P21335122014)
3. Belva Saljie (P21335122017)
4. Carisa Nurul Amanda (P21335122019)
5. Farhan Dwi Anggono (P21335122029)
6. Intan Zafira (P21335122037)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II

Jakarta, 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Analisis Risiko
Kualitas Sanitasi Pangan”. Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada
1. Dr. Dra Syarifah Miftahul El Jannah T., M.Biomed
2. Indah Restianty, SKM.,M.Kes

Selaku dosen pengampu mata kuliah Hygiene Sanitasi Pangan kami yang sudah
membantu mengarahkan dan membimbing kami, serta sumber-sumber informasi yang
bersangkutan dengan materi ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan mengenai mata
kuliah Hygiene Sanitasi Pangan, dengan materi “Analisis Risiko Kualitas Sanitasi Pangan”.
Dengan makalah ini, kami harap mahasiswa mampu untuk memahami materi ini. Selain itu
pembuatan makalah ini memiliki tujuan untuk pemenuhan tugas mata kuliah Hygiene Sanitasi
Pangan.
Dengan demikian, kami sadar makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar
bisa menjadi lebih baik lagi. Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberikan informasi yang
berguna bagi pembacanya, terutama mahasiswa supaya bisa memahami materi dalam makalah
ini.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah bekerja sama dalam
pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan juga menjadi inspirasi untuk
para pembacanya.

Jakarta, 26 November 2023

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... ii
BAB I ..................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 5
2.1 Langkah HACCP Makanan.................................................................................................. 5
2.1.1 Sejarah Perkembangan Perumusan HACCP .............................................................. 5
2.1.2 Pemahaman Konsep HACCP dan Konsepnya ............................................................ 6
2.1.3 Prinsip Dasar Sistem HACCP ....................................................................................... 9
2.2 Pelaporan Analisis Risiko Kualitas Sanitasi Pangan........................................................ 13
2.2.1 Posisi Program Persyaratan Dasar dan HACCP ...................................................... 13
2.2.2 Gambaran Umum ......................................................................................................... 13
2.2.3 Sertifikasi HACCP ....................................................................................................... 14
2.2.4 Hasil Audit Sertifikasi HACCP ................................................................................... 15
2.2.5 Dokumen-Dokumen HACCP ...................................................................................... 16
BAB III ................................................................................................................................................ 21
PENUTUP ........................................................................................................................................... 21
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 22

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan,
dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan
budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. (UU RI No. 18, 2012 pasal 1 ayat 5).
Keamanan pangan ini diselenggarakan untuk menjaga agar pangan tetap aman, higienis, bermutu,
bergizi bagi konsumen, dimana konsumen sendiri adalah masyarakat pada umumnya. Untuk
mewujudkan pangan yang aman bagi masyarakat hal yang harus diperhatikan salah satunya adalah
bagian sanitasi dalam pangan.
Sanitasi merupakan salah satu aspek penting dalam bidang pangan. Karena kualitas pangan
yang baik akan sangat dipengaruhi oleh sanitasi yang baik pula. Sanitasi dalam pangan dilakukan
agar pangan tersebut tetap aman untuk dikonsumsi, dan terhindar dari hal yang dapat merugikan
konsumennya. Hal ini membuat sanitasi harus diterapkan dalam setiap rantai pangan. Salah satu
rantai pangan tersebut adalah dalam proses pengolahan, yang dilakukan oleh industri pangan.
1.2 Rumusan Masalah
2. Apa saja Langkah HACCP dari makanan?
3. Apa saja Pelaporan dari analisis risiko kualitas sanitasi pangan?
1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui apa saja Langkah HACCP dari pangan
3. Untuk mengetahui apa saja pelaporan analisis risiko kualitas sanitasi pangan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Langkah HACCP Makanan


2.1.1 Sejarah Perkembangan Perumusan HACCP

Konsep sistem HACCP sebagai penjamin keamanan pangan pertama kali


dikembangkan oleh tiga institusi, yaitu perusahaan pengolah pangan Pillsbury Company
bekerja sama dengan NASA (The National Aeronaties and Space Administration) dan US
Arm’s Research, Development and Engineering Center pada dekade tahun 1960-an dalam
rangka menjamin suplai persediaan makanan untuk para astronotnya (ADAMS, 1994 ;
MOTARJEMI et al, 1996 ; VAIL, 1994). Konsep ini pada permulaannya dikembangkan
dengan misi untuk menghasilkan produk pangan dengan kriteria yang bebas dari bakteri
pathogen yang bisa menyebabkan adanya keracunan maupun bebas dari bakteri-bakteri
lain serta dikenal pula dengan program ”zero-defects” (HOBBS, 1991). Program ”zero-
defects” ini esensinya mencakup tiga hal, yaitu : pengendalian bahan baku, pengendalian
seluruh proses dan pengendalian pada lingkungan produksinya serta tidak hanya
mengandalkan pemeriksaan pada produk akhir (finished products) saja. Oleh karena hal
tersebut maka diperlukan sistem/metode pendekatan lain yang bisa menjamin bahwa
faktor-faktor yang merugikan harus benar-benar dapat diawasi dan dikendalikan. Dari hasil
pengkajian, evaluasi dan penelitian yang lebih mendalam ternyata sistem/metode HACCP
merupakan satu-satunya konsep yang pas (sesuai) kinerjanya untuk program ”zero-defects”
tersebut (NATIONAL FOOD PROCESSORS ASSOCIATION’S MICROBIOLOGY AND
FOODSAFETY COMMITTEE, 1992).
Kemudian atas inisiatif perusahaan industri pengolah pangan Pillbury Company,
konsep sistem manajemen HACCP tersebut lalu dipresentasikan dan dipublikasikan pada
tahun 1971 dalam Konfrensi Perlindungan Pangan Nasional di Amerika Serikat (HOBBS,
1991). Disamping itu, konsep ini menjadi dasar bagi peraturan untuk menjamin keamanan
mikrobiologis bagi produk makanan berasam rendah yang dikalengkan dan makanan yang
diasamkan dan diproses dengan menggunakan suhu tinggi. Selanjutnya konsep sistem
HACCP ini banyak dipelajari, diteliti, diterapkan dan dikembangkan oleh berbagai
kalangan industri pengolah pangan, ilmuan pangan, teknologi pangan, para pakar di bidang

5
ilmu dan teknologi pangan baik yang ada di Universitas/Perguruan Tinggi, lembaga litbang
pangan dan lain-lain. bahkan FDA (Food and Drug Administration) sebagai lembaga
penjamin mutu dan keamanan pangan nasional yang disegani di Amerika Serikat telah
menetapkan dan mensyaratkan agar sistem HACCP ini diterapkan secara wajib
(mandatory) pada setiap industri pengolah pangan secara luas (PERSON dan CORLET,
1992).
Kemudian sejak tahun 1985 penerapan sistem HACCP telah diuji-cobakan pada
industri pengolah pangan, industri perhotelan, industri penyedia makanan yang beroperasi
di jalanan (street food vendors) dan rumah tangga di beberapa negara, misalnya, Republik
Dominika, Peru, Pakistan, Malaysia dan Zambia (WHO), 1993). Pada tahun 1993 Badan
Konsultansi WHO untuk Pelatihan Implementasi Sistem HACCP pada Industri Pengolah
Pangan membuat suatu rekomendasi agar pemerintah sebagai pembina dan industri pangan
sebagai produsen pangan berupaya menerapkan sistem HACCP, terutama bagi negara-
negara Argentina, Bolivia, China, Indonesia, Jordania, Meksiko, Peru, Philipina, Thailand
dan Tunia. Begitu pula negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa
(MEE) telah mensyaratkan diterapkannya sistem HACCP pada setiap eksportir produk
pangan yang masuk ke negara-negara tersebut.
Sementara ini, mulai tanggal 28 Juni 1993, konsep sistem HACCP telah diterima
oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) dan diadopsi sebagai Petunjuk Pelaksanaan
Penerapan Sistem HACCP atau ”Guidelines for Application of Hazard Analysis Critical
Control Point System” (CODEX ALIENTARIUN COMMISSION, 1993). Dengan adanya
adopsi dan pengakuan secara resmi dari Badan WHO ini, maka HACCP menjadi semakin
populer di kalangan industri dan jasa pengolah pangan sebagai penjamin keamanan pangan
(food safety assurance).
2.1.2 Pemahaman Konsep HACCP dan Konsepnya

HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan


pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku,
selama proses produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan
pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi
(MOTARKEMI et al, 1996 ; STEVENSON, 1990). Dengan demikian dalam sistem

6
HACCP, bahan/materi yang dapat membahayakan keselamatan manusia atau yang
merugikan ataupun yang dapat menyebabkan produk makanan menjadi tidak disukai;
diidentifikasi dan diteliti dimana kemungkinan besar terjadi kontaminasi/pencemaran atau
kerusakan produk makanan mulai dari penyediaan bahan baku, selama tahapan proses
pengolahan bahan sampai distribusi dan penggunaannya. Kunci utama HACCP adalah
antisipasi bahaya dan identifikasi titik kendali kritis. Menurut Bryan (1990), sistem
HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen untuk menjamin keamanan produk
pangan dalam industri pengolahan pangan dengan menggunakan konsep pendekatan yang
bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluruh (komprehensif) dan
bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya yang beresiko
tinggi terhadap mutu dan keamanan produk pangan.
Konsep HACCP ini disebut rasional karena pendekatannya didasarkan pada data
historis tentang penyebab suatu penyakit yang timbul (illness) dan kerusakan pangannya
(spoilage). HACCP bersifat sistematis karena konsep HACCP merupakan rencana yang
teliti dan cermat serta meliputi kegiatan operasi tahap demi tahap, tatacara (prosedur) dan
ukuran kriteria pengendaliannya. Konsep HACCP juga bersifat kontinyu karena apabila
ditemukan terjadi suatu masalah maka dapat segera dilaksanakan tindakan untuk
memperbaikinya. Disamping itu, sistem HACCP dikatakan bersifat komprehensif karena
sistem HACCP sendiri berhubungan erat dengan ramuan (ingredient), pengolah/proses dan
tujuan penggunaan/pemakaian produk pangan selanjutnya.
Sistem HACCP dapat dikatakan pula sebagai alat pengukur atau pengendali yang
memfokuskan perhatiannya pada jaminan keamanan pangan, terutama sekali untuk
mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang berasal dari bahaya mikrobiologi (biologi),
kimia dan fisika ; dengan cara mencegah dan mengantisipasi terlebih dahulu daripada
memeriksa/menginspeksi saja. Sementara itu, tujuan dan sasaran HACCP adalah
memperkecil kemungkinan adanya kontaminasi mikroba pathogen dan memperkecil
potensi mereka untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, secara individu setiap
produk dan sistem pengolahannya dalam industri pangan harus mempertimbangkan
rencana pengembangan HACCP. Dengan demikian, setiap produk dalam industri pangan
yang dihasilkannya akan mempunyai konsep rencana penerapan HACCP-nya masing-
masing disesuaikan dengan sistem produksinya.

7
Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem penjamin
keamanan pangan mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu :
(1) Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan,
(2) Mencegah penutupan pabrik,
(3) Meningkatkan jaminan keamanan produk,
(4) Pembenahan dan pembersihan pabrik,
(5) Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar,
(6) Meningkatkan kepercayaan konsumen dan
(7) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena
masalah keamanan produk
Istilah dan definisi yang dipakai dalam sistem manajemen HACCP, yaitu :
1. Bahaya (hazard)
Bahan biologi, kimia atau fisika, atau kondisi yang dapat menimbulkan resiko
kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen. Menurut NACMCF (1992)
mendefinisikan bahaya atau ”hazard” sebagai suatu sifat-sifat biologis/mikrobiologis,
kimia, fisika yang dapat menyebabkan bahan pangan (makanan) menjadi tidak aman
untuk dikonsumsi.
2. Titik Kendali (Control Point = CP)
Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang
dapat mengendalikan faktor bahaya biologi/mikrobiologi, kimia atau fisika.
3. Titik Kendali Kritis (Critical Control Point = CCP)
Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika
tidak terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan atau
setiap titik, tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan benar dapat
mencegah, menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya
4. Batas Kritis (Ccritical Limits)
Batas toleransi yang harus dipenuhi/dicapai yang menjamin bahwa CCP dapat
mengendalikan secara efektif bahaya yang mungkin timbul atau suatu nilai yang
merupakan batas antara keadaan dapat diterima dan tidak dapat diterima.
5. Resiko
Yaitu kemungkinan menimbulkan bahaya.

8
6. Penggolongan Resiko
Pengelompokkan prioritas resiko berdasarkan bahaya yang mungkin timbul/
terdapat pada makanan.
7. Pemantauan (Monitoring)
Pengamanan atau pengukuran untuk menetapkan apakah suatu CCP dapat
dikendalikan dengan baik dan benar serta menghasilkan catatan yang teliti untuk
digunakan selanjutnya dalam verifikasi.
8. Pemantauan Kontinyu
Yaitu Pengumpulan dan pencatatan data secara kontinyu, misalnya pencatatan suhu
pada tabel.
9. Tindakan Koreksi (Corrective Action)
Prosedur atau tatacara tindakan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan
pada CCP.
10. Tim HACCP
Yaitu Sekelompok orang/ahli yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan
HACCP.
11. Validasi Rancangan HACCP
Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk menjamin bahwa semua elemen dalam
rancangan HACCP sudah benar.
12. Validasi
Metode, prosedur dan uji yang dilakukan selain pemantauan untuk membuktikan
bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rancangan HACCP, dan untuk menentukan
apakah rancangan HACCP memerlukan modifikasi dan revalidasi.
2.1.3 Prinsip Dasar Sistem HACCP

Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem HACCP pada industri
pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP (National Advisory Committee on
Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan CAC (Codex Alintarius Commission, 1993). Ketujuh
prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut adalah:
1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara pencegahannya.
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.
3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah teridentifikasi.

9
4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.
5. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi
penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya.
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya (Record
keeping).
7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.
2.1.4 Pola Penerapan dan Pengembangan Sistem HACCP dalam Industri Pangan
1. Komitmen Manajemen.
Keberhasilan penerapan / implementasi sistem HACCP sangatlah tergantung pada
manajemen sebagai penanggung jawab tertinggi. Mereka harus menyatakan komitmen
tidak hanya dalam kata-kata saja melainkan juga dalam tindakan. Seluruh karyawan dan
staf nantinya harus tahu bahwa manajemen adalah yang paling bertanggung jawab
memikul beban tugas implementasi ini. Dengan demikian segala sumber daya yang
diperlukan untuk mendukung implementasi HACCP harus disediakan baik manusia
maupun peralatan, sarana, dokumentasi, informasi, metode, lingkungan, bahan baku dan
waktu.
2. Pembentukan Tim HACCP.
Setelah Pimpinan Puncak mempunyai komitmen manajemen terhadap program
keamanan pangan, maka mereka membentuk tim HACCP yang bertugas dan bertanggung
jawab dalam hal perencanaan, penerapan dan pengembangan sistem HACCP. Anggota tim
implementasi HACCP sebaiknya terdiri dari berbagai bidang disiplin ilmu (multidisiplin)
yang mempunyai pengetahuan dan keahlian spesifik yang tepat untuk produk. Dalam hal
ini anggotanya tidak perlu dibatasi dan dapat berasal dari bagian : produksi, pengendalian
mutu atau QC, jaminan mutu (QA), manufakturing, keteknikan (engineering), R & D serta
sanitasi. Mereka merupakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan dan
pengalaman di bidang pekerjaannya masing-masing sehingga informasi teknis dan
masukan (input) dari mereka bermanfaat untuk mengembangkan sistem HACCP secara
efektif dan benar.

10
3. Pelatihan Tim HACCP.
Individu personil yang terpilih dalam tim HACCP kemudian diberi pelatihan
(training) mengenai prinsip-prinsip HACCP dan cara implementasinya (misalnya tentang
hazard dan analisisnya, peran titik kendali kritis dan batas kritis dalam menjaga keamanan
pangan, prosedur monitoring dan tindakan koreksi yang harus dilakukan seandainya ada
penyimpangan CCP, prosedur dokumentasi HACCP dan lain-lain). Pelatihan dan
pendidikan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge) dan
mengembangkan keahlian (skill) personil yang bersangkutan guna memperlancar
pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Pelatihan dapat dilakukan oleh tenaga ahli berasal dari dalam perusahaan sendiri
atau tenaga ahli dari luar perusahaan atau konsultan manajemen HACCP yang dapat
memberi bantuan dalam implementasi HACCP tersebut.
4. Diskripsi Produk.
Tim HACCP yang telah dibentuk dan disusun selanjutnya harus
mendiskripsikan/menggambarkan secara menyeluruh terhadap produk pangan yang akan
dibuat/diproduksi. Dalam hal ini keterangan atau karakteristik yang lengkap mengenai
produk harus dibuat, termasuk keterangan mengenai komposisi (ingredien), formulasi,
daya awet dan cara distribusinya. Semua informasi tersebut diperlukan oleh tim HACCP
untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
5. Identifikasi Penggunaan/Konsumennya.
Kemudian tim HACCP harus mengidentifikasi tujuan penggunaan produk. Tujuan
penggunaan produk harus didasarkan pada konsumen atau pengguna akhir dari produk
tersebut. Pada kasus, harus dipertimbangkan kelompok populasi/masyarakat beresiko
tinggi.
6. Penyusunan Bagan/Diagram Alir Proses.
Bagan/diagram alir proses harus disusun oleh tim HACCP. Setiap tahap dalam
proses tertentu harus dianalisis untuk menyusun bagan alirnya. Dalam menerapkan
HACCP untuk suatu proses, pertimbangan harus diberikan terhadap tahap sebelum dan
sesudah proses tersebut.Tujuan dibuatnya alir proses adalah untuk menggambarkan
tahapan proses produksi secara dalam industri pangan yang bersangkutan serta untuk
melihat tahapan proses produksi tersebut menjadi mudah dikenali. Bagan/diagram alir

11
proses ini selain bermanfaat membantu tin HACCP dalam melaksanakan tugasnya, dapat
pula berfungsi sebagai ”Pedoman” berikutnya bagi orang (personil) atau lembaga lainnya
(pemerintah dan pelanggan) yang ingin mengetahui tahap proses produksi pangan yang
dibuatnya sehubungan dengan kegiatan verifikasinya.
7. Menguji dan Memeriksa Kembali Diagram Alir Proses.
Tim HACCP harus menguji dan memeriksa kembali diagram alir proses yang sudah
dibuat. Dalam hal ini, tim HACCP harus menyesuaikan kegiatan proses pengolahan yang
sebenarnya (di pabrik) dengan bagan alir proses pada setiap tahap dan waktu proses, dan
jika perlu mengubah diagram alir proses bila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai atau
kurang sempurna. Dengan demikian, bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat
dan kurang sempurna, dapat dilakukan modifikasi.
8. Menerapkan Tujuh Prinsip HACCP.
Tujuh prinsip penting HACCP yang harus diterapkan adalah :
a) Penerapan prinsip 1. Membuat daftar bahaya yang mungkin timbul dan cara
pencegahan untuk mengendalikan bahaya.
b) Penerapan prinsip 2. Menetapkan titik kendali kritis (CCP = Critical Control Point).
c) Penerapan prinsip 3. Menetapan batas/limit kritis untuk setiap titik kendali kritis
(CCP)
d) Penerapan prinsip 4. Menetapkan sistem/prosedur pemantauan untuk setiap CCP.
e) Penerapan prinsip 5. Menetapkan tindakan koreksi terhadap penyimpangan.
f) Penerapan prinsip 6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa
sistem HACCP berjalan dengan baik dan benar.
g) Penerapan prinsip 7. Membuat catatan dan dokumentasi. Catatan data yang praktis
dan teliti merupakan hal yang penting dalam penerapan sistem HACCP.

Keberhasilan dalam penerapan HACCP membutuhkan tanggung jawab penuh dan


keterlibatan manajemen serta tenaga kerja. Keberhasilan penerapan HACCP juga
membutuhkan kerjasama tim yang baik.

12
2.2 Pelaporan Analisis Risiko Kualitas Sanitasi Pangan
2.2.1 Posisi Program Persyaratan Dasar dan HACCP
Hubungan antara program persyaratan dasar dan HACCP dapat digambarkan seperti
gambar disamping. Program persyaratan dasar atau dikenal juga dengan prerequisite program
(PRP), merupakan pondasi bagi sistem HACCP. Seperti sebuah rumah, HACCP diandaikan
sebagai atap bangunan. Jika pondasinya (program persyaratan dasar) ini tidak baik, maka bisa
dipastikan atapnya juga menjadi mudah runtuh.
Program persyaratan dasar pada dasarnya mengatur persyaratan mengenai lokasi TPP,
bangunan, limbah, manajemen hama, personil, transportasi, bahan baku, air, penyimpanan,
pelatihan dan lainnya, seperti yang sudah dibahas pada bagian 4 panduan ini. Sehingga ketika TPP
dapat memenuhi semua persyaratan dalam bagian 4 panduan ini, seharusnya mereka sudah
memiliki pondasi yang baik untuk penerapan HACCP. Hal ini dapat menjadi tanda untuk para
petugas kesehatan lingkungan bahwa ketika TPP dalam beberapa kali inspeksi sudah menunjukkan
perbaikan dan juga memenuhi persyaratan dasar yang diminta, untuk tujuan peningkatan
berkelanjutan, petugas kesehatan lingkungan dapat menyarankan TPP tersebut untuk melakukan
sertifikasi HACCP, khususnya bagi TPP skala menengah dan besar.
Penerapan HACCP di TPP juga secara tidak langsung akan membantu petugas kesehatan
lingkungan HSP dalam menjalankan tugas pengawasan di lapangan, karena dalam memproduksi
pangan yang aman, petugas kesehatan lingkungan dibantu oleh auditor lembaga sertifikasi dalam
hal pengawasan. Walaupun HACCP tidak diwajibkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan, tetapi
petugas kesehatan lingkungan dapat menyarankan TPP untuk menerapkan dan melakukan
sertifikasi HACCP, agar pangan yang dihasilkan oleh TPP tersebut aman dikonsumsi masyarakat.
2.2.2 Gambaran Umum
Prosedur inspeksi pangan berbasis risiko secara umum pada TPP yang belum menerapkan HACCP
dan hanya menerapkan program persyaratan dasar keamanan pangan. Petugas kesehatan
lingkungan kadang dihadapkan pada TPP yang sudah menerapkan sistem HACCP. Oleh karena
itu pada bab 5 ini membahas tentang:
1. Informasi umum bagaimana melakukan inspeksi pada TPP yang telah menerapkan sistem
HACCP,
2. Informasi dokumen-dokumen dan aplikasi HACCP yang perlu dikonfirmasi di lapangan.

Karena keterbatasan waktu pada saat melakukan inspeksi, bab 5 ini tidak ditujukan untuk

13
melakukan inspeksi penerapan dan dokumentasi 12 langkah HACCP secara detail, tetapi hanya
kepada poin-poin yang praktis dan kritis di lapangan.
2.2.3 Sertifikasi HACCP
Ketika petugas kesehatan lingkungan melakukan inspeksi pada TPP yang sudah menerapkan
sistem HACCP, langkah pertama untuk mengkonfirmasi hal itu adalah dengan menanyakan dan
melihat sertifikat HACCP dari TPP tersebut. HACCP di Indonesia dikeluarkan oleh lembaga
sertifikasi yang sudah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Ketika TPP mengklaim
bahwa mereka sudah disertifikasi HACCP oleh lembaga sertifikasi tertentu di Indonesia, petugas
kesehatan lingkungan perlu mengkonfirmasi beberapa hal di bawah ini:
1. Pastikan sertifikat dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang di akreditasi oleh KAN
2. Sertifikat HACCP hanya berlaku untuk unit usaha yang alamatnya tercantum dalam
sertifikat. Terdapat kasus TPP yang memiliki banyak lokasi pengolahan pangan, jika satu
unit pengolahan pangannya disertifikasi HACCP, belum tentu unit pengolahan pangan
dengan alamat yang berbeda juga dilakukan sertifikasi. Petugas kesehatan lingkungan
perlu memverifikasi hal ini pada sertifikat, jika alamat pada sertifikat HACCP tidak sesuai
dengan lokasi yang sedang diinspeksi, pertimbangkan TPP tersebut belum disertifikasi
sistem HACCP
3. Sertifikasi HACCP biasanya mencantumkan ruang lingkup sertifikasi. Misalkan, sebuah
TPP mengolah beberapa jenis pangan seperti roti dan cireng. Pada kasus tertentu ternyata
TPP hanya mendaftarkan unit pengolahan roti yang disertifikasi HACCP. Dalam hal ini
petugas kesehatan lingkungan harus memahami bahwa unit pengolahan cireng tidak masuk
ruang lingkup sertifikasi dan mungkin saja tidak menerapkan sistem HACCP pada proses
pengolahannya. Sehingga petugas kesehatan lingkungan hanya bisa mempertimbangkan
proses pengolahan roti yang memiliki nilai plus. Dan untuk kasus ini, hubungannya dengan
inspeksi laik higiene sanitasi yang berbasis risiko, petugas kesehatan lingkungan perlu
menitikberatkan kegiatan dan waktu inspeksi pangan berbasis risiko pada lini produksi
yang tidak masuk ruang lingkup sertifikat HACCP, karena lini produksi tersebut belum
mendapatkan perhatian dari lembaga sertifikasi HACCP. Tugas dan tanggung jawab
petugas kesehatan lingkungan adalah memastikan semua pangan yang diproduksi atau
ditangani oleh TPP sudah aman. Dengan terdapat satu atau lebih lini produksi yang belum

14
tersertifikasi, berarti tugas petugas kesehatan lingkungan untuk memastikan bahwa lini
produksi pangan tersebut sudah sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
4. Setiap sertifikat HACCP akan mencantumkan masa berlaku sertifikat, petugas kesehatan
lingkungan perlu memastikan bahwa sertifikat ini masih berlaku pada saat tanggal
kunjungan inspeksi. Jika sertifikat sudah kadaluwarsa, tanyakan kepada pengelola TPP
apakah mereka memiliki rencana untuk melakukan sertifikasi kembali atau tidak. Pada
kasus inspeksi HSP, ketika sertifikat HACCP sudah kadaluwarsa (baik dengan rencana
atau tanpa rencana perpanjangan atau sertifikasi kembali), petugas kesehatan lingkungan
tidak memasukkan hal tersebut sebagai nilai plus inspeksi seperti yang dijelaskan pada bab
4 dari panduan ini.

2.2.4 Hasil Audit Sertifikasi HACCP


Jika sertifikasi HACCP telah dikonfirmasi valid, hal berikutnya yang harus dilakukan
oleh petugas kesehatan lingkungan adalah dengan melihat rekaman hasil audit sertifikasi
HACCP terakhir dan hasil audit internal terakhir yang dilakukan oleh TPP. Biasanya TPP
yang sudah di sertifikasi HACCP akan diaudit oleh lembaga sertifikasi HACCP minimal
6 bulan atau 1 tahun sekali (selama masa sertifikasi) tergantung kebijakan masing-masing
lembaga sertifikasi. Petugas kesehatan lingkungan dapat meminta rekaman hasil audit
tersebut untuk melihat ketidaksesuaian apa saja yang ditemukan oleh auditor lembaga
sertifikasi dan melihat apakah TPP sudah melakukan koreksi dan tindakan korektif untuk
semua ketidaksesuaian yang ditemukan oleh auditor lembaga sertifikasi. Jika TPP tidak
dapat menunjukkan rekaman ini, pertimbangkan mereka tidak menerapkan sistem
HACCP. Dalam melakukan pengecekan rekaman ini, petugas kesehatan lingkungan perlu
memperhatikan beberapa hal di bawah ini:
1. Pastikan rekaman hasil audit merupakan rekaman resmi dari lembaga sertifikasi
HACCP yang melakukan audit. Dibuktikan dengan laporan yang dilengkapi kop dan
identitas lembaga sertifikasi dan terdapat auditor yang menandatangani rekaman dan
memverifikasi tindakan perbaikan. Pada beberapa kasus, verifikasi tindakan perbaikan
oleh auditor dari lembaga sertifikasi dilakukan melalui email atau media komunikasi
lainnya. Petugas kesehatan lingkungan perlu memastikan bahwa bukti rekaman
tersebut tersedia dan dapat diakses.

15
2. Pastikan setiap ketidaksesuaian yang ditemukan telah dilakukan koreksi dan tindakan
korektif sesuai dengan jadwal perbaikan yang ditentukan oleh lembaga sertifikasi.
Biasanya temuan major harus diperbaiki dalam jangka waktu 1 bulan setelah tanggal
audit, dan temuan minor harus diperbaiki minimal 2 bulan setelah tanggal audit, tetapi
hal tersebut tergantung kebijakan lembaga sertifikasi dan sistem manajemen keamanan
pangan yang disertifikasi. Jika temuan ketidaksesuaian belum diperbaiki, petugas
kesehatan lingkungan harus mencatat ketidaksesuaian ini dan verifikasi di lapangan.

2.2.5 Dokumen-Dokumen HACCP


Setelah melakukan pengecekan rekaman audit dari lembaga sertifikasi dan audit internal TPP,
petugas kesehatan lingkungan harus melakukan pengecekan beberapa dokumen HACCP. Pada
dasarnya dokumen HACCP merupakan keluaran dari 12 langkah HACCP di bawah ini:
1. Pembentukan Tim HACCP
2. Deskripsi produk
3. Identifikasi maksud penggunaan
4. Menyusun diagram alir
5. Konfirmasi bagan alir di lapangan
6. Melakukan analisis bahaya untuk setiap tahapan proses
7. Penentuan titik kendali kritis/CCP
8. Penetapan batas kritis untuk setiap CCP
9. Penetapan sistem pemantauan untuk setiap CCP
10. Penetapan tindakan koreksi
11. Penetapan prosedur verifikasi
12. Penetapan dokumentasi dan pemeliharaan rekaman
Dokumen HACCP juga mencakup dokumen universal program seperti: prosedur audit internal,
prosedur keluhan pelanggan, prosedur verifikasi, prosedur penarikan produk, dan prosedur
pengendalian dokumen dan rekaman. Tetapi dalam inspeksi higiene sanitasi pangan, petugas
kesehatan lingkungan tidak perlu mengecek semua dokumen tersebut dan hanya fokus pada
dokumen-dokumen tertentu saja, karena biasanya untuk TPP yang sudah disertifikasi HACCP,
dokumendokumen tersebut sudah diverifikasi oleh lembaga sertifikasi, sehingga petugas
kesehatan lingkungan hanya perlu melihat aplikasinya saja di lapangan.

16
Dokumen yang perlu dilakukan pengecekan adalah dokumen control measure HACCP (kadang
dokumen ini juga disebut sebagai dokumen HACCP plan). Dokumen ini berisikan prinsip 2 sampai
prinsip 7 HACCP atau dokumen poin 7 sampai poin 12 di atas. Lihat contoh dokumen control
measure di bawah ini:

17
Contoh dokumen tabel control measure di atas menyajikan tahapan-tahapan apa saja yang ada di
TPP yang termasuk ke dalam CCP. Tabel control measure berisikan tahapan CCP beserta
bahayanya, batas kritis untuk CCP tersebut, tindakan monitoring (apa, bagaimana, siapa, dimana
dan kapan), tindakan koreksi, verifikasi, serta dokumentasi dan rekaman. Seperti definisi
operational yang sudah dijelaskan pada awal bab ini, bahwa CCP adalah tahapan yang kritis yang
harus dipantau oleh TPP untuk memastikan pangannya aman, kegagalan dalam monitoring,
koreksi dan tindakan korektif pada ketidaksesuaian yang terjadi ditahapan ini dapat menyebabkan
pangan yang dimakan konsumen tidak aman.
Pada saat melakukan pengecekan di lapangan, jika petugas kesehatan lingkungan memiliki waktu
inspeksi yang lebih banyak, petugas kesehatan lingkungan dapat mengecek aplikasi control
measure di TPP. Petugas kesehatan lingkungan dapat meminta dokumen ini kepada pengelola TPP
dan kemudian melihat penerapannya di lapangan. Berikut ini langkah-langkah inspeksi yang bisa
dilakukan jika mengacu pada dokumen control measure:
1. Mintalah dokumen table control measure secara lengkap kemudian catat tahapan-tahapan
yang menjadi CCP. Jika memungkinkan minta copy dokumen ini, sehingga ketika ke
lapangan, petugas kesehatan lingkungan dapat membawa dokumen tersebut untuk
melakukan verifikasi.
2. Pada saat melakukan inspeksi sesuai dengan checklist inspeksi, petugas kesehatan
lingkungan harus mengunjungi tahapan-tahapan yang menjadi CCP. Harap diingat, CCP
merupakan tahapan yang diidentifikasi sebagai tahapan yang kritis dalam penanganan
keamanan pangan, jika terdapat kegagalan dalam pengawasan akan menyebabkan pangan
tidak aman ketika dikonsumsi oleh konsumen. Oleh karena itu setiap ketidaksesuaian pada
area ini akan menghasilkan ketidaksesuaian kritis. Pada saat mengunjungi area ini petugas
kesehatan lingkungan perlu memperhatikan bahwa:
a) Batas kritis terpenuhi. Perlu diperhatikan bahwa batas kritis merupakan batas yang
memisahkan yang aman dan tidak aman. Pada tabel 21 di atas, selain batas kritis,
petugas kesehatan lingkungan perlu juga memperhatikan batas operational di lapangan.
Misal contoh kasus batas kritis proses pemasakan adalah 75oC. Angka ini berarti jika
suhu <75oC, pangan tidak aman. Tetapi dalam operationalnya ketika TPP melakukan
setting alat pemasakan, mereka harus menetapkan batas operational, karena mesin pasti
mengalami fluktuasi suhu, sehingga dengan berbagai trial dan validasi, mereka

18
mungkin saja menetapkan batas operational alat 77oC (alat disetting pada suhu
tersebut) dengan pertimbangkan ketidakpastian suhu sekitar ± 2oC. Sehingga ketika
suhu tidak stabil, paling rendah alat tersebut akan mencapai 75oC, dan suhu tersebut
masih berada pada batas yang aman. Bayangkan jika alat diatur pada suhu 75oC (batas
kritis = batas operational) dengan fluktuasi yang dimiliki alat tersebut, mungkin saja
pada saat proses pemasakan, suhu menjadi 73oC, hal ini tentu saja berarti menghasilkan
pangan yang tidak aman.
b) Monitoring dilakukan sesuai dengan yang tercantum di dokumen control measure.
c) Jika ada ketidaksesuaian pada CCP, maka koreksi harus segera dilaksanakan oleh
petugas terkait.
d) Personil yang bekerja pada area ini paham mereka bekerja pada area CCP. Petugas
kesehatan lingkungan perlu mengakses kompetensi personilpersonil ini. Lakukan
pengambilan contoh personil dan wawancarai mengenai bagaimana mereka melakukan
monitoring tahapan-tahapan yang termasuk dalam tahapan CCP. Petugas kesehatan
lingkungan dapat menanyakan bahaya apa yang ada dalam tahapan ini, apa batas
kritisnya, bagaimana monitoring CCP tersebut, dan bagaimana jika terdapat
ketidaksesuaian pada CCP, serta apa yang akan mereka lakukan. Harusnya personil
dapat menjawab dengan baik dan sesuai dengan dokumen control measure yang ada di
TPP. Jika personil gagal menjawab, pertimbangkan sebagai ketidaksesuaian kritis, hal
ini mengindikasikan TPP belum melakukan sosialisasi CCP kepada personil terkait.
3. Pada saat melakukan audit dokumen dan rekaman, petugas kesehatan lingkungan juga
dapat menanyakan dokumen dan rekaman monitoring CCP. Pastikan semua formulir
monitoring diisi pada saat proses operasi pangan berlangsung, dan hasilnya sesuai dengan
persyaratan serta ditandatangani oleh pejabat/personil terkait. Ketiadaan rekaman
monitoring dapat menyatakan TPP tidak melakukan monitoring dan pertimbangkan ini
sebagai ketidaksesuaian kritis.
4. Petugas kesehatan lingkungan juga perlu memverifikasi dokumen-dokumen lainnya terkait
dengan table control measure ini. Jika melihat contoh tabel control measure di atas, TPP
menuliskan akan melakukan kalibrasi termometer dan melakukan analisa pangan di
laboratorium eksternal. Maka petugas kesehatan lingkungan harus memverifikasi bahwa
kegiatan tersebut telah dilakukan. Petugas kesehatan lingkungan dapat meminta laporan

19
hasil kalibrasi dan hasil analisa pangan yang dilakukan di laboratorium eksternal.
Kemudian cek apakah hasilnya ada penyimpangan atau tidak. Jika terdapat penyimpangan,
konfirmasi ke TPP tersebut apa yang mereka lakukan dan apakah tindakan yang mereka
lakukan sudah sesuai untuk mengendalikan bahaya dan menghilangkan penyimpangan.
Jika tidak ada tindak lanjut, jadikan hal tersebut sebagai ketidaksesuaian.
5. Perlu diperhatikan bahwa dalam sistem HACCP, pengujian pangan atau lingkungan dan
juga kalibrasi harus dilakukan di laboratorium yang sudah terakreditasi ISO 17025 oleh
KAN. Verifikasi apakah laboratorium tersebut sudah terakreditasi oleh KAN.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konsep sistem HACCP sebagai penjamin keamanan pangan pertama kali
dikembangkan oleh tiga institusi, yaitu perusahaan pengolah pangan Pillsbury Company
bekerja sama dengan NASA (The National Aeronaties and Space Administration) dan US
Arm’s Research, Development and Engineering Center pada dekade tahun 1960-an dalam
rangka menjamin suplai persediaan makanan untuk para astronotnya. HACCP merupakan
suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan pangan secara preventif
yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis dengan tujuan untuk mengidentifikasi,
memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, selama proses
produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan pangan untuk
menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi.
Program persyaratan dasar atau dikenal juga dengan prerequisite program (PRP),
merupakan pondasi bagi sistem HACCP. Program persyaratan dasar pada dasarnya
mengatur persyaratan mengenai lokasi TPP, bangunan, limbah, manajemen hama, personil,
transportasi, bahan baku, air, penyimpanan, pelatihan dan lainnya

21
DAFTAR PUSTAKA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. (2021). PEDOMAN


PENGAWASAN HIGIENE SANITASI PANGAN BERBASIS RISIKO.

www.kemenperin.go.id

22

Anda mungkin juga menyukai