Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

RSUD BRIGJEND. H. HASAN BASRY


KANDANGAN PENERAPAN HACCP
“SAYUR BENING”

Pembimbing :
Hayda Irnani,
S.Gz

Disusun Oleh :
EVA MAULINA TUNJUNGSARI
NIM. P07131217093

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA
2020
Pembimbing :
Hayda Irnani,
S.Gz

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Tugas Praktek Kerja
Lapangan Bidang Penyelenggaraan Makanan Institusi
di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan

Disusun Oleh :
EVA MAULINA TUNJUNGSARI
NIM. P07131217093
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL


POINT (HACCP) PADA PRODUK SAYUR BENING DI RSUD BRIGJEND.
H. HASAN BASRY KANDANGAN

Disusun Oleh :

EVA MAULINA TUNJUNGSARI

NIM. P07131217093

Telah Mendapatkan Persetujuan dari :

Kepala Instalasi Gizi Pembimbing

Rabiatun Nisa, A.Md Gz RD Hayda Irnani, S.Gz


NIP. 19760404 200003 2 004 NIP. 19960511 201903 2 010
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat
rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada saya sehingga saya dapat
menyelesaikan Laporan tentang Penerapan Hazard Analysis Crital Control Point
(HACCP) Pada Menu Sayur Bening di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan
Basry Kandangan.
Dalam menyelesaikan Laporan Tugas Penerapan HACCP ini, Saya telah
banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ibu dr. Hj. Rasyidah M.Kes, selaku Direktur RSUD Brigjend. H. Hasan
Basry Kandangan yang telah memberikan izin kepada kami untuk
melaksanakan PKL BPMI.
2. Bapak Dr. H. Mahpolah, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Banjarmasin.
3. Ibu Rabiatun Nisa, A.Md.Gz., RD, selaku kepala Instalasi Gizi RSUD
Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan.
4. Kakak Hayda Irnani, S.Gz, selaku pembimbing lapangan selama PKL
yang telah memberikan bimbingan.
5. Ahli Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan yang telah
memberikan masukan dan saran.
6. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan Penerapan
HACCP pada menu Sayur Bening di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H.
Hasan Basry Kandangan.
Saya sangat menyadari bahwa Laporan Tugas Penerapan HACCP ini masih
kurang dari kata sempurna. Untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Laporan Tugas Penerapan
HACCP dikemudian hari.

Kandangan, Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan Penelitian.........................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian HACCP......................................................................3
B. Prinsip HACCP...........................................................................4
C. Fungsi Penerapan HACCP..........................................................10
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Penerapan HACCP...10
E. Bahan Sayur Bening....................................................................12
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu......................................................................19
B. Jenis Data.....................................................................................19
C. Cara Pengumpulan Data..............................................................19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil.............................................................................................20
B. Pembahasan.................................................................................21
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................27
B. Saran............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Pengelompokan Jenis Bahaya ....................................................... 5


Tabel 2.2. Pengelompokan Bahaya ................................................................ 5
Tabel 2.3. Kategori Penetapan Risiko ............................................................ 6
Tabel 2.4. Kategori Risiko Bahaya Berdasarkan Produk ............................... 6
Tabel 2.5. Batas Kritis CCP ........................................................................... 7
Tabel 4.1. Deskripsi Proses Pengolahan ........................................................ 20
Tabel 4.2. Penetapan Titik Kendali Kritis/Critical Control Point ................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan makanan terutama makanan khusus rumah sakit harus
optimal dan sesuai dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta indikasi
penyakit pasien, penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi syarat
kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses
perawatan, juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang atau infeksi
nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang dapat diperoleh
melalui makanan. Selain timbulnya infeksi nosokomial, penyelenggaraan
makanan di rumah sakit yang tidak memenuhi standar kesehatan (tidak
higienis) juga dapat menyebabkan keracunan makanan (Puspita, 2010).
Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring
dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan
teknologi, maka diperlukan suatu sistem pengawasan pangan sejak
diproduksi, diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta
dihidangkan kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas
kimiawi terhadap bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan
dari mulai saat pra-panen, pascapanen/pengolahan sampai saat produk pangan
didistribusikan dan dikonsumsi (Seto, 2001).
Keamanan pangan pada dasarnya adalah higienis sanitasi makanan,
nilai gizi dan safety. Salah satu langkah pengawasan mutu adalah dengan
menerapkan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau
analisa bahaya dan pengendalian titik kritis. HACCP adalah suatu sistem
yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi
potensi- potensi bahaya tertentu serta cara-cara pengendaliannya untuk
menjamin keamanan pangan (Susilo, 2006).

1
Hidangan Sayur Bening merupakan menu makan siang pada siklus
menu ke I untuk pasien berdiet di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry
Kandangan yang memerlukan tindakan HACCP karena menggunakan bahan
baku sayuran yang rentan terhadap bahaya biologi, fisika, dan kimia. Selain
itu, bahaya juga dapat timbul pada saat proses penerimaan bahan baku,
kontaminasi dengan bahan makanan lain dan kebersihan alat yang digunakan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyusun mencoba
melakukan pengkajian terhadap penerapan HACCP pada pengolahan Sayur
Bening di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan
HACCP pada pengolahan produk Sayur Bening di Instalasi Gizi RSUD
Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Melakukan pengkajian terhadap penerapan HACCP pada pengolahan
Sayur Bening di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian analisa potensi bahaya.
b. Melakukan pengkajian titik-titik pengendalian kritis atau Critical
Control Point (CCP).
c. Melakukan pengkajian batas kritis.
d. Melakukan pengkajian suatu sistem untuk mengawasi pengendalian
CCP.
e. Melakukan pengkajian tindakan-tindakan perbaikan.
f. Melakukan pengkajian prosedur pengecekan ulang.
g. Melakukan pengkajian dokumentasi atau pemeliharaan catatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HACCP
The Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) merupakan
metode yang rasional dan ilmiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini
terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis terhadap bahaya
(hazard) dan penentuan upaya pengendalian yang efektif (WHO, 2005).
Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan
makanan yang sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah
dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan
dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan
tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya bahaya
tersebut. Metode ini sangat logis dan mengkaji semua tahapan di dalam
produksi makanan mulai dari tahap penerimaan bahan makanan sampai
konsumsi makanan jadi, termasuk semua proses diantaranya dan aktivitas
pendistribusian (Mortimeore dan Wallace, 2004).
Berdasarkan SNI HACCP 1998, HACCP adalah suatu piranti untuk
menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan
pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk
akhir. Setiap sistem HACCP mampu mengakomodasi perubahan seperti
kemajuan dalam rancangan peralatan, prosedur pengolahan atau
perkembangan teknologi. Penerapan HACCP sesuai dengan pelaksanaan
sistem manajemen mutu seperti ISO seri 9000 dan merupakan sistem yang
dipilih untuk manajemen keamanan pangan.
Menurut Winarno (2004) definisi dari batasan dalam HACCP :
Hazard : Merupakan penyebab atau ancaman yang potensial
terhadap keselamatan dan keamanan konsumen atau yang
dapat mendatangkan kerusakan pada produk.
Analysis : Sistem apa saja yang dapat digunakan untuk menganalisis
adanya hazard yang berkaitan dengan keselamatan
konsumen (atau penerimaan produk).

3
Critica : Suatu lokasi, tingkat atau proses yang bila tidak
l dikendalikan dengan baik dapat memberikan ancaman
Contro bagi konsumen. Contohnya bahan mentah/segar
l merupakan critical control point bila tidak ada tahap yang
dilakukan untuk membebaskan makanan dari mikroba
patogen yang
terdapat dalam bahan mentah tersebut.
Monitoring : Suatu verifikasi bahwa proses pengolahan atau cara
penanganan pada setiap control point telah dilaksanakan
dengan benar.
Risiko : Suatu kemungkinan bahwa hazard akan dirasakan.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem


jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa
hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu,
tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya
tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik
pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan daripada
mengendalikan pengujian produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan
sistem jaminan pangan yang zero risk atau tanpa risiko, tetapi dirancang
untuk meminimkan risiko bahaya keamanan pangan. Sistem. HACCP juga
dianggap sebagai alat menajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai
pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya
mikrobiologis, kimia dan fisik (Winarno, 2004).

B. Prinsip HACCP
1. Analisa Bahaya
Potensi bahaya adalah suatu bahan biologi, kimia atau fisik yang
dapat menyebakan sakit atau cedera jika tidak dikendalikan (Rauf, 2013).
Bahaya tersebut dapat berasal dari bahan mentah, kemasan, proses dan
penanganan yang berlangsung dalam rantai makanan ataupun lingkungan.
Potensi bahaya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bahaya fisik, bahaya
biologi, dan bahaya kimia. Potensi bahaya dari setiap bahan, baik bahan
4
tambahan

5
sekecil apapun harus dilakukan analisis potensi bahaya. Berikut tabel
pengelompokan potensi bahaya:
Tabel 2.1. Pengelompokan Jenis Bahaya
Jenis Bahaya Contoh
Biologi Bakteri, virus, kapang, protozoa, dan serangga
Kimia Toksin alami (sianida), alergen, pestisida,
Mikotoksin
Fisik Kerikil, logam, kaca, rambut
Sumber: Rauf, 2013

Analisis potensi bahaya adalah proses pengumpulan informasi dan


evaluasi potensi bahaya pada bahan pangan untuk dijadikan bahan
pertimbangan apakah potensi bahaya tersebut signifikan dan harus
dikendalikan pada perencanaan HACCP. Salah satu tahap analisis bahaya
adalah penentuan kelompok bahaya dari bahan baku, produk antara, dan
produk akhir yang dibagi menjadi 6 kelompok bahaya, yaitu bahaya A, B,
C, D, E, dan F. Berikut tabel pengelompokan bahaya:
Tabel 2.2. Pengelompokan Bahaya
Kelompok Bahaya Keterangan
Makanan non-steril untuk golongan berisiko tinggi
A seperti bayi, balita, pasien, lansia, ibu hamil, ibu
menyusui.
Makanan yang tersusun atas bahan yang sensitif
B
terhadap potensi bahaya biologi, kimia atau fisik.
Dalam pengolahan tidak terdapat tahap yang dapat
C menghilangkan atau mengurangi bahaya biologi,
kimia, atau fisik hingga batas yang dapat diterima.
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran
D kembali setelah pengolahan dan sebelum
pengemasan penyajian.
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran
E kembali atau penanganan yang kurang tepat selama
distribusi hingga diterima konsumen.
Makanan yang tidak mengalami proses
pemanasan setelah pengemasan hingga disantap
oleh konsumen untuk menghilangkan bahaya
F
biologi. Tidak ada cara bagi konsumen untuk
mendeteksi, menghilangkan atau mengurangi
potensi bahaya kimia dan fisik.
Sumber: Rauf, 2013

5
Setiap produk diidentifikasikan terhadap kemungkinan mengandung
bahaya A sampai F, kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori risiko.
Kategori risiko terbagi menjadi tujuh, yaitu kategori 0 sampai VI.
Pengelompokkan kategori risiko dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.3. Kategori Penetapan Risiko
Kategori Karakteristik
Keterangan
Risiko Bahaya
0 (tidak ada
0 Tidak mengandung bahaya A sampai F
bahaya)
I (+) Mengandung satu bahaya A sampai F
II (++) Mengandung dua bahaya A sampai F
III (+++) Mengandung tiga bahaya A sampai F
IV (++++) Mengandung empat bahaya A sampai F
V (+++++) Mengandung lima bahaya A sampai F
A+ (kategori
khusus) Kategori risiko paling tinggi (semua
VI
tanpa/dengan produk yang mempunyai bahaya A)
bahaya A sampai F

Tabel 2.4. Kategori Risiko Bahaya Berdasarkan Produk


Produk-produk kategori 1 (risiko tinggi)
1 Produk-produk yang mengandung ikan, daging, telur, sayur, serealia
dan atau bahan dari susu yang perlu diawetkan (penurunan suhu)
2 Daging, ikan mentah dan produk-produk olahan susu
3 Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau diatasnya yang disterillisasi
dalam wadah yang ditutup kemasan kedap udara
Produk-produk kategori II (risiko sedang)
1 Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging,
telur, sayuran atau serealia dan atau bahan atau penggantinya dan
produk lain yang tidak termasuk dalam regulasi higienis makanan
2 Sandwich dan kue pie daging untuk konsumsi segar
3 Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, selai roti,
mayones dan saus atau kuah
Produk-produk kategori III (risiko rendah)
1 Produk asam (nilai pH dibawah 4,6) seperti pikel (makanan yang
diawetkan, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah dan minuman
asam
2 Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas
3 Selai (jam), marmalade dan preserve (seperti selai)
4 Produk-produk berbasis gula
5 Minyak dan lemak makanan

6
2. Titik Kendali Kritis
Titik kendali kritis atau Critical Control Point (CCP) didefinisikan
sebagai tahapan atau prosedur dalam pengolahan pangan dimana
pengendalian dapat dilakukan sehingga dapat menghilangkan atau
mengurangi potensi bahaya hingga mencapai level yang dapat diterima
(Rauf, 2013). Setiap bahaya yang teridentifikasi pada bahan baku
membutuhkan suatu proses yang dapat mengurangi atau menghilangkan
bahaya tersebut sampai batas aman. Penentuan apakah suatu tahap atau
proses adalah CCP atau bukan dengan cara menjawab pertanyaan pada
pohon keputusan CCP.
Pada beberapa produk pangan, formulasi makanan mempengaruhi
tingkat keamanannya, sehingga CCP pada produk semacam ini diperlukan
untuk mengontrol beberapa parameter seperti pH, aktivitas air (aw), dan
adanya bahan tambahan makanan (Sudarmadji, 2005).
3. Batas Kritis
Menurut Sudarmadji (2005) batas kritis adalah nilai yang
memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang tidak dapat
diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat
merupakan bahan mentah atau baku, sebuah lokasi, suatu tahap
pengolahan praktek atau prosedur kerja, namun harus spesifik, misalnya:
a. Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah atau baku.
b. Standar higienis dalam ruangan pemasakan atau dapur.
c. Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan untuk
produk jadi atau masak.
Tabel 2.5. Batas Kritis CCP
CCP Komponen Kritis
Suhu awal
Proses sterilisasi makanan kaleng Berat kaleng setelah diisi
Isi kaleng
Tebal hamburger
Pemanasan hamburger Suhu pemanasan
Waktu pemanasan
Penambahan asam ke minuman asam pH produk akhir
Deteksi logam pada pengolahan biji- Kalibrasi detektor
bijian Sensitivitas detektor

7
Suatu batas kritis digunakan untuk memisahkan antara kondisi-
kondisi operasional yang aman dan tidak aman pada suatu CCP. Setiap
pengendalian akan mempunyai satu atau lebih batas kritis yang sesuai.
Kriteria yang sering digunakan adalah suhu, waktu, kelembaban, pH,
water activity (aw), keasaman, bahan pengawet, konsentrasi garam,
viskositas, adanya zat klorin, dan parameter indera (sensory) seperti
penampilan dan tekstur.
Tahap atau proses yang dimasukkan ke dalam batas kritis adalah
hanya tahapan yang teridentifikasi sebagai CCP. Potensi bahaya yang
ditampilkan adalah bukan potensi bahaya yang secara utuh ada pada bahan
baku, namun hanya potensi bahaya yang dapat dikendalikan oleh suatu
CCP (Rauf, 2013). Penentuan indikator batas kritis bisa diperoleh dari
beberapa sumber, yaitu:
a. Publikasi ilmiah: artikel, jurnal dan buku.
b. Pedoman peraturan: pedoman lokal maupun international, Codex
Alimentarius, FDA, SNI dan standar lainnya.
c. Tenaga ahli: asosiasi profesi, ahli termal, ahli pangan atau mikrobiologi,
perusahaan pembuat alat pengolahan pangan.
d. Studi penelitian: pengalaman dalam lingkungan industri, dan analisis
laboratorium.
4. Monitoring
Monitoring merupakan serangkaian pengamatan atau pengukuran
yang telah direncanakan untuk memastikan bawa suatu CCP beroperasi di
bawah kendali dan untuk menyediakan catatan yang akurat untuk
digunakan dikemudian hari (Rauf, 2013). Dalam monitoring perlu juga
dicantumkan frekuensi pemantauan yang ditentukan berdasarkan
pertimbangan praktis. Lima macam pemantauan yang penting
dilaksanakan antara lain: pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat
fisik, pengujian kimia, pengujian mikrobiologi (Sudarmadji, 2005).
Pelaksanaan monitoring didasarkan pada 4 panduan, yaitu:
a. Apa yang dimonitor : biasanya batas kritis dari suatu CCP, seperti suhu,
waktu, pH, kadar air dan aktivitas air.

8
b. Bagaimana : umumnya dilakukan pengukuran fisik dan kimia (untuk
batas kritis kuantitatif) atau pengamatan (untuk batas kritis kualitatif).
c. Frekuensi : bisa secara kontinyu atau waktu-waktu tertentu.
d. Siapa : orang yang terlatih untuk melakukan aktivitas monitoring.
5. Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi adalah kegiatan yang dilakukan bila berdasarkan
hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP
pada batas kritis tertentu atau nilai target tertentu atau ketika hasil
pemantauan menunjukkan kecenderungan kurangnya pengendalian
(Sudarmadji, 2005). Tindakan perbaikan harus segera diambil pada saat
batas kritis terlampaui. Tindakan tersebut terencana, sehingga prosedur
perbaikan telah ditetapkan sebelumnya dan terdokumentasi pada rencana
HACCP. Prosedur perbaikan yang akan dilakukan telah dipastikan bahwa
tidak ada dampak bagi keamanan produk (Rauf, 2013).
Data tentang pemantauan harus diperiksa secara sistematis untuk
menentukan titik dimana pengendalian harus ditingkatkan atau apakah
modifikasi lain diperlukan. Dalam hal ini, sistem dapat beradaptasi
terhadap perubahan kondisi dengan cara penyesuaian yang
berkesinambungan (Sudarmadji, 2005).
6. Verifikasi
Verifikasi adalah aktivitas selain monitoring yang menentukan
validitas dari rencana HACCP dan menerangkan apakah sistem berjalan
sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan verifikasi akan memberikan
suatu kepercayaan bahwa rencana HACCP telah terlaksana dengan baik
dalam mengendalikan potensi bahaya, karena didasarkan pada prinsip-
prinsip ilmiah. Aktivitas verifikasi yang dilakukan antara lain kalibrasi
peralatan dan pengujian mikrobiologi (Rauf, 2013).
7. Pemeliharaan Catatan
Catatan harian sejak penerimaan bahan baku, proses pengolahan
hingga menjadi produk, selalu tersimpan dengan baik. Hal ini untuk
mengantisipasi jika suatu saat ada pengaduan dari konsumen, pihak
produsen akan lebih mudah dan dalam waktu singkat dapat mendeteksi

9
kapan dan pada tahap apa terjadinya penyimpangan. Makin cepat sumber
penyimpangan terdeteksi, semakin cepat proses evaluasi, tindakan
perbaikan dan verifikasi dilakukan (Rauf, 2013).

C. Fungsi Penerapan HACCP


Menurut sinergysolusi.com terdapat beberapa fungsi dari penerapan
HACCP yaitu:
1. Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan.
2. Mencegah penutupan pabrik/Rumah Sakit
3. Meningkatkan jaminan keamanan produk
4. Pembenahan dan pembersihan pabrik/Rumah Sakit
5. Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar
6. Meningkatkan kepercayaan konsumen
7. Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena
masalah keamanan produk

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Penerapan HACCP


Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, faktor-faktor yang akan diuji
pengaruhnya terhadap efektifitas penerapan HACCP, dan mengacu pada hasil
penelitian Fotopoulos et.al (2014), faktor-faktor tersebut meliputi Atribut
Manusia (Human Attributes), Atribut Sistem (System Atributes), Atribut
Eksogen (Exogenous Attributes), Atribut Perusahaan (Company Attributes).
1. Atribut Manusia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam
Hilman (2014), atribut manusia direfleksikan oleh beberapa indikator yaitu
pengetahuan karyawan, pelatihan karyawan, dan perilaku karyawan. Hasil
Penelitian Mensah et.al dalam Hilman (2014) penerapan HACCP
dipengaruhi motivasi karyawan, dan resistensi karyawan terhadap
perubahan. Berdasarkan penelitian Avanza et.al dalam Hilman (2014)
penerapan HACCP dipengaruhi pengetahuan yang dimiliki Tim HACCP.
Adaptasi dari penelitian tersebut peneliti merumuskan atribut manusia
yang direfleksikan oleh indikator:

10
a. Pengetahuan karyawan.
b. Pelatihan karyawan.
c. Perilaku karyawan.
d. Kompetensi tim HACCP.
e. Motivasi karyawan.
f. Resistensi karyawan terhadap perubahan.
2. Atribut Sistem
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam
Hilman (2014), atribut sistem direfleksikan oleh beberapa indikator yaitu
sumber daya keuangan, waktu implementasi, dan penggunaan kertas kerja.
Hasil Penelitian Taylor dan Kane dalam Hilman (2014), penerapan
HACCP dipengaruhi kurangnya penanganan rekaman dan dokumentasi
(lack of documentation and record keeping). Mensah et.al dalam Hilman
(2011) juga menyatakan bahwa penerapan HACCP dipengaruhi oleh biaya
pengembangan dan implementasi sistem HACCP, hasil ini didukung oleh
penelitian Karaman et.al dalam Hilman (2014) bahwa hambatan penerapan
HACCP adalah biaya yang tinggi. Adaptasi dari hasil penelitian tersebut
peneliti merumuskan Atribut sistem yang direfleksikan oleh indikator:
a. Biaya pengembangan dan sertifikasi HACCP.
b. Ketersediaan sumber daya.
c. Jumlah dokumentasi yang dipersyaratkan dalam HACCP.
d. Volume dari kertas kerja.
3. Atribut Eksogen
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam
Hilman (2014), atribut eksogen direfleksikan oleh beberapa indikator yaitu
technical consultant, goverment and autorities, legal requirement dan
expanding foreign market. Hasil Penelitian Ehir et.al (2005), penerapan
HACCP pengetahuan dari regulator dalam melakukan inspeksi. Adaptasi
dari hasil penelitian tersebut peneliti merumuskan atribut eksogen yang
direfleksikan oleh indikator:

11
a. Penggunaan konsultan atau tenaga ahli.
b. Kompetensi pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk
melakukan sertifikasi atau inspeksi.
c. Persyaratan legal.
d. Kekuatan pasar dan persyaratan ekspor
4. Atribut Perusahaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam
Hilman (2014), atribut perusahaan direfleksikan oleh beberapa indikator
yaitu PRP, commitment management, involvement of all employee dan
validation dan verification HACCP Plan. Hasil penelitian Fotopoulos et.al
dalam Hilman (2014) terdapat persamaan dengan penelitian Karaman et.al
dalam Hilman (2014), faktor yang menjadi hambatan penerapan HACCP
adalah aplikasi PRP. Hasil Penelitian Bas et.al dalam Hilman (2014),
hambatan penerapan HACCP adalah lack of PRP, staff turn over dan lack
of communication. Adaptasi dari hasil penelitian tersebut peneliti
merumuskan atribut perusahaan yang direfleksikan oleh indikator:
a. Komitmen manajemen.
b. Keterlibatan karyawan.
c. Implementasi Pre Requiste Program (infrastruktur dan peralatan).
d. Proses verifikasi dan validasi Rencana.
e. HACCP (HACCP Plan).
f. Turn over karyawan.
g. Komunikasi (Communication).

E. Bahan Sayur Bening


1. Labu Kuning
Buah labu kuning (Cucurbita moschata) mempunyai kulit sangat
tebal dan keras, sehingga dapat berfungsi sebagai penghalang laju
respirasi, keluarnya air melalui penguapan, maupun masuknya udara
penyebab proses oksidasi. Hal ini yang menyebabkan labu kuning menjadi
awet atau tahan lama dibanding buah-buahan lainnya. Daya awet dapat
mencapai 6 bulan atau lebih, tergantung pada cara penyimpanannya.

12
Daging buah labu kuning

13
banyak mengandung karbohidrat dan daging buahnya berwarna kuning.
Pada bagian tengah buah labu kuning terdapat biji yang diselimuti lendir
dan serat. Biji ini berbentuk pipih dengan kedua ujungnya yang meruncing
dan rasanya manis (Suprapti, 2005).
Kandungan gizi labu kuning cukup besar, labu kuning merupakan
bahan pangan yang kaya vitamin A dan C, mineral, serta karbohidrat dan
daging buahnya pun mengandung antioksidan yang bermanfaat sebagai
anti kanker (Kamsiati, 2010). Serat makanan yang ada pada labu kuning
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia, yakni untuk mencegah
diabetes, obesitas, penyakit jantung koroner, kanker usus besar,
divertikular dan konstipasi (Muchtadi, 2001). Labu kuning juga
mengandung β karoten yang cukup tinggi (180 SI/g) (Gardjito, dkk.,
2006).
2. Bayam
Bayam adalah sejenis sayuran berdaun hijau atau merah. Bayam
umumnya dipasarkan dalam kondisi sudah berbentuk ikatan. Bayam
terkenal dengan kandungan zat besinya yang tinggi. Oleh karena itu,
bayam sangat bagus untuk pembentukan sel darah merah dalam tubuh.
Bayam juga tinggi akan vitamin seperti vitamin C. Asupan bayam yang
cukup dapat membantu tubuh membentuk sistem imunitas dan meredakan
gejala panas dalam. Akan tetapi, bayam mempunyai kandungan purin yang
relatif tinggi dan dapat memicu kenaikan asam urat pada persendian.
Disarankan bagi penderita asam urat supaya mengurangi asupan bayam.
Bayam dapat diolah menjadi sayur bening, tumisan, atau lalapan rebus.
Selain itu, bayam juga bisa dibuat kudapan keripik atau rempeyek bayam.
Bayam merupakan sayuran yang bisa dimanfaatkan hampir di seluruh
bagian. Cukup mencuci bersih bayam dan memotong-motong sesuai selera
untuk dimasak. Perlu diketahui, bayam sangat mudah matang. Sebaiknya
menambahkan bayam pada saat masakan hampir matang supaya tidak
terlalu lembek dan mengurangi zat besi yang terkandung di dalamnya
(Kusumawati, 2015).
3. Kacang Panjang

13
Kacang panjang adalah salah satu jenis sayuran yang mempunyai
ukuran panjang dan berwarna hijau. Di dalam kacang panjang terdapat biji

14
halus yang dapat dimakan karena bijinya lunak. Kacang panjang memiliki
daun yang disebut dengan lembayung yang dapat dijadikan masakan.
Kacang panjang biasa diolah dengan ditumis, lalapan, atau sebagai bahan
campuran sayur asem karena kacang panjang cenderung memiliki rasa
yang hambar. Mengkonsumsi kacang panjang dapat mencegah sembelit,
mencegah berkembangnya sel kanker, memiliki sifat antibakteri, dapat
mengobati leukimia, mencengah osteoporosi, membantu mengatasi
penyakit batu ginjal. Kacang panjang memiliki kandungan gizi seperti
vitamin A, vitamin C, lemak, kalori, zat besi, riboflavin, thiamin, mangan,
protein, dan asam folat (Ramadhanny, 2017).
Kacang panjang yang memiliki kualitas baik akan menghasilkan
masakan yang lezat namun masih banyak yang kurang teliti dalam
memilih kacang panjang sehingga sering kali ditemukan kacang panjang
yang sudah keriput. Berikut beberapa cara agar kacang panjang tetap
segar:
a. Pilihlah kacang panjang yang masih segar, tidak ada cacat seperti kulit
yang kering, dan yang masih muda;
b. Kacang panjang yang tidak ingin langsung diolah sebaiknya langsung
ditempatkan pada lemari pendingin tanpa dibersihkan terlebih dahulu.
Caranya dengan memilih kacang panjang yang masih bagus kemudian
diikat menjadi satu dan ditempatkan pada plastik yang berlubang lalu
simpan pada lemari pendingin agar dapat bertahan hingga 10 hari;
c. Cuci dahulu kacang panjang sebelum diolah. Mengolah kacang panjang
dapat dipotong menggunakan pisau atau dipetik tergantung kebutuhan.
Jangan potong bagian kacang panjang yang memiliki lubang karena
dikhawatirkan akan ada ulat;
4. Bawang Merah
Bawang merah adalah salah satu varietas tumbuhan berumbi yang
dapat hidup di dataran tinggi. Bawang merah disebut seperti itu karena
memiliki warna ungu kemerahan pada kulit dan dagingnya. Bawang merah
memiliki tekstur berlapis-lapis dan lebih berair dengan ukuran yang lebih
kecil. Bawang merah berbentuk satuan dan memiliki ciri khas berupa bau

14
yang tajam tetapi tidak setajam bawang putih dan aroma gurih serta sedikit

15
pedas. Bawang merah mempunyai kandungan antioksidan yang tinggi juga
kaya akan vitamin dan zat lain seperti fosfor, seng, serta zat bermanfaat
bagi tubuh lainnya. Khasiat bawang merah yang terkenal adalah sebagai
penurun tekanan darah. Selain baik untuk kesehatan, bawang merah
menjadi kunci utama dalam berbagai masakan nusantara. Bawang merah
merupakan umbi yang tahan lama penyimpanannya. Cukup menyimpan
dalam wadah terbuka dalam ruangan kering dan tidak bersuhu ekstrim
serta dalam keadaan masih terbungkus kulit. Bawang merah juga bisa
disimpan dalam keadaan terkupas dengan cara berikut ini:
a. Bawang merah yang sudah dikupas dicuci bersih dan dikeringkan.
Bawang merah selanjutnya disimpan dalam wadah tertutup dan
disimpan dalam lemari es;
b. Bawang merah juga bisa disimpan dalam keadaan matang. Setelah
dikupas dan dibersihkan bawang merah dicincang halus lalu ditumis
dengan sedikit minyak sampai harum dan disimpan dalam toples lalu
dimasukkan lemari es. Bawang merah bisa tahan hingga satu minggu;
c. Bawang merah dapat disimpan dalam bentuk bawang goreng renyah
dan dimasukkan dalam toples kedap udara supaya tahan lama hingga
satu bulan.
Penggunaan bawang merah untuk masakan bisa dibuat dalam bentuk
cincangan atau ditumbuk halus bersama bumbu lain. Bawang merah
biasanya ditumis hingga matang baru dicampur dengan bumbu lain dan
bahan utama. Bawang merah goreng juga dapat dipakai sebagai taburan
masakan untuk menambah cita rasa (Kusumawati, 2015).
5. Bawang Putih
Bawang putih adalah salah satu varietas tumbuhan berumbi. Bawang
putih disebut seperti itu karena memiliki warna putih kekuningan pada
kulit dan dagingnya. Bawang putih dilapisi dengan kulit yang keras dan
mempunyai karakteristik khas yakni beraroma tajam dan memiliki rasa
pedas. Bawang putih mempunyai banyak manfaat, bahkan daunnya juga
menjadi bahan utama dalam bumbu masakan. Bawang putih memiliki
kandungan kolesterol yang rendah dan kalium, vitamin C maupun B6,

15
fosfor

16
serta seng yang tinggi. Bawang putih berkhasiat sebagai antioksidan alami
yang membantu regenerasi sel dalam tubuh. Selain itu, bawang putih
terbukti menjadi obat untuk batuk dan pilek serta masuk angin, membantu
menurunkan gula darah untuk penderita diabetes, membantu menjaga
sistem imun tubuh, hingga menurunkan tekanan darah bagi penderita
hipertensi (Kusumawati, 2015).
Bawang putih bagus dikonsumsi mentah atau dalam bentuk
masakan. Bawang putih sebaiknya disimpan dalam suhu ruang dan kering.
Bawang putih cukup tahan lama hingga dua atau tiga minggu dalam
keadaan belum terkupas dan kering. Apabila ingin menyimpan bawang
putih kupas, berikut caranya :
a. Kupas bawang putih dan cuci bersih lalu keringkan dengan cara
diangin- angin. Simpan dalam toples dan masukkan kulkas. Cara
penyimpanan ini tahan hingga sepuluh hari;
b. Kupas bawang putih, tumbuk dalam keadaan kering, lalu tumis hingga
setengah matang. Sisakan sedikit minyak, simpan dalam toples rapat
dan masukkan kulkas. Cara penyimpanan ini tahan hingga seminggu;
c. Kupas bawang putih, iris tipis, goreng hingga kering dan renyah.
Simpan dalam toples kedap udara dan letakkan di ruangan yang kering.
Bawang putih goreng tahan hingga dua bulan dalam keadaan kering.
Cara ini digunakan untuk menyimpan persediaan bawang putih goreng
sebagai taburan masakan.
Pengolahan bawang putih untuk masakan bermacam-macam
jenisnya. Bawang putih bisa menjadi bumbu halus yaitu ditumbuk atau
dihaluskan dengan bahan lain, dicincang halus maupun kasar untuk
tumisan, atau diiris tipis untuk bumbu kasar dan hiasan. Bawang putih
hendaknya tidak terlalu banyak digunakan dalam masakan untuk
menghindari bau angir dan menusuk hidung (Kusumawati, 2015).
6. Gula Pasir
Gula pasir merupakan bahan baku masakan yang terbuat dari sari
tebu dan dikristalkan membentuk serbuk-serbuk seperti pasir. Berbeda
dengan gula halus, gula pasir mempunyai butiran-butiran yang lebih

16
kasar. Gula

17
pasir memiliki rasa yang manis dan mudah larut dalam air terutama air
panas. Gula pasir umumnya berwarna putih kekuningan atau sedikit coklat.
Gula pasir tidak mempunyai aroma tetapi berbau harum ketika diolah
menjadi karamel. Gula pasir mempunyai kandungan karbohidrat sederhana
yang mudah diubah menjadi energi. Akan tetapi, konsumsi gula pasir juga
memiliki batas aman setara dengan satu hingga dua sendok makan tiap
harinya agar tercegah dari risiko penyakit gula darah. Gula pasir juga
dapat ditambahkan sebagai pemanis minuman alami seperti teh, kopi, es,
dan semacamnya. Gula pasir rentan terhadap kelembaban karena bisa
mengubah tekstur dari gula tersebut, hendaknya disimpan rapat dalam
toples kering kedap udara dan dalam suhu ruang (Kusumawati, 2017).
7. Garam
Garam adalah suatu zat berbentuk padat, kristal, dan berwarna putih
yang merupakan hasil dari laut. Garam sendiri mempunyai rasa asin yang
didapatkan dari air laut yang asin. Garam yang sudah dikemas dan dijual di
pasaran umumnya berbentuk serbuk atau bongkahan dalam plastik. Garam
memiliki kandungan utama iodium untuk mencegah berbagai penyakit
seperti gondok. Selain itu, garam juga mengandung natrium, magnesium,
seng, dan mineral-mineral lainnya. Hampir semua masakan menggunakan
garam sebagai penguat rasa dan pemberi rasa asin serta gurih. Garam juga
berfungsi sebagai pencegah tumbuhnya bakteri di masakan sehingga garam
sering digunakan sebagai sarana pembuatan bahan makanan kering
misalnya ikan asin. Garam juga berfungsi sebagai penghilang aroma amis
dari ikan, ayam, dan sebagainya. Garam hendaknya disimpan dalam wadah
kering, tertutup, dan kedap udara agar tekstur garam tidak berubah dan
tidak berceceran. Apabila membeli garam dalam bentuk bongkahan, lebih
baik disimpan dalam bentuk semula baru ditumbuk sesuai kebutuhan.
Garam cukup disimpan dalam ruangan bersuhu normal. Penggunaan garam
dalam masakan juga hendaknya diperhatikan. Garam lebih baik ditaburkan
ketika seluruh bahan makanan sudah tercampur dengan bumbu utama agar
rasa yang ditonjolkan sudah tepat (Kusumawati, 2017).

17
8. Air
Air adalah sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Ciri-ciri air
yang baik adalah air yang bersih, jernih, tidak berbau, tidak berasa, tidak
berwarna dan tidak mengandung mikroorganisme. Syarat-syarat air bersih
adalah:
a. Syarat mikrobiologi: tidak mengandung bakteri E. coli. batas minimal
E. coli dalam air yaitu 50 E. coli/100 mg.
b. Syarat fisik: tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
c. Syarat kimia: tidak mengandung logam berat seperti Timbal, Zn, dll.

18
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


Kegiatan pengamatan HACCP dilakukan di ruang penerimaan,
penyimpanan dan pengolahan/produksi instalasi gizi RSUD Brigjend. H.
Hasan Basry Kandangan pada hari senin tanggal 30 November 2020, jam
07:30
– 09:00 WITA dan hari selasa, 1 Desember 2020, jam 10:00 – 11:30 WITA.

B. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer dikumpulkan meliputi pengawasan mutu komponen
bahan makanan yang dibutuhkan untuk membuat sayur bening, mulai dari
penerimaan, persiapan, pengolahan dan pendistribusian.
2. Data Sekunder
Data sekunder berupa daftar berupa macam – macam bahan dan
bumbu untuk pembuatan sayur bening, daftar spesifikasi bahan makanan,
siklus menu, standar porsi, dan standar bumbu.

C. Cara Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah :
1. Data primer diperoleh dengan observasi langsung dan wawancara.
2. Data sekunder diperoleh dengan cara melihat siklus menu, daftar bumbu,
dan daftar spesifikasi bahan makanan.

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Sayur Bening adalah salah satu menu sayur pada siklus ke-1. Sayur ini
dimasak sebagai menu makan siang untuk pasien berdiet. Sayur bening dibuat
dari bahan dasar berupa labu kuning, bayam, dan kacang panjang. Makanan
ini dapat dikonsumsi oleh semua golongan. Rasa dari masakan ini adalah
gurih dengan tekstur empuk. Makanan ini memiliki warna kuah bening.
Bumbu dari masakan ini antara lain bawang merah, bawang putih, gula pasir,
garam, dan penyedap rasa. Metode yang digunakan dalam proses pengolahan
menu ini adalah perebusan.
Tabel 4.1. Deskripsi Proses Pengolahan
Tanggal Pengamatan Senin, 30 November 2020 (Penerimaan &
Penyimpanan)
Selasa, 1 Desember 2020 (Persiapan-Distribusi)
Lokasi Dapur Unit Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry
Kandangan
Unit Kerja Jasaboga
Nama Produk Sayur Bening
Penggunaan Produk Sayuran pada menu makan siang siklus menu ke-1
Tahan Lama Pada 60°C
Suhu
Distribusi Sentralisasi
Konsumen Pasien berdiet di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry
Kandangan
Tujuan Pemakaian Sumber vitamin dan mineral pada menu makan siang
Perlukah Sayur Bening adalah salah satu produk sumber
Pengawasan Lanjut vitamin dan mineral. Meskipun bahan-bahan yang
digunakan sederhana tetapi resiko terhadap cemaran
dan kerusakan biologis, mikrobiologis, fisik
maupun kimiawi mulai dari persiapan, pengolahan
sampai
pada proses distribusi tetap harus diwaspadai
Aspek yang Perlu Penerimaan, persiapan, pengolahan, pemorsian
Diawasi
Cara Pengawasan Observasi langsung

20
Berdasarkan hasil pengawasan HACCP, diperoleh Penetapan Titik
Kendali Kritis/Critical Control Point (CCP).
Tabel 4.2. Penetapan Titik Kendali Kritis/Critical Control Point
BAHAN BAKU / CCP /
NO TAHAPAN BAHAYA P1 P2 P3 P4 BUKAN
PROSES CCP
1. Bahan makanan basah Pestisida Y Y N - Bukan
(Labu kuning, Bayam, CCP
Kacang Panjang)
2. Air E. coli Y Y N - Bukan
CCP
3. Pengupasan, Salmonella Y N Y Y Bukan
pemotongan labu , Bacillus CCP
kuning aureus,
E. coli
4. Penyiangan, Salmonella Y N Y Y Bukan
pemotongan bayam , Bacillus CCP
dan kacang panjang aureus,
E. coli
5. Pengirisan bumbu Salmonella Y N Y Y Bukan
, Bacillus CCP
aureus,
E. coli
6. Perebusan Overcook, Y N Y N CCP
Salmonella
, Bacillus
aureus,
E. coli
7. Pencampuran bahan Salmonella Y N Y Y Bukan
, Bacillus CCP
aureus,
E. coli
8. Penyimpanan Suhu Y N Y N CCP
sementara dange
r zone

B. Pembahasan
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Keamanan pangan berkaitan dengan sanitasi makanan, yaitu salah satu upaya
pencegahan yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan membebaskan
makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau

21
merusak kesehatan. Mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses
pengolahan, persiapan, pengangkutan, penjualan hingga saat makanan dan
minuman tersebut siap untuk diberikan kepada konsumen (Depkes dalam
Aritonang, 2014).
Keamanan pangan merupakan masalah penting, sehingga perlu
mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan pangan. Tingkat
serangan penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan hingga
saat ini masih tinggi, meskipun prinsip-prinsip yang mendasari
pengendaliannya telah diketahui. Pendekatan tradisional melalui pengawasan
pangan yang mengandalkan pada uji akhir, dianggap gagal untuk mengatasi
masalah yang berkaitan dengan keamanan pangan. Mutu produk pangan tidak
dapat dijamin hanya berdasarkan hasil uji akhir di laboratorium, tetapi harus
diawasi sejak dari pengadaan bahan baku, penanganan dan pengolahan,
hingga ke tangan konsumen akhir. Produk pangan atau makanan yang aman
untuk dikonsumsi dapat diperoleh dari bahan baku yang baik, ditangani
diolah dan didistribusikan secara baik dan benar (Aritonang, 2014).
Sebagai upaya mewujudkan keamanan pangan, maka dilakukan
beberapa kajian yang terkait dengan keamanan pangan. Kajian ini antara lain
adalah Good Manufactaring Product (GMP), Skor Keamanan Pangan (SKP)
dan Hazard Analysis Crital Control Point (HACCP). HACCP adalah suatu
sistem mengidentifikasi bahaya spesifik, yang mungkin timbul dan cara
pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut pada suatu produk
makanan. Penerapan HACCP dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat, yakni mengenai pentingnya mencegah penyakit melalui makanan
dengan cara mencegah terjadinya keeracunan makanan. Tujuan tersebut dapat
dicapai melalui evaluasi cara memproduksi bahan pangan, yakni untuk
mengetahui potensi bahaya, memperbaiki cara memproduksi bahan pangan
melalui evaluasi cara penanganan, pengolahan dan penerapan sanitasi,
meningkatkan pemeriksaan industri pangan. Hal ini dilakukakan secara
mandiri oleh karyawan. Pada dasarnya, metode HACCP ditujukan
mengendalikan semua potensi bahaya (titik kendali kritis) yang mungkin
terjadi selama proses produksi (Aritonang, 2014).

22
Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan sudah
menerapkan HACCP pada setiap menu masakan, salah satunya pada Sayur
Bening yang dimasak pada siklus menu ke 1 yang ada di RSUD Brigjend. H.
Hasan Basry Kandangan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah bahaya
yang akan terjadi bagi konsumen rumah sakit seperti keracunan makanan dan
menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat dari proses
produksi yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Selain itu,
mencegah terjadinya penurunan zat-zat gizi pada makanan terutama vitamin
dan mineral yang terdapat pada sayuran yang berfungsi sebagai zat yang
dapat mengatur sistem di dalam tubuh (Aritonang, 2014).
Proses produksi Sayur Bening di Instalasi Gizi di RSUD Brigjend. H.
Hasan Basry Kandangan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan mulai dari
proses penerimaan bahan makanan hingga proses distribusi. Proses
penerimaan bahan basah dan kering dilakukan dalam waktu yang terpisah.
Bahan basah yang berupa labu kuning, bayam, kacang panjang, bawang
merah, dan bawang putih diterima 1 hari sebelum dilakukan pengolahan sayur
bening. Bahan basah diterima pada pukul 08.00 yang dibeli dan diantar oleh
petugas, kemudian dicuci dan dilakukan penyimpanan sementara. Bahan
basah jenis sayur disimpan di refrigerator dengan suhu 7oC dan bahan basah
jenis bumbu disimpan di refrigerator dengan suhu 9oC. Bahan kering dipesan
10 hari sekali dan disimpan di gudang kering dengan suhu 21oC sehingga
bahan-bahan kering pada sayur bening telah tersedia sebelumnya dan telah
disiapkan di dalam kontainer oleh ahli gizi produksi.
Proses pemotongan labu kuning, bayam, dan kacang panjang dilakukan
sebelum dilakukan proses pemasakan. Proses tersebut dilakukan di ruang
persiapan sayur dan buah. Setelah dilakukan pemotongan, sayur dicuci.
Sebelum proses pemasakan, bumbu yang terdiri dari bawang merah dan
bawang putih diiris kemudian dimasukkan ke dalam air mendidih. Proses
selanjutnya yaitu labu kuning kemudian kacang panjang dan terakhir bayam
dimasukkan ke dalam air yang dimasak tadi. Proses perebusan tersebut masuk
ke dalam titik kendali kritis (CCP), artinya proses ini harus benar – benar

23
diperhatikan mengenai waktu dan suhu pemasakan. Jika tidak tepat, maka
akan mengurangi atau bahkan menghilangkan zat-zat gizi yang baik dalam
tubuh.
Sayur Bening suhu pemasakannya mencapai 82,4 °C. Hal ini termasuk
suhu yang baik karena batas suhu pemasakan yang dianjurkan adalah >57℃
sehingga dapat menghilangkan bahaya biologi terutama mikroorganisme
sampai batas yang dapat diterima, dengan peralatan pemasakan yang bersih
serta penjamah makanan yang dilengkapi dengan alat pelidung diri (APD)
meliputi penutup kepala, sarung tangan, masker, dan celemek (Unilever Food
Solutions, 2014). Pada saat pengolahan sayur bening terdapat petugas
pengolah yang tidak mengenakan alat pelindung diri dengan benar seperti
menggunakan masker terkadang dikalungkan dileher saja dan hanya
menggunakan sebelah sarung tangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
petugas pengolah makanan masih ada yang kurang memperhatikan higienis
dan sanitasi makanan. Pada proses pemasakan petugas pengolah kurang
memperhatikan suhu yang sesuai dengan standar. Selain itu, untuk tingkat
kematangan pada proses ini petugas pengolah hanya memperkirakan matang
atau tidaknya produk tersebut. Kebersihan alat sebagian besar alat yang
digunakan hanya dicuci menggunakan sabun dan dibilas dengan air mengalir
kemudian ditiriskan, dimana seharusnya setelah dibilas dilakukan
perendaman dengan air panas selama 5 menit pada suhu 80 oC atau 3 menit
pada suhu 100oC kemudian dilakukan pengeringan sehingga setelah kering
dapat digunakan kembali.
Setelah sayur bening diolah selanjutnya proses penyimpanan sementara.
Sayur bening yang masih di dalam panci dipindahkan ke ruang pemorsian.
Pada tempat sayur bening dibiarkan terbuka dan tidak ditutup dengan plastic
wrap. Proses penyimpanan sementara ini dikategorikan CCP dikarenakan
selama proses penyimpanan tempat sayur terebut tidak ditutup sehingga perlu
dilakukan penanganan dengan ditutup plastic wrap. Lama penyimpanan
sementara saat pengamatan yaitu ±15 menit sebelum dilakukan pemorsian.
Hal ini sudah sesuai karena makanan yang aman baiknya dikonsumsi dalam
waktu

24
2 jam. Jika lebih dari itu bisa menyebabkan bakteri berkembang biak
(Sarapsari, 2018).

25
Proses pemorsian yang perlu diperhatikan adalah sanitasi ruang
pemorsian, kebersihan alat, serta penggunaan APD oleh penjamah. Hal ini
harus dikendalikan untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antara
makanan dengan peralatan maupun dengan penjamah makanan. Meskipun
peralatan sudah dicuci dengan bersih, perilaku higiene personal serta
penggunaan APD lengkap masih belum dilakukan dengan maksimal.
Penjamah makanan masih ada yang menggunakan sarung tangan hanya
sebelah tangan. Pada proses pemorsian sudah menerapkan prinsip HACCP
yaitu pada saat dilakukan proses penyajian menggunakan tempat stainless
steel dan menggunakan sendok sayur khusus untuk sayur bening serta
menggunakan sendok yang berbeda untuk semua menu yang akan disajikan
pada pasien. Hal ini dapat mencegah kontaminasi makanan dan menjaga rasa
pada makanan agar tidak berubah ketika disajikan kepada pasien. Plato
bertutup yang digunakan masih terdapat beberapa yang belum kering/tiris dari
sisa air bilasan pencucian piring. Hal ini dapat menjadi sumber kontaminasi
bakteri E. coli yang biasa terdapat pada air.
Pengamatan kali ini suhu pada saat pemorsian sayur bening yaitu
sebesar 60,0°C, hal ini sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.
78 tahun 2013, dimana seharusnya suhu makanan matang yang disajikan
>60°C. Suhu makanan yang aman berkisar harus kurang dari 4°C dan lebih
dari 60°C. Suhu berkisar 4,5°C - 60°C merupakan danger zone yang dapat
memungkinkan bakteri berkembang biak pada makanan (Nuraini, 2016).
Proses distribusi yang perlu diperhatikan adalah waktu dan kebersihan
kereta makanan atau troli. Kereta makanan harus dibersihkan setiap hari oleh
pramusaji. Waktu pemberian makan juga tidak boleh terlambat. Mengingat
toleransi holding time (waktu tunggu) yakni maksimal 4 jam dari mulai
makanan matang sampai makanan dimakan, serta bahaya danger zone (zona
bahaya) yakni pada suhu 100C – 600C, maka waktu pemberian makanan
kepada pasien harus sangatlah diperhitungkan. Waktu yang diperlukan
petugas selama pendistribusian, yaitu 30-45 menit.
Produk makanan Sayur Bening di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry
Kandangan, dimasak pada pukul 10.00 dan selesai pada pukul 10.30. Waktu

25
pemorsian dilakukan pada pukul 10.45, dan waktu keberangkatan makanan
pukul 11.00. Jadi total waktu yang digunakan dari makanan matang sampai
makanan didistribusikan sebanyak 1 jam. Waktu pendistribusian selama 30-
45 menit, sehingga agar tetap aman, makanan tersebut harus dikonsumsi oleh
konsumen paling lama 60 menit.
Penurunan suhu makanan bisa terjadi, salah satunya disebabkan oleh
sistem distribusi makanan secara sentralisasi. Penyimpanan makanan matang
memiliki suhu yang berbeda – beda agar terhindar dari kuman E. coli.
Makanan kering untuk penyajiannya jika dalam waktu lama diperlukan suhu
25oC - 30oC. Makanan basah atau berkuah suhu makanan yang akan segera di
sajikan diperlukan suhu >60oC dan untuk makanan yang belum segera
disajikan dengan suhu -10oC (Kemenkes, 2013).

26
BAB V
PENUTU
P

A. Kesimpulan
1. Penerapan HACCP di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry
Kandangan sudah diterapkan, salah satunya pada masakan sayur bening
yang dimasak pada siklus menu ke-1 dari siklus menu 10 hari yang ada di
RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan. Hal ini perlu dilakukan
untuk mencegah bahaya yang akan terjadi bagi konsumen runah sakit
seperti keracunan makanan dan menghindari terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan akibat dari proses produksi yang tidak sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Selain itu, mencegah terjadinya penurunan zat-zat
gizi pada makanan terutama vitamin dan mineral yang terdapat pada
sayuran yang berfungsi sebagai zat yang dapat mengatur sistem di dalam
tubuh.
2. Proses pengolahan “Sayur Bening” yang termasuk CCP, yaitu pada tahap
perebusan dan penyimpanan sementara. Proses perebusan tersebut masuk
ke dalam titik kendali kritis (CCP), artinya proses ini harus benar – benar
diperhatikan mengenai waktu dan suhu pemasakan. Proses pemasakan ini
seharusnya dilakukan dengan suhu >57℃ sehingga dapat menghilangkan
bahaya biologi terutama mikroorganisme sampai batas yang dapat
diterima, dengan peralatan pemasakan yang bersih serta penjamah
makanan yang dilengkapi dengan alat pelidung diri (APD). Proses
penyimpanan sementara juga dikategorikan CCP dikarenakan selama
proses penyimpanan panci sayur terebut tidak ditutup sehingga perlu
dilakukan penanganan dengan ditutup plastic wrap. Lama penyimpanan
sementara pada saat pengamatan yaitu ±15 menit sebelum dilakukan
pemorsian.

B. Saran
1. Pengawasan dan pemantauan kepatuhan APD bagi tenaga penjamah

27
makanan perlu ditingkatkan.
2. Sebaiknya pada proses masing-masing titik kendali kritis (CCP) perlu
pemantauan lebih ketat.

28
DAFTAR PUSTAKA

Avanza dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234
Bas dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas
Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234
Ehir dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas
Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234
Fotopoulos dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas
Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 - 234
Karaman dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas
Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234
Kusumawati, M. 2015. Bayam. http://www.kerjanya.net/faq/18574-bayam.html.
Diakses pada 4 Desember 2020
Kusumawati, M. 2015. Bawang Merah.
http://www.kerjanya.net/s/bawang+merah. Diakses pada 4 Desember 2020
Kusumawati, M. 2015. Bawang Putih. http://www.kerjanya.net/faq/17920-
bawang-putih.html. Diakses pada 4 Desember 2020
Kusumawati, M. 2017. Garam. http://www.kerjanya.net/faq/17924-garam.html.
Diakses pada 4 Desember 2020
Kusumawati, M. 2017. Gula Pasir. http://www.kerjanya.net/faq/17928-gula-
pasir.html. Diakses pada 4 Desember 2020
Ramadhanny, C. N. 2017. Kacang Panjang. http://www.kerjanya.net/faq/18498-
kacang-panjang.html. Diakses pada 4 Desember 2020
Mensah dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas
Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234
Mortimore, S., & Wallace, C. 2004. HACCP Sekilas Pandang (Apriningsih &
Widyastuti, Penerjemah). Jakarta : EGC.
Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi Pangan dan HACCP. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sarapsari, Juwalita. 2018. Berapa Lama Makanan Boleh Disimpan di Suhu
Ruang?. https://kumparan.com/kumparanmom/berapa-lama-makanan-
boleh- disimpan-di-suhu-ruang-1546147254517299964. Diakses pada 4
Desember 2020
Sudarmaji. 2005. Analsis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. FKM Unair. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol. 1 No. 2
Taylor, E. & Kane dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Efektifitas Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16
Nomor 3, November 2014: Hal 223 – 234
WHO (World Health Organization). 2005. Penyakit Bawaan Makanan: Fokus
Untuk Pendidikan Kesehatan (Apriningsih & Widyastuti, Penerjemah).
Jakarta : EGC.
Winarno, FG dan Surono. 2004. HACCP dan Penerapannya dalam Industri
Pangan. Bogor: M-BRIO PRESS, Cetakan 2.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Pengamatan HACCP

Bahan untuk Pembuatan Sayur Bening

Proses Pengukuran Suhu saat Perebusan Sayur Bening

Proses Pengukuran Suhu saat Pemorsian Sayur Bening


HACPP Application in Food Industry and Food Service

LEMBAR PRAKTIK KERJA LAPANGAN


PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI
SEMESTER GANJIL TA 2020/2021

PENERAPAN HACCP
(HAZARD CRITICAL CONTROL POINT)
DI INSTALASI GIZI RSUD BRIGJEND.
H. HASAN BASRY KANDANGAN

Nama : Eva Maulina Tunjungsari


NIM : P07131217093
Asisten : Hayda Irnani, S.Gz
Kelompok : I
Menu : Sayur Bening

PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA


POLTEKKES KEMENKES BANJARMASIN
2020

0
HACPP Application in Food Industry and Food Service

12 langkah dan 7 prinsip penerapan HACCP

Pembentukan Tim HACCP

Deskripsi Produk

Identifikasi Penggunaan Produk

Penyusunan Bagan Alir Proses Produksi

Konfirmasi Bagan Alir dengan Proses Produksi di Lapangan

Identifikasi Bahaya pada Setiap tahap proses dan Tindakan


pencegahannya (Prinsip 1)

Penentuan Titik Kendali Kritis /CCP (Prinsip 2)

Spesifikasi batas kritis (Prinsip 3)

Penyusunan sistem pemantauan (Prinsip 4)

Pelaksanaan tindakan perbaikan (Prinsip 5)

Verifikasi sistem (Prinsip 6)

Penyimpanan data & dokumentasi (Prinsip 7)

1
LANGKAH 1 : PEMBENTUKAN TIM HACCP SERTA RUANG
LINGKUP DAN TUJUAN

Fungsi dalam Jabatan di


Nama Keahlian
Tim Instalasi Gizi
Penanggung Rabiatun Nisa Kepala Instalasi Registere
Jawab Gizi d
Dietitian
Tim Leader Hayda Irnani Nutrisionis Praktisi HACCP
Anggota Elsa Agustina Nutrisionis Praktisi HACCP
Anggota Eva Maulina Mahasiswa Mahasiswa DIV
Tunjungsari Magang Gizi dan Dietetika

Ruang Lingkup 1. Satu sistem manajemen untuk Industri Rumah Sakit


Analisis HACCP 2. Sistem ini untuk mencakup mulai penyediaan bahan
baku sampai proses penyajian
Tujuan dari Manajemen sistem memasukkan tujuan berikut ini:
Analisis HACCP 1. Keamanan pangan
2. Kualitas pangan sesuai spesifikasi dari rumah sakit
3. Pembagian tugas yang lebih baik; meningkatkan
pengetahuan produk, penanganan produk yang lebih
baik
4. Kesehatan dan keselamatan kerja
5. Persyaratan peraturan
6. Isu lingkungan
LANGKAH 2 & 3 : DESKRIPSI PRODUK DAN IDENTIFIKASI
PENGGUNAAN PRODUK

Langkah 2 : Deskripsi produk


Nama Produk Sayur Bening
Komposisi Labu kuning, bayam, kacang panjang, bumbu iris
(bawang merah, bawang putih), gula pasir, garam,
penyedap rasa, dan air
Struktur Fisik dan Kimia Sayur Bening memiliki penampakan kuah putih
keruh dengan rasa gurih dan bertekstur empuk
Metode Pengawetan -
Metode Pengemasan Bento Plastik Tertutup (ISO, Jiwa dan Penyakit
Infeksi)
Plato Stainless Steel Tertutup (Kelas 1, 2 dan 3)
Kondisi Penyimpanan Suhu ruang 36-37°C
Metode Distribusi Didistribusikan kepada pasien dengan
menggunakan trolley tertutup
Masa Penggunaan ±4 Jam
Persyaratan Khusus dalam -
Pelabelan
Penyiapan dan Penggunaan Hidangan siap santap
oleh Pelanggan

Langkah 3 : Identifikasi Penggunaan Produk


Sayur Bening merupakan sayur siang pada menu hari ke-1 yang diperuntukkan
untuk pasien berdiet kelas VIP, I, II, dan III.

Diverifikasi oleh :
01 12 2020
Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Eva Maulina Tunjungsari


LANGKAH 4 & 5 : ALIRAN PROSES/DIAGRAM ALIR DAN
VERIFIKASI DIAGRAM ALIR

Langkah 4a : Diagram alir bahan baku (penerimaan sampai dengan


penyimpanan)

Diagram Alir Bahan Baku Sayur Bening

Bawang Merah, BawangGula


Labu Kuning, Bayam, Kacang Panjang Putih
Pasir, Garam, Penyedap Rasa

Penerimaan Penerimaan

Pengecekan Kualitas dan Kuantitas Pengecekan Kualitas dan Kuantitas

Penyimpanan Gudang BasahPenyimpanan


(Sayur) Penyimpanan Gudang Kering
Gudang Basah (Bumbu)

Diverifikasi oleh :
01 12 2020
Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Eva Maulina Tunjungsari


Langkah 4b : Diagram alir proses (persiapan sampai dengan penyajian)

Diagram Alir Proses Pengolahan Sayur Bening

Labu kuning Bayam Kacang panjangBawang merah, Bawang putih

Dikupas Disiang Disiang Diiris

Dipotong Dipotong Dipotong

Dicuci Dicuci Dicuci

Direbus

Gula Pasir, Garam, Penyedap Rasa


Ditambahkan

Direbus hingga mendidih

Sayur Bening

Diverifikasi oleh :
01 12 2020
Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Eva Maulina Tunjungsari


Langkah 5a : Verifikasi diagram alir bahan baku

Bawang Merah, BawangGula


Labu Kuning, Bayam, Kacang Panjang Putih
Pasir, Garam, Penyedap Rasa

Penerimaan Penerimaan

Pengecekan Kualitas dan Kuantitas Pengecekan Kualitas dan Kuantitas

Penyimpanan Gudang BasahPenyimpanan


(Sayur) Penyimpanan Gudang Kering
Gudang Basah (Bumbu)
7oC 9oC 21oC

Diverifikasi oleh :
01 12 2020
Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Eva Maulina Tunjungsari


Langkah 5b : Verifikasi diagram alir proses

Labu kuning Bayam Kacang panjangBawang merah, Bawang putih

Dikupas Disiang Disiang Diiris

Dipotong Dipotong Dipotong

Dicuci Dicuci Dicuci

Direbus

Gula Pasir, Garam, Penyedap Rasa


Ditambahkan

Direbus hingga mendidih (82,4 oC)

Sayur Bening

Diverifikasi oleh :
01 12 2020
Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Eva Maulina Tunjungsari


HACPP Application in Food Industry and Food Service

LANGKAH 6 : IDENTIFIKASI BAHAYA DAN TINDAKAN PENCEGAHANNYA (PRINSIP 1) BAHAN

BAKU
NO BAHAN BAKU / IDENTIFIKASI JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA TINDAKAN
TAHAPAN BAHAYA PENYEBAB PENCEGAHAN
PROSES BAHAYA
PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI
1. Labu kuning Biologi : Terbawa dari SOP Penerimaan
Ulat, serangga , supplier L H N Bahan Makanan
busuk labu kuning
Kimia : Terbawa dari Dicuci dengan
H H Y
Pestisida supplier bersih
Fisik : Terbawa dari Dicuci dengan
Debu, tanah supplier L L N bersih
2. Bayam Biologi : Terbawa dari SOP Penerimaan
Ulat, serangga , supplier L H N Bahan Makanan
busuk bayam
Kimia : Terbawa dari Dicuci dengan
supplier H H Y
Pestisida bersih
Fisik : Terbawa dari Dicuci dengan
L L N
Debu, tanah supplier bersih
3. Kacang Panjang Biologi : Terbawa dari SOP Penerimaan
Ulat, serangga, supplier L H N Bahan Makanan
busuk kacang panjang
Kimia : Terbawa dari Dicuci dengan
H H Y
Pestisida supplier bersih
Fisik : Terbawa dari Dicuci dengan
supplier L L N
Debu, tanah bersih

8
NO BAHAN BAKU / IDENTIFIKASI JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA TINDAKAN
TAHAPAN BAHAYA PENYEBAB PENCEGAHAN
PROSES BAHAYA
PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI
4. Bawang merah, Biologi : Terbawa dari SOP
Bawang putih Jamur supplier Penyimpanan
L L N
Bacillucereus, Bahan Makanan
ulat Bawang
Kimia : Terbawa dari Mencuci bahan
Residu pestisida supplier L H N baku dengan air
mengalir
Fisik : Terbawa dari Mencuci bahan
Kotoran tanah supplier L L N baku dengan air
mengalir
5. Bahan Kering : Biologi : Penyimpanan SOP
Gula Pasir, Kapang atau kurang tepat Penyimpanan
L L N
Garam, Penyedap jamur Bahan Makanan
Rasa Kering
Fisik : Terbawa dari Jaminan supplier
Kerikil, debu, supplier bahan yang
kemasan rusak / diterima kering,
sobek L L N tidak ditemukan
karat pada
wadah, kemasan
tidak rusak
NO BAHAN BAKU / IDENTIFIKASI JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA TINDAKAN
TAHAPAN BAHAYA PENYEBAB PENCEGAHAN
PROSES BAHAYA
PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI
6. Air Mikrobiologi : Penggunaan air Pemilihan
E. coli dari sumur sumber air yang
H H Y
yang kontak tepat
dengan tanah
Kimia : Penjernih pada Pemilihan
Kaporit air L H N sumber air yang
tepat
Fisik : Penggunaan air Proses filtrasi
Warna tidak dari sumur (penyaringan)
jernih, debu, yang kontak L L N sebelum
pasir dengan tanah digunakan
TAHAPAN PROSES
NO BAHAN BAKU / IDENTIFIKASI JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA TINDAKAN
TAHAPAN BAHAYA PENYEBAB PENCEGAHAN
PROSES BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI

1. Pengupasan, Mikrobiologi : Tangan Personal hygiene


pemotongan labu Salmonella, penjamah saat penjamah
kuning Bacillus pengirisan makanan,
aureus pencucian tangan
H H Y
dengan sabun
sebelum
memotong bahan
makanan
2. Penyiangan, Mikrobiologi : Tangan Personal hygiene
pemotongan Salmonella, penjamah saat penjamah
bayam Bacillus pengirisan makanan,
aureus pencucian tangan
H H Y
dengan sabun
sebelum
memotong bahan
makanan
3. Penyiangan, Mikrobiologi : Tangan Personal hygiene
pemotongan Salmonella, penjamah saat penjamah
kacang panjang Bacillus pengirisan makanan,
aureus pencucian tangan
H H Y
dengan sabun
sebelum
memotong bahan
makanan
NO BAHAN BAKU / IDENTIFIKASI JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA TINDAKAN
TAHAPAN BAHAYA PENYEBAB PENCEGAHAN
PROSES BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI

4. Pengirisan bumbu Mikrobiologi : Tangan Personal hygiene


Salmonella, penjamah saat penjamah
Bacillus pengirisan makanan,
aureus pencucian tangan
H H Y
dengan sabun
sebelum
menghaluskan
bumbu
5. Perebusan Kimia : Proses M H Y Perebusan
Overcook, perebusan yang dengan api
teralu lama sedang
dengan suhu
yang tidak
teratur
Mikrobiologi : Air M H Y Suhu perebusan
Salmonella, 57oC
E. coli
6. Pencampuran Mikrobiologi : Tangan H H Y Personal hygiene
bahan Salmonella, penjamah saat penjamah
Bacillus penambahan makanan,
aureus, bahan pencucian tangan
E. coli dengan sabun
sebelum
mencampur
bahan makanan
NO BAHAN BAKU / IDENTIFIKASI JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA TINDAKAN
TAHAPAN BAHAYA PENYEBAB PENCEGAHAN
PROSES BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI

7. Penyimpanan Mikrobiologi : Suhu makanan M H Y Penyimpanan


sementara Pertumbuhan menurun dengan ditutup
bakteri (danger zone menggunakan
10-60°C) plastic wrap
8. Pemorsian Fisik : Rambut, kuku, L L N Personal hygiene
Kontaminasi alat atau bahan penjamah
dari bahan non- non-pangan makanan
pangan ditemukan ditingkatkan,
dalam makanan seperti
penggunaan
sarung tangan
dan penutup
kepala.
9. Pendistribusian Fisik : Lingkungan L M N Pemakaian
Debu, bahan wadah tertutup
non-pangan
LANGKAH 7 : PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS/CRITICAL CONTROL POINT (PRINSIP 2)

NO BAHAN BAKU / TAHAPAN BAHAYA P1 P2 P3 P4 CCP / BUKAN CCP


PROSES
1. Bahan makanan basah (Labu kuning, Pestisida Y Y N - Bukan CCP
Bayam, Kacang Panjang)
2. Air E. coli Y Y N - Bukan CCP
3. Pengupasan, pemotongan labu Salmonella, Bacillus aureus, E. coli Y N Y Y Bukan CCP
kuning
4. Penyiangan, pemotongan bayam dan Salmonella, Bacillus aureus, E. coli Y N Y Y Bukan CCP
kacang panjang
5. Pengirisan bumbu Salmonella, Bacillus aureus, E. coli Y N Y Y Bukan CCP
6. Perebusan Overcook, Salmonella, Bacillus ureus, Y N Y N CCP
E. coli
7. Pencampuran bahan Salmonella, Bacillus aureus, E. coli Y N Y Y Bukan CCP
8. Penyimpanan sementara Suhu danger zone Y N Y N CCP
LANGKAH 8 : SPESIFIKASI BATAS KRITIS (PRINSIP 3)

NO BAHAN BAKU / IDENTIFIKASI BAHAYA TINDAKAN PENGENDALIAN BATAS KRITIS


TAHAPAN PROSES
1. Perebusan Overcook, Salmonella, Memantau suhu Suhu perebusan 57oC
E. coli
2. Penyimpanan sementara Suhu danger zone Penyimpanan di wadah berbahan Suhu makanan matang
stainless steel yang ditutupi dengan diatas 60°C
plastic wrap
LANGKAH 9 : PENYUSUNAN SISTEM PEMANTAUAN (PRINSIP 4)

NO BAHAN BAKU / TAHAPAN BATAS PROSEDUR MONITORING


PROSES (CCP) KRITIS WHAT HOW WHERE WHO WHEN
1. Perebusan Suhu Suhu Menggunakan Tempat Penjamah Setiap
perebusan termometer pengolahan makanan mengolah
57oC suhu makanan makanan
2. Penyimpanan sementara Suhu Penyimpanan Pengolah Tempat Penjamah Setiap akan
makanan sementara makanan pemorsian makanan menyimpan
matang yang tepat menyimpan makanan
diatas makanan matang
60°C matang di
wadah
berbahan
stainless steel
dan ditutupi
dengan
plastic wrap
LANGKAH 10, 11, & 12 : PELAKSANAAN TINDAKAN PERBAIKAN, VERIFIKASI SISTEM SERTA DOKUMENTASI DAN
PENCATATAN (PRINSIP 5, 6 & 7)

BAHAN BATAS PROSEDUR MONITORING TINDAKAN VERIFIKASI DOKUMENTASI


BAKU / KRITIS KOREKSI & RECORD
TAHAPAN WHAT HOW WHERE WHO WHEN
PROSES
(CCP)

Perebusan Suhu Suhu Menggunakan Tempat Penjamah Setiap Menjaga api Melakukan Rekaman proses
perebusan termometer pengolahan makanan mengolah pada panas pemeriksaan perebusan
57oC suhu makanan makanan yang stabil suhu perebusan
makanan
Penyimpanan Suhu Penyimpanan Pengolah Tempat Penjamah Setiap akan Mewajibkan Melakukan Rekaman proses
Sementara makanan sementara makanan pemorsian makanan menyimpan petugas masak pemeriksaan penyimpanan
matang yang tepat menyimpan makanan menyimpan proses sementara
diatas makanan matang makanan penyimpanan
60°C matang di matang di sementara
wadah berbahan wadah
stainless steel stainless steel
dan ditutupi dan ditutupi
dengan plastic dengan plastic
wrap wrap
HACPP Application in Food Industry and Food Service

LANGKAH 12 : TETAPKAN DOKUMENTASI DAN PENCATATAN


(PRINSIP 7)

1. Spesifikasi Bahan Makanan


No Nama Bahan Spesifikasi
Makanan
1 Labu Kuning Labu ukuran 4 - 5 kg/biji, matang
2 Bayam Bayam segar, tidak berulat, satu ikat besar terdiri dari
dari 5 ikat kecil
3 Kacang Panjang Segar, hijau, muda, tidak berulat
4 Bawang Merah Bawang merah sudah dikupas bersih
5 Bawang Putih Bawang putih sudah dikupas bersih
6 Gula Pasir Gula berwarna putih, bersih, butiran halus
7 Garam Garam beriodium dengan butiran halus tidak basah
8 Air Tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau,
tidak ada endapan, tidak mengandung bahan kimia,
tidak tercemar bakteri phatogen atau virus

2. Skedul Verifikasi Sistem/Catatan Kegiatan


Tanggal Penanggungjawab
Tahap / Sumber
Aktivitas Dekripsi Frekuensi Review Tanda
Input Catatan Siapa
Verifikasi tangan
- Semua - Tabel Audit Tahapan Dua kali Cheklist Pemilik
tahapan HACCP - Internal setahun internal
- Monitoring - Review dan Audit sesuai audit
sistem, revalidate dengan
tindakan monitoring, produksi dan
koreksi dan tindakan packing atau
catatan koreksi dan bila
catatan perubahan
proses
terjadi
- Manual Verifikasi Selama Tahunan Laporan Tim
mutu manual reviwe Verifikasi HACCP
jaminan mutu lengkap Review
dan sistem HACCP HACCP
yang Plan
memenuhi
aktivitas saat
ini dan
perubahan
yang terjadi
pada industri
- Aliran Verifikasi Cek Tahunan Laporan Tim
Proses disain proses relevansi atau bila Verifikasi HACCP
aliran perubahan Review
proses proses HACCP
terjadi

18
HACPP Application in Food Industry and Food Service

3. Laporan Verifikasi Review HACCP


Tipe Review:
- Tahunan
- Dipicu perubahan
Data Review

Anggota Tim Review


Nama Fungsi dalam Keahlian Tandatangan
Tim pada saat selesai

Laporan Review HACCP


TAHAP Aktivitas Sumber Rekomendasi
catatan
- Monitoring - Review dan validasi - Checklist
sistem dan monitoring, tindakan audit
tindakan koreksi dan catatan pada internal
koreksi audit internal - Catatan
- Aliran proses - Verifikasi aliran proses - Aliran
- Analisis - Validasi ulang analisis proses
bahaya bahaya - Analisis
- Limit kritis - Validasi ulang limit bahaya
- Program kritis - Validasi
pendukung - Validasi program limit kritis
- Manual mutu pedukung - Program
- Review manual mutu pedukug
- Lapora
review
HACCP
- Residu kimia - Verifikasi - Laporan lab
penanggungjawab
penggunaan bahan kimia

19

Anda mungkin juga menyukai